bab i

8
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tekanan darah merupakan faktor penting pada penyakit ginjal, tekanan darah yang disarankan pada pasien gagal ginjal ini yaitu <130/80 mmHg untuk ekresi protein rendah, dan <125/75 mmHg untuk level ekresi protein yang tinggi (proteinuria) (Stigant, 2003). Parameter seperti tekanan darah, nadi, berat badan dan gejala-gejala lain akan membantu perawat memperkirakan kelebihan cairan dan kekurangan cairan. Tekanan darah yang naik mengisyaratkan adanya kelebihan cairan. Pada pasien hemodialisis kronik kelebihan cairan mungkin disebabkan oleh masukan makanan tinggi natrium (Huddak & Gallo, 1996). Pengaturan diet pada pasien gagal ginjal kronik bertujuan mengurangi akumulasi sisa metabolisme dalam darah, untuk mengurang progresi penyakit ginjal dan mencegah komplikasi. Pengaturan diet yang diberikan meliputi protein, energi, elektrolit, dan cairan (Suharyati, 2000), dengan demikian pembatasan cairan juga merupakan bagian dari resep diet untuk pasien ini (Smeltzer & Bare, 2001). Pembatasan kalium juga diperlukan karena makanan tinggi kalium seperti buah-buahan dan umbi-umbian tidak dianjurkan dikonsumsi. Hiperkalemmia dapat menyebabkan kegawatan jantung ditandai dengan perubahan tanda-tanda vital 1

Upload: vhe-raa-chilalahi

Post on 07-Apr-2016

11 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

fytf

TRANSCRIPT

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Tekanan darah merupakan faktor penting pada penyakit ginjal, tekanan darah

yang disarankan pada pasien gagal ginjal ini yaitu <130/80 mmHg untuk ekresi

protein rendah, dan <125/75 mmHg untuk level ekresi protein yang tinggi

(proteinuria) (Stigant, 2003). Parameter seperti tekanan darah, nadi, berat badan dan

gejala-gejala lain akan membantu perawat memperkirakan kelebihan cairan dan

kekurangan cairan. Tekanan darah yang naik mengisyaratkan adanya kelebihan

cairan. Pada pasien hemodialisis kronik kelebihan cairan mungkin disebabkan oleh

masukan makanan tinggi natrium (Huddak & Gallo, 1996).

Pengaturan diet pada pasien gagal ginjal kronik bertujuan mengurangi

akumulasi sisa metabolisme dalam darah, untuk mengurang progresi penyakit ginjal

dan mencegah komplikasi. Pengaturan diet yang diberikan meliputi protein, energi,

elektrolit, dan cairan (Suharyati, 2000), dengan demikian pembatasan cairan juga

merupakan bagian dari resep diet untuk pasien ini (Smeltzer & Bare, 2001).

Pembatasan kalium juga diperlukan karena makanan tinggi kalium seperti

buah-buahan dan umbi-umbian tidak dianjurkan dikonsumsi. Hiperkalemmia dapat

menyebabkan kegawatan jantung ditandai dengan perubahan tanda-tanda vital

1

(Suhardjono, 2001), jika pembatasan ini diabaikan, komplikasi yang dapat membawa

kematian seperti hiperkalemia dan edema paru dapat terjadi (Alp Ikizler, 2003).

Hemodialisis sebagai terapi pengganti dapat direkomendasikan, apabila

terdapat sindroma uremia, hiperkalemia, peningkatan cairan ekstravaskuler dan

creatinin clearence <10 ml/mnt (Sing & Brenner, 2001). National Kidney Fundation

merekomendasikan hemodialisis dapat dimulai jika fungsi ginjal turun 10-15%, atau

terdapat gejala cukup berat yang disebabkan penyakit ginjal, dan Laju Filtrasi

Glomerulus (LFG) menurun sampai 30 ml/menit (www.davita.com, 2003).

Hemodialisis sampai sekarang masih merupakan pilihan utama sebagai terapi

pengganti di Indonesia, dimulai pada tahun 1970 dengan kualitas hidup yang cukup

baik (sidabutar, 1992). Cara ini sangat efektif dalam pengeluaran cairan elektrolit dan

sisa-sisa metabolisme tubuh (Krisna, 2000). Frekuensi dapat dilakukan 3-4 kali dalam

1 minggu dan setiap kali dilakukan hemodialisis, diperlukan waktu 3-4 jam (Suyono,

2004).

