bab i editing 14
DESCRIPTION
lpTRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Diare merupakan penyebab kematian utama di dunia, terhitung 5-10 juta
kematian/tahun.Sampai saat ini penyakit diare masih menjadi masalah dunia
terutama di negara berkembang.Besarnya masalah tersebut terlihat dari
tingginya angka kesakitan dan kematian akibat diare.World Health
Organization(WHO) memperkirakan 4 miliyar kasus terjadi di dunia dan 2,2
juta diantaranya meninggal, sebagian besar anak-anak dibawah umur 5 tahun.
Di Amerika, setiap anak mengalami 7-15 episode diare dengan rata-rata usia
5 tahun, 9% anak yang dirawat di Rumah Sakit dengan diare berusia kurang
dari 5 tahun, dan 300-500 anak meninggal setiap tahun. Di Negara
berkembang rata-rata tiap anak dibawah usia 5 tahun mengalami episode
diare 3 kali pertahun (WHO, 2009).
Indonesia terdapat empat dampak kesehatan oleh pengolahan air dan
sanitasi yang buruk, yakni Diare, Tifus, Polio dan Cacingan. Hasil survei
pada tahun 2010 menunjukkan bahwa kejadian Diare pada semua usia di
Indonesia adalah 423 per 1000 penduduk dan terjadi 1 – 2 kali per tahun pada
anak –anak berusia dibawah 5 tahun. Salah satu penyebab utama angka
kematian yang tinggi ini adalah minimnya akses terhadap air bersih dan
layanan sanitasi, serta kepedulian yang rendah terhadap kebersihan.Cara
paling efektif dan cepat untuk mencegah diare adalah melalui Cuci Tangan
Pakai Sabun yang benar.Pada tahun 2012 dilaporkan terjadinya Kejadian
1
Luar Biasa(KLB) Diare di 15 provinsi dengan jumlah penderita sebanyak
8.443 orang, jumlah kematian sebanyak 209 orang atau Case Fatality Rate
(CFR) sebanyak 2,48%. Hal tersebut utamanya disebabkan oleh rendahnya
ketersediaan air bersih, sanitasi yang buruk dan perilaku hidup tidak bersih.
(Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2012).
Penyakit diare merupakan penyakit endemis di Sulawesi Tengah dan
sering menimbulkan kejadian luar biasa (KLB) hasil pengumpulan data dari
kabupaten/kota selama tahun 2012 menunjukan bahwa jumlah penderita
penyakit diare yang ditemukan dan ditangani di sarana kesehatan adalah
sejumblah 70.267 penderita atau 62,6 dari jumlah perkiraan penderita. Jumlah
ini meningkat dari tahun 2011 dengan jumlah penderita sebesar 67.971
penderita. (Data Dan Profi Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota Provinsi
Sulawesi tengah, 2012).
Jumlah kasus diare yang ditemukan di Kabupaten Parigi Moutong pada
tahun 2012 sebanyak 17.606 kasus, sedangkan jumlah kasus diare yang
ditangani ditangani sebanyak 9.161 atau 52,0 % kasus. Dari hasil yang
didapatkan di kecamatan Taopa bahwa jumlah 10 penyakit terbesar di
antaranya adalah ISPA, Demam Berdarah Dengue, Bronkhitis, Diare, dan
Maag. Kasus diare pada tahun 2013sebanyak 217 jiwa dan pada tahun 2014
(Januari-Juni) sebanyak 200 jiwa. Di wilayah Desa Taopa, pada tahun 2013
terdapat kasus diare sebanyak 101 jiwa dan pada tahun 2014 ( Januari – Juni)
terdapat kasus diare sebanyak 118 jiwa dan kasus diare pada (Mei – Juni)
sebanyak 27 jiwa. (Puskesmas Taopa Tahun 2013-2014).
2
Dari hasil observasi yang dilakukan oleh peneliti, di dapatkan bahwa
kebiasaan cuci tangan pakai sabun di masyarakat masih kurang. Hal ini dapat
dilihat kemungkinankurangnya kesadaran masyarakat terhadap pentingnya
mencuci tangan menggunakan sabun setelah beraktifitas maupun sebelum
makan dan juga kurangnya penanaman perilaku bersih dan sehat. Dari data
penduduk yang di dapatkan oleh peneliti, jumlah masyarakat di Desa Taopa
sebanyak 2.493 jiwa yaitu Laki-laki sebanyak 1.298 jiwa dan Perempuan
sebanyak 1.195 jiwa atau 641 KK. Dari informasi yang diperoleh, terdapat
bahwa masyarakat di Desa Taopa sebagian besartidak mempunyai jamban
atau 203 KK (31,6%) sudah memiliki jamban keluarga di dalam rumah
masing – masing dan 438 KK (68,3%) belum memiliki jamban di dalam
rumah masing - masing. ( Obiakto Kumala, Sekertaris Desa Taopa Tahun
2014 ).
Dengan melihat data di atas maka sangat penting sekali untuk dilakukan
penelitian tentang Hubungan Antara Kebiasan Cuci Tangan Pakai Sabun Dan
Kepemilikan JambanDengan Kejadian Penyakit Diare Pada Masyarakat Di
Desa TaopaKabupaten ParigiMoutong.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas rumusan masalah sebagai berikut:
“apakah ada hubungan antara kebiasan cuci tangan pakai sabun dan
kepemilikan jambandengan kejadian penyakit diare pada masyarakat di Desa
TaopaKabupaten ParigiMoutong ?
3
C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Diketahuinyahubungan antara kebiasan cuci tangan pakai sabun dan
kepemilikan jambandengan kejadian penyakit diare pada masyarakat di
Desa TaopaKabupaten ParigiMoutong.
2. Tujuan Khusus
a. Diketahuinyahubungan antara kebiasaan cuci tangan pakai sabun
dengan kejadian penyakit diare pada masyarakat di Desa Taopa
Kabupaten Parigi Moutong.
b. Diketahuinya hubungan antara kepemilikan jamban dengan kejadian
penyakit diare pada masyarakat di Desa Taopa Kabupaten Parigi
Moutong.
D. Manfaat Penelitian
Manfaat penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Bagi Dinas Kesehatan Kabupaten Parigi Moutong
Hasil penelitian ini di harapkan dapat menjadi bahan masukan untuk
petugas kesehatan di Dinas Kesehatan Kabupaten Parigi Moutong agar
dapat lebih di perhatikan lagi terutama untuk kasus – kasus kejadian luar
biasa (KLB) terutama di Desa Taopa.
2. Bagi Masyarakat Taopa
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan masyarakat
mengenai kesehatan lingkungan dan penyakit yang berhubungan dengan
air bersih.
4
3. Bagi STIK Indonesia Jaya
Sebagai bahan informasi yang menambah ilmu pengetahuan tentang
hubungan antara cuci tangan pakai sabun dan kepemilikan jamban
dengan kejadian penyakit diare pada masyarakat di Desa Taopa
Kabupaten Parigi Moutong.
4. Bagi Peneliti Selanjutnya
Untuk memberikan pengalaman yang berharga dalam melaksanakan
kegiatan penelitian di lapangan.
5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Tinjauan Umum tentang Diare
1. Pengertian Diare
Diare adalah perubahan frekuensi dan konsistensi tinja.World Health
Organization (WHO) pada tahun 1984 mendefinisikan diare sebagai
berak cair tiga kali atau lebih dalam sehari semalam (24 jam). Penting
untuk menanyakan kepada orang tua mengenai frekuensi dan konsistensi
tinja anak yang dianggap sudah tidak normal lagi. (WHO, 1984 dalam
Widoyono 2011)
2. Epidemiologi Diare
Sekitar lima juta anak diseluruh dunia meninggal karena diare akut. Di
Indonesia pada tahun 70 sampai 80an, prevalensi penyakit diare sekitar
200-400 per 1000 penduduk per tahun. Dari angka prevalensi tersebut,
70-80 % menyerang anak di bawah usia lima tahun (balita). Golongan
usia ini mengalami 2-3 episode diare pertahun.
Di Indonesia, laporan yang masuk ke Departemen Kesehatan
menunjukkan bahwa setiap anak mengalami serangan diare sebanyak 1,6-
2 kali setahun. Angka kesakitan dan kematian akibat diare mengalami
penurunan dari tahun ke tahun. Masih seringnya terjadi wabah atau
kejadian luar biasa (KLB) diare menyebabkan pemberantasannya menjadi
suatu hal yang sangat penting. Di Indonesia, data KLB diare masih sering
terjadi hampir di setiap musim sepanjang tahun. KLB diare menyerang
6
hampir semua profinsi di seluruh Indonesia. Angka kematian yang jauh
lebih tinggi daripada kejadian kasus diare biasa membuat perhatian para
ahli kesehatan masyarakat tercurah pada penanggulangan KLB diare
secara cepat. (Widoyono, 2011)
3. Klasifikasi Diare
Pada klasifikasi diare dapat dikelompokkan menjadi diare dehidrasi
berat, diare dehidrasi sedang atau ringan, diare tanpa dehidrasi, diare
persisten, disentri (Suraatmaja S, 2007):
a. Diare Dehidrasi Berat
Diare dehidrasi berat jika terdapat tanda sebagai berikut letargis
atau mengantuk atau tidak sadar, mata cekung, tidak bisa minum
atau malas minum, serta turgor kulit jelek.
b. Diare Dehidrasi Sedang atau Ringan
Diare ini mempunyi tanda seperti gelisah atau rewel, mata
cekung, haus, tampak minum dengan lahap serta turgor kulit jelek.
c. Diare Tanpa Dehidrasi
Diare tanpa dehidrasi jika hanya ada salah satu tanda pada
dehidrasi berat atau ringan.
d. Diare Persisten
Diare yang memiliki tanda seperti diare terjadi selama 14 hari atau
lebih dan disertai dengan ada atau tanpa dehidrasi.
e. Disentri
Apabila diare disertai darah pada tinja dan tidak ada tanda
gangguan saluran pencernaan.
