bab i

57
BAB I PENDAHULUAN Induksi persalian merupakan proses untuk menstimulasi kontraksi uterus sebelum terjadinya persalinan spontan dengan atau tanpa adanya pecah ketuban Selain induksi persalinan, dikenal juga istilah augmentasi atau akselerasi persalinan. Augmentasi mengacu pada stimulasi kontraksi spontan yang dianggap tidak memadai karena dilatasi serviks yang tidak adekuat. 1 Selama beberapa dekade terakhir, semakin banyak perempuan hamil di seluruh dunia telah mengalami induksi persalinan (tenaga kerja artifisial dimulai) untuk memberikan bayi mereka. Di negara maju, sampai dengan 25% dari semua kelahiran di masa sekarang melibatkan induksi persalinan. Menurut Pusat Nasional untuk Statistik Kesehatan, kejadian induksi persalinan di Amerika Serikat lebih dari dua kali lipat dari 9,5 persen pada tahun 1991 menjadi 22,5 persen pada tahun 2006 (Martin dan rekan, 2009). Di University of Alabama di Birmingham Hospital, persalinan diinduksi pada sekitar 20 persen wanita, dan 35 persen lainnya diberikan oksitosin untuk augmentasi-total 55 persen. 1,2 Induksi persalinan dilakukan pada beberapa kondisi, seperti kehamilan post term, kehamilan dengan diabetes mellitus, makrosomia, ketuban pecah dini, dan lainnya. Kehamilan postterm merupakan salah satu kehamilan risiko tinggi.Kekhawatiran dalam menghadapi kehamilan postterm adalah meningkatnya risiko morbiditas dan mortalitas perinatal. Hal ini dihubungkan dengan menurunnya fungsi plasenta. Fungsi plasenta 1

Upload: utami-handayani-kurnia

Post on 09-Feb-2016

194 views

Category:

Documents


7 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB I

BAB I

PENDAHULUAN

Induksi persalian merupakan proses untuk menstimulasi kontraksi uterus sebelum terjadinya

persalinan spontan dengan atau tanpa adanya pecah ketuban Selain induksi persalinan, dikenal

juga istilah augmentasi atau akselerasi persalinan. Augmentasi mengacu pada stimulasi kontraksi

spontan yang dianggap tidak memadai karena dilatasi serviks yang tidak adekuat. 1

Selama beberapa dekade terakhir, semakin banyak perempuan hamil di seluruh dunia

telah mengalami induksi persalinan (tenaga kerja artifisial dimulai) untuk memberikan bayi

mereka. Di negara maju, sampai dengan 25% dari semua kelahiran di masa sekarang melibatkan

induksi persalinan.  Menurut Pusat Nasional untuk Statistik Kesehatan, kejadian induksi

persalinan di Amerika Serikat lebih dari dua kali lipat dari 9,5 persen pada tahun 1991 menjadi

22,5 persen pada tahun 2006 (Martin dan rekan, 2009). Di University of Alabama di

Birmingham Hospital, persalinan diinduksi pada sekitar 20 persen wanita, dan 35 persen lainnya

diberikan oksitosin untuk augmentasi-total 55 persen. 1,2

Induksi persalinan dilakukan pada beberapa kondisi, seperti kehamilan post term,

kehamilan dengan diabetes mellitus, makrosomia, ketuban pecah dini, dan lainnya.

Kehamilan postterm merupakan salah satu kehamilan risiko tinggi.Kekhawatiran dalam

menghadapi kehamilan postterm adalah meningkatnya risiko morbiditas dan mortalitas perinatal.

Hal ini dihubungkan dengan menurunnya fungsi plasenta. Fungsi plasenta mencapai puncak pada

umur kehamilan 38 minggu dan kemudian menurun terutama setelah 42 minggu. Akibat penuaan

plasenta, pemasokan makanan dan oksigen ke janin menurun akibat berkurangnya sirkulasi

uteroplasenter sekitar 50% yaitu menjadi 250 ml/mnt.1,2

Angka kejadian postterm berkisar antara 4 – 14%.1 Di Indonesia angka kejadiannya

berbeda-beda pada beberapa Rumah Sakit Pendidikan. Suastika (1997) melaporkan angka

kejadian postterm di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta sebesar 9,5%.3 Adenia dkk (1999)

melaporkan angka kejadian postterm di RSUP H.Adam Malik sebesar 6,71%.4 Priyono (2003)

melaporkan angka kejadian postterm di RSUP Sanglah sebesar 3,46% untuk periode 1 Januari

2000 – 31 Desember 2002.5

Risiko morbiditas perinatal pada kehamilan postterm 2-3 kali lebih banyak daripada

kehamilan aterm. Sedangkan mortalitasnya meningkat lebih kurang 3 kali dibandingkan

kehamilan aterm dimana 30% kematian tersebut terjadi sebelum persalinan, 55% dalam

1

Page 2: BAB I

persalinan dan 15% pasca persalinan.6 Wanita dengan kehamilan postterm cenderung memiliki

risiko lebih besar untuk mengalami robekan jalan lahir yang luas karena makrosomia,

peningkatan risiko terjadinya infeksi dan komplikasi luka jalan lahir serta perdarahan post

partum. Mereka juga berisiko lebih besar menjalani seksio sesaria sehubungan dengan

makrosomia, gawat janin maupun kegagalan dan komplikasi induksi persalinan.2,6

2

Page 3: BAB I

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 DEFINISI

Induksi persalianan adalah proses stimulasi buatan pada uterus untuk memulai persalinan.

Induksi persalian dilakukan sebelum terjadinya persalinan spontan dengan atau tanpa adanya

pecah ketuban .1,2

Akselerasi persalinan adalah tindakan untuk meningkatkan frekuensi, lama serta kekuatan

his dalam persalian . Augmentasi mengacu pada stimulasi kontraksi spontan yang dianggap

tidak memadai karena dilatasi serviks yang tidak adekuat.2,3

Menurut American College of Obstetricians ad Gynecologist (1997), postterm adalah

kehamilan 42 minggu penuh (294 hari) atau lebih dihitung dari hari pertama haid terakhir

(HPHT), dengan asumsi ovulasi terjadi 2 minggu setelah haid terakhir.1,7 Sedangkan menurut

Federation of Gynecologist and Obstetrians (FIGO), postterm merupakan kehamilan yang

berlangsung lebih dari 42 minggu terhitung dari HPHT dan siklus menstruasi 28 hari.2,4

2.2 PRINSIP UMUM INDUKSI PERSALINAN 1

Dalam melakukan suatu induksi persalinan perlu diperhatikan prinsip-prinsip umum yang

berhubungan dalam induksi persalinan, yaitu : (who)

Induksi persalinan dapat dilakukan hanya bila ada indikasi dan manfaatnya lebih

besar dibandingkan kemungkinan terjadinya potensi yang membahayakan.

Pada setiap ibu yang akan melakukan induksi persalian , pertimbangan harus

diberikan sesuia dengan status servikal, metode yang akan dilakukan , serta risiko

yang akan terjadi.

Induksi persalinan harus dilakukan dengan hati-hati karena mengingat besarnya risiko

terjadinya hiperstimulasi uterus, rupture uterus, dan juga potensi terjadinya gawat

janin

Induksi persalinan harus dilakukan di tempat pelayanan yang memiliki kemampuan

untuk penilaian maternal dan kesejahteraan janin

Ibu yang diinduksi dengan oxytocin, misoprostol, atau prostaglandin harus

diperhatikan secara ketat.

3

Page 4: BAB I

Kegagalan induksi persalinan adalah indikasi dilakukanya seksio sesaria

Jika memungkinkan, induksi persalinan dilakukan di tempat dengan fasilitas seksio

sesaria

2.3 INDIKASI DAN KONTRAINDIKASI INDUKSI PERSALINAN 3,4

2.3.1 Indikasi induksi persalinan

Abruptio plasenta

Korioamnionitis

Kematian janin dalam rahim

Hipertensi dalam kehamilan

Preeklampsia, eklampsia

Ketuban pecah dini

Kehamilan post-term

Kondisi medis maternal, seperti diabetes mellitus,penyakit ginjal,penyakit

paru kronis,hipertensi kronis, sindrom antiphospholipid

Kelainan fetal, seperti perkembangan janin terganggu, oligohiramnion,dll.

