bab i

29
BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Skoliosis adalah kelengkungan tulang belakang yang abnormal ke arah samping, yang dapat terjadi pada segmen servikal (leher), torakal (dada) maupun lumbal (pinggang). Skolisis merupakan penyakit tulang belakang yang menjadi bengkok ke samping kiri atau kanan sehingga wujudnya merupakan bengkok benjolan yang dapat dilihat dengan jelas dari arah belakang. Penyakit ini juga sulit untuk dikenali kecuali setelah penderita meningkat menjadi dewasa (Mion, Rosmawati, 2007). Walaupun penyebab skoliosis idiopatik tidak diketahui, namun ada beberapa perbedaan teori yang menunjukkan penyebabnya seperti faktor genetik, hormonal, abnormalitas pertumbuhan, gangguan biomekanik dan neuromuskular tulang, otot dan jaringan fibrosa. Meskipun skoliosis tidak mendatangkan rasa sakit penderita perlu di rawat seawal mungkin. Tanpa perawatan, tulang belakang menjadi semakin bengkak dan menimbulkan berbagai komplikasi seperti kerusakan peru-paru dan jantung, serta sakit tulang belakang. Sekitar 4% dari seluruh anak-anak yang berumur 10-14 tahun mengalami skoliosis, 40-60% diantaranya ditemukan pada anak perempuan. Scoliosis adalah kira-kira dua kali lebih umum pada anak-anak perempuan daripada anak-anak lelaki. Bentuk ini dapat dilihat pada semua umur, namun lebih umum pada mereka yang lebih dari 10 tahun umurnya.

Upload: yuhesti-wirabuana-bizilhty

Post on 09-Jul-2016

214 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB I

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Skoliosis adalah kelengkungan tulang belakang yang abnormal ke arah samping,

yang dapat terjadi pada segmen servikal (leher), torakal (dada) maupun lumbal

(pinggang). Skolisis merupakan penyakit tulang belakang yang menjadi bengkok ke

samping kiri atau kanan sehingga wujudnya merupakan bengkok benjolan yang dapat

dilihat dengan jelas dari arah belakang. Penyakit ini juga sulit untuk dikenali kecuali

setelah penderita meningkat menjadi dewasa (Mion, Rosmawati, 2007).

Walaupun penyebab skoliosis idiopatik tidak diketahui, namun ada beberapa

perbedaan teori yang menunjukkan penyebabnya seperti faktor genetik, hormonal,

abnormalitas pertumbuhan, gangguan biomekanik dan neuromuskular tulang, otot dan

jaringan fibrosa. Meskipun skoliosis tidak mendatangkan rasa sakit penderita perlu di

rawat seawal mungkin. Tanpa perawatan, tulang belakang menjadi semakin bengkak dan

menimbulkan berbagai komplikasi seperti kerusakan peru-paru dan jantung, serta sakit

tulang belakang.

Sekitar 4% dari seluruh anak-anak yang berumur 10-14 tahun mengalami

skoliosis, 40-60% diantaranya ditemukan pada anak perempuan. Scoliosis adalah kira-

kira dua kali lebih umum pada anak-anak perempuan daripada anak-anak lelaki. Bentuk

ini dapat dilihat pada semua umur, namun lebih umum pada mereka yang lebih dari 10

tahun umurnya.

1.2 RUMUSAN MASALAH

1. Bagaimana asuhan keperawatan pada anak dengan Scoliosis ?

1.3 TUJUAN PENULISAN

1. Untuk mengetahui asuhan keperawatan pada anak dengan Scoliosis

Page 2: BAB I

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Teoritis

A. Pengertian

Skoliosis berasal dari kata Yunani yang berarti lengkungan, mengandung arti

kondisi patologik. Skoliosis merupakan masalah ortopedik yang sering terjadi adalah

pelengkungan lateral dari medulla spinalis yang dapat terjadi di sepanjang spinal

tersebut. Pelengkungan pada area toraks merupakan scoliosis yang paling sering

terjadi, meskipun pelengkungan pada area servikal dan area lumbal adalah scoliosis

yang paling parah.