7
4. Gejala Klinis Penyakit Diare
Penyebab diare dapat dibagi dalam beberapa faktor (Widoyono, 2011):
a. Faktor infeksi
1) Faktor internal : infeksi saluran pencernaan makananan yang
merupakan penyebab utama diare pada anak. Meliputi infeksi
internal sebagai berikut:
a) Infeksi bakteri : vibrio, e.coli, salmonella, campylobacler,
tersinia, aeromonas, dsb.
b) Infeksi virus : enterovirus (virus ECHO, cakseaclere,
poliomyelitis), adenovirus, rotavirus, astrovirus dan lain-lain
c) Infeksi parasit : cacing (asoanis, trichuris, Oxyuris, Strong
Ylokles, protzoa (Entamoeba histolytica, Giarella lemblia,
tracomonas homonis), jamur (candida albicans).
2) Infeksi parenteral ialah infeksi diluar alat pencernaan makanan,
seperti : otitis media akut (OMA), tonsilitist tonsilofasingitis,
bronkopneumonia, ensefalitis dsb. Keadaan ini terutama terdapat
pada bayi dan anak berumur di bawah 2 tahun.
b. Faktor malabsorbsi
1) Malabsorbsi karbohidrat : disakarida (intoleransi laktosa, maltosa,
dan sukrosa), mosiosakarida (intoleransi glukosa, fruktosa, dan
Sgalatosa).
2) Pada bayi dan anak yang terpenting dan terseirng intoleransi
laktasi.
8
a) Malabsorbsi lemak
b) Malabsorbsi protein
c. Faktor makanan :Makanan basi, beracun, alergi terhadap makanan.
d. Faktor psikologis :Rasa takut dan cemas (jarang, tetapi dapat terjadi
pada anak yang lebih besar).
5. Penularan Diare
Penularan diare sebagian besar (75%) disebabkan oleh kuman seperti
virus dan bakteri. Penularan diare melalui orofekal terjadi dengan
mekanisme sebagai berikut (Widoyono, 2011) :
a. Melalui air
Air merupakan media penularan utama. Diare dapat terjadi bila
seseorang menggunakan air minum yang sudah tercemar, baik
tercemar dari sumbernya, tercemar selama perjalanan sampai ke
rumah-rumah, atau tercemar pada saat disimpan dirumah. Pencemaran
di rumah terjadi bila tempat penyimpanan tidak tertutup atau apabila
tangan yang tercemar menyentuh air pada saat mengambil air dari
tempat penyimpanan.
b. Melalui tinja terinfeksi
Tinja yang sudah terinfeksi mengandung virus atau bakteri dalam
jumlah besar. Bila tinja tersebut dihinggapi oleh binatang dan
kemudian binatang tersebut hinggap di makanan, maka makanan itu
dapat menularkan diare ke orang yang memakannya.
9
c. Faktor-faktor yang meningkatkan resiko diare adalah (Widoyono,
2011):
1) Pada usia 4 bulan bayi sudah tidak diberi ASI eksklusif lagi. (ASI
eksklusif adalah pemberian ASI saja sewaktu bayi berusia 0-4
bulan). Hal ini akan meningkatkan risio kesakitan dan kematian
karena diare, karena ASI banyak mengandung zat-zat kekebalan
terhadap infeksi.
2) Memberikan susu formula dalam botol kepada bayi. Pemakaian
botol akan meningkatkan risio pencemaran kuman, dan susu akan
terkontaminasi oleh kuman dari botol. Kumn akan cepat
berkembang bila susu tidak segera diminum.
3) Meyimpan makanan pada suhu kamar. Kondisi tersebut akan
menyebabkan permukaan makanan mengalami kontak dngan
peralatan makan yang merupakan media yang sangat bai bagi
perkembangan mikroba.
4) Tidak mencuci tangan pada saat memasak, makan, atau sesudah
buang air beasr (BAB) akan memungkinkan kontaminasi
langsung.
6. Manifestasi Klinis Diare
Mula-mula pasien cengeng, gelisah, suhu tubuh biasanya meningkat,
nafsu makan berkurang atau tidak ada, kemudian timbul diare.Tinja cair,
mungkin disertai lendir atau lendir dan darah.Warna tinja makin lama
berubah kehijauan-hijauan karena bercampur dengan empedu. Anus
10
daerah sekitrnya timbul lecet karena sering defeksi dan tinja makin lama
makin asam sebagai akibat makin banyak asam laktat yang berasal dari
laktosa yang tidak diabsorbsi oleh usus selama diare.
Gejala muntah dapat timbul sebelum atau sesudah diare dan dapat
disebabkan karena lambung turut meradang atau akibat gangguan
keseimbangan asam basah dan elektrolit. Bila pasien telah banyak
kehilangan cairan dan elektrolit, gejala dehidrasi mulai nampak : yaitu
berat badan turun, turgor berkurang, mata dan ubun-ubun besar menjadi
cekung (pada bayi), selaput lendir bibir dan mulut serta kulit tampak
kering. Berdasarkan banyaknya cairan yang hilang dapat dibagi menjadi
dehidrasi ringan, sedang, dan berat.Bila berdasarkan tonisitas plasma
dibagi menjadi dehidrasi hipotonik, isotonik, dan hipertonik (Widoyono,
2011).
7. Pengobatan diare
Pengobatan diare berdasarkan derajat dehidrasinya (Widoyono 2011).
a. Tanpa dehidrasi, dengan terapi A
Pada keadaan ini, buang air besar tejadi 3-4 kali sehari atau disebut
mulai mencret. Anak yang mengalami kondisi ini masih lincah dan
masih mau makan dan minum seperti biasa. Pengobatan dapat
dilakukan di rumah oleh ibu atau anggota keluarga lainnya dengan
memberikan makanan dan minuman yang ada di rumah seperti air
kelapa, larutan gula garam, air teh, maupun oralit. Istlah pengobatan
ini adalah menggunakan terapi A.
11
Ada 3 cara pemberian cairan yang dapat dilakukan di rumah :
1) Memberikan anak lebih banyak cairan
2) Memberikan makanan terus menerus
3) Membawa kepetugas kesehatan bila anak tidak membaik dalam
tiga hari
b. Dehidrasi ringan atau sedang, dengan terapi B
Diare dengan dehidrasi ringan ditandai dengan hilangnya cairan
sampai 5% dari berat badan, sedangkan pada diare sedang terjadi
kehilangn cairan 6-10 % dari berat badan. Untuk mengobati penyakit
diare pada derajat dehidrasi ringan atau seang digunakan terapi B,
yaitu sebagai berikut :Pada tiga jam pertama jumlah oralit yang
digunakan pada usia <1 tahun jumlah oralit yang digunakan sebanyak
300 ml, usia 1-4 tahun sebanyak 600 ml, usia > 5 tahun sebayak 1.200
ml. Setelah itu, tambahkan setiap kali mencret sebayak 100 ml pada
usia < 1 tahun 200 ml pada usia 1-4 tahun dan 400 ml pada usia > 5
tahun .
c. Dehidrasi berat, dengan terapi C
Diare dengan dehidrasi berat ditandai dengsn mencret dengan
terus menerus, biasanya lebih dari 10 kali disertai muntah, kehilangan
cairan lebih dari 10 % berat badan. Diare ini diatasi dengan terapi C,
yaitu perawatan di puskesmas atau rumah sakit untuk diinfus RL
(ringer laktat).
12
d. Teruskan pemberian makan
Pemberian makanan seperti semula diberikan sedini mungkin
disesuaikan dengan kebutuhan. Makanan tambahan diperlukan pada
masa penembuhan.
e. Antibiotik bila perlu
Sebagian besar penyebab diare adalah Rotavirus yang tidak
memerlukan antibiotik dalam penatalaksanaan kasus diare karena
tidak bermanfaat dan efek sampingnya bahkan merugikan penderita.
8. Pencegahan Diare
Penyakit diare dapat dicegah melalui promosi kesehatan, antara lain
(Widoyono, 2011):
a. Menggunakan air bersih.
Tanda-tanda air bersih adalah ‘3 tidak’, yaitu tidak berwarna, tidak
berbau dan tidak berasa,
b. Memasak air sampai mendidih sebelum diminum untuk mematikan
sebagian besar kuman penyakit.
c. Mencuci tangan dengan sabun pada waktu sebelum makan, sesudah
makan, dan sesudah buang air besar (BAB).
d. Memberian ASI pada anak sampai usia dua tahun.
e. Menggunakan jamban yang sehat.
f. Membuang tinja bayi dan anak dengan benar.
13
B. Tinjauan Umum Tentang Cuci Tangan Pakai Sabun
1. Pengertian Cuci Tangan Pakai Sabun
Cuci Tangan Pakai Sabun (CTPS) adalah salah satu tindakan sanitasi
dengan membersihkan tangan dan jari-jemari menggunakan air dan sabun
untuk menjadi bersih.Mencuci tangan dengan sabun merupakan salah satu
upaya pencegahan penyakit. Hal ini dilakukan karena tangan seringkali
menjadi agen yang membawa kuman dan menyebabkan patogen
berpindah dari satu orang ke orang lain, baik dengan kontak langsung
ataupun kontak tidak langsung (menggunakan permukaan-permukaan lain
seperti handuk, gelas). Tangan yang bersentuhan langsung dengan
kotoran manusia dan binatang, ataupun cairan tubuh lain (seperti ingus)
dan makanan/minuman yang terkontaminasi saat tidak dicuci dengan
sabun dapat memindahkan bakteri, virus, dan parasit pada orang lain yang
tidak sadar bahwa dirinya sedang ditulari. World Health
Organization(WHO) telah mencanangkan setiap tanggal 15 Oktober
sebagai Hari Mencuci Tangan Pakai Sabun Sedunia, yang diikuti oleh 20
negara di dunia, salah satu diantaranya adalah Indonesia. (WHO, 2009
dalam Risna, 2010).
