bab i
TRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Skoliosis adalah kelengkungan tulang belakang yang abnormal ke arah samping,
yang dapat terjadi pada segmen servikal (leher), torakal (dada) maupun lumbal
(pinggang). Skolisis merupakan penyakit tulang belakang yang menjadi bengkok ke
samping kiri atau kanan sehingga wujudnya merupakan bengkok benjolan yang dapat
dilihat dengan jelas dari arah belakang. Penyakit ini juga sulit untuk dikenali kecuali
setelah penderita meningkat menjadi dewasa (Mion, Rosmawati, 2007).
Walaupun penyebab skoliosis idiopatik tidak diketahui, namun ada beberapa
perbedaan teori yang menunjukkan penyebabnya seperti faktor genetik, hormonal,
abnormalitas pertumbuhan, gangguan biomekanik dan neuromuskular tulang, otot dan
jaringan fibrosa. Meskipun skoliosis tidak mendatangkan rasa sakit penderita perlu di
rawat seawal mungkin. Tanpa perawatan, tulang belakang menjadi semakin bengkak dan
menimbulkan berbagai komplikasi seperti kerusakan peru-paru dan jantung, serta sakit
tulang belakang.
Sekitar 4% dari seluruh anak-anak yang berumur 10-14 tahun mengalami
skoliosis, 40-60% diantaranya ditemukan pada anak perempuan. Scoliosis adalah kira-
kira dua kali lebih umum pada anak-anak perempuan daripada anak-anak lelaki. Bentuk
ini dapat dilihat pada semua umur, namun lebih umum pada mereka yang lebih dari 10
tahun umurnya.
1.2 RUMUSAN MASALAH
1. Bagaimana asuhan keperawatan pada anak dengan Scoliosis ?
1.3 TUJUAN PENULISAN
1. Untuk mengetahui asuhan keperawatan pada anak dengan Scoliosis
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Konsep Teoritis
A. Pengertian
Skoliosis berasal dari kata Yunani yang berarti lengkungan, mengandung arti
kondisi patologik. Skoliosis merupakan masalah ortopedik yang sering terjadi adalah
pelengkungan lateral dari medulla spinalis yang dapat terjadi di sepanjang spinal
tersebut. Pelengkungan pada area toraks merupakan scoliosis yang paling sering
terjadi, meskipun pelengkungan pada area servikal dan area lumbal adalah scoliosis
yang paling parah.
Skoliosis adalah suatu kelainan bentuk pada tulang belakang dimana terjadi
pembengkokan tulang belakang ke arah samping kiri atau kanan. Kelainan skoliosis
ini sepintas terlihat sangat sederhana. Namun apabila diamati lebih jauh
sesungguhnya terjadi perubahan yang luar biasa pada tulang belakang akibat
perubahan bentuk tulang belakang secara tiga dimensi, yaitu perubahan sturktur
penyokong tulang belakang seperti jaringan lunak sekitarnya dan struktur lainnya
(Rahayussalim, 2007). Skoliosis ini biasanya membentuk kurva “C” atau kurva “S”.
Skoliosis adalah kelengkungan tulang belakang yang abnormal ke arah
samping, yang dapat terjadi pada segmen servikal (leher), torakal (dada) maupun
lumbal (pinggang).Skolisis merupakan penyakit tulang belakang yang menjadi
bengkok ke samping kiri atau kanan sehingga wujudnya merupakan bengkok benjolan
yang dapat dilihat dengan jelas dari arah belakang.Penyakit ini juga sulit untuk
dikenali kecuali setelah penderita meningkat menjadi dewasa (Mion, Rosmawati,
2007).
Jadi, skoliosis merupakan kondisi patologik yaitu kelengkungan tulang
belakang yang abnormal ke arah samping (kiri atau kanan ).
B. Klasifikasi
Secara umum skoliosis dapat dibagi menjadi dua, yaitu :
1. Skoliosis Struktural
Skoliosis tipe ini bersifat irreversible ( tidak dapat di perbaiki ) dan
dengan rotasi dari tulang punggung. Komponen penting dari deformitas itu adalah
rotasi vertebra, processus spinosus memutar kearah konkavitas kurva.
