bab i editing 14

85
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Diare merupakan penyebab kematian utama di dunia, terhitung 5-10 juta kematian/tahun.Sampai saat ini penyakit diare masih menjadi masalah dunia terutama di negara berkembang.Besarnya masalah tersebut terlihat dari tingginya angka kesakitan dan kematian akibat diare.World Health Organization(WHO) memperkirakan 4 miliyar kasus terjadi di dunia dan 2,2 juta diantaranya meninggal, sebagian besar anak-anak dibawah umur 5 tahun. Di Amerika, setiap anak mengalami 7-15 episode diare dengan rata-rata usia 5 tahun, 9% anak yang dirawat di Rumah Sakit dengan diare berusia kurang dari 5 tahun, dan 300-500 anak meninggal setiap tahun. Di Negara berkembang rata- rata tiap anak dibawah usia 5 tahun mengalami episode diare 3 kali pertahun (WHO, 2009). 1

Upload: tuti

Post on 30-Jan-2016

230 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

lp

TRANSCRIPT

Page 1: BAB I Editing 14

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Diare merupakan penyebab kematian utama di dunia, terhitung 5-10 juta

kematian/tahun.Sampai saat ini penyakit diare masih menjadi masalah dunia

terutama di negara berkembang.Besarnya masalah tersebut terlihat dari

tingginya angka kesakitan dan kematian akibat diare.World Health

Organization(WHO) memperkirakan 4 miliyar kasus terjadi di dunia dan 2,2

juta diantaranya meninggal, sebagian besar anak-anak dibawah umur 5 tahun.

Di Amerika, setiap anak mengalami 7-15 episode diare dengan rata-rata usia

5 tahun, 9% anak yang dirawat di Rumah Sakit dengan diare berusia kurang

dari 5 tahun, dan 300-500 anak meninggal setiap tahun. Di Negara

berkembang rata-rata tiap anak dibawah usia 5 tahun mengalami episode

diare 3 kali pertahun   (WHO, 2009).

Indonesia terdapat empat dampak kesehatan oleh pengolahan air dan

sanitasi yang buruk, yakni Diare, Tifus, Polio dan Cacingan. Hasil survei

pada tahun 2010 menunjukkan bahwa kejadian Diare pada semua usia di

Indonesia adalah 423 per 1000 penduduk dan terjadi 1 – 2 kali per tahun pada

anak –anak berusia dibawah 5 tahun. Salah satu penyebab utama angka

kematian yang tinggi ini adalah minimnya akses terhadap air bersih dan

layanan sanitasi, serta kepedulian yang rendah terhadap kebersihan.Cara

paling efektif dan cepat untuk mencegah diare adalah melalui Cuci Tangan

Pakai Sabun yang benar.Pada tahun 2012 dilaporkan terjadinya Kejadian

1

Page 2: BAB I Editing 14

Luar Biasa(KLB) Diare di 15 provinsi dengan jumlah penderita sebanyak

8.443 orang, jumlah kematian sebanyak 209 orang atau Case Fatality Rate

(CFR) sebanyak 2,48%. Hal tersebut utamanya disebabkan oleh rendahnya

ketersediaan air bersih, sanitasi yang buruk dan perilaku hidup tidak bersih.

(Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2012).

Penyakit diare merupakan penyakit endemis di Sulawesi Tengah dan

sering menimbulkan kejadian luar biasa (KLB) hasil pengumpulan data dari

kabupaten/kota selama tahun 2012 menunjukan bahwa jumlah penderita

penyakit diare yang ditemukan dan ditangani di sarana kesehatan adalah

sejumblah 70.267 penderita atau 62,6 dari jumlah perkiraan penderita. Jumlah

ini meningkat dari tahun 2011 dengan jumlah penderita sebesar 67.971

penderita. (Data Dan Profi Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota Provinsi

Sulawesi tengah, 2012).

Jumlah kasus diare yang ditemukan di Kabupaten Parigi Moutong pada

tahun 2012 sebanyak 17.606 kasus, sedangkan jumlah kasus diare yang

ditangani ditangani sebanyak 9.161 atau 52,0 % kasus. Dari hasil yang

didapatkan di kecamatan Taopa bahwa jumlah 10 penyakit terbesar di

antaranya adalah ISPA, Demam Berdarah Dengue, Bronkhitis, Diare, dan

Maag. Kasus diare pada tahun 2013sebanyak 217 jiwa dan pada tahun 2014

(Januari-Juni) sebanyak 200 jiwa. Di wilayah Desa Taopa, pada tahun 2013

terdapat kasus diare sebanyak 101 jiwa dan pada tahun 2014 ( Januari – Juni)

terdapat kasus diare sebanyak 118 jiwa dan kasus diare pada (Mei – Juni)

sebanyak 27 jiwa. (Puskesmas Taopa Tahun 2013-2014).

2

Page 3: BAB I Editing 14

Dari hasil observasi yang dilakukan oleh peneliti, di dapatkan bahwa

kebiasaan cuci tangan pakai sabun di masyarakat masih kurang. Hal ini dapat

dilihat kemungkinankurangnya kesadaran masyarakat terhadap pentingnya

mencuci tangan menggunakan sabun setelah beraktifitas maupun sebelum

makan dan juga kurangnya penanaman perilaku bersih dan sehat. Dari data

penduduk yang di dapatkan oleh peneliti, jumlah masyarakat di Desa Taopa

sebanyak 2.493 jiwa yaitu Laki-laki sebanyak 1.298 jiwa dan Perempuan

sebanyak 1.195 jiwa atau 641 KK. Dari informasi yang diperoleh, terdapat

bahwa masyarakat di Desa Taopa sebagian besartidak mempunyai jamban

atau 203 KK (31,6%) sudah memiliki jamban keluarga di dalam rumah

masing – masing dan 438 KK (68,3%) belum memiliki jamban di dalam

rumah masing - masing. ( Obiakto Kumala, Sekertaris Desa Taopa Tahun

2014 ).

Dengan melihat data di atas maka sangat penting sekali untuk dilakukan

penelitian tentang Hubungan Antara Kebiasan Cuci Tangan Pakai Sabun Dan

Kepemilikan JambanDengan Kejadian Penyakit Diare Pada Masyarakat Di

Desa TaopaKabupaten ParigiMoutong.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas rumusan masalah sebagai berikut:

“apakah ada hubungan antara kebiasan cuci tangan pakai sabun dan

kepemilikan jambandengan kejadian penyakit diare pada masyarakat di Desa

TaopaKabupaten ParigiMoutong ?

3

Page 4: BAB I Editing 14

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Diketahuinyahubungan antara kebiasan cuci tangan pakai sabun dan

kepemilikan jambandengan kejadian penyakit diare pada masyarakat di

Desa TaopaKabupaten ParigiMoutong.

2. Tujuan Khusus

a. Diketahuinyahubungan antara kebiasaan cuci tangan pakai sabun

dengan kejadian penyakit diare pada masyarakat di Desa Taopa

Kabupaten Parigi Moutong.

b. Diketahuinya hubungan antara kepemilikan jamban dengan kejadian

penyakit diare pada masyarakat di Desa Taopa Kabupaten Parigi

Moutong.

D. Manfaat Penelitian

Manfaat penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Bagi Dinas Kesehatan Kabupaten Parigi Moutong

Hasil penelitian ini di harapkan dapat menjadi bahan masukan untuk

petugas kesehatan di Dinas Kesehatan Kabupaten Parigi Moutong agar

dapat lebih di perhatikan lagi terutama untuk kasus – kasus kejadian luar

biasa (KLB) terutama di Desa Taopa.

2.  Bagi Masyarakat Taopa

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan masyarakat

mengenai kesehatan lingkungan dan penyakit yang berhubungan dengan

air bersih.

4

Page 5: BAB I Editing 14

3. Bagi STIK Indonesia Jaya

Sebagai bahan informasi yang menambah ilmu pengetahuan tentang

hubungan antara cuci tangan pakai sabun dan kepemilikan jamban

dengan kejadian penyakit diare pada masyarakat di Desa Taopa

Kabupaten Parigi Moutong.

4. Bagi Peneliti Selanjutnya

Untuk memberikan pengalaman yang berharga dalam melaksanakan

kegiatan penelitian di lapangan.

5

Page 6: BAB I Editing 14

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Umum tentang Diare

1. Pengertian Diare

Diare adalah perubahan frekuensi dan konsistensi tinja.World Health

Organization (WHO) pada tahun 1984 mendefinisikan diare sebagai

berak cair tiga kali atau lebih dalam sehari semalam (24 jam). Penting

untuk menanyakan kepada orang tua mengenai frekuensi dan konsistensi

tinja anak yang dianggap sudah tidak normal lagi. (WHO, 1984 dalam

Widoyono 2011)

2. Epidemiologi Diare

Sekitar lima juta anak diseluruh dunia meninggal karena diare akut. Di

Indonesia pada tahun 70 sampai 80an, prevalensi penyakit diare sekitar

200-400 per 1000 penduduk per tahun. Dari angka prevalensi tersebut,

70-80 % menyerang anak di bawah usia lima tahun (balita). Golongan

usia ini mengalami 2-3 episode diare pertahun.

Di Indonesia, laporan yang masuk ke Departemen Kesehatan

menunjukkan bahwa setiap anak mengalami serangan diare sebanyak 1,6-

2 kali setahun. Angka kesakitan dan kematian akibat diare mengalami

penurunan dari tahun ke tahun. Masih seringnya terjadi wabah atau

kejadian luar biasa (KLB) diare menyebabkan pemberantasannya menjadi

suatu hal yang sangat penting. Di Indonesia, data KLB diare masih sering

terjadi hampir di setiap musim sepanjang tahun. KLB diare menyerang

6

Page 7: BAB I Editing 14

hampir semua profinsi di seluruh Indonesia. Angka kematian yang jauh

lebih tinggi daripada kejadian kasus diare biasa membuat perhatian para

ahli kesehatan masyarakat tercurah pada penanggulangan KLB diare

secara cepat. (Widoyono, 2011)

3. Klasifikasi Diare

Pada klasifikasi diare dapat dikelompokkan menjadi diare dehidrasi

berat, diare dehidrasi sedang atau ringan, diare tanpa dehidrasi, diare

persisten, disentri (Suraatmaja S, 2007):

a. Diare Dehidrasi Berat

Diare dehidrasi berat jika terdapat tanda sebagai berikut letargis

atau mengantuk atau tidak sadar, mata cekung, tidak bisa minum

atau malas minum, serta turgor kulit jelek.

b. Diare Dehidrasi Sedang atau Ringan

Diare ini mempunyi tanda seperti gelisah atau rewel, mata

cekung, haus, tampak minum dengan lahap serta turgor kulit jelek.

c. Diare Tanpa Dehidrasi

Diare tanpa dehidrasi jika hanya ada salah satu tanda pada

dehidrasi berat atau ringan.

d. Diare Persisten

Diare yang memiliki tanda seperti diare terjadi selama 14 hari atau

lebih dan disertai dengan ada atau tanpa dehidrasi.

e. Disentri

Apabila diare disertai darah pada tinja dan tidak ada tanda

gangguan saluran pencernaan.

