bab i

31
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sekitar 80% dari seluruh kasus baru praktek umum berhubungan dengan infeksi saluran napas yang terjadi di masyarakat (pneumonia komunitas/PK) atau di dalam rumah sakit (pneumonia nosokomial/PN). Pneumonia yang merupakan bentuk infeksi saluran nafas bawah akut di parenkim paru yang serius dijumpai sekitar 15-20%. Di AS pneumonia mencapai 13% dari semua penyakit infeksi pada anak dibawah 2 tahun. Berdasarkan hasil penelitian insiden pada pneumonia didapat 4 kasus dari 100 anak prasekolah, 2 kasus dari 100 anak umur 5-9 tahun,dan 1 kasus ditemukan dari 100 anak umur 9-15 tahun. UNICEF memperkirakan bahwa 3 juta anak di dunia meninggal karena penyakit pneumonia setiap tahun. Meskipun penyakit ini lebih banyak ditemukan pada daerah berkembang akan tetapi di Negara majupun ditemukan kasus yang cukup signifikan. Berdasarkan umur, pneumonia dapat menyerang siapa saja. Meskipun lebih banyak ditemukan pada anak-anak. Pada berbagai usia penyebabnya cendrung berbeda-beda, dan dapat menjadi pedoman dalam memberikan terapi. Pneumonia merupakan salah satu penyakit infeksi saluran napas yang terbanyak di dapatkan dan sering 1

Upload: ifan-mendrofa

Post on 10-Apr-2016

214 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

b

TRANSCRIPT

Page 1: BAB  I

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Sekitar 80% dari seluruh kasus baru praktek umum berhubungan dengan

infeksi saluran napas yang terjadi di masyarakat (pneumonia komunitas/PK) atau

di dalam rumah sakit (pneumonia nosokomial/PN). Pneumonia yang merupakan

bentuk infeksi saluran nafas bawah akut di parenkim paru yang serius dijumpai

sekitar 15-20%.

Di AS pneumonia mencapai 13% dari semua penyakit infeksi pada anak

dibawah 2 tahun. Berdasarkan hasil penelitian insiden pada pneumonia didapat 4

kasus dari 100 anak prasekolah, 2 kasus dari 100 anak umur 5-9 tahun,dan 1 kasus

ditemukan dari 100 anak umur 9-15 tahun.

UNICEF memperkirakan bahwa 3 juta anak di dunia meninggal karena

penyakit pneumonia setiap tahun. Meskipun penyakit ini lebih banyak ditemukan

pada daerah berkembang akan tetapi di Negara majupun ditemukan kasus yang

cukup signifikan. Berdasarkan umur, pneumonia dapat menyerang siapa saja.

Meskipun lebih banyak ditemukan pada anak-anak. Pada berbagai usia

penyebabnya cendrung berbeda-beda, dan dapat menjadi pedoman dalam

memberikan terapi.

Pneumonia merupakan salah satu penyakit infeksi saluran napas yang

terbanyak di dapatkan dan sering merupakan penyebab kematian hampir di

seluruh dunia. Di Inggris pneumonia menyebabkan kematian 10 kali lebih banyak

dari pada penyakit infeksi lain, sedangkan di AS merupakan penyebab kematian

urutan ke 15.

Di Indonesia berdasarkan hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun

2007, menunjukkan; prevalensi nasional ISPA: 25,5% (16 provinsi di atas angka

nasional), angka kesakitan (morbiditas) pneumonia pada Bayi: 2.2 %, Balita: 3%,

angka kematian (mortalitas) pada bayi 23,8%, dan Balita 15,5%.

Pneumonia pada dapat terjadi pada orang tanpa kelainan imunitas yang

jelas. Namun pada kebanyakan pasien dewasa yang menderita pneumonia didapati

adanya satu atau lebih penyakit dasar yang mengganggu daya tahan tubuh.

1

Page 2: BAB  I

Frekuensi relative terhadap mikroorganisme petogen paru bervariasi menurut

lingkungan ketika infeksi tersebut didapat.

2

Page 3: BAB  I

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi

Pneumonia didefinisikan sebagai suatu peradangan paru yang disebabkan

oleh mikroorganisme (bakteri, virus, jamur, parasit). Pneumonia yang disebabkan

oleh Mycobacterium tuberculosis tidak termasuk Sedangkan peradangan paru

yang disebabkan oleh non mikroorganisme (bahan kimia, radiasi, aspirasi bahan

toksik, obat-obatan dan lain -lain) disebut pneumonitis.

