bab i

28
BAB I Mustholah hadits ( ث ي د ج ل ح ا صطل م) 1. Pengertian 2. Faedah 1. Mustholah hadits adalah ilmu yang menjadi alat untuk mengetahui kondisi seorang periwayat dan hadits yang diriwayatkan dari sisi diterima atau ditolak. 2. Faedahnya adalah untuk mengetahui riwayat-riwayat yang diterima atau ditolak dari seorang periwayat dan hadits yang diriwayatkan. Al Hadits, Al Khobar, Al Atsar, Al Hadits Qudsi Al Hadits ( ث ي جد لا)*: Segala sesuatu yang disandarkan kepada Nabi shollallahu ‘alaihi wa sallam baik perbuatan, perkataan, persetujuan atau sifat** . * Ini adalah pengertian hadtis secara istilah. Adapun pengertian secara bahasa bermakna “yang baru”. ** Ada 2 sifat : sifat jasmani dan sifat akhlak Al Khobar ( ر ب خ لا): Semakna dengan hadits, maka definisinya sama dengan definisi al hadits. Ada yang berpendapat bahwa khobar adalah segala yang disandarkan kepada Nabi shollallahu ‘alaihi wa sallam atau kepada selainnya, berdasarkan definisi ini maka khobar itu lebih umum dan lebih luas dari pada hadits. Al Atsar ( ر ث الأ): Segala yang disandarkan kepada para sahabat atau tabi’in, tapi terkadang juga digunakan untuk hadits

Upload: redha

Post on 20-Feb-2016

7 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

h

TRANSCRIPT

Page 1: BAB I

BAB I

Mustholah hadits ( الجديث (مصطلح

1. Pengertian2. Faedah1. Mustholah hadits adalah ilmu yang menjadi alat untuk

mengetahui kondisi seorang periwayat dan hadits yang diriwayatkan dari sisi diterima atau ditolak.

2. Faedahnya adalah untuk mengetahui riwayat-riwayat yang diterima atau ditolak dari seorang periwayat dan hadits yang diriwayatkan.

Al Hadits, Al Khobar, Al Atsar, Al Hadits Qudsi

Al Hadits (الحديث)*: Segala sesuatu yang disandarkan kepada Nabi shollallahu ‘alaihi wa sallam baik perbuatan, perkataan, persetujuan atau sifat** .

* Ini adalah pengertian hadtis secara istilah. Adapun pengertian secara bahasa bermakna “yang baru”.** Ada 2 sifat : sifat jasmani dan sifat akhlak

Al Khobar (الخبر):Semakna dengan hadits, maka definisinya sama dengan definisi al hadits. Ada yang berpendapat bahwa khobar adalah segala yang disandarkan kepada Nabi shollallahu ‘alaihi wa sallam atau kepada selainnya, berdasarkan definisi ini maka khobar itu lebih umum dan lebih luas dari pada hadits.

Al Atsar (األثر):Segala yang disandarkan kepada para sahabat atau tabi’in, tapi terkadang juga digunakan untuk hadits yang disandarkan kepada Nabi shollallahu ‘alaihi wa sallam, apabila berkait misal dikatakan atsar dari Nabi shollallahu ‘alaihi wa sallam.

Hadits Qudsi ( القدسي :(الحديثHadits yang diriwayatkan Nabi shollallahu ‘alaihi wa sallam dari Allah Ta’ala, juga dinamai jugahadits Rabbani dan hadits Ilahi. Misalnya perkataan Nabi shollallahu ‘alaihi wa sallam yang meriwayatkan dari Rabb Ta’ala, Dia berkata,

Page 2: BAB I

“Aku mengikuti persangkaan hamba-Ku, dan aku bersamanya ketika mengingat-Ku, jika dia meningat-Ku dalam dirinya: maka aku mengingatnya dalam diri-Ku, Jika dia mengingat-Ku dalam sekumpulan orang maka Aku mengingatnya dalam sekumpulan yang lebih baik dari sekumpulan orang tersebut.” *

* Di sini ada sifat an Nafs untuk Allah Ta’ala. Seperti dalam ayat 116 surat Al Maaidah,“Engkau mengetahui apa yang ada pada diriku dan aku tidak mengetahui apa yang ada pada diri Engkau.”. Hadits Qudsi ini juga menjadi dalil bahwa malaikat lebih baik dari manusia. Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah memperinci, yaitu: jika melihat keadaan sekarang maka malaikat lebih mulia sedang jika melihat di akherat, maka manusia lebih mulia. Dan hadits ini bukan menjadi dalil untuk dzikir berjama’ah. “Jika dia mengingatku dalam sekumpulan orang”maksudnya orang-orang sekitarnya kemungkinan adalah orang yang lalai atau dia berada di majelis ilmu dan mengingat Allah.

Urutan Hadits Qudsi itu terletak antara Al Qur’an dan Hadits Nabi.

Al Qur’an Al Karim: Dinisbatkan kepada Allah Ta’ala baik lafadz maupun maknanya.

Hadits Nabi: Dinisbatkan kepada Nabi shollallahu ‘alaihi wa sallam : lafadz dan maknanya.

Hadits Qudsi: Dinisbatkan kepada Allah Ta’ala maknanya tanpa lafadznya.

Maka, membaca hadits Qudsi tidak dinilai sebagi ibadah, tidak boleh dibaca dalam sholat, tidak terwujud dengannya tantangan* dan tidak dinukil secara mutawattir seperti Al Qur’an bahkan di dalamnya ada yang shohih, dho’if dan maudhu’.

* Mu’jizat adalah sesuatu yang diberikan Allah kepada Nabi dan Rasul untuk menerima tantangan. Jika itu benar mu’jizat, maka tidak akan ada yang berhasil menantangnya. Dan hal ini tidak berlaku untuk hadits qudsi.

Pembagian Khobar Berdasarkan Jalan Periwayatannya

Khobar terbagi menjadi dua berdasarkan jumlah jalan penukilannya sampai kita, yaitu mutawatir dan ahad.

Muttawatir

Page 3: BAB I

1. Pengertian2. Macam-macamnya dan contohnya3. Faedahnya

1. Mutawattir (المتواتر):Hadits yang diriwayatkan oleh sekelompok orang yang secara ‘adat mereka mustahil bersepakat untuk berdusta dan mereka sandarkan pada sesuatu yang bisa diindra.

