bab i benerr

26
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sakit kepala (Headache) merupakan keluhan yang sering diutarakan oleh orang dewasa. Headache dapat menimbulkan dampak negatif dalam kehidupan, aktivitas sosial dan kapasitas kerja. Hal ini berakibat pada penurunan derajat kualitas hidup (The Federation, 2012). Headache terbagi menjadi beberapa tipe yaitu simple headache, migrain, tension-type headache dan cluster headache. Tipe headache pada setiap orang dapat berbeda meskipun dalam satu keluarga. Episode headache dapat semakin memburuk atau bahkan menghilang secara tiba-tiba untuk beberapa waktu, lalu akan timbul kembali (The Federation, 2012). Di dalam literatur kedokteran, Tension-type headache (TTH) memiliki multisinonim, seperti: tension headaches, muscle contraction headache, sakit kepala tegang otot, nyeri kepala tegang otot dan stress headache (NINDS, 2009). TTH adalah nyeri kepala bilateral yang menekan (pressing/sequeezing), mengikat, tidak berdenyut, tidak dipengaruhi dan tidak diperburuk oleh aktivitas fisik, bersifat ringan hingga sedang, tidak disertai (atau minimal) mual dan/atau muntah, serta disertai fotofobia atau fonofobia (Anurogo D, 2014). Sekitar 93% laki-laki dan 99% perempuan pernah mengalami nyeri kepala. TTH dan nyeri kepala servikogenik adalah dua tipe nyeri kepala yang paling sering dijumpai. 1

Upload: ernis-wahyu-oktiana

Post on 05-Jan-2016

24 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

tension headech

TRANSCRIPT

Page 1: BAB I Benerr

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Sakit kepala (Headache) merupakan keluhan yang sering diutarakan oleh orang

dewasa. Headache dapat menimbulkan dampak negatif dalam kehidupan, aktivitas

sosial dan kapasitas kerja. Hal ini berakibat pada penurunan derajat kualitas hidup

(The Federation, 2012).

Headache terbagi menjadi beberapa tipe yaitu simple headache, migrain,

tension-type headache dan cluster headache. Tipe headache pada setiap orang dapat

berbeda meskipun dalam satu keluarga. Episode headache dapat semakin memburuk

atau bahkan menghilang secara tiba-tiba untuk beberapa waktu, lalu akan timbul

kembali (The Federation, 2012). Di dalam literatur kedokteran, Tension-type headache

(TTH) memiliki multisinonim, seperti: tension headaches, muscle contraction

headache, sakit kepala tegang otot, nyeri kepala tegang otot dan stress headache

(NINDS, 2009).

TTH adalah nyeri kepala bilateral yang menekan (pressing/sequeezing),

mengikat, tidak berdenyut, tidak dipengaruhi dan tidak diperburuk oleh aktivitas fisik,

bersifat ringan hingga sedang, tidak disertai (atau minimal) mual dan/atau muntah,

serta disertai fotofobia atau fonofobia (Anurogo D, 2014).

Sekitar 93% laki-laki dan 99% perempuan pernah mengalami nyeri kepala. TTH

dan nyeri kepala servikogenik adalah dua tipe nyeri kepala yang paling sering

dijumpai. TTH adalah bentuk paling umum nyeri kepala primer yang mempengaruhi

hingga dua pertiga populasi. Sekitar 78% orang dewasa pernah mengalami TTH

setidaknya sekali dalam hidupnya (Anurogo D, 2014).

TTH episodik adalah nyeri kepala primer yang paling umum terjadi, dengan

prevalensi 1-tahun sekitar 38-74%. Penelitian Lyngberg et al (2005) menyebutkan

prevalensi TTH sebesar 87%. Prevalensi TTH di Korea sebesar 16,2% sampai 30,8%,

di Kanada sekitar 36%, di Jerman sebanyak 38,3%, di Brazil hanya 13%. Insiden di

Denmark sebesar 14,2 per 1000 orang per tahun. Survei di USA menemukan

prevalensi tahunan TTH episodik sebesar 38,3% dan TTH kronis sebesar 2,2%

(Anurogo D, 2014).

1

Page 2: BAB I Benerr

TTH dapat menyerang segala usia. Usia terbanyak adalah 25-30 tahun, namun

puncak prevalensi meningkat di usia 30-39 tahun. Sekitar 40% penderita TTH

memiliki riwayat keluarga dengan TTH. Prevalensi seumur hidup pada perempuan

mencapai 88%, sedangkan pada laki-laki mencapai 69%. Onset usia penderita adalah

pada dekade ke-dua atau ke-tiga kehidupan yaitu antara 25-30 tahun (Anurogo D,

2014).