Di Indonesia, penyebab yang paling umum dari pneumonia adalah bakteri

Streptococcus pneumoniae. Pada pneumonia yang disebabkan oleh bakteri ini,

biasanya didapatkan suatu gejala tiba-tiba seperti menggigil, demam, dan produksi

dari suatu sputum yang berwarna karat (pekat). Infeksi menyebar ke dalam darah

pada 20%-30% dari kasus, dan jika ini terjadi 20%-30% dari pasien-pasien ini

meninggal dunia.

2.2 Etiologi

Menurut publikasi WHO, penelitian di berbagai negara menunjukan

bahwa di negara berkembang Streptokokus pneumonia dan Hemofilus influenza

merupakan bakteri yang selalu ditemukan pada dua pertiga dari hasil isolasi, yaitu

73,9 % aspirat paru dan 69,1% hasil isolasi dari spesimen darah. Sedangkan di

negara maju, pneumonia pada umumnya disebabkan oleh virus. Etiologi

pneumonia antara lain:

1. Bakteri : Diplococcus pneumonia, Pneumococcus, Streptococcus

hemolyticus, Streptococcus aureus, Hemophilus influenza, Bacillus

Friedlander.

2. Virus : Respiratory syncytial virus, virus influenza, adenovirus,

cytomegalovirus.

3. Jamur : Mycoplasma pneumoces dermatitides, Coccidioides immitis,

Aspergillus, Candida albicans.

4. Aspirasi : Makanan, kerosene (bensin, minyak tanah), cairan amnion,

benda asing.

3

Page 4: BAB  I

2.3 Faktor Resiko

Beberapa kelompok-kelompok mempunyai faktor risiko yang lebih tinggi

untuk terkena pneumonia, yaitu antara :

Usia lebih dari 65 tahun

Merokok

Malnutrisi baik karena kurangnya asupan makan ataupun

dikarenakan penyakit kronis lain.

Kelompok dengan penyakit paru, termasuk kista fibrosis, asma,

PPOK, dan emfisema.

4

Page 5: BAB  I

Kelompok dengan masalah-masalah medis lain, termasuk diabetes

dan penyakit jantung.

Kelompok dengan sistem imunitas dikarenakan HIV, transplantasi

organ, kemoterapi atau penggunaan steroid lama.

Kelompok dengan ketidakmampuan untuk batuk karena stroke,

obat-obatan sedatif atau alkohol, atau mobilitas yang terbatas.

Kelompok yang sedang menderita infeksi traktus respiratorius atas

oleh virus.

2.4 Klasifikasi

Pembagian pneumonia tidak ada yang memuaskan. Berdasarkan anatomis,

pneumonia dibagi atas:

1. Pneumonia lobaris :

Sering disebabkan aspirasi benda asing atau oleh infeksi bakteri

(Staphylococcus), jarang pada bayi dan orang tua. Pneumonia yang

terjadi pada satu lobus atau segmen kemungkinan sekunder

disebabkan oleh obstruksi bronkus misalnya pada aspirasi benda asing

atau proses keganasan. Pada gambaran radiologis, terlihat gambaran

gabungan konsolidasi berdensitas tinggi pada satu segmen/lobus atau

bercak yang mengikutsertakan alveoli yang tersebar. Air bronchogram

adalah udara yang terdapat pada percabangan bronchus, yang

dikelilingi oleh bayangan opak rongga udara. Ketika terlihat adanya

bronchogram, hal ini bersifat diagnostik untuk pneumonia lobaris

2. Pneumonia lobularis (bronkopneumonia)

Inflamasi paru-paru biasanya dimulai di bronkiolus terminalis.

Bronkiolus terminalis menjadi tersumbat dengan eksudat

mukopurulen membentuk bercak-bercak konsolidasi di lobulus yang

bersebelahan. Penyakit ini seringnya bersifat sekunder, mengikuti

infeksi dari saluran nafas atas, demam pada infeksi spesifik dan

penyakit yang melemahkan sistem pertahanan tubuh. Pada bayi dan

orang-orang yang lemah, Pneumonia dapat muncul sebagai infeksi

primer.