2. Mutawattir terbagi menjadi dua:Muttawattir lafadz dan maknanya dan muttawattir maknanya saja.Muttawattir lafadz dan maknanya ( معنى و لفظا adalah (المتواترhadits yang disepakati oleh para rowi lafadz dan maknanya. Misalnya sabda Nabi shollallahu ‘alaihi wa sallam,

النار من مقعده فليتبوأ معتمدا، علي كذب من

“Barangsiapa yang berdusta atasku maka bersiap-siaplah bertempat dineraka.”

Hadits ini diriwayatkan lebih dari 60 orang sahabat diantaranya 10 orang yang dijamin masuk surga dan dari mereka terdapat banyak orang yang meriwayatkan hadits tersebut.

Muttawattir makna ( معنى adalah hadits yang disepakati (المتواترmaknanya walaupun lafadznya beda-beda. Semuanya bermuara pada satu poin yang sama. Misalnya hadits tentang syafaat dan hadits tentang mengusap kedua khuf. Terdapat syair yang berbunyi:

زاحتسب بيتا لله بنى من و كذب من حديث تواتر ممابعض هذي و خفين ومسح والحوض شفاعة رؤية و

Diantara hadits mutawatir adalah barangsiapa berdustadan barangsiapa membangun masjid dengan ikhlasJuga hadits tentang syafaat melihat Allah diakherat, telagadan mengusap sepatu. Inipun baru sebagian.

c. Faedah dari dua jenis muttawattir ini:

1. Ilmu, yaitu memastikan benarnya penisbatan hadits ini kepada yang dinukil darinya.

Page 4: BAB I

2. Berkewajiban mengamalkan kandungan hadits dengan mempercayainya jika berupa khobar dan menerapkannya jika berupa tuntutan.

Insya Allah di edisi mendatang kita membahas Hadits Ahad.

Taisir Musthalah Hadits (3): Hadits AhadHadits Ahad a. Pengertian b. Macam-macamnya berdasarkan jalan periwayatan beserta contoh-contohnya. c. Macam-macamnya berdasarkan derajatnya beserta contoh-contohnya. d. Faedah-faedahnya. a. Ahad (االحاد). Ahad adalah hadits selain yang muttawattir. …

By Redaksi Muslimah.Or.Id May 20, 2009 220  19

Hadits Ahad

a. Pengertianb. Macam-macamnya berdasarkan jalan periwayatan beserta contoh-contohnya.c. Macam-macamnya berdasarkan derajatnya beserta contoh-contohnya.d. Faedah-faedahnya.

a. Ahad (االحاد).

Ahad adalah hadits selain yang muttawattir.

b. Macam-macam hadits ahad berdasarkan jalan periwayatan itu ada 3 macam, yaitu masyhur, ‘aziz, dan ghorib.

1. Masyhur (المشهور) adalah hadits yang diriwayatkan oleh tiga rowi disetiap tingkatan, tapi belum sampai pada derajat muttawattir.Contohnya perkataan Nabi shollallahu ‘alaihi wa sallam, يده و لسانه من المسلمون سلم من “المسامMuslim sejati adalah muslim yang saudaranya terbebas dari gangguan lisan dan tangannya.”

Page 5: BAB I

2. ‘Aziz (العزيز) adalah hadits yang diriwayatkan oleh dua rowi saja dimasing-masing tingkatan. Contohnya perkataaan Nabi shollallahu ‘alaihi wa sallam, من إليه أحب أكون حتى أحدكم يؤمن ال

أجمعين الناس و ولده

“Tidak sempurna iman kalian hingga Aku lebih dia cintai dari orang tua, anaknya bahkan manusia seluruhnya.”

3. Ghorib (الغريب) adalah hadits yang diriwayatkan oleh satu orang saja. Contohnya perkataan Nabi shollallahu ‘alaihi wa sallam, نوى ما امرئ لكل وإنما بالنيات، األعمال Sesungguhnya“…إنماsetiap amal perbuatan itu hanyalah dinilai bila disertai dengan niat, dan sesungguhnya setiap orang hanya memperoleh sesuai apa yang diniatkannya…(hingga akhir hadits)” (HR. Bukhori dan Muslim)Hadits ini dari Nabi shollallahu ‘alaihi wa sallam hanya diriwayatkan oleh Umar bin Khotob rodhiallahu ‘anhu dan yang meriwayatkan dari Umar hanya ‘Alqomah ibn Abi Waqosh dan yang meriwayatkan dari ‘Alqomah hanya Muhammad ibn ibrohim Attaimi, dan yang meriwayatkan dari Muhammad hanya Yahya ibn Sa’id al Anshori. Kesemuanya adalah tabi’in, kemudian diriwayatkan dari Yahya oleh banyak orang.

c. Macam-macam hadits ahad berdasar derajatnya, yaitu shohih lidzatihi, shohih lighoirihi, hasan lidzatihi, hasan lighoirihi dan dho’if.

1. Shohih lidzatihi (shohih dengan sendirinya) ( لذاته .(الصحيحShohih lidzatihi adalah hadits yang rowinya:

o Adil (عدل),o Hafalannya kuat ( الضبط ,(تامo Sanadnya bersambung ( متصل ,(بسندo Terbebas dari kejanggalan dan kecacatan ( و الشذوذ من سلم

القادحة .(العلةContohnya sabda Nabi shollallahu ‘alaihi wa sallam,

الدين في يفقهه خيرا به الله يرد من

“Barangsiapa yang Allah kehendaki kebaikan maka akan difahamkan ilmu agama.” (HR. Bukhori dan Muslim)

Cara mengetahui keshohihan suatu hadits itu dengan 3 perkara:

Page 6: BAB I

o Jika diketahui penulis buku hadits tersebut hanya mencantumkan hadits-hadits yang shohih saja dengan syarat penulis tersebut bisa dipercaya dalam melakukan penshohihan seperti Shohih Bukhori dan Muslim.

o Hadits tersebut dinilai shohih oleh imam yang penilaiannya dalam penshohihan itu bisa dipercaya, dan dia bukan termasuk orang yang terkenal mudah dalam memberikan nilai shohih.

o Meneliti sendiri rowinya dan bagaimana cara periwayatan rowi tersebut terhadap hadits.