Mencuci tangan dengan sabun adalah salah satu cara paling efektif
untuk mencegah penyakit diare dan ISPA, keduanya menjadi penyebab
utama kematian anak-anak. Setiap tahun, sebanyak 3,5 juta anak-anak di
seluruh dunia meninggal sebelum mencapai umur lima tahun karena
penyakit diare dan ISPA. Mencuci tangan dengan sabun juga dapat
14
mencegah infeksi kulit, mata, kecacingan, dan flu burung.Cuci Tangan
Pakai Sabun (CTPS) sebaiknya dilakukan pada lima waktu penting, yaitu:
a. Sebelum makan
b. Sesudah buang air besar
c. Sebelum memegang bayi;
d. Sesudah menceboki anak
e. Sebelum menyiapkan makanan.
Mencuci tangan menggunakan sabun dan air mengalir dapat
memutuskan mata rantai kuman yang melekat di jari-jemari.Masyarakat
termasuk anak sering mengabaikan mencuci tangan memakai sabun
dengan air mengalir karena kurangnya pemahaman tentang kesehatan.
(Umar, 2009 dalam Risna, 2010).
2. Teknik Mencuci Tangan Yang Baik Dan Benar Dan Penggunaan Sabun
Untuk mendapatkan hasil yang optimal, maka mencuci tangan
haruslah dengan air bersih yang mengalir, baik itu melalui kran air atau
disiram dengan gayung, menggunakan sabun yang standar, setelah itu
keringkan dengan handuk bersih atau menggunakan tisu. (Departemen
Kesehatan Republik Indonesia, 2008)
Untuk penggunaan jenis sabun dapat menggunakan semua jenis sabun
karena semua sabun sebenarnya cukup efektif dalam membunuh kuman
penyebab penyakit. Teknik mencuci tangan yang benar harus
menggunakan sabun dan di bawah air yang mengalir dengan langkah-
15
langkah sebagai berikut (Departemen Kesehatan Republik Indonesia,
2008):
a. Basahi tangan dengan air di bawah kran atau air mengalir.
b. Ambil sabun cair secukupnya untuk seluruh tangan, akan lebih baik
jika sabun yang mengandung antiseptik.
c. Gosokkan pada kedua telapak tangan.
d. Gosokkan sampai ke ujung jari.
e. Telapak tangan kanan menggosok punggung tangan kiri (atau
sebaliknya) dengan jari-jari saling mengunci (berselang-seling) antara
tangan kanan dan tangan kiri, gosokkan sela-sela jari tersebut. Hal ini
dilakukan pada kedua tangan.
f. Letakkan punggung jari satu dengan punggung jari lainnya dan saling
mengunci.
g. Usapkan ibu jari tangan kanan dengan punggung jari lainnya dengan
gerakan saling berputar, lakukan hal yang sama dengan ibu jari tangan
kiri.
h. Gosokkan telapak tangan dengan punggung jari tangan satunya
dengan gerakan kedepan, kebelakang, berputar. Hal ini dilakukan
pada kedua tangan.
i. Pegang pergelangan kanan kanan dengan pergelangan kiri dan
lakukan gerakan memutar. Lakukan pula pada tangan kiri.
j. Bersihkan sabun dari kedua tangan dengan air mengalir.
16
k. Keringkan tangan dengan menggunakan tissue atau handuk, jika
menggunakan kran, tutup kran dengan tisu.
Karena mikroorganisme tumbuh berkembang biak di tempat basah
dan di air yang menggenang, maka apabila menggunakan sabun batangan
sediakan sabun batangan yang berukuran yang kecil dalam tempat sabun
yang kering. Hindari mencuci tangan di waskom yang berisi air walaupun
telah ditambahkan bahan antiseptik, karena mikroorganisme dapat
bertahan dan berkembang biak pada larutan ini. (Departemen Kesehatan
Republik Indonesia, 2008).
Apabila menggunakan sabun cair jangan menambahkan sabun apabila
terdapat sisa sabun pada tempatnya, penambahan dapatmenyebabkan
kontaminasi bakteri pada sabun yang baru dimasukkan. Apabila tidak
tersedia air mengalir, gunakan ember dengan kran yang dapat dimatikan
sementara menyabuni kedua tangan dan buka kembali untuk membilas
atau gunakan ember dan kendi/teko. (Departemen Kesehatan Republik
Indonesia, 2008).
3. Faktor – faktor Yang Mempengaruhi Perilaku Cuci Tangan Pakai Sabun
(CTPS) .
Kementerian kesehatan Republik Indonesia dalam buku Pedoman
perilaku hidup bersih dan sehat tahun 2010 menyebutkan bahwa faktor
yang mempengaruhi perilaku cuci tangan pakai sabun adalah :
17
a. Citra diri
Gambaran individu terhadap dirinya sangat mempengaruhi
kebersihan dirinya. Misalnya karena ada perubahan fisik tangan
menjadi kotor sehinggaindividu peduli terhadap kesehatan dengan
melakukan cuci tangan pakai sabun.
b. Status sosial ekonomi
Mencuci tangan memerlukan alat dan bahan seperti sabun, lap tangan
atau tisu kering, dan semuanya memerlukan uang untuk
menyediakannya.
c. Pengetahuan
Pengetahuan merupakan hasil “tahu” dan ini terjadi setelah
individu/orang melakukan penginderaan terhadap suatu obyek
tertentu. Penginderaan terjadi melalui panca indra manusia yaitu indra
penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba. Sebagian besar
pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga.
Sebelum anak berperilaku mencuci tangan, ia harus tahu terlebih
dahulu apa arti atau manfaat perilaku dan apa resikonya apabila tidak
mencuci tangan dengan sabun bagi dirinya atau keluarganya. Melalui
pendidikan kesehatan mencuci tangan anak mendapatkan pengetahuan
pentingnya mencuci tangan sehingga diharapkan anak tahu, bisa
menilai, bersikap yang didukung adanya fasilitas mencuci tangan
sehingga tercipta perilaku mencuci tangan.
18
Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat
penting untuk terbentuknya perilaku seseorang. Karena itu dari
pengalaman dan penelitian ternyata perilaku yang didasari oleh
pengetahuan akan lebih langgeng daripada perilaku yang tidak
didasari oleh pengetahuan. Pengetahuan yang baik dapat
meningkatkan kesehatan, oleh karena itu diperlukan pengetahuan
yang baik dalam mencuci tangan.
d. Kebiasaan anak
Adanya kebiasaan untuk tidak cuci tangan atau cuci tangan sejak
kecil, akan terbawa sampai dewasa.
e. Sikap
Sikap adalah penilaian (bisa berupa pendapat) seseorang terhadap
stimulus dan objek (dalam hal ini adalah masalah kesehatan, termasuk
penyakit). Setelah anak mengetahui bahaya tidak mencuci tangan
(melalui pengalaman, pengaruh orang lain, media massa, lembaga
pendidikan, emosi), proses selanjutnya akan menilai atau bersikap
terhadap kegiatan mencuci tangan tersebut.
f. Motivasi
Motivasi adalah suatu dorongan yang menggerakkan seseorang
untuk berperilaku, beraktivitas dalam penyampaian tujuan dimana
kebutuhan merupakan faktor yang sangat berpengaruh terhadap
lajunya dorongan tersebut. Jadi perubahan perilaku mencuci tangan
pada anak usia sekolah dapat tercapai dengan memberi anak motivasi
19
yang kuat. Sehingga timbul dari kesadarannya sendiri, tercipta
perilaku mencuci tangan pada anak tersebut.
g. Pola Asuh Orang Tua
Pola asuh orang tua adalah sikap atau perilaku orang tua dalam
berinteraksi dengan anak-anaknya. Perilaku yang bersifat relatif dan
konsisten dari waktu ke waktu.
h. Ketersediaan sanitasi yang baik di sekolah
1) Air
Air memegang peranan yang sangat penting bagi kehidupan
manusia, hewan, tumbuhan dan jasad-jasad lain. Air yang kita
perlukan adalah air yang memenuhi persyaratan kesehatan baik
persyaratan fisik, kimia, ataupun bakteriologinya.
Air diperlukan untuk berbagai macam keperluan hidup seperti
untuk mandi, mencuci, memasak, pengairan, pertanian, industri,
rekreasi dan sebagai air minum. Banyak dari kita yang memiliki
pikiran bahwa tangan yang terlihat bersih dan tidak berbau itu
tandanya aman dari bakteri. Mencuci tangan biasa belum mampu
bekerja efektif untuk mengeliminasi dampak mikroskopis dari
penyebaran patogen. Menggunakan sabun scrub atau sabun
antibakterial, dan membasuh dengan air mengalir merupakan cara
yang efektif untuk melawan infeksi bakteri melalui tangan.
Apabila tidak tersedia fasilitas air yang mencukupi, mustahil bagi
seseorang untuk melakukan cuci tangan.
20
2) Sabun yang digunakan untuk mencuci tangan.
Mencuci tangan saja adalah salah satu tindakan pencegahan
yang menjadi perilaku sehat dan baru dikenal pada akhir abad ke
19. Perilaku sehat dan pelayanan jasa sanitasi menjadi penyebab
penurunan angka kematian dari penyakit menular yang terdapat
pada negara-negara maju pada akhir abad 19. Hal ini dilakukan
bersamaan dengan isolasi dan pemberlakuan teknik membuang
kotoran yang aman dan penyediaan air bersih dalam jumlah yang
mencukupi.
Mencuci tangan dengan air saja lebih umum dilakukan,
namun hal ini terbukti tidak efektif dalam menjaga kesehatan
dibandingkan dengan mencuci tangan dengan sabun.
Menggunakan sabun dalam mencuci tangan sebenarnya
menyebabkan orang harus mengalokasikan waktunya lebih banyak
saat mencuci tangan, namun penggunaan sabun menjadi efektif
karena lemak dan kotoran yang menempel akan terlepas saat
tangan digosok dan bergesek dalam upaya melepasnya. Di dalam
lemak dan kotoran yang menempel inilah kuman penyakit hidup.
Efek lainnya adalah tangan menjadi harum setelah dicuci dengan
menggunakan sabun dan dalam beberapa kasus, tangan yang
menjadi wangilah yang membuat mencuci tangan dengan sabun
menjadi menarik untuk dilakukan.
