bab i ehb
TRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Secara umum yang dimaksud dengan instrumen adalah suatu alat yang memenuhi
persyaratan akademis, sehingga dapat digunakan sebagai alat untuk mengukur suatu objek
ukur atau mengumpulkan data mengenai suatu variable. Dalam bidang penelitian,
instrumen diartikan sebagai alat untuk mengumpulkan data mengenai variabel-variabel
penelitian untuk kebutuhan penelitian, sedangkan dalam bidang pendidikan instrumen
digunakan untuk mengukur prestasi belajar siswa, faktor-faktor yang diduga mempunyai
hubungan atau berpengaruh terhadap hasil belajar, perkembangan hasil belajar siswa,
keberhasilan proses belajar mengajar guru, dan keberhasilan pencapaian suatu program
tertentu.
Pada dasarnya instrumen dapat dibagi dua yaitu tes dan non tes. Berdasarkan
bentuk atau jenisnya, tes dibedakan menjadi tes uraian dan obyektif, sedangkan nontes
terdiri dari observasi, wawancara (interview), angket (questionaire), pemeriksaan
document (documentary analysis), dan sosiometri. Instrumen yang berbentuk test bersifat
performansi maksimum sedang instrumen nontes bersifat performansi tipikal.
Instrumen hasil belajar bentuk tes uraian memiliki banyak keunggulan seperti
mudah disusun, tidak memberi banyak kesempatan untuk berspekulasi dan mampu
mendorong siswa untuk berani mengemukakan pendapat serta menyusun jawaban dalam
bentuk kalimat. Namun perdebatan di kalangan guru dan bahkan dikalangan orang tua,
adalah memandang bahwa tes uraian sering tidak adil. Bahkan ada pandangan bahwa cara
pemberian skor tes uraian cukup dilihat dari panjang pendeknya tes uraian.
Di lain pihak, penggunaan nontes untuk menilai hasil dan proses belajar masih
sangat terbatas jika dibandingkan dengan penggunaan alat melalui tes dalam menilai hasil
dan proses belajar. Padahal ada aspek-aspek yang tidak bisa terukur secara “realtime”
dengan hanya menggunakan test, seperti pada mata pelajaran matematika. Pada tes siswa
dapat menjawab dengan tepat saat diberi pertanyaan tentang langkah-langkah melukis
sudut menggunakan jangka tanpa busur, tetapi waktu diminta melukis secara langsung di
kertas atau papan tulis ternyata cara menggunakan jangka saja mereka tidak bisa. Jadi
dengan menggunakan nontes guru bisa menilai siswa secara komprehensif, bukan hanya
dari aspek kognitif saja, tapi juga afektif dan psikomotornya.
1
Berdasarkan permasalahan-permasalahan yang telah disebutkan diatas, maka
diperlukan suatu langkah-langkah untuk penyusunan dan pengembangan baik tes uraian
maupun nontes. Hal ini juga dapat digunakan untuk memperoleh tes yang valid, sehingga
hasil ukurnya dapat mencerminkan secara tepat hasil belajar atau prestasi belajar yang
dicapai oleh masing-masing individu peserta tes setelah selesai mengikuti kegiatan
pembelajaran.
B. RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan tinjauan yang diajukan diatas, maka diajukan rumusan masalah
sebagai berikut:
1. Bagaimanakah cara menganalisis alat penilaian berupa tes dan nontes?
2. Bagaimana instrumen penilaian antara tes dan nontes yang paling efektif dan
efisien untuk mengevaluasi hasil belajar?
C. TUJUAN PEMBAHASAN
Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah :
1. Untuk mengetahui cara menganalisis alat penilaian berupa tes dan nontes?
2. Untuk mengetahui instrumen penilaian antara tes dan nontes yang paling
efektif dan efisien untuk mengevaluasi hasil belajar?
D. MANFAAT PEMBAHASAN
Adapun manfaat dari penulisan makalh ini adalah :
1. Sebagai pengetahuan yang akan membantu atau mempermudah kita untuk
membuat suatu alat penilaian terhadap peserta didik kita nantinya.