5

Page 6: BAB  I

3. Pneumonia interstitialis (bronkiolitis)

Terutama pada jaringan penyangga, yaitu interstitial dinding

bronkus dan peribronkil. Peradangan dapat ditemumkan pada infeksi

virus dan mycoplasma. Terjadi edema dinding bronkioli dan juga

edema jaringan interstisial prebronkial. Radiologis berupa bayangan

udara pada alveolus masih terlihat, diliputi perselubungan yang tidak

merata

4. Sedangkan klasifikasi pneumonia berdasarkan klinis dapat di lihat

pada table 2 berikut ini :

2.5 Patogenesis Pneumonia

Dalam keadaan sehat, pada paru tidak akan terjadi pertumbuhan

mikroorganisme. Keadaan ini disebabkan adanya mekanisme pertahanan paru.

Terdapatnya bakteri di dalam paru menunjukkan adanya gangguan daya tahan

tubuh, sehingga mikroorganisme dapat berkembang biak dan mengakibatkan

timbulnya infeksi penyakit. Masuknya mikroorganisme ke dalam saluran nafas

dan paru dapat melalui berbagai cara, antara lain inhalasi langsung dari udara,

aspirasi dari bahan-bahan yang ada di nasofaring dan orofaring serta perluasan

langsung dari tempat-tempat lain, penyebaran secara hematogen.

Mekanisme daya tahan traktus respiratorius bagian bawah sangat efisien

untuk mencegah infeksi yang terdiri dari susunan anatomis rongga hidung,

jaringan limfoid di nasofaring, bulu getar yang meliputi sebagian besar epitel

traktus respiratorius dan sekret lain yang dikeluarkan oleh sel epitel tersebut.

Reflek batuk, refleks epiglotis yang mencegah terjadinya aspirasi sekret yang

6

Page 7: BAB  I

terinfeksi. Drainase sistem limfatis dan fungsi menyaring kelenjar limfe regional.

Fagositosis, aksi limfosit dan respon imunohumoral terutama dari IgA. Sekresi

enzim – enzim dari sel-sel yang melapisi trakeo-bronkial yang bekerja sebagai

anti mikroba yang non spesifik.1 Bila pertahanan tubuh tidak kuat maka

mikroorganisme dapat melalui jalan nafas sampai ke alveoli yang menyebabkan

radang pada dinding alveoli dan jaringan sekitarnya. Setelah itu mikroorganisme

tiba di alveoli membentuk suatu proses peradangan yang meliputi empat stadium,

yaitu :

7

Page 8: BAB  I

A. Stadium (4–12 jam pertama/ kongesti)

Disebut hiperemia, mengacu pada respon peradangan permulaan yang

berlangsung pada daerah baru yang terinfeksi. Hal ini ditandai dengan

peningkatan aliran darah dan permeabilitas kapiler di tempat infeksi. Hiperemia

ini terjadi akibat pelepasan mediator-mediator peradangan dari sel-sel mast setelah

pengaktifan sel imun dan cedera jaringan. Mediator-mediator tersebut mencakup

histamin dan prostaglandin. Degranulasi sel mast juga mengaktifkan jalur

komplemen.

Komplemen bekerja sama dengan histamin dan prostaglandin untuk

melemaskan otot polos vaskuler paru dan peningkatan permeabilitas kapiler paru.

Hal ini mengakibatkan perpindahan eksudat plasma ke dalam ruang interstisium

sehingga terjadi pembengkakan dan edema antar kapiler dan alveolus.

Penimbunan cairan di antara kapiler dan alveolus meningkatkan jarak yang harus

ditempuh oleh oksigen dan karbondioksida, sehingga mempengaruhi perpindahan

8

Page 9: BAB  I

gas dalam darah dan sering mengakibatkan penurunan saturasi oksigen

hemoglobin.

B. Stadium II (48 jam berikutnya)

Disebut hepatisasi merah, terjadi sewaktu alveolus terisi oleh sel darah

merah, eksudat dan fibrin yang dihasilkan oleh penjamu (host) sebagai bagian dari

reaksi peradangan. Lobus yang terkena menjadi padat oleh karena adanya

penumpukan leukosit, eritrosit dan cairan, sehingga warna paru menjadi merah

dan pada perabaan seperti hepar, pada stadium ini udara alveoli tidak ada atau

sangat minimal sehingga anak akan bertambah sesak, stadium ini berlangsung

sangat singkat, yaitu selama 48 jam.

