bab i
DESCRIPTION
makalah otonomiTRANSCRIPT
BAB IPENDAHULUAN
1.1 Latar BelakangNegara Indonesia adalah Negara demokrasi. Demokrasi merupakan
pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat. Demokrasi memungkinkan
seseorang untuk mengungkapkan pendapatnya tanpa dibatasi. Berbeda halnya
dengan era orde baru yang membatasi seseorang untuk mengekspresikan
pendapatnya. Demokrasi dimulai saat jatuhnya pemerintahan di masa Orde Baru.
Perwujudan dari sistem demokrasi ialah lahirnya otonomi daerah. Otonomi
daerah memungkinkan untuk masing-masing daerah mengatur dan mengurus
daerahnya sendiri. Pada masa Orde Baru menerapkan sistem sentralisasi kepada
pemerintah pusat, sedangkan di era demokrasi menerapakan sistem desentralisasi.
Desentralisasi pada otonomi daerah memungkinkan untuk mengurus pemerintahan
dan kepentingan masyarakat sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Tujuan
diberlakukannya otonomi daerah yaitu agar pembangunan dan pembagian kekayaan
alam disetiap daerah merata, kesenjangan sosial antar daerah tidak mencolok, dan
tidak adanya ketimpangan sosial.
Otonomi daerah dipandang perlu dalam menghadapi perkembangan keadaan,
baik dalam dan luar negeri, serta tantangan persaingan global. Otonomi daerah
memberikan kewenangan yang luas dan nyata, bertanggung jawab kepada daerah
secara proposional, yang diwujudkan dengan pengaturan, pembagian, dan
kemanfaatan sumber daya nasional, serta perimbangan keuangan pusat dan daerah.
Itu semua harus dilakukan sesuai dengan prinsip-prinsip demokrasi, peran
masyarakat, pemerataan, keadilan, serta potensi dan keanekaragaman daerah yang
dilaksanakan dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Penyelenggaraan Otonomi di daerah didasarkan pada isi dan jiwa yang
terkandung dalam pasal 18 Undang-Undang Dasar 1945 beserta penjelasannya.
Menurut Hukum Tata Pemerintahan Negara atau Hukum Administrasi Negara
Otonomi Daerah merupakan suatu kewenangan daerah untuk menjalankan
pengaturan, penetapan, penyelenggaraan, pengawasan, pertanggungjawaban Hukum
dan Moral dan Penegakan Hukum Administrasi di daerah untuk terciptanya
pemerintahan yang taat hukum, jujur, bersih, dan berwibawa berdasarkan Pancasila
1
dan Undang-Undang Dasar 1945. Otonomi daerah sebagai suatu kebijakan
desentralisasi ini diberlakukan dikarenakan Otonomi Daerah diharapkan dapat
menjadi solusi terhadap problema ketimpangan pusat dan daerah, disintegrasi
nasional, serta minimnya penyaluran aspirasi masyarakat local. Otonomi merupakan
solusi terpenting untuk menepis disintegrasi.
Otonomi untuk daerah propinsi diberikan secara terbatas yang meliputi
kewenangan lintas kabupaten dan kota, dan kewenangan yang tidak atau belum
dilaksanakan oleh daerah kabupaten dan daerah kota, serta kewenangan bidang
pemerintahan tertentu lainnya.Mengapa propinsi mendapat kedudukan sebagai
daerah otonom dan sekaligus sebagai wilayah administrasi ? Ada beberapa
pertimbangan yang mendasarinya, yaitu:Pertama;Untuk memelihara hubungan yang
serasi antara pusat dan daerah dalam kerangka Negara Kesatuan Republik
Indonesia.Kedua;Untuk menyelenggarakan Otonomi Daerah yang bersifat lintas
daerah kabupaten dan daerah kota serta melaksanakan kewenangan Otonomi Daerah
yang belum dapat dilaksanakan untuk daerah kabupaten dan daerah
kota.Ketiga;Untuk melaksanakan tugas-tugas pemerintahan tertentu yang
dilimpahkan dalam rangka pelaksanaan Asas Dekonsentrasi.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang maka perumusan masalah dalam makalah ini yaitu:
1. Bagaimana penyebab timbulnya otonomi daerah?2. Bagaimana pelaksanaan otonomi daerah di Indonesia saat ini?3. Bagaimana dampak dari adanya otonomi daerah?4. Bagaimana antisipasi terhadap masalah yang timbul dari adanya otonomi
daerah?
