bab i buta warna hanum
TRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar belakang
Jenis kelamin tergantung pada jenis spermatozoa yang menyatu dengan ovum.
Sel telur atau ovum wanita yang matang mengandung kromosom X, sedangkan
spermarozoa pria mengandung sebuah kromosom X dan sebuah kromosom Y. Bila
telur wanita yang mengandung kromosom X bersatu dengan sperma yang
mengandung kromosom Y maka menjadi kombinasi XY, sehingga menghasilkan
jenis kelamin laki-laki, sebaliknya, bila kromosom X berkombinasi dengan
kromosom X, maka hasilnya XX, sehingga jenis kelaminnya wanita.
Gen pada autosom (gen autosomal) dapat menentukan pewarisan sifat induk
kepada keturunannya tanpa membedakan jenis kelamin, atau melalui gen yang
terdapat pada kromosom kelamin, sehingga penurunan sifat kepada keturunannya
bersamaan dengan kromosom.
Pada gen terpaut sex. jenis kelamin induk (parental) yang disilangkan dengan
tanda beda tertentu mutlak diperhatikan, karena hal ini dapat menunjukkan hasil
yang berbeda pada generasi keduanya (F2). Pelaksanaan persilangan gen terpaut sex
yang hanya memperhatikan satu tanda beda, tidak berbeda dengan persilangan
monohibrid biasa, hanya saja dalam penentuan induknya dan pengamatan keturunan-
keturunannya harus diperhatikan jenis kelaminnya selain diperhatikan juga
fenotipnya
Pengaturan terhadap beberapa sifat oleh gen-gen yang dipengaruhi sex dapat
terletak pada autosom mana saja atau pada bagian homolog dari kromosom sex.
Ekspresi dominansi atau sifat resesif oleh alel lokus-lokus yang dipengaruhi sex
adalah kebalikan dari jantan dan betina, sebagian besar, disebabkan oleh perbedaan
lingkungan internal yang disebabkan oleh hormon-hormon sex. Sehingga, contoh
berbagai sifat yang dipengaruhi sex lebih banyak ditemukan pada hewan-hewan
tingkat tinggi dengan system endoktrin yang telah berkembang dengan baik. Sebagai
1
contoh, gen untuk pola sifat kepala botak pada manusia memperhatikan
dominansinya pada laki-laki dan bertindak secara resesif pada wanita.
1.2. Permasalahan
Permasalahan dalam praktikum ini adalah bagaimana mengetahui seseorang
buta warna atau tidak dan bagaimana menetapkan genotip diri sendiri berdasarkan
ukuran jari telunjuk.
1.3. Tujuan
Tujuan dalam praktikum ini adalah untuk mengetahui seseorang buta warna
atau tidak dan untuk menetapkan genotip diri sendiri berdasarkan ukuran jari
telunjuk.
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Kromosom pada manusia
Kromosom merupakan bagian dari sel yang membawa gen-gen dan gen-gen ini
selama terjadi proses pembelahan meiosis, mempunyai kelakukan berdasarkan prinsip-
prinsip Mendel, yaitu memisah secara bebas. Akan tetapi prinsip Mendel ini hanya
berlaku apabila gen-gen letaknya lepas satu sama lain dalam kromosom. Jumlah gen
dalam suatu organisme jauh melebihi jumlah pasangan kromosom. Tiap-tiap kromosom
mengandung banyak gen, beberapa diantaranya tidak memisah dengan bebas. Meskipun
gen tersebut secara fisik saling bertaut pada kromosom, tetapi kombinasi baru dapat
terjadi dengan adanya pindah silang (Crossing over), yaitu pertukaran bahan DNA antara
kromatid yang bukan berasal dari satu kromosom (non-sister chromatids). Keragaman
genetic didalam suatu species merupakan akibat dari adanya peristiwa rekombinasi antar
gen-gen yang bertautan. Disamping itu, hubungan gen bertaut (linkage) dapat digunakan
untuk memperkirakan perubahan nisbah fenotipe dan genotipe dalam persilangan-
persilangan yang berbeda (Crowder, 1990s).