Jika semua kriteria shohih lengkap, maka hadits tersebut dinilai sebagai hadits yang shohih.

2. Shohih lighoirihi (shohih dengan bantuan) ( لغيره .(الصحيحShohih lighoirihi adalah hadits hasan dengan sendirinya (hasan lidzatihi) apabila memiliki beberapa jalur periwayatan yang berbeda-beda. Misalnya,Dari ‘Abdillah Ibn ‘Amr bin ‘Ash rodhiallahu ‘anhu, Nabi shollallahu ‘alaihi wa sallammemerintahkannya untuk menyiapkan pasukan dan ternyata kekurangan unta.

Maka Nabi shollallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Belikan untuk kita unta perang dengan unta-unta yang masih muda.” Maka ia mengambil 2-3 unta muda dan mendapat 1 unta perang.

Hadits Ini diriwayatkan Ahmad dari jalan Muhammad bin Ishaq dan diriwayatkan Baihaqi dari jalan ‘Amr bin Syu’aib. Setiap jalan ini jika dilihat secara bersendirian tidak bisa sampai derajat shohih, hanya sampai hasan. Tapi jika dilihat secara total, maka jadilah hadits shohih lighoiri. Hadits ini dinamakan shohih lighoiri, walaupun nilai masing-masing jalan secara bersendirian tidak sampai derajat shohih, namun karena bila dinilai secara total bisa saling menguatkan hingga mencapai derajat shohih.

3. Hasan lidzatihi ( hasan dengan sendirinya) ( لذاته .(الحسنHasan lidzatihi adalah hadits yang diriwayatkan oleh rowi yang adil tapi hafalannya kurang sempurna dengan sanad bersambung dan selamat dari keganjilan dan kecacatan. Jadi, tidak ada perbedaan antara hadits ini dengan hadits

Page 7: BAB I

shohih lidzatihi kecuali dalam satu persyaratan, yaitu hadits hasan lidzatihi itu kalah dalam sisi hafalan.Misalnya perkataan Nabi shollallahu ‘alaihi wa sallam,

التسليم تحليلها و التكبير، تحريمها و الطهور، الضالة مفتاح

“Sholat itu dibuka dengan bersuci, diawali dengan takbir dan diakhiri dengan salam.”<

Hadits-hadits yang dimungkinkan hadits hasan adalah hadits yang diriwayatkan Abu Daud secara sendirian, demikian keterangan dari Ibnu Sholah.

4. Hasan lighoirihi (hasan dengan bantuan) ( لغيره .(الحسنHasan lighoirihi adalah hadits yang dho’ifnya ringan dan memiliki beberapa jalan yang bisa saling menguatkan satu dengan yang lainnya karena menimbang didalamnya tidak ada pendusta atau rowi yang pernah tertuduh membuat hadits palsu. Misalnya,Hadits dari Umar ibn Khatthab rodhiallahu’anhu berkata bahwasannya Nabi shollallahu ‘alaihi wa sallam jika mengangkat kedua tangannya dalam do’a maka beliau tidak menurunkannya hingga mengusapkan kedua tangan ke wajahnya. (HR. Tirmidzi)Ibnu Hajar dalam Bulughul Marom berkata, “Hadits ini memiliki banyak hadits penguat dari riwayat Abu Daud dan yang selainnya. Gabungan hadits-hadits tersebut menuntut agar hadits tersebut dinilai sebagai hadits hasan.

Dan dinamakan hasan lighoirihi karena jika hanya melihat masing-masing sanadnya secara bersendirian maka hadits tersebut tidak mencapai derajat hasan. Namun, bila dilihat keseluruhan jalur periwayatan maka hadits tersebut menjadi kuat hingga mencapai derajat hasan.

5. Hadits dho’if (الضعيف)Hadits dho’if adalah hadits yang tidak memenuhi persyaratan shohih dan hasan. Misalnya,”Jagalah diri-diri kalian dari gangguan orang lain dengan buruk sangka.”Dan yang kemungkinan besar merupakan hadits dho’if adalah hadits yang diriwayatkan secara bersendirian oleh ‘Uqaili, Ibn ‘Adi, Khatib Al Baghdadi, Ibnu ‘Asakir dalam Tarikh-nya, Adailami dalam Musnad Firdaus, atau

Page 8: BAB I

Tirmidzi Al Hakim dalam Nawadirul Ushul dan beliau bukanlah Tirmidzi penulis kitab Sunan atau Hakim dan Ibnu Jarud dalam Tarikhkeduanya.

d. Hadits-hadits ahad (selain hadits dho’if) memberi dua faedah:

1. Dzon, yaitu sangkaan kuat tentang sahnya penyandaran penukilan hadits dari seseorang. Dan hal ini bertingkat-tingkat sesuai tingkatnya masing-masing yang telah disebutkan. Terkadang hadits ahad memberi faedah ilmu jika ditemukan banyak indikator dan dikuatkan oleh ushul (kaedah pokok dalam syari’at)*.—* Misalnya dengan indikator (qorinah), hadits tersebut diterima oleh seluruh umat. Tidak ada yang menolaknya misal hadits innamal ‘amalu biniyat. Ini termasuk hadits ghorib, akan tetapi karena seluruh ulama menerimanya, maka ini adalah qorinah yang menunjukkan bahwa hadits ini adalah benar-benar dari Nabi shollallahu ‘alaihi wa sallam. Atau hadits tersebut didukung oleh ushul, yaitu didukung oleh kaedah pokok dalam syari’at. Ada banyak ayat yang menunjukkan. kebenaran maksud dari hadits tersebut. Maka ini merupakan indikasi kuat bahwa Nabi shollallahu ‘alaihi wa sallammengucapkannya. Atau itu adalah hadits yang muttafaqun ‘alaih. Meskipun itu adalah hadits ahad atau ghorib. Namun itu menjadi qorinah yang kuat. Ini pendapat yang dirojihkan Syaikh Ibnu Utsaimin dalam masalah ini yaitu hadits ahad itu memberi faidah dzon kecuali ada qorinah. Jadi, hadits ahad itu memberi faidah ilmu (yakin) jika ada indikator-indikator pendukungnya. Dalam masalah ini ada 3 pendapat ulama, yaitu :Jika itu adalah hadits yang shohih meskipun ahad maka memberi faidah ilmu. Memberi makna yakin bahwa Nabi shollallahu ‘alaihi wa sallam mengucapkannya. Ini adalah madzhabnya Imam Ibn Hazm.Memberi faidah dzon.Memberi makna keyakinan (’ilmu) bahwa Nabi shollallahu ‘alaihi wa sallammengucapkannya jika ada indikator penguat (maka jika tidak ada penguat maka memberi faedah dzon). Dan ini adalah pendapat yang dipilih Syaikh Islam Ibnu Taimiyah