Skoliosis adalah suatu kelainan bentuk pada tulang belakang dimana terjadi

pembengkokan tulang belakang ke arah samping kiri atau kanan. Kelainan skoliosis

ini sepintas terlihat sangat sederhana. Namun apabila diamati lebih jauh

sesungguhnya terjadi perubahan yang luar biasa pada tulang belakang akibat

perubahan bentuk tulang belakang secara tiga dimensi, yaitu perubahan sturktur

penyokong tulang belakang seperti jaringan lunak sekitarnya dan struktur lainnya

(Rahayussalim, 2007). Skoliosis ini biasanya membentuk kurva “C” atau kurva “S”.

Skoliosis adalah kelengkungan tulang belakang yang abnormal ke arah

samping, yang dapat terjadi pada segmen servikal (leher), torakal (dada) maupun

lumbal (pinggang).Skolisis merupakan penyakit tulang belakang yang menjadi

bengkok ke samping kiri atau kanan sehingga wujudnya merupakan bengkok benjolan

yang dapat dilihat dengan jelas dari arah belakang.Penyakit ini juga sulit untuk

dikenali kecuali setelah penderita meningkat menjadi dewasa (Mion, Rosmawati,

2007).

Jadi, skoliosis merupakan kondisi patologik yaitu kelengkungan tulang

belakang yang abnormal ke arah samping (kiri atau kanan ).

B. Klasifikasi

Secara umum skoliosis dapat dibagi menjadi dua, yaitu :

1. Skoliosis Struktural

Skoliosis tipe ini bersifat irreversible ( tidak dapat di perbaiki ) dan

dengan rotasi dari tulang punggung. Komponen penting dari deformitas itu adalah

rotasi vertebra, processus spinosus memutar kearah konkavitas kurva.

Page 3: BAB I

Tiga bentuk skosiliosis struktural yaitu :

a. Skosiliosis Idiopatik (tidak diketahui penyebabnya) adalah bentuk yang paling

umum terjadi dan diklasifikasikan menjadi 4 kelompok :

1) Bayi : dari lahir – 3 tahun

2) Anak-anak : 4 – 9 tahun

3) Remaja : 10 – 19 tahun (akhir masa pertumbuhan)

4) Dewasa : > 19 tahun

b. Skoliosis Osteopatik

1) Skoliosis Kongenital (didapat sejak lahir)

1. Terlokalisasi :

a. Kegagalan pembentukan tulang punggung (hemivertebrae)

b. Kegagalan segmentasi tulang punggung (unilateral bony bar)

2. General :

a. Osteogenesis imperfect

b. Arachnodactily

2) Skoliosis Didapat

a. Fraktur dislokasi dari tulang punggung, trauma

b. Rickets dan osteomalasia

c. Emfisema, thoracoplasty

c. Skoliosis Neuropatik

1) Kongenital

a. Spina bifida

b. Neurofibromatosis

2) Didapat

a. Poliomielitis

b. Paraplegia

c. Cerebral palsy

d. Friedreich’s ataxia

e. Syringomielia

2. Skoliosis Non Struktural

Skoliosis tipe ini bersifat reversibel (dapat dikembalikan ke bentuk

semula), dan tanpa perputaran (rotasi) dari tulang punggung. Pada skoliosis

Page 4: BAB I

postural, deformitas bersifat sekunder atau sebagai kompensasi terhadap beberapa

keadaan diluar tulang belakang, misalnya dengan kaki yang pendek, atau

kemiringan pelvis akibat kontraktur pinggul, bila pasien duduk atau dalam

keadaan fleksi maka kurva tersebut menghilang.

Ada tiga tipe-tipe utama lain dari scoliosis :

1. Functional

Pada tipe scoliosis ini, spine adalah normal, namun suatu lekukan

abnormal berkembang karena suatu persoalan ditempat lain didalam tubuh. Ini

dapat disebabkan oleh satu kaki adalah lebih pendek daripada yang lainnya

atau oleh kekejangan-kekejangan di punggung.

2. Neuromuscular

Pada tipe scoliosis ini, ada suatu persoalan ketika tulang-tulang dari

spine terbentuk. Baik tulang-tulang dari spine gagal untuk membentuk

sepenuhnya, atau mereka gagal untuk berpisah satu dari lainnya.Tipe scoliosis

ini berkembang pada orang-orang dengan kelainn-kelainan lain termasuk

kerusakan-kerusakan kelahiran, penyakit otot (muscular dystrophy), cerebral

palsy, atau penyakit Marfan. Jika lekukan hadir waktu dilahirkan, ia disebut

congenital. Tipe scoliosis ini seringkali adalah jauh lebih parah dan

memerlukan perawatan yang lebih agresif daripada bentuk-bentuk lain dari

scoliosis.