Tiga bentuk skosiliosis struktural yaitu :
a. Skosiliosis Idiopatik (tidak diketahui penyebabnya) adalah bentuk yang paling
umum terjadi dan diklasifikasikan menjadi 4 kelompok :
1) Bayi : dari lahir – 3 tahun
2) Anak-anak : 4 – 9 tahun
3) Remaja : 10 – 19 tahun (akhir masa pertumbuhan)
4) Dewasa : > 19 tahun
b. Skoliosis Osteopatik
1) Skoliosis Kongenital (didapat sejak lahir)
1. Terlokalisasi :
a. Kegagalan pembentukan tulang punggung (hemivertebrae)
b. Kegagalan segmentasi tulang punggung (unilateral bony bar)
2. General :
a. Osteogenesis imperfect
b. Arachnodactily
2) Skoliosis Didapat
a. Fraktur dislokasi dari tulang punggung, trauma
b. Rickets dan osteomalasia
c. Emfisema, thoracoplasty
c. Skoliosis Neuropatik
1) Kongenital
a. Spina bifida
b. Neurofibromatosis
2) Didapat
a. Poliomielitis
b. Paraplegia
c. Cerebral palsy
d. Friedreich’s ataxia
e. Syringomielia
2. Skoliosis Non Struktural
Skoliosis tipe ini bersifat reversibel (dapat dikembalikan ke bentuk
semula), dan tanpa perputaran (rotasi) dari tulang punggung. Pada skoliosis
postural, deformitas bersifat sekunder atau sebagai kompensasi terhadap beberapa
keadaan diluar tulang belakang, misalnya dengan kaki yang pendek, atau
kemiringan pelvis akibat kontraktur pinggul, bila pasien duduk atau dalam
keadaan fleksi maka kurva tersebut menghilang.
Ada tiga tipe-tipe utama lain dari scoliosis :
1. Functional
Pada tipe scoliosis ini, spine adalah normal, namun suatu lekukan
abnormal berkembang karena suatu persoalan ditempat lain didalam tubuh. Ini
dapat disebabkan oleh satu kaki adalah lebih pendek daripada yang lainnya
atau oleh kekejangan-kekejangan di punggung.
2. Neuromuscular
Pada tipe scoliosis ini, ada suatu persoalan ketika tulang-tulang dari
spine terbentuk. Baik tulang-tulang dari spine gagal untuk membentuk
sepenuhnya, atau mereka gagal untuk berpisah satu dari lainnya.Tipe scoliosis
ini berkembang pada orang-orang dengan kelainn-kelainan lain termasuk
kerusakan-kerusakan kelahiran, penyakit otot (muscular dystrophy), cerebral
palsy, atau penyakit Marfan. Jika lekukan hadir waktu dilahirkan, ia disebut
congenital. Tipe scoliosis ini seringkali adalah jauh lebih parah dan
memerlukan perawatan yang lebih agresif daripada bentuk-bentuk lain dari
scoliosis.
3. Degenerative
Tidak seperti bentuk-bentuk lain dari scoliosis yang ditemukan pada
anak-anak dan remaja-remaja, degenerative scoliosis terjadi pada dewasa-
dewasa yang lebih tua. Ia disebabkan oleh perubahan-perubahan pada spine
yang disebabkan oleh arthritis. Pelemahan dari ligamen-ligamen dan jaringan-
jaringan lunak lain yang normal dari spine digabungkan dengan spur-spur
tulang yang abnormal dapat menjurus pada suatu lekukan dari spine yang
abnormal.
C. Etiologi
Penyebab terjadinya skoliosis belum diketahui secara pasti, tapi dapat diduga
dipengaruhi oleh diantaranya kondisi osteopatik, seperti fraktur, penyakit tulang,
penyakit arthritis, dan infeksi. Scoliosis tidak hanya disebabkan oleh sikap duduk
yang salah.
Menurut penelitian di Amerika Serikat, memanggul beban yang berat seperti
tas punggung, bisa menjadi salah satu pemicu scoliosis.