1.3 Tujuan Penulisan
Tujuan penulisan makalah ini yaitu untuk mengetahui apa itu otonomi daerah
dan bagaimana keadaan dan dampak dari otonomi daerah saat ini?
1.4 Cara Memperoleh Data
Penulis memperoleh data untuk sumber informasi dalam penulisan makalah
ini melalui referensi artikel yang ada di internet.
2
BAB II
ISI
2.1 Pengertian Otonomi Daerah
Otonomi daerah adalah hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk
mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat
setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Secara harfiah, otonomi
daerah berasal dari kata otonomi dan daerah. Dalam bahasa Yunani, otonomi berasal
dari kata autosdan namos. Autos berarti sendiri dan namos berarti aturan atau
undang-undang, sehingga dapat diartikan sebagai kewenangan untuk mengatur
sendiri atau kewenangan untuk membuat aturan guna mengurus rumah tangga
sendiri. Sedangkan daerah adalah kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai
batas-batas wilayah.
Sedangkan menurut UU Nomor 32 tahun 2004 tentang pemerintah daerah
adalah hak wewenang dan kewajiban daerah otonomi untuk mengatur dan mengatur
sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan
peraturan perundang-undangan.
Pelaksanaan otonomi daerah selain berlandaskan pada acuan hukum, juga
sebagai implementasi tuntutan globalisasi yang harus diberdayakan dengan cara
memberikan daerah kewenangan yang lebih luas, lebih nyata dan bertanggung jawab,
terutama dalam mengatur, memanfaatkan dan menggali sumber-sumber potensi yang
ada di daerah masing-masing.
2.2 Penyebab Timbulnya Otonomi Daerah
Otonomi daerah muncul sebagai bentuk veta comply terhadap sentralisasi
yang sangat kuat di masa orde baru. Berpuluh tahun sentralisasi pada era orde baru
tidak membawa perubahan dalam pengembangan kreativitas daerah, baik pemerintah
maupun masyarakat daerah.
Ketergantungan pemerintah daerah kepada pemerintah pusat sangat tinggi
sehingga sama sekali tidak ada kemandirian perencanaan pemerintah daerah saat itu.
Di masa orde baru semuanya bergantung ke Jakarta dan diharuskan semua meminta
3
uang ke Jakarta. Tidak ada perencanaan murni dari daerah karena Pendapatan Asli
Daerah (PAD) tidak mencukupi.
Ketika Indonesia dihantam krisis ekonomi tahun 1997 dan tidak bisa cepat
bangkit, menunjukan sistem pemerintahan nasional Indonesia gagal dalam mengatasi
berbagai persoalan yang ada. Ini dikarenakan aparat pemerintah pusat semua sibuk
mengurusi daerah secara berlebih-lebihan. Semua pejabat Jakarta sibuk melakukan
perjalanan dan mengurusi proyek di daerah.
Dari proyek yang ada ketika itu, ada arus balik antara 10 sampai 20 persen
uang kembali ke Jakarta dalam bentuk komisi, sogokan, penanganan proyek yang
keuntungan itu dinikmati ke Jakarta lagi. Terjadi penggerogotan uang ke dalam dan
diikuti dengan kebijakan untuk mengambil hutang secara terus menerus. Akibat
perilaku buruk aparat pemerintah pusat ini, disinyalir terjadi kebocoran 20 sampai 30
persen dari APBN.
Akibat lebih jauh dari terlalu sibuk mengurusi proyek di daerah, membuat
pejabat di pemerintahan nasional tidak ada waktu untuk belajar tentang situasi
global, tentang international relation, international economy dan international
finance. Mereka terlalu sibuk menggunakan waktu dan energinya untuk mengurus
masalah-masalah domestik yang seharusnya bisa diurus pemerintah daerah.
Akibatnya mereka tidak bisa mengatasi masalah ketika krisis ekonomi datang dan
tidak tahu apa yang harus dilakukan.
Sentralisasi yang sangat kuat telah berdampak pada ketiadaan kreativitas
daerah karena ketiadaan kewenangan dan uang yang cukup. Semua dipusatkan di
Jakarta untuk diurus. Kebijakan ini telah mematikan kemampuan prakarsa dan daya
kreativitas daerah, baik pemerintah maupun masyarakatnya. Akibat lebih lanjut,
adalah adanya ketergantungan daerah kepada pemerintah pusat yang sangat besar.