Apabila kedua kromosom kelamin, yaitu kromosom X dan kromosom Y dijajarkan,
maka akan dapat dilihat bahwa ada bagian yang homolog (sama bentuk dan panjangnya)
dan bagian tak homolog. Kromosom kelamin pada manusia dibedakan atas 3 bagian :
1) Bagian dari kromosom X yang homolog dengan bagian dari kromosom Y.
Bagian ini tidak panjang dan pada bagian ini terletak gen-gen yang
memperlihatkan rangkai kelamin tak sempurna.
2) Bagian dari kromosom X yang tidak homolog dengan salah satu bagian dari
kromosom Y. Bagian ini panjang sekali dan disini terletak gen-gen yang
memperlihatkan rangkai kelamin sempurna, yaitu gen-gen yang lazim
menunjukkan sifat rangkai kelamin, seperti buta warna, hemofilia. Gen-gen ini
biasanya dinamakan gen-gen rangkai X.
3) Bagian dari kromosom Y yang tidak homolog dengan salah satu bagian dari
kromosom X. Bagian ini pendek sekali dan disini terletak gen-gen yang biasa
3
dinamakan gen-gen rangkai Y, seperti yang menyebabkan Hypertrichosis. Sifat
keturunan yang timbul karena pengaruh gen rangkai Y ini disebut holandrik,
sedang gennya disebut gen holandrik, karena hanya diwariskan kepada laki-laki
saja (Suryo, 2005).
Contoh sifat yang dibawa oleh gen terpaut X pada manusia misalnya hemofilia,
buta warna merah hijau, anondontia, dan sindrom Lesch Nyhan. Sedangkan pada lalat
Drosophila adalah warna mata. Sifat yang dibawanya oleh gen terpaut Y pada manusia
misalnya hipertrikosis dan hipofosfatemia. (Yatim, 1983)
Dengan mempelajari kombinasi gen baru, seseorang dapat menentukan gen-gen
mana yang terdapat dalam kromosom yang sama, urutan letak gen pada urutan tertentu
dan jarak antara gen-gen tersebut, yaitu pemetaan kromosom.
Persilangan resiprokal yang melibatkan sifat-sifat autosom dapat menunjukkan
hasil yang tidak berbeda dan dapat dibandingkan, tetapi tidak demikian halnya pada
terpaut sex (Datu, 2005).
Jenis kelamin tetua yang disilanngkan dengan tanda beda tertentu mutlak
diperhatikaan karenaa hal ini dapat menunnjukkan hasil yaang berbeda pada generasi
keduanya (F2). Jenis kelamin dipengaruhi oleh dua faktor. Faktor pertama adalah factor
lingkungan. Yang berperan dalam faktor ini adalah keadaan fisiologis. Jika kadar hormon
kelamin dalam tubuh tidak seimbang dalam hal penghasilan dan peredarannya maka jenis
kelaminnya dapat berubah, sedangkan faktor kedua adalah faktor genetik. Bahan genetik
terdaapat dalam kromosom maka perbedaan jenis kelamin terletak dalam komposisi
kromosom (Datu, 2005).
Pelaksaanan persilangan gen terpaut sex yang hanya memperlihatkan satu tanda
beda tidak berbeda dengan persilangan monohibrida biasa, hanya saja dalam penetuaan
tetuanya dan pengamatan keturunan-keturunannys harus diperhatikan jenis kelamin
disamping fenotipenya (Datu, 2005).
2.2. Butawarna merah-hijau
Pada buta warna, penderita tidak dapat membedakan warna merah dan hijau.
Penyakit ini herediter dan disebabkan oleh gen resesif c (berasal dari kata
4
inggris :”colorblind”) yang terdapat pada kromosom X. Alelnya dominan C menentukan
orang tidak butawarna (normal).