3. Degenerative

Tidak seperti bentuk-bentuk lain dari scoliosis yang ditemukan pada

anak-anak dan remaja-remaja, degenerative scoliosis terjadi pada dewasa-

dewasa yang lebih tua. Ia disebabkan oleh perubahan-perubahan pada spine

yang disebabkan oleh arthritis. Pelemahan dari ligamen-ligamen dan jaringan-

jaringan lunak lain yang normal dari spine digabungkan dengan spur-spur

tulang yang abnormal dapat menjurus pada suatu lekukan dari spine yang

abnormal.

C. Etiologi

Penyebab terjadinya skoliosis belum diketahui secara pasti, tapi dapat diduga

dipengaruhi oleh diantaranya kondisi osteopatik, seperti fraktur, penyakit tulang,

penyakit arthritis, dan infeksi. Scoliosis tidak hanya disebabkan oleh sikap duduk

yang salah.

Page 5: BAB I

Menurut penelitian di Amerika Serikat, memanggul beban yang berat seperti

tas punggung, bisa menjadi salah satu pemicu scoliosis.

Terdapat 3 penyebab umum dari skoliosis:

1) Kongenital (bawaan), biasanya berhubungan dengan suatu kelainan dalam

pembentukan tulang belakang atau tulang rusuk yang menyatu.

2) Neuromuskuler, pengendalian otot yang buruk atau kelemahan otot atau

kelumpuhan akibat penyakit berikut :

a. Cerebral palsy

b. Distrofi otot

c. Polio

d. Osteoporosis juvenile

3) Idiopatik, penyebabnya tidak diketahui.

Faktor predisposisi

Faktor yang dapat menyebabkan masalah skoliosis bertambah buruk adalah

(Jamaluddin, 2007) :

1) Proses pertumbuhan

Dengan bertumbuh dan berkembangnya tubuh penderita maka derajat

kelengkungannya juga ikut berkembang dan menjadi semakin besar

2) Jenis Kelamin

Masalah skoliosis biasanya lebih buruk di kalangan remaja perempuan

dibanding lelaki.

3) Umur

Lebih awal seseorang penderita mengalami skoliosis, kemungkinan untuk

penyakit tersebut menjadi buruk akan lebih besar. Walaupun secara umumnya ini

lebih banyak berlaku pada remaja, anak-anak juga dapat mengalami masalah ini

pada umur empat hingga delapan tahun.

4) Lokasi

Lengkungan pada bagian tengah atau bawah tulang belakang biasanya

jarang bertambah buruk. Masalah skoliosis hanya bertambah buruk jika ini berlaku

pada bagian atas tulang belakang, menyebabkan badan belakang penderita

menonjol keluar dan kelihatan bongkok.

5) Masalah tulang belakang ketika dilahirkan

Skoliosis pada anak-anak yang dilahirkan dengan penyakit ini berisiko

tinggi menjadi buruk dengan cepat. Oleh karena skoliosis tidak menyebabkan

Page 6: BAB I

kesakitan, masalah ini jarang diberi perhatian dan rawatan hingga postur badan

berubah

D. Patofisiologi

Kelainan bentuk tulang punggung yang disebut scoliosis ini berawal dari

adanya syaraf – syaraf yang lemah atau bahkan lumpuh yang menarik ruas – ruas

tulang belakang. Tarikan ini berfungsi untuk menjaga ruas tulang belakang berada

pada garis yang normal yang bentuk nya seperti penggaris atau lurus. Tetapi karena

suatu hal, diantaranya kebiasaan duduk yang miring, membuat sebagian syaraf yang

bekerja menjadi lemah. Bila ini terus berulang menjadi kebiasaan, maka syaraf itu

bahkan akan mati. Ini berakibat pada ketidakseimbangan tarikan pada ruas tulang

belakang. Oleh karena itu, tulang belakang yang menderita skoliosis itu bengkok atau

seperti huruf S atau pun huruf C.