Bisa dikatakan sentralisasi is absolutely bad. Dan otonomi daerah adalah
jawaban terhadap persoalan sentralisasi yang terlalu kuat di masa orde baru. Caranya
adalah mengalihkan kewenangan ke daerah. Ini berdasarkan paradigma, hakikatnya
daerah sudah ada sebelum Republik Indonesia (RI) berdiri. Jadi ketika RI dibentuk
tidak ada kevakuman pemerintah daerah.
Karena itu, ketika RI diumumkan di Jakarta, daerah-daerah mengumumkan
persetujuan dan dukungannya. Misalnya pemerintahan di Jakarta, sulawesi, sumatera
4
dan Kalimantan mendukung. Itu menjadi bukti bahwa pemerintahan daerah sudah
ada sebelumnya. Prinsipnya, daerah itu bukan bentukan pemerintah pusat, tapi sudah
ada sebelum RI berdiri.
Karena itu, pada dasarnya kewenangan pemerintahan itu ada pada daerah,
kecuali yang dikuatkan oleh UUD menjadi kewenangan nasional. Semua yang bukan
kewenangan pemerintah pusat, asumsinya menjadi kewenangan pemerintah daerah.
Maka, tidak ada penyerahan kewenangan dalam konteks pemberlakuan kebijakan
otonomi daerah. Tapi, pengakuan kewenangan.
Lahirnya reformasi tahun 1997 akibat ambruknya ekonomi Indonesia dengan
tuntutan demokratisasi telah membawa perubahan pada kehidupan masyarakat,
termasuk di dalamnya pola hubungan pusat daerah. Tahun 1999 menjadi titik awal
terpenting dari sejarah desentralisasi di Indonesia. Pada masa pemerintahan Presiden
Habibie melalui kesepakatan para anggota Dewan Perwakilan Rakyat hasil Pemilu
1999 ditetapkan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan
Daerah dan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan
Pusat Daerah untuk mengoreksi UU No.5 Tahun 1974 yang dianggap sudah tidak
sesuai dengan prinsip penyelenggaraan pemerintahan dan perkembangan keadaan.
Kedua Undang-Undang tersebut merupakan skema otonomi daerah yang
diterapkan mulai tahun 2001. Undang-undang ini diciptakan untuk menciptakan pola
hubungan yang demokratis antara pusat dan daerah. Undang-Undang Otonomi
Daerah bertujuan untuk memberdayakan daerah dan masyarakatnya serta mendorong
daerah merealisasikan aspirasinya dengan memberikan kewenangan yang luas yang
sebelumnya tidak diberikan ketika masa orde baru.
Secara khusus, pemerintahan daerah diatur dalam Undang-Undang Nomor 22
Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah. Namun, karena dianggap tidak sesuai lagi
dengan perkembangan keadaan, ketatanegaraan, dan tuntutan penyelenggaraan
otonomi daerah, maka aturan baru pun dibentuk untuk menggantikannya.
Pada 15 Oktober 2004, Presiden Megawati Soekarnoputri mengesahkan
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. Diharapkan
dengan adanya kewenangan di pemerintah daerah maka akan membuat proses
pembangunan, pemberdayaan dan pelayanan yang signifikan. Prakarsa dan
kreativitasnya terpacu karena telah diberikan kewenangan untuk mengurusi
5
daerahnya. Sementara di sisi lain, pemerintah pusat tidak lagi terlalu sibuk dengan
urusan-urusan domestik. Ini agar pusat bisa lebih berkonsentrasi pada perumusan
kebijakan makro strategis serta lebih punya waktu untuk mempelajari, memahami,
merespons, berbagai kecenderungan global dan mengambil manfaat darinya.
2.3 Pelaksanaan Otonomi Daerah Saat Ini
Pelaksanaan otonomi daerah di Indonesia sudah diselenggarakan lebih dari
satu dasawarsa. Otonomi daerah untuk pertama kalinya mulai diberlakukan di
Indonesia melalui Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan
Daerah yang hingga saat ini telah mengalami beberapa kali perubahan. Pelaksanaan
otonomi daerah di Indonesia tersebut telah mengakibatkan perubahan dalam sistem
pemerintahan di Indonesia yang kemudian juga membawa pengaruh terhadap
kehidupan masyarakat di berbagai bidang.
a. Konsepsi Pelaksanaan Otonomi Daerah
Secara konseptual, pelaksanaan otonomi daerah di Indonesia dilandasi oleh
tiga tujuan utama yang meliputi tujuan politik, tujuan administratif dan tujuan
ekonomi. Hal yang ingin diwujudkan melalui tujuan politik dalam pelaksanaan
otonomi daerah diantaranya adalah upaya untuk mewujudkan demokratisasi politik
melalui partai politik dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah. Perwujudan tujuan
administratif yang ingin dicapai melalui pelaksanaan otonomi daerah adalah adanya
pembagian urusan pemerintahan antara pusat dan daerah, termasuk sumber keuangan
serta pembaharuan manajemen birokrasi pemerintahan di daerah. Sedangkan tujuan
ekonomi yang ingin dicapai dalam pelaksanaan otonomi daerah di Indonesia adalah
terwujudnya peningkatan Indeks pembangunan manusia sebagai indikator
peningkatan kesejahteraan masyarakat Indonesia.