BAB II

2

Page 3: BAB I Benerr

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Tension Type headache (TTH)

Tension-type headache adalah suatu keadaan yang melibatkan sensasi nyeri atau

rasa tidak nyaman di daerah kepala, kulit kepala atau leher yang biasanya

berhubungan dengan ketegangan otot. Tension-type headache sebelumnya disebut

muscle contraction headacheatau nyeri kepala tegang otot, merupakan tipe nyeri

kepala terbanyak yang dikeluhkan. Sebutan tersebut diberi berdasarkan adanya stres

atau konflik mental emosional yang mencetuskan terjadinya nyeri dan kontraksi otot

di leher, kepala, muka dan rahang (NINDS, 2009).

TTH adalah nyeri kepala bilateral yang menekan (pressing/sequeezing),

mengikat, tidak berdenyut, tidak dipengaruhi dan tidak diperburuk oleh aktivitas fisik,

bersifat ringan hingga sedang, tidak disertai (atau minimal) mual dan/atau muntah,

serta disertai fotofobia atau fonofobia (Anurogo D, 2014).

2.2 Epidemiologi Tension Type Headache

Sekitar 93% laki-laki dan 99% perempuan pernah mengalami nyeri kepala. TTH

adalah bentuk paling umum dari nyeri kepala primer yang mempengaruhi hingga dua

pertiga populasi. Sekitar 78% orang dewasa pernah mengalami TTH setidaknya sekali

dalam hidupnya (Anurogo D, 2014).

TTH episodik adalah nyeri kepala primer yang paling umum terjadi, dengan

prevalensi 1-tahun sekitar 38-74%. Penelitian Lyngberg et al (2005) menyebutkan

prevalensi TTH sebesar 87%4.Prevalensi TTH di Korea sebesar 16,2% sampai 30,8%,

di Kanada sekitar 36%, di Jerman sebanyak 38,3%, di Brazil hanya 13%. Insiden di

Denmark sebesar 14,2 per 1000 orang per tahun. Survei di USA menemukan

prevalensi tahunan TTH episodik sebesar 38,3% dan TTH kronis sebesar 2,2%

(Anurogo D, 2014).

TTH dapat menyerang segala usia. Usia terbanyak adalah 25-30 tahun, namun

puncak prevalensi meningkat di usia 30-39 tahun. Sekitar 40% penderita TTH

memiliki riwayat keluarga dengan TTH. Prevalensi seumur hidup pada perempuan

mencapai 88%, sedangkan pada laki-laki mencapai 69%. Onset usia penderita adalah

pada dekade ke-dua atau ke-tiga kehidupan yaitu antara 25-30 tahun (Anurogo D,

2014).

2.3 Etiopatofisiologi Tension-type Headache

3

Page 4: BAB I Benerr

Etiologi TTH diklasifikasikan sebagai berikut (Anurogo D, 2014):

a. Organik, seperti: tumor serebral, meningitis, hidrosefalus dan sifilis

b. Gangguan fungsional, seperti: lelah, bekerja tak kenal waktu, anemia, gout,

ketidaknormalan endokrin, dan nyeri yang direfeleksikan.

TTH terjadi karena adanya asosiasi positif antara nyeri kepala dan stress. Hal ini

terbukti nyata pada penderita TTH. Nyeri kepala dapat terjadi akibat cetusan dari

faktor resiko yaitu: gangguan tidur, perubahan pola tidur, kelaparan, dehidrasi, caffein

withdrawal, dan fluktuasi hormonal wanita. Stress menjadi faktor pemicu tersering

TTH (Anurogo D, 2014). Namun tidak ada yang dapat menjelaskan mekanisme yang

mendasari hal tersebut dapat terjadi (Kaniecki RG, 2012).

Penyebab utama TTH belum diketahui. Dari beberapa dekade telah dijelaskan

aspek dan patofisiologi dari TTH yang menyatakan penyebab TTH adalah proses

multifaktorial yang melibatkan faktor myofascial perifer dan komponen CNS.

Mekanisme myofasial perifer sangat penting untuk menjelaskan kejadian ETTH

(Episodic Tension-type Headache), sedangkan jalur sensitisasi nosiseptif central

terlihat berhubungan dengan mekanisme kejadian CTTH (Chronic Tension-type

Headache) (Dewanto G dkk, 2009).