2.3.2 Kontraindikasi induksi persalinan

Vasa previa atau plasenta previa totalis

Janin letak lintang

Prolaps tali pusat

Pernah melakukan persalinan SC

Makrosomia

Kehamilan multifetal

Kelainan anatomi panggul

Infeksi herpes genitalis aktif

2.4 PEMERIKSAAN SEBELUM INDUKSI PERSALINAN

Pemeriksaan umur kehamilan dan factor risiko yang ada pada ibu dan juga bayi sangat

penting dilakukan untuk evaluasi dan konseling sebelum dimulainya pematangan servik

4

Page 5: BAB I

ataupun induksi persalinan. Pada pematangan serviks dan induksi persalinan dilakukan juga

pemeriksaan servik, pelvis, besar fetus, dan presentasi. Monitor denyut jantung janin dan

kontaksi uterus harus diperhatikan selama dilakukanya induksi persalinan. 3,4

Induksi persalinan pada kehamilan post term harus ditegakkan terlebih dahuli diagnosis

kehamilannya. Umur kehamilan dan perkiraan hari kelahiran ditentukan dengan rumus

Naegele. Meskipun kemungkinannya adalah 10% dari seluruh kehamilan, sebagian

diantaranya mungkin bukan benar-benar postterm karena kekeliruan menentukan usia

kehamilan. Hal ini mungkin disebabkan karena kekeliruan mengemukakan tanggal haid yang

terakhir, siklus haid yang tidak teratur dan siklus haid yang terlampau panjang. 1,2,6

Menegakkan diagnosis kehamilan postterm bukan merupakan hal yang mudah.

Banyak metode pemeriksaan umur kehamilan dan kesejahteraan janin yang diajukan tapi

belum ada hasil yang memuaskan. Hal ini disebabkan karena pemeriksaan yang berkali-kali

tidak praktis, mahal, terkadang subjektif, mempunyai nilai positif dan negatif palsu serta

memerlukan kehandalan pemeriksa. Namun nilai diagnosisnya akan lebih baik jika

pemeriksaan itu dilakukan bersama-sama. 7,8

Diagnosis kehamilan postterm ditegakkan apabila kehamilan sudah berlangsung

melebihi 42 minggu (294 hari). Ada beberapa cara yang dapat dilakukan untuk menilai

umur kehamilan, yaitu dengan berdasarkan perhitungan haid terakhir dengan rumus naegle,

mengetahui denyut jantung janin, gerak janin dan USG.

a. Berdasarkan haid terakhir

Menilai umur kehamilan postterm kadang sulit karena kebanyakan wanita tidak

mengetahui hari pertama haid terakhir (HPHT) dan siklus haid yang tidak teratur. Umur

kehamilan berdasarkan HPHT dapat dihitung dengan menggunakan rumus Naegele

(tanggal +7 / bulan –3 / tahun +1) jika siklus haid teratur.1,6.

b. Denyut jantung janin

Denyut jantung janin mulai terdengar pada umur kehamilan 19-20 minggu dengan

stetoskop Laenec sementara dengan Doppler denyut jantung janin mulai didengar pada

umur kehamilan 12 minggu.1,9

c. Gerakan janin

Gerakan janin pertama kali dapat dirasakan pada umur kehamilan 18-20 minggu.

Gerakan ini akan bertambah intensitasnya secara bertahap.10

5

Page 6: BAB I

d. Ultrasonografi (USG)

Dengan pemeriksaan USG usia kehamilan dapat ditentukan secara dini. Ukuran

biparietal distance (BPD) dan lingkar abdomen (abdominal perimeter / AP atau

abdominal sircumference / AC) janin yang tidak bertambah atau malah mengecil sangat

bernilai untuk mendiagnosa kehamilan postterm. USG menjadi gold standard untuk

menetapkan umur kehamilan terutama jika dilakukan pada trimester pertama. Sampai

umur kehamilan 12 minggu, pengukuran crown-to-rump length (CRL) memberikan

ketepatan taksiran persalinan ± 4 hari. Melewati umur kehamilan 12 minggu, CRL

tidak reliabel lagi dijadikan patokan. Pada umur kehamilan 14-20 minggu digunakan

patokan pengukuran diameter biparietal (BPD) dan femur length yang mempunyai

ketepatan taksiran persalinan ± 7 hari.11,12 Pada kasus ini ibu SCI menyangkal telah

melakukan USG.

2.5 PENATALAKSANAAN KEHAMILAN POST TERM

Yang terpenting dalam menangani kehamilan lewat waktu ialah menentukan keadaan janin,

karena setiap keterlambatan akan menimbukan resiko kegawatan. Bila dari penilaian

kesejahteraan janin ternyata kondisi janin masih baik maka dapat ditentukan tindakan

berikutnya yaitu, menunda 1 minggu persalinan sampai terjadi persalinan spontan dengan

menilai gerakan janin pada 3 hari berikutnya, dan bisa dilakukan induksi persalinan.

Berdasarkan Pedoman Diagnosis-Terapi dan Bagan Alur Pelayanan Pasien Lab./ SMF

Obstetri dan Ginekologi Fakultas Kedokteran UNUD/RS Sanglah, Denpasar 2003.

Penatalaksanaan intrapartum tergantung dari hasil pengawasan kesejahteraan janin ( fetal

surveillance ) dan penilaian pelvic score ( PS )11:

a. Bila kesejahteraan janin baik ( USG dan NST baik ):

PS ≥ 5 → dilakukan oksitosin drip

PS < 5 → dilakukan pemantauan serial NST dan USG setiap 1 minggu sampai umur

kehamilan 44 minggu atau PS ≥ 5.

b.bila kesejahteraan janin mencurigakan.

PS ≥ 5 → dilakukan oksitosin drip dengan pemantauan KTG. Bila terdapat tanda-

tanda insufisiensi plasenta, persalinan diakhiri dengan seksio sesarea (SC).

PS < 5 → dilakukan pemeriksaan ulangan keesokan harinya

6

Page 7: BAB I

Bila hasilnya tetap mencurigakan → dilakukan OCT

-hasil OCT (+) dilakukan SC

-hasil OCT (-) dilakukan pemeriksaan serial sampai 44 minggu / PS ≥ 5

-hasil OCT meragukan dilakukan pemeriksaan OCT ulangan keesokan harinya.

Bila hasilnya baik → dilakukan pemeriksaan serial sampai 44 minggu / PS ≥ 5.

c.Bila kesejahteraan janin jelek (terdapat tanda-tanda insufisiensi plasenta), dilakukan seksio

sesarea.

2.5.1. Penilaian Kesejahteraan Janin

Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam pengawasan kesejahteraan janin (fetal

survaillance) yang mana hal ini perlu dilakukan untuk menentukan penatalaksanaan lebih

lanjut kehamilan postterm.

a. Gerakan janin

Gerakan janin dapat mencerminkan kesejahteraan janin. Gerakan janin dapat ditentukan

secara subjektif ( normal rata- rata 7 kali / 20 menit ) atau objektif dengan tokografi NST

( normal rata – rata 10 kali / 20 menit ). Janin masih dianggap baik bila dirasakan

sedikitnya 10 gerakan / 12 jam. Hasil non reaktif apabila tidak terdapat gerakan janin

selama 20 menit pemeriksaan atau tidak terdapat akselerasi gerakan janin.Gerakan janin

akan berkurang 12 – 48 jam sebelum janin meninggal.5,6

b. Volume cairan amnion

Penilaian volume cairan amnion yang dilakukan dengan ultrasonografi pada berbagai

penelitian menunjukan bahwa kehamilan postterm dengan oligohidramion mempunyai

risiko yang lebih tinggi dibandingkan dengan kehamilan tanpa oligohidramion. Hal ini

disebabkan adanya penekanan tali pusat akibat berkurangnya efek bantalan cairan amnion

pada oligohidramion.

Oligohidramion didefinisikan sebagai:

1. Pengukuran kedalaman kantung cairan amnion terbesar <2 cm (normal 2- 8 cm).

2. Indeks cairan amnion < 5 cm ( normal 5 –20 cm).

7

Page 8: BAB I

Penentuan volume cairan amnion berdasarkan indeks cairan amnion dianggap lebih baik

dibandingkan teknik pengukuran 1 kantung amnion.13

c.Pewarnaan mekonium pada cairan amnion

Pelepasan mekonium ke dalam cairan amnion oleh janin masih dipakai sebagai indikator

keadaan insufisiensi plasenta dan hipoksia janin. Pewarnaan mekonium pada cairan amnion

dapat dinilai dengan pemeriksaan amnioskopi dan amniosentesis. Tetapi tidak tepat

menggunakan pemeriksaan ini sebagai skrining karena tidak semua kasus postterm dengan

pewarnaan mekonium berarti mengalami hipoksia. Hanya ± 30 – 40% kasus postterm

dengan pewarnaan mekonium pada cairan amnion mengalami hipoksia. Selain itu

pemeriksaan ini sulit dilakukan pada pembukaan kurang dari 2 cm, sering terjadi false

negatif dan memerlukan pengalaman dari pemeriksa.11,12,

d. Penilaian denyut jantung janin (fetal heart rate)

Penilaian denyut jantung janin dapat dilakukan dengan dua cara :

1) Non Stress Test (NST)

Pemeriksaan ini dilakukan dengan merekam terus menerus denyut jantung janin

menggunakan alat KTG selama 30 menit. Keadaan yang reaktif ditandai dengan

akselerasi denyut jantung janin > 15 dpm, sekurang – kurangnya 2 kali/15 menit.