Dalam konsep otonomi daerah, pemerintah dan masyarakat di suatu daerah
memiliki peranan yang penting dalam peningkatan kualitas pembangunan di
daerahnya masing-masing. Hal ini terutama disebabkan karena dalam otonomi
daerah terjadi peralihan kewenangan yang pada awalnya diselenggarakan oleh
pemerintah pusat kini menjadi urusan pemerintahan daerah masing-masing.
Dalam rangka mewujudkan tujuan pelaksanaan otonomi daerah, terdapat
beberapa faktor penting yang perlu diperhatikan, antara lain : faktor manusia yang
meliputi kepala daerah beserta jajaran dan pegawai, seluruh anggota lembaga
6
legislatif dan partisipasi masyarakatnya. Faktor keuangan daerah, baik itu dana
perimbangan dan pendapatan asli daerah, yang akan mendukung pelaksanaan
pogram dan kegiatan pembangunan daerah. Faktor manajemen organisasi atau
birokrasi yang ditata secara efektif dan efisien sesuai dengan kebutuhan pelayanan
dan pengembangan daerah.
b. Tantangan dalam Pelaksanaan Otonomi Daerah
Gagasan pelaksanaan otonomi daerah adalah gagasan yang luar biasa yang
menjanjikan berbagai kemajuan kehidupan berbangsa dan bernegara yang lebih baik.
Namun dalam realitasnya gagasan tersebut berjalan tidak sesuai dengan apa yang
dibayangkan. Pelaksanaan otonomi daerah di Indonesia pada gilirannya harus
berhadapan dengan sejumlah tantangan yang berat untuk mewujudkan cita-citanya.
Tantangan dalam pelaksanaan otonomi daerah tersebut datang dari berbagai aspek
kehidupan masyarakat. Diantaranya adalah tantangan di bidang hukum dan sosial
budaya.
Pelaksanaan otonomi daerah di Indonesia dimulai segera setelah angin sejuk
reformasi berhembus di Indonesia. Masih dalam suasana euphoria reformasi dan
dalam situasi dimana krisis ekonomi sedang mencekik tingkat kesejahteraan rakyat,
Negara Indonesia membuat suatu keputusan pemberlakuan dan pelaksanaan otonomi
daerah di Indonesia. Selanjutnya UU No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan
Daerah sebagai dasar pelaksanaan otonomi daerah di Indonesia di Judicial Review
dengan UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. Judicial review ini
dilakukan setelah timbulnya berbagai kritik dan tanggapan terhadap pelaksanaan
otonomi daerah di Indonesia. Judicial review tersebut dilaksanakan dengan
mendasarkannya pada logika hukum.
Pada gilirannya, pemerintahan daerah berhadapan dengan keadaan dimana
mereka harus memahami peraturan perundang-undangan hasil judicial review. Tanpa
adanya pemahaman yang baik dari aparatur, maka bisa dipastikan pelaksanaan
otonomi daerah di Kab/Kota di Indonesia menjadi kehilangan maknanya. Hal ini
merupakan persoalan hukum yang sering terjadi dimana peraturan perundang-
undangan tidak sesuai dengan realitas hukum masyarakat sehingga kehilangan nilai
sosialnya dan tidak dapat dilaksanakan.
7
c. Aspek-aspek apa yang menyebabkan belum optimalnya pelaksanaan otonomi
daerah
Dari berbagai hasil kajian dapat disimpulkan bahwa salah satu faktor
penyebabnya adalah kelemahan aspek regulasi yang terkait dengan penyelenggaraan
pemerintahan daerah dan implementasi regulasinya. UU Nomor 32 Tahun 2004 telah
berhasil menyelesaikan beberapa masalah dalam penyelenggaraan pemerintahan
daerah, namun dalam pelaksanaannya, ketidakjelasan pengaturan dalam UU ini
sering menimbulkan permasalahan baru yang dapat menjadi sumber konflik
antarsusunan pemerintahan dan aparaturnya yang pada akhirnya menyebabkan
penyelenggaraan urusan pemerintahan daerah tidak dapat berjalan secara efektif dan
efisien. Sehingga kita memandang perlu UU ini perlu diubah atau diganti.