7

Page 8: BAB I Editing 14

4. Gejala Klinis Penyakit Diare

Penyebab diare dapat dibagi dalam beberapa faktor (Widoyono, 2011):

a. Faktor infeksi

1) Faktor internal : infeksi saluran pencernaan makananan yang

merupakan penyebab utama diare pada anak. Meliputi infeksi

internal sebagai berikut:

a) Infeksi bakteri : vibrio, e.coli, salmonella, campylobacler,

tersinia, aeromonas, dsb.

b) Infeksi virus : enterovirus (virus ECHO, cakseaclere,

poliomyelitis), adenovirus, rotavirus, astrovirus dan lain-lain

c) Infeksi parasit : cacing (asoanis, trichuris, Oxyuris, Strong

Ylokles, protzoa (Entamoeba histolytica, Giarella lemblia,

tracomonas homonis), jamur (candida albicans).

2) Infeksi parenteral ialah infeksi diluar alat pencernaan makanan,

seperti : otitis media akut (OMA), tonsilitist tonsilofasingitis,

bronkopneumonia, ensefalitis dsb. Keadaan ini terutama terdapat

pada bayi dan anak berumur di bawah 2 tahun.

b. Faktor malabsorbsi

1) Malabsorbsi karbohidrat : disakarida (intoleransi laktosa, maltosa,

dan sukrosa), mosiosakarida (intoleransi glukosa, fruktosa, dan

Sgalatosa).

2) Pada bayi dan anak yang terpenting dan terseirng intoleransi

laktasi.

8

Page 9: BAB I Editing 14

a) Malabsorbsi lemak

b) Malabsorbsi protein

c. Faktor makanan :Makanan basi, beracun, alergi terhadap makanan.

d. Faktor psikologis :Rasa takut dan cemas (jarang, tetapi dapat terjadi

pada anak yang lebih besar).

5. Penularan Diare

Penularan diare sebagian besar (75%) disebabkan oleh kuman seperti

virus dan bakteri. Penularan diare melalui orofekal terjadi dengan

mekanisme sebagai berikut (Widoyono, 2011) :

a. Melalui air

Air merupakan media penularan utama. Diare dapat terjadi bila

seseorang menggunakan air minum yang sudah tercemar, baik

tercemar dari sumbernya, tercemar selama perjalanan sampai ke

rumah-rumah, atau tercemar pada saat disimpan dirumah. Pencemaran

di rumah terjadi bila tempat penyimpanan tidak tertutup atau apabila

tangan yang tercemar menyentuh air pada saat mengambil air dari

tempat penyimpanan.

b. Melalui tinja terinfeksi

Tinja yang sudah terinfeksi mengandung virus atau bakteri dalam

jumlah besar. Bila tinja tersebut dihinggapi oleh binatang dan

kemudian binatang tersebut hinggap di makanan, maka makanan itu

dapat menularkan diare ke orang yang memakannya.

9

Page 10: BAB I Editing 14

c. Faktor-faktor yang meningkatkan resiko diare adalah (Widoyono,

2011):

1) Pada usia 4 bulan bayi sudah tidak diberi ASI eksklusif lagi. (ASI

eksklusif adalah pemberian ASI saja sewaktu bayi berusia 0-4

bulan). Hal ini akan meningkatkan risio kesakitan dan kematian

karena diare, karena ASI banyak mengandung zat-zat kekebalan

terhadap infeksi.

2) Memberikan susu formula dalam botol kepada bayi. Pemakaian

botol akan meningkatkan risio pencemaran kuman, dan susu akan

terkontaminasi oleh kuman dari botol. Kumn akan cepat

berkembang bila susu tidak segera diminum.

3) Meyimpan makanan pada suhu kamar. Kondisi tersebut akan

menyebabkan permukaan makanan mengalami kontak dngan

peralatan makan yang merupakan media yang sangat bai bagi

perkembangan mikroba.

4) Tidak mencuci tangan pada saat memasak, makan, atau sesudah

buang air beasr (BAB) akan memungkinkan kontaminasi

langsung.

6. Manifestasi Klinis Diare

Mula-mula pasien cengeng, gelisah, suhu tubuh biasanya meningkat,

nafsu makan berkurang atau tidak ada, kemudian timbul diare.Tinja cair,

mungkin disertai lendir atau lendir dan darah.Warna tinja makin lama

berubah kehijauan-hijauan karena bercampur dengan empedu. Anus

10

Page 11: BAB I Editing 14

daerah sekitrnya timbul lecet karena sering defeksi dan tinja makin lama

makin asam sebagai akibat makin banyak asam laktat yang berasal dari

laktosa yang tidak diabsorbsi oleh usus selama diare.

Gejala muntah dapat timbul sebelum atau sesudah diare dan dapat

disebabkan karena lambung turut meradang atau akibat gangguan

keseimbangan asam basah dan elektrolit. Bila pasien telah banyak

kehilangan cairan dan elektrolit, gejala dehidrasi mulai nampak : yaitu

berat badan turun, turgor berkurang, mata dan ubun-ubun besar menjadi

cekung (pada bayi), selaput lendir bibir dan mulut serta kulit tampak

kering. Berdasarkan banyaknya cairan yang hilang dapat dibagi menjadi

dehidrasi ringan, sedang, dan berat.Bila berdasarkan tonisitas plasma

dibagi menjadi dehidrasi hipotonik, isotonik, dan hipertonik (Widoyono,

2011).

7. Pengobatan diare

Pengobatan diare berdasarkan derajat dehidrasinya (Widoyono 2011).

a. Tanpa dehidrasi, dengan terapi A

Pada keadaan ini, buang air besar tejadi 3-4 kali sehari atau disebut

mulai mencret. Anak yang mengalami kondisi ini masih lincah dan

masih mau makan dan minum seperti biasa. Pengobatan dapat

dilakukan di rumah oleh ibu atau anggota keluarga lainnya dengan

memberikan makanan dan minuman yang ada di rumah seperti air

kelapa, larutan gula garam, air teh, maupun oralit. Istlah pengobatan

ini adalah menggunakan terapi A.

11

Page 12: BAB I Editing 14

Ada 3 cara pemberian cairan yang dapat dilakukan di rumah :

1) Memberikan anak lebih banyak cairan

2) Memberikan makanan terus menerus

3) Membawa kepetugas kesehatan bila anak tidak membaik dalam

tiga hari

b. Dehidrasi ringan atau sedang, dengan terapi B

Diare dengan dehidrasi ringan ditandai dengan hilangnya cairan

sampai 5% dari berat badan, sedangkan pada diare sedang terjadi

kehilangn cairan 6-10 % dari berat badan. Untuk mengobati penyakit

diare pada derajat dehidrasi ringan atau seang digunakan terapi B,

yaitu sebagai berikut :Pada tiga jam pertama jumlah oralit yang

digunakan pada usia <1 tahun jumlah oralit yang digunakan sebanyak

300 ml, usia 1-4 tahun sebanyak 600 ml, usia > 5 tahun sebayak 1.200

ml. Setelah itu, tambahkan setiap kali mencret sebayak 100 ml pada

usia < 1 tahun 200 ml pada usia 1-4 tahun dan 400 ml pada usia > 5

tahun .

c. Dehidrasi berat, dengan terapi C

Diare dengan dehidrasi berat ditandai dengsn mencret dengan

terus menerus, biasanya lebih dari 10 kali disertai muntah, kehilangan

cairan lebih dari 10 % berat badan. Diare ini diatasi dengan terapi C,

yaitu perawatan di puskesmas atau rumah sakit untuk diinfus RL

(ringer laktat).

12

Page 13: BAB I Editing 14

d. Teruskan pemberian makan

Pemberian makanan seperti semula diberikan sedini mungkin

disesuaikan dengan kebutuhan. Makanan tambahan diperlukan pada

masa penembuhan.

e. Antibiotik bila perlu

Sebagian besar penyebab diare adalah Rotavirus yang tidak

memerlukan antibiotik dalam penatalaksanaan kasus diare karena

tidak bermanfaat dan efek sampingnya bahkan merugikan penderita.

8. Pencegahan Diare

Penyakit diare dapat dicegah melalui promosi kesehatan, antara lain

(Widoyono, 2011):

a. Menggunakan air bersih.

Tanda-tanda air bersih adalah ‘3 tidak’, yaitu tidak berwarna, tidak

berbau dan tidak berasa,

b. Memasak air sampai mendidih sebelum diminum untuk mematikan

sebagian besar kuman penyakit.

c. Mencuci tangan dengan sabun pada waktu sebelum makan, sesudah

makan, dan sesudah buang air besar (BAB).

d. Memberian ASI pada anak sampai usia dua tahun.

e. Menggunakan jamban yang sehat.

f. Membuang tinja bayi dan anak dengan benar.

13

Page 14: BAB I Editing 14

B. Tinjauan Umum Tentang Cuci Tangan Pakai Sabun

1. Pengertian Cuci Tangan Pakai Sabun

Cuci Tangan Pakai Sabun (CTPS) adalah salah satu tindakan sanitasi

dengan membersihkan tangan dan jari-jemari menggunakan air dan sabun

untuk menjadi bersih.Mencuci tangan dengan sabun merupakan salah satu

upaya pencegahan penyakit. Hal ini dilakukan karena tangan seringkali

menjadi agen yang membawa kuman dan menyebabkan patogen

berpindah dari satu orang ke orang lain, baik dengan kontak langsung

ataupun kontak tidak langsung (menggunakan permukaan-permukaan lain

seperti handuk, gelas). Tangan yang bersentuhan langsung dengan

kotoran manusia dan binatang, ataupun cairan tubuh lain (seperti ingus)

dan makanan/minuman yang terkontaminasi saat tidak dicuci dengan

sabun dapat memindahkan bakteri, virus, dan parasit pada orang lain yang

tidak sadar bahwa dirinya sedang ditulari. World Health

Organization(WHO) telah mencanangkan setiap tanggal 15 Oktober

sebagai Hari Mencuci Tangan Pakai Sabun Sedunia, yang diikuti oleh 20

negara di dunia, salah satu diantaranya adalah Indonesia. (WHO, 2009

dalam Risna, 2010).