21
Dalam sabun terdapat kandungan antiseptik sebagai
pembunuh kuman. Dalam kandungannya, cairan antiseptik
tersebut memiliki kandungan utama pembasmi mikroorganisme
yaitu alkohol. Alkohol bekerja sebagai antiseptik dengan cara
merusak dinding sel bakteri. Alkohol memiliki spektrum yang
baik untuk kuman gram positif, gram negatif, basil tuberkulosis,
jamur, dan virus termasuk RSV (respiratory syncytial virus), virus
hepatitis A, B, dan HIV. Alkohol dalamkonsentrasi yang tepat
menghasilkan efek yang cepat dan secara nyata menurunkan
jumlah mikroba merugikan di kulit.
C. Tinjauan Umum Tentang Kepemilikan Jamban
1. Pengertian Jamban
Secara umum, jamban didefinisikan sebagaisuatu bangunan yang
digunakan untukmembuang kotoran manusia.Kotoran manusiaditampung
pada suatu tempat penampungankotoran yang selanjutnyadiresapkan ke
dalam.Jamban merupakan sarana yang digunakan masyarakat sebagai
tempat buang air besar. Sehingga sebagai tempat pembuangan tinja,
jamban sangat potensial untuk menyebabkan timbulnya
berbagaigangguan bagi masyarakat yang ada di sekitarnya. Gangguan
tersebutdapat berupa gangguan estetika, kenyamanan dan kesehatantanah
atau diolah dengan cara tertentu, sehinggatidak menimbulkan bau dan
mencemari sumberair di sekitarnya. (Notoatmodjo,2003 dalam Umiati,
2009).
22
2. Syarat – syarat Pembuatan Jamban Sehat
Menurut Departemen Kesehatan Republik Indonesia dalam Riskesdas
2010, suatu jamban disebut sehat untukdaerah pedesaan, apabila
memenuhi persyaratan-persyaratan sebagaiberikut:
a. Tidak mengotori permukaan tanah disekeliling jamban tersebut.
b. Tidak mengotori air permukaan di sekitarnya.
c. Tidak mengotori air tanah di sekitarnya.
d. Tidak dapat terjangkau oleh serangga terutama lalat, kecoak,
danbinatang-binatang lainnya.
e. Tidak menimbulkan bau.
f. Mudah digunakan dan dipelihara.
g. Sederhana desainnya.
h. Murah.
i. Dapat diterima oleh pemakainya.
Dalam penetuan letak kakus ada dua hal yangperlu diperhatikan yaitu
jarak terhadap sumber air dan kakus. Penentuan jarak tergantungpada :
a. Keadaan daerah datar atau lereng
b. Keadaan permukaan air tanah dangkalatau dalam
c. Sifat, macam dan susunan tanah berporiatau padat, pasir, tanah liat
ataukapur.
Faktor tersebut di atas merupakanfaktor yang mempengaruhi daya
peresapantanah.Di Indonesia pada umumnya jarak yangberlaku antara
sumber air dan lokasi jambanberkisar antara 8 s/d 15 meter atau rata-
23
rata10 meter.Dalam penentuan letak jamban ada tiga halyang perlu
diperhatikan :
a. Bila daerahnya berlereng, kakus ataujamban harus dibuat di sebelah
bawahdari letak sumber air. Andaikata tidakmungkin dan terpaksa di
atasnya, makajarak tidak boleh kurang dari 15 meter danletak harus
agak ke kanan atau kekiri dariletak sumur.
b. Bila daerahnya datar, kakus sedapatmungkin harus di luar lokasi yang
seringdigenangi banjir. Andaikata tidakmungkin, maka hendaknya
lantai jamban(diatas lobang) dibuat lebih tinggidaripermukaan air
yang tertinggi pada waktu banjir.
c. Mudah dan tidaknya memperoleh air.
3. Jenis – jenis Jamban
Jenis – jenis jamban atau kakus atau tempat pembuangan tinja, yaitu
(Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2010):
a. Pit-privy (Cubluk)
Kakus ini dibuat dengan jalan membuat lubang ke dalam tanah
dengan diameter 80-120 cm sedalam 2,5-8 meter. Dindingnya
diperkuat dengan batu atau bata, dan dapat ditembok ataupun tidak
agar tidak mudah ambruk. Lama pemakaiannya antara 5-15 tahun.
Bila permukaan penampungan tinja sudah mencapai kurang lebih 50
cm dari permukaan tanah, dianggap cubluk sudah penuh. Cubluk yang
penuh ditimbun dengan tanah. Ditunggu 9-12 bulan. Isinya digali
24
kembali untuk pupuk, sedangkan lubangnya dapat dipergunakan
kembali.
b. Aqua-privy (Cubluk berair)
Terdiri atas bak yang kedap air, diisi air di dalam tanahsebagai
tempat pembuangan tinja. Proses pembusukannya samaseperti halnya
pembusukan tinja dalam air kali. Untuk kakus ini, agarberfungsi
dengan baik, perlu pemasukan air setiap hari, baik
sedangdipergunakan atau tidak.
c. Watersealed latrine (Angsa-trine)
Jamban jenis ini merupakan cara yang paling
memenuhipersyaratan, oleh sebab itu cara pembuangan tinja semacam
ini yangdianjurkan. Pada kakus ini closetnya berbentuk leher angsa,
sehinggaakan selalu terisi air. Fungsi air ini gunanya sebagai sumbat,
sehinggabau busuk dari cubluk tidak tercium di ruangan rumah kakus.
d. Bored hole latrine
Sama dengan cubluk, hanya ukurannya lebih kecil karenauntuk
pemakaian yang tidak lama, misalnya untuk perkampungan
sementara.
e. Bucket latrine (Pail closet)
Tinja ditampung dalam ember atau bejana lain dan
kemudiandibuang di tempat lain, misalnya untuk penderita yang tidak
dapatmeninggalkan tempat tidur.
f. Trench latrine
25
Dibuat lubang dalam tanah sedalam 30-40 cm untuk
tempatpenampungan tinja. Tanah galiannya dipakai untuk
menimbuninya.
g. Overhung latrine
Kakus ini semacam rumah-rumahan yang dibuat di atas
kolam,selokan, kali dan rawa.
h. Chemical toilet (Chemical closet).
Tinja ditampung dalam suatu bejana yang berisi caustic
sodasehingga dihancurkan sekalian didesinfeksi. Biasanya
dipergunakandalam kendaraan umum, misalnya pesawat udara atau
kereta api.Dapat pula digunakan dalam rumah sebagai pembersih
tidakdipergunakan air, tetapi dengan kertas (toilet paper).
4. Kriteria Jamban Sehat
Jamban yang memenuhi syaratkesehatan atau syarat sanitasi
adalahsebagai berikut (Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2008):
a. Kotoran tidak dapat dijangkau oleh binatangpenular penyakit, seperti :
Kecoa, tikus, lalatdll.
b. Tidak menimbulkan bau
c. Kotoran ditempatkan disuatu tempat, tidakmenyebar ke mana mana
d. Tidak mencemari sumber air bersih
e. Tidak menggangu pemandangan/estetika
f. Aman digunakan
26
Untuk memenuhi syarat no.1 dan 3,maka kotoran ditempatkan di
satu tempat,bisa lobang jamban atau septik tank, ukuranvolumenya
disesuaikan dengan kebutuhanatau jumlah pemakai. Untuk
memenuhisyarat no 1 dan 2, maka digunakan klosetyang dilengkapi
leher angsa, dimana padaleher angsa akan tergenang air
untukmencegah bau yang timbul dari lobangjamban atau septic tank,
dan mencegahmasuknya binatang binatang seperti lalat,kecoa,
nyamuk,tikus dll. Untuk memenuhisyarat no. 4 , dalam membuat
jambanterutama lokasi lobang jamban atau septictank atau lobang
resapan dibuat sejauhmungkin dari sumber air yang ada
misalnyaSumur Gali dan sebagainya, atau setidak tidaknyatidak
kurang dari 10 meter jarak antarasumur dan lobang jamban.
Sedangkan untukmemenuhi syarat no 5 dan 6 , hendaknyajamban
dibuat dari bahan bahan yangmemadai baik kekuatannya
maupunkonstruksinya dibuat sedemikan rupa agarkelihatan indah dan
rapi.
Jangan lupa pemeliharaan jamban perludibiasakan setiap hari,
misalnyamembersihkan dan menyikat lantai agar tidaklicin, menguras
bak air agar terhindar daripenyakit Demam Berdarah Dengue,
siramkloset dengan air secukupnya setelahdigunakan, tidak
membuang sampah ,puntung rokok, pembalut wanita, airsabun, lisol
kedalam kloset.Buang air besar (BAB)sembarangan bukan lagi
zamannya.Dampak buang air besar sembarangan sangat burukbagi
27
kesehatan dan keindahan.Selainjorok, berbagai jenis penyakit
ditularkan.Sebagai gantinya, buang air besar haruspada tempatnya
yakni di jamban.Hanyasaja harus diperhatikan pembangunanjamban
tersebut agar tetap sehat dantidak menimbulkan dampak buruk
bagilingkungan. (Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2008).
D. Landasan Teori
Diare adalah perubahan frekuensi dan konsistensi tinja. WHO pada tahun
1984 mendefinisikan diare sebagai berak cair tiga kali atau lebih dalam sehari
semalam (24 jam). Penting untuk menanyakan kepada orang tua mengenai
frekuensi dan konsistensi tinja anak yang dianggap sudah tidak normal lagi.
(WHO, 1984 dalam Widoyono 2011).