Untuk itu, RUU tentang Pemerintahan Daerah (RUU Pemerintahan Daerah)
sebagai pengganti UU Nomor 32 Tahun 2004 yang saat ini sedang dibahas dengan
DPR, pada dasarnya mencoba memperbaiki kelemahan UU Nomor 32 Tahun 2004.
RUU Pemerintahan Daerah dimaksudkan untuk memperjelas konsep desentralisasi
dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia dan memperjelas pengaturan dalam
berbagai aspek penyelenggaraan pemerintahan daerah.
Selain itu, RUU ini juga menambah pengaturan baru sesuai dengan
kebutuhan hukum untuk mengakomodir dinamika pelaksanaan desentralisasi, antara
lain pengaturan tentang hak warga untuk berpartisipasi dalam penyelenggaraan
pemerintahan daerah, adanya jaminan terselenggaranya pelayanan publik dan inovasi
dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah.
2.4 Dampak dari Otomomi Daerah
2.4.1 Dampak Positif dan Negatif dalam Segi Ekonomi
a. Dampak Positif
Dari segi ekonomi banyak sekali keutungan dari penerapan otonomi daerah
diantaranya; pemerintahan daerah memberikan wewenang kepada masyarakat daerah
untuk mengelola sumber daya alam yang dimiliki di masing-masing daerah, dengan
demikian apabila sumber daya alam yang dimiliki telah dikelola secara maksimal
maka pendapatan daerah dan pendapatan masyarakat akan meningkat. Dengan begitu
8
masyarakat akan mandiri dan berusaha untuk mengembangkan suber daya alam yang
mereka miliki, karena mereka lebih mengetahui hal-hal apa saja yang terbaik bagi
mereka. Pengelolaan sumberdaya alam khususnya sumberdaya kelautan berbasis
komunitas lokal sangatlah tepat diterapkan di indonesia, selain karena efeknya yang
positif juga mengingat komunitas lokal di Indonesia memiliki keterikatan yang kuat
dengan daerahnya sehingga pengelolaan yang dilakukan akan diusahakan demi
kebaikan daerahnya.
a. Dampak Negatif
Namun demikian, sejak orde lama sampai berakhirnya orde baru, pemerintah
pusat begitu dominan dalam menggerakkan seluruh aktivitas negara. Dominasi
pemerintah pusat terhadap pemerintah daerah telah menghilangkan eksistensi daerah
sebagai tatanan pemerintahan lokal yang memiliki keunikan dinamika sosial budaya
tersendiri, keadaan ini dalam jangka waktu yang panjang mengakibatkan
ketergantungan kepada pemerintah pusat yang pada akhirnya mematikan kreasi dan
inisiatif lokal untuk membangun lokalitasnya. Dan dengan adanya penerapan sistem
ini membukan peluang yang sebesar-besarnya bagi pejabat daerah (pejabat yang
tidak benar) untuk melalukan praktek KKN.
2.4.2 Dampak Positif dan Negatif dalam Segi Sosial dan Budaya
a. Dampak Positif
Dengan diadakannya desentralisasi akan memperkuat ikatan sosial budaya
pada suatu daerah. Karena dengan diterapkannya desentralisasi ini pemerintahan
daerah akan dengan mudah untuk mengembangkan kebudayaan yang dimiliki oleh
daerah tersebut. Bahkan kebudayaan tersebut dapat dikembangkan dan di
perkenalkan kepada daerah lain. Yang nantinya bisa di jadikan symbol daerah
tersebut.
b. Dampak Negatif
Dapat menimbulkan kompetisi yang tidak sehat anatar daerah karena setiap
ingin menonjolkan kebudayaan masing-masing dan merasa bahwa kebudayaannya
paling baik.
9
2.4.3 Dampak Positif dan Negatif dalam Segi Keamanan Politik
a. Dampak Positif
Dengan diadakannya desentralisasi merupakan suatu upaya untuk
mempertahankan kesatuan Negara Indonesia, karena dengan diterapkannya
kebijakna ini akan bisa meredam daerah-daerah yang ingin memisahkan diri dengan
NKRI, (daerah-daerah yang merasa kurang puas dengan sistem atau apa saja yang
menyangkut NKRI).
b. Dampak Negatif
Adanya otonomi daerah berpotensi menyulut konflik antar daerah yang satu
dengan daerah yang lain.