C. Stadium III (3–8hari)

Disebut hepatisasi kelabu yang terjadi sewaktu sel-sel darah putih

mengkolonisasi daerah paru yang terinfeksi. Pada saat ini endapan fibrin

terakumulasi di seluruh daerah yang cedera dan terjadi fagositosis sisa-sisa sel.

Pada stadium ini eritrosit di alveoli mulai diresorbsi, lobus masih tetap padat

karena berisi fibrin dan leukosit, warna merah menjadi pucat kelabu dan kapiler

darah tidak lagi mengalami kongesti.

D. Stadium IV (7–11hari)

Disebut juga stadium resolusi yang terjadi sewaktu respon imun dan

peradangan mereda, sisa-sisa sel fibrin dan eksudat lisis dan diabsorsi oleh

makrofag sehingga jaringan kembali ke strukturnya semula.

2.6 Penegakan Diagnosa

Diagnosis pneumonia ditegakkan berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan

fisik serta dibantu dengan pemeriksaan penunjang.

1. Anamnesis

Gejala tersering dari pneumonia antara lain nyeri dada, nafas memendek,

nyeri saat bernafas, nadi dan pernafasan meningkat/ cepat, nausea,

vomitus, diare, dan batuk dengan sputum berwarna hijau, kuning dan

berwarna karat. Kebanyakan penderita demam (temperatur > 38 ᵒC),

walaupun pada lansia dapat menderita demam dengan suhu yang lebih

rendah.

9

Page 10: BAB  I

2. Pemeriksaan Fisik

Pneumonia dicurigai saat pada pemeriksaan fisik didapatkan ronki

(crackling sounds) saat mendengar dengan stetoskop pada bagian dada.

Dapat juga ditemukan wheezing, atau suara nafas yang menjadi kasar pada

beberapa daerah di dada.

3. Pemeriksaan Penunjang

a) Rogent torak PA merupakan dasar diagnosis utama pneumonia

b) Leukosit>15.000/ul, dengan didominasi sel neutrofil

c) Trombositopenia bisa didapatkan pada pneumonia dengan empiema

d) Pemeriksaan sputum kurang berguna

e) Biakan darah jarang positif (3 – 11%) kecuali untuk Pneumokokus dan

H. Influenzae (25 – 95%)

f) Rapid test untuk deteksi antigen bakteri mempunyai sensitifitas dan

spesifisitas rendah.

g) Pemeriksaan serologis kurang bermanfaat.

Gambar 3. Rogent torak PA penderita pneumonia

10

Page 11: BAB  I

2.7 Penatalaksanaan

Tujuan penatalaksanaan penderita pneumonia adalah menghilangkan

infeksi dan mencegah terjadinya komplikasi akibat infeksi tersebut.

Penatalaksanaan pneumonia didasarkan kepada organisme apa yang menyebabkan

pneumonia tersebut (disebut dengan terapi empirik). Kebanyakan penderita

membaik dengan terapi empirik ini.

Kebanyakan pasien dengan pneumonia ditatalaksana di rumah dengan

pemberian antibiotik-antibiotik oral. Penderita dengan faktor resiko untuk menjadi

lebih berat dapat ditatalaksana dengan perawatan di rumah sakit. Monitoring di

rumah sakit termasuk kontrol terhadap frekuensi denyut jantung dan pernafasan,

temperatur, dan oksigenisasi. Penderita yang dirawat di rumah sakit biasanya

diberikan antibiotik intravena dengan dosis dan pemberian yang terkontrol.

Lamanya hari perawatan di rumah sakit sangat bervariasi tergantung bagaimana

respon penderita terhadap pengobatan, apakah ada penyakit penyerta/

sebelumnya, dan apakah ada masalah-masalah medis lainnya yang dapat

memperberat pneumonia yang dideritanya. Beberapa penderita, termasuk

penderita yang sebelumnya menderita kerusakan paru atau penyakit paru berat

lainnya, penderita dengan imunitas menurun, atau penderita dengan pneumonia

yang mengenai lebih dari 1 lobus (disebut multilobar pneumonia), dapat lebih

lambat untuk membaik atau mungkin membutuhkan perawatan lebih lama di

rumah sakit.

Berbagai macam regimen antibiotik tersedia untuk terapi pneumonia.

Pemilihan antibiotik mana yang baik digunakan bergantung pada banyak faktor,

termasuk :

- Penyakit penyerta/ sebelumnya

- Terinfeksi dengan bakteri yang resisten antibiotik tertentu.