Cuci Tangan Pakai Sabun (CTPS) adalah salah satu tindakan sanitasi
dengan membersihkan tangan dan jari-jemari menggunakan air dan sabun
untuk menjadi bersih.Mencuci tangan dengan sabun merupakan salah satu
upaya pencegahan penyakit. Hal ini dilakukan karena tangan seringkali
menjadi agen yang membawa kuman dan menyebabkan patogen berpindah
dari satu orang ke orang lain, baik dengan kontak langsung ataupun kontak
tidak langsung (menggunakan permukaan-permukaan lain seperti handuk,
gelas). Tangan yang bersentuhan langsung dengan kotoran manusia dan
binatang, ataupun cairan tubuh lain (seperti ingus) dan makanan/minuman
yang terkontaminasi saat tidak dicuci dengan sabun dapat memindahkan
bakteri, virus, dan parasit pada orang lain yang tidak sadar bahwa dirinya
sedang ditulari. (WHO, 2009 dalam Risna, 2010).
28
Jamban merupakan sarana yang digunakan masyarakat sebagai tempat
buang air besar. Sehingga sebagai tempat pembuangan tinja, jamban sangat
potensial untuk menyebabkan timbulnya berbagai gangguan bagi masyarakat
yang ada di sekitarnya. Gangguan tersebut dapat berupa gangguan estetika,
kenyamanan dan kesehatan tanah atau diolah dengan cara tertentu,
sehinggatidak menimbulkan bau dan mencemari sumberair di sekitarnya.
(Notoatmodjo 2003 dalam Umiati, 2009).
E. Kerangka Pikir
Penyakit diare merupakan salah satu masalah dalam pemberantasan
penyakit menular di Indonesia, baik ditinjau dalam angka kesakitan maupun
angka kematian yang masih tinggi. Angka kejadian yang masih tinggi akibat
diare karena belum terpenuhinya sanitasi dasar dan juga masih ada kurangnya
kebiasaan cuci tangan pakai sabun di masyarakat, sehingga dapat
mempengaruhi tingkat penyebaran penyakit melalui tangan.
Skema hubungan antar variabel :
Variabel bebas Variabel terikat
Gambar 2.1 Skema Kerangka pikir
29
Cuci Tangan Pakai Sabun Kejadian
Penyakit Diare
Kepemilikan Jamban
F. Hipotesis Penelitian
1. Adahubungan antara kebiasaan cuci tangan pakai sabun dengan kejadian
penyakit diare pada masyarakat di Desa Taopa Kabupaten Parigi
Moutong.
2. Ada hubungan antara kepemilikan jamban dengan kejadian penyakit diare
pada masyarakat di Desa Taopa Kabupaten Parigi Moutong.
30
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan adalah peneltian analitik dengan
penelitian Case Control dan dilengkapi dengan data-data melalui
wawancara.Case control yaitu suatu penelitian dengan cara membandingkan
antara kelompok kasus dan kelompok kontrol berdasarkan status paparanya,
arah pengusutanya, rangsangan tersebut bergerak dari akibat (penyakit) ke
sebab (paparan).
Desain tesebut digunakan karena sesuai dengan tujuan penelitian yaitu
untuk mempelajari adanya hubungan antara kebiasaan cuci tangan dan
kepemilikan jamban dengan kejadian penyakit diare pada masyarakat di Desa
Taopa dengan cara membandingkan kelompok kasus (masyarakat yang
terkena penyakit diare) dan kelompok kontrol (masyarakat yang tidak terkena
penyakit diare).
Pengumpulan data dilakukan secara retrospektif yang artinya
pengumpulan data dimulai dari efek atau akibat yang telah terjadi. Dari efek
tersebut ditelusuri kebelakangnya tentang penyebabnya atau variabel-ariabel
yang mempengaruhi akibat tersebut, kemungkinan membandingkan antara
kelompok kasus dan kelompok kontrol.
31
B. Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini telah dilaksanakan pada 25September sampai dengan 28
Septembertahun 2014 dan dilaksanakan di Desa Taopa Kabupaten Parigi
Moutong.
C. Variabel dan Definisi Operasional
1. Variabel adalah suatu yang digunakan sebagai ciri dan sifat yang dimiliki
atau yang didapatkan oleh suatu penelitian tentang suatu konsep
pengertian tertentu (wasis, 2008). Variabel bebas dalam penelitian ini
adalah cuci tangan pakai sabun dan kepemilikan jamban, serta variabel
terikat dalam penelitian ini adalah kejadian penyakit diare.
2. Definisi Operasional
a. Kejadian Penyakit Diare
Kejadian penyakit diareadalah orang yang secara klinis
menderita penyakit diare berdasarkan data yang diambil dari petugas
penanggung jawab program diare Puskesmas Taopa.
b. Cuci tangan pakai sabun
Cuci tangan pakai sabun adalah kemampuan seseorang
melakukan kebiasaan cuci tangan pakai sabun, yang meliputi cara
melakukan cuci tangan, tempat mencuci tangan, langkah-langkah
cuci tangan, dan waktu melakukan cuci tangan
Cara ukur : pengisian kueisioner
Alat ukur : kueisioner
Skala ukur : ordinal
32
Hasil ukur :1= Terbiasa,Jika nilai skor ≥median (12).
0 = Tidak terbiasa, Jika nilai skor < median (12).
c. Kepemilikan Jamban sehat
Kepemilikan jamban sehat adalah tempat pembuangan air
besar (BAB) yang dimiliki oleh masyarakat atau keluarga yang
memenuhi standar yaitu:sering digunakan, dalam kondisi bersih,
jamban ber jarak > 10 meter dengan sumber air, aman untuk
digunakan, jamban tersebut memiliki pembuangan pada satu tempat
(septi tank), jamban leher angsa, jamban cemplung dengan penutup,
dan dibersihkan minimal dua kali dalam seminggu.
Cara ukur : observasi
Alat ukur : cheklist
Skala ukur : ordinal
Hasil ukur :1 = Memiliki jamban sehat
0 = Tidak memiliki jamban sehat
D. Jenis dan Cara Pengumpulan Data
1. Data Primer
Data primer dalam penelitian ini adalah data yang diperoleh secara
langsung dari responden dengan menggunakan kuesioner yang telah
disediakan lebih dahulu untuk memperoleh data yang akurat dan juga
melalui observasi secara langsung di lingkungan masyarakat.
33
2. Data Sekunder
Data sekunder dalam penelitian ini adalah data yang diperoleh dari
laporan tahunan Puskesmas Taopa.
3. Cara Pengumpulan Data
Pengumpulan data dilakukan dengan cara membagikan kueisioner dan
melakukan observasi menggunakan media cheklist.Dalam teknik ini,
sampel dapat mengisi jawaban pada kueisioner yang berupa daftar
pertanyaan sebagai hasil penelitian.Untuk observasi, peneliti
menggunakan cheklist kepemilikan jamban sehat.
E. Pengolahan Data
1. Editing
Yaitu meneliti kembali data, ini berarti bahwa semua kuesioner harus
diteliti satu persatu tentang kelengkapan pengisian dan kejelasannya.Hal
ini dilakukan untuk memeriksa adanya kesalahan atau kekurangan
kelengkapan data yang diisi responden.
2. Coding
Yaitu mengklasifikasikan jawaban-jawaban daripada responden ke dalam
kategori-kategori, biasanya klasifikasi dilakukan dengan cara memberi
tanda/kode berbentuk angka pada masing-masing jawaban.
3. Tabulating
Yaitu pengelompokkan data dengan membuat tabel-tabel sesuai dengan
analisa yang dibutuhkan.
34
4. Entry
Yaitu memasukkan data yang sudah dikode ke dalam program komputer
untuk dilakukan analisis.
5. Cleaning
Yaitukegiatan pengecekan kembali data yang sudah di Entry apakah ada
kesalahan atau tidak.
6. Describing
Yaitu untuk menggambarkan atau menjelaskan data yang sudah
dikumpulkan.
F. Analisa Data
Analisis data pada penelitian ini dilakukan menggunakan alat bantu
komputer dengan tahapan dengan tahapan
1. Analisis univariat
Analisis univariat dilakukan dengan cara membuat distribusi
frekuensi dari setiap variabel, hasil analisis ini disajikan dalam bentuk
tabel dan narasi yang meliputi:
a. Kebiasaan cuci tangan
b. Kepemiikan jamban
2. Analisis Bivariat
Dilakukan untuk mengetahui hubungan antara variabel bebas dan
variabel terikat, akan dikumpulkan dalam waktu bersamaan. Dengan uji
Chi-square dan derajat kepercayaan 95% dan kemaknaan 0,05.
Dengan rumus sebagai berikut :
35
X2¿(0−E )
E
Dimana :X2= Chi square
0 = Nilai observasiE = nilai yang diharapkan
Bila nilai p ≤ 0,05 berarti H0 ditolak (ada hubungan)
Bila nilai p > 0,05 berarti H0 diterima (tidak ada hubungan)
G. Penyajian Data
Penyajian data dilakukan dalam bentuk tabel distribusi frekuensi yang
disertai dengan penjelasan sehingga memudahkan untuk dianalisis.
H. Populasi Dan Sampel
1. Populasi
Populasi dalam penelitian ini adalah Masyarakat di Desa Taopa yang
menderita diare dalam kurun waktu 2 bulan terakhir(Juni-Juli 2014)
sebanyak 27 jiwa.
2. Sampel
Sampel dalam penelitian ini adalah semuaMasyarakat Desa Taopa
yang menderita diare dari bulan Juni-Juli 2014 yang berjumlah 27 jiwa
yang termasuk dalam kelompok kasus.Kelompokkontrol yaitu
masyarakat Desa Taopa yang tidak menderita diare sebanyak 27 jiwa,
tetapi memiliki karakteristik yang hampir sama dengan kelompok kasus
sehingga sampel keseluruhan sebanyak 54 jiwa.Kriteria dalam
pengambilan sampel yaitu masyarakat yang berusia lebih dari 10 tahun
(>10 tahun).