Penelitian menunjukkan aktivitas myofascial sebagai sumber potensial dari TTH

dimana terjadi aktivasi persisten dari trigger poin yang memimpin sensitisasi pada

nosiseptor perifer dan pada neuron kedua di nukleus spinal trigeminus. Mekanisme

sentral tampak lebih berhubungan dengan patogenesis CTTH. Ambang nyeri tampak

normal pada infrequent ETTH tetapi tampak menurun pada frequent ETTH dan

CTTH. Penderita dengan CTTH memiliki tingkat hipersensitivitas tinggi terhadap

stimulus dari tekanan (pressure), panas (thermal), dan modalitas listrik. Sensitivitas

ini juga terlihat pada jaringan (otot, tendon dan saraf) selama nyeri kepala dan diantara

nyeri kepala (Dewanto G dkk, 2009).

Sensitisasi jalur nyeri (pain pathways) terjadi pada sistem saraf pusat karena

perpanjangan rangsang nosiseptif (prolonged nociceptive stimuli) dari jaringan-

jaringan miofasial perikranial. Sensitisasi ini bertanggung jawab untuk konversi TTH

episodik menjadi TTH kronis (Anurogo D, 2014).

Individu yang rentan secara genetis, stres kronis menyebabkan elevasi glutamat

yang persisten. Stimulasi reseptor NMDA mengaktivasi NFkB yang memicu

transkripsi iNOS dan COX-2, diantara enzim-enzim lainnya. Tingginya kadar nitric

4

Page 5: BAB I Benerr

oxide menyebabkan vasodilatasi struktur intrakranial, seperti sinus sagitalis superior,

dan kerusakan nitrosative memicu terjadinya nyeri dari beragam struktur lainnya

seperti dura. Nyeri kemudian ditansmisikan melalui serabut-serabut C dan neuron-

neuron nociceptive Aδ menuju dorsal horn dan nukleus trigeminal di TCC

(Trigeminal Complex), tempat mereka bersinaps dengan second-order neurons

(Anurogo D, 2014).

Beragam sinap ini, terjadi konvergensi nosiseptif primer dan neuron-neuron

mekanoreseptor yang dapat direkrut melalui fasilitasi homosinaptik dan heterosinaptik

sebagai bagian dari plastisitas sinaptik yang memicu terjadinya

Gambar 2.1. Patofisiologi TTH (Anurogo D, 2014).

5

Page 6: BAB I Benerr

sensitisasi sentral. Pada tingkat molekuler, sinyal nyeri dari perifer menyebabkan

pelepasan beragam neuropeptida dan neurotransmitter (misalnya: substansi p dan

glutamat) yang mengaktivasi reseptor-reseptor di membran postsynaptic,

membangkitkan potensial-potensial aksi dan berakumulasi pada plastisitas sinaptik

serta menurunkan ambang nyeri (pain thresholds) (Anurogo D, 2014).

Sirkuit spinobulbospinal muncul dari RVM (rostoventral medulla) secara

normal melalui sinyal-sinyal fine-tunes pain yang bermula dari perifer, namun pada

individu yang rentan disfungsi dapat memfasilitasi sinyal-sinyal nyeri, serta

membiarkan terjadinya sensitisasi sentral (Anurogo D, 2014). Proses ini dapat dilihat

pada skema 1.

Nyeri perikranial berkembang seiiring waktu oleh recruitment serabut-serabut C

dan mekanoreseptor Aβ di sinaps-sinaps TCC, membiarkan perkembangan allodynia

dan hiperalgesia. Intensitas, frekuensi dan nyeri perikranial berkembang seiring

waktu, berbagai perubahan molekuler di pusat-pusat lebih tinggi seperti thalamus

memicu terjadinya sensitisasi sentral dari neuron-neuron tersiar dan perubahan-

perubahan selanjutnya pada persepsi nyeri (Anurogo D, 2014).

Konsentrasi platelet factor 4, beta-thromboglobuli, tromboxane B2, dan 11-

dehydrothromboxane B2 plasma meningkat signifikan di kelompok TTH episodik

dibandingkan dengan di kelompok TTH episodik dibandingkan dengan di kelompok

TTH episodik dibandingkan dengan di kelompok TTH kronis dan kelompok kontrol

(sehat) (Anurogo D, 2014).

Pada penderita TTH episodik, peningkatan konsentrasi substansi P jelas terlihat

di platelet dan penurunan konsentrasi beta-endorphin dijumpai di sel-sel mononklear

darah perifer. Peningkatan konsentrasi metenkephalin dijumpai pada CSF (Cairan

serebrospinal) penderita TTH kronis, hal ini mendukung hipotesis ketidakseimbangan

mekanisme pronociceptive dan antinociceptive pada TTH (Anurogo D, 2014).

2.4 Gejala dan Tanda Tension-type Headache

Gejala klinis yang dapat ditemukan pada tension-type headache (TTH) adalah

(Dewanto G dkk, 2009).