Jika perempuan normal (homozigotik) kawin dengan seorang laki-laki butawarna,
maka semua anaknya akan normal.
P1 : ♀ CC x ♂ C__
XX XY
(Normal) (Buta Warna)
F1 : Cc = ♀ Normal
XX
C_ = ♂ Normal
XY
Apabila keadaan terbalik, perempuan buta warna kawin dengan laki-laki
normal. Maka semua anak perempuan akan normal. Sedangkan semua anak laki- laki
akan buta warna :
P1 : ♀ cc x ♂ C__
XX XY
(Normal) (Buta Warna)
F1 : Cc = ♀ Normal
XX
c_ = ♂ Buta Warna
XY
(Suryo, 2005).
2.3. Panjang jari telunjuk
5
Apabila kita meletakkan tangan kanan atau kiri kita pada suatu alas, dimana
terdapat sebuah garis mendatar sedemikian rupa sehingga ujung jari manis
menyentuh garis tersebut, maka dapat diketahui, apakah jari telunkuk kita akan lebih
panjang tau lebih pendek daripada jari manis. Pada kebanyakan orang, ujung jari
telunjuk tidak akan mencapai garis itu, berarti bahwa jari telunjuk lebih pendek jari
manis.
Jari telunjuk pendek disebabkan oleh gen yang dominan pada orang laki-laki,
tetapi resesif pada orang perempuan. Kegiatan gen tersebut adalah sebagai berikut :
Genotip Laki-laki Perempuan
TT Telunjuk pendek Telunjuk pendek
Tt Telunjuk pendek Telunjuk panjang
tt Telunjuk panjang Telunjuk panjang
(Suryo, 2005).
6
BAB III
METODOLOGI
3.1. Alat dan Bahan
3.1.1. Alat
Alat yang dipergunakan dalam praktikum ini adalah buku buta warna,
penggaris, pensil, kertas putih.
3.1.2. Bahan
Bahan yang dibutuhkan dalam praktikum ini adalah anggota praktikan, jari
tangan.
3.2. Langkah kerja
3.2.1. Buta Warna
Pertama-tama setiap praktikan diuji buta warna bergantian oleh asisten dengan
menggunakan buku Standar Internasional untuk mengetahui sejauh mana praktikan
mengidap butawarna atau tidak. Tes dilakukan sebanyak 14 kali dan dilakukan
perhitungan persen kesalahan. Dan jika persen kesalahan kurang dari 50% maka
seseorang dinyatakan normal, dan jika persen kesalahan lebih dari 50% maka
seseorang dinyatakan buta warna.
3.2.2. Peranan gen yang dipengaruhi sex
Pertama-tama dibuat garis horizontal pada kertas praktikum kemudian
diletakkan tangan kiri pada kertas tersebut dengan posisi ujung jari telunjuk
menyentuh atau bersinggungan dengan garis horizontal tersebut. Kemudian dibuat
polanya dengan pensil atau pena. Ditentukan genotip dan fenotipnya. Lalu dibuat data
kelas untuk membuktikan frekuensi gen pada populasi individu laki-laki dan individu
perempuan (praktikan)
7
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Buta warna
4.1.1. Tabel data pengamatan
No. Nama Kesalahan Genotip Fenotip Presentase
1. Mutiara arum 2 XCXC /
XCXc
Normal 214
× 100 %=14 %
2. Resti dyah 2 XCXC /
XCXc
Normal 214
× 100 %=14 %