Mencuci tangan dengan sabun adalah salah satu cara paling efektif

untuk mencegah penyakit diare dan ISPA, keduanya menjadi penyebab

utama kematian anak-anak. Setiap tahun, sebanyak 3,5 juta anak-anak di

seluruh dunia meninggal sebelum mencapai umur lima tahun karena

penyakit diare dan ISPA. Mencuci tangan dengan sabun juga dapat

14

Page 15: BAB I Editing 14

mencegah infeksi kulit, mata, kecacingan, dan flu burung.Cuci Tangan

Pakai Sabun (CTPS) sebaiknya dilakukan pada lima waktu penting, yaitu:

a. Sebelum makan

b. Sesudah buang air besar

c. Sebelum memegang bayi;

d. Sesudah menceboki anak

e. Sebelum menyiapkan makanan.

Mencuci tangan menggunakan sabun dan air mengalir dapat

memutuskan mata rantai kuman yang melekat di jari-jemari.Masyarakat

termasuk anak sering mengabaikan mencuci tangan memakai sabun

dengan air mengalir karena kurangnya pemahaman tentang kesehatan.

(Umar, 2009 dalam Risna, 2010).

2. Teknik Mencuci Tangan Yang Baik Dan Benar Dan Penggunaan Sabun

Untuk mendapatkan hasil yang optimal, maka mencuci tangan

haruslah dengan air bersih yang mengalir, baik itu melalui kran air atau

disiram dengan gayung, menggunakan sabun yang standar, setelah itu

keringkan dengan handuk bersih atau menggunakan tisu. (Departemen

Kesehatan Republik Indonesia, 2008)

Untuk penggunaan jenis sabun dapat menggunakan semua jenis sabun

karena semua sabun sebenarnya cukup efektif dalam membunuh kuman

penyebab penyakit. Teknik mencuci tangan yang benar harus

menggunakan sabun dan di bawah air yang mengalir dengan langkah-

15

Page 16: BAB I Editing 14

langkah sebagai berikut (Departemen Kesehatan Republik Indonesia,

2008):

a. Basahi tangan dengan air di bawah kran atau air mengalir.

b. Ambil sabun cair secukupnya untuk seluruh tangan, akan lebih baik

jika sabun yang mengandung antiseptik.

c. Gosokkan pada kedua telapak tangan.

d. Gosokkan sampai ke ujung jari.

e. Telapak tangan kanan menggosok punggung tangan kiri (atau

sebaliknya) dengan jari-jari saling mengunci (berselang-seling) antara

tangan kanan dan tangan kiri, gosokkan sela-sela jari tersebut. Hal ini

dilakukan pada kedua tangan.

f. Letakkan punggung jari satu dengan punggung jari lainnya dan saling

mengunci.

g. Usapkan ibu jari tangan kanan dengan punggung jari lainnya dengan

gerakan saling berputar, lakukan hal yang sama dengan ibu jari tangan

kiri.

h. Gosokkan telapak tangan dengan punggung jari tangan satunya

dengan gerakan kedepan, kebelakang, berputar. Hal ini dilakukan

pada kedua tangan.

i. Pegang pergelangan kanan kanan dengan pergelangan kiri dan

lakukan gerakan memutar. Lakukan pula pada tangan kiri.

j. Bersihkan sabun dari kedua tangan dengan air mengalir.

16

Page 17: BAB I Editing 14

k. Keringkan tangan dengan menggunakan tissue atau handuk, jika

menggunakan kran, tutup kran dengan tisu.

Karena mikroorganisme tumbuh berkembang biak di tempat basah

dan di air yang menggenang, maka apabila menggunakan sabun batangan

sediakan sabun batangan yang berukuran yang kecil dalam tempat sabun

yang kering. Hindari mencuci tangan di waskom yang berisi air walaupun

telah ditambahkan bahan antiseptik, karena mikroorganisme dapat

bertahan dan berkembang biak pada larutan ini. (Departemen Kesehatan

Republik Indonesia, 2008).

Apabila menggunakan sabun cair jangan menambahkan sabun apabila

terdapat sisa sabun pada tempatnya, penambahan dapatmenyebabkan

kontaminasi bakteri pada sabun yang baru dimasukkan. Apabila tidak

tersedia air mengalir, gunakan ember dengan kran yang dapat dimatikan

sementara menyabuni kedua tangan dan buka kembali untuk membilas

atau gunakan ember dan kendi/teko. (Departemen Kesehatan Republik

Indonesia, 2008).

3. Faktor – faktor Yang Mempengaruhi Perilaku Cuci Tangan Pakai Sabun

(CTPS) .

Kementerian kesehatan Republik Indonesia dalam buku Pedoman

perilaku hidup bersih dan sehat tahun 2010 menyebutkan bahwa faktor

yang mempengaruhi perilaku cuci tangan pakai sabun adalah :

17

Page 18: BAB I Editing 14

a. Citra diri

Gambaran individu terhadap dirinya sangat mempengaruhi

kebersihan dirinya. Misalnya karena ada perubahan fisik tangan

menjadi kotor sehinggaindividu peduli terhadap kesehatan dengan

melakukan cuci tangan pakai sabun.

b. Status sosial ekonomi

Mencuci tangan memerlukan alat dan bahan seperti sabun, lap tangan

atau tisu kering, dan semuanya memerlukan uang untuk

menyediakannya.

c. Pengetahuan

Pengetahuan merupakan hasil “tahu” dan ini terjadi setelah

individu/orang melakukan penginderaan terhadap suatu obyek

tertentu. Penginderaan terjadi melalui panca indra manusia yaitu indra

penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba. Sebagian besar

pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga.

Sebelum anak berperilaku mencuci tangan, ia harus tahu terlebih

dahulu apa arti atau manfaat perilaku dan apa resikonya apabila tidak

mencuci tangan dengan sabun bagi dirinya atau keluarganya. Melalui

pendidikan kesehatan mencuci tangan anak mendapatkan pengetahuan

pentingnya mencuci tangan sehingga diharapkan anak tahu, bisa

menilai, bersikap yang didukung adanya fasilitas mencuci tangan

sehingga tercipta perilaku mencuci tangan.

18

Page 19: BAB I Editing 14

Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat

penting untuk terbentuknya perilaku seseorang. Karena itu dari

pengalaman dan penelitian ternyata perilaku yang didasari oleh

pengetahuan akan lebih langgeng daripada perilaku yang tidak

didasari oleh pengetahuan. Pengetahuan yang baik dapat

meningkatkan kesehatan, oleh karena itu diperlukan pengetahuan

yang baik dalam mencuci tangan.

d. Kebiasaan anak

Adanya kebiasaan untuk tidak cuci tangan atau cuci tangan sejak

kecil, akan terbawa sampai dewasa.

e. Sikap

Sikap adalah penilaian (bisa berupa pendapat) seseorang terhadap

stimulus dan objek (dalam hal ini adalah masalah kesehatan, termasuk

penyakit). Setelah anak mengetahui bahaya tidak mencuci tangan

(melalui pengalaman, pengaruh orang lain, media massa, lembaga

pendidikan, emosi), proses selanjutnya akan menilai atau bersikap

terhadap kegiatan mencuci tangan tersebut.

f. Motivasi

Motivasi adalah suatu dorongan yang menggerakkan seseorang

untuk berperilaku, beraktivitas dalam penyampaian tujuan dimana

kebutuhan merupakan faktor yang sangat berpengaruh terhadap

lajunya dorongan tersebut. Jadi perubahan perilaku mencuci tangan

pada anak usia sekolah dapat tercapai dengan memberi anak motivasi

19

Page 20: BAB I Editing 14

yang kuat. Sehingga timbul dari kesadarannya sendiri, tercipta

perilaku mencuci tangan pada anak tersebut.

g. Pola Asuh Orang Tua

Pola asuh orang tua adalah sikap atau perilaku orang tua dalam

berinteraksi dengan anak-anaknya. Perilaku yang bersifat relatif dan

konsisten dari waktu ke waktu.

h. Ketersediaan sanitasi yang baik di sekolah

1) Air

Air memegang peranan yang sangat penting bagi kehidupan

manusia, hewan, tumbuhan dan jasad-jasad lain. Air yang kita

perlukan adalah air yang memenuhi persyaratan kesehatan baik

persyaratan fisik, kimia, ataupun bakteriologinya.

Air diperlukan untuk berbagai macam keperluan hidup seperti

untuk mandi, mencuci, memasak, pengairan, pertanian, industri,

rekreasi dan sebagai air minum. Banyak dari kita yang memiliki

pikiran bahwa tangan yang terlihat bersih dan tidak berbau itu

tandanya aman dari bakteri. Mencuci tangan biasa belum mampu

bekerja efektif untuk mengeliminasi dampak mikroskopis dari

penyebaran patogen. Menggunakan sabun scrub atau sabun

antibakterial, dan membasuh dengan air mengalir merupakan cara

yang efektif untuk melawan infeksi bakteri melalui tangan.

Apabila tidak tersedia fasilitas air yang mencukupi, mustahil bagi

seseorang untuk melakukan cuci tangan.

20

Page 21: BAB I Editing 14

2) Sabun yang digunakan untuk mencuci tangan.

Mencuci tangan saja adalah salah satu tindakan pencegahan

yang menjadi perilaku sehat dan baru dikenal pada akhir abad ke

19. Perilaku sehat dan pelayanan jasa sanitasi menjadi penyebab

penurunan angka kematian dari penyakit menular yang terdapat

pada negara-negara maju pada akhir abad 19. Hal ini dilakukan

bersamaan dengan isolasi dan pemberlakuan teknik membuang

kotoran yang aman dan penyediaan air bersih dalam jumlah yang

mencukupi.

Mencuci tangan dengan air saja lebih umum dilakukan,

namun hal ini terbukti tidak efektif dalam menjaga kesehatan

dibandingkan dengan mencuci tangan dengan sabun.