1. Tidak ada gejala prodromal

2. Nyeri dapat ringan hingga sedang maupun berat

3. Tumpul, seperti ditekan atau diikat.

4. Nyeri tidak berdenyut

6

Page 7: BAB I Benerr

5. Menyeluruh atau difus, tidak hanya pada satu titik atau satu sisi), nyeri lebih hebat

did aerah kulit kepala, oksipital dan belakang leher.

6. Terjadi secara spontan

7. Memburuk atau dicetuskan oleh stres, dan kelelahan

8. Adanya insomnia

9. Kelelahan kronis

10. Iritabilitas

11. Gangguan konsentrasi

12. Kadang-kadang disertai vertigo

13. Beberapa orang mengeluhkan rasa tidak nyaman di daerah elher, rahang dan

temporomandibular.

TTH dirasakan di kedua sisi kepala sebagai nyeri tumul yang menetap atau

konstan, dengan intensitas bervariasi, juga melibatkan nyeri leher. Nyeri kepala ini

terkadang dideskripsikan sebagai ikatan kuat di sekitar kepala terasa kencang. Kualitas

nyeri nya khas, yaitu: menekan (pressing), mengikat (tightening), tidak berdenyut

(non-pulsating). Rasa menekan, tidak enak, atau berat dirasakan di kedua sisi kepala

(bilateral), juga di leher, pelipis, dahi. Leher dapat terasa kaku. TTH tidak dipengaruhi

aktivitas fisik rutin. Dapat disertai anoreksia, tanpa mual dan muntah. Dapat disertai

photophobia (sensasi nyeri/tidak nyaman di mata saat terpapar cahaya) atau

phonophobia (sensasi tak nyaman karena rangsang suara). TTH terjadi dalam waktu

relatif singkat, dengan durasi berubah-ubah (episodik) atau terus menerus (TTH

kronis) (Anurogo D, 2014).

2.5 Klasifikasi Tension-type Headache

TTH dibedakan menjadi tiga subklasifikasi (Gambar 2.2):

1. TTH episodik yang jarang (infrequent episodic): 1 serangan per bulan atau kurang

dari 12 sakit kepala per tahun.

2. TTH episodik yang sering (frequent episodic): 1-14 serangan per bulan atau

antara 12 dan180 hari per tahun.

3. TTH menahun (chronic): lebih dari 15 serangan atau sekurangnya 180 hari per

tahun.

7

Page 8: BAB I Benerr

Gambar 2.2. Klasifikasi TTH ICHD-II tahun 2004 (Dewanto G dkk, 2009).

Headache Classification Commite of the Internasional Headache Society 2013,

TTH diklasifikasikan menjadi 4 subklasifikasi yaitu menambahkan probable tension-

type headache sebagai subklasifikasi ke empat. Subklasifikasi ICHD-III tertera pada

Gambar 2.3 (IHS, 2013).

8

Page 9: BAB I Benerr

Gambar 2.3. Klasifikasi TTH ICHD-III Tahun 2013 (Popp AJ et al, 2007).

2.5.1 Infrequent episodic TTH (Popp AJ et al, 2007).

Infrequent episodic TTH atau TTH episodik jarang, biasanya bilateral, terasa

menekan atau mengikat dengan intensitas nyeri ringan hingga sedang dalam

hitungan menit hingga hari. Rasa nyeri tidak memburuk dengan aktivitas fisik dan

tidak berhubungan dengan muntah, tetapi fotofobia atau fonofobia mungkin

diketemukan.

Kriteria diagnosis:

1. Minimal 10 episode nyeri kepala < 1 hari per bulan atau < 12 hari per tahun

dan memenuhi kriteria (2) hingga (4).

2. Dirasakan selama 30 menit hingga 7 hari

3. Memenuhi minimal 2 dari 4 kriteria berikut:

a. Lokasi bilateral

b. Kualitas nyeri berupa rasa mengikat atau menekan tidak disertai denyut

c. Intensitas ringan hingga sedang

d. Tidak dipengaruhi oleh aktivitas fisik misalnya berjalan atau naik tangga.

9

Page 10: BAB I Benerr

4. Memenuhi 2 kriteria berikut:

a. Tidak ada mual muntah

b. Hanya memiliki salah satu dari fotofobia atau fonofobia.