36
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian
1. Sejarah singkat Desa Taopa
Sejak dari penjajahan belanda sampai dengan penjajahan jepang,
Desa Taopa yang tergabung dengan wilayah distrik Moutong termasuk
desa yang luas dan banyak penduduknya. Terletak di sebelah barat
Moutong jaraknya kurang lebih 16 km, desa tersebut dibelah dua oleh
sungai Taopa. Desa Taopa berbatas :
a. Sebelah utara berbatasan langsung berbatasan dengan Kabupaten
Buol Tolitoli
b. Sebelah timur dengan Kampung Moutong
c. Sebelah selatan dengan laut (Teluk Tomini)
d. Sebelah barat dengan Kampung Lambunu
2. Letak geografis dan batas wilayah Desa Taopa
Penelitian ini dilakukan di Desa Taopa Kecamatan Taoapa
Kabupaten Parigi Moutong Profinsi Sulawesi Tengah. Luas wilayah Desa
Taopa yaitu 1275 Ha dengan jumlah sebanyak 2.493 jiwa yaitu Laki-laki
sebanyak 1.298 jiwa dan Perempuan sebanyak 1.195 jiwa atau 641 KK.
Desa Taopa terbagi atas 4 dusun yaitu Dusun I, Dusun II, Dusun III, dan
Dusun VI. Mata pencaharian Masyarakat sebagian besar adalah petani
dan perkebunan, mayoritas suku yang ada di Desa Taopa adalah suku
tialo selebihnya suku kaili, bugis, gorontalo, dan jawa. Sebagian besar
37
masyarakat memeluk agama ialam dan selebihnya beragama kristen.
adpun batas-batas wilayah desa taopa adalah sebagai berikut :
a. Sebelah Utara berbatasan dengan Desa Taopa Utara
b. Sebelah Timur berbatasan dengan Dengan Desa Gio Kecamatan
Moutong
c. Sebelah Selatan berbatasan dengan Desa Paria
d. Sebelah Barat berbatasan dengan Desa Taopa Barat
B. Temuan Hasil Penelitian
1. Analisis Univariat
a. Karakteristik Responden
Karakteristik responden dalam penelitian ini mencakup Umur
Responden, Jenis Kelamin Responden, Pekerjaan Responden dan
Pendidikan responden, untuk lebih jelasnya akan dilihat pada hasil
penelitian sebagai berikut :
1) Umur Responden
Tabel 4.1.Distribusi Responden berdasarkan umur di Desa Taopa Kecamatan Taopa Kabupaten Parigi MoutongPada Bulan September Tahun 2014.
Sumber : Data Primer 2014
38
UmurFrekuensi ( f ) TOTAL ( % )
Kasus Kontrol f %17-25 Tahun 3 3 6 11,126-35 Tahun 11 11 22 40,736-45 Tahun 10 10 20 37,146-55 Tahun 3 3 6 11,1
jumlah 27 27 54 100
Berdasarkan pada tabel 4.1, diperoleh jumlah umur 17-25
tahun sebanyak 6 responden (11,1%)yaitu kelompok kasus
sebanyak 3 responden sedangkan kelompok kontrol sebanyak 3
responden, umur 26-35 tahunsebanyak 22 responden (40,7%)
yaitu kelompok kasus sebanyak11 responden sedangkan
kelompok kontrol sebanyak 11 responden, umur 36-45 tahun
sebanyak 20 responden (37,1%) yaitu kelompok kasussebanyak
10 responden sedangkan kelompok kontrol sebanyak 10
responden, umur 46-55 tahun sebanyak 6 responden (11,1%)
yaitu kelompok kasussebanyak 3 responden sedangkan kelmpok
kontrol sebanayk 3 responden.
2) Jenis Kelamin Responden
Tabel 4.2 Distribusi Responden berdasarkan jenis kelamin di Desa Taopa Kecamatan Taopa Kabupaten Parigi Moutong Pada Bulan September Tahun 2014
Jenis KelaminFrekuensi( f ) Total ( % )
Kasus Kontrol F %
Laki-laki 18 1836 66,7
Perempuan 9 918 33,3
Total 27 27 54 100.0
Sumber : Data Primer 2014
Berdasarkan data pada tabel 4.2, diperoleh jumlah jenis
kelamin laki-laki sebanyak 36responden (66,7%) yaitu kelompok
kasus sebanyak 18 responden sedangkan kelompok kontrol
39
sebanyak 18 responden, dan jenis kelamin perempuan sebanyak
18 responden(33,3%) yaitu kelompok kasus sebanyak 9
responden sedangkan kelompok kontrol sebanyak 9 responden..
3) Pendidikan Responden
Tabel 4.3 Distribusi Responden berdasarkan pendidikan di Desa Taopa Kecamatan Taopa Kabupaten Parigi MoutongPada Bulan September Tahun 2014.
Pendidikan Frekuensi ( f ) TotalKasus Kontrol f %
SD 5 5 10 18,5SMP 4 4 8 14,8SMA 8 8 16 29,6SMK 6 6 12 22,2
S1 4 4 8 14,8
TOTAL 27 27 54 100,0
Sumber : data pimer 2014
Berdasarkan data pada tabel 4.3 menunjukan bahwa
distribusi responden menurut pendidikan SD sebanyak 10
responden(18,5%) yaitu kelompok kasus sebanyak 5 responden
sedangkan kelompok kontrol sebanyak 5 responden, pendidikan
SMP sebanyak 8responden (14,8%)yaitu kelompok kasus
sebanyak 4 responden sedangkan kelompok kontrol sebanyak 4
responden, Pendidikan SMA sebanyak 16 responden (29,6%)
yaitu kelompok kasus sebanyak 8 responden sedangkan
kelompok kontrol sebanyak 8 responden, pendidikanSMK
sebanyak 12 responden (22,2%)yaitu kelompok kasus sebanyak 6
responden sedangkan kelompok kontrol sebanyak 6
40
responden,pendidikanS1 sebanyak 8responden (14,8%) yaitu
kelompok kasus sebanyak 4 responden sedangkan kelompok
kontrol sebanyak 4 responden.
4) Pekerjaan Responden
Tabel 4.4 Distribusi Responden berdasarkan pekerjaan di Desa Taopa Kecamatan Taopa Kabupaten Parigi MoutongPada Bulan September Tahun 2014.
PekerjaanFrekuensi ( f ) Total (%)
Kasus Kontrol f %
Buruh 3 3 6 11,1
Pedagang 2 2 4 7,4
PNS 5 5 10 18,5
Tani 7 7 14 26
URT 5 5 10 18,5
Wiraswasta 5 5 10 18,5
Total 27 27 54 100,0
Sumber : data primer 2014
Berdasarkan data pada tabel 4.4 menunjukan bahwa
distribusi respondendimana pekerja buruh sebanyak 6 responden
(11,1%)yaitu kelompok kasus sebanyak 3 responden sedangkan
kelompok kontrol sebanyak 3 responden, pedagang sebnyak 4
responden (7,4%) yaitu kelompok kasus sebanyak 2 responden
sedangkan kelompok kontrol sebanyak 2 responden, PNS
sebanyak 10 responden (18,5%) yaitu kelompok kasus sebanyak
5 responden sedangkan kelompok kontrol sebanyak 5 responden,
tani sebanyak 14 responden (26%) yaitu kelompok kasus
41
sebanyak 7 responden sedangkan kelompok kontrol sebanayk 7
responden. URT sebanyak 10 responden (18,5%) yaitu kelompok
kasus sebanyak 5 responden sedangkan kelompok kontrol
sebanayk 5 responden, wiraswata sebanyak 10 responden
(18,5%) yaitu kelompok kasus sebanyak 5 responden sedangkan
kelompok kontrol sebanayak 5 responden.
5) Kebiasaan Cuci Tangan Pakai Sabun
Dalam penelitian ini cuci tangan pakai sabun di bagi
menjadi dua, yakni Terbiasa dan tidak terbiasa. Untuk lebih
jelasnya dapat di lihat pada tabel sebagai berikut :
Tabel 4.5 Distribusi Responden berdasarkan Kebiasaan Cuci tangan pakai sabundi Desa Taopa Kecamatan Taopa Kabupaten Parigi Moutong Pada Bulan September Tahun 2014.
Cuci tangan pakai
sabun
Frekuensi (KK) %
Tidak Terbiasa 23 42,6
Terbiasa 31 57,4
Jumlah 54 100,0
Sumber : data primer 2014
Berdasarkan data pada tabel 4.5, sebagian besar responden
tidak terbiasa mencuci tangan pakai sabun yakni sebanyak 23
responden (42,6%) dan yang terbiasa mencuci tangan pakai
sabun sebanyak 31 responden (57,4%). Hal ini tentu dipengaruhi
oleh umur, pendidikan dan pekerjaanresponden.Menurut
42
Notoatmodjo (2003) faktor-faktor internal yang mempengaruhi
pengetahuan diantaranya usia, pengalaman, danpendidikan.
6) Kepemilikan Jamban
Dalam penelitian ini kepemilikan jamban di bagi menjadi
dua, yakni tidak memiliki jamban sehat dan memiliki jamban
sehat. Untuk lebih jelasnya dapat di lihat pada tabel sebagai
berikut :
Tabel 4.6 Distribusi Responden berdasarkan Kepemilikan Jamban di Desa Taopa Kecamatan Taopa Kabupaten Parigi Moutong Pada BulanSeptember 2014 Tahun 2014.
Kepemilikan
Jamban
Frekuensi (KK) %
Tidak Memiliki
Jamban Sehat29 53,7
Memiliki Jamban
Sehat25 46,3
Jumlah 54 100,0
Sumber : data primer 2014
Berdasarkan tabel 4.6 dapat dilihat bahwa dari 54
responden pada penelitian ini, responden yang tidak memiliki
jamban sehat sebanyak 29 responden (53,7%), sedangkan yang
memiliki jamban sehat sebanyak 25 reponden (46,3%).Faktor
yang mempengaruhi kepemilikian jamban sehat adalah faktor
pekerjaan, pendidikan, kondisi ekonomi serta pengetahuan dan
pemahaman tentang pentingnya menggunakan jamban
43
sehat.Mengingat apabila kita menggunakan jamban sehat, maka
resiko untuk terkena diare bisa berkurang.