2. Sebagai bahan pertimbangan untuk membuat suatu alat penilaian yang sesuai
dengan keadaan.
2
BAB II
PEMBAHASAN
A. Perencanaan Penyusunan Alat tes dan non tes Dalam Evaluasi Hasil Belajar
Perencanaan penyusunan evaluasi hasil belajar dilakukan dengan prosedur tertentu.
Prosedur yang dilakukan oleh guru paling tidak untuk mengarahkan proses penilaian yang
terencana sehingga penilaian dilakukan tidak dengan terburu-buru. Butir-butir soal yang
disusun harus dapat mewakili ranah pengetahuan, kemampuan dan keterampilan. Secara
representatif. Untuk itu maka peranan perencanaan dalam melakukan evaluasi tanpa
rencana yang dapat dipertanggung jawabkan dapat menjadi usaha sia-sia, bahkan mungkin
akan menggangu proses pencapaian tujuan. Enam hal yang harus dipertimbangkan dalam
perencanaan evaluasi yaitu :
1. Pengambilan sampel dan pemilihan Butir soal
Evaluasi hasil belajar disusun berdasarkan butir-butir soal yang terpilih, yang
secara akademik dapat dipertanggung jawabkan sebagai sampel yang representatif dari
bidang studi yang akan diuji. Proses pemilihan atau sampling butir soal itu tidak
mungkin dapat dilakukan secara acak (random). Hanya seorang ahli dalam bidang
studi yamg tabu secara lebih baik apakah butir-butir soal itu cukup representatif atau
tidak.Untuk memperoleh butir-butir soal yang mewakili keseluruhan konsep bidang
studi dilakukan dengan memilah pokok bahasan dan sub-pokok bahasan, agar tidak
ada butir soal yang sama untuk setiap pokok bahasan.
2. Tipe soal yang digunakan
Tipe tes yang lazim digunakan adalah tipe soal: (1) uraian (essay test), dan (2)
objektif (objective test), soal-soal yang mengukur psikomotorik, dan soal yang
mengukur sikap atau afektif.
3. Aspek kemampuan yang diuji
Setiap bidang studi mempnyuai penekanan kemampuan yang berbeda-beda. Karena
ditu aspek yang diujipun haruslah yang berbeda pula. Adanya 6 tingkatan kemampuan
yang diuji, yaitu pengetahuan, pemahaman, aplikasi, analisi, sintetis, dan evaluasi, di
samping itu juga harus diperhatikan kemampuan dari ranah afektif dan psikomotor.
4. Format butir soal
Baik soal uraian maupun soal objektif dikenal berbagai format. Misalnya, dalam
soal uraian ada soal uraian bebas (extended response), dan soal uraian terbatas
3
(restricted response). Berbagai penelitian juga telah menunjukkan bahwa berbagai
format butir soal ini tidak menunjukkan perbedaan efektifitas yang berarti untuk
mengukur berbagai level ranah kognitif, asalkan dikonstruksi sama baiknya.
5. Jumlah butir soal
Jumlah butir soal tentu saja tidak ada ketentuan yang pasti, tetapi yang harus
diingat ialah butir soal berhubungan dengan validitas dan reabilitas tes. Makin besar
jumlah butir soal yang digunakan dalam suatu tes maka kemungkinan akan makin
tinggi relia bilitasnya. Jumlah butir soal yang direncakan harus memperhatikan harus :
(a) jumlah keseluruhan (b) jumlah untuk setiap npokok bahasan, (c) jumlah untuk
setiap format, (d) jumlah untuk kategori tingkat kesukaran, (e) jumlah untuk semua
aspek dalam ranah kognitif. Tentu saja dalam menentukan jumlah ini harus
mempertimbangkan waktu yang tersedia, biaya yang ada, kompleksitas tugas yang
dituntut oleh test, dan jadwal ujian direncanakan.