2.5.1.1 Infrequent episodic TTH asosiasi dengan nyeri perikranial

Kriteria diagnosis:

a. Memenuhi kriteria infrequent episodic TTH

b. Nyeri perikranial meningkat ketika dilakukan palpasi manual

2.5.1.2 Infrequent episodic TTH tanpa asosiasi dengan nyeri perikranial

a. Memenuhi kriteria infrequent episodic TTH

b. Nyeri perikranial tidak meningkat ketika dilakukan palpasi manual

2.5.2 Frequent episodic TTH (Popp AJ et al, 2007).

Frequent episodic TTH atau TTH episodik jarang, biasanya bilateral, terasa

menekan atau mengikat dengan intensitas nyeri ringan hingga sedang dalam

hitungan menit hingga hari. Rasa nyeri tidak memburuk dengan aktivitas fisik dan

tidak berhubungan dengan muntah, tetapi fotofobia atau fonofobia mungkin

diketemukan.

Kriteria diagnosis:

1. Minimal 10 episode nyeri kepala dalam 1- 14 hari per bulan atau 12 – 180 hari

per tahun dan memenuhi kriteria (2) hingga (4).

2. Dirasakan selama 30 menit hingga 7 hari

3. Memenuhi minimal 2 dari 4 kriteria berikut:

a. Lokasi bilateral

b. Kualitas nyeri berupa rasa mengikat atau menekan tidak disertai denyut

c. Intensitas ringan hingga sedang

d. Tidak dipengaruhi oleh aktivitas fisik misalnya berjalan atau naik tangga.

4. Memenuhi 2 kriteria berikut:

a. Tidak ada mual muntah

b. Hanya memiliki salah satu dari fotofobia atau fonofobia.

2.5.2.1 Frequent episodic TTH asosiasi dengan nyeri perikranial

Kriteria diagnosis:

1. Memenuhi kriteria frequent episodic TTH

2. Nyeri perikranial meningkat ketika dilakukan palpasi manual

10

Page 11: BAB I Benerr

2.5.2.2 Frequent episodic TTH tanpa asosiasi dengan nyeri perikranial

Kriteria diagnosis:

1. Memenuhi kriteria frequent episodic TTH

2. Nyeri perikranial tidak meningkat ketika dilakukan palpasi manual

2.6.3. Chronic TTH (Popp AJ et al, 2007).

Suatu kelainan dari frequent episodic TTH dengan episode serangan harian

yang lebih sering dibandingkan frequent episodic TTH, biasanya bilateral,terasa

menekan atau mengikat dengan intensitas nyeri ringan hingga sedang dalam

hitungan menit hingga hari. Rasa nyeri tidak memburuk dengan aktivitas fisik dan

tidak berhubungan dengan muntah, tetapi fotofobia atau fonofobia mungkin

diketemukan.

Kriteria diagnosis:

1. Minimal 10 episode nyeri kepala dalam >15 hari per bulan atau >3 bulan per

tahun dan memenuhi kriteria (2) hingga (4).

2. Dirasakan selama 30 menit hingga 7 hari

3. Memenuhi minimal 2 dari 4 kriteria berikut:

a. Lokasi bilateral

b. Kualitas nyeri berupa rasa mengikat atau menekan tidak disertai denyut

c. Intensitas ringan hingga sedang

d. Tidak dipengaruhi oleh aktivitas fisik misalnya berjalan atau naik tangga.

4. Memenuhi 2 kriteria berikut:

a. Tidak ada mual muntah

b. Hanya memiliki salah satu dari fotofobia atau fonofobia.

2.5.3.1 Chronic TTH asosiasi dengan nyeri perikranial

Kriteria diagnosis:

1. Memenuhi kriteria Chronic TTH

2. Nyeri perikranial meningkat ketika dilakukan palpasi manual

2.5.3.2 Chronic TTH tanpa asosiasi dengan nyeri perikranial

Kriteria diagnosis:

1. Memenuhi kriteria Chronic TTH

2. Nyeri perikranial tidak meningkat ketika dilakukan palpasi manual

11

Page 12: BAB I Benerr

2.5.4 Probable TTH (Popp AJ et al, 2007).

Probable TTH adalah TTH yang tidak memenuhi satu kriteria yang menjadi

kriteria diagnosis dari sub-type TTH dan tidak memenuhi kriteria lain dari Headache

Disorders.

2.5.4.1 Probable infrequent episodic tension-type headache

Kriteria diagnosis: Mengalami satu atau lebih episode infrequent episodic TTH tetapi

tidak memenuhi 1 kriteria dari kriteria diagnosis (1) hingga (4)

2.5.4.2 Probable frequent episodic tension-type headache

Kriteria diagnosis: Mengalami satu atau lebih episode frequent episodic TTH tetapi

tidak memenuhi 1 kriteria dari kriteria diagnosis (1) hingga (4)

2.5.4.3 Probable chronic tension-type headache

Kriteria diagnosis: Mengalami satu atau lebih episode chronicTTH tetapi tidak

memenuhi 1 kriteria dari kriteria diagnosis (1) hingga (4).