Penderita yang sebelumnya menggunakan antibiotik untuk terapi penyakit

lain pada tiga bulan terakir mempunyai faktor resiko yang lebih tinggi untuk

terinfeksi bakteri yang resisten antibiotik tertentu. Untuk semua regimen

antibiotik, penting untuk menggunakan antibiotik tersebut sampai selesai dan

sesuai dengan prosedur penatalaksanaan.

11

Page 12: BAB  I

Diagnosis etiologi pneumonia sangat sulit untuk dilakukan, sehingga

pemberian antibiotik diberikan secara empirik sesuai dengan pola kuman tersering

yaitu Streptococcus pneumonia dan H. influenza. Bila keadaan pasien berat atau

terdapat empiema, antibiotik adalah golongan sefalosporin. Antibiotik parenteral

diberikan sampai 48-72 jam setelah panas turun, dilanjutkan dengan pemberian

per oral selama 7 – 10 hari. Bila diduga penyebab pneumonia adalah S.aureus,

kloksasilin dapat segera diberikan. Bila alergi terhadap penisilin dapat diberikan

cefazolin, klindamisin, atau vancomycin. Lama pengobatan untuk Stafilokokus

adalah 3 – 4 minggu.10

12

Page 13: BAB  I

BAB III

ILUSTRASI KASUS

I. IDENTITAS PENDERITA

Nama : Ny. S

Usia : 41 Tahun

Alamat : Jl. Taman Bunga merak no.23 Malang

Jenis Kelamin : Perempuan

Pendidikan : S1

Pekerjaan : Guru

Agama : Islam

Status : Menikah

Suku : Jawa

2. ANAMNESA

1. Keluhan Utama : Muntah-muntah

Riwayat Penyakit Sekarang : Pasien datang diantar suaminya ke UGD RSI

Malang pada pukul 20.15 WIB dengan keluhan muntah. Keluhan muntah sudah

sejak dua hari yang lalu. Setelah makan kadang pasien juga langsung muntah.

Dari pagi hingga saat ini muntah kurang lebih sudah 5 kali Selain itu, pasien juga

mengalami batuk berdahak dan pilek demam sejak tiga hari. Keluhan batuk dan

pilek dirasakan sejak 7 hari yang lalu. Terkadang batuk disertai sesak nafas.

Selain itu pasien juga mengalami demam terjadi pada siang sampai malam hari

dan turun pada pagi hari. Selama sakit, pasien tampak lemas

2. Riwayat Penyakit Dahulu:

Riwayat Sakit Serupa : Sering batuk dan flu sejak berusi 20 tahun,

sembuh jika dibawa ke dokter dan diberi obat. Obat yang diberikan adalah

oabat untuk batuk, panas, dan antibiotik. Setelah sehari pemberian obat,

pasien biasanya langsung sembuh, sehingga tidak melanjutkan untuk

minum obat.

Riwayat MRS : Disangkal.

Riwayat Sakit Kejang : Disangkal

Riwayat Alergi Obat : Disangkal

13

Page 14: BAB  I

Riwayat Alergi Makanan : Disangkal

3. Riwayat Penyakit Keluarga

Riwayat Keluarga dengan penyakit serupa : Disangkal

Riwayat Hipertensi : Disangkal

Riwayat Sakit Gula : Disangkal

Riwayat Jantung : Disangkal

Riwayat Penyakit Tumor :Disangkal

4. Riwayat Kebiasaan

Riwayat Merokok : Ny. S tidak merokok, sedangkan suaminya adalah

seorang perokok yaitu 1 pak per-hari.

5. Riwayat Sosial Ekonomi:

Pasien adalah lulusan S1, dan sekarang menjadi seorang guru di SMA.

Dan suaminya adalah seorang wirswasta. Pendapatan keluarga per bulan

kurang lebih 3,5 juta rupiah.

6. Riwayat Gizi:

Ny. S makan biasanya 2-3 kali perhari. Semenjak kuliah pasien jarang

makan secara teratur, sering terlambat makan. Pasien makan lauk sayur,

tempe, telur dan ayam. Jarang mengkonsumsi buah dan susu. Pasien

mengatakan badannya semakin kurus walaupun tidak dilakukan

penimbangan secara tepat.