2.4.4 Dampak Positif dan Negatif secara Umum
a. Dampak Positif
1. Setiap daerah bisa memaksimalkan potensi masing-masing.
2. Pembangunan untuk daerah yang punya pendapatan tinggi akan lebih cepat
berkembang.
3. Daerah punya kewenangan untuk mengatur dan memberikan kebijakan
tertentu.
4. Adanya desentralisasi kekuasaan.
5. Daerah yang lebih tau apa yang lebih dibutuhkan di daerah itu, maka
diharapkan dengan otonomi daerah menjadi lebih maju.
6. Pemerintah daerah akan lebih mudah mengelola sumber daya alam yang
dimilikinya, jika SDA yang dimiliki daerah telah dikelola secara optimal
maka PAD dan pendapatan masyarakat akan meningkat.
7. Dengan diterapkannya sistem otonomi dareah, biaya birokrasi menjadi lebih
efisien.
8. Pemerintah daerah akan lebih mudah untuk mengembangkan kebudayaan
yang dimiliki oleh daerah tersebut. (Kearifan lokal yg terkandung dalam
budaya dan adat istiadat daerah).
a. Dampak Negatif
1. Daerah yang miskin akan sedikit lambat berkembang.
10
2. Tidak adanya koordinasi dengan daerah tingkat satu karena merasa yang
punya otonomi adalah daerah Kabupaten/Kota.
3. Kadang-kadang terjadi kesenjangan sosial karena kewenangan yang di
berikan pemerintah pusat kadang-kadang bukan pada tempatnya.
4. Karena merasa melaksanakan kegiatannya sendiri sehingga para pimpinan
sering lupa tanggung jawabnya.
2.5 Antisipasi Terhadap Masalah yang Timbul dari Adanya Otonomi Daerah
Yang sebaiknya dilakukan agar otonomi daerah dapat berhasil mencapai
tujuannya. Adapun hal-hal yang perlu dilakukan adalah:
1. Memperkuat fungsi kontrol terhadap pemda yang dilakukan oleh masyarakat
dan lembaga legislatif daerah.
2. Pemberdayaan politik warga masyarakat.
3. Pemahaman terhadap asas-asas umum pemerintahan yang baik meliputi:
a. Asas persamaan
b. Asas Kepercayaan
c. Asas Kepastian Hukum
d. Asas Kecermatan
e. Asas Pemberian Alasan
f. Asas Larangan bertindak kesewenang-wenangan
g. Dan lain-lain.
4. Dan yang terakhir adalah meningkatkan mutu pendidikan sehingga
memunculkan sumber daya manusia yang berkualitas.
Terkait berbagai problematika otonomi daerah tersebut, menjadi sangat urgen
bagi pemerintah untuk mengambil langkah-langkah tegas dan strategis. Beberapa
upaya yang dapat dilakukan adalah:
Pertama, segera merevisi UU 32/ 2004 tentang Pemerintahan Daerah,
terutama masalah pembagian wewenang pemerintah pusat dan daerah dan terkait
pasal 126 yang memuat status kepala daerah yang terjerat kasus korupsi. Selama ini,
dasar hukum tersebut memberi ketentuan bahwa sejauh belum menjadi terdakwa dan
tuntutannya kurang dari lima tahun penjara, mereka bisa bebas dan tetap menempati
jabatannya.Status sebagai pejabat negara juga kerap menyulitkan aparat penegak
11
hukum ketika akan menahan dan memeriksa mereka. Undang-undang mengharuskan
pemeriksaan terhadap kepala daerah atas izin presiden. Sedangkan izin tersebut juga
harus melalui birokrasi yang panjang dan rumit. Dengan merevisi undang-undang
tersebut, diharapkan gubernur, bupati/walikota yang tersangkut kasus korupsi akan
dinon-aktifkan begitu menjadi tersangka. Jabatan dan hak mereka akan diberikan
kembali jika penyidikan kasusnya dihentikan. Kedua, pemerintah juga dapat
mengefektifkan peran Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam upaya
memerangi korupsi di daerah yang semakin menggurita. Argumentasi ini didasarkan
pada kapasitas legal yang dimiliki KPK untuk untuk masuk ke semua lembaga
negara dan melakukan evaluasi untuk pencegahan korupsi. Sebelum itu ditempuh,
tentu langkah yang harus diambil adalah penguatan posisi KPK di daerah, yakni
dengan pembentukan KPK di daerah. Ketiga,penting untuk menerapkan asas
pembuktian terbalik. Asas pembuktian terbalik merupakan aturan hukum yang
mengharuskan seseorang untuk membuktikan kekayaan yang dimilikinya, sebelum
menjabat dibandingkan setelah menjabat. Serta darimana sumber kekayaan itu
berasal. Jika kekayaan melonjak drastis dan bersumber dari kas Negara atau sumber
lain yang ilegal, tentu merupakan tindak pidana korupsi. Korupsi memang
merupakan kejahatan luar biasa (extraordinary crime), maka harus ditangani secara
luar biasa pula dan tentu dengan melibatkan semua pihak. Karena, langkah-langkah
strategis tersebut tidak akan berarti tanpa kerja sama dari semua pihak, terutama
aparat penegak hukum untuk menjunjung hukum seadil-adilnya. Ini diperlukan agar
otonomi daerah benar-benar bernilai serta menjadi berkah bagi rakyat di daerah.