6. Distribusi Tingkat Kesukaran
Pada umumnya semua ahli konstruksi tes sependapat bahwa soal yang baik adalah
soal yang mempunyai tingkat kesukaran disekitar 0,50. Makin dekat ke titik itu makin
mampu soal itu membedakan antara kelompok yang baik (pintar) dengan kelompok
yang kurang pintar. Tetapi tentu saja bukanlah suatu pertimbangan untuk menentukan
tingkat kesukaran. Penentukan tingkat distribusi ini juga ditentukan oleh tujuan tes.
Misalnya, bila soal dimaksudkan untuk seleksi, maka soal harus lebih mengarah pada
yang mempunyai tingkat kesukaran yang lebih tinggi. Tetapi yang harus diingat ialah
soal yang terlalu “sukar” atau terlalu “mudah” tidak akan member informasi yang
banyak. Dalam hubungan dengan distribusi tingkat kesukaran ini juga harus
diperhatikan bahwa soal yang mempunyai tingkat kesukaran rendah sebaiknya
diletakkan di nomor awal dan yang sukar diletakkan pada akhir perangkat soal.
Perbedaan ini lebih bersifat motif untuk lebih terdorong mengerjakan butir soal.
7. Kisi – kisi tes
Kisi – kisi atau biasa desebut table spesifikasi ditampilkan dalam bentuk matriks
yang menunjukkan proporsi dan jumlah angka mutlak dari setiap butir soal yang
membentuk suatu perangkat test. Dalam suatu kisi – kisi setidaknya memuat : (1)
Pokok bahasan atau Sub pokok bahasan yang diuji, (2) Kemampuan yang diuji, (3)
Tingkat kesukaran butir soal.
4
B. Penulisan Butir Soal Bentuk tes Uraian untuk Mengevaluasi Hasil Belajar
1. Tes Uraian (ESSAY TEST)
Tes uraian adalah tes (seperangkat soal yang berupa tugas, pertanyaan) yang
menuntut peserta didik untuk mengorganisasikan dan menyatakan jawabannya menurut
kata-kata (kalimat sendiri).
2. Jenis-Jenis Tes Uraian
Dilihat dari ruang lingkup, tes uraian dibedakan menjadi:
a) Uraian terbatas (restricted response items)
b) Uraian Bebas (Extended response items)
Dilihat dari Penskorannya, tes uraian dibedakan menjadi:
a) Uraian objektif
b) Uraian non-objektif
3. Kelebihan Tes Uraian
Kelebihan tes uraian dibandingkan tes objektif antara lain:
a) Untuk mengukur proses berfikir tingkat tinggi
b) Untuk mengukur hasil belajar yang kompleks dan tidak dapat diukur dengan tes
objektif
c) Waktu yang digunakan untuk menulis soal lebih cepat
d) Menulis tes uraian yang baik relatif lebih mudah dari pada menulis tes obyektif yang
baik
4. Kelemahan Tes Uraian
Kelemahan tes uraian dibandingkan tes objektif antara lain:
a) Terbatasnya sampel materi yang ditanyakan
b) Sukar memeriksa jawaban siswa
c) Hasil kemampuan siswa dapat terganggu oleh kemampuan menulis
d) Hasil pemeriksaannya cenderung tidak tetap
5. Cara Pengembangan Tes Uraian
Cara pengembangan tes uraian adalah sebagai berikut:
a) Merumuskan tujuan tes
Tes uraian dapat dibuat untuk bermacam-macam tujuan, seperti:
Pertama, tes yang bertujuan untuk mengadakan evaluasi belajar tahap akhir (EBTA) atau
ujian lain yang sejenis dengan EBTA.
5
Kedua, tes yang bertujuan untuk mengadakan seleksi , misalnya untuk saringan masuk
perguruan tinggi atau untuk penerimaan beasiswa untuk murid yang berbakat.