Page 7: BAB I

E. WOC

Terlampir

Page 8: BAB I

F. Manifestasi Klinis

Gejalanya berupa:

1. Tulang belakang melengkung secara abnormal ke arah samping

2. Bahu dan/atau pinggul kiri dan kanan tidak sama tingginya

3. Nyeri punggung

4. Kelelahan pada tulang belakang setelah duduk atau berdiri lama

5. Skoliosis yang berat (dengan kelengkungan yang lebih besar dari 60%) bisa

menyebabkan Gangguan pernafan

G. Komplikasi

Walaupun skoliosis tidak mendatangkan rasa sakit, penderita perlu dirawat

seawal mungkin. Tanpa perawatan, tulang belakang menjadi semakin bengkok dan

menimbulkan berbagai komplikasi seperti :

1. Deformitas tulang jika tidak cepat ditangani

2. Penyakit sendi generatif

3. Gangguan keseimbangan (nyeri/cepat lelah)

4. Kerusakan paru-paru dan jantung

Ini boleh berlaku jika tulang belakang membengkok melebihi 60 derajat.

Tulang rusuk akan menekan paru-paru dan jantung, menyebabkan penderita sukar

bernafas dan cepat capai. Justru, jantung juga akan mengalami kesukaran

memompa darah. Dalam keadaan ini, penderita lebih mudah mengalami penyakit

paru-paru dan pneumonia.

5. Sakit tulang belakang

Semua penderita, baik dewasa atau kanak-kanak, berisiko tinggi mengalami

masalah sakit tulang belakang kronik. Jika tidak dirawat, penderita mungkin akan

menghidap masalah sakit sendi. Tulang belakang juga mengalami lebih banyak

masalah apabila penderita berumur 50 atau 60 tahun.

H. Pemeriksaan Penunjang

Pada pemeriksaan fisik penderita biasanya diminta untuk membungkuk ke

depan sehingga pemeriksa dapat menentukan kelengkungan yang terjadi. Pemeriksaan

neurologis (saraf) dilakukan untuk menilai kekuatan, sensasi atau refleks.

Pemeriksaan lainnya yang biasa dilakukan:

1. Skoliometer

Skoliometer adalah sebuah alat untuk mengukur sudut kurvaturai. Cara

pengukuran dengan skoliometer dilakukan pada pasien dengan posisi

Page 9: BAB I

membungkuk, kemudian atur posisi pasien karena posisi ini akan berubah-ubah

tergantung pada lokasi kurvatura, sebagai contoh kurva dibawah vertebra lumbal

akan membutuhkan posisi membungkuk lebih jauh dibanding kurva pada thorakal.

Kemudian letakkan skoliometer pada apeks kurva, biarkan skoliometer tanpa

ditekan, kemudian baca angka derajat kurva.

Pada screening, pengukuran ini signifikan apabila hasil yang diperoleh

lebih besar dari 50, hal ini biasanya menunjukkan derajat kurvatura > 200 pada

pengukuran cobb’s angle pada radiologi sehingga memerlukan evaluasi yang

lanjut.

2. Rontgen tulang belakang

Foto polos : Harus diambil dengan posterior dan lateral penuh terhadap

tulang belakang dan krista iliaka dengan posisi tegak, untuk menilai derajat kurva

dengan metode Cobb dan menilai maturitas skeletal dengan metode Risser. Kurva

structural akan memperlihatkan rotasi vertebra, pada proyeksi posterior-anterior,

vertebra yang mengarah ke puncak prosessus spinosus menyimpang kegaris

tengah; ujung atas dan bawah kurva diidentifikasi sewaktu tingkat simetri vertebra

diperoleh kembali.

Cobb Angle diukur dengan menggambar garis tegak lurus dari batas

superior dari vertebra paling atas pada lengkungan dan garis tegak lurus dari akhir

inferior vertebra paling bawah.Perpotongan kedua garis ini membentuk suatu sudut

yang diukur.

Maturitas kerangka dinilai dengan beberapa cara, hal ini penting karena

kurva sering bertambah selama periode pertumbuhan dan pematangan kerangka

yang cepat. Apofisis iliaka mulai mengalami penulangan segera setelah pubertas;

ossifikasi meluas kemedial dan jika penulangan krista iliaka selesai, pertambahan

skoliosis hanya minimal. Menentukan maturitas skeletal melalui tanda Risser,

dimana ossifikasi pada apofisis iliaka dimulai dari Spina iliaka anterior superior

(SIAS) ke posteriormedial.Tepi iliaka dibagi kedalam 4 kuadran dan ditentukan

kedalam grade 0 sampai 5. Derajat Risser adalah sebagai berikut :

Grade 0 : tidak ada ossifikasi,

grade 1 : penulangan mencapai 25%,

grade 2 : penulangan mencapai 26-50%,

grade 3 : penulangan mencapai 51-75%,

grade 4 : penulangan mencapai 76%

Page 10: BAB I

grade 5 : menunjukkan fusi tulang yang komplit.