2.6 Anamnesis, Pemeriksaan Fisik dan Pemeriksaan Penunjang

2.6.1 Anamnesis

Nyeri kepala (Headache) merupakan salah satu penyebab tersering

permasalahan di bidang neurologi. Etiologi nyeri kepala bervariasi, begitu pula

pencetusnya. Nyeri kepala merupakan keluhan subjektif, dimana hanya penderita

saja yang bsia merasakannya. Hal ini menyebabkan anamnesis menjadi hal paling

penting dalam mendiagnosa nyeri kepala (Popp AJ et al, 2007).

Anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan neurologis komprehensif

adalah kunci evaluasi klinis TTH dan dapat menyediakan petunjuk potensial

terhadap penyebab penyakit (organik atau gangguan fungsi) yang mendasari

terjadinya TTH (Anurogo D, 2014).

Anamnesis mesti meliputi riwayat perjalan nyeri kepala penderita, dimulai dari

lokasi, onset, kualitas dan intensitas. Selain itu juga harus diperhatikan apakah ada

gejala neurologis seperti muntah,mual atau perubahan sensoris. Cidera kepala dalam

48 jam juga mesti ditanyakan (Popp AJ et al, 2007).

2.6.2 Pemeriksaan fisik

Pemeriksaan fisik yang dapat dilakukan adalah palpasi manual. Palpasi manual

dilakukan untuk menilai perikranial tenderness. Palpasi manual dilakukan di daerah

12

Page 13: BAB I Benerr

delapan pasang otot dan insersi tendon yaitu frontal,temporal, masetter, processus

coronoid, sternocleidomastoid, suboccipital, mastoid dan otot-otot trapezius. Cara

melakukan palpasi manual adalah dengan melakukan gerakan memutar kecil dengan

tekanan kuat menggunakan jari ke dua dan ke tiga di daerah-daerah tersebut selama

4-5 detik. Penilaian palpasi manual dibantu dengan palpometer (Anurogo D, 2014).

Pericranial tenderness dicatat dengan Total Tenderness Score. Tenderness

dinilai dengan empat poin yatu 0,1,2 dan 3 di setiap lokasi otot. Nilai dari sisi kiri

dan kanan dijumlahkan menjadi total skor (maksimum skor 48 poin) (Anurogo D,

2014). Penderita TTH diklasifikasikan sebagai terkait (asosiasi) dengan pericranial

tendernessapabila skor total > 8 poin dan dikatakan tidak terkait (asosiasi) dengan

pericranial tenderness apabila skor < 8 poin (Anurogo D, 2014). Tidak ada uji

spesifik untuk mendiagnosa tension-type headache. Pada pemeriksaan neurologis

tidak ditemukan kelainan apapun (IHS, 2013).

2.6.3 Pemeriksaan penunjang

Pemeriksaan penunjang seperti pemeriksaan darah, rontgen, CT-Scan kepala

atau MRI tidak perlu dilakukan jika tidak ada indikasi apapun (IHS, 2013).

Neuroimaging yaitu pecitraan otak atau cervical spine, terutama direkomendasikan

untuk (Anurogo D, 2014):

1. Nyeri kepala dengan pola atipikal

2. Riwayat kejang

3. Dijumpai tanda/gejala neurologis

4. Penyakit simptomatis, seperti: AIDS (Acquired Immunodeficiency Syndrome),

tumor, atau neurofibromatosis.

Pemeriksaan funduskopi untuk papiloedema atau abnormalitas lainnya penting

untuk evaluasi nyeri kepala sekunder (Anurogo D, 2014).

2.6 Penatalaksanaan

Manajemen terapi untuk TTH adalah kombinasi dari gaya hidup, fisik dan

terapi farmakologi. Kombinasi dari gaya hidup dan fisik adalah bentuk terapi non-

farmakologis (Dewanto G dkk, 2009). Tujuan penatalaksanaan adalah reduksi

frekuensi dan intensitas nyeri kepala (terutama TTH) dan menyempurnakan respon

terhadap abortive. Tetapi dapat dimulai lagi jika nyeri kepala berulang (Anurogo D,

2014).