Ketiga, tes yang bertujuan untuk mendiagnosis kesulitan belajar murid, yang dikenal
dengan tes diagnostic.
b) Analisis Kurikulum atau Garis-Garis Besar Program Pengajaran (GBPP)
Analisis kurikulum bertujuan untuk menentukan bobot setiap pokok bahasan yang
akan dijadikan dasar dalam menentukan item atau butir soal dalam membuat kisi-kisi soal
c) Analisis Buku Pelajaran dan Sumber dari Materi Belajar Lainnya
Analisis buku pelajaran digunakan untuk menentukan bobot setiap pokok bahasan
berdasarkan jumlah halaman materi yang termuat dalam buku pelajaran atau sumber
materi belajar lainnya.
d) Mengidentifikasi materi-materi yang cocok untuk dibuat dengan soal uraian
Tes uraian biasanya dibuat dengan tujuan untuk mengetahui kemampuan
menganalisis yang dimiliki oleh siswa, atau menjelaskan prosedur, hubungan sebab-akibat,
atau memberikan argumen-argumen yang relevan.
e) Membuat kisi-kisi
Manfaat kisi-kisi adalah untuk menjamin sampel soal yang baik, dalam arti
mencakup semua pokok bahasan secara proporsional.
f) Penulisan soal disertai pembuatan kunci jawaban dan pedoman penskoran
Ada beberapa petunjuk dalam penulisan butir-butir soal seperti valid, dapat
dikerjakan dengan kemampuan yang spesifik, dan berikan petunjuk pengerjaan soal secara
lengkap dan jelas.
g) Penelaahan kembali rumusan soal (oleh sendiri atau orang lain)
h) Reproduksi tes terbatas
Tes yang sudah dibuat diperbanyak dalam jumlah yang cukup menurut jumlah
sampel uji coba atau jumlah peserta.
i) Uji Coba Tes
Sampel uji coba harus mempunyai karakteristikyang kurang lebih sama dengan
karakteristik peserta tes yang sesungguhnya.
j) Analisis hasil uji coba
Berdasarkan data hasil uji coba dilakukan analisis, terutama analisis butir soal yang
meliputi validitas butir, tingkat kesukaran, dan fungsi pengecoh.
6
k) Revisi soal
Apabila soal-soal yang valid belum memenuhi syarat berdasarkan hasil konfirmasi
dengan kisi-kisi, dapat dilakukan perbaikan atau revisi soal.
l) Merakit soal menjadi tes
C. Penulisan Butir Soal Bentuk pilihan ganda untuk Mengevaluasi Hasil Belajar
Yang dimaksud dengan soal tipe pilihan ganda ialah sutu butir soal yang alternative
jawabannya lebih dari dua. Pada alternative jawaban berkisar antara 4 atau 5 alternatif
jawaban termasuk kunci jawaban. Tipe butir soal jenis ini adalah yang paling popular
dalam kelompok butir soal tipe objektif. Dalam bahasa inggris biasa disebut dengan
multiple choice item.
Butir soal tipe pilihan ganda terdiri dari dua bagian, yaitu (1) pernyataan atau stem,
dan (2) alternative jawaban atau option. Stem mungkin dalam bentuk pernyataan atau
dapat juga berupa pernyataan.
1. Kekuatan dan keterbatasan butir soal pilihan ganda
Kekuatan butir soal tipe pilihan ganda
a) Butir soal tipe pilihan ganda dapat dikonstruksi dan digunakan untuk mengukur
segala level tujuan intruksional, mulai dari yang paling sederhana sampai dengan
yang paling kompleks, kecuali untuk tujuan yang mengukur bersifat afektif dan
psikomotorik.
b) Dapat digunakan untuk mengukur hampir seluruh cakupan materi bidang studi,
karena dapat menggunakan jumlah butir soal yang relative banyak dalam waktu
singkat, karena itu maka penarikan sampel pokok bahasan yang akan diujikan dapat
lebih representative.
c) Penskoran hasil kerja dapat dikerjakan secara objektif
d) Tipe butir soal dapat dikonstruksi yang menuntut kemampuan peserta tes untuk
membedakan berbagai tingkatan kebenaran sekaligus.
e) Jumlah option yang dapat disediakan melebihi dua. Karena itu akan dapat
mengurangi keinginan peserta tes untuk menebak. Biasanya keinginan menebak
menjadi lebih besar bila probabilitas untuk benar semakin besar.