Menggunakan sabun dalam mencuci tangan sebenarnya

menyebabkan orang harus mengalokasikan waktunya lebih banyak

saat mencuci tangan, namun penggunaan sabun menjadi efektif

karena lemak dan kotoran yang menempel akan terlepas saat

tangan digosok dan bergesek dalam upaya melepasnya. Di dalam

lemak dan kotoran yang menempel inilah kuman penyakit hidup.

Efek lainnya adalah tangan menjadi harum setelah dicuci dengan

menggunakan sabun dan dalam beberapa kasus, tangan yang

menjadi wangilah yang membuat mencuci tangan dengan sabun

menjadi menarik untuk dilakukan.

21

Page 22: BAB I Editing 14

Dalam sabun terdapat kandungan antiseptik sebagai

pembunuh kuman. Dalam kandungannya, cairan antiseptik

tersebut memiliki kandungan utama pembasmi mikroorganisme

yaitu alkohol. Alkohol bekerja sebagai antiseptik dengan cara

merusak dinding sel bakteri. Alkohol memiliki spektrum yang

baik untuk kuman gram positif, gram negatif, basil tuberkulosis,

jamur, dan virus termasuk RSV (respiratory syncytial virus), virus

hepatitis A, B, dan HIV. Alkohol dalamkonsentrasi yang tepat

menghasilkan efek yang cepat dan secara nyata menurunkan

jumlah mikroba merugikan di kulit.

C. Tinjauan Umum Tentang Kepemilikan Jamban

1. Pengertian Jamban

Secara umum, jamban didefinisikan sebagaisuatu bangunan yang

digunakan untukmembuang kotoran manusia.Kotoran manusiaditampung

pada suatu tempat penampungankotoran yang selanjutnyadiresapkan ke

dalam.Jamban merupakan sarana yang digunakan masyarakat sebagai

tempat buang air besar. Sehingga sebagai tempat pembuangan tinja,

jamban sangat potensial untuk menyebabkan timbulnya

berbagaigangguan bagi masyarakat yang ada di sekitarnya. Gangguan

tersebutdapat berupa gangguan estetika, kenyamanan dan kesehatantanah

atau diolah dengan cara tertentu, sehinggatidak menimbulkan bau dan

mencemari sumberair di sekitarnya. (Notoatmodjo,2003 dalam Umiati,

2009).

22

Page 23: BAB I Editing 14

2. Syarat – syarat Pembuatan Jamban Sehat

Menurut Departemen Kesehatan Republik Indonesia dalam Riskesdas

2010, suatu jamban disebut sehat untukdaerah pedesaan, apabila

memenuhi persyaratan-persyaratan sebagaiberikut:

a. Tidak mengotori permukaan tanah disekeliling jamban tersebut.

b. Tidak mengotori air permukaan di sekitarnya.

c. Tidak mengotori air tanah di sekitarnya.

d. Tidak dapat terjangkau oleh serangga terutama lalat, kecoak,

danbinatang-binatang lainnya.

e. Tidak menimbulkan bau.

f. Mudah digunakan dan dipelihara.

g. Sederhana desainnya.

h. Murah.

i. Dapat diterima oleh pemakainya.

Dalam penetuan letak kakus ada dua hal yangperlu diperhatikan yaitu

jarak terhadap sumber air dan kakus. Penentuan jarak tergantungpada :

a. Keadaan daerah datar atau lereng

b. Keadaan permukaan air tanah dangkalatau dalam

c. Sifat, macam dan susunan tanah berporiatau padat, pasir, tanah liat

ataukapur.

Faktor tersebut di atas merupakanfaktor yang mempengaruhi daya

peresapantanah.Di Indonesia pada umumnya jarak yangberlaku antara

sumber air dan lokasi jambanberkisar antara 8 s/d 15 meter atau rata-

23

Page 24: BAB I Editing 14

rata10 meter.Dalam penentuan letak jamban ada tiga halyang perlu

diperhatikan :

a. Bila daerahnya berlereng, kakus ataujamban harus dibuat di sebelah

bawahdari letak sumber air. Andaikata tidakmungkin dan terpaksa di

atasnya, makajarak tidak boleh kurang dari 15 meter danletak harus

agak ke kanan atau kekiri dariletak sumur.

b. Bila daerahnya datar, kakus sedapatmungkin harus di luar lokasi yang

seringdigenangi banjir. Andaikata tidakmungkin, maka hendaknya

lantai jamban(diatas lobang) dibuat lebih tinggidaripermukaan air

yang tertinggi pada waktu banjir.

c. Mudah dan tidaknya memperoleh air.

3. Jenis – jenis Jamban

Jenis – jenis jamban atau kakus atau tempat pembuangan tinja, yaitu

(Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2010):

a. Pit-privy (Cubluk)

Kakus ini dibuat dengan jalan membuat lubang ke dalam tanah

dengan diameter 80-120 cm sedalam 2,5-8 meter. Dindingnya

diperkuat dengan batu atau bata, dan dapat ditembok ataupun tidak

agar tidak mudah ambruk. Lama pemakaiannya antara 5-15 tahun.

Bila permukaan penampungan tinja sudah mencapai kurang lebih 50

cm dari permukaan tanah, dianggap cubluk sudah penuh. Cubluk yang

penuh ditimbun dengan tanah. Ditunggu 9-12 bulan. Isinya digali

24

Page 25: BAB I Editing 14

kembali untuk pupuk, sedangkan lubangnya dapat dipergunakan

kembali.

b. Aqua-privy (Cubluk berair)

Terdiri atas bak yang kedap air, diisi air di dalam tanahsebagai

tempat pembuangan tinja. Proses pembusukannya samaseperti halnya

pembusukan tinja dalam air kali. Untuk kakus ini, agarberfungsi

dengan baik, perlu pemasukan air setiap hari, baik

sedangdipergunakan atau tidak.

c. Watersealed latrine (Angsa-trine)

Jamban jenis ini merupakan cara yang paling

memenuhipersyaratan, oleh sebab itu cara pembuangan tinja semacam

ini yangdianjurkan. Pada kakus ini closetnya berbentuk leher angsa,

sehinggaakan selalu terisi air. Fungsi air ini gunanya sebagai sumbat,

sehinggabau busuk dari cubluk tidak tercium di ruangan rumah kakus.

d. Bored hole latrine

Sama dengan cubluk, hanya ukurannya lebih kecil karenauntuk

pemakaian yang tidak lama, misalnya untuk perkampungan

sementara.

e. Bucket latrine (Pail closet)

Tinja ditampung dalam ember atau bejana lain dan

kemudiandibuang di tempat lain, misalnya untuk penderita yang tidak

dapatmeninggalkan tempat tidur.

f. Trench latrine

25

Page 26: BAB I Editing 14

Dibuat lubang dalam tanah sedalam 30-40 cm untuk

tempatpenampungan tinja. Tanah galiannya dipakai untuk

menimbuninya.

g. Overhung latrine

Kakus ini semacam rumah-rumahan yang dibuat di atas

kolam,selokan, kali dan rawa.

h. Chemical toilet (Chemical closet).

Tinja ditampung dalam suatu bejana yang berisi caustic

sodasehingga dihancurkan sekalian didesinfeksi. Biasanya

dipergunakandalam kendaraan umum, misalnya pesawat udara atau

kereta api.Dapat pula digunakan dalam rumah sebagai pembersih

tidakdipergunakan air, tetapi dengan kertas (toilet paper).

4. Kriteria Jamban Sehat

Jamban yang memenuhi syaratkesehatan atau syarat sanitasi

adalahsebagai berikut (Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2008):

a. Kotoran tidak dapat dijangkau oleh binatangpenular penyakit, seperti :

Kecoa, tikus, lalatdll.

b. Tidak menimbulkan bau

c. Kotoran ditempatkan disuatu tempat, tidakmenyebar ke mana mana

d. Tidak mencemari sumber air bersih

e. Tidak menggangu pemandangan/estetika

f. Aman digunakan

26

Page 27: BAB I Editing 14

Untuk memenuhi syarat no.1 dan 3,maka kotoran ditempatkan di

satu tempat,bisa lobang jamban atau septik tank, ukuranvolumenya

disesuaikan dengan kebutuhanatau jumlah pemakai. Untuk

memenuhisyarat no 1 dan 2, maka digunakan klosetyang dilengkapi

leher angsa, dimana padaleher angsa akan tergenang air

untukmencegah bau yang timbul dari lobangjamban atau septic tank,

dan mencegahmasuknya binatang binatang seperti lalat,kecoa,

nyamuk,tikus dll. Untuk memenuhisyarat no. 4 , dalam membuat

jambanterutama lokasi lobang jamban atau septictank atau lobang

resapan dibuat sejauhmungkin dari sumber air yang ada

misalnyaSumur Gali dan sebagainya, atau setidak tidaknyatidak

kurang dari 10 meter jarak antarasumur dan lobang jamban.

Sedangkan untukmemenuhi syarat no 5 dan 6 , hendaknyajamban

dibuat dari bahan bahan yangmemadai baik kekuatannya

maupunkonstruksinya dibuat sedemikan rupa agarkelihatan indah dan

rapi.

Jangan lupa pemeliharaan jamban perludibiasakan setiap hari,

misalnyamembersihkan dan menyikat lantai agar tidaklicin, menguras

bak air agar terhindar daripenyakit Demam Berdarah Dengue,

siramkloset dengan air secukupnya setelahdigunakan, tidak

membuang sampah ,puntung rokok, pembalut wanita, airsabun, lisol

kedalam kloset.Buang air besar (BAB)sembarangan bukan lagi

zamannya.Dampak buang air besar sembarangan sangat burukbagi

27

Page 28: BAB I Editing 14

kesehatan dan keindahan.Selainjorok, berbagai jenis penyakit

ditularkan.Sebagai gantinya, buang air besar haruspada tempatnya

yakni di jamban.Hanyasaja harus diperhatikan pembangunanjamban

tersebut agar tetap sehat dantidak menimbulkan dampak buruk

bagilingkungan. (Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2008).

D. Landasan Teori

Diare adalah perubahan frekuensi dan konsistensi tinja. WHO pada tahun

1984 mendefinisikan diare sebagai berak cair tiga kali atau lebih dalam sehari

semalam (24 jam). Penting untuk menanyakan kepada orang tua mengenai

frekuensi dan konsistensi tinja anak yang dianggap sudah tidak normal lagi.