3. MRI ( jika di temukan kelainan saraf atau kelainan pada rontgen )

I. Penatalaksanaan medis

Adapun pilihan terapi yang dapat dipilih, dikenal sebagai “The three O’s” adalah :

a. Observasi

Pemantauan dilakukan jika derajat skoliosis tidak begitu berat, yaitu <25 0

pada tulang yang masih tumbuh atau <500 pada tulang yang sudah berhenti

pertumbuhannya. Rata-rata tulang berhenti tumbuh pada saar usia 19 tahun. Pada

pemantauan ini, dilakukan kontrol foto polos tulang punggung pada waktu-waktu

tertentu. Foto kontrol pertama dilakukan 3 bulan setelah kunjungan pertama ke

dokter. Lalu sekitar 6-9 bulan berikutnya bagi yang derajat <200 dan 4-6 bulan bagi

yang derajatnya >200.

b. Orthosis

Orthosis dalam hal ini adalah pemakaian alat penyangga yang dikenal

dengan nama brace. Biasanya indikasi pemakaian alat ini adalah :

1) Pada kunjungan pertama, ditemukan derajat pembengkokan sekitar 30-40

derajat

2) Terdapat progresifitas peningkatan derajat sebanyak 25 derajat.

3) Jenis dari alat orthosis ini antara lain :

a) Milwaukee

b) Boston

c) Charleston bending brace

Alat ini dapat memberikan hasil yang cukup signifikan jika digunakan secara

teratur 23 jam dalam sehari hingga 2 tahun setelah menarche.

c. Operasi

Jika kelengkungan mencapai 40% atau lebih, biasanya dilakukan

pembedahan. Pada pembedahan dilakukan perbaikan kelengkungan dan peleburan

tulang-tulang. tulang dipertahankan pada tempatnya dengan bantuan 1-2 alat logam

yang terpasang sampai tulang pulih (kurang dari 20 tahun). Sesudah dilakukan

pembedahan mungkin perlu dipasang brace untuk menstabilakn tulang belakang

kadang diberikan perangsang elecktrospinal, dimana otot tulang belakang

dirangsang dengan arus listrik rendah untuk meluruskan tulang belakang.

Tidak semua skoliosis dilakukan operasi. Indikasi dilakukannya operasi

pada skoliosis adalah :

Page 11: BAB I

1) Terdapat derajat pembengkokan >50 derajat pada orang dewasa.

2) Terdapat progresifitas peningkatan derajat pembengkokan >40-45 derajat pada

anak yang sedang tumbuh.

3) Terdapat kegagalan setelah dilakukan pemakaian alat orthosis.

Resiko operasi :

Operasi skoliosis adalah operasi besar dimana resiko tidak berhasil dan

komplikasi bisa diperhitungkan antara 50 % sampai 1%.

Komplikasi operasi yang dapat timbul adalah kehilangan darah, paru-paru

terluka, tulang- tulang iga patah, leher dan jantung terganggu, bahkan terjadi

kelumpuhan.

2.2 Proses Keperawatan

A. Pengkajian

1. Identitas Klien

Nama, umur, tempat tanggal lahir, jenis kelamin, suku/bangsa, agama, pendidikan,

alamat, tgl MRS, No. Reg, diagnosa medis.

2. Riwayat kesehatan

a. Keluhan Utama

b. Riwayat Penyakit Sekarang

c. Riwayat Kesehatan Terdahulu

d. Riwayat Kesehatan Keluarga

e. Riwayat Kesehatan Lingkungan

3. Pemeriksaan Fisik

a. Mengkaji skelet tubuh

Adanya deformitas dan kesejajaran. Pertumbuhan tulang yang abnormal

akibat tumor tulang. Pemendekan ekstremitas, amputasi dan bagian tubuh yang

tidak dalam kesejajaran anatomis. Angulasi abnormal pada tulang panjang atau

gerakan pada titik selain sendi biasanya menandakan adanya patah tulang.