7
f) Tipe butir soal pilihan ganda memungkinkan dilakukan analisis butir soal secara
baik. Butir soal dapat dikonstruksi dengan dilakukan ujicoba terlebih dahulu. Bila
dalam uji coba butir soal tersebut terrnyata mengandung kelemahan (setelah
dianalisis) maka dapat dilakukan perbaikan, karena dari hasil analisis dapat
dideteksi kelemahan butir soal tersebut.
g) Tingkat kesukaran butir soal dapat dirancang sesuai dengan tingkat berfikir rana
kognitif serta dengan mengubah tingkat homogenitas alternative jawaban. Makin
homogeny alternative jawaban, maka makin tinggi tingkat kesukarannya, dan
sebaliknya kurang homogenitas alternative jawaban, maka makin rendah tingkat
kesukaran butir soal.
h) Informasi yg diberikan lebih kaya. Butir soal ini dapat memberikan informasi
tentang peserta tes lebih banyak kepada guru, terutama bila butir soal itu memiliki
homogenitas yg tinggi. Setiap pilihan peserta tes terhadap alternative jawaban
merupakan suatu informasi tersendiri tentang penguasaan kognitif peserta tes
dalam bidang yang di tes. Dengan demikian maka bentuk soal ini baik digunakan
untuk mengukur daya serapa peserta didik, dan mendiagnosa kelemahan peserta
didik
2. Keterbatasan butir soal pilihan ganda antara lain:
a) Peserta tes yang kurang menguasai materi pelajaran, pada butir soal yang tidak
diketahui cenderung menerka jawaban yang tersedia atau guessing.
b) Sukar dikonstruksi. Kesukaran dalam mengkonstruksi butir soal tipe ini terutama
untuk menentukan alternative jawaban yang homogeny dan memerlukan waktu
yang banyak. Acapkali guru mengkonstruksi butir soal dengan hanya satu
alternative jawaban yang tersedia, yaitu kunci jawaban. Alternative lainnya dicari
dan ditemukan secara tergesa-gesa, sehingga jawaban tidak homogeny. Butir soal
yang seperti ini tidak terlalu bernilai untuk kemampuan peserta tes.
c) Ada kecenderungan bahwa guru mengkonstruksi butir soal tipe ini dengan hanya
menguji atau mengukur aspek ingatan, atau aspek yang paling rendah dalam ranah
kognitif.
3. Beberapa prinsip konstruksi butir soal pilihan ganda
Berikut ini dikemukakan beberapa prinsip pokok dalam konstruksi butir soal tipe
pilihan ganda (Zainul, 2005:78-84)
8
a. Saripati permasalahan harus ditempatkan pada pokok soal (stem). Inti
permasalahan dalam butir soal tersebut harus dicantumkan dalam rumusan pokok
soal, sehingga dengan membaca pokok soal, peserta didik sudah dapat menentukan
jawaban sebelum dilanjutkan membaca pilihan jawaban. Persyaratan ini tidak
berlaku bagi pengembangan pada butir soal kesusteraan
b. Hindari pengulangan kata-kata yang sama dalam pilihan. Peniadaan pengulangan
kata berarti menyangkut waktu menulis dan membaca serta menghemat tempat.
c. Hindari rumusan kata yang berlebihan. Tidak selalu penjelasan terinci
mempermudah pengertian, justru dapat membingungkan dan mengaburkan
pengertian. Yang penting rumusan yang baik yang berisi padat, dan jelas tanpa
kata-kata “kembang”.
d. Kalau pokok soal merupakan pernyataan yang belum lengkap, maka tata atau kata-
kata yang melengkapi harus diletakkan pada ujung pernyataan, bukan di tengah-
tengah kalimat.