(WHO, 1984 dalam Widoyono 2011).

Cuci Tangan Pakai Sabun (CTPS) adalah salah satu tindakan sanitasi

dengan membersihkan tangan dan jari-jemari menggunakan air dan sabun

untuk menjadi bersih.Mencuci tangan dengan sabun merupakan salah satu

upaya pencegahan penyakit. Hal ini dilakukan karena tangan seringkali

menjadi agen yang membawa kuman dan menyebabkan patogen berpindah

dari satu orang ke orang lain, baik dengan kontak langsung ataupun kontak

tidak langsung (menggunakan permukaan-permukaan lain seperti handuk,

gelas). Tangan yang bersentuhan langsung dengan kotoran manusia dan

binatang, ataupun cairan tubuh lain (seperti ingus) dan makanan/minuman

yang terkontaminasi saat tidak dicuci dengan sabun dapat memindahkan

bakteri, virus, dan parasit pada orang lain yang tidak sadar bahwa dirinya

sedang ditulari. (WHO, 2009 dalam Risna, 2010).

28

Page 29: BAB I Editing 14

Jamban merupakan sarana yang digunakan masyarakat sebagai tempat

buang air besar. Sehingga sebagai tempat pembuangan tinja, jamban sangat

potensial untuk menyebabkan timbulnya berbagai gangguan bagi masyarakat

yang ada di sekitarnya. Gangguan tersebut dapat berupa gangguan estetika,

kenyamanan dan kesehatan tanah atau diolah dengan cara tertentu,

sehinggatidak menimbulkan bau dan mencemari sumberair di sekitarnya.

(Notoatmodjo 2003 dalam Umiati, 2009).

E. Kerangka Pikir

Penyakit diare merupakan salah satu masalah dalam pemberantasan

penyakit menular di Indonesia, baik ditinjau dalam angka kesakitan maupun

angka kematian yang masih tinggi. Angka kejadian yang masih tinggi akibat

diare karena belum terpenuhinya sanitasi dasar dan juga masih ada kurangnya

kebiasaan cuci tangan pakai sabun di masyarakat, sehingga dapat

mempengaruhi tingkat penyebaran penyakit melalui tangan.

Skema hubungan antar variabel :

Variabel bebas Variabel terikat

Gambar 2.1 Skema Kerangka pikir

29

Cuci Tangan Pakai Sabun Kejadian

Penyakit Diare

Kepemilikan Jamban

Page 30: BAB I Editing 14

F. Hipotesis Penelitian

1. Adahubungan antara kebiasaan cuci tangan pakai sabun dengan kejadian

penyakit diare pada masyarakat di Desa Taopa Kabupaten Parigi

Moutong.

2. Ada hubungan antara kepemilikan jamban dengan kejadian penyakit diare

pada masyarakat di Desa Taopa Kabupaten Parigi Moutong.

30

Page 31: BAB I Editing 14

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan adalah peneltian analitik dengan

penelitian Case Control dan dilengkapi dengan data-data melalui

wawancara.Case control yaitu suatu penelitian dengan cara membandingkan

antara kelompok kasus dan kelompok kontrol berdasarkan status paparanya,

arah pengusutanya, rangsangan tersebut bergerak dari akibat (penyakit) ke

sebab (paparan).

Desain tesebut digunakan karena sesuai dengan tujuan penelitian yaitu

untuk mempelajari adanya hubungan antara kebiasaan cuci tangan dan

kepemilikan jamban dengan kejadian penyakit diare pada masyarakat di Desa

Taopa dengan cara membandingkan kelompok kasus (masyarakat yang

terkena penyakit diare) dan kelompok kontrol (masyarakat yang tidak terkena

penyakit diare).

Pengumpulan data dilakukan secara retrospektif yang artinya

pengumpulan data dimulai dari efek atau akibat yang telah terjadi. Dari efek

tersebut ditelusuri kebelakangnya tentang penyebabnya atau variabel-ariabel

yang mempengaruhi akibat tersebut, kemungkinan membandingkan antara

kelompok kasus dan kelompok kontrol.

31

Page 32: BAB I Editing 14

B. Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini telah dilaksanakan pada 25September sampai dengan 28

Septembertahun 2014 dan dilaksanakan di Desa Taopa Kabupaten Parigi

Moutong.

C. Variabel dan Definisi Operasional

1. Variabel adalah suatu yang digunakan sebagai ciri dan sifat yang dimiliki

atau yang didapatkan oleh suatu penelitian tentang suatu konsep

pengertian tertentu (wasis, 2008). Variabel bebas dalam penelitian ini

adalah cuci tangan pakai sabun dan kepemilikan jamban, serta variabel

terikat dalam penelitian ini adalah kejadian penyakit diare.

2. Definisi Operasional

a. Kejadian Penyakit Diare

Kejadian penyakit diareadalah orang yang secara klinis

menderita penyakit diare berdasarkan data yang diambil dari petugas

penanggung jawab program diare Puskesmas Taopa.

b. Cuci tangan pakai sabun

Cuci tangan pakai sabun adalah kemampuan seseorang

melakukan kebiasaan cuci tangan pakai sabun, yang meliputi cara

melakukan cuci tangan, tempat mencuci tangan, langkah-langkah

cuci tangan, dan waktu melakukan cuci tangan

Cara ukur : pengisian kueisioner

Alat ukur : kueisioner

Skala ukur : ordinal

32

Page 33: BAB I Editing 14

Hasil ukur :1= Terbiasa,Jika nilai skor ≥median (12).

0 = Tidak terbiasa, Jika nilai skor < median (12).

c. Kepemilikan Jamban sehat

Kepemilikan jamban sehat adalah tempat pembuangan air

besar (BAB) yang dimiliki oleh masyarakat atau keluarga yang

memenuhi standar yaitu:sering digunakan, dalam kondisi bersih,

jamban ber jarak > 10 meter dengan sumber air, aman untuk

digunakan, jamban tersebut memiliki pembuangan pada satu tempat

(septi tank), jamban leher angsa, jamban cemplung dengan penutup,

dan dibersihkan minimal dua kali dalam seminggu.

Cara ukur : observasi

Alat ukur : cheklist

Skala ukur : ordinal

Hasil ukur :1 = Memiliki jamban sehat

0 = Tidak memiliki jamban sehat

D. Jenis dan Cara Pengumpulan Data

1. Data Primer

Data primer dalam penelitian ini adalah data yang diperoleh secara

langsung dari responden dengan menggunakan kuesioner yang telah

disediakan lebih dahulu untuk memperoleh data yang akurat dan juga

melalui observasi secara langsung di lingkungan masyarakat.

33

Page 34: BAB I Editing 14

2. Data Sekunder

Data sekunder dalam penelitian ini adalah data yang diperoleh dari

laporan tahunan Puskesmas Taopa.

3. Cara Pengumpulan Data

Pengumpulan data dilakukan dengan cara membagikan kueisioner dan

melakukan observasi menggunakan media cheklist.Dalam teknik ini,

sampel dapat mengisi jawaban pada kueisioner yang berupa daftar

pertanyaan sebagai hasil penelitian.Untuk observasi, peneliti

menggunakan cheklist kepemilikan jamban sehat.

E. Pengolahan Data

1. Editing

Yaitu meneliti kembali data, ini berarti bahwa semua kuesioner harus

diteliti satu persatu tentang kelengkapan pengisian dan kejelasannya.Hal

ini dilakukan untuk memeriksa adanya kesalahan atau kekurangan

kelengkapan data yang diisi responden.

2. Coding

Yaitu mengklasifikasikan jawaban-jawaban daripada responden ke dalam

kategori-kategori, biasanya klasifikasi dilakukan dengan cara memberi

tanda/kode berbentuk angka pada masing-masing jawaban.

3. Tabulating

Yaitu pengelompokkan data dengan membuat tabel-tabel sesuai dengan

analisa yang dibutuhkan.

34

Page 35: BAB I Editing 14

4. Entry

Yaitu memasukkan data yang sudah dikode ke dalam program komputer

untuk dilakukan analisis.

5. Cleaning

Yaitukegiatan pengecekan kembali data yang sudah di Entry apakah ada

kesalahan atau tidak.

6. Describing

Yaitu untuk menggambarkan atau menjelaskan data yang sudah

dikumpulkan.

F. Analisa Data

Analisis data pada penelitian ini dilakukan menggunakan alat bantu

komputer dengan tahapan dengan tahapan

1. Analisis univariat

Analisis univariat dilakukan dengan cara membuat distribusi

frekuensi dari setiap variabel, hasil analisis ini disajikan dalam bentuk

tabel dan narasi yang meliputi:

a. Kebiasaan cuci tangan

b. Kepemiikan jamban

2. Analisis Bivariat

Dilakukan untuk mengetahui hubungan antara variabel bebas dan

variabel terikat, akan dikumpulkan dalam waktu bersamaan. Dengan uji

Chi-square dan derajat kepercayaan 95% dan kemaknaan 0,05.

Dengan rumus sebagai berikut :

35

Page 36: BAB I Editing 14

X2¿(0−E )

E

Dimana :X2= Chi square

0 = Nilai observasiE = nilai yang diharapkan

Bila nilai p ≤ 0,05 berarti H0 ditolak (ada hubungan)

Bila nilai p > 0,05 berarti H0 diterima (tidak ada hubungan)

G. Penyajian Data

Penyajian data dilakukan dalam bentuk tabel distribusi frekuensi yang

disertai dengan penjelasan sehingga memudahkan untuk dianalisis.

H. Populasi Dan Sampel

1. Populasi

Populasi dalam penelitian ini adalah Masyarakat di Desa Taopa yang

menderita diare dalam kurun waktu 2 bulan terakhir(Juni-Juli 2014)

sebanyak 27 jiwa.

2. Sampel

Sampel dalam penelitian ini adalah semuaMasyarakat Desa Taopa

yang menderita diare dari bulan Juni-Juli 2014 yang berjumlah 27 jiwa

yang termasuk dalam kelompok kasus.Kelompokkontrol yaitu

masyarakat Desa Taopa yang tidak menderita diare sebanyak 27 jiwa,

tetapi memiliki karakteristik yang hampir sama dengan kelompok kasus

sehingga sampel keseluruhan sebanyak 54 jiwa.Kriteria dalam

pengambilan sampel yaitu masyarakat yang berusia lebih dari 10 tahun

(>10 tahun).