Normalnya djj aterm 120 – 160 dpm. Denyut jantung janin yang ireguler sering

menunjukkan insufisiensi plasenta dan janin dalam keadaan asfiksia. Bradikardi dimana

denyut jantung janin < 110 dpm, merupakan keadaan yang berbahaya dan berhubungan

dengan hipoksia intrauterin sedangkan pada takikardi djj > 160 dpm disamping

merupakan tanda hipoksia, juga merupakan adanya infeksi atau reaksi simpatis. NST

merupakan pemeriksaan yang popular karena mudah dikerjakan tetapi tidak efektif untuk

pengawasaan intrauterin karena besarnya nilai negatif palsu ( 3,2 / 1000 ) dan positif

palsu ( 80 / 100 ). 11

2) Stress Test

Dasar pemeriksaan ini adalah pencatatan frekuensi denyut jantung janin untuk

mendeteksi asfiksia janin akibat kontraksi uterus sebagai rangsangan intermiten terhadap

janin. Pada tahap hipoksia akan timbul deselerasi selama kontraksi dan takikardi diluar

kontraksi. Dimana setiap kontraksi akan timbul reduksi sementara aliran darah pada

ruang interviler. Apabila cadangan oksigen fetoplasenter tidak cukup lagi akan ditemukan

8

Page 9: BAB I

denyut jantung janin yang patologis berupa takikardi persisten, deselerasi variabel,

deselerasi lambat dan deselerasi memanjang. Tes ini dapat dilakukan dengan oxytocin

challenge test ( OCT ) dan niplple stimulation contraction stress test ( NSCST ). OCT

disebut negatif jika tidak dijumpai deselerasi lambat, positif jika ada deselerasi lambat

pada ≥ 3 kontraksi uterus yang berturut-turut dan meragukan jika sekali-sekali timbul

deselerasi lambat / hanya terjadi bila ada kontraksi yang hipertonus atau dalam

pemantauan 10 menit meragukan ke arah positif atau negatif dan takikardi positif. OCT

meragukan maka harus dilakukan pemeriksaan ulangan 1 – 2 hari kemudian. OCT dapat

menunjukan keadaan gawat janin karena gangguan respirasi dengan angka ketepatan 50 –

70%. NSCST lebih praktis dan kurang invasif dibandingkan OCT tetapi mempunyai

kekurangan berupa kontraksi uterus yang berlebihan akibat hiperstimulasi. Untuk

mencegah hal ini stimulasi hanya dilakukan pada satu puting susu saja. Akurasi NSCST

ini sama dengan OCT.11,12

2.6 METODE PEMATANGAN SERVIKS DAN INDUKSI PERSALINAN

Selama beberapa tahun yang lalu, ada peningkatan kekhawatiran bahwa jika

serviks belum siap, tidak akan terjadi persalinan yang sukses. Berbagai sistem skoring

untuk penilaian serviks telah diperkenalkan. Pada tahun 1964, Bishop secara sistematis

mengevaluasi sekelompok wanita multi para untuk induksi elektif dan mengembangkan

sistem skoring servikal standar. Skor Bishop membantu mendeskripsikan pasien-pasien

yang memiliki kecenderungan untuk mencapai keberhasilan induksi. Lama persalinan

berhubungan terbalik dengan skor bishop; nilai 8 berarti kemungkinan besar persalinan

terjadi secara pervaginam. Skor bishop <6 biasanya membutuhkan metode pematangan

serviks sebelum penggunaan metode lain.5

Tabel 1. Skor Bishop untuk menilai kematangan serviks untuk induksi persalinan5

Faktor Skor

0 1 2 3

Pembukaan (cm) 0 1-2 3-4 5-6

Pendataran (%) 0-30 40-50 60-70 80

Station -3 -2 -1 atau 0 +1 atau +2

9

Page 10: BAB I

Konsistensi kenyal Medium lunak -

Posisi posterior Medial anterior -

1. NON-FARMAKOLOGIS

A. Suplemen Herbal

Dengan pertumbuhan yang pesat dalam industri suplementasi herbal, tidak mengherankan

bila pasien pun membutuhkan informasi mengenai agen-agen alternatif yang digunakan

untuk induksi persalinan. Agen-agen yang umum digunakan meliputi minyak bunga mawar,

black haw, blue cohosh, dan daun raspberry merah. Meskipun minyak bunga mawar

merupakan terapi yang paling sering digunakan oleh bidan,6masih belum jelas apakah

substansi ini dapat mematangkan serviks atau menginduksi persalinan. Black haw yang

digambarkan memiliki efek uterotonika,13 digunakan untuk mempersiapkan wanita yang

sedang dalam persalinan. Black cohosh memiliki mekanisme aksi yang sama, sementara blue

cohosh dapat menstimulasi kontraksi uterus. Daun raspberry merah digunakan untuk

meningkatkan kontraksi uterus saat awal persalinan. Risiko dan manfaat agen-agen ini masih

belum diketahui karena kualitas bukti-bukti yang diperoleh didasarkan pada tradisi

penggunaan yang lama pada populasi tertentu7 dan laporan kasus yang berupa anekdot. Satu-

satunya kesimpulan yang bisa diperoleh saat ini adalah bahwa peranan terapi herbal dalam

pematangan serviks atau induksi persalinan masih belum jelas.14

B. Castor oil (minyak merica), Mandi Air Hangat, dan Enema

Castor oil, mandi air hangat, dan enema juga direkomendasikan untuk pematangan serviks

dan induksi persalinan. Mekanisme aksinya masih belum jelas. Castor oil (minyak merica)

merupakan ekstrak dari Riccinus communis dan terutama mengandung asam ricinoleat

mentah. Mekanisme pasti bagaimana minyak merica menstimulasi persalinan masih belum

diketahui. Senyawa ini dikenal dapat menstimulasi peristaltik usus dengan menghambat

absorpsi elektrolit meskipun mekanisme ini tidak berhubungan dengan induksi persalinan.

Kemungkinan besar ini merupakan suatu proses yang dimediasi oleh prostaglandin. Telaah

pustaka menunjukkan bahwa pernah dilakukan suatu studi yang lemah yang melibatkan 100

responden yang meneliti castor oil dibandingkan dengan tanpa terapi. Meskipun tidak

tampak adanya perbedaan dalam luaran obstetri maupun neonatus, semua wanita yang

10

Page 11: BAB I

mengkonsumsi castor oil dilaporkan merasa mual-mual. Banyak ahli obstetri dan bidan telah

menggunakan minyak merica yang dikombinasikan dengan enema dan meyakini bahwa ia

membantu inisiasi persalinan. Namun ini hanya diyakini sebagai mitos belaka dan sampai

saat ini, tidak ada bukti yang mendukung penggunaan ketiga modalitas terapi ini sebagai

metode yang sesuai untuk pematangan serviks dan induksi persalinan. 15,16

C. Hubungan Seksual

Hubungan seksual umumnya direkomendasikan untuk merangsang timbulnya awal

persalinan. Hal ini antara lain disebabkan karena hubungan seksual biasanya melibatkan

stimulasi puting dan payudara, yang dapat merangsang pelepasan oksitosin. Selain itu dengan

penetrasi, segmen bawah rahim distimulasi. Stimulasi ini menyebabkan pelepasan

prostaglandin lokal. Cairan semen pria mengandung prostaglandin, yang bertanggung jawab

dalam proses pematangan serviks. Toth dkk dalam penelitiannya menemukan bahwa

hubungan seksual dengan ejakulasi menyebabkan peningkatan konsentrasi prostaglandin

dalam mukus serviks sebanyak 10 sampai 50 kali lipat. Konsentrasi prostaglandin yang

tinggi tercatat dalam 2 sampai 4 jam setelah ejakulasi dan tetap terdeteksi selama lebih dari

12 jam. Orgasme pada wanita juga menyebabkan kontraksi uterus. Dari telaah Cochrane,

hanya ada satu studi pada 28 wanita yang menghasilkan sangat sedikit data yang bermanfaat,

sehingga peranan hubungan seksual sebagai metode untuk merangsang timbulnya persalinan

masih belum jelas. Pada keadaan plasenta previa, pecah ketuban, atau infeksi genital yang

aktif, hubungan seksual tidak dianjurkan baik pada kehamilan preterm maupun aterm.16