Terdapat 3 penyebab umum dari skoliosis:
1) Kongenital (bawaan), biasanya berhubungan dengan suatu kelainan dalam
pembentukan tulang belakang atau tulang rusuk yang menyatu.
2) Neuromuskuler, pengendalian otot yang buruk atau kelemahan otot atau
kelumpuhan akibat penyakit berikut :
a. Cerebral palsy
b. Distrofi otot
c. Polio
d. Osteoporosis juvenile
3) Idiopatik, penyebabnya tidak diketahui.
Faktor predisposisi
Faktor yang dapat menyebabkan masalah skoliosis bertambah buruk adalah
(Jamaluddin, 2007) :
1) Proses pertumbuhan
Dengan bertumbuh dan berkembangnya tubuh penderita maka derajat
kelengkungannya juga ikut berkembang dan menjadi semakin besar
2) Jenis Kelamin
Masalah skoliosis biasanya lebih buruk di kalangan remaja perempuan
dibanding lelaki.
3) Umur
Lebih awal seseorang penderita mengalami skoliosis, kemungkinan untuk
penyakit tersebut menjadi buruk akan lebih besar. Walaupun secara umumnya ini
lebih banyak berlaku pada remaja, anak-anak juga dapat mengalami masalah ini
pada umur empat hingga delapan tahun.
4) Lokasi
Lengkungan pada bagian tengah atau bawah tulang belakang biasanya
jarang bertambah buruk. Masalah skoliosis hanya bertambah buruk jika ini berlaku
pada bagian atas tulang belakang, menyebabkan badan belakang penderita
menonjol keluar dan kelihatan bongkok.
5) Masalah tulang belakang ketika dilahirkan
Skoliosis pada anak-anak yang dilahirkan dengan penyakit ini berisiko
tinggi menjadi buruk dengan cepat. Oleh karena skoliosis tidak menyebabkan
kesakitan, masalah ini jarang diberi perhatian dan rawatan hingga postur badan
berubah
D. Patofisiologi
Kelainan bentuk tulang punggung yang disebut scoliosis ini berawal dari
adanya syaraf – syaraf yang lemah atau bahkan lumpuh yang menarik ruas – ruas
tulang belakang. Tarikan ini berfungsi untuk menjaga ruas tulang belakang berada
pada garis yang normal yang bentuk nya seperti penggaris atau lurus. Tetapi karena
suatu hal, diantaranya kebiasaan duduk yang miring, membuat sebagian syaraf yang
bekerja menjadi lemah. Bila ini terus berulang menjadi kebiasaan, maka syaraf itu
bahkan akan mati. Ini berakibat pada ketidakseimbangan tarikan pada ruas tulang
belakang. Oleh karena itu, tulang belakang yang menderita skoliosis itu bengkok atau
seperti huruf S atau pun huruf C.
E. WOC
Terlampir
F. Manifestasi Klinis
Gejalanya berupa:
1. Tulang belakang melengkung secara abnormal ke arah samping
2. Bahu dan/atau pinggul kiri dan kanan tidak sama tingginya
3. Nyeri punggung
4. Kelelahan pada tulang belakang setelah duduk atau berdiri lama
5. Skoliosis yang berat (dengan kelengkungan yang lebih besar dari 60%) bisa
menyebabkan Gangguan pernafan
G. Komplikasi
Walaupun skoliosis tidak mendatangkan rasa sakit, penderita perlu dirawat
seawal mungkin. Tanpa perawatan, tulang belakang menjadi semakin bengkok dan
menimbulkan berbagai komplikasi seperti :
1. Deformitas tulang jika tidak cepat ditangani
2. Penyakit sendi generatif
3. Gangguan keseimbangan (nyeri/cepat lelah)
4. Kerusakan paru-paru dan jantung
Ini boleh berlaku jika tulang belakang membengkok melebihi 60 derajat.
Tulang rusuk akan menekan paru-paru dan jantung, menyebabkan penderita sukar
bernafas dan cepat capai. Justru, jantung juga akan mengalami kesukaran
memompa darah. Dalam keadaan ini, penderita lebih mudah mengalami penyakit
paru-paru dan pneumonia.
