bab i
DESCRIPTION
proposal TATRANSCRIPT
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Negara Indonesia adalah negeri yang kaya akan keanekaragaman hayati yang dimiliki oleh
hewan dan tumbuhannya. Khusus untuk tumbuhan, ada begitu banyak spesies yang beraneka-
ragam di sekitar kita yang bisa kita manfaatkan untuk menunjang kehidupan kita, baik sebagai
bahan makanan, maupun sebagai bahan untuk obat. Pemanfaatan tanaman sebagai obat akhir-
akhir ini semakin populer di masyarakat. Semakin mahalnya harga obat-obatan membuat
masyarakat mencari alternatif lain untuk pengobatan yakni dengan memanfaatkan tanaman yang
berkhasiat obat.
Indonesia memiliki keanekaragaman hayati sangat besar. Salah satu keanekaragaman hayati
tersebut berasal dari tanaman yaitu matoa. Matoa adalah tanaman yang belum dimaksimalkan
manfaatnya sebagai tanaman obat. Sejauh ini, yang terkenal dari tanaman ini adalah buahnya
dengan rasa yang khas. Peneliti sebelum-sebelumnya hanya mengkaji tanaman ini sebagai
tanaman yang berkhasiat obat dengan meneliti metabolit sekunder yang terkandung di dalamnya.
Matoa merupakan salah satu tanaman dari famili Sapindaceae yang tersebar di daerah tropis,
termasuk Indonesia. Tanaman ini merupakan suku Sapindaceae dan telah dimanfaatkan oleh
Bangsa Asia (Papua, Malaysia dan Indonesia) sebagai salah satu obat-obatan tradisional yang
diketahui mengandung senyawa kimia berupa flavonoid, tanin dan saponin (Dalimartha, 2005).
Pada masyarakat lokal peneliti, rebusan air daun matoa dipercaya dapat meringankan
penyakit hipertensi. Hipotesa ini diperkuat dengan penelitian yang dilakukan oleh Variany
(1999) bahwa isolasi dari daun matoa pada analisis reaksi warna diikuti analisis spektroskopi
ultra violet menggunakan pereaksi diagnostik menghasilkan adanya senyawa flavonoid golongan
auron dengan Rf = 0,51. Selain itu, diketemukan juga adanya senyawa yang mengarah pada
golongan saponin dan tanin. Senyawa kimia flavonoid telah terbukti diketahui sebagai senyawa
dengan efek farmakologi yang cukup tinggi misalnya sebagai antibakteri, antioksidan dan
antijamur pada salah satu metabolit sekundernya (Dalimartha., 2005)
Untuk membuktikan hipotesis ini daun matoa kemudian diekstrak dengan etanol dengan cara
maserasi kemudian dilakukan uji toksisitas terhadap hewan uji Artemia salina dengan metode
BSLT (Brine Shrimp Lethality Test). Dengan metode ini akan didapatkan data LC50.
1.2. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas maka masalah yang dapat dirumuskan yaitu :
1. Bagaimana aktivitas toksisitas dari ekstrak daun matoa terhadap larva Artemia salina?
2. Bagaimana kadar toksisitas antioksidan senyawa flavonoid terhadap larva Artemia
salina dalam LC50?
1.3. Tujuan Penelitian
Dari rumusan masalah di atas, penelitian ini dirancang untuk mencapai tujuan :
1. Untuk mempelajari aktivitas toksisitas ekstrak daun matoa dengan metode BSLT
2. Untuk mengetahui kadar toksisitas antioksidan senyawa flavonoid ekstrak daun
matoa
1.4. Manfaat Penelitian
Memberikan informasi kepada peneliti lain terkait dengan aktivitas toksisitas ekstrak daun
matoa terhadap larva Artemia salina dalam menentukaan nilai LC50
TINJAUAN PUSTAKA
Daun Matoa
Isolasi Senyawa Flavonoid
Flavonoid adalah senyawa fenol alam yang terdapat dalam hampir semua
tumbuhan. Di dalam tumbuhan flavonoid biasanya berikatan dengan gula
sebagai glikosida. Molekul yang berikatan dengan gula tadi disebut aglikon8.
Aglikon flavonoid terdapat dalam dalam berbagai bentuk struktur, semuanya
mengandung 15 atom karbon (C) dalam inti dasarnya yang tersusun dalam
konfigurasi C6 – C3 – C6, yaitu dua cincin aromatik yang dihubungkan oleh
satuan tiga karbon yang dapat atau tidak dapat membentuk cincin ketiga.
Ketiga cincin tersebut diberi tanda A, B, dan C. Atom karbon diberi nomor
menurut sistem penomoran yang menggunakan angka biasa untuk cincin A
dan C serta angka beraksen untuk cincin B 6
Brine Shrimp Lethality Test (BSLT)
Uji toksisitas dengan metode BSLT (Brine Shrimp Lethality Test ) merupakan uji toksisitas
akut dimana efek toksik dari suatu senyawa ditentukan dalam waktu singkat, yaitu rentang waktu
selama 24 jam setelah pemberian dosis uji.
“Brine shrimp lethality test” ádalah uji pendahuluan suatu senyawa yang memiliki
keuntungan dimana hasil yang diperoleh lebih cepat (24 jam), tidak mahal, mudah
pengerjaannya dari pengujian lanilla. Efek toksik dapat diketahui atau diukur dari kematian larva
karena pengaruh bahan uji
senyawa antitumor adalah sitotoksik hal ini berdasarkan pemikiran bahwa efek
farmakologi adalah toksikologi sederhana pada dosis yang rendah dan besar, untuk itu Brine
shrimp lethaly test dapat digunakan sebagai uji pendahuluan senyawa anti tumor BSLT ( Brine
Shrimp Lethality Test ) adalah suatu metode uji yang dilakukan untuk menentukan toksisitas dari
suatu ekstrak senyawa alam.
Tumbuhan yang dipakai sebagai obat tradisional mempunyai aktivitas biologis karena
mengandung berbagai senyawa kimia yang dapat mempengaruhi sel-sel hidup suatu organisme.
Prinsip suatu tanaman dapat digunakan sebagai antikanker yaitu apabila tanaman tersebut
mengandung senyawa yang bersifat sitotoksik.
Toksisitas diukur dengan mengamati kematian pada hewan coba. Kematian hewan coba
dianggap sebagai respon dengan menggunakan kematian sebagai jawaban toksik adalah titik
awal untuk mempelajari toksisitas.
Suatu metode yang menggunakan udang laut Artemia salina Leach diajukan sebagai
suatu Bio-assay sederhana untuk penelitian produk alamiah adalah ”Brine Shimp Lethality Test”.
Metode ini menggunakan hewan uji Artemia salina Leach yang merupakan udang-udangan
primitif, sederhana dan efektif dalam ilmu biologi dan toksikologi. Prosedur penentuan LC50
dalam /ml dari ekstrak dilakukan dalam medium air asin. Besarnya aktifitas dari ekstrak
ditunjukkan sebagai toksisitas terhadap larva udang.
Pengujian Brine Shrimp Lethality Test (BST) ini dimaksudkan untuk menguji efek toksik
dan sitotoksik yang terdapat pada suatu senyawa kimia.
BAB III METODOLOGI PENELITIAN