D. Stimulasi Payudara

Stimulasi payudara ini telah direkomendasikan sejak zaman Hipocrates dan diyakini dapat

merangsang timbulnya kontraksi uterus dan inisiasi persalinan.10Pemijatan payudara dan

stimulasi payudara tampaknya memfasilitasi pelepasan oksitosin dari kelenjar hipofisis

posterior. Teknik yang paling sering dilakukan yaitu pemijatan dengan lembut pada payudara

atau kompres hangat pada payudara selama satu jam, tiga kali sehari. Oksitosin dilepaskan,

dan banyak studi yang menunjukkan bahwa denyut jantung janin abnormal yang timbul

serupa dengan yang terjadi pada uji oksitosin pada kehamilan risiko tinggi. Rasio yang

abnormal ini mungkin disebabkan karena penurunan perfusi plasenta dan hipoksia janin. Dua

studi yang cukup lemah dilakukan pada tahun 1970an dan 1980an menunjukkan perbedaan

pada kedua kelompok intervensi, tetapi desain penelitian yang lemah menyebabkan buktinya

11

Page 12: BAB I

kurang adekuat untuk mendukung suatu kesimpulan bahwa stimulasi payudara merupakan

metode yang viabel dalam menginduksi persalinan.17,18,19

E. Akupungtur / Stimulasi Syaraf Transkutaneus

Akupungtur merupakan teknik insersi jarum yang sangat halus ke dalam lokasi tujuan

tertentu dengan harapan mencegah atau mengobati penyakit. Dalam sistem kedokteran Cina,

diyakini bahwa akupungtur menstimulasi saluran chi atau energi. Energi ini mengalir melalui

12 meridian, dengan titik-titik tujuan di sepanjang meridian ini. Masing-masing titik diberi

nama dan nomor dan dihubungkan dengan sistem organ atau fungsi spesifik.20

Dalam ilmu kedokteran Barat, diyakini bahwa akupungtur dan stimulasi syaraf

transkutaneus (TENS) dapat menstimulasi pelepasan prostaglandin dan oksitosin. Sebagian

besar studi yang melibatkan akupungtur desainnya lemah dan tidak memenuhi kriteria

analisis berdasarkan Cochrane. Dibutuhkan suatu uji klinik terkontrol (RCT) yang desainnya

baik diperlukan untuk mengevaluasi peranan akupungtur dan TENS dalam induksi

persalinan.21

F. Modalitas Mekanis

Semua modalitas mekanis bekerja dalam mekanisme aksi yang serupa disebut juga sebagai

bentuk penekanan lokal yang menstimulasi pelepasan prostaglandin.Risiko yang

berhubungan dengan metode ini meliputi infeksi (endometritis dan sepsis neonatus

dihubungkan dengan dilator osmotik alamiah), perdarahan, pecah ketuban, dan solusio

plasenta.

1. Dilator higroskopis

Dilator higroskopik menyerap endoserviks dan cairan pada jaringan lokal, menyebabkan

alat tersebut membesar dalam endoserviks dan memberikan tekanan mekanis yang

terkontrol. Produk yang tersedia meliputi dilator osmotik alamiah (misalnya Laminaria

japonicum) dan dilator osmotik sintetis (misalnya Lamicel). Keuntungan utama dalam

menggunakan dilator higroskopik ini meliputi penempatan pasien rawat jalan dan tidak

dibutuhkan pengawasan denyut jantung janin. Laminaria umumnya digunakan sebagai

metode standar pematangan serviks sebelum dilatasi dan kuretase. Teknik pemasangan

dilator higroskopik dijelaskan sebagai berikut :8

o Perineum dan vagina dibersihkan dengan antiseptik.

12

Page 13: BAB I

o Gunakan pemeriksaan spekulum yang steril untuk melihat serviks, dilator

dimasukkan ke dalam endoservik, dengan ekornya diletakkan pada vagina

o Dilator secara progresif dimasukkan sampai endoservik ”penuh”

o Jumlah dilator yang digunakan dicatat dalam rekam medis

o Kassa steril diletakkan dalam vagina untuk menjaga posisi dilator

2. Balon

Alat balon memberikan tekanan mekanis secara langsung pada serviks saat balon diisi. Dapat

digunakan suatu kateter Foley (26 Fr) atau alat balon yang didesain secara khusus. Teknik

pemasangan dilator balon yaitu 22

Kateter dimasukkan ke dalam endoserviks melalui visualisasi langsung atau blind

dengan memastikan lokasi serviks dengan pemeriksaan vaginal toucher dan

mengarahkan kateter menelusuri tangan dan jari melalui endoserviks dan ke dalam

rongga potensial antara selaput ketuban dan segmen bawah rahim.

Balon diisi dengan 30 – 50 ml larutan fisiologis.

Balon mengalami retraksi sehingga terletak dalam muara interna.

Langkah-langkah tambahan :

Berikan tekanan dengan menambah berat pada ujung kateter.

1) Tekanan yang konstan : gantungkan 1 L cairan intravena ke ujung kateter dan

letakkan pada ujung tempat tidur.

2) Tekanan intermiten : sentakkan ujung kateter dua atau empat kali per jam

3) Infus cairan salin

Masukkan kateter dengan 40 ml air steril atau cairan salin. Infus cairan salin steril

pada kecepatan 40 ml per jam dengan menggunakan pompa infus. Lepaskan 6 jam

kemudian pada saat ekspulsi spontan atau pecah ketuban.

3) Infus prostaglandin E2

G. Metode Bedah

1. Stripping of the membranes

Stripping of the membranes dapat meningkatkan aktivitas fosfolipase A2 dan prostaglandin

F2α (PGF2 α) dan menyebabkan dilatasi serviks secara mekanis yang melepaskan

prostaglandin. Stripping pada selaput ketuban dilakukan dengan memasukkan jari melalui

ostium uteri internum dan menggerakkannya pada arah sirkuler untuk melepaskan kutub

13

Page 14: BAB I

inferior selaput ketuban dari segmen bawah rahim.22 Risiko dari teknik ini meliputi infeksi,

perdarahan, dan pecah ketuban spontan serta ketidaknyamanan pasien. Telaah Cochrane

menyimpulkan bahwa stripping of the membrane saja tidak menghasilkan manfaat klinis

yang penting, tapi apabila digunakan sebagai pelengkap, tampaknya berhubungan dengan

kebutuhan dosis oksitosin rata-rata yang lebih rendah dan peningkatan rasio persalinan

normal pervaginam.23

2. Amniotomi

Diduga bahwa amniotomi meningkatkan produksi atau menyebabkan pelepasan

prostaglandin secara lokal. Risiko yang berhubungan dengan prosedur ini meliputi tali pusat

menumbung atau kompresi tali pusat, infeksi maternal atau neonatus, deselerasi denyut

jantung janin, perdarahan dari plasenta previa atau plasenta letak rendah dan kemungkinan

luka pada janin.

Teknik amniotomi adalah sebagai berikut :22

Dilakukan pemeriksaan pelvis untuk mengevaluasi serviks dan posisi bagian terbawah

janin.

Denyut jantung janin diperiksa (direkam) sebelum dan setelah prosedur tindakan

dilakukan

Bagian terbawah harus sudah masuk panggul

Membran yang menutupi kepala janin dilepaskan dengan jari pemeriksa

Alat setengah kocher (cervical hook) dimasukkan melalui muara serviks dengan cara

meluncur melalui tangan dan jari (sisi pengait mengarah ke tangan pemeriksa

Selaput ketuban digores atau dikait untuk memecahkan ketuban

Keadaan cairan amnion diperiksa (jernih, berdarah, tebal atau tipis, mekonium)

Menurut telaah Cochrane, hanya ada dua uji terkontrol yang baik yang mempelajari

penggunaan amniotomi saja, dan buktinya tidak mendukung penggunaannya untuk induksi

persalinan.24

2. Farmakologis

A. Prostaglandin

Prostaglandin bereaksi pada serviks untuk membantu pematangan serviks melalui sejumlah

mekanisme yang berbeda. Ia menggantikan substansi ekstraseluler pada serviks, dan PGE2

14

Page 15: BAB I

meningkatkan aktivitas kolagenase pada serviks. Hal ini menyebabkan peningkatan kadar

elastase, glikosaminoglikan, dermatan sulfat, dan asam hialuronat pada serviks. Relaksasi

pada otot polos serviks menyebabkan dilatasi. Pada akhirnya, prostaglandin menyebabkan

peningkatan kadar kalsium intraseluler, sehingga menyebabkan kontraksi otot

miometrium.25,26Risiko yang berhubungan dengan penggunaan prostaglandin meliputi

hiperstimulasi uterus dan efek samping maternal seperti mual, muntah, diare, dan demam.