b. Mengkaji tulang belakang

1) Skoliosis (deviasi kurvatura lateral tulang belakang)

2) Kifosis (kenaikan kurvatura tulang belakang bagian dada)

3) Lordosis (membebek, kurvatura tulang belakang bagian pinggang

berlebihan)

Page 12: BAB I

c. Mengkaji system persendian

Luas gerakan dievaluasi baik aktif maupun pasif, deformitas, stabilitas,

dan adanya benjolan, adanya kekakuan sendi

d. Mengkaji system otot

Kemampuan mengubah posisi, kekuatan otot dan koordinasi, dan ukuran

masing-masing otot. Lingkar ekstremitas untuk mementau adanya edema atau

atropfi, nyeri otot.

e. Mengkaji cara berjalan

Adanya gerakan yang tidak teratur dianggap tidak normal. Bila salah

satu ekstremitas lebih pendek dari yang lain. Berbagai kondisi neurologist yang

berhubungan dengan caraberjalan abnormal (mis. cara berjalan spastic

hemiparesis - stroke, cara berjalan selangkah-selangkah – penyakit lower motor

neuron, cara berjalan bergetar – penyakit Parkinson).

f. Mengkaji kulit dan sirkulasi perifer

Palpasi kulit dapat menunjukkan adanya suhu yang lebih panas atau

lebih dingin dari lainnya. Sirkulasi perifer dievaluasi dengan mengkaji denyut

perifer, warna, suhu dan waktu pengisian kapiler

B. Diagnosa

1. Pola nafas tidak efektif b/d tulang belakang yang menekan area paru

2. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d pola makan yang

buruk

3. Gangguan rasa nyaman Nyeri b/d deviasi lateral corpus spinal semakin membesar

4. Hambatan mobilitas fisik b/d kaku otot

5. Gangguan citra tubuh b/d tulang belakang yang melengkung dan dada yang

menonjol

C. Intervensi

1. Pola nafas tidak efektif b/d tulang belakang yang menekan area paru

N

o

Diagnosa Tujuan dan kriteria

hasil

Intervensi Rasional

1 Pola nafas tidak

efektif

berhubungan

dengan tulang

NOC

Respiratory status :

ventilation

NIC

Airway management

1. Identifikasi pasien

Airway

management

1. Agar tidak

Page 13: BAB I

belakang yang

menekan paru

Respiratory status :

airway patency

Vital sign status

Criteria hasil

Mendemonstrasikan

batuk efektif dan

suara nafas yang

bersih, tidak ada

sianosis dan

dyspneu ( mampu

mengeluarkan

sputum, mampu

bernafas dengan

mudah, tidak ada

pursed lips )

Menunjukkan jalan

nafas yang paten

( klien tidak merasa

tercekik, irama

nafas, frekuensi

pernafasan dalam

rentang normal,

tidak ada suara

nafas abnormal

Tanda – tanda vital

dalam rentang

normal ( tekanan

darah, nadi

pernafasan )

untuk

memaksimalkan

ventilasi

2. Lakukan

fisioterapi dada

jika perlu

3. Pertahankan jalan

nafas yang paten

4. Pertahankan

posisi pasien

terjadi sesak

2. Untuk

membantu

pola nafas

efektif

3. Agar jalan

nafas tetap

efektif

4. Agar pasien

tetap rileks

Page 14: BAB I

2. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d pola makan yang

buruk

No Diagnosa Tujuan dan Kriteria

hasil

Intervensi Rasional

2 Ketidakseim

bangan

nutrisi

kurang dari

kebutuhan

tubuh b/d

pola makan

yang buruk

NOC

Nutrional status

Nutrional status :

food and fluid

Intake

Nutrional status :

nutrient intake

Weight control

Kriteria hasil :