2. Mengamalkan kandungannya. Dengan mempercayainya jika berupa berita dan mempraktekkannya jika berupa tuntutan*.

Page 9: BAB I

* Baik tuntutan untuk mengerjakannya atau tuntutan untuk meninggalkannya. Jadi hadits ahad memberi faedah amal. Jika hadits itu berupa masalah aqidah berupa masalah khobar maka tetap wajib menjadikannya sebagai aqidah dan mempercayainya. Jadi ucapan ulama bahwa hadits ahad yang shahih itu memberi makna sangkaan kuat, itu sama sekali tidak ada hubungannya bahwa dalam masalah aqidah tidak diamalkan.Meskipun ada tiga pendapat untuk masalah ini, meskipun ulama yang memilih dzon secara mutlak sekalipun, namun mereka tetap beramal dengan hadits ahad dalam masalah aqidah dalam masalah khobar dengan mempercayai dan mengimaninya sebagai bagian dari aqidah. Inilah curangnya Hizbut Tahrir.

Ketika mereka mengatakannya bahwasannya mereka tidak mau menerima hadits ahad dalam masalah aqidah. Lalu mereka mengatakan yang mendukung kami adalah ulama ini, disebutkan satu dua tiga dst disebutkan. Padahal apa yang disebutkan oleh ulama tersebut bahwa hadits ahad memberi makna (dzon) sangkaan. Dan sangkaan yang dimaksudkan adalah sangkaan yang kuat bukan sekedar sangkaan. Sama sekali mereka tidak bermaksud dikarenakan itu memberi makna dzon kemudian tidak dipakai dalam masalah aqidah. Namun Hizbut Tahrir curang. Mereka katakan yang mendukung kami adalah ulama ini dan itu. Padahal ulama tersebut membicarakan dari segi itu memberi makna dzon atau tidak dan beliau merojihkan memberi makna dzon. Lalu apakah beliau mengatakan itu tidak diterima sebagai dalil dalam masalah aqidah? Tidak. Beliau tetap menerimanya sebagai dalil dalam masalah aqidah. Hanya saja ulama tersebut memilih memberi makna dzon. Karena mengamalkan hadits ahad dalam masalah aqidah adalah ijma ulama salaf. Sebagaimana dinukil oleh banyak ulama. Meskipun itu adalah hadits ahad, maka itu adalah memberi faidah amal dengan dijadikannya sebagai aqidah jika berisi masalah-masalah aqidah.

Adapun hadits yang dho’if, tidak memberi faedah dzon dan amal. Dan tidak boleh menganggapnya sebagai dalil. Tidak boleh pula menyebutkan hadits dho’if tanpa diiringi dengan penjelasan tentang dho’ifnya. Kecuali untuk masalah motivasi dan menakuti-nakuti (targhib wa tarhib). Maka diperbolehkan menyebutkan hadits dho’if dengan beberapa persyaratan menurut sebagian

Page 10: BAB I

ulama. Sejumlah ulama memberi kemudahan untuk menyebutkan hadits dho’if dengan tiga syarat* .

*** Tiga syarat ini berasal dari Ibnu Hajar Al Asqolani. Kalau dalam masalah hukum, Imam Nawawi mengatakan bahwa ulama ijma tidak boleh berdalil dengan hadits dho’if dalam masalah hukum. Dan ada perselisihan dalam masalah fadhoil amal/masalah targhib dan tarhib. Ada ulama yang menolak hadits yang dho’if untuk targhib dan tarhib sebagai dalil secara mutlak. Ini adalah pendapat Imam Ibnu Hazm dan Imam Muslim. Inilah pendapat yang dirojihkan Syaikh Al Imam Al bani di Muqodimmah Shohih Jami Shogir. Namun ada ulama yang membolehkan dengan persyaratan. Semacam Ibnu Hajar Al Asqolani. membolehkan dengan tiga persyaratan ini.

1. Dho’ifnya bukan dho’if yang sangat*.—* Dho’ifnya tidak sangat, mungkin karena mursal atau ada rowi yang majhul.

2. Hendaknya pokok amal yang disebutkan di dalamnya motivasi dan menakuti-nakuti ada berdasarkan hadits yang shohih*.—* Misalnya, sholat dhuha adalah sholat yang disyariatkan berdasar hadits yang shohih. Kemudian ada hadits dho’if yang dho’ifnya ringan berkenaan keutamaan sholat dhuha. Artinya sholat dhuhanya sudah masru’ (disyari’atkan) berdasar hadits yang shohih. Tsabit berdasar hadits yang shohih. Misalnya juga tentang sholat malam. Tentang sholat malam haditsnya shohih kemudian ada hadits yang dho’ifnya ringan menceritakan tentang keutamaan orang yang melaksanakan sholat malam. Namun amalnya sudah masru berdasar hadits yang shohih.Jika amalnya belum jelas dalilnya, maka tidak boleh. Karena syaratnya ashlul amal (landasan beramal) terdapat dalil yang shohih. Misalnya ada satu hadis menyatakan keutamaan suatu amal dan tidak ada hadits shohih yang menyatakan disyariatkannya amalan ini maka tidak boleh menyebutkan hadits dho’if ini. Karena asal muasal amal yaitu ibadah yang hendak dimotivasi itu tidak disyariatkan sebab dasarnya adalah hadits yang shohih.