e. Susunan alternative jawaban dibuat teratur dan sederhana. Cara menyusun
alternative jawaban dibuat berderet dari atas ke bawah. Kalau yang diderertkan itu
dari satu kata, urutan ke bawah dibuat berdasarkan alphabet, kalau yang dideretkan
bilangan, urutan ke bawah berdasarkan bilangan yang makin bertambah besar atau
makin menurun, atau diurutkan berdasarkan panjang kalimat.
f. Hindari penggunaan kata-kata teknis atau ilmiah atau istilah yang aneh atau
mentereng. Perlu diingat bahwa tes yang dikembangkan bertujuan untuk mengukur
materi pelajaran, kalau materi tersebut tidak menyangkut perbendaharaan,
janganlah menggunakan istilah teknik atau aneh.
g. Semua pilihan jawaban harus homogen dan dimungkinkan sebagai jawaban yang
benar. Ciri khas pilihan ganda dari tes objektif yang lain adalah pada pilihan ganda
semua alternative jawaban ada kemungkinan sebagai jawaban yang benar, sehingga
peserta didik terpaksa membaca dan memikirkan semua pillihan dan menetukan
yang mana yang paling tepat untuk menjawab pertanyaan tersebut. Hindari
pengecoh yang dengan melihat sepintas peserta didik sudah bisa dapat menentukan
pengecoh tersebut tidak ada sangkutannya dengan pokok soal atau pengecoh
teesebut adalah jawaban yang tidak masuk akal.
h. Hindari keadaan dimana jawaban yang benar selalu ditulis lebih panjang dari
jaawaban yang salah. Ada kecenderungan peserta didik memilih jawaban yang
9
lebih panjang dan yang lebih terinci sebagai jawaban yang benar. Oleh karena itu
penulis soal berusaha agar pengecoh dan jawaban yang benar ditulis sama panjang
dengan rincian yang sama pula.
i. Hindari adanya petunjuk/indicator pada jawaban yang benar.
j. Hindari menggunakan pilihan yang berbunyi “semua yang diatas benar” atau “tidak
ada satu pun yang benar”. Adanya pilihan semacam ini sebenarnya mengurangi
jumlah alternative pilihan, karena kalau peserta didik sudah mengenal satu atau dua
diantara empat pilihan sebagai jawaban pilihan ketiga peserta didik tersebut akan
memilih”semua yang diatas benar”. Hal yang sama berlaku untuk “tidak ada satu
pun yang benar”.
k. Gunakan tiga atau lebih alternative pilihan. Kalau hanya ada dua pilihan, bentuk ini
sama dengan bentuk salah-benar. Dua pilihan berarti tebakannya tinggi sedangkan
kalau lima pilihan factor tebakan menurun yaitu 20 persen. Banyaknya pilihan yang
disediakan sangat ditentukan oleh usia dan tes tergantung pada sifat bahan yang
disajikan.
l. Pokok soal diusahan tidak menggunakan ungkapan atau kata-kata yang bermakna
tidak tentu.
m. Pokok soal sedapat mungkin dalam pernyataan atau pertanyaan positif. Jika
terpaksa menggunakan pernyataan negative tersebut digaris bawahi atau ditulis
tebal.
Semua contoh diatas berlaku pada tipe soal pilihan ganda. Untuk lebih
meningkatkan kemampuan butir soal tipe soal pilihan ganda ada beberapa ragam dari tipe
pilihan ganda yaitu:
1. Pilihan ganda biasa
2. Pilihan ganda analisis hubungan antar hal
3. Pilihan ganda analisis kasus
4. Pilihan ganda kompleks
5. Pilihan ganda yang menggunakan diagram, gambar, grafik, atau table.
10
Berikut contoh soal dari test pilihan berganda :
1)
Dalam menggambar menggunakan pensil. Standard kekerasan pensil kategori paling lunak
adalah ...