Pasien gagal ginjal kronik di Amerika Serikat mencapai jumlah 300.000

penderita dan membutuhkan terapi dialisis, insidennya meningkat kira-kira 80 % tiap

tahun, terdapat 242 kasus perjuta penderita tiap tahunnya. Insiden ini terbanyak pada

orang kulit hitam (758 perjuta penderita pertahun), jika dibandingkan dengan orang

kulit putih (180 per juta penduduk pertahun) (Sing & Brenner, 2001). Insiden gagal

ginjal kronik meningkat dengan rata-rata peningkatan pertahun sekitar 7% di Negara

Canada, dimana yang menjalankan terapi dialisis dari 223 perjuta penderita pada

tahun 1981, menjadi 810 perjuta penderita pada tahun 2000, dan telah diketahui

2

bahwa 600.000 sampai 1 juta penderita penyakit ginjal pada tahap berat (Stigant,

2003).

Berdasarkan data yang dikutip dari harian Umum Pikiran Rakyat edisi 24

maret 2003, di Indonesia pada saat ini terdapat kira-kira 60.000 penderita gagal

ginjal, dari jumlah tersebut terdapat 10% yang menjalani hemodialisis.

Rumah sakit M. Djamil Padang sebagai rumah sakit rujukan utama dan rumah

sakit yang memiliki fasilitas hemodialisis di Sumatera Barat di dapatkan data yang

diperoleh dari rekam medik, selama tahun 2002 terdapat 107 kasus gagal ginjal

kronik dan 98 diantaranya menjalani terapi hemodialisis dengan angka kematian

sebesar 11,2% pada tahun 2003 terdapat 204 kasus gagal ginjal kronik, dan 99 orang

menjalani hemodialisis, terakhir pada tahun 2004 terdapat penurunan penderita yang

menjalani hemodialisis yaitu 77 peneria dengan insiden gagal ginjal kronik sebanyak

171 kasus, angka kematian meningkat menjadi sebasar 25,7% dimana pada tahun ini

terdapat 45 orang penerias gagal ginjal kronik yang meninggal.

Pasien hemodialisis harus mendapat asupan makanan yang optimal untuk

mencegah komplikasi (Willkens, 2001). Komplikasi dapat berupa gagal jantung

kongestif dan edema paru, hal ini sangat memerlukan pembatasan cairan dan diet

rendah natrium yang mempengaruhi tekanan darah (Smeltzer & Bare, 2001).

Semakin parahnya kegagalan ginjal dan menurunnya Laju Filtrasi Glomelurus

(LFG) sehingga 10% atau kurang dari nilai normalnya, maka produksi urin akan

menjadi sedikit sehingga masukan air dan natrium dalam jumlah yang lazim tidak

dapat ditolerir lagi (Hartono, 1995).

3

Pasien yang kehausan karena asupan natrium berlebihan akan minum air

dalam jumlah yang besar, retensi air dan natrium dapat terjadi, dan sebagai akibatnya

peningkatan berat badan dan hipertensi merupakan penyebab cepatnya progresi gagal

ginjal (Lukman, 2001). Bila tekanan diastolik lebih dari 120 mmHg, maka selama

dialisis gejala-gejala yang diduga berfungsi serebral dapat terjadi. Rentang beratnya

gejala-gejala mulai dari mual ringan, muntah, sakit kepala, agitasi, kedutan,

kekacauan mental dan kejang (Huddak & Gallo, 1996),

Sedangkan obat penggunaan anti hipertensi pada pasien dialisis ini dapat

mencetuskan hipotensi selama dialisis, untuk menghindari hal ini, beberapa unit

membuat standar praktik untuk menyingkirkan obat anti hipertensi 4-6 jam sebelum

dialisis. Pembatasan cairan dan natrium menjadi kontrol yang lebih baik untuk

hipertensi (Hartono, 1995).

Pengaturan gizi penderita gagal ginjal kronik termasuk mereka yang

mengalami hemodialisis adalah sangat penting dan bermakna, keadaan gizi penderita

gagal ginjal kronik sangatlah penting untuk dipertahankan, dan jika mungkin seara

hati-hati ditingkatkan. Tujuan penatalaksanaan diet bagi penderita gagal ginjal kronik

menurut Dr. Jose Roesma, Ph.D dari sub bagian ginjal dan Hipertensi FKUI/RSCM

adalah mengurangi progresifitas gagal ginjal dengan memperlambat turunya Laju

Filtrasi Glomerulus (LFG) yang mencerminkan presentasi fungsi ginjal, menurut ahli

gizi dari instalasi gizi RSCM. Jakarta, presentasi fungsi ginjal, menurut ahli gizi dari

instalasi gizi RSCM. Jakarta, kelebihan terapi diet yang diberikan dapat dilihat dari

4

terkendalinya asupan natrium yang ditandai dengan salah satunya terkontrolnya

tekanan darah dan pembengkakan atau edema (Tapan, 2004).

Kepatuhan kesehatan pada dasarnya adalah suatu respon seseorang terhadap

stimulus yang berkaitan dengan sakit dan penyakit, sistem pelayanan kesehatan

makanan serta lingkungan.