Saat ini, kedua analog prostaglandin tersedia untuk tujuan pematangan serviks, yaitu gel

dinoprostone (Prepidil) dan dinoprostone inserts (Cervidil). Prepidil mengandung 0,5 mg gel

dinoproston, sementara Cervidil mengandung 10 mg dinoprostone dalam bentuk pessarium.

Teknik untuk memasukkan gel dinoprostone (Prepidil)27

1. Seleksi pasien :

Pasien tidak demam

Tidak ada perdarahan aktif pervaginam

Penilaian denyut jantung janin teratur

Pasien memberikan informed consent

Skor Bishop <4

2. Letakkan gel pada suhu ruangan sebelum dipasang, sesuai dengan instruksi pabrik.

3. Monitor denyut jantung janin dan aktivitas uterus 15 sampai 30 menit sebelum gel

dimasukkan dan dilanjutkan selama 30 sampai 120 menit setelah gel dimasukkan

4. Masukkan gel ke dalam serviks sesuai dengan arahan berikut :

Jika serviks belum mendatar, gunakan kateter endoserviks 20 mm untuk memasukkan

gel ke dalam endoserviks tepat di bawah ostium uteri internum

Jika pendataran serviks 50%, gunakan kateter endoserviks 10 mm

5. Setelah pemberian gel, pasien harus tetap berbaring selama 30 menit sebelum boleh

bergerak

6. Dapat diulangi setiap 6 jam, sampai 3 dosis dalam 24 jam

7. Nilai akhir pematangan serviks meliputi kontraksi uterus yang kuat, skor Bishop >8, atau

perubahan status ibu atau janin.

8. Dosis maksimum yang direkomendasikan adalah 1,5 mg dinoprostone (3 dosis) dalam 24

jam

15

Page 16: BAB I

9. Jangan mulai pemberian oksitosin selama 6 sampai 12 jam setelah pemberian dosis

terakhir, untuk memperoleh onset persalinan spontan dan melindungi uterus dari

stimulasi yang berlebihan.

Teknik pemasangan dinoprostone pervaginam (Cervidil)28

1. Seleksi pasien

2. Penggunaan sejumlah kecil lubrikan yang mengandung air, letakkan di forniks posterior

dari serviks. Sementara alat tersebut menyerap kelembaban dan cairan, ia melepaskan

dinoprostone dalam kecepatan 0,3 mg per jam selama 12 jam

3. Monitor denyut jantung janin dan aktivitas uterus secara kontinyu mulai 15 sampai 30

menit sebelum pemberian. Karena hiperstimulasi dapat terjadi sampai sembilan setengah

jam setelah pemberian, denyut jantung janin dan aktivitas uterus harus dimonitor sejak

pemberian sampai 15 menit setelah dilepaskan.

4. Setelah insersi, pasien harus tetap berbaring selama 2 jam

5. Lepaskan insersi dengan mendorong talinya setelah 12 jam, saat fase aktif dimulai, atau

jika terjadi hiperstimulasi uterus.

Telaah Cochrane memeriksa 52 penelitian yang didesain dengan baik yang menggunakan

prostaglandin untuk pematangan serviks atau induksi persalinan. Dibandingkan dengan

plasebo (atau tanpa terapi), penggunaan prostaglandin vagina meningkatkan kecenderungan

bahwa persalinan pervaginam dapat terjadi dalam waktu 24 jam. Sebagai tambahan, rasio

seksio sesaria dapat dibandingkan pada semua penelitian. Satu-satunya kelemahannya adalah

peningkatan rasio hiperstimulasi uterus dan perubahan denyut jantung janin yang

menyertainya.16

B. Misoprostol

Misoprostol (Cytotec) merupakan PGE sintetis, analog yang ditemukan aman dan tidak

mahal untuk pematangan serviks, meskipun tidak diberi label oleh Food and drug

administration di Amerika Serikat untuk tujuan ini. Penggunaan misoprostol tidak

direkomendasikan pada pematangan serviks atau induksi persalinan pada wanita yang pernah

mengalami persalinan dengan seksio sesaria atau operasi uterus mayor karena kemungkinan

terjadinya ruptur uteri. Wanita yang diterapi dengan misoprostol untuk pematangan serviks

atau induksi persalinan harus dimonitor denyut jantung janin dan aktivitas uterusnya di

16

Page 17: BAB I

rumah sakit sampai penelitian lebih lanjut mampu mengevaluasi dan membuktikan keamanan

terapi pada pasien.Uji klinis menunjukkan bahwa dosis optimal dan pemberian interval dosis

25 mcg intravagina setiap empat sampai enam jam.17Dosis yang lebih tinggi atau interval

dosis yang lebih pendek dihubungkan dengan insidensi efek samping yang lebih tinggi,

khususnya sindroma hiperstimulasi, yang didefinisikan sebagai kontraksi yang berakhir lebih

dari 90 detik atau lebih dari lima kontraksi dalam 10 menit selama dua periode 10 menit

berurutan, dan hipersistole, suatu kontraksi tunggal selama minimal dua menit.

Ruptur uteri pada wanita dengan riwayat seksio sesaria sebelumnya juga mungkin

merupakan komplikasi, yang membatasi penggunaannya pada wanita yang tidak memiliki

skar uterus.17 Teknik penggunaan misoprostol vagina adalah sebagai berikut :18

1. Masukkan seperempat tablet misoprostol intravagina, tanpa menggunakan gel apapun

(gel dapat mencegah tablet melarut)

2. Pasien harus tetap berbaring selama 30 menit

3. Monitor denyut jantung janin dan aktivitas uterus secara kontinyu selama minimal 3 jam

setelah pemberian misoprostol sebelum pasien boleh bergerak

4. Apabila dibutuhkan tambahan oksitosin (pitosin), direkomendasikan interval minimal 3

jam setelah dosis misoprostol terakhir

5. Tidak direkomendasikan pematangan serviks pada pasien-pasien yang memiliki skar

uterus

Telaah Cochrane menyimpulkan bahwa penggunaan misoprostol dapat menurunkan insidensi

seksio sesaria. Insidensi persalinan pervaginam lebih tinggi dalam 24 jam pemberian

misoprostol dan menurunkan kebutuhan oksitosin (pitosin) tambahan.18

Telaah Cochrane menurut grup Pregnancy and Childbirth mengidentifikasikan 26 uji

klinis tentang misoprostol untuk pematangan serviks atau induksi persalinan atau keduanya.

Studi-studi ini menunjukkan bahwa misoprostol lebih efektif daripada prostaglandin E2agar

terjadi persalinan pervaginam dalam 24 jam dan mengurangi kebutuhan dan jumlah total

oksitosin tambahan. Meskipun dalam penelitian ini dinyatakan bahwa misoprostol

dihubungkan dengan insidensi hiperstimulasi uterus yang lebih tinggi dan cairan amnion

kehijauan (meconium staining), tetapi komplikasi ini biasanya dijumpai dengan dosis

misoprostol yang lebih tinggi (>25μg). Tidak ada penelitian yang menunjukkan bahwa

17

Page 18: BAB I

paparan misoprostol intrapartum (atau agen pematangan serviks prostaglandin lain)

menimbulkan efek samping jangka panjang terhadap janin yang lahir tanpa gawat janin.

ACOG Committee on Obstetric Practice menyatakan bahwa tablet misoprostol

intravaginal efektif dalam induksi persalinan pada wanita hamil dengan serviks yang belum

matang. Komite ini menekankan bahwa hal-hal berikut ini sebaiknya dilakukan untuk

meminimalkan risiko hiperstimulasi uterus dan ruptur uteri pada pasien-pasien yang

menjalani pematangan serviks atau induksi persalinan pada trimester ketiga, yaitu :

1. Jika misoprostol digunakan untuk pematangan serviks atau induksi persalinan pada

trimester ketiga, dipertimbangkan pemberian dosis awal seperempat tablet 100 μg

(sekitar 25 μg).

2. Dosis sebaiknya tidak diberikan lebih sering daripada setiap 3-6 jam.

3. Oksitosin seharusnya tidak diberikan kurang dari 4 jam setelah dosis misoprostol

terakhir.

4. Misoprostol sebaiknya tidak digunakan pada pasien bekas SC atau bekas operasi uterus

mayor.