Page 11: BAB I

3. Tidak diyakini bahwa Nabi shollallahu ‘alaihi wa sallam mengucapkannya*.—* Imam Albani rohimahullah mengatakan, “Jika tiga persyaratan ini diperhatikan oleh orang yang membolehkan hadits dho’if dalam fadhoilul a’mal maka selesai masalah”. Karena ketika menyampaikan dia tahu, misalnya ini adalah hadits mursal. Maka dia bisa memenuhi persyaratan ketiga karena tahu.Namun jika orangnya tidak mengetahui, ini lemahnya seberapa atau bahkan palsu bagaimana melakukan poin yang ketiga. Yang menjadi masalah ketika berdalil dengan hadits dho’if tentang suatu amal kemudian diingatkan mereka menyatakan, “Ini kan fadhoil amal/targhib dan tarhib. Kan boleh menurut sebagian ulama”.Namun ketika ditanya, bagaimana dengan persyaratannyat. Pertama dho’ifnya tidak sangat dan syarat ketiga tidak boleh yakin bahwa Nabi shollallahu ‘alaihi wa sallammengucapkannya, mereka bahkan tidak tahu Oleh karena itu jika tiga syarat ini diperhatikan, maka selesai masalah. Namun tiga persyaratan tersebut tidak bisa dipenuhi kecuali oleh pakar hadits. Sehingga dia tidak meyakini bahwa itu adalah bukan hadits dari Nabi shollallahu ‘alaihi wa sallam.

Berdasarkan keterangan di atas, maka faedah menyebutkan hadits dho’if ketika memotivasi suatu amal (targhib) adalah mendorong jiwa untuk melakukan amal yang dimotivasi untuk mengharapkan pahala itu. Kemudian jika mendapatkan pahala maka alhamdulillah dan jika tidak maka tidak menjadi masalah baginya kesungguhannya dalam beribadah. Karena ibadahnya disyari’atkan dan ada pahala di dalamnya. Karena orang tersebut masih mendapatkan pahala yang pokok, yaitu pahala asal amal yang berdasar hadits yang shohih yang merupakan konsekuensi melakukan suatu perkara yang diperintahkan. Sedangkan suatu perkara yang diperintahkan pasti ada pahalanya. Maka dia tidak kehilangan pahala yang asli.

Dan faidah menyebut hadits dho’if dalam tarhib adalah menakuti-nakuti jiwa untuk melakukan perkara yang ditakut-takutkan. Karena khawatir terjerumus dalam hukuman tersebut. Dan tidak masalah baginya jika dia menjauhinya dan tidak terjadi hukuman yang disebutkan.

Page 12: BAB I

Makna hadits mutawatir: 

Secara bahasa, diambil dari kata at-Tawatur yang berarti berturut-turut, dikatakan: اإلبل apabila mereka (unta)“ تواترتdatang di belakang sebagian mereka yang lain, dan tidak datang secara serempak.” (Tajul ‘Arus karya az-Zubaidi) 

Secara istilah, Imam an-Nawawi rahimahullah di dalam syarh Shahih Muslim menyebutkan bahwa hadits mutawatir adalah hadits yang dinukil oleh sejumlah orang yang tidak mungkin bersepakat dalam kedustaan, dari orang-orang yang seperti mereka dan kedua ujung serta pertengahan sanadnya sama, dan mereka mengabarkan dari sesuatu yang bisa diindera, bukan dari persangkaan. Menurut Dr. Mahmud Thahan hadits mutawatir adalah hadits yang diriwayatkan dari sejumlah perawi yang mustahil menurut kebiasaan sepakatnya mereka di atas kedustaan. Maknanya menurut Dr. Mahmud Thahan bahwa ia adalah hadits atau khabar yang diriwayatkan –dalam setiap tingkatan sanadnya- oleh perawi yang banyak yang akal manusia menghukumi mustahil kalau mereka telah sepakat untuk membuat hadits ini (bukan dari Nabi). 

Syaratnya: 

Dari pengertian di atas maka bisa diambil kesimpulan bahwa syarat hadits mutawatir adalah sebagai berikut: 

1. Diriwayatkan dari banyak perawi, yang dengannya diperolehilmu dharuri (ilmu pasti yang tidak mungkin ditolak) tentang benarnya khabar mereka. Namun tidak ada batasan tentang berapa jumlah mereka menurut pendapat yang shahih, akan tetapi hal itu tergantung dari kondisi perawi dan factor-faktor pendukung yang lain. 

2. Mustahil secara logika sepakatnya mereka dalam kedustaan. 

3. Yang dikhabarkan oleh para perawi tersebut adalah ilmu pasti, bukan persangkaan. Maka seandainya penduduk suatu kota yang besar mengabarkan tentang burung yang terbang dan mereka mengira itu adalah merpati, atau tentang seseorang yang mereka duga adalah Zaid, maka tidak diperoleh ilmu yang pasti bahwa yang terbang itu adalah merpati atau orang itu adalah Zaid. 

Page 13: BAB I

4. Khabar yang mereka riwayatkan harus bersandarkan pada indera, karena kalau mereka mengabarkan sesuatu dari akal mereka maka tidak diperoleh ilmu. Maka khabar tersebut harus bersandar kepada indera seperti pendengaran dan penglihatan bukan bersandar kepada yang hanya diketahui dengan akal. Contonhya mereka mengucapkan dalam khabar mereka:”Kami melihat ini dan itu.” atau “Kami mendengar ini dan itu.” dan lain-lain. 

5. Syarat-syarat di atas harus ada pada setiap tingkatan perawi, Karena masing-masing tingkatan terpisah dan berdiri sendiri dari tingkatan yang lain. 

Macam-macamnya: 

Khabar atau hadits mutawatir terbagi menjadi dua, yaitu: 

1. Mutawatir lafzhi: Yaitu hadits yang mutawatir dari sisi lafazh (teks) hadits dan maknanya. Syaikh Muhammad Anwar al-Kashmiri menyebutnya juga dengan hadits tawatur al-Isnad”. Contohnya adalah sabda Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam:

النار)) (( )] من مقعده فليتبوأ متعمدا علي كذب  [(5من

“Barangsiapa berdusta atas namaku maka bersiap-siaplah menempati tempat duduknya di neraka.” (HR. al-Bukhari, Muslim dan yang lainnya) 

2. Mutawatir ma’nawi: Yaitu hadits yang mutawatir maknanya, namun lafazh (teks/redaksinya) berbeda. Syaikh al-Kashmiri menyebutnya hadits mutawatir qadr al-musytarak. contohnya adalah hadits-hadits tentang mengangkat tangan ketika berdo’a. telah diriwaytakan dari Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam tentang mengangkat tangan dalam berdo’a sekitar seratus hadits, masing-masing hadits dalam masalah ini (mengangkat tangan ketika berdo’a) menyebutkan bahwa salah satu adab berdo’a adalah mengangkat tangan, akan tetapi dalam kasus yang berbeda-beda, dan setiap kasus tersebut tidak mutawatir. Dan sisi kesamaan antara hadits-hadits tersebut adalah adanya mengangkat tangan dalam berdo’a. Maka hadits ini menjadi mutawatir kalau dilihat dari keseluruhan jalur riwayat. Demikian juga hadits-hadits tentang ru’yatullah (kaum mukminin akan melihat Allah di Surga), tentang telaga Nabi, dan lain-lain. 