3. Erna rofidah 2 XCXC /
XCXc
Normal 214
× 100 %=14 %
4. Ahmad yanuar 1 XCY Normal 114
× 100 %=7 %
5. Rizky yanuarista 2 XCXC /
XCXc
Normal 214
× 100 %=14 %
6. Mirza M. 4 XCXC /
XCXc
Normal 414
× 100 %=28 %
7. Hanum kusuma 3 XCXC /
XCXc
Normal 314
× 100 %=21 %
8. Sitatun zunaidah 1 XCXC /
XCXc
Normal 114
× 100 %=7%
4.1.2. Pembahasan
Setelah dilakukan percobaan tes buta warna, diketahui saya (hanum) tidak memiliki
penyakit buta warna, karena persen kesalahan hanya 21%, apabila persen kesalahan
masih dibawah 50%, praktikan dinyatakan masih normal. Dan apabila persen kesalahan
lebih dari 50%, praktikan dinyatakan memiliki penyakit buta warna. Rata- rata prakrikan
dari kelompok 1 tidak memiliki penyakit buta warna, hal ini dikarenakan persen
kesalahan masih dibawah 50%. Jadi fenotipnya normal dan genotip ♂= XCY dan ♀=
XCXC/ XCXCb
8
Kita bisa melihat beraneka ragam warna karena kepekaan sel kerucut yang
ada di retina terhadap warna. Kita bisa melihat sekian banyak warna karena
kombinasi dari tiga sel kerucut : sel kerucut biru, sel kerucut hijau, dan sel kerucut
merah. Bila sel-sel ini tidak berfungsi dengan baik, maka akan menimbulkan buta
warna.
Buta warna pun digolongkan menjadi dua, yaiitu buta warna parsial dan buta
warna total. Pada penderita buta warna total, dunia hanya akan terlihat berwarna
hitam dan putih. Sedangkan pada buta warna parsial, akan terdapat gangguan
untuk membedakan beberapa warna, tergantung jenis sel kerucutnya yang hilang.
Kejadian yang paling sering terjadi adalah kehilangan sel kerucut merah (protanopi)
dan sel kerucut hijau (deuteranopi). Biasanya, penyakit ini terjadi secara bersamaan
sehingga disebut buta warna merah-hijau.
Buta warna merah-hijau adalah penyakit genetik yang hampir seluruhnya
terjadi pada pria, tetapi diturunkan melalui wanita. Artinya, gen-gen pada
kromosom X wanitalah yang menyandi sel kerucut yang bersangkutan. Ternyata,
buta warna hampir tidak pernah terjadi pada wanita, karena paling sedikit satu
dari kedua kromosom X-nya akan hampir selalu memiliki gen normal pada setiap
jenis sel kerucut. Tetapi pada laki-laki, kromosom X yang dimiliki hanya satu,
sehingga gen yang hilang akan menyebabkan buta warna.
Karena kromosom X pada laki-laki selalu diturunkan dari ibu dan tidak
pernah dari ayah, maka buta warna diturunkan dari ibu ke anak laki-lakinya, dan ibu
tersebut dikenal sebagai carrier buta warna; ini adalah kasus yang terjadi pada
sekitar 8 % dari seluruh wanita di dunia.
Kemudian untuk kehilangan sel kerucut biru sangat jarang terjadi, bahkan
terkadang tidak memperlihatkan gejala. Keadaan ini juga diwariskan secara genetik.
(Suci, 2011).