C. Oksitosin

Oksitosin merupakan agen farmakologi yang lebih disukai untuk menginduksi persalinan

apabila serviks telah matang. Konsentrasi oksitosin dalam plasma serupa selama kehamilan

dan selama fase laten dan fase aktif persalinan, namun terdapat peningkatan yang bermakna

dalam kadar oksitosin plasma selama fase akhir dari kala II persalinan. Konsentrasi oksitosin

tertinggi selama persalinan ditemukan dalam darah tali pusat, yang menunjukkan bahwa

adanya produksi oksitosin yang bermakna oleh janin selama persalinan. Oksitosin endogen

diesekresikan dalam bentuk pulsasi selama persalinan spontan, hal ini tampak dalam

pengukuran konsentrasi oksitosin plasma ibu menit per menit.19,20

Seiring dengan perkembangan kehamilan, jumlah reseptor oksitosin dalam uterus

meningkat (100 kali lipat pada kehamilan 32 minggu dan 300 kali lipat pada saat persalinan).

Oksitosin mengaktifkan jalur fosfolipase C-inositol dan meningkatkan kadar kalsium

ekstraseluler, menstimulasi kontraksi otot polos miometrium. Banyak studi acak yang

terkontrol dengan penggunaan plasebo memfokuskan penggunaan oksitosin dalam induksi

persalinan. Ditemukan bahwa regimen oksitosin dosis rendah (fisiologis) dan dosis tinggi

(farmakologis) sama-sama efektif dalam menegakkan pola persalinan yang adekuat. 19,20

18

Page 19: BAB I

Oksitosin dapat diberikan melalui rute parenteral apa saja. Ia diabsorpsi oleh mukosa

bukal dan nasal . Jika diberikan per oral, oksitosin dengan cepat diinaktifkan oleh tripsin.

Rute intravena paling sering digunakan untuk menstimulasi uterus hamil karena pengukuran

jumlah indikasi yang diberikan lebih tepat dan dapat dilakukan penghentian obat secara

relatif cepat apabila terjadi efek samping.

Saat diabsorpsi, oksitosin didistribusikan dalam cairan ekstraseluler dan tidak berikatan

dengan protein. Dibutuhkan waktu 20-30 menit untuk mencapai kadar puncak plasma.

Interval waktu yang lebih singkat dapat memperpendek induksi persalinan, tetapi lebih

cenderung berhubungan dengan hiperstimulasi uterus dan gawat janin. Mekanisme oksitosin

adalah dengan meningkatkan konsentrasi kalsium intraseluler. Hal ini dicapai dengan

pelepasan deposit kalsium pada retikulum endoplasma dan dengan meningkatkan asupan

kalsium ekstraseluler. Aktivitas oksitosin diperantarai oleh reseptor membran spesifik yang

berpasangan dengan protein transduser dan efektor yang membawa informasi dalam sel.

Transduser oksitosin adalah guanosil trifosfat (GTP) binding protein atau protein G.

Kompleks reseptor oksitosin – protein G menstimulasi fosfolipase C (PLC). Fosfolipase C

secara selektif akan menghidrolisa fosfatidil inositol 4,5–bifosfat (PIP 2) untuk membentuk

inositol 1,4,5-trifosfat (IP3) dan 1,2-diasil gliserol. IP3 menyebabkan keluarnya kalsium dari

retikulum endoplasma yang meningkatkan konsentrasi kalsium sitoplasma. Peningkatan

konsentrasi kalsium intraseluler yang disebabkan karena lepasnya kalsium dan retikulum

endoplasma tidak adekuat untuk mengaktivasi sepenuhnya mekanisme kontraktil

miometrium dan kalsium ekstraseluler yang penting untuk aksi oksitosin yang adekuat.

Apanila tidak ada kalsium ekstraseluler, respon sel-sel miometrium terhadap oksitosin

menurun. Kompleks oksitosin–protein G membantu keluarnya kalsium dari retikulum

endoplasma dengan melakukan perubahan pada kanal kalsium, baik secara langsung maupun

melalui efek yang diperantarai IP3, menyebabkan influks kalsium ekstraseluler. Efek

oksitosin terhadap masuknya kalsium ekstraseluler ke dalam sel miometrium tidak sensitif

terhadap nifedipin.

Oksitosin dapat menstimulasi kontraksi uterus melalui mekanisme yang bebas dari

konsentrasi kalsium intraseluler. Ditemukan bahw akonsentrasi Prostaglandin E (PGE)

danProstaglandin F (PGF) meningkat selama pemberian oksitosin. Oksitosin juga

menstimulasi produksi PGE dan PGF dari desidua manusia. Penemuan ini menunjukkan

19

Page 20: BAB I

adanya interaksi positif antara oksitosin dan prostaglandin sebagai tambahan terhadap aksi

uterotonika dan mungkin pelepasan prostaglandin oleh oksitosin perlu untuk mengifisienkan

kontraksi uterus selama persalinan.19,20

2.7 KOMPLIKASI KEHAMILAN POST TERM

Pada saat kehamilan terbentuk suatu sirkulasi uteroplasenter yang terdiri dari unit maternal

dan fetal (janin dan plasenta). Plasenta terbentuk saat umur kehamilan 16 minggu,

selanjutnya plasenta akan mengalami proses penuaan sampai janin lahir. Proses penuaan

tersebut dikompensasi dengan pertumbuhan villi trofoblas dan perluasan membran

vaskulosinsitial sehingga penyaluran nutrisi dan oksigen ke janin tetap memadai. Mekanisme

kompensasi itu berlangsung sampai usia kehamilan 38 minggu dimana fungsi plasenta

mencapai puncaknya dan selama itu proses penuaan plasenta tidak berpengaruh. Kemudian

fungsi plasenta akan mulai menurun secara bertahap terutama setelah umur kehamilan 42

minggu.5,6,8

Pada kehamilan postterm, sirkulasi uteroplasenter akan berkurang 50% dari 500-

700 ml/menit menjadi 250ml/menit akibat menurunnya fungsi plasenta sehingga terjadi

hipoksia lokal yang menyebabkan proses degenerasi plasenta berupa edema, deposit

fibrinoid, trombosis intervillus, infark villi dan jaringan fungsional plasenta akan berkurang.7

Pada kehamilan postterm dijumpai penurunan volume cairan amnion. Volume cairan

amnion pada kehamilan aterm ± 800 ml dan akan menurun menjadi ± 480 ml, 250 ml dan

160 ml pada kehamilan 42, 43, 44 minggu1. Penyebab penurunan volumenya belum diketahui

dengan pasti, diduga karena produksi urin fetal yang menurun. Volume cairan amnion < 200

ml dihubungkan dengan komplikasi pada janin seperti retardasi pertumbuhan janin, distress

pada janin termasuk keluarnya serta aspirasi mekonium.1,10

Pada kehamilan postterm terjadi penurunan produksi hormon – hormon seperti Human

Placenta Lactogen (HPL), Human Chorionic Gonadotropin (HCG) dan estriol. Apabila

kadarnya menurun, ini menunjukkan insufisiensi plasenta dan gawat janin.10

2.7 KOMPLIKASI INDUKSI PERSALINAN29,30,31

a. Hiperstimulasi tersebut dapat sebagai : takisistol dengan kontraksi > 5 kali dalam 10

menit, kontraksi > 90 detik. Hal tersebut dapat menurunkan aliran darah intervillous

karena rendahnya transfer O2 ke janin, sehingga mempengaruhi perubahan denyut

20

Page 21: BAB I

jantung janin. Kalau ada tanda fetal distress, resusitasi intra uterin standar harus

dilakukan, meliputi administer O2 dan memposisikan pasien miring ke kiri. Pemberian

pengobatan tokolitik dengan obat ß2-adrenergic (hexoprenaline 0,3 mcg/menit atau 250

mcg terbutalin single dose intravena atau subkutan) berhasil membuat kontraksi uterus

kembali normal dan membuat kembali normal denyut jantung janin. Kembali normalnya

kontraksi uterus dan denyut jantung janin biasanya dimulai dalam 5 menit pertama

setelah pemberian tokolitik.

b. Ruptur uterin : jarang terjadi kalau oksitosin digunakan secara tepat. Untuk

menurunkan risiko terjadi ruptur, hindari penggunaan oksitosin pada grande multipara,

monitor tekanan uterin internal pada pasien dengan riwayat seksio sesaria.

c. Risiko potensial yang berkaitan dengan amniotomi ialah terjadinya prolaps tali pusat,

korioamnionitis, penekanan tali pusat yang signifikan, dan rupturnya vasa previa. Untuk

menurunkan kesakitan pada janin akibat prolaps tali pusat, sebelum induksi, harus

dilakukan penilaian bagian apa yang berada pada pintu atas panggul saat engagement.