13

Page 14: BAB I Benerr

Intervensi non-farmakologis tetap menjadi pilihan meskipun hasil penelitian di

bidang ini terbatas. Terapi non-farmakologis berupa latihan relaksasi, relaksasi

progresif, terapi kognitif, biofeedback training, cognitive-behavioural therapy atau

kombinasi. Solusi lain adalah modifikasi perilaku dan gaya hidup berupa (Anurogo

D, 2014):

1. Istirahat di tempat tenang dan gelap

2. Peregangan leher dan otot bahu 20-30 menit, idealnya di pagi hari, selama

minimal seminggu

3. Hindari terlalu lama bekerja di depan komputer. Beristirahat setiap 15 menit

setiap 1 jam berkerja, berselang-seling , iringi dengan instrumen musik

alam/klasik.

4. Tidur dengan posisi yang benar

5. Hindari suhu dingin

6. Bekerja, menonton dan membaca dengan pencahayaan yang tepat

7. Menuliskan pengalaman bahagia

8. Terapi tawa

9. Salat dan berdoa

TTH biasanya diberikan pengobatan selama episode akut. Analgetik tipikal

merupakan obat awal yang diberikan. Berdasarkan evidence, analgetik yang

direkomendasikan adalah golongan NSAID (Non Steroid Anti Inflammatory Drugs)

seperti ibuprofen, ketoprofen, dll (Tabel 2.1). Banyak studi kontrol yang

membuktikan bahwa golongan NSAID dan kombinasi agen memiliki efikasi yang

bagus dalam memperbaiki episode akut TTH. Penggunaan kombinasi ini dibatasi

rata-rata 2-3 hari per minggu untuk mencegah pengobatan nyeri kepala berlebihan

dan mencegah transformasi ETTH menjadi CTTH (Dewanto G dkk, 2009).

14

Page 15: BAB I Benerr

Tabel 2.1. Analgetik yang direkomendasikan untuk terapi TTH episode akut

(Dewanto G dkk, 2009).

Kategori NSAID yang digunakan sebagai lini pertama dalam mengatasi TTH

akut adalah simple analgetic berupa ibuprofen dan naproxen, karena toleransinya

terhadap gastrointestinal yang baik. Jika simple analgetic tidak memberikan efek

yang maksimal maka bisa ditambahkan dengan caffeine, karena penelitian

Controlled Clinical Trials menunjukkan peningkatan efikasi simple analgetic

dengan penambahan caffeine 130 mg – 200 mg. Butalbital dapat digunakan pada

penderita dengan kontraindikasi konsumsi simple analgetic, tetapi memiliki resiko

tinggi dalam transformasi ETTH menjadi CTTH (Dewanto G dkk, 2009).

Suntikan botulinum toxin (Botox) diduga efektif untuk nyeri kepala primer,

seperti TTH, migren kronis, nyeri ekpala harian kronis. Botulinum toxins adalah

sekelompok protein produksi bakteri Clostridium botulinum. Mekanisme kerjanya

adalah menghambat pelepasan asetilkolin di sambungan otot, menyebabkan

kelumpuhan flaksid. Botox bermanfaat mengatasi kondisi dimana hiperaktivitas otot

berperan penting. Riset tentang Botox ini masih berlangsung (Anurogo D, 2014).

Tabel 2.2. Agent yang direkomendasikan untuk terapi preventif TTH

(Dewanto G dkk, 2009).

Terapi farmakologi preventif digunakan apabila minimal penderita mengalami

2 hingga 3 hari nyeri kepala setiap minggu. Meskipun penangan dari nyeri kepala

TTH ini mungkin menyebakan meningkatnya resiko transformasi menjadi CTTH.

Penatalaksanaanya menggunakan agen tricyclic antidepressant amintryptiline yang

dimulai dengan dosis terendah dan ditingkatkan secara bertahap hingga tercapai

dosis terapi. Berdasarkan penelitian, dimulai dari 10 mg-25 mg dan mencapai final

15

Page 16: BAB I Benerr

dose hingga 50 mg-75 mg untuk penderita CTTH. Pemberian agen ini di malam hari,

1-2 jam sebelum tidur untuk meminimalkan pening saat terbangun. Jika dosis terapi

telah tercapai, maka mesti dipertahankan selama 6-12 bulan. Bila tidak efektif, bisa

diganti dengan mirtazepine. Selain itu juga bisa digunakan Selective Serotonin

Reuptake Inhibitor (SSRI) (Dewanto G dkk, 2009). Jenis agen yang efektif tercantum

pada Tabel 2.2. Pendekatan multidisiplin adalah strategi efektif mengatasi TTH.

Edukasi baik untuk anak dan dewasa disertai intervensi nonfarmakologis dan

dukungan psikososial amat dipelrukan (Anurogo D, 2014).