36

Page 37: BAB I Editing 14

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian

1. Sejarah singkat Desa Taopa

Sejak dari penjajahan belanda sampai dengan penjajahan jepang,

Desa Taopa yang tergabung dengan wilayah distrik Moutong termasuk

desa yang luas dan banyak penduduknya. Terletak di sebelah barat

Moutong jaraknya kurang lebih 16 km, desa tersebut dibelah dua oleh

sungai Taopa. Desa Taopa berbatas :

a. Sebelah utara berbatasan langsung berbatasan dengan Kabupaten

Buol Tolitoli

b. Sebelah timur dengan Kampung Moutong

c. Sebelah selatan dengan laut (Teluk Tomini)

d. Sebelah barat dengan Kampung Lambunu

2. Letak geografis dan batas wilayah Desa Taopa

Penelitian ini dilakukan di Desa Taopa Kecamatan Taoapa

Kabupaten Parigi Moutong Profinsi Sulawesi Tengah. Luas wilayah Desa

Taopa yaitu 1275 Ha dengan jumlah sebanyak 2.493 jiwa yaitu Laki-laki

sebanyak 1.298 jiwa dan Perempuan sebanyak 1.195 jiwa atau 641 KK.

Desa Taopa terbagi atas 4 dusun yaitu Dusun I, Dusun II, Dusun III, dan

Dusun VI. Mata pencaharian Masyarakat sebagian besar adalah petani

dan perkebunan, mayoritas suku yang ada di Desa Taopa adalah suku

tialo selebihnya suku kaili, bugis, gorontalo, dan jawa. Sebagian besar

37

Page 38: BAB I Editing 14

masyarakat memeluk agama ialam dan selebihnya beragama kristen.

adpun batas-batas wilayah desa taopa adalah sebagai berikut :

a. Sebelah Utara berbatasan dengan Desa Taopa Utara

b. Sebelah Timur berbatasan dengan Dengan Desa Gio Kecamatan

Moutong

c. Sebelah Selatan berbatasan dengan Desa Paria

d. Sebelah Barat berbatasan dengan Desa Taopa Barat

B. Temuan Hasil Penelitian

1. Analisis Univariat

a. Karakteristik Responden

Karakteristik responden dalam penelitian ini mencakup Umur

Responden, Jenis Kelamin Responden, Pekerjaan Responden dan

Pendidikan responden, untuk lebih jelasnya akan dilihat pada hasil

penelitian sebagai berikut :

1) Umur Responden

Tabel 4.1.Distribusi Responden berdasarkan umur di Desa Taopa Kecamatan Taopa Kabupaten Parigi MoutongPada Bulan September Tahun 2014.

Sumber : Data Primer 2014

38

UmurFrekuensi ( f ) TOTAL ( % )

Kasus Kontrol f %17-25 Tahun 3 3 6 11,126-35 Tahun 11 11 22 40,736-45 Tahun 10 10 20 37,146-55 Tahun 3 3 6 11,1

jumlah 27 27 54 100

Page 39: BAB I Editing 14

Berdasarkan pada tabel 4.1, diperoleh jumlah umur 17-25

tahun sebanyak 6 responden (11,1%)yaitu kelompok kasus

sebanyak 3 responden sedangkan kelompok kontrol sebanyak 3

responden, umur 26-35 tahunsebanyak 22 responden (40,7%)

yaitu kelompok kasus sebanyak11 responden sedangkan

kelompok kontrol sebanyak 11 responden, umur 36-45 tahun

sebanyak 20 responden (37,1%) yaitu kelompok kasussebanyak

10 responden sedangkan kelompok kontrol sebanyak 10

responden, umur 46-55 tahun sebanyak 6 responden (11,1%)

yaitu kelompok kasussebanyak 3 responden sedangkan kelmpok

kontrol sebanayk 3 responden.

2) Jenis Kelamin Responden

Tabel 4.2 Distribusi Responden berdasarkan jenis kelamin di Desa Taopa Kecamatan Taopa Kabupaten Parigi Moutong Pada Bulan September Tahun 2014

Jenis KelaminFrekuensi( f ) Total ( % )

Kasus Kontrol F %

Laki-laki 18 1836 66,7

Perempuan 9 918 33,3

Total 27 27 54 100.0

Sumber : Data Primer 2014

Berdasarkan data pada tabel 4.2, diperoleh jumlah jenis

kelamin laki-laki sebanyak 36responden (66,7%) yaitu kelompok

kasus sebanyak 18 responden sedangkan kelompok kontrol

39

Page 40: BAB I Editing 14

sebanyak 18 responden, dan jenis kelamin perempuan sebanyak

18 responden(33,3%) yaitu kelompok kasus sebanyak 9

responden sedangkan kelompok kontrol sebanyak 9 responden..

3) Pendidikan Responden

Tabel 4.3 Distribusi Responden berdasarkan pendidikan di Desa Taopa Kecamatan Taopa Kabupaten Parigi MoutongPada Bulan September Tahun 2014.

Pendidikan Frekuensi ( f ) TotalKasus Kontrol f %

SD 5 5 10 18,5SMP 4 4 8 14,8SMA 8 8 16 29,6SMK 6 6 12 22,2

S1 4 4 8 14,8

TOTAL 27 27 54 100,0

Sumber : data pimer 2014

Berdasarkan data pada tabel 4.3 menunjukan bahwa

distribusi responden menurut pendidikan SD sebanyak 10

responden(18,5%) yaitu kelompok kasus sebanyak 5 responden

sedangkan kelompok kontrol sebanyak 5 responden, pendidikan

SMP sebanyak 8responden (14,8%)yaitu kelompok kasus

sebanyak 4 responden sedangkan kelompok kontrol sebanyak 4

responden, Pendidikan SMA sebanyak 16 responden (29,6%)

yaitu kelompok kasus sebanyak 8 responden sedangkan

kelompok kontrol sebanyak 8 responden, pendidikanSMK

sebanyak 12 responden (22,2%)yaitu kelompok kasus sebanyak 6

responden sedangkan kelompok kontrol sebanyak 6

40

Page 41: BAB I Editing 14

responden,pendidikanS1 sebanyak 8responden (14,8%) yaitu

kelompok kasus sebanyak 4 responden sedangkan kelompok

kontrol sebanyak 4 responden.

4) Pekerjaan Responden

Tabel 4.4 Distribusi Responden berdasarkan pekerjaan di Desa Taopa Kecamatan Taopa Kabupaten Parigi MoutongPada Bulan September Tahun 2014.

PekerjaanFrekuensi ( f ) Total (%)

Kasus Kontrol f %

Buruh 3 3 6 11,1

Pedagang 2 2 4 7,4

PNS 5 5 10 18,5

Tani 7 7 14 26

URT 5 5 10 18,5

Wiraswasta 5 5 10 18,5

Total 27 27 54 100,0

Sumber : data primer 2014

Berdasarkan data pada tabel 4.4 menunjukan bahwa

distribusi respondendimana pekerja buruh sebanyak 6 responden

(11,1%)yaitu kelompok kasus sebanyak 3 responden sedangkan

kelompok kontrol sebanyak 3 responden, pedagang sebnyak 4

responden (7,4%) yaitu kelompok kasus sebanyak 2 responden

sedangkan kelompok kontrol sebanyak 2 responden, PNS

sebanyak 10 responden (18,5%) yaitu kelompok kasus sebanyak

5 responden sedangkan kelompok kontrol sebanyak 5 responden,

tani sebanyak 14 responden (26%) yaitu kelompok kasus

41

Page 42: BAB I Editing 14

sebanyak 7 responden sedangkan kelompok kontrol sebanayk 7

responden. URT sebanyak 10 responden (18,5%) yaitu kelompok

kasus sebanyak 5 responden sedangkan kelompok kontrol

sebanayk 5 responden, wiraswata sebanyak 10 responden

(18,5%) yaitu kelompok kasus sebanyak 5 responden sedangkan

kelompok kontrol sebanayak 5 responden.

5) Kebiasaan Cuci Tangan Pakai Sabun

Dalam penelitian ini cuci tangan pakai sabun di bagi

menjadi dua, yakni Terbiasa dan tidak terbiasa. Untuk lebih

jelasnya dapat di lihat pada tabel sebagai berikut :

Tabel 4.5 Distribusi Responden berdasarkan Kebiasaan Cuci tangan pakai sabundi Desa Taopa Kecamatan Taopa Kabupaten Parigi Moutong Pada Bulan September Tahun 2014.

Cuci tangan pakai

sabun

Frekuensi (KK) %

Tidak Terbiasa 23 42,6

Terbiasa 31 57,4

Jumlah 54 100,0

Sumber : data primer 2014

Berdasarkan data pada tabel 4.5, sebagian besar responden

tidak terbiasa mencuci tangan pakai sabun yakni sebanyak 23

responden (42,6%) dan yang terbiasa mencuci tangan pakai

sabun sebanyak 31 responden (57,4%). Hal ini tentu dipengaruhi

oleh umur, pendidikan dan pekerjaanresponden.Menurut

42

Page 43: BAB I Editing 14

Notoatmodjo (2003) faktor-faktor internal yang mempengaruhi

pengetahuan diantaranya usia, pengalaman, danpendidikan.

6) Kepemilikan Jamban

Dalam penelitian ini kepemilikan jamban di bagi menjadi

dua, yakni tidak memiliki jamban sehat dan memiliki jamban

sehat. Untuk lebih jelasnya dapat di lihat pada tabel sebagai

berikut :

Tabel 4.6 Distribusi Responden berdasarkan Kepemilikan Jamban di Desa Taopa Kecamatan Taopa Kabupaten Parigi Moutong Pada BulanSeptember 2014 Tahun 2014.

Kepemilikan

Jamban

Frekuensi (KK) %

Tidak Memiliki

Jamban Sehat29 53,7

Memiliki Jamban

Sehat25 46,3

Jumlah 54 100,0

Sumber : data primer 2014

Berdasarkan tabel 4.6 dapat dilihat bahwa dari 54

responden pada penelitian ini, responden yang tidak memiliki

jamban sehat sebanyak 29 responden (53,7%), sedangkan yang

memiliki jamban sehat sebanyak 25 reponden (46,3%).Faktor

yang mempengaruhi kepemilikian jamban sehat adalah faktor

pekerjaan, pendidikan, kondisi ekonomi serta pengetahuan dan

pemahaman tentang pentingnya menggunakan jamban

43

Page 44: BAB I Editing 14

sehat.Mengingat apabila kita menggunakan jamban sehat, maka

resiko untuk terkena diare bisa berkurang.