Spesialis kandungan dan bidan harus melakukan palpasi apakah terdapat tali pusat selama

pemeriksaan vaginal tussae (VT) atau tidak. Denyut jantung janin harus dinilai sebelum

dan segera setelah amniotomi. Amniotomi untuk induksi persalinan merupakan

kontraindikasi pada wanita yang terinfeksi HIV karena durasi dari rupturnya membran

merupakan faktor risiko untuk transmisi vertikal infeksi HIV. Amniotomi juga harus

dihindari jika kepala bayi besar.

d. Intoksikasi air

Dosis minimal efektif oksitosin harus dipakai untuk mencegah efek anti diuretic hormone

(ADH) pada dosis oksitosin tinggi. Gejala terjadi saat hiponatremia yaitu konsentrasi Na

plasma di bawah 120-125 mEq/L dan dapat meliputi mual, muntah, perubahan status

mental, kejang dan koma. Penurunan urin output merupakan tanda terjadinya intoksikasi

air. Intoksikasi air gejala ringan dapat diterapi dengan menghentikan cairan hipotonik dan

membatasi intak cairan. Kalau gejala lebih berat, koreksi hiponatremi dengan infus salin

kalau perlu.

e. Perdarahan dapat terjadi akibat stripping membran amnion pada plasenta previa atau

plasenta letak rendah yang tidak terdiagnosis.

21

Page 22: BAB I

BAB III

LAPORAN KASUS

3.1 IDENTITAS PASIEN

Nama : KS

Jenis Kelamin : Perempuan

Umur : 27 th

Status : Menikah

Agama : Hindu

22

Page 23: BAB I

Suku/Bangsa : Bali/Indonesia

Pendidikan : SMP

Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga

Alamat : Gunaksa Dawan

Tanggal pemeriksaan : 23 Maret 2013

3.2 KELUHAN UTAMA

Hamil lewat waktu.

3.3 ANAMNESIS

Pasien masuk melalui poli kebidanan ke VK bersalin dengan mengeluhkan kehamilannya

telah lewat waktu. Keluhan seperti nyeri perut hilang timbul,riwayat keluar darah, lendir dan

air pervaginam disangkal. Gerak anak dirasakan masih baik. Denyut jantung bayi sudah

mulai diketahui sejak umur kehamilan 3 bulan. Menurut ibu , gerak anak sudah dirasakan

sejak umur kehamilan 4 bulan.

HPHT (Hari Pertama Haid Terakhir) : 1 Juni 2012

TP (Taksiran Persalinan) : 8 Maret 2013

Riwayat Menstruasi

Pasien pertama kali mendapatkan menstruasi (menarche) pada umur 13 tahun. Pasien

mengatakan bahwa haidnya teratur setiap bulan dan kurang lebih lamanya 6 hari dalam setiap

28 hari. Keluhan selama haid disangkal.

Riwayat Obstetri

1. 2005/Abortus/ 8 mg/kuret(+) , RS Bintang

2. 5 ½ thn/ perempuan/ RSUD Klungkung/ spontan/ 3500 gr

3. 4 thn/ laki-laki/ RS Bintang/ spontan/ 3450 gr

4. 1,5 thn/ perempuan/ RSUD Klungkung/ spontan/ 3500gr

5. ini

Riwayat KB

Pasien mengatakan tidak pernah menggunakan KB.

23

Page 24: BAB I

Riwayat Menikah

Pasien menikah pada umur 20 tahun. Saat ini pasien sudah menikah selama 7 tahun, menikah

sebanyak satu kali dengan suaminya yang sekarang.

Riwayat ANC (Antenatal Care)

Selama kehamilan ini, pasien teratur dalam mengontrol kehamilannya baik di spesialis

kandungan maupun bidan. Pasien pernah melakukan USG empat kali.

Riwayat Penyakit

Riwayat penyakit asma, diabetes mellitus, hipertensi, jantung, keganasan, dan jiwa disangkal.

Riwayat Alergi

Riwayat alergi obat-obatan dan makanan disangkal

3.4 PEMERIKSAAN FISIK

1. Status Present

Keadaan umum : baik Kesadaran : CM, E4V5M6

Tekanan Darah : 110/70 mmHg Nadi : 80x/menit

Respirasi : 20x/menit Suhu tubuh : 36,5 0C

Tinggi badan : 153 cm Berat Badan : 65 kg

2. Status Lokalis

Kepala : Mata :anemia -/-, ikterus -/-, isokor

Jantung : S1S2 tunggal, reguler, murmur(-)

Pulmo : vesikuler +/+, rhonki -/-, wheezing -/-

Abdomen : ~ status obstetri

Vagina : ~ status obstetri

Ekstremitas : oedema -/-

3. Status Obstetri

Pada mammae tampak hiperpigmentasi areola.

Pemeriksaan Luar (Abdomen) :

Inspeksi : tampak perut membesar disertai adanya striae gravidarum.

24

Page 25: BAB I

Auskultasi : denyut jantung terdengar paling keras di garis midline di inferior umbilikus,

dengan frekuensi 12 12 12, tidak terdapat his.

Palpasi : pemeriksaan Leopold didapatkan :

Leopold I. : Tinggi fundus uteri 3 jari bawah prosesus Xiphoideus (32 cm).

Teraba bagian bulat dan lunak kesan bokong.

Leopold II.: Teraba tahanan keras dan datar di kiri (kesan punggung).

LeopoldIII.: Teraba bagian bulat, keras, dan masih bisa digerakkan (kesan

kepala).

Leopold IV : Bagian bawah sudah masuk 4/5 bagian dari pintu atas panggul

Pemeriksaan dalam (vagina):

Vaginal toucher dilakukan pada pukul 10.00 WITA (23/3/13), didapatkan hasil :

Pø 1 jari efficement 25 %, ketuban (+), porsio lunak

teraba kepala, denominator belum jelas

penurunan Hodge II, tidak teraba bagian kecil atau tali pusat.

Evaluasi pelvic skor didapatkan skor 5

3.5 PEMERIKSAAN PENUNJANG

HGB : 11,7 g/dL

WBC : 10,8 x 103/uL

HCT : 34,0 %

PLT : 179 x 106/uL

Sedangkan pemeriksaan admission test untuk mengetahui kesejahteraan janin dilakukan

dengan hasil :

- Base line : 140-150

- Variabilitas : 5-6 bpm

- Akselerasi +

- Deselerasi -

- Gerak janin dirasakan sebanyak 11 kali dalam 10 menit

Kesan NST normal

3.6 DIAGNOSIS

25

Page 26: BAB I

G5P3013 UK 42-43 minggu T/H

Pbb :3100 gr

Ps : 5

3.7 PENATALAKSANAAN

Tx : MRS

NST baik

Pro drip oksitosin sesuai protap

Mx : tanda-tanda inpartu, vital sign, DJJ

KIE : pasien dan keluarga tentang keadaan janin dan rencana tindakan

3.8 PERJALANAN PENYAKIT

Tgl 24 Maret 2013

Dilakukan induksi dengan oksitosin drip seri I flash I, berupa 5 IU oksitosin dalam 500 ml

Dextrose 5% di mulai 8 tetes/mnt maksimal 40 tetes/mnt.

06.00 8 tetes/mnt, DJJ (+) 128 HIS (-)

06.15 12tetes/mnt DJJ (+) 129 HIS (-)

06.30 16tetes/mnt DJJ (+) 128 HIS (-)

06.45 20tetes/mnt DJJ (+) 130 HIS (-)

07.00 24tetes/mnt DJJ (+) 129 HIS (-)

07.15 28tetes/mnt DJJ (+) 129 HIS (-)

07.30 32tetes/mnt DJJ (+) 130 HIS (-)

07.45 36tetes/mnt DJJ (+) 129 HIS (-)

08.00 40tetes/mnt DJJ (+) 130 HIS (+) 3x/10’ selama 20”

VT : v/v taa, P Ø 2 cm, eff 30%, ket (+), letak kepala penurunan HodgeI I, tidak

teraba bagian kecil dan tali pusat

Ass : G5P3013 UK 42-43 minggu T/H

Tx : Induksi serial oksitosin di lanjutkan

Mx : Tanda-tanda inpartu, vital sign, DJJ

09.00 40tetes/mnt, DJJ (+) 145 HIS (-)

10.30 40tetes/mnt DJJ (+) 136 HIS (-)

26

Page 27: BAB I

Dilakukan induksi dengan oksitosin drip seri I flash II, berupa 5 IU oksitosin dalam 500 ml

Dextrose 5% dengan 40 tetes/mnt.