4.1.3. Probabilitas buta warna
1. Perempuan Normal dengan Laki-laki Normal
a. P1 : ♀ XX x ♂ XY
9
(Normal) (Normal)
F1 :
100% perempuan normal(XX)
100% laki-laki normal (XY)
2. Perempuan karier dengan Laki-laki Normal
b. P1 : ♀ XXcb x ♂ XCY
(karier) (Normal)
F1 :
25% perempuan normal(XX)
25% perempuan karier buta warna (XXcb)
25% laki-laki normal (XY)
25% laki-laki buta warna (XcbY)
3. Perempuan Buta Warna dengan Laki-laki Normal
c. P1 : ♀ XcbXcb x ♂ XY
(buta warna) (Normal)
F1 :
100% perempuan karier buta warna (XXcb)
100% laki-laki buta warna (XcbY)
4. Perempuan Normal dengan Laki-laki buta warna
10
♂
♀
X Y
X XX XY
X XX XY
♂
♀
X Y
X XX XY
Xcb XXcb XcbY
♂
♀
X Y
Xcb XXcb XcbY
Xcb XXcb XcbY
d. P1 : ♀ XX x ♂ XcbY
(normal) (buta warna)
F1 :
100% perempuan karier buta warna (XXcb)
100% laki-laki normal (XY)
5. Perempuan Karier dengan laki-laki Buta Warna
P1 : ♀ XXcb x ♂ XcbY
(karier) (buta warna)
F1 :
25% perempuan buta warna (XcbXcb)
25% perempuan karier buta warna (XXcb)
25% laki-laki normal (XY)
25% laki-laki buta warna (XcbY)
6. Perempuan Buta Warna dengan Laki-Laki Buta Warna
e. P1 : ♀ XcbXcb x ♂ XcbY
(buta warna) (buta warna)
F1 :
100% perempuan buta warna (XcbXcb)
100% laki-laki buta warna (XcbY)
4.2. Panjang jari telunjuk
11
♂
♀
Xcb Y
X XXcb XY
X XXcb XY
♂
♀
Xcb Y
X XXcb XY
Xcb XcbXcb XcbY
♂
♀
Xcb Y
Xcb XcbXcb XcbY
Xcb XcbXcb XcbY
4.2.1. Data tabel panjang jari telunjuk
No. Nama Fenotip Genotip
1. Mirza M Telunjuk pendek TT
2. Sitatun zunaidah Telunjuk pendek TT
3. Resti dyah Telunjuk pendek TT
4. Rizky yanuarista Telunjuk pendek TT
5. Mutiara Arum Telunjuk pendek TT
6. Ahmad yanuar Telunjuk pendek TT
7. Erna rofidah Telunjuk panjang Tt / tt
8. Hanum kusuma Telunjuk panjang Tt/ tt
4.2.2. Pembahasan
Setelah percobaan peranan gen yang dipengaruhi seks dilakukan diperoleh
hasil bahwa dari jari yang diuji pada praktikan dalam hal ini saya sendiri ternyata
menunjukkan pola jari manis yang lebih pendek dibandngkan dengan jari telunjuk,
sehingga pasangan gen yang dimiliki adalah Tt/ tt. Dan pada percobaan ini saya coba
dari dua kemungkinan pasangan gen tersebut dengan salah satunya, yaitu gen tt.
Ternyata setelah disilangkan dengan praktikan lain yang memiliki gen yang
serupa (tt), hasil persilangan menghasilkan fenotip 100% tt yang artinya jari telunjuk
lebih panjang, sementara saat disilangkan dengan gen Tt, masih menunjukkan hal
yang sama, namun berbeda, karena gen yang dihasilkan adalah tt untuk yang bersifat
homozigot dan Tt yang bersifat heterozigot, tetapi tetap menunjukkan fenotip yang
sama jari telunjuk lebih panjang. Sedangkan saat diuji dengan praktikan dengan gen
TT, hasil persilangan juga menunjukkan sifat jari telunjuk lebih panjang
dibandingkan jari manis, tapi semua sifat menunjukkan fenotip heterozigot.
Menurut Suryo (2005) Apabila kita meletakkan tangan kanan atau tangan kiri
kita pada suatu alas dengan garis mendatar Maka dapat kita lihat apakah jari telunjuk
akan lebih panjang atau lebih pendek dibandingkan dengan jari manis. Kebanyakan
orang ujung jari telunjuk tidak akan mencapai garis itu, berarti bahwa jari telunjuk
12
lebih pendek dari pada jari manis. Jari telunjuk pendek disebabkan oleh gen yang
dominan pada orang laki-laki, tetapi resesif bila pada perempuan.