2.7 Komplikasi

TTH berhubungan dengan gangguan psikiatri dan kondisi medis, meskipun

penelitian menunjukkan komplikasi tersebut lebih banyak pada migrain. Gangguan

psikiatri teramati lebih dari dua pertiga penderita nyeri kepala kronis. Komplikasi

psikiatri yang sering dijumpai adalah cemas (38,5%), depresi mayor (32,7%), stres

psikososial, gangguan panik, dan tingginya frekuensi bunuh diri. Gangguan ini lebih

banyak dijumpai pada penderita TTH kronis dibandingkan TTH episodik (Anurogo

D, 2014).

Temporomandibular disorders juga berhubungan dengan TTH, meskipun

hubungan antara keduanya adalah nyeri kepala sebagai gejala dari

temporomandibulars disorders (Dewanto G dkk, 2009).

TTH dapat dikatakan memiliki hubungan dengan sleep apnea syndrome,

meskipun belum ada data yang valid mengenai hal tersebut. Nyeri kepala pada sleep

apnea syndrome menyerupai TTH kronis karena baisanya terjadi lebih dari 15 hari

per bulan, bilateral, menekan dan tidak disertai nausea, fotofobia atau fotofonia

(Anurogo D, 2014).

2.8. Prognosis

Informasi mengenai prognosis TTH adalah terbatas, dan tidak ada spesifik

yang menyebutkan prognosis pada pria dewasa. Pada sebuah penelitian dengan

sampel dewasa TTH yang diikuti selama 10 tahun, 44% orang dengan CTTH

dilaporkan mengalami perbaikan komplit, dimana 29% dengan ETTH berubah

menjadi CTTH. Penelitian di Denmark dengan desain potong lintang selama 2 tahun

menyatakan rata-rata remisi 45% diantara penderita ETTH atau CTTH, 39%

berlanjut menjadi ETTH dan 16% CTTH. Secara umum dapat dikatakan prognosis

TTH adalah baik (Anurogo D, 2014).

16

Page 17: BAB I Benerr

BAB III

KESIMPULAN

TTH adalah nyeri kepala bilateral yang menekan (pressing/sequeezing),

mengikat, tidak berdenyut, tidak dipengaruhi dan tidak diperburuk oleh aktivitas

fisik, bersifat ringan hingga sedang, tidak disertai (atau minimal) mual dan/atau

muntah, serta disertai fotofobia atau fonofobia.TTH mempengaruhi hingga dua

pertiga populasi. Prevalensi TTH 1-tahun sekitar 38-74%.Usia terbanyak adalah 25-

30 tahun. TTH terjadi karena adanya asosiasi positif antara nyeri kepala dan stress.

Dari beberapa dekade telah dijelaskan aspek dan patofisiologi dari TTH yang

menyatakan penyebab TTH adalah proses multifaktorial yang melibatkan faktor

myofascial perifer dan komponen CNS.

Diagnosis klinis ditegakkan berdasarkan anamnesis dan disesuaikan dengan

kriteria International Classification of Headache Disorders III (ICHD-III).

Pemeriksaan fisik dapat dilakukan palpasi manual untuk menilai pericranial

tenderness, yang dicatat dengan Total Tenderness Score. Pemeriksaan neurologis

tidak memberikan hasil apa-apa. Pemeriksaan penunjang dilakukan sesuai indikasi.

Penatalaksanaan bertujuan untuk reduksi frekuensi dan intensitas nyeri kepala

(terutama TTH) dan menyempurnakan respon terhadap abortive, dengan manajemen

terapi adalah kombinasi dari gaya hidup, fisik dan terapi farmakologi. Prognosis

TTH adalah baik.

17

Page 18: BAB I Benerr

DAFTAR PUSTAKA

The Federation. 2012. Clinical Practice Guideline for The Management of Headache

Disorders in Adults. Online: www.chiropracticcanada.ca January 2012

NINDS. 2009. Headache. National Institute of Neurological Disorders and Stroke,

U.S. Department of Health and Human Services

Anurogo D. 2014. Tension Type Headache. CDK-214/vol.41 no.3 hlm:186-191

Lyngberg et al. 2005. Has The Prevalence of Migraine and Tension Type Headache

Changed Over a 12-year Period? A Danish Population Survey. Eur J

Epidemiol 2005;20:243-9

Kaniecky RG. 2012. Tension Type Headache. Continum:Life Long Learning Neurol

2012; 18(4):823-834

Dewanto G, dkk. 2009. Diagnosis & Tata Laksana Penyakit Saraf. Jakarta:

EGC

IHS. 2013. The Internasional Classification of Headache Disorders, 3rd editon (beta

version). International Headache Society. Cephalalgia;33(9):629-808

Pop AJ et al.2007. A Guide to The Primary Care of Neurological Disorders.

American Associatio of Neurological Surgeons. New york: Thieme

18