5. Sakit tulang belakang
Semua penderita, baik dewasa atau kanak-kanak, berisiko tinggi mengalami
masalah sakit tulang belakang kronik. Jika tidak dirawat, penderita mungkin akan
menghidap masalah sakit sendi. Tulang belakang juga mengalami lebih banyak
masalah apabila penderita berumur 50 atau 60 tahun.
H. Pemeriksaan Penunjang
Pada pemeriksaan fisik penderita biasanya diminta untuk membungkuk ke
depan sehingga pemeriksa dapat menentukan kelengkungan yang terjadi. Pemeriksaan
neurologis (saraf) dilakukan untuk menilai kekuatan, sensasi atau refleks.
Pemeriksaan lainnya yang biasa dilakukan:
1. Skoliometer
Skoliometer adalah sebuah alat untuk mengukur sudut kurvaturai. Cara
pengukuran dengan skoliometer dilakukan pada pasien dengan posisi
membungkuk, kemudian atur posisi pasien karena posisi ini akan berubah-ubah
tergantung pada lokasi kurvatura, sebagai contoh kurva dibawah vertebra lumbal
akan membutuhkan posisi membungkuk lebih jauh dibanding kurva pada thorakal.
Kemudian letakkan skoliometer pada apeks kurva, biarkan skoliometer tanpa
ditekan, kemudian baca angka derajat kurva.
Pada screening, pengukuran ini signifikan apabila hasil yang diperoleh
lebih besar dari 50, hal ini biasanya menunjukkan derajat kurvatura > 200 pada
pengukuran cobb’s angle pada radiologi sehingga memerlukan evaluasi yang
lanjut.
2. Rontgen tulang belakang
Foto polos : Harus diambil dengan posterior dan lateral penuh terhadap
tulang belakang dan krista iliaka dengan posisi tegak, untuk menilai derajat kurva
dengan metode Cobb dan menilai maturitas skeletal dengan metode Risser. Kurva
structural akan memperlihatkan rotasi vertebra, pada proyeksi posterior-anterior,
vertebra yang mengarah ke puncak prosessus spinosus menyimpang kegaris
tengah; ujung atas dan bawah kurva diidentifikasi sewaktu tingkat simetri vertebra
diperoleh kembali.
Cobb Angle diukur dengan menggambar garis tegak lurus dari batas
superior dari vertebra paling atas pada lengkungan dan garis tegak lurus dari akhir
inferior vertebra paling bawah.Perpotongan kedua garis ini membentuk suatu sudut
yang diukur.
Maturitas kerangka dinilai dengan beberapa cara, hal ini penting karena
kurva sering bertambah selama periode pertumbuhan dan pematangan kerangka
yang cepat. Apofisis iliaka mulai mengalami penulangan segera setelah pubertas;
ossifikasi meluas kemedial dan jika penulangan krista iliaka selesai, pertambahan
skoliosis hanya minimal. Menentukan maturitas skeletal melalui tanda Risser,
dimana ossifikasi pada apofisis iliaka dimulai dari Spina iliaka anterior superior
(SIAS) ke posteriormedial.Tepi iliaka dibagi kedalam 4 kuadran dan ditentukan
kedalam grade 0 sampai 5. Derajat Risser adalah sebagai berikut :
Grade 0 : tidak ada ossifikasi,
grade 1 : penulangan mencapai 25%,
grade 2 : penulangan mencapai 26-50%,
grade 3 : penulangan mencapai 51-75%,
grade 4 : penulangan mencapai 76%
grade 5 : menunjukkan fusi tulang yang komplit.