Page 14: BAB I

Keberadaannya: 

Ibnu Hibban dan al-Hazimi mengira bahwa hadits-hadits mutawatir tidak ada sama sekali. Hal ini sebagaimana diungkapkan oleh Mala ‘Ali al-Qary dalam kitabnya Syarhu syarhi an-Nukhbah, dan Ibnu Shalah dan Imam an-Nawawi rahimahullah menganggap bahwa hadits mutawatir itu sangat sedikit sekali. Namun Ibnu Hajar al-Asqalani rahimahullah membantah kedua perkataan ini dalam kitabNuzhatun Nazhar Syarh Nukhabtuil Fikar, beliau berkata:”Apa yang diklaim olehnya –Ibnu Shalah- bahwa hadits mutawatir itu ‘izzah (jarang dan hampir tidak ada) adalah tertolak/tidak benar, dan juga pendapat yang diklaim oleh selainnya bahwa mutawatir itu tidak ada. Karena pendapat tersebut muncul dari kurangnya penelitian atas banyaknya jalur, kondisi para perawi dan sifat-sifat mereka yang memberikan konskwensi untuk menjauhkan kemungkinan mereka berdusta secara serempak (namun tidak disengaja) atau mereka bersepakat untuk berdusta.” 

Hukumnya: 

Hadits mutawatir wajib diyakini kebenarannya, karena ia memberikan faidah ilmu yang pasti, yang tidak perlu diteliti tentang keadaan para perawinya. 

Al-Hafizh Ibnu hajar al-Asqalani rahimahullah berkata:”Pendapat yang bisa dijadikan pegangan adalah bahwa khabar mutawatir memberikan faidah ilmu dharuri, yaitu ilmu yang mengharuskan manusia untuk meyakininya dan tidak mungkin ia membantahnya (menolaknya). Ada yang mengatakan bahwa ia memberikan faidah ilmu nazhari (ilmu yang didapat melalui proses penelitian dan pengkajian), namun pendapat ini bukanlah pendapat yang kuat. Karena ilmu yang dihasilkan dari khabar mutawatir dapat diketahui juga oleh orang yang tidak memiliki kecakapan untuk meneliti (mengkaji) sebuah hadits seperti orang awam. Karena an-Nazhar (penelitian/pengkajian) adalah penyusunan perkara-perkara yang maklum (sudah diketahui) atau masih bersifat dugaan yang dengannya seseorang sampai kepada ilmu atau dugaan. Dan seorang yang awam tidak memiliki keahlian untuk itu. Maka seandainya khabar mutawatir adalah nazhari niscaya mereka (awam) tidak akan mengetahuinya.” (Nuzhatun Nazhar) 

Tempatnya: 

Page 15: BAB I

Kitab-kitab yang mencantumkan hadits-hadits mutawatir adalah sebagai berikut: 

1. Al-Azhaar al-Mutanaatsirah fiil Akhbaaril Mutawaatirah karya Imam as-Suyuthi rahimahullah. 

2. Qathful Azhaar karya beliau juga dan kitab ini adalah ringkasan dari kitab di atas. 

3. Nuzhumul Mutanaatsir min al-Hadits al-Mutawatir karya al-Kattaani rahimahullah. 

(Sumber:Nuzhatun Nazhar Syarh Nukhabtul Fikar karya al-Hafizh Ibnu Hajar al-‘Asqalani rahimahullah dan Syarh Nukhbatul Fikar oleh Syaikh Sa’ad bin ‘Abdullah al-Humaid rahimahullah. diposting oleh Abu Yusuf Sujono) Pembagian HaditsRabu, 25 Januari 2012 , 16:51:36Oleh : Ustadz Muhammad Wasitho Lc MA

Follow:Follow on FacebookFollow on TwitterFollow on GoogleFollow on YouTubeFollow on PinterestFollow on InstagramFollow on Disqus

Pembagian Hadits Ditinjau Dari Jalan Periwayatannya Yang Sampai Kepada Kita  Al-Hadits yang datang dari Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam ditinjau dari jalan periwatannya yang sampai kepada kita terbagi menjadi dua bagian, yaitu:1. Hadits MUTAWATIR2. Hadits AHAD. Hadits MutawatirA. Pengertian Hadits MutawatirMutawatir secara bahasa artinya: sesuatu yang berturut-turut, atau yang beriring-iringan.

Page 16: BAB I

Sedangkan menurut istilah ulama hadits, Hadits Mutawatir ialah hadits/berita yang datang dari Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam yang diriwayatkan oleh sejumlah orang banyak yang mana menurut akal (atau adat) mustahil mereka melakukan kesepakatan berdusta dan mereka menyandarkannya kepada sesuatu yang nyata (indrawi).B. Syarat-Syarat Hadits MutawatirHadits Mutawatir mempunyai empat syarat yaitu:1. Para perawinya tsiqat (terpercaya, kredibel) dan mengerti terhadap apa yang dikabarkan, serta menyampaikannya dengan kalimat yang menunjukkan makna pasti.2. Sandaran penyampaian hadits kepada sesuatu yang konkrit, seperti penyaksian, melihat atau mendengar langsung, seperti:”sami’tu/ سمعت“ = aku telah mendengar”sami’naa/ سمعنا“ = kami telah mendengar”roaitu/ رأيت“ = aku telah melihatroainaa” = kami telah melihat/ رأينا“