Pada pasangan yang menyumbangkan kromoson Y diam kepada
keturunannya yang laki-laki, jadi fenotip anak laki-lakinya akan secara langsung
mencerminkan konstitusi genetik salah satu dari dua kromosom X nya. Penelitian
mengenai pewarisan pautan seks pada manusia telah menunjukkkan dengan
melimpah bahwa pola transmisi gen pada manusia mengikuti pola-pola yang pertama
kali dikenal dengan lalat.(Goodenough,1984).
4.2.3. Probabilitas jari telunjuk
1. Perempuan Berjari Telunjuk Panjang dengan Laki-laki Berjari Telunjuk
Pendek
P1 : ♀ XTXt x ♂ XTY
(Telunjuk Panjang) (Telunjuk Pendek)
F1 :
25% perempuan bertelunjuk pendek (XTXT)
25% laki-laki bertelunjuk pendek (XTY)
25% perempuan bertelunjuk panjang (XTXt)
25% laki-laki bertelunjuk panjang (XtY)
2. Perempuan Berjari Telunjuk Pendek dengan Laki-laki Berjari Telunjuk
Panjang
P1 : ♀ XTXT x ♂ XtY
(bertelunjuk pendek) (bertelunjuk panjang)
F1 :
100% perempuan bertelunjuk panjang (XTXt)
100% laki-laki bertelunjuk pendek (XTY)
13
♂
♀
XT Y
XT XTXT XTY
Xt XTXt XtY
♂
♀
Xt Y
XT XTXt XTY
XT XTXt XTY
3. Perempuan Berjari Telunjuk Panjang dengan Laki-laki Berjari Telunjuk
Panjang
P1 : ♀ XTXt x ♂ XtY
(berjari telunjuk panjang) (Berjari Telunjuk Panjang)
F1 :
50% perempuan bertelunjuk panjang (XTXt) dan (XtXt)
25% laki-laki bertelunjuk pendek (XTY)
25% laki-laki bertelunjuk panjang (XtY)
4. Perempuan Berjari Telunjuk Panjang dengan
Laki-laki Berjari Telunjuk Pendek
P1 : ♀ XtXt x ♂ XTY
(telunjuk panjang) (telunjuk pendek)
F1 :
100% perempuan bertelunjuk panjang (XTXt)
100% laki-laki telunjuk panjang (XtY)
5. Perempuan Berjari Telunjuk Panjang dengan Laki-laki Berjari Telunjuk
Panjang
P1 : ♀ XtXt x ♂ XtY
(bertelunjuk panjang) (bertelunjuk panjang)
F1 :
14
♂
♀
Xt Y
XT XTXt XTY
Xt XtXt XtY
♂
♀
XT Y
Xt XTXt XtY
Xt XTXt XtY
100% perempuan bertelunjuk panjang (XtXt)
100% laki-laki bertelunjuk panjang (XtY)
6. Perempuan Berjari Telunjuk Pendek dengan Laki-Laki Berjari Telunjuk
Pendek
P1 : ♀ XTXT x ♂ XTY
(bertelunjuk pendek) (bertelunjuk pendek)
F1 :
100% perempuan bertelunjuk pendek (XTXT)
100% laki-laki bertelunjuk pendek (XTY)
4.3. Faktor- faktor yang mempengaruhi buta warna
dan panjang jari telunjuk
4.3.1. Buta warna
Buta warna adalah suatu kelainan yang disebabkan ketidakmampuan sel- sel
kerucut mata untuk menangkap suatu spektrum warna tertentu akibat faktor genetis.