A. 2B
B. 3B
C. 4B
D. 5B
E
. 6B
2) Dalam menggambar menggunakan pensil. Standard kekerasan pensil kategori paling keras
adalah ...
A
. 4H
B. 5H
C
. 6H
D
. 7H
E. 8H
3) Gambar bangunan yang diproyeksikan pada bidang vertikal dan posisinya diambil pada
tempat-tempat.tertentu, terutama adalah duga lantai yang negatip (turun), disebut ...
A. Gambar denah
B. Gambar potongan
C
. Gambar tampak
D. Gambar detail
E. Gambar sketsa
Yang termasuk besaran pokok adalah ...
A Luas
11
.
B. Panjang
C. Volume
D
. Berat
E. Kecepatan
5) Nama satuan gaya adalah....
A. Joule
B. Watt
C
. Pascal
D
. Volt
E. Newton
6)
Penggunaan alat gambar rapido, dipakai untuk menggambar garis-garis konstruksi pada
A. Kertas duplikator
B. Karton manila
C. Kertas minyak
D. Kertas kalkir
E. Kertas HVS
7) Dalam menggambar teknik jika menggunakan rapido 0,5 berapa ukuran sablon yang
dipakai ?
A
. 0.2 mm
B. 0.3 mm
C
. 0.4 mm
D
. 0.5 mm
12
E. 0.6 mm
8)
Pemasangan keramik pada bidang vertikal dimulai
dari ...
A
. Atas ke bawah
B. Kiri ke kanan
C. Kanan ke kiri
D
. Tengah-tengah ke atas
E. Bawah ke atas
9) Menentukan lebar tangga harus dipertimbangkan berdasarkan ...
A
. Fungsi tangga
B. Tinggi langit-langit
C. Ruang gerak orang
D. Model tanggal
E. Tinggi bordes
1
0)
Perhatikan gambar berikut!
Besar momen di titik C = ........
A. 80 Kgm
B. 90 Kgm
C. 100 Kgm
D. 110 Kgm
13
E. 120 Kgm
11) Ukuran kertas A3 adalah
A. 320 x 426 mm
B. 300 x 424 mm
C. 298 x 422 mm
D. 297 x 420 mm
E. 290 x 415 mm
Judul gambar dan skala gambar ditulis di sebelah....
A. atas gambar
B. samping kiri gambar
C
. tengah gambar
D. bawah gambar
E. samping kanan gambar
13) Toolbar yang berfungsi untuk memperbesar atau memperkecil obyek adalah ....
A
. move
B. offset
C
. rotate
D
. scale
E. line
14) Untuk mempersiapkan macam-macam jenis text, dilakukan melalui cara ...
A
. format, text style, pilih huruf, OK
B. format, dimention style, pilih huruf, new, ketik kode, OK
C
. format, text style, pilih huruf, new, ketik kode, OK
14
D. format, dimention style, new, OK
E. format, text style, pilih huruf, new, OK
15) Untuk membuat arsiran dalam program AutoCad digunakan perintah ...
A. hatch
B. trim
C. multi line
D
. circle
Bentuk tes diatas, setelah dilakukan uji coba terhadap 24 siswa kelas III-2 Jurusan
Teknik Gambar Bangunan SMK N 1 STABAT. Berdasarkan hasil uji coba yang telah
dilakukan, dapat lah ditarik kesimpulan setelah dilakukan analisis. Hasil analisis tersebut
dapat disimpulkan bahwa siswa dinyatakan “BERKOMPETENSI” dalam teori ujian
kejuruan.
Gambar 1. dokumentasi tes uji kemampuan peserta didik
15
D. Alat Penilaian Nontes
Teknik penilaian nontes berarti melaksanakan penilaian dengan tidak
menggunakan tes.
2. Jenis-Jenis Nontes
a. Observasi
Observasi merupakan suatu pengamatan langsung terhadap siswa dengan
memperhatikan tingkah lakunya. Secara umum observasi adalah cara menghimpun bahan-
bahan keterangan (data) yang dilakukan dengan mengadakan pengamatan dan pencatatan
secara sistematis terhadap fenomena-fenomena yang sedang dijadikan sasaran
pengamatan.