3. Jumlah orang yang meriwayatkannya banyak (atau sanadnya banyak), dan mustahil menurut adat istiadat mereka sepakat untuk berdusta.4. Jumlah para perawi yang banyak ini tetap demikian dari mulai awal sanad, pertengahan sanad, sampai akhir sanad, jumlah perawi yang meriwayatkannya minimal 10 orang.Sebagai contoh: di awal sanad yang mencatat atau meriwayatkan hadits 10 orang, maka di pertengahan sanadnya juga minimal harus 10 orang, dan di akhir sanad Sahabat yang mendengar hadits dari Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam juga minimal harus 10 orang. C. Macam-Macam Hadits Mutawatir1. Mutawatir Lafzhi, yaitu hadits yang para perowinya sepakat dengan suatu lafazh dan makna. Atau hadits-hadits yang lafazhnya sama atau saling menyerupai. (Lihat Alfiyah As-Suyuthi, hal. 120).Contoh 1: Hadits Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam:

ار الن من مقعده فليتبوأ علي كذب من“Barangsiapa yang berdusta atas namaku, maka hendaklah dia mengambil tempat duduknya dari api neraka.” (SHOHIH. Diriwayatkan oleh Bukhari I/434 no.1229, dan Muslim I/10 no.3).Hadits ini diriwayatkan oleh lebih dari 100 Shahabat radhiyallahu anhu dan memiliki ratusan sanad. Lafazh-lafazhnya hampir sama dan makna semuanya sama persis.Contoh 2: Hadits Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam:

ة الجن فى بيتا له ه الل بنى مسجدا ه لل بنى من“Barangsiapa membangun masjid karena Allah maka Allah akan membangunkan baginya sebuah rumah di dalam Surga.” (SHOHIH. Diriwayatkan Muslim I/378 no.533, At-Tirmidzi II/135 no.319, dan Ahmad I/70 no.506, dan selainnya).Contoh 3: Hadits Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam:

بدأ كما غريبا وسيعود غريبا بدأ اإلسالم إن“Islam pertama kali datang dalam keadaan asing, dan akan kembali dalam keadaan asing pula sebagaimana awal mulanya.” (SHOHIH. Diriwayatkan oleh Muslim I/131 no.146, Ahmad I/398 no.3784, dan selainnya).2. Mutawatir Maknawi, ialah hadits yang disepakati maknanya, tetapi para perowi meriwayatkannya dalam lafazh dan kejadian yang berbeda-beda. Atau beberapa berita yang tidak sama, tetapi berisi satu makna atau tujuan.Contoh-contohnya:

Page 17: BAB I

1. Hadits tentang mengusap khuff (terompa / sepatu bot).2. Hadits tentang Sholat Maghrib 3 roka’at.3. Hadits tentang Sholat Subuh itu 2 roka’at. D. Faidah Hadits Mutawatir

Hadits Mutawatir memberikan faedah ilmu dhoruri ( الضروري ) yaitu ilmu yang pasti (yakin) dan tidak boleh diingkari kebenarannya. 

Definisi Ilmu Hadits

Berkata Asy-Syaikh ‘Izzudin ibnu Jama’ah:

والمتن ند الس أحوال بها يعرف بقوانين علم الحديث علم

“Ilmu hadits adalah ilmu tentang kaidah-kaidah dasar untuk mengetahui keadaan suatu sanad atau matan.”

Topik Pembahasan Ilmu Hadits: Topik pembahasan ilmu hadits adalah sanad dan matan.

Tujuan Mempelajari Ilmu Hadits: Mengetahui hadits-hadits yang shahih dari yang selainnya.

Sanad atau Isnad

:( المتن ( إلى الموصلة واة الر سلسلة هو اإلسناد أو ند الس

Sanad atau isnad yaitu silsilah (mata rantai) perawi yang menghubungkan kepada suatu matan.

Matan

: كالم من ند الس إليه انتهى ما هو المتن

Page 18: BAB I

Matan adalah ucapan atau kalimat yang berhenti padanya sebuah sanad.

Contoh sanad dan matan:

تعالى الله رحمه البخاري اإلمام :قال

Berkata Imam Al-Bukhari rahimahullaahu:

: : : أخبرني قال األنصاري سعيد بن يحيى حدثنا قال سفيان حدثنا قال بير الز بن الله عبد الحميدي حدثنا : الله رضي الخطاب بن عمر سمعت يقول يثي الل وقاص بن علقمة سمع أنه يمي الت إبراهيم بن محمد « : : لكل ما وإن ات ي بالن األعمال ما إن يقول م وسل عليه الله صلى الله رسول سمعت قال المنبر على عنه» إليه هاجر ما إلى فهجرته ينكحها إمرأة إلى أو يصيبها دنيا إلى هجرته كانت فمن نوى ما ۱امرئ

Sanad hadits yaitu perkataan Imam Al-Bukhari rahimahullâhu بير الز بن الله عبد الحميدي حدثناsampai perkataan beliau يقول م وسل عليه الله صلى الله رسول سمعت

Matan hadits yaitu sabda Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam dari « ات ي بالن األعمال ما sampai sabda «إنbeliau « إليه هاجر ما إلى «فهجرته

Perawi hadits, mereka adalah: Al-Humaidi ‘Abdullah bin Az-Zubair, Sufyan, Yahya bin Said Al-Anshari, Muhammad bin Ibrahim At-Taimi, ‘Alqamah bin Waqqash Al-Laitsi, dan ‘Umar bin Al-Khaththab radhiyallaahu ‘anhu.

Shahabat yang meriwayatkan hadits tersebut adalah ‘Umar bin Al-Khaththab radhiyallaahu ‘anhu.

Penulis hadits (yakni yang mengeluarkan hadits tersebut adalah Imam Al-Bukhari rahimahullaahu.

Apa makna perkataan فالن أخرجه ?”hadits ini dikeluarkan oleh fulan“ الحديث

Jawab: Makna perkataan فالن أخرجه adalah hadits tersebut dibawakan oleh fulan lengkap الحديثdengan sanadnya.

Page 19: BAB I

Hadits

حدث: ( فعل عن سكوت تقرير أو فعل أو قول من م وسل عليه الله صلى بي الن عن ورد ما هو الحديثة) ( خلقي أو ة خلقي صفة أو )أمامه

Hadits ialah semua yang warid dari Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam baik yang berupa perkataan, perbuatan dan persetujuan (diamnya Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam dari perbuatan yang terjadi di hadapannya) atau sifat (postur tubuh/perilaku).