2. Analisis Bivariat

Analisis bivariat adalah analisis yang dilakukan untuk melihat

apakah ada hubungan bermakna antara variabel independen yaitu cuci

tangan pakai sabundankepemilikan jamban dengan variabel dependen

yaitukejadian diare.

Hasil analisis hubungan antara cuci tangan pakai sabun dan

kepemilikan jamban dengan kejadian penyakit diare pada Masyarakat

Desa Taopa, Kabupaten Parigi Moutong. Dapat dilihat pada hasil yang

diperoleh:

Tabel 4.7 Hubungan Cucitangan Pakai Sabun Dengan Kejadian Diare di Desa Taopa Kecamatan Taopa Kabupaten Parigi MoutongPada Bulan September Tahun 2014.

Cuci tangan pakai sabun

Penderita Diare Total PValue

OR(95% CI)

Diare Tidak Diare

Tidak Terbiasa 16(69,6%)

7(30,4%)

23(100.0%)

0,0284,156 (1,312-13,169)

Terbiasa11

(35,5%)20

(64,5%)31

(100.0%)

Total27

(27,0%)27

(27,0%)54

(100.0%)

Sumber : data primer 2014

Pada tabel 4.7 menunjukan bahwa dari 54 responden yangcuci

tangan pakai sabun,yang menderita diare yang tidak terbiasa mencuci

tangan pakai sabun sebanyak 16 responden (69,6%), sedangkan yang

44

Page 45: BAB I Editing 14

tidak diare yang tidak terbiasa cuci tangan pakai sabun sebanyak 7

responden (30,4%). Responden yang mengalami diare yang terbiasa cuci

tangan pakai sabun sebanyak 11 reponden (35,5%), sedangkanyang tidak

diare yang terbiasa cuci tangan pakai sabun sebanyak 20 responden

(64,5%).

Dari analisis dengan menggunakan analisis uji chi-square, di

peroleh nilai p=0.028 (p≤0.05). hal ini menunjukan bahwa ada hubungan

yang bermakna antara cuci tangan pakai sabun dengan kejadian diare.

Dengan nilai Odds Ratio(OR)= 4,156 (1,312-13,169) berarti bahwa

responden yang tidak terbiasa cuci tangan pakai sabun mempuyai 4 kali

peluang terkena penyakit diare, dibandingkan dengan responden yang

terbiasa cuci tangan pakai sabun.

Hasil analisis hubungan kepemilikan jamban dengankejadian diare

pada masyarakat di Desa Taopa Kabupaten Parigi Moutong dapat dilihat

pada hasil yang diperoleh sebagai berikut :

Tabel 4.8Hubungan kepemilikan jamban sehat dengan kejadian diare di Desa Taopa Kecamatan Taopa Kabupaten Parigi Moutong September Tahun 2014.

Kepemilikan Jamban

Kejadian Diare Total PValue

OR(95% CI)

Diare Tidak Diare

Tidak Memiliki

Jamban Sehat

21(72,4%)

8(27,6%)

29(100.0%)

0,0018,312(2,437- 28,345)

Memiliki Jamban Sehat

6(24,0%)

19(76,0%)

25(100.0%)

Total27

(50,0%)27

(50,0%)54

(100.0%)Sumber : data primer 2014

45

Page 46: BAB I Editing 14

Pada tabel 4.8 menunjukan bahwa dari 54 responden, yang diare

yang tidak memiliki jamban sehat sebanyak 21 responden (72,4%)

sedangkan yang tidak menderita diare yang tidak yang tidak memiliki

jamban sehat sebanyak 8 responden (27,6%). Responden yang

mengalami diare yang memiliki jamban sehat sebanyak 6 responden

(24,0%), yang tidak diare yang memiliki jamban sehat sebanyak 19

responden (76,0%).

Dari analisis dengan menggunakan analisis uji chi-square, di

peroleh nilai p=0.001 (p≤0.05). hal ini menunjukan bahwa ada hubungan

yang bermakna antara kepemilikan jamban dengan penyakit diare,

dengan nilai OR= 8,312(2,437-28,345) berarti bahwa responden yang

tidak memiliki jamban sehat 8kali berpeluang menderita penyakit diare

dibandingkan dengan responden yang memiliki jamban sehat.

C. Pembahasan

1. Hubungan Kebiasaan Cuci tangan Pakai Sabun Dengan Kejadian Diare

pada masyarakat di Desa Taopa Kabupaten Parigi Moutong.

Dari hasil penelitan berdasarkan analisis univariat, di peroleh

bahwa dari 54 responden, yang terbiasa mencuci tangan pakai sabun

sebanyak 31 responden (57,4%) dan yang tidak terbiasa mencuci tangan

pakai sabun sebanyak 23 responden (42,6%). Hal ini dipengaruhi oleh

umur, dimana sebagian besar responden yang terbiasa mencuci tangan

pakai sabun pada penelitian ini berada pada umur 26-35 Tahun sebanyak

22 responden (40,7%) dimana pada umur tersebut di kategorikan usia

46

Page 47: BAB I Editing 14

produktif atau dapat menerima dan memahami tentang sesuatu hal yang

baik untuk dilakukan dalam hal ini tentang cuci tangan pakai sabun.

Sedangkan yang tidak terbiasa mencuci tangan pakai sabun, dalam hal ini

juga dipengaruhi oleh umur responden yang berada pada rentang usia 46-

55 tahun yang dalam penelitian ini sebanyak 6 responden (11,1%),

Dimana pada usia tersebut responden lebih mementingkan pekerjaannya

sehingga kurang memperhatikan hal-hal yang dapat memnyebabkan

responden terkena penyakit diare dalam hal ini tidak terbiasa mencuci

tangan pakai sabun. Begitupun dengan pendidikan berpengaruh dengan

kebiasaan cuci tangan pakai sabun, dimana responden yang

dikategorikan berpendidikan baik dalam penelitian ini adalah SMA

sebanyak 16 responden (29,6%), SMK sebanyak 12 responden (22,2%)

dan S1 sebanyak 8 responden (14,8%). Dimana responden yang memiliki

pendidikan tersebut dapat memahami tentang pentingnya kebiasaan cuci

tangan pakai sabun dalam aktifitas sehari-hari. Jika responden yang

berpendidikan rendah dalam penelitian ini adalah SD sebanyak 10

responden (18,5%) dan SMP sebanyak 8 responden (14,8%) maka

pengetahuanya juga masih kurang terhadap pentingnya kebiasaan cuci

tangan pakai sabun sehingga dengan mudah terkena penyakit diare.

Sedangkan responden yang memiliki aktifitas pekerjaan diluar

ruangan seperti tani dan buruh juga memiliki peluang terkena penyakit

diare, karena pekerjaan yang bersentuhan langsung dengan benda atau

area yang terkontaminasi penyebab penyakit diare, mengingat dalam

47

Page 48: BAB I Editing 14

penelitian ini responden yang bekerja sebagai petani sebanyak 14

responden (26%) dan buruh sebanyak 6 responden (11,1%).

Ini diperkuat dengan teori oleh Notoatmodjo (2007) mengemukakan

bahwa pengetahuan seseorang dipengaruhi oleh beberapa faktor salah

satunya adalah pendidikan. Pendidikan adalah suatu usaha untuk

mengembangkan kepribadian dan kemampuan didalam dan di luar

sekolah dan berlangsung seumur hidup. Pengetahuan sangat erat

kaitannya dengan pendidikan tinggi, maka orang tersebut akan semakin

luas pula pengetahuannya. Namun perlu ditekankan bahwa seorang yang

perpendidikan rendah tidak berarti mutlak berpengetahuan rendah pula.

Notoatmodjo (2010) memasukkan pekerjaan kedalam komponen

predisposing yang mencakup pengetahuan dan sikap masyarakat

terhadap hal-hal yang berkaitan dengan kesehatan, sistem nilai yang

dianut masyarakat, tingkat pendidikan dan tingkat sosial ekonomi.

Dalam penelitian Notoatmodjo juga menyebutkan bahwa pekerjaan

sehari-hari membuat seseorang sibuk sehingga tidak sempat

memanfaatkan pelayanan kesehatan.

Dari hasil analisis bivariat, didapatkan bahwa yang menderita diare

yang tidak terbiasa mencuci tangan pakai sabun sebanyak 16 responden

(69,6%) sedangkan yang tidak diare yang tidak terbiasa cuci tangan pakai

sabun sebanyak 7 responden (30,4%). Responden yang mengalami diare

yang terbiasa cuci tangan pakai sabun sebanyak 11 responden (35,5%)

sedangkan yang tidak diare yang terbiasa cuci tangan pakai sabun

48

Page 49: BAB I Editing 14

sebanyak 20 responden (64,5%). Hasil uji Chi-Square diperoleh nilai P

Value = 0,028 maka hipotesis penelitian di terima, artinya ada hubungan

antara kebiasaan cuci tangan pakai sabun dengan kejadian penyakit diare

di Desa Taopa. Dimana nilai OR = 4,156, artinya responden yang tidak

terbiasa mencuci tangan pakai sabun mempunyai resiko 4 kali untuk

menderita diare dibandingkan dengan responden yang terbiasa mencuci

tangan pakai sabun.

Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian Umar (2009). Bahwa

mencuci tangan menggunakan sabun dan air mengalir dapat memutuskan

mata rantai kuman yang melekat di jari-jemari.Masyarakat termasuk

anak sering mengabaikan mencuci tangan memakai sabun dengan air

mengalir karena kurangnya pemahaman tentang kesehatan. (Umar,

2009).

Hasil penelitian ini sejalan pula dengan hasil penelitian Risna

(2010) yang menyimpulkan bahwa kejadian diare berhubungan dengan

kebiasaan seseorang mencuci tangan khususnya mencuci tangan pakai

sabun.

2. Hubungan antara kepemilikan jamban dengan kejadian penyakit Dengan

Kejadian Diare pada masyarakat di Desa Taopa Kabupaten Parigi

Moutong.