3. ANAMNESA SISTEM

1. Kulit : Gatal (-).

2. Kepala : Sakit kepala (-), pusing (-), rambut todak rontok, luka

kepala (-), benjolan (-).

3. Mata : Penglihatan kabur (-), ketajaman penglihatan normal.

4. Hidung : Tersumbat (-) , mimisan (-)

5. Telinga : Pendengaran berkurang (-), berdengung (-), keluar

cairan (-)

6. Mulut : Sariawan (-), mulut kering (-), lidah terasa pahit (-)

7. Tenggorokan : Sakit menelan (-), suara serak (-)

8. Pernafasan : Sesak nafas (-), batuk (+)

9. Kardiovaskuler : Berdebar-debar (-), nyeri dada (-)

14

Page 15: BAB  I

10. Gastrointestinal : Mual/muntah (+), diare (-), nafsu makan menurun (-),

nyeri perut kanan bawah (-), BAB normal.

11. Genitourinaria : BAK lancar

12. Neurologik : Kejang (-), lumpuh (-)

13. Psikiatri : Emosi stabil (+), mudah marah (-)

14. Muskuloskeletal : Kaku sendi (-), nyeri tangan dan kaki (-), nyeri otot (-)

15. Ekstremitas atas : Bengkak (-), sakit (-), luka (-)

16. Ekstremitas bawah : Bengkak (-), sakit (-), luka (-)

4. PEMERIKSAAN FISIK

1. Keadaan Umum: Sakit sedang, Composmentis, GCS 456

2. Vital Sign :

RR : 28x/menit

Suhu : 38.80 C

Nadi : 104

Tensi : 100/70 mm/Hg

3. Antropometri :

- BB : 60 Kg

4. Kulit :Kulit sawo matang, turgor (N), ikterik (-), sianosis (-), pucat

(-), kulit gatal dan mengelupas (-), kulit kering (-)

5. Kepala :Simetris, normocephal, rambut tidak rontok, rambut tidak

mudah dicabut, luka pada kepala (-), benjolan/borok (-).

6. Mata :Mata cowong (+/+), Conjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik

(-/-), radang/konjungtivitis/uveitis (-/-), reflek cahaya (+/+).

7. Hidung :Nafas cuping hidung (-), simetris, saddle nose (-), sekret (-),

perforasi (-), epistaksis (-), deformitas hidung (-)

8. Telinga :Daun telinga simetris, pendengaran berkurang (-), cuping

telinga dalam batas normal.

9. Mulut : Simetris, mulut kering (-), sianosis (-), bibir pucat (-), bibir

kering (-), lidah kotor (-), papil lidah atrofi (-), tepi lidah hiperemis (-),

tremor (-), gusi berdarah (-).

10. Tenggorokan: Tonsil membesar (-), pharing hiperemis (-).

15

Page 16: BAB  I

11. Leher : JVP tidak meningkat, trakea di tengah, pembesaran, kelenjar

tiroid (-), pembesaran kelenjar limfe (-), lesi pada kulit (-).

12. Thorax :Simetris, bentuk normochest, retraksi interkostal (-), retraksi

subkostal (- ), spider nevi (-), venectasi (-), pembesaran kelenjar limfe

(-)

Cor :

Inspeksi : ictus cordis tidak tampak

Palpasi : ictus cordis kuat angkat

Perkusi :

batas kiri atas : SIC II 1 cm lateral Linea Para Sternalis Sinistra

batas kanan atas : SIC II Linea Para Sternalis Dekstra

batas kiri bawah : SIC V 1 cm lateral Linea Medio Clavicularis

Sinistra

batas kanan bawah : SIC IV Linea Para Sternalis Dekstra

(batas jantung kesan tidak melebar)

Auskultasi : Bunyi Jantung I–II intensitas normal,

regular, bising (-)

Pulmo

Inspeksi : pengembangan dada kanan sama dengan kiri

Palpasi : fremitus raba kanan sama dengan kiri

Perkusi : sonor/sonor

Auskultasi : suara dasar vesikuler (+/+), Ronkhi (+/+)

13. Abdomen

Inspeksi : dinding perut sejajar dengan dinding dada,

venektasi (-)