Kepatuhan terhadap makanan (nutrition behavior) yakni respon seorang

terhadap makanan sebagai kebutuhan vital bagi kehidupan, kepatuhan ini meliputi

pengetahuan, persepsi, sikap dan praktek terhadap makanan serta unsur yang terdapat

didalamnya (zat gizi), penggelolaan makanan dan sebagainya sehubungan dengan

kebutuhan tubuh (Notoatmodjo, 2003). Saat ini pengetahuan diet pasien terhadap

suatu program terapi yang salah satunya pengaturan diet telah menjadi masalah serius

yang dihadapi tenaga kesehatan profesional (Neil, 2000).

Penelitian Salmah (2004) pada 42 orang pasien di Irna C Penyakit Dalam

RSUP. Dr. M. Djamil Padang, faktor-faktor yang berhubungan dengan tingkat

kepatuhan pasien gagal ginjal terminal yang menjalani hemodialisis di unit

hemodialisis, terdapat perbedaan yang nyata antara responden yang patuh dan yang

tidak patuh terhadap regimen diet. Responden yang patuh terhadap diet sebanyak 16

orang (38,1%), dan yang tidak patuh terhadap diet sebanyak 26 orang (61,9%)

Berdasarkan survei awal peneliti melalui teknik wawancara dengan pasien

gagal ginjal kronik yang menjalani hemodialisis diperoleh keterangan bahwa dari 10

orang yang diwawancarai terdapat 8 orang yang mempunyai hipertensi yang diukur

sebelum hemodialisis (rata-rata tekanan darah; 150/110 mmHg) 5 orang diantaranya

5

tidak mematuhi peraturan diet, 3 orang kadang-kadang, sedangkan 2 orang lagi

memiliki tekanan darah yang normal (120/90 mmHg dan 125/90 mmHg) dengan

mematuhi pembatasan diet berupa pembatasan garam dan cairan.

Hal inilah yang melatar belakangi peneliti untuk melakukan penelitian tentang

hubungan kepatuhan diet pasien gagal ginjal kronik yang menjalani terapi

hemodialisis dengan tekanan darah di unit hemodialisis IRNA C RSUP Dr. M. Djamil

padang.

B. Rumusan Masalah

Bagaimanakah kepatuhan diet pasien gagal ginjal kronik yang menjalani

terapi hemodialisis dengan tekanan darah di unit Hemodialisa IRNA C RSUP Dr. M.

Djamil padang tahun 2013?

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan umum

Untuk mengetahui hubungan kepatuhan diet pasien gagal ginjal kronik yang

menjalani terapi hemodialisis dengan tekanan darah di unit Hemodialisa IRNA

C RSUP Dr. M. Djamil padang tahun 2013.

2. Tujuan khusus

a. Untuk mengetahui tekanan darah pasien gagal ginjal kronik yang menjalani

terapi Hemodialisis.

b. Untuk mengetahui kepatuhan diet pasien gagal ginjal kronik yang menjalani

terapi Hemodialisis.

c. Untuk mengetahui hubungan pengetahuan diet pasien gagal ginjal kronik

yang menjalani terapi hemodialisis dengan tekanan darah.

6

D. Manfaat Penelitian

1. Bagi Peneliti

Sebagai bahan menguji kemampuan, pengalaman, dan dapat menambah

wawasan peneliti sehingga dapat mengaplikasikan metodologi penelitian.

2. Bagi RSUP DR.MDJAMIL Padang

Hasil penelitian dapat memberikan sumbangan fikiran bagi tenaga

kesehatan RSUP DR. MDJAMIL Padang tentang hubungan kepatuhan diet

pasien gagal ginjal kronik yang menjalani terapi hemodialisis dengan tekanan

darah sebagai salah satu pilar utama dalam pengelola diet gagal ginjal.

3. Bagi Institusi Pendidikan

Untuk bahan bacaan dan acuan dalam mengembangkan ilmu pengetahuan

dan sebagai bacaan perbandingan bagi peneliti berikutnya.

E. Ruang Lingkup Penelitian

7

Ruang lingkup penelitian ini membahas tentang hubungan kepatuhan diet

pasien gagal ginjal kronik yang mengalami terapi hemodialisis dengan tekanan

darah di unit hemodialisis RSUP dr M DJAMIL Padang tahun 2013. Populasi

penelitian ini adalah seluruh pasien yang berada diruangan rawat inap

hemodialisis RSUP Dr.M.DJAMIL Padang. Berdasarkan kunjungan pasien

Hemodialisis satu bulan yang lalu (juni) 58 pasien. Penelitian ini merupakan

penelitian deskriptif analitik dengan pendekatan cross sectional. Sampel diambil

secara Accidental sampling pengumpulan data direncanakan bulan juli 2013.

Teknik pengumpulan data melalui kuesioner dan data diolah secara komputerisasi

kemudian dianalisis secara univariat dan bivariat dengan menggunakan uji

statistik yaitu chi-square (p < 0,05)

8