2. Analisis Bivariat
Analisis bivariat adalah analisis yang dilakukan untuk melihat
apakah ada hubungan bermakna antara variabel independen yaitu cuci
tangan pakai sabundankepemilikan jamban dengan variabel dependen
yaitukejadian diare.
Hasil analisis hubungan antara cuci tangan pakai sabun dan
kepemilikan jamban dengan kejadian penyakit diare pada Masyarakat
Desa Taopa, Kabupaten Parigi Moutong. Dapat dilihat pada hasil yang
diperoleh:
Tabel 4.7 Hubungan Cucitangan Pakai Sabun Dengan Kejadian Diare di Desa Taopa Kecamatan Taopa Kabupaten Parigi MoutongPada Bulan September Tahun 2014.
Cuci tangan pakai sabun
Penderita Diare Total PValue
OR(95% CI)
Diare Tidak Diare
Tidak Terbiasa 16(69,6%)
7(30,4%)
23(100.0%)
0,0284,156 (1,312-13,169)
Terbiasa11
(35,5%)20
(64,5%)31
(100.0%)
Total27
(27,0%)27
(27,0%)54
(100.0%)
Sumber : data primer 2014
Pada tabel 4.7 menunjukan bahwa dari 54 responden yangcuci
tangan pakai sabun,yang menderita diare yang tidak terbiasa mencuci
tangan pakai sabun sebanyak 16 responden (69,6%), sedangkan yang
44
tidak diare yang tidak terbiasa cuci tangan pakai sabun sebanyak 7
responden (30,4%). Responden yang mengalami diare yang terbiasa cuci
tangan pakai sabun sebanyak 11 reponden (35,5%), sedangkanyang tidak
diare yang terbiasa cuci tangan pakai sabun sebanyak 20 responden
(64,5%).
Dari analisis dengan menggunakan analisis uji chi-square, di
peroleh nilai p=0.028 (p≤0.05). hal ini menunjukan bahwa ada hubungan
yang bermakna antara cuci tangan pakai sabun dengan kejadian diare.
Dengan nilai Odds Ratio(OR)= 4,156 (1,312-13,169) berarti bahwa
responden yang tidak terbiasa cuci tangan pakai sabun mempuyai 4 kali
peluang terkena penyakit diare, dibandingkan dengan responden yang
terbiasa cuci tangan pakai sabun.
Hasil analisis hubungan kepemilikan jamban dengankejadian diare
pada masyarakat di Desa Taopa Kabupaten Parigi Moutong dapat dilihat
pada hasil yang diperoleh sebagai berikut :
Tabel 4.8Hubungan kepemilikan jamban sehat dengan kejadian diare di Desa Taopa Kecamatan Taopa Kabupaten Parigi Moutong September Tahun 2014.
Kepemilikan Jamban
Kejadian Diare Total PValue
OR(95% CI)
Diare Tidak Diare
Tidak Memiliki
Jamban Sehat
21(72,4%)
8(27,6%)
29(100.0%)
0,0018,312(2,437- 28,345)
Memiliki Jamban Sehat
6(24,0%)
19(76,0%)
25(100.0%)
Total27
(50,0%)27
(50,0%)54
(100.0%)Sumber : data primer 2014
45
Pada tabel 4.8 menunjukan bahwa dari 54 responden, yang diare
yang tidak memiliki jamban sehat sebanyak 21 responden (72,4%)
sedangkan yang tidak menderita diare yang tidak yang tidak memiliki
jamban sehat sebanyak 8 responden (27,6%). Responden yang
mengalami diare yang memiliki jamban sehat sebanyak 6 responden
(24,0%), yang tidak diare yang memiliki jamban sehat sebanyak 19
responden (76,0%).
Dari analisis dengan menggunakan analisis uji chi-square, di
peroleh nilai p=0.001 (p≤0.05). hal ini menunjukan bahwa ada hubungan
yang bermakna antara kepemilikan jamban dengan penyakit diare,
dengan nilai OR= 8,312(2,437-28,345) berarti bahwa responden yang
tidak memiliki jamban sehat 8kali berpeluang menderita penyakit diare
dibandingkan dengan responden yang memiliki jamban sehat.
C. Pembahasan
1. Hubungan Kebiasaan Cuci tangan Pakai Sabun Dengan Kejadian Diare
pada masyarakat di Desa Taopa Kabupaten Parigi Moutong.
Dari hasil penelitan berdasarkan analisis univariat, di peroleh
bahwa dari 54 responden, yang terbiasa mencuci tangan pakai sabun
sebanyak 31 responden (57,4%) dan yang tidak terbiasa mencuci tangan
pakai sabun sebanyak 23 responden (42,6%). Hal ini dipengaruhi oleh
umur, dimana sebagian besar responden yang terbiasa mencuci tangan
pakai sabun pada penelitian ini berada pada umur 26-35 Tahun sebanyak
22 responden (40,7%) dimana pada umur tersebut di kategorikan usia
46
produktif atau dapat menerima dan memahami tentang sesuatu hal yang
baik untuk dilakukan dalam hal ini tentang cuci tangan pakai sabun.
Sedangkan yang tidak terbiasa mencuci tangan pakai sabun, dalam hal ini
juga dipengaruhi oleh umur responden yang berada pada rentang usia 46-
55 tahun yang dalam penelitian ini sebanyak 6 responden (11,1%),
Dimana pada usia tersebut responden lebih mementingkan pekerjaannya
sehingga kurang memperhatikan hal-hal yang dapat memnyebabkan
responden terkena penyakit diare dalam hal ini tidak terbiasa mencuci
tangan pakai sabun. Begitupun dengan pendidikan berpengaruh dengan
kebiasaan cuci tangan pakai sabun, dimana responden yang
dikategorikan berpendidikan baik dalam penelitian ini adalah SMA
sebanyak 16 responden (29,6%), SMK sebanyak 12 responden (22,2%)
dan S1 sebanyak 8 responden (14,8%). Dimana responden yang memiliki
pendidikan tersebut dapat memahami tentang pentingnya kebiasaan cuci
tangan pakai sabun dalam aktifitas sehari-hari. Jika responden yang
berpendidikan rendah dalam penelitian ini adalah SD sebanyak 10
responden (18,5%) dan SMP sebanyak 8 responden (14,8%) maka
pengetahuanya juga masih kurang terhadap pentingnya kebiasaan cuci
tangan pakai sabun sehingga dengan mudah terkena penyakit diare.
Sedangkan responden yang memiliki aktifitas pekerjaan diluar
ruangan seperti tani dan buruh juga memiliki peluang terkena penyakit
diare, karena pekerjaan yang bersentuhan langsung dengan benda atau
area yang terkontaminasi penyebab penyakit diare, mengingat dalam
47
penelitian ini responden yang bekerja sebagai petani sebanyak 14
responden (26%) dan buruh sebanyak 6 responden (11,1%).
Ini diperkuat dengan teori oleh Notoatmodjo (2007) mengemukakan
bahwa pengetahuan seseorang dipengaruhi oleh beberapa faktor salah
satunya adalah pendidikan. Pendidikan adalah suatu usaha untuk
mengembangkan kepribadian dan kemampuan didalam dan di luar
sekolah dan berlangsung seumur hidup. Pengetahuan sangat erat
kaitannya dengan pendidikan tinggi, maka orang tersebut akan semakin
luas pula pengetahuannya. Namun perlu ditekankan bahwa seorang yang
perpendidikan rendah tidak berarti mutlak berpengetahuan rendah pula.
Notoatmodjo (2010) memasukkan pekerjaan kedalam komponen
predisposing yang mencakup pengetahuan dan sikap masyarakat
terhadap hal-hal yang berkaitan dengan kesehatan, sistem nilai yang
dianut masyarakat, tingkat pendidikan dan tingkat sosial ekonomi.
Dalam penelitian Notoatmodjo juga menyebutkan bahwa pekerjaan
sehari-hari membuat seseorang sibuk sehingga tidak sempat
memanfaatkan pelayanan kesehatan.
Dari hasil analisis bivariat, didapatkan bahwa yang menderita diare
yang tidak terbiasa mencuci tangan pakai sabun sebanyak 16 responden
(69,6%) sedangkan yang tidak diare yang tidak terbiasa cuci tangan pakai
sabun sebanyak 7 responden (30,4%). Responden yang mengalami diare
yang terbiasa cuci tangan pakai sabun sebanyak 11 responden (35,5%)
sedangkan yang tidak diare yang terbiasa cuci tangan pakai sabun
48
sebanyak 20 responden (64,5%). Hasil uji Chi-Square diperoleh nilai P
Value = 0,028 maka hipotesis penelitian di terima, artinya ada hubungan
antara kebiasaan cuci tangan pakai sabun dengan kejadian penyakit diare
di Desa Taopa. Dimana nilai OR = 4,156, artinya responden yang tidak
terbiasa mencuci tangan pakai sabun mempunyai resiko 4 kali untuk
menderita diare dibandingkan dengan responden yang terbiasa mencuci
tangan pakai sabun.
Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian Umar (2009). Bahwa
mencuci tangan menggunakan sabun dan air mengalir dapat memutuskan
mata rantai kuman yang melekat di jari-jemari.Masyarakat termasuk
anak sering mengabaikan mencuci tangan memakai sabun dengan air
mengalir karena kurangnya pemahaman tentang kesehatan. (Umar,
2009).
Hasil penelitian ini sejalan pula dengan hasil penelitian Risna
(2010) yang menyimpulkan bahwa kejadian diare berhubungan dengan
kebiasaan seseorang mencuci tangan khususnya mencuci tangan pakai
sabun.
2. Hubungan antara kepemilikan jamban dengan kejadian penyakit Dengan
Kejadian Diare pada masyarakat di Desa Taopa Kabupaten Parigi
Moutong.