Auskultasi : bising usus (+) normal

Perkusi : timpani

Palpasi : supel, nyeri tekan (-), hepar dan lien tak teraba

14. Ektremitas : palmar eritema (-/-)

Akral dingin

16

- -

- -

Page 17: BAB  I

Oedem

Ulkus

14. Sistem genetalia: Tidak dilakukan pemeriksan

15. Pemeriksaan Neurologik : Tidak dilakukan pemeriksaan

16. Pemeriksaan Psikiatrik : Tidak dilakukan pemeriksaan

17

- -

- -

- -

- -

Page 18: BAB  I

5. PEMERIKSAAN PENUNJANG

Pemeriksaan Laboratorium Darah Lengkap

Hb : 12.8 g/dL (12- 16 mg/dL)

Leukosit : 13.500 µL (4-10 ribu mg/dL)

LED : 66 mm/jam (2-20 mm/jam)

Trombosit : 410.000 µL (150- 400 ribu )

PCV : 38,7 % (37- 48 %)

Eritrosit : 4,66 juta/mm3 (4.0- 5.5 juta/mm3)

Hitung jenis : 1/1/-/67/14/8 lapang pandang

Pemeriksaan Kimia darah

SGOT : 22 (<40 IU)

SGPT : 8 (<40 IU)

Pemeriksaan Foto Thorak PA : Tampak infiltrate di pericardial dextra.

5. DIAGNOSA

Pneumonia

6. TERAPI

Terapi Non-Farmakologi

Tirah Baring

Diet TKTP lunak

Pemberian O2 2 ltr/menit

Pengaturan pola diet

18

Page 19: BAB  I

Terapi Farmakologi

19

Suci Dwi Nurhidayah, SKedSP/SIP 208.121.0022

Alamat : Jl. MT.Haryono - MalangJam praktek 18.00-21.00

Telp (0341) 897401938

Malang, 22 Oktober 2013

R/ Inf Dekstrosa cc 500 Fl No. IVCum Infus set No.IIv catheter No.I S. i.m.m

R/ Inj. Ceftriaxone Vial 1 g No.IVCum Spuit cc 5 No.IAqua bidest No. 1S.i.m.m

R/ Inj. Ondansetron Ampul 4 mg No.IIICum Spuit cc 5 No.IS.i.m.m

R/ Ambroksol tab mg 30 No. XS. 3 dd tab 1

R/ Paracetamol tab mg 500 No. XS. prn (1-3) dd tab 1

R/ Salbutamol tab 4 mg No.X

S. 3 dd tab 1

Pro : Ny. S

Umur : 41 tahun

Alamat: Lowok Waru

Pro : BB :

Alamat : Usia :

Pro : Umur : Alamat : BB :

Pro : BB :

Alamat : Usia :

Pro : Umur : Alamat : BB :

Page 20: BAB  I

BAB IV

PEMBAHASAN

1. ANTIBIOTIK

Karena pada pasien sudah termasuk kategori 3 jadi harus diberi antibiotik

golongan sefalosporin generasi 3 dengan rute injeksi dikarenakan pasiennya mual

dan muntah dan untuk mempercepat proses penyembuhan. Setelah pasien sudah

tidak mual muntah lagi diberikan secara rute oral.

Diberikan Ondansetron : karena pada pasien terjadi mual muntah yang

berlebihan

- Komposisi: Ondansetron 4 mg/2 ml

20

Page 21: BAB  I

- Indikasi : Pencegahan dan pengobatan mual dan muntah karena

berbagai sebab.

- Dosis : Pencegahan mual dan muntah pasca bedah : Dosis pertama 1

tablet diberikan 1 jam sebelum pembiusan dianjurkan pemberian 2 dosis

berikutnya 1 tablet dengan interval waktu masing-masing 8 jam. Pengobatan mual

dan muntah pasca bedah : 4 mg im sebagai dosis tunggal atau injeksi iv secara

perlahan. Penderita degan gangguan hati tidak boleh lebih 8 mg.

- Kontraindikasi : Hipersensitivitas

- Efek samping : Sakit Kepala, Konstipasi, rasa panas pada kepala dan

epigastrium.

- Interaksi Obat: Karena Ondansetron dimetabolisme oleh enzim

metabolik sitokrom P-450, perangsangan dan penghambatan terhadap enzim ini

dapat mengubah klirens dan waktu paruhnya. Pada penderita yang sedang

mendapat pengobatan dengan obat-obat yang secara kuat merangsang enzim

metabolisme CYP3A4 (seperti Fenitoin, Karbamazepin dan Rifampisin), klirens

Ondansetron akan meningkat secara signifikan, sehingga konsentrasi dalam darah

akan menurun.