3. MRI ( jika di temukan kelainan saraf atau kelainan pada rontgen )
I. Penatalaksanaan medis
Adapun pilihan terapi yang dapat dipilih, dikenal sebagai “The three O’s” adalah :
a. Observasi
Pemantauan dilakukan jika derajat skoliosis tidak begitu berat, yaitu <25 0
pada tulang yang masih tumbuh atau <500 pada tulang yang sudah berhenti
pertumbuhannya. Rata-rata tulang berhenti tumbuh pada saar usia 19 tahun. Pada
pemantauan ini, dilakukan kontrol foto polos tulang punggung pada waktu-waktu
tertentu. Foto kontrol pertama dilakukan 3 bulan setelah kunjungan pertama ke
dokter. Lalu sekitar 6-9 bulan berikutnya bagi yang derajat <200 dan 4-6 bulan bagi
yang derajatnya >200.
b. Orthosis
Orthosis dalam hal ini adalah pemakaian alat penyangga yang dikenal
dengan nama brace. Biasanya indikasi pemakaian alat ini adalah :
1) Pada kunjungan pertama, ditemukan derajat pembengkokan sekitar 30-40
derajat
2) Terdapat progresifitas peningkatan derajat sebanyak 25 derajat.
3) Jenis dari alat orthosis ini antara lain :
a) Milwaukee
b) Boston
c) Charleston bending brace
Alat ini dapat memberikan hasil yang cukup signifikan jika digunakan secara
teratur 23 jam dalam sehari hingga 2 tahun setelah menarche.
c. Operasi
Jika kelengkungan mencapai 40% atau lebih, biasanya dilakukan
pembedahan. Pada pembedahan dilakukan perbaikan kelengkungan dan peleburan
tulang-tulang. tulang dipertahankan pada tempatnya dengan bantuan 1-2 alat logam
yang terpasang sampai tulang pulih (kurang dari 20 tahun). Sesudah dilakukan
pembedahan mungkin perlu dipasang brace untuk menstabilakn tulang belakang
kadang diberikan perangsang elecktrospinal, dimana otot tulang belakang
dirangsang dengan arus listrik rendah untuk meluruskan tulang belakang.
Tidak semua skoliosis dilakukan operasi. Indikasi dilakukannya operasi
pada skoliosis adalah :
1) Terdapat derajat pembengkokan >50 derajat pada orang dewasa.
2) Terdapat progresifitas peningkatan derajat pembengkokan >40-45 derajat pada
anak yang sedang tumbuh.
3) Terdapat kegagalan setelah dilakukan pemakaian alat orthosis.
Resiko operasi :
Operasi skoliosis adalah operasi besar dimana resiko tidak berhasil dan
komplikasi bisa diperhitungkan antara 50 % sampai 1%.
Komplikasi operasi yang dapat timbul adalah kehilangan darah, paru-paru
terluka, tulang- tulang iga patah, leher dan jantung terganggu, bahkan terjadi
kelumpuhan.
2.2 Proses Keperawatan
A. Pengkajian
1. Identitas Klien
Nama, umur, tempat tanggal lahir, jenis kelamin, suku/bangsa, agama, pendidikan,
alamat, tgl MRS, No. Reg, diagnosa medis.
2. Riwayat kesehatan
a. Keluhan Utama
b. Riwayat Penyakit Sekarang
c. Riwayat Kesehatan Terdahulu
d. Riwayat Kesehatan Keluarga
e. Riwayat Kesehatan Lingkungan
3. Pemeriksaan Fisik
a. Mengkaji skelet tubuh
Adanya deformitas dan kesejajaran. Pertumbuhan tulang yang abnormal
akibat tumor tulang. Pemendekan ekstremitas, amputasi dan bagian tubuh yang
tidak dalam kesejajaran anatomis. Angulasi abnormal pada tulang panjang atau
gerakan pada titik selain sendi biasanya menandakan adanya patah tulang.
b. Mengkaji tulang belakang
1) Skoliosis (deviasi kurvatura lateral tulang belakang)
2) Kifosis (kenaikan kurvatura tulang belakang bagian dada)
3) Lordosis (membebek, kurvatura tulang belakang bagian pinggang
berlebihan)
c. Mengkaji system persendian
Luas gerakan dievaluasi baik aktif maupun pasif, deformitas, stabilitas,
dan adanya benjolan, adanya kekakuan sendi
d. Mengkaji system otot
Kemampuan mengubah posisi, kekuatan otot dan koordinasi, dan ukuran
masing-masing otot. Lingkar ekstremitas untuk mementau adanya edema atau
atropfi, nyeri otot.