Penyebab tersering buta warna adalah faktor keturunan, gangguan terjadi biasanya
pada kedua mata, namun tidak memburuk seiring berjalannya usia. Penyebab lainnya
adalah kelainan yang didapat selama kehidupannya, misalnya kecelakaan/ trauma
pada mata, umumnya kelainan hanya terjadi pada salah satu mata saja dan bisa
mengalami penurunan fungsi seiring berjalannya waktu. Gen buta warna terkait
dengan kromosom X. Jadi kemungkinan seorang pria memiliki genotip XY untuk
terkena buta warna secara turunan lebih besar dibandingkan dengan wanita yang
bergenotip XX untuk terkena buta warna. Jika hanya terkait pada kromosom X nya
saja, wanita disebut carier atau pembawa, yang bisa menurunkan gen buta warna pada
anak- anaknya. Dan 99% penerita buta warna termasuk dikromasi, protanopia, dan
15
♂
♀
Xt Y
Xt XtXt XtY
Xt XtXt XtY
♂
♀
XT Y
XT XTXT XTY
XT XTXT XTY
deuteranopia. Saraf sel di retina terdiri atas sel batang yang peka terhadap hitam dan
putih, serta sel kerucut yang peka terhadap warna lainnya. Buta warna terjadi ketika
syaraf reseptor cahaya di retina mengalami perubahan, terutama sel kerucut.
(Anonim1,2011).
4.3.2. Panjang jari telunjuk
Perbedaan panjang antara jari telunjuk dan jari manis biasanya dikarenakan
keturunan pada gen- gen induknya. Apabila kita meletakkan tangan kanan atau kiri
kita pada suatu alas, dimana terdapat sebuah garis mendatar sedemikian rupa
sehingga ujung jari manis menyentuh garis tersebut, maka dapat diketahui, apakah
jari telunjuk kita akan lebih panjang tau lebih pendek daripada jari manis. Pada
kebanyakan orang, ujung jari telunjuk tidak akan mencapai garis itu, berarti bahwa
jari telunjuk lebih pendek jari manis. Jari telunjuk pendek disebabkan oleh gen yang
dominan pada orang laki-laki, tetapi resesif pada orang perempuan (Suryo,2005)
16
BAB V
KESIMPULAN
Pada percobaan buta warna, dapat disimpulkan bahwa saya (hanum) tidak
buta warna, begitu pula anggota praktikan kelompok 1 yang lain tidak memiliki
kelainan buta warna, karena kebanyakan persen kesalahan masih dibawah 50%,
praktikan dinyatakan masih normal. Dan apabila persen kesalahan lebih dari 50%,
praktikan dinyatakan memiliki penyakit buta warna. Jadi fenotipnya normal dan genotip
♂= XCY dan ♀= XCXC/ XCXCb
Sedangkan pada percobaan panjang jari telunjuk, saya (hanum) memiliki jari
telunjuk yang lebih panjang, sedangkan rata- rata praktikan memiliki panjang jari
telunjuk pendek dibandingkan jari manis, genotipnya adalah TT. Yang memiliki telunjuk
lebih panjang dari jari manis hanya 2 orang, genotipnya Tt atau tt.
17
DAFTAR PUSTAKA
Anonim1. 2007. “Mengenal lebih dekat buta warna”.
http://www.tanyadokteranda.com/artikel/2007/09/mengenal-lebih-dekat-buta-warna diakses
tanggal 27 April 2011 pukul 20.00.
Crowder, L.1990. Genetika Tumbuhan.Gajah Mada University Press, Yogyakarta.
Datu, Abd. Razaq. 2005. ” Cacat Lahir Disebabkan Oleh Faktor Lingkungan”.
med.unhas.ac.id/index2.php?option=com_content&do_pdf=1&id=232.
diakses tanggal 27 April 2011 pukul 20.00.
Goodenough, ursula.1988.Genetika.Penerbit.Erlangga: Jakarta
Suci, HK. 2011.”Apa Siy Penyakit Keturunan Itu?”. Diunduh dari
http://www.tanyadokteranda.com /artikel/ 007/9/apa-sih-penyakit-keturunan-
itu. Diakses 27 April 2011.
Suryo.2005. Genetika. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.
Yatim, Wildan. 1983. Genetika Edisi ketiga. Tarsito, Bandung
18