Contoh hadits qauli (perkataan):

Dari Umar bin Khaththab radhiyallaahu ‘anhu, ia berkata:

« : فمن: نوى ما امرئ لكل ما وإن ات ي بالن األعمال ما إن يقول م وسل عليه الله صلى الله رسول سمعت قالإليه هاجر ما إلى فهجرته ينكحها إمرأة إلى أو يصيبها دنيا إلى هجرته «كانت

Aku mendengan Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda: Sesungguhnya amalan itu tergantung dari niatnya dan setiap orang akan mendapatkan balasan sesuai dengan niatnya, barangsiapa yang hijrahnya untuk mendapatkan dunia yang ingin dicapainya atau untuk wanita yang ingin dinikahinya maka hijrahnya sesuai dengan apa yang ia niatkan.”

Contoh hadits fi’li (perbuatan):

: واك بالس فاه يشوص يل الل من قام إذا م وسل عليه الله صلى بي الن كان قال حذيفة عن

Dari Hudzaifah bin Al-Yaman radhiyallaahu anhuma, ia berkata: “Dahulu Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam apabila bangun malam untuk shalat, menggosok giginya dengan siwak.”

Contoh hadits taqriri (persetujuan):

Page 20: BAB I

: أقطا م وسل عليه الله صلى بي الن إلى اس عب ابن خالة حفيد أم أهدت قال عنه الله رضى اس عب ابن عنعليه الله صلى الله رسول مائدة على وأكل تقذرا الضب وترك من والس األقط من فأكل ا وأضب وسمنا

م وسل عليه الله صلى الله رسول مائدة على أكل ما حراما كان ولو م وسل

Dari Ibnu ‘Abbas radhiyallaahu ‘anhuma berkata: “Bibiku Ummu Hufaid pernah memberikan hadiah kepada Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam berupa mentega, keju dan daging dhabb (sejenis biawak). Beliau makan keju dan menteganya, dan beliau meninggalkan daging biawak karena merasa jijik, kemudian makanan yang dihidangkan kepada Rasulullah shallallâhu ‘alaihi wa sallam dimakan (oleh para shahabat). Jika (dhabb itu) haram, niscaya kami tidak akan makan hidangan Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam.”

Contoh hadits washfi (sifat lahiriah):

: : وجها اس الن أحسن م وسل عليه الله صلى الله رسول كان يقول البراء سمعت قال إحاق أبي عنبالقصير وال البائن بالطويل ليس خلقا أحسنه

Dari Abi Ishaq, berkata: “Aku mendengar Al-Bara’ radhiyallaahu ‘anhu mengatakan: ‘Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam adalah orang yang paling baik (tampan) wajahnya, paling bagus postur tubuhnya, tidak tinggi jangkung dan tidak terlalu pendek.’”

Contoh hadits washfi (sifat batiniah/akhlaq/perilaku):

: خلقا اس الن أحسن م وسل عليه الله صلى الله رسول كان قال مالك بن أنس عن

Dari Anas bin Malik radhiyallaahu ‘anhu, berkata: “Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam adalah orang yang paling baik akhlaqnya.”

: كذا فعلت لم قط لي قال أعلمه فما سنين تسع م وسل عليه الله صلى الله رسول خدمت قال أنس عنقط شيئا علي عاب وال وكذا

Dari Anas bin Malik radhiyallaahu ‘anhu juga, ia berkata: “Aku mengabdi kepada Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam selama sembilan tahun, sekalipun aku tidak pernah mendengar (mengetahui) beliau mengatakan kepadaku: ‘Kenapa kamu melakukan seperti ini dan seperti itu?’ Beliau juga tidak pernah mencelaku sedikitpun.”

Page 21: BAB I

Apa perbedaan antara hadits, atsar, dan khabar?

- Hadits khusus hanya digunakan untuk segala sesuatu yang disandarkan kepada Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam.

- Adapun atsar, khusus digunakan untuk segala sesuatu yang disandarkan kepada selain Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam dari kalangan shahabat, tabi’in, dan orang-orang sesudah mereka.

Kadang-kadang atsar ini digunakan untuk khabar-khabar yang disandarkan kepada Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam, namun dengan taqyid (catatan). Contohnya seperti perkataan: “Dan di dalam atsar dari Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam ….” Adapun secara mutlak, atsar berarti segala sesuatu yang disandarkan kepada para shahabat dan orang-orang yang setelah mereka.

Contoh atsar:

Perkataan Hasan Al-Bashri rahimahullaahu tentang hukum shalat di belakang ahlul bid’ah:

: بدعته وعليه صل الحسن وقال

“Shalatlah (di belakangnya), dan tanggungan dia bid’ah yang dia kerjakan.”

- Sedangkan khabar lebih umum, mencakup hadits dan atsar.

Hadits dilihat dari segi diterima atau tidaknya terbagi menjadi tiga, yaitu: shahih, hasan, dan dha’if.

Footnote:

(۱) … : قوله بدون وسلم عليه الله صلى الله رسول إلى الوحي بدء كان كيف باب البخاري، أخرجه هكذاورسوله » الله إلى فهجرته ورسوله الله إلى هجرته كانت فمن وسلم عليه الله «صلى

Page 22: BAB I

1 Demikian hadits ini dikeluarkan oleh Imam Al-Bukhari rahimahullaahu, bab: “Kaifa kaana bada’ul wahyi ilaa Rasulillaahi shallallaahu ‘alaihi wa sallam” tanpa lafazh:

« ورسوله الله إلى فهجرته ورسوله الله إلى هجرته كانت «فمن

(Dinukil dari البيقونية المنظومة -karya Abul Harits Muhammad bin Ibrahim Khiraj As-Salafi Al شرحJazairi, edisi Indonesia: Mengenal Kaidah Dasar Ilmu Hadits (Penjelasan Al-Manzhumah Al-Baiquniyah), penerjemah: Abu Hudzaifah, penerbit: Maktabah Al-Ghuroba’ Sukoharjo, cet. ke-2 Juni 2008M, hal. 8-13, untuk http://almuslimah.co.nr )