e. Mengkaji cara berjalan
Adanya gerakan yang tidak teratur dianggap tidak normal. Bila salah
satu ekstremitas lebih pendek dari yang lain. Berbagai kondisi neurologist yang
berhubungan dengan caraberjalan abnormal (mis. cara berjalan spastic
hemiparesis - stroke, cara berjalan selangkah-selangkah – penyakit lower motor
neuron, cara berjalan bergetar – penyakit Parkinson).
f. Mengkaji kulit dan sirkulasi perifer
Palpasi kulit dapat menunjukkan adanya suhu yang lebih panas atau
lebih dingin dari lainnya. Sirkulasi perifer dievaluasi dengan mengkaji denyut
perifer, warna, suhu dan waktu pengisian kapiler
B. Diagnosa
1. Pola nafas tidak efektif b/d tulang belakang yang menekan area paru
2. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d pola makan yang
buruk
3. Gangguan rasa nyaman Nyeri b/d deviasi lateral corpus spinal semakin membesar
4. Hambatan mobilitas fisik b/d kaku otot
5. Gangguan citra tubuh b/d tulang belakang yang melengkung dan dada yang
menonjol
C. Intervensi
1. Pola nafas tidak efektif b/d tulang belakang yang menekan area paru
N
o
Diagnosa Tujuan dan kriteria
hasil
Intervensi Rasional
1 Pola nafas tidak
efektif
berhubungan
dengan tulang
NOC
Respiratory status :
ventilation
NIC
Airway management
1. Identifikasi pasien
Airway
management
1. Agar tidak
belakang yang
menekan paru
Respiratory status :
airway patency
Vital sign status
Criteria hasil
Mendemonstrasikan
batuk efektif dan
suara nafas yang
bersih, tidak ada
sianosis dan
dyspneu ( mampu
mengeluarkan
sputum, mampu
bernafas dengan
mudah, tidak ada
pursed lips )
Menunjukkan jalan
nafas yang paten
( klien tidak merasa
tercekik, irama
nafas, frekuensi
pernafasan dalam
rentang normal,
tidak ada suara
nafas abnormal
Tanda – tanda vital
dalam rentang
normal ( tekanan
darah, nadi
pernafasan )
untuk
memaksimalkan
ventilasi
2. Lakukan
fisioterapi dada
jika perlu
3. Pertahankan jalan
nafas yang paten
4. Pertahankan
posisi pasien
terjadi sesak
2. Untuk
membantu
pola nafas
efektif
3. Agar jalan
nafas tetap
efektif
4. Agar pasien
tetap rileks
2. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d pola makan yang
buruk
No Diagnosa Tujuan dan Kriteria
hasil
Intervensi Rasional
2 Ketidakseim
bangan
nutrisi
kurang dari
kebutuhan
tubuh b/d
pola makan
yang buruk
NOC
Nutrional status
Nutrional status :
food and fluid
Intake
Nutrional status :
nutrient intake
Weight control
Kriteria hasil :
Adanya penigkatan
berat badan sesuai
dengan tujuan
Berat badan ideal
sesuai tinggi badan
Mampu
mengidentifikasi
kebutuhan nutrisi
Tidak ada tanda-
tanda malnutrisi
Menunjukan
peningkatan fungsi
pengecapan dari
menelan
Tidak terjadi
penuruna berat
badan yang berarti
1. Kajia danya alergi
2. Berikan substansi
gula
3. Ajarkan pasien
bagaimana membuat
catatan makanan
harian
4. Monitor jumlah
nutrisi dan kandungan
kalori
5. Berikan informasi
tentang kebutuhan
nutrisi
6. Kaji kemampuan
pasien untuk
mendapat kan nutrisi
yang dibutuhkan
7. Kolaborasi dengan
ahli gizi untuk
menentukan jumlah