Dari hasil penelitan berdasarkan analisis univariat, di peroleh
bahwa dari 54 responden, yang memiliki jamban sehat sebanyak 25
responden (46,3%), dan yang tidak memiliki jamban sehat sebanyak 29
49
responden (53,7%). Hal ini dapat dilihat dari tingkat pendidikan, dimana
pendidikan dapat mempengaruhi kondisi ekonomi dari seseorang, karena
sebagaian besar responden dalam penelitian ini berpendidikan Sekolah
Menengah Atas (29,6%) serta dipengaruhi oleh pekerjaan, semakin baik
pekerjaan seseorang, maka semakin tinggi penghasilannya dan dapat
meningkatkan status ekonomi seseorang, yang nantinya akan
berpengaruh kepada kebutuhan untuk menggunakan dan memanfaatkan
jamban sehat.
Hal ini sesuai dengan Menurut Notoatmodjo (2003),
syarat pembuangan kotoran yang memenuhi aturan
kesehatan adalah tidak mengotori permukaan tanah
disekitarnya, tidak mengotori air permukaan di
sekitarnya, tidak mengotori air dalam tanah di sekitarnya,
kotoran tidak boleh terbuka sehingga dapat dipakai
sebagai tempat vektor bertelur dan berkembangbiak.
Menurut Azwar (2007), mengemukakan bahwa
pendidikan sebagai suatu proses atau kegiatan untuk
menngembangkan kepribadian dan kemampuan individu
atau masyarakat. Ini berarti bahwa pendidikan sebagai
suatu pembentukan watak yaitu sikap
disertaikemampuan dalam bentuk kecerdasan,
pengetahuan dan keterampila.
50
Dari hasil penelitian analisis bivariat, responden yang tidak
memiliki jamban sehat yang menderita diare sebanyak 21 responden
(72,4%) sedangkan yang tidak memiliki jamban sehat yang tidak
menderita diare sebanyak 8 responden (27,6%). Sedangkan yang
memiliki jamban sehat yang menderita diare sebanyak 6 responden,
sedangkan yang memiliki jamban sehat yang tidak menderita diare
sebanyak 19 responden (76,0%).Berdasarkan hasil uji Chi-
Squarediperoleh nilai P Value = 0,001 maka hipotesis penelitian
diterima, artinya ada hubungan antara kepemilikan jamban dengan
kejadian penyakit diare di Desa Taopa. Dimana nilai OR= 8,312, artinya
responden yang tidak memiliki jamban sehat memiliki resiko 8 kali untuk
menderita diare
Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian Notoatmojo (2006)
hal ini disebabkan dari masyarakat itu sendiri serta anggapan mereka
mengatakan bahwa masalah biaya dalam pembuatan jamban.
Padahalsesunguhnya dalam pembuatan jamban cukup sederhana saja
asalkan sesuai dengan syarat-syarat jamban sehat.
Pembuangan tinja manusia yang tidak memenuhi syarat kesehatan
seringkali berhubungan dengan kurangnya penyediaan air bersih dan
fasilitas kesehatan lainya.Jamban dapat memberikan pengaruh langsung
atau tidak langsung terhadap status kesehatan penduduk.Pengaruh
langsung, misalnya dapat mengurangi insiden penyakit tertentu,
sedangkan pengaruh yang tidak langsung berkaitan dengan komponen
51
sanitasi lingkungan.Pembuangan tinja di sembarangan tempat dapat
menimbulkan penularan berbagai penyakit.Dilihat dari segi kesehatan
masyarakat, masalah pembuangan kotoroan manusia merupakan masalah
yang pokok untuk sedidi mungkin diatasi (Notoatmojo 2003).
Benda-benda yang telah terkontaminasi oleh tinja dari seorang
yang sudah menerita suatu penyakit, sudah barang tentu akan merupakan
panyebab penyakit bagi orang lain. Kuarangnya perhatian pengelolaan
tinja disertai dengan cepatnya pertambahan penduduk, jelas akan
mempercepat penyebaran penyakit-penyakit yang ditularkan melalui
tinja. Apabila pengelolaan tinja tidak baik, jelas penyakit akan mudah
tersebar seperti penyakit diare, kolorea, tifoid, dan sebagainya,
(Notoatmojo 2003).
Sampai saat ini penyakit diare merupakan salah satu masalah
kesehatan utama dari masyarakat Indonesia. Diare merupakan penyakit
terbesar kedua setelah penyakit radang paru yang terjadi di indonesia.
Dari daftar pencatatan penyakit yang ada di puskesmas taopa diketahui
bahwa diare merupakan penyakit urutan pertama.
52
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil pembahasan penelitian maka dapat ditarik kesimpulan
sebagai berikut:
1. Ada hubungan antara kebiasaan cuci tangan pakai sabun dengan
penyakit diare di desa taopa,dan responden yang tidak memiliki
kebiasaan mencuci tangan pakai sabun mempunyai 4 kali peluang
untuk terkena penyakit diare dibandingkan responden yang memiliki
kebiasaan cuci tangan pakai sabun.
2. Ada hubungan antara kepemilikian jamban sehat dengan penyakit
diare, dan responden yang tidak memiliki jamban sehat mempunyai
peluang 8 kali terkena penyakit diare dibandingkan responden yang
memiliki jamban sehat.
B. Saran
1. Bagi Petugas Puskesmas Taopauntuk lebih meningkatkan
pelaksanaanprogrampenyuluhan kepada masyarakat tentang
pentingnya kebiasaan cuci tangan pakai sabun agar dapat melakukan
53
tindakan pencegahan awal dengan baik terhadap penyakit diare, serta
penyuluhan tentang pentingnya memiliki jamban sehat dan mendorong
masyarakat untuk memiliki jamban sehat.
2. Bagi institusi STIK-IJ diharapkan untuk meningkatkan
mutupendidikan, sarana dan prasarana yang ada sehingga dapat
menghasilkan calon tenaga kesehatan yang handal dibidangnya, selain
itu diharapkan untuk memberikan kesempatan kepada penelitia-
peneliti lain untuk melakukan penelitian yang serupa di tempat yang
berbeda sehingga penelitian ini akan akan menjadi pembanding.
3. Bagi peneliti lain perlu dilakukan penelitian lebih lanjut tentang
variabel-variabel yang lebih luas seperti sumber air minum terhadap
penyakit diare, tingkat pengetahuan dan kualitas air bersih. .
54
DAFTAR PUSTAKA
Arahman (2012) Hubungan Sanitasi Lingkungan Dengan Kejadian Diare di Wilayah Kerja Puskesmas Batua Makasar.(Artikel Penelitian).FIK Universitas Islam Makasar. Makasar. Diakses pada 12 Juli 2014.
Badan Penelitian Dan Pengembangan Kesehatan Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. (2010). Riset Kesehatan Dasar 2010. Jakarta. Diakses pada 15 Juli 2010
Departemen Kesehatan Republik Indonesia, (2013) Profil Kesehatan 2012 (4-sept-2013).www.depkes.org. Diakses 10Juli 2014
_____________________________________(2008) Panduan Manajemen PHBS Menuju Kabupaten/Kota Sehat. DepKes RI. Jakarta.
_____________________________________ (2008) Buku Bagan Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS).DepKes RI. Jakarta.
Dinas Kesehatan Sulawesi Tengah (2013).Profil Kesehatan Sulawesi Tengah Tahun 2013
Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. (2010).Pedoman Perilaku Hidup Bersih dan Sehat. Jakarta: Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. Jakarta
____________________________________(2012). Masyarakat dan Perilaku Hidup Bersih Dan Sehat. Dari http://www. Promkes .depkes.go. id/index .php/component /article/1-lates/news/70-phbs diakses pada tanggal 26 Agustus
Notoatmodjo S(2003) Ilmu kesehatan masyarakat(prinsip-prinsip dasar), Rineka Cipta, Jakarta
55
_____________ (2007)Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku.Rineka Cipta. Jakarta.
Nursalam (2008).Konsep dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan.Edisi 2. Salemba Medika. Jakarta
Panggabean, P ., Siraid, E., Koraag, M. E., Subrdin., Saiful., Pelima, R., Marleni, N. M. R.,Purwaningsih, S. 2013. Pedoman Penulisan skripsi.STIK IJ. Palu
Puskesmas Taopa. 2014. Laporan Tahunan Jumlah Pasien Diare di Kecamatan Taopa.2013-2014. Puskesmas Taopa Parigi Moutong
Rahadi E B. 2005. Hubungan Sanitasi Rumah Dengan Kejadian Diare di Desa Peganjaran Kecamatan Bae Kabupaten Kudus Tahun 2005. (KTI). UMS. http://etd.library.ums.ac.id/gdl.php?mod=browse&op=read&id=jtptums-gdl-sl-2007-ekobagusra-9071. Diakses pada 10 agustus 2014.
Risna Maliq Zain. 2010 Pengaruh Pendidikan Kesehatan Mencuci Tangan Terhadap Perilaku mencuci Tangan Pada Anak Usia Sekolah di SD Negeri Sinoman Pati. Semarang: Universitas Muhammadiyah. Semarang
Suharyono (2008). Diare Akut : klinik dan laboratorik.Cetakan kedua. PTRineka Cipta. Jakarta
Suraatmaja S. 2007. Kapita Selekta Gastroentrologi.Sagung Seto. Jakarta.
Suyanto (2011).Metodologi dan Aplikasi Penelitian Keperawatan.Nuha Medika. Yogyakarta
Umiati. (2009). Hubungan Antara Sanitasi Lingkungan Dengan Kejadian Diare Pada Balita Di Wilayah Kerja Puskesmas Nogosari Kabupaten Boyolali. Jawa Tengah. Artikel Penelitian. Diakses pada 15 Juli 2014
Widoyono (2011).Penyakit Tropis, Epidemiologi, Penularan, Pencegahan dan Pemberantasannya Edisi Kedua.Erlangga. Jakarta
WHO. (2009)WHO guidelines on hand hygiene in health care first global patient safety challenge. WHO Press. Switzerland.
____________2013 Gambaran Epidemiologi Penyakit Diare Berdasarkan Tempat, Orang, dan Waktu Pemberantasan Penyakit Diare di Pulau Laut RSAL Dr. Minsohardjo Jakarta Pusat. Jakarta. Artikel Penelitian. diakses pada 15 Juli 2014
56