Adanya penigkatan

berat badan sesuai

dengan tujuan

Berat badan ideal

sesuai tinggi badan

Mampu

mengidentifikasi

kebutuhan nutrisi

Tidak ada tanda-

tanda malnutrisi

Menunjukan

peningkatan fungsi

pengecapan dari

menelan

Tidak terjadi

penuruna berat

badan yang berarti

1. Kajia danya alergi

2. Berikan substansi

gula

3. Ajarkan pasien

bagaimana membuat

catatan makanan

harian

4. Monitor jumlah

nutrisi dan kandungan

kalori

5. Berikan informasi

tentang kebutuhan

nutrisi

6. Kaji kemampuan

pasien untuk

mendapat kan nutrisi

yang dibutuhkan

7. Kolaborasi dengan

ahli gizi untuk

menentukan jumlah

kalori dan nutrisi

yang dibutuhkan

pasien

1. Mengetahui

riwayat alergi

pasien

2. Meningkatan

pembentukan

energi

3. Membantu

pasien untuk

mengetahhui

pola makan

pasien

4. Mengetahui

jumlah nutrisi

dan kandungan

kalori

5. Mengetahui

kemampuan

klien untuk

mendapatkan

nutrisi

6. mengetahui

diet yang

diperlukan

pada pasien

7. Memvalidasi

diet yang

diberikan

Page 15: BAB I

3. Gangguan rasa nyaman Nyeri b/d deviasi lateral corpus spinal semakin membesar

N

o

Diagnosa Tujuan dan

kriteria hasil

Intervensi Rasional

3 Gangguan rasa

nyaman Nyeri

b/d deviasi

lateral corpus

spinal semakin

membesar

NOC

Pain level

1. Nyeri Hebat

2. Nyeri Berat

3. Nyeri Sedang

4. Nyeri Ringan

5. Tidak Nyeri

Pain control

1. Tidak Pernah

2. Kadang-

kadang

3. Sewaktu-

waktu

4. Sering

Selalu

Comfort

level

Kriteria Hasil

Mampu

mengontrol

nyeri ( tahu

penyebab

nyeri,

mampu

menggunaka

n tehnik

nonfarmakol

ogi untuk

mengurangi

NIC

1. Lakukan

pengkajian nyeri

secara

komprehensif

termasuk lokasi,

karakteristik,

durasi, frekuensi,

kualitas dan

faktor presipitasi

2. Observasi reaksi

nonverbal dari

ketidaknyamanan

3. Bantu pasien dan

keluarga untuk

mencari dan

menemukan

dukungan

4. Kontrol

lingkungan yang

dapat

mempengaruhi

nyeri seperti suhu

ruangan,

pencahayaan dan

kebisingan

5. Kurangi faktor

presipitasi nyeri

6. Kaji tipe dan

1. Mengetahui

perkembangan nyeri

dan tanda-tanda

nyeri sehingga

dapat menentukan

intervensi

selanjutnya

2. Mengetahui respon

pasien terhadap

nyeri

3. dukungan yang

cukup dapat

menurunkan reaksi

nyeri pasien

4. Menurukan rasa

nyeri pasien

5. Dapat menurukan

tingkat nyeri pasien

6. mengetahui

perkembangan nyeri

dan menentukan

intervensi

selanjutnya

Pemberian analgesik

1. Dengan

mengetahuinya

lokasi, karakteristik,

kualitas dan derajat

nyeri sebelum

pemberian, dapat

Page 16: BAB I

nyeri ,mencar

i bantuan )

Melaporkan

bahwa nyeri

berkurang

dengan

menggunaka

n manajemen

nyeri

Mampu

mengenali

nyeri

( skala ,inten

sitas ,frekuen

si dan tanda

nyeri

Menyatakan

rasa nyaman

setelah nyeri

berkurang

sumber nyeri

untuk

menentukan

intervensi

Pemberian

Analgesik

1. Tentukan lokasi,

karakteristik,

kualitas, dan

derajat nyeri

sebelum

pemberian obat

2. Cek instruksi

dokter tentang

jenis obat, dosis,

dan frekuensi

3. Cek riwayat

alergi

4. Pilih analgesik

yang diperlukan

atau kombinasi

dari analgesik

ketika pemberian

lebih dari satu

5. Tentukan pilihan

analgesik

tergantung tipe

dan beratnya

nyeri

dijadikan acuan

untuk tindakan

penghilang nyeri

setelah pemberian

obat

2. Mengetahui bahwa

tindakan yang

diberikan adalah

benar

3. Mengetahui adanya

riwayat alergi

terhadap obat untuk

mempermudah

pemberian obat

selanjutnya

4. Analgesik yang

tepat membantu

mempercepat

penurunan nyeri

5. Analgesik yang

diberi sesuai dosis

tidak akan

memberikan efek

samping yang

berlebih

Page 17: BAB I

4. Hambatan mobilitas fisik b/d kaku otot

No Diagnosa Tujuan dan Kriteria

hasil

Intervensi Rasional

4 Hambatan

mobilitas

fisik b/d

kaku otot

NOC

Joint movement

: active

Mobility level

Self care: ADLs

Tansverperform

ance

Kriteria hasil:

Klien meningkat

dalam aktifitas

fisik

Mengerti tujuan

dari peningkatan

mobilitas

Memverbalisasik

an perasaan

dalam

meningkatkan

kekuatan dan

kemampuan

berpindah

Memperagakan

penggunaan alat

bantu

Bantu untuk

mobilisasi

(walker)

NIC

Exercise therapy:

ambulation

1. Monitoring vital sign

sebelum/ sesudah

latihan dan lihat

respon pasien saat

latihan

2. Konsultasikan dengan

terapi fisik tentang

rencana ambulasi

sesuai dengan

kebutuhan

3. Bantu klien untuk

menggunakan tongkat

saat berjalan dan

cegah terhadap cidera

4. Ajarkan pasien atau

tenaga kesehatan lain

tentang teknik

ambulasi

5. Kaji kemampuan

pasien dalam

mobilisasi

6. Latih pasien dalam

pemenuhan kebutuhan

ADLs secara mandiri

sesuai kemampuan

7. Damping dan bantu

1. Mengetahui

perkembangan

vital sign pasien

2. Mengkolaborasi

kan pemulihan

pasien

3. Membantu klien

berjalan

4. Memberikan

informasi dan

pengetahuan

untuk pasien

5. Mengetahui

kemampuan

klien

6. Melatih

kemampuan otot

pasien

7. Menemani

pasien untuk

memberikan

kenyamanan

8. Membantu

pasien untuk

berjalan

Page 18: BAB I

pasien saat mobilisasi

dan bantu penuhi

kebutuhan ADLS

pasien.

8. Berikan alat bantu jika

klien memerlukan

5. Gangguan citra tubuh b/d tulang belakang yang melengkung dan dada yang

menonjol

N

o

Diagnosa Tujuan dan Kriteria

hasil

Intervensi Rasional

5 Gangguan

citra tubuh

b/d tulang

belakang

yang

melengkung

dan dada

yang

menonjol

NOC

body image

self esteem

Kriteria hasil :

body image

positif

mampu

mengidentifikasi

kekuatan

personal

mendeskripsikan

secara factual

perubahan fungsi

tubuh

mempertahankan

interaksi sosial

NIC

1. Kaji secara verbal

dan nonverbal respon

klien terhadap

tubuhnya

2. Monitor frekuensi

mengkritik dirinya

3. Jelaskan tentang

pengobatan,

perawatan, kemajuan

dan prognosis

penyakit

4. Dorong klien untuk

mengungkapkan

perasaannya

5. Fasilitasi kontak

dengan individu lain

dalam kelompok kecil

1. Memberikan

informasi

koordinasi tubuh

2. Mengetahui kritik

pasien terhadap

dirinya

3. Membntu pasien

memperoleh

pengobatan

secara mandiri

maupun bantuan

4. Membantu klien

mengidentifikasi

perasaannya

untuk

menentukan

intervensinya

5. Membeikan klien

dukungan sosial

D. Implementasi

Page 19: BAB I

Pada tahap ini untuk melaksanakan interverensi dan aktivitas yang telah

dicatat dalam rencana perawatan pasien. Agar implementasi atau pelaksanaan

perncanaan ini dapat tepat waktu dan efektif maka perlu mengidentifikasi prioritas

perawatan, memantau dan mencatat respon pasien terhadap setiap interverensi yang

dilaksanakan serta mendokumentasikan pelaksanaan perawatan. Pada pelaksanaan

keperawatan diprioritaskan pada upaya untuk meningkatan kekuatan fisik,

meningkatkan masukan nutrisi , mempertahankan jalan nafas, mempertahankan pola

nafas, meningkatkan curah jantung serta mempertahankan pertukaran gas dengan

baik.

E. Evaluasi

Hasil yang diharapkan :

1. Diharapkan pola nafas baik

2. Diharapkan nutrisi klien terpenuhi

3. Diharapkan klien memperoleh kenyamanan

4. Diharapkan dapat melakukan mobilisasi

5. Diharapkan klien dapat memperoleh kepercayaan diri.