12
BAB III
PEMBAHASAN KELOMPOK
3.1 Pembahasan Kelompok
Menurut kelompok kami otonomi daerah sudah cukup baik
keberlangsungannya selama lebih dari satu dasawarsa ini. Keberadaan otonomi
daerah sangat terasa dampak positifnya untuk sebagian daerah. Dengan adanya
otonomi daerah, daerah-daerah di Indonesia lebih mandiri dan bisa mengatur segala
hal yang berlangsung dalam daerah mereka sendiri tanpa harus terus merepotkan
pemerintahan pusat seperti sebelumnya. Dibandingkan sebelum adanya otonomi
semua dana dari daerah disaluran ke pemerintah pusat, kemudian baru dibagikan
kembali ke pemerintah daerah. Dengan adanya otonomi daerah, pemerintah pusat
tidak perlu terlalu pusing dengan permasalahan daerah melainkan hanya mengontrol
perkembangannya saja, sehingga pemerintah pusat bisa lebih fokus mengerjakan
yang lainnya demi kemajuan bangsa.
Walaupun dalam keberlangsungannya otonomi daerah juga memiliki dampak
negatif, diantaranya banyaknya kasus korupsi yang melibatkan para pejabat daerah.
Otonomi daerah yang dipercayakan kepada para pemimpin daerah disalah gunakan
untuk kepentingan pribadi para pejabat daerah. Oleh karena itu pentingnya
pemantauan terhadap dana-dana rakyat. Sebagai rakyat Indonesia yang baik kita
harus mematuhi peraturan pemerintah seperti pembayaran pajak, karena dengan
pembayaran pajaklah kita bisa membangun infrastruktur di daerah kita. Dan
melakukan pemantauan terhadap kebijakan pemerintah daerah yang dirasa tidak
sesuai dengan peraturan pemerintah pusat.
Untuk daerah-daerah tertentu di Indonesia, pemerintah masih perlu mengatur
langsung perkembangan infrastrukturnya. Ada beberapa daerah yang sudah siap
dengan sistem otonomi daerah dan ada beberapa pula yang masih memerlukan
campur tangan pemerintah langsung. Seperti di daerah Papua yang sebagian besar
menyumbangkan dana terbesar dalam sistem perekonomian di Indonesia. Dengan
adanya perusahan tambang terbesar di Indonesia, secara langsung dapat
meningkatkan pendapatan dana. Tetapi hasilnya tidak dapat dinikmati masyarakat
Papua. Dana yang semestinya dikelola untuk infrastruktur, pendidikan, sosial, dan
13
lain-lain tidak dapat dimaksimalkan. Masih banyak anak-anak Papua yang tidak
dapat bersekolah di sekolah yang layak, bahkan masih ada yang putus sekolah karena
tidak dapat membiayai sekolahnya. Seharusnya pemerintah daerah dapat membiayai
semua hal itu denga baik. Berbeda dengan daerah yang sudah dapat melaksanakan
otonomi dengan baik. Seperti kota-kota besar di pulau Jawa yang sebagian besar
sudah dapat mengelola otonominya dengan baik, dengan meningkatkan infrastruktur
untuk kepentingan masyarakatnya. Pendidikan di kota-kota besar juga semakin baik
dengan adanya sekolah internasional.
Dengan memajukan pendidikan disuatu daerah dirasa mungkin bisa untuk
memperbaiki dan meningkatkan otonomi di daerah tersebut. Kesadaran masyarakat
untuk bisa memanfaatkan otonomi daerah dengan baik perlu ditingkatkan.