Dari hasil penelitan berdasarkan analisis univariat, di peroleh

bahwa dari 54 responden, yang memiliki jamban sehat sebanyak 25

responden (46,3%), dan yang tidak memiliki jamban sehat sebanyak 29

49

Page 50: BAB I Editing 14

responden (53,7%). Hal ini dapat dilihat dari tingkat pendidikan, dimana

pendidikan dapat mempengaruhi kondisi ekonomi dari seseorang, karena

sebagaian besar responden dalam penelitian ini berpendidikan Sekolah

Menengah Atas (29,6%) serta dipengaruhi oleh pekerjaan, semakin baik

pekerjaan seseorang, maka semakin tinggi penghasilannya dan dapat

meningkatkan status ekonomi seseorang, yang nantinya akan

berpengaruh kepada kebutuhan untuk menggunakan dan memanfaatkan

jamban sehat.

Hal ini sesuai dengan Menurut Notoatmodjo (2003),

syarat pembuangan kotoran yang memenuhi aturan

kesehatan adalah tidak mengotori permukaan tanah

disekitarnya, tidak mengotori air permukaan di

sekitarnya, tidak mengotori air dalam tanah di sekitarnya,

kotoran tidak boleh terbuka sehingga dapat dipakai

sebagai tempat vektor bertelur dan berkembangbiak.

Menurut Azwar (2007), mengemukakan bahwa

pendidikan sebagai suatu proses atau kegiatan untuk

menngembangkan kepribadian dan kemampuan individu

atau masyarakat. Ini berarti bahwa pendidikan sebagai

suatu pembentukan watak yaitu sikap

disertaikemampuan dalam bentuk kecerdasan,

pengetahuan dan keterampila.

50

Page 51: BAB I Editing 14

Dari hasil penelitian analisis bivariat, responden yang tidak

memiliki jamban sehat yang menderita diare sebanyak 21 responden

(72,4%) sedangkan yang tidak memiliki jamban sehat yang tidak

menderita diare sebanyak 8 responden (27,6%). Sedangkan yang

memiliki jamban sehat yang menderita diare sebanyak 6 responden,

sedangkan yang memiliki jamban sehat yang tidak menderita diare

sebanyak 19 responden (76,0%).Berdasarkan hasil uji Chi-

Squarediperoleh nilai P Value = 0,001 maka hipotesis penelitian

diterima, artinya ada hubungan antara kepemilikan jamban dengan

kejadian penyakit diare di Desa Taopa. Dimana nilai OR= 8,312, artinya

responden yang tidak memiliki jamban sehat memiliki resiko 8 kali untuk

menderita diare

Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian Notoatmojo (2006)

hal ini disebabkan dari masyarakat itu sendiri serta anggapan mereka

mengatakan bahwa masalah biaya dalam pembuatan jamban.

Padahalsesunguhnya dalam pembuatan jamban cukup sederhana saja

asalkan sesuai dengan syarat-syarat jamban sehat.

Pembuangan tinja manusia yang tidak memenuhi syarat kesehatan

seringkali berhubungan dengan kurangnya penyediaan air bersih dan

fasilitas kesehatan lainya.Jamban dapat memberikan pengaruh langsung

atau tidak langsung terhadap status kesehatan penduduk.Pengaruh

langsung, misalnya dapat mengurangi insiden penyakit tertentu,

sedangkan pengaruh yang tidak langsung berkaitan dengan komponen

51

Page 52: BAB I Editing 14

sanitasi lingkungan.Pembuangan tinja di sembarangan tempat dapat

menimbulkan penularan berbagai penyakit.Dilihat dari segi kesehatan

masyarakat, masalah pembuangan kotoroan manusia merupakan masalah

yang pokok untuk sedidi mungkin diatasi (Notoatmojo 2003).

Benda-benda yang telah terkontaminasi oleh tinja dari seorang

yang sudah menerita suatu penyakit, sudah barang tentu akan merupakan

panyebab penyakit bagi orang lain. Kuarangnya perhatian pengelolaan

tinja disertai dengan cepatnya pertambahan penduduk, jelas akan

mempercepat penyebaran penyakit-penyakit yang ditularkan melalui

tinja. Apabila pengelolaan tinja tidak baik, jelas penyakit akan mudah

tersebar seperti penyakit diare, kolorea, tifoid, dan sebagainya,

(Notoatmojo 2003).

Sampai saat ini penyakit diare merupakan salah satu masalah

kesehatan utama dari masyarakat Indonesia. Diare merupakan penyakit

terbesar kedua setelah penyakit radang paru yang terjadi di indonesia.

Dari daftar pencatatan penyakit yang ada di puskesmas taopa diketahui

bahwa diare merupakan penyakit urutan pertama.

52

Page 53: BAB I Editing 14

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil pembahasan penelitian maka dapat ditarik kesimpulan

sebagai berikut:

1. Ada hubungan antara kebiasaan cuci tangan pakai sabun dengan

penyakit diare di desa taopa,dan responden yang tidak memiliki

kebiasaan mencuci tangan pakai sabun mempunyai 4 kali peluang

untuk terkena penyakit diare dibandingkan responden yang memiliki

kebiasaan cuci tangan pakai sabun.

2. Ada hubungan antara kepemilikian jamban sehat dengan penyakit

diare, dan responden yang tidak memiliki jamban sehat mempunyai

peluang 8 kali terkena penyakit diare dibandingkan responden yang

memiliki jamban sehat.

B. Saran

1. Bagi Petugas Puskesmas Taopauntuk lebih meningkatkan

pelaksanaanprogrampenyuluhan kepada masyarakat tentang

pentingnya kebiasaan cuci tangan pakai sabun agar dapat melakukan

53

Page 54: BAB I Editing 14

tindakan pencegahan awal dengan baik terhadap penyakit diare, serta

penyuluhan tentang pentingnya memiliki jamban sehat dan mendorong

masyarakat untuk memiliki jamban sehat.

2. Bagi institusi STIK-IJ diharapkan untuk meningkatkan

mutupendidikan, sarana dan prasarana yang ada sehingga dapat

menghasilkan calon tenaga kesehatan yang handal dibidangnya, selain

itu diharapkan untuk memberikan kesempatan kepada penelitia-

peneliti lain untuk melakukan penelitian yang serupa di tempat yang

berbeda sehingga penelitian ini akan akan menjadi pembanding.

3. Bagi peneliti lain perlu dilakukan penelitian lebih lanjut tentang

variabel-variabel yang lebih luas seperti sumber air minum terhadap

penyakit diare, tingkat pengetahuan dan kualitas air bersih. .

54

Page 55: BAB I Editing 14

DAFTAR PUSTAKA

Arahman (2012) Hubungan Sanitasi Lingkungan Dengan Kejadian Diare di Wilayah Kerja Puskesmas Batua Makasar.(Artikel Penelitian).FIK Universitas Islam Makasar. Makasar. Diakses pada 12 Juli 2014.

Badan Penelitian Dan Pengembangan Kesehatan Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. (2010). Riset Kesehatan Dasar 2010. Jakarta. Diakses pada 15 Juli 2010

Departemen Kesehatan Republik Indonesia, (2013) Profil Kesehatan 2012 (4-sept-2013).www.depkes.org. Diakses 10Juli 2014

_____________________________________(2008) Panduan Manajemen PHBS Menuju Kabupaten/Kota Sehat. DepKes RI. Jakarta.

_____________________________________ (2008) Buku Bagan Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS).DepKes RI. Jakarta.

Dinas Kesehatan Sulawesi Tengah (2013).Profil Kesehatan Sulawesi Tengah Tahun 2013

Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. (2010).Pedoman Perilaku Hidup Bersih dan Sehat. Jakarta: Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. Jakarta

____________________________________(2012). Masyarakat dan Perilaku Hidup Bersih Dan Sehat. Dari http://www. Promkes .depkes.go. id/index .php/component /article/1-lates/news/70-phbs diakses pada tanggal 26 Agustus

Notoatmodjo S(2003) Ilmu kesehatan masyarakat(prinsip-prinsip dasar), Rineka Cipta, Jakarta

55

Page 56: BAB I Editing 14

_____________ (2007)Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku.Rineka Cipta. Jakarta.

Nursalam (2008).Konsep dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan.Edisi 2. Salemba Medika. Jakarta

Panggabean, P ., Siraid, E., Koraag, M. E., Subrdin., Saiful., Pelima, R., Marleni, N. M. R.,Purwaningsih, S. 2013. Pedoman Penulisan skripsi.STIK IJ. Palu

Puskesmas Taopa. 2014. Laporan Tahunan Jumlah Pasien Diare di Kecamatan Taopa.2013-2014. Puskesmas Taopa Parigi Moutong

Rahadi E B. 2005. Hubungan Sanitasi Rumah Dengan Kejadian Diare di Desa Peganjaran Kecamatan Bae Kabupaten Kudus Tahun 2005. (KTI). UMS. http://etd.library.ums.ac.id/gdl.php?mod=browse&op=read&id=jtptums-gdl-sl-2007-ekobagusra-9071. Diakses pada 10 agustus 2014.

Risna Maliq Zain. 2010 Pengaruh Pendidikan Kesehatan Mencuci Tangan Terhadap Perilaku mencuci Tangan Pada Anak Usia Sekolah di SD Negeri Sinoman Pati. Semarang: Universitas Muhammadiyah. Semarang

Suharyono (2008). Diare Akut : klinik dan laboratorik.Cetakan kedua. PTRineka Cipta. Jakarta

Suraatmaja S. 2007. Kapita Selekta Gastroentrologi.Sagung Seto. Jakarta.

Suyanto (2011).Metodologi dan Aplikasi Penelitian Keperawatan.Nuha Medika. Yogyakarta

Umiati. (2009). Hubungan Antara Sanitasi Lingkungan Dengan Kejadian Diare Pada Balita Di Wilayah Kerja Puskesmas Nogosari Kabupaten Boyolali. Jawa Tengah. Artikel Penelitian. Diakses pada 15 Juli 2014

Widoyono (2011).Penyakit Tropis, Epidemiologi, Penularan, Pencegahan dan Pemberantasannya Edisi Kedua.Erlangga. Jakarta

WHO. (2009)WHO guidelines on hand hygiene in health care first global patient safety challenge. WHO Press. Switzerland.

____________2013 Gambaran Epidemiologi Penyakit Diare Berdasarkan Tempat, Orang, dan Waktu Pemberantasan Penyakit Diare di Pulau Laut RSAL Dr. Minsohardjo Jakarta Pusat. Jakarta. Artikel Penelitian. diakses pada 15 Juli 2014

56