- Farmakodinamik: Ondansetron adalah golongan antagonis reseptor

serotonin (5-HT3) merupakan obat yang selektif menghambat ikatan serotonin

dan reseptor 5-HT3. Obat-obat anestesi akan menyebabkan pelepasan serotonin

dari sel-sel mukosa enterochromafin dan dengan melalui lintasan yang melibatkan

5-HT3 dapat merangsang area postrema menimbulkan muntah. Pelepasan

serotonin akan diikat reseptor 5-HT3 memacu aferen vagus yang akan

mengaktifkan refleks muntah. Serotonin juga dilepaskan akibat manipulasi

pembedahan atau iritasi usus yang merangsang distensi gastrointestinal.

Efek antiemetik ondansetron terjadi melalui:

a. Blokade sentral pada area postrema (CTZ) dan nukleus traktus solitarius

melalui kompetitif selektif di reseptor 5-HT3

b. Memblok reseptor perifer pada ujung saraf vagus yaitu dengan

menghambat ikatan serotonin dengan reseptor pada ujung saraf vagus

- Farmakokinetik: Setelah pemberian per oral, Ondansetron yang

diberikan dengan dosis 8 mg akan diserap dengan cepat dan konsentrasi

21

Page 22: BAB  I

maksimum (30 ng / ml) dalam plasma dicapai dalam waktu 1,5 jam. Konsentrasi

yang sama dapat dicapai dalam 10 menit dengan pemberian Ondansetron 4 mg i.v.

Bioavalibilitas oral absolut Ondansetron sekitar 60%. Kondisi sistemik yang

setara juga dapat dicapai melalui pemberian secara i.m atau i.v. Waktu paruhnya

sekitar 3 jam. Volume distribusi dalam keadaan statis sekitar 140 L. Ondansetron

yang berikatan dengan protein plasma sekitar 70 – 76%. Ondansetron

dimetabolisme sanagt baik di sistem sirkulasi, sehingga hanya kurang dari 5 %

saja yang terdeteksi di urine.

22

Page 23: BAB  I

DAFTAR PUSTAKA

1. Leman M. Pneumonia : Musuh Spesial para Lanjut Usia. Disitasi dari :

http://leman.or.id/medicastore/pneumonia.htm, pada tanggal : 20 Agustus

2009. Perbaharuan terakhir : Juni 2007.

2. Universuty of Michigan Health System. Pneumonia. Disitasi dari :

http://www.med.umich.edu/1libr/aha/aha_pneum_crs.htm, pada tanggal :

20 Agustus 2009. Perbaharuan terakhir : Januari 2009.

3. Webmaster. Pneumonia. Disitasi dari :

http://www.infeksi.com/articles.php(?lng=in&pg=48.htm, pada tanggal :

22 Agustus 2009. Perbaharuan terakhir : Januari 2009.

4. Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak FKUI. Buku Kuliah Ilmu Kesehatan

Anak 3. Jakarta: Infomedika Jakarta; 1995.1228-1235.

5. Bartlett JG, Marrie TJ, File TM. Pneumonia in Adult. Disitasi dari :

http://www.utdol.com/patients/content/topic.do(?)topicKey=~IULIBvWW

VqokV S.htm, pada tanggal : 22 Agustus 2009. Perbaharuan terakhir :

Januari 2008.

6. Lampiran Keputusan Menteri Kesehatan. Pemberantasan Penyakit ISPA.

Nomor: 1537.A/MENKES/SK/XII/2002. Tanggal 5 Desember 2002.

Jakarta : Departemen Keseharan; 2002.

7. Reuters T. Pneumonia in Adult. Disitasi dari :

http://www.pdrhealth.com/disease/disease mono.aspx(?)contentFileName=

BHG01ID07.xml&contentName=Pneumonia+in+Adults&contentId=119.

htm, pada tanggal : 22 Agustus 2009. Perbaharuan terakhir : 2009.

8. Dahlan Z. Artikel: Pandangan Baru Pneumonia Atipik dan Terapinya.

Bagian Penyakit Dalam FK.UNPAD Rumah Sakit Hasan Sadikin

Bandung. Bandung : FK UNPAD; 2007.

9. Ikatan Dokter Anak Indonesia. Standar Pelayanan Kesehatan Anak Edisi I.

2004. Jakarta : IDAI; 2004.

23