kalori dan nutrisi
yang dibutuhkan
pasien
1. Mengetahui
riwayat alergi
pasien
2. Meningkatan
pembentukan
energi
3. Membantu
pasien untuk
mengetahhui
pola makan
pasien
4. Mengetahui
jumlah nutrisi
dan kandungan
kalori
5. Mengetahui
kemampuan
klien untuk
mendapatkan
nutrisi
6. mengetahui
diet yang
diperlukan
pada pasien
7. Memvalidasi
diet yang
diberikan
3. Gangguan rasa nyaman Nyeri b/d deviasi lateral corpus spinal semakin membesar
N
o
Diagnosa Tujuan dan
kriteria hasil
Intervensi Rasional
3 Gangguan rasa
nyaman Nyeri
b/d deviasi
lateral corpus
spinal semakin
membesar
NOC
Pain level
1. Nyeri Hebat
2. Nyeri Berat
3. Nyeri Sedang
4. Nyeri Ringan
5. Tidak Nyeri
Pain control
1. Tidak Pernah
2. Kadang-
kadang
3. Sewaktu-
waktu
4. Sering
Selalu
Comfort
level
Kriteria Hasil
Mampu
mengontrol
nyeri ( tahu
penyebab
nyeri,
mampu
menggunaka
n tehnik
nonfarmakol
ogi untuk
mengurangi
NIC
1. Lakukan
pengkajian nyeri
secara
komprehensif
termasuk lokasi,
karakteristik,
durasi, frekuensi,
kualitas dan
faktor presipitasi
2. Observasi reaksi
nonverbal dari
ketidaknyamanan
3. Bantu pasien dan
keluarga untuk
mencari dan
menemukan
dukungan
4. Kontrol
lingkungan yang
dapat
mempengaruhi
nyeri seperti suhu
ruangan,
pencahayaan dan
kebisingan
5. Kurangi faktor
presipitasi nyeri
6. Kaji tipe dan
1. Mengetahui
perkembangan nyeri
dan tanda-tanda
nyeri sehingga
dapat menentukan
intervensi
selanjutnya
2. Mengetahui respon
pasien terhadap
nyeri
3. dukungan yang
cukup dapat
menurunkan reaksi
nyeri pasien
4. Menurukan rasa
nyeri pasien
5. Dapat menurukan
tingkat nyeri pasien
6. mengetahui
perkembangan nyeri
dan menentukan
intervensi
selanjutnya
Pemberian analgesik
1. Dengan
mengetahuinya
lokasi, karakteristik,
kualitas dan derajat
nyeri sebelum
pemberian, dapat
nyeri ,mencar
i bantuan )
Melaporkan
bahwa nyeri
berkurang
dengan
menggunaka
n manajemen
nyeri
Mampu
mengenali
nyeri
( skala ,inten
sitas ,frekuen
si dan tanda
nyeri
Menyatakan
rasa nyaman
setelah nyeri
berkurang
sumber nyeri
untuk
menentukan
intervensi
Pemberian
Analgesik
1. Tentukan lokasi,
karakteristik,
kualitas, dan
derajat nyeri
sebelum
pemberian obat
2. Cek instruksi
dokter tentang
jenis obat, dosis,
dan frekuensi
3. Cek riwayat
alergi
4. Pilih analgesik
yang diperlukan
atau kombinasi
dari analgesik
ketika pemberian
lebih dari satu
5. Tentukan pilihan
analgesik
tergantung tipe
dan beratnya
nyeri
dijadikan acuan
untuk tindakan
penghilang nyeri
setelah pemberian
obat
2. Mengetahui bahwa
tindakan yang
diberikan adalah
benar
3. Mengetahui adanya
riwayat alergi
terhadap obat untuk
mempermudah
pemberian obat
selanjutnya
4. Analgesik yang
tepat membantu
mempercepat
penurunan nyeri
5. Analgesik yang
diberi sesuai dosis
tidak akan
memberikan efek
samping yang
berlebih
4. Hambatan mobilitas fisik b/d kaku otot
No Diagnosa Tujuan dan Kriteria
hasil
Intervensi Rasional
4 Hambatan
mobilitas
fisik b/d
kaku otot
NOC
Joint movement
: active
Mobility level
Self care: ADLs
Tansverperform
ance
Kriteria hasil:
Klien meningkat