Menurut cara dan tujuannya, obsevasi dapat dibedakan menjadi 3 macam:
1) Partisipatif dan nonpartisipatif
2) Observasi sistematis dan nonsistematis
3) Observasi eksperimental
Cara pengembangan observasi:
1) Merumuskan tujuan
2) Merumuskan kegiatan
3) Menyusun langkah-langkah
4) Menyusun kisi-kisi
5) Menyusun panduaan obsevasi
6) Menyusun alat penilaian
Contoh observasi:
Guru mengamati cara anak melukis sudut 300.
b. Wawancara (Interview)
Wawancara adalah suatu teknik penilaian yang dilakukan dengan cara percakapan
(dialog) yang berisikan pertanyaan-pertanyaan yang sesuai dengan tujuan informasi yang
hendak digali.
Wawancara dibedakan menjadi 2 macam:
1) Wawancara bebas
2) Wawancara terpimpin
Cara pengembangan wawancara:
1) Perumusan tujuan yang ingin dicapai dari wawancara
16
2) Perumusan kegiatan atau aspek-aspek yang dinilai
3) Penyusunan kisi-kisi dan bentuk wawancara
4) Penyusunan pedoman dan pertanyaan wawancara
5) Lembaran penilaian
Contoh wawancara:
Guru menanyakan ke siswa :
“Bagaimana cara kamu menghitung volum dari gambar balok ini? ”
“Mengapa kamu menggunakan cara tersebut?”
“Dari mana kamu mengetahui cara tersebut?”
Gambar 2. Tes wawancara kepada salah satu peserta didik
BAB III
PENUTUP
A. SIMPULAN
Dalam penyusunan makalah ini kami dapat menyimpulkan, bahwa dalam
menganalisis harus sesuai dengan yang ingin kita di teliti. Kita harus dapat menganalisis
alat-alat tes dan non tes yang kita buat. Apakah tes tesebut valid (tepat) sesuai dengan yang
ingin kita cari. Pergunakan alat tes dan non tes sesaui dengan fungsinya yang ingin kita
cari.
17
Setelah alat tes dan non tes telah diuji dan dianalisis, maka dapat kami simpulkan
bahwa alat tes yang paling objektif untuk menentukan kompetensi peserta didik (aspek
kognitif) sedangkan alat non tes berupa wawancara tidak objektif untuk menentukan
kompetensi peserta didik tetapi sangat baik untuk mengevaluasi hasil belajar peserta didik
dari sikap hidup (afektif) dan keteraampilan (psikomotorik).
B. IMPLIKASI
Penerapan dari simpulan tersebut adalah bahwa dalam mengetes yang ingin kita ukur,
harus terlebih dahulu harus sesuai dengan yang ingin kita ukur, sesuai dengan keadaan
yang ingin kita ukur (objek siswa).
C. SARAN
Dalam penggunaan alat-alat tes dan nontes harus sesuai dengan objek yang kita telitih.
Alat tes yang ingin kita gunakan harus sesuai standar.
DAFTAR PUSTAKA
H. Djaali dan Pudji Mulyono. Pengukuran Dalam Bidang Pendidikan. Jakarta: PT
Grasindo. 2008.
Miftachudin. 2010. Kekurangan dan Kelebihan Bentuk Tes Jenis Uraian.
18
Nur, Dewi dkk. 2009. Teknik dan Alat Evaluasi Pendidikan Nontes. Bogor. Laporan
kegiatan.
Sunarya, Yaya. 2011. Strategi Meningkatkan Kualitas Tes Uraian.
http://nandangfkip.blogspot.com/2008/04/pengembangan-tes-uraian_02.html
http://suhadinet.files.wordpress.com/2008/06/angket-model-arcs-untuk-mengukur-
motivasi-belajar-dan-minat-belajar-siswa1.pdf
19