Seharusnya dengan adanya otonomi daerah dapat meningkatkan kesejahteraan
masyarakat daerahnya. Karena seharusnya pemerintah daerahlah yang tahu
bagaimana keadaan masyarakatnya, apa yang dirasa perlu ditingkatkan dari
daerahnya, apa yang diperlukan masyarakat daerahnya.
Jika otonomi daerah di setiap daerah dapat berjalan dengan baik, pemerintah
daerah dapat menjalankan roda perekonomian di daerahnya dengan baik, maka
masyarakat akan sejahtera. Sehingga pemerintah pusat hanya memantau jalannya
otonomi daerah di setiap daerah. Kita sebagai masyarakat harus bisa mendukung dan
bekerja sama dengan pemeritah daerah. Memantau agar kinerja pemerintah daerah
sesuai dengan jalurnya. Dan agar penyelewengan dana yang sering terjadi di
pemerintahan dapat dikurangi bahkan dihilangkan.
14
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Otonomi daerah adalah suatu keadaan yang memungkinkan daerah dapat
mengaktualisasikan segala potensi terbaik yang dimilikinya secara optimal. Dimana
untuk mewujudkan keadaan tersebut,berlaku proposisi bahwa pada dasarnya segala
persoalan sepatutnya diserahkan kepada daerah untuk mengidentifikasikan,
merumuskan,dan memecahkannya, kecuali untuk persoalan-persoalan yang memang
tidak mungkin diselesaikan oleh daerah itu sendiri dalam perspektif keutuhan negara-
bangsa. Dalam Sidang Tahunan MPR tahun 2000 telah pula ditetapkan Ketetapan
MPR No.IV/MPR/2000 tentang Kebijakan dalam Penyelenggaran Otonomi Daerah
yang antara lain merekomendasikan bahwa prinsip otonomi daerah itu harus
dilaksanakan dengan menekankan pentingnya kemandirian dan keprakarsaan dari
daerah-daerah otonom untuk menyelenggarakan otonomi daerah tanpa harus terlebih
dulu menunggu petunjuk dan pengaturan dari pemerintahan pusat. Bahkan,kebijakan
nasional otonomi daerah ini telah dikukuhkan pula dalam materi perubahan Pasal
18UUD 1945.
Adapun dampak negatif dari otonomi daerah adalah munculnya kesempatan
bagi oknum-oknum di tingkat daerah untuk melakukan berbagai pelanggaran,
munculnya pertentangan antara pemerintah daerah dengan pusat, serta timbulnya
kesenjangan antara daerah yang pendapatannya tinggi dangan daerah yang masih
berkembang. Bisa dilihat bahwa masih banyak permasalahan yang mengiringi
berjalannya otonomi daerah di Indonesia. Permasalahan-permasalahan itu tentu harus
dicari penyelesaiannya agar tujuan awal dari otonomi daerah dapat tercapai.
15
4.2 Saran
Dari kesimpulan yang dijabarkan diatas, maka dapat diberikan saran antara
lain:
1. Pemerintahan daerah dalam rangka meningkatkan efisiensi dan efektivitas
penyelenggaraan otonomi daerah, perlu memperhatikan hubungan
antarsusunan pemerintahan dan antarpemerintah daerah, potensi dan
keanekaragaman daerah.
2. Konsep otonomi luas, nyata, dan bertanggungjawab tetap dijadikan acuan
dengan meletakkan pelaksanaan otonomi pada tingkat daerah yang paling
dekat dengan masyarakat.
3. Keterlibatan masyarakat dalam pengawasan terhadap pemerintah daerah juga
perlu diupayakan. Kesempatan yang seluas-luasnya perlu diberikan kepada
masyarakat untuk berpartisipasi dan mengambil peran. Masyarakat dapat
memberikan kritik dan koreksi membangun atas kebijakan dan tindakan
aparat pemerintah yang merugikan masyarakat dalam pelaksanaan Otonomi
Daerah. Karena pada dasarnya Otonomi Daerah ditujukan untuk
meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Oleh karena itu, masyarakat juga
perlu bertindak aktif dan berperan serta dalam rangka menyukseskan
pelaksanaan Otonomi Daerah.
Pihak-pihak yang berkepentingan dalam pelaksanaan Otonomi Daerah sebaiknya
membuang jauh-jauh egonya untuk kepentingan pribadi ataupun kepentingan
kelompoknya dan lebih mengedepankan kepentingan masyarakat. Pihak-pihak
tersebut seharusnya tidak bertindak egois dan melaksanakan fungsi serta
kewajibannya dengan baik.
16