dalam aktifitas
fisik
Mengerti tujuan
dari peningkatan
mobilitas
Memverbalisasik
an perasaan
dalam
meningkatkan
kekuatan dan
kemampuan
berpindah
Memperagakan
penggunaan alat
bantu
Bantu untuk
mobilisasi
(walker)
NIC
Exercise therapy:
ambulation
1. Monitoring vital sign
sebelum/ sesudah
latihan dan lihat
respon pasien saat
latihan
2. Konsultasikan dengan
terapi fisik tentang
rencana ambulasi
sesuai dengan
kebutuhan
3. Bantu klien untuk
menggunakan tongkat
saat berjalan dan
cegah terhadap cidera
4. Ajarkan pasien atau
tenaga kesehatan lain
tentang teknik
ambulasi
5. Kaji kemampuan
pasien dalam
mobilisasi
6. Latih pasien dalam
pemenuhan kebutuhan
ADLs secara mandiri
sesuai kemampuan
7. Damping dan bantu
1. Mengetahui
perkembangan
vital sign pasien
2. Mengkolaborasi
kan pemulihan
pasien
3. Membantu klien
berjalan
4. Memberikan
informasi dan
pengetahuan
untuk pasien
5. Mengetahui
kemampuan
klien
6. Melatih
kemampuan otot
pasien
7. Menemani
pasien untuk
memberikan
kenyamanan
8. Membantu
pasien untuk
berjalan
pasien saat mobilisasi
dan bantu penuhi
kebutuhan ADLS
pasien.
8. Berikan alat bantu jika
klien memerlukan
5. Gangguan citra tubuh b/d tulang belakang yang melengkung dan dada yang
menonjol
N
o
Diagnosa Tujuan dan Kriteria
hasil
Intervensi Rasional
5 Gangguan
citra tubuh
b/d tulang
belakang
yang
melengkung
dan dada
yang
menonjol
NOC
body image
self esteem
Kriteria hasil :
body image
positif
mampu
mengidentifikasi
kekuatan
personal
mendeskripsikan
secara factual
perubahan fungsi
tubuh
mempertahankan
interaksi sosial
NIC
1. Kaji secara verbal
dan nonverbal respon
klien terhadap
tubuhnya
2. Monitor frekuensi
mengkritik dirinya
3. Jelaskan tentang
pengobatan,
perawatan, kemajuan
dan prognosis
penyakit
4. Dorong klien untuk
mengungkapkan
perasaannya
5. Fasilitasi kontak
dengan individu lain
dalam kelompok kecil
1. Memberikan
informasi
koordinasi tubuh
2. Mengetahui kritik
pasien terhadap
dirinya
3. Membntu pasien
memperoleh
pengobatan
secara mandiri
maupun bantuan
4. Membantu klien
mengidentifikasi
perasaannya
untuk
menentukan
intervensinya
5. Membeikan klien
dukungan sosial
D. Implementasi
Pada tahap ini untuk melaksanakan interverensi dan aktivitas yang telah
dicatat dalam rencana perawatan pasien. Agar implementasi atau pelaksanaan
perncanaan ini dapat tepat waktu dan efektif maka perlu mengidentifikasi prioritas
perawatan, memantau dan mencatat respon pasien terhadap setiap interverensi yang
dilaksanakan serta mendokumentasikan pelaksanaan perawatan. Pada pelaksanaan
keperawatan diprioritaskan pada upaya untuk meningkatan kekuatan fisik,
meningkatkan masukan nutrisi , mempertahankan jalan nafas, mempertahankan pola
nafas, meningkatkan curah jantung serta mempertahankan pertukaran gas dengan
baik.
E. Evaluasi
Hasil yang diharapkan :
1. Diharapkan pola nafas baik
2. Diharapkan nutrisi klien terpenuhi
3. Diharapkan klien memperoleh kenyamanan
4. Diharapkan dapat melakukan mobilisasi
5. Diharapkan klien dapat memperoleh kepercayaan diri.