11.00 40tetes/mnt DJJ (+) 142 HIS (+) 2x/10’ selama 25-30”

11.30 40tetes/mnt DJJ (+) 146 HIS (-)

14.00 40tetes/mnt DJJ (+) 132 HIS (-)

14.30 40tetes/mnt DJJ (+) 135 HIS (-)

15.00 40tetes/mnt DJJ (+) 134 HIS (-)

15.30 40tetes/mnt DJJ (+) 135 HIS (-)

16.30 40tetes/mnt DJJ (+) 133 HIS (-)

17.30 40tetes/mnt DJJ (+) 136 HIS (-)

18.30 40tetes/mnt DJJ (+) 140 HIS (-)

20.00 40tetes/mnt DJJ (+) 129 HIS (-)

21.00 40tetes/mnt DJJ (+) 133 HIS (-)

22.00 40tetes/mnt DJJ (+) 148 HIS (-)

23.00 40tetes/mnt DJJ (+) 149 HIS (-)

24.00 40tetes/mnt DJJ (+) 126 HIS (-)

Tgl 25 Maret 2013

01.00 40tetes/mnt DJJ (+) 135 HIS (-)

02.00 40tetes/mnt DJJ (+) 140 HIS (-)

03.00 40tetes/mnt DJJ (+) 139 HIS (-)

04.00 40tetes/mnt DJJ (+) 150 HIS (-)

05.00 40tetes/mnt DJJ (+) 143 HIS (-)

06.00 40tetes/mnt DJJ (+) 138 HIS (-)

VT : v/v taa, P Ø 2 cm, eff 30%, ket (+), letak kepala penurunan Hodge II, tidak

teraba bagian kecil dan tali pusat

Ass : G5P3013 UK 42-43 minggu T/H

Tx : Induksi serial oksitosin di lanjutkan

Mx: Tanda-tanda inpartu, vital sign, DJJ

Dilakukan induksi dengan oksitosin drip seri II flash I, berupa 5 IU oksitosin dalam 500 ml

Dextrose 5% di mulai 8 tetes/mnt maksimal 40 tetes/mnt.

06.15 12tetes/mnt DJJ (+) 136 HIS (-)

27

Page 28: BAB I

06.30 16tetes/mnt DJJ (+) 140 HIS (-)

06.45 20tetes/mnt DJJ (+) 128 HIS (-)

07.00 24tetes/mnt DJJ (+) 129 HIS (-)

07.15 28tetes/mnt DJJ (+) 130 HIS (-)

07.30 32tetes/mnt DJJ (+) 128 HIS (-)

07.45 36tetes/mnt DJJ (+) 130 HIS (-)

08.00 40tetes/mnt DJJ (+) 135 HIS (-)

09.00 40tetes/mnt DJJ (+) 141 HIS (-)

09.30 40tetes/mnt DJJ (+) 136 HIS (-)

10.00 40tetes/mnt DJJ (+) 147 HIS (-)

10.30 40tetes/mnt DJJ (+) 134 HIS (-)

Dilakukan VT :: v/v taa, P Ø 2 cm, eff 30%

Teraba kepala, denominator belum jelas, penurunan Hodge II

Tidak teraba bagian kecil/tali pusat

Dilakukan induksi dengan oksitosin drip seri III flash II, berupa 5 IU oksitosin dalam 500 ml

Dextrose 5% dengan 40 tetes/mnt.

10.45 40tetes/mnt DJJ (+) 130 HIS (-)

11.00 40tetes/mnt DJJ (+) 135 HIS (-)

11.30 40tetes/mnt DJJ (+) 136 HIS (-)

12.00 40tetes/mnt DJJ (+) 130 HIS (-)

12.30 40tetes/mnt DJJ (+) 134 HIS (-)

13.00 40tetes/mnt DJJ (+) 136 HIS (-)

Follow Up

Tgl 24 Maret 2013

Pkl 06.00

S : keluhan (-), nyeri perut hilang timbul (+), keluar darah + lendir (-), keluar air ketuban (-),

gerak anak (+) baik

O : Status Present: T : 110/70 mmHg RR: 18 X/menit

Nadi : 74 x/menit Temperatur : 36,2 0 C

Status general: DBN

28

Page 29: BAB I

Status obstetri:

Abdomen: TFU: 3 jari bawah processus xiphoideus

Letak kepala, punggung kanan

DJJ (+) 131x/menit

Vagina : VT: v/v taa, P Ø 2 cm, eff 30%

Teraba kepala, denominator belum jelas, penurunan Hodge II

Tidak teraba bagian kecil/tali pusat

Ass : G5P3013 UK 42-43 minggu T/H

Terapi : Pasien mulai terpasang drip oksitosin seri I flash I sebanyak 5 IU

Pkl 11.00

Evaluasi: HIS (+) jarang, DJJ (+) 148x/menit,

VT: v/v taa, P Ø 2 cm, eff 30%, ket (+),

teraba kepala penurunan Hodge II, tidak teraba bagian kecil/tali pusat

Terapi: mengganti drip oksitosin seri I flash I yang telah habis dengan drip oksitosin seri

I flash II dengan 40 tetes/menit

Pkl 15.00

Evaluasi: HIS (+) jarang, DJJ (+) 135x/menit

VT: v/v taa, P Ø 2 cm, eff 30%, ketuban (+)

Teraba kepala penurunan Hodge II, tidak teraba bagian kecil/tali pusat

Tindakan: mengganti drip oksitosin seri I flash ke II yang telah habis dengan D5% kosongan

dengan 28 tetes/menit.

Tgl 25 Maret 2013

Pkl 05.30

S: nyeri perut hilang timbul (+), keluar darah (-), lendir (-), air (-). Gerak anak (+) baik.

O : Status Present: T : 110/80 mmHg

Nadi : 72 x/menit Temperatur : 36 0 C

Status general: DBN

Status obstetri:

Abdomen: TFU: 3 jari bawah processus xiphoideus

29

Page 30: BAB I

Letak kepala, punggung kanan

DJJ (+) 138x/menit, HIS (-)

Vagina : VT: v/v taa, P Ø 2 cm, eff 35%, ketuban (+)

Teraba kepala, denominator belum jelas, penurunan Hodge II

Tidak teraba bagian kecil/tali pusat

Ass : G5P3013 UK 42-43 minggu T/H

Tindakan: terpasang drip oksitosin seri II flash I mulai 8 tetes/menit

Terapi:

Socef 2 x 1 mg

Bila drip gagal SC (Sectio Caesarea)

Mx : Tanda-tanda inpartu, vital sign, DJJ

Pk 15.00

His (+) kuat 3x/10 menit selama 35-40 detik

Djj (+) 148 x/menit

Gerak anak baik

VT : v/v taa, po lunak, pembukaan 4 cm, eff 50%

Ket (-) teraba kepala, penurunan hodge III

Ttb bagian kecil/tali pusat

Pk 17.00

His (+) kuat 4x/10 menit selama 40-45 detik

Djj (+) 145 x/menit

Gerak anak baik

VT : v/v taa, po lunak, pembukaan 7 cm, eff 80%

Ket (-) teraba kepala, penurunan hodge III

Ttb bagian kecil/tali pusat

Pk 18.00

Ibu mengeluh ingin seperti ingin BAB, dilakukan VT

VT : v/v taa, po lunak, pembukaan lengkap, eff 100%, Ket (-)

teraba kepala, denominator uuk depan, penurunan hodge III +

Ttb bagian kecil/tali pusat

Pimpin persalian.

30

Page 31: BAB I

Pk. 18.15

Bayi lahir spontan belakang kepala, tangis kuat AS 8-9. BBL 2900gr PB 50cm , jenis kelamin

laki-laki

Pk 18.20

Melakukan manajemen aktif kala III

Injeksi oksitosin 1 ampul

Peregangan tali pusat terkendali

Masase fundus uteri

Pk 18.30

Lahir plasenta, kesan lengkap. Kontraksi uterus baik, kemudian disuntikan metal ergometrin 1

ampul.

Pk. 18.45

Mengobservasi 2 jam post partum

Kontaksi uterus baik, TFU 2 jari bpst, perdarahan (+) 50 cc

TD 110/70mmHg

Nadi 80 x/menit

Tax 36,50C

Tx : IVFD RL + Oxcytocin 1amp

Socef 2 x 1gr

Mefinal 3 x 1

Metilat 3 x 1

Nulacta 1 x 1

26 Maret 2013 (pk 06.00)

S : keluhan (-), BAK +, BAB -,Flatus +, Mobilisasi +

O: TD 100/70 mmHG, Nadi 80x/menit, RR 20x/menit, Tax 36o C

St. generalis : dbn

St. obs : abd : TFU 2 jari bpst, Kontraksi uterus baik

Vag : lochia + rubra, perdarahan aktif (-)

A: P4014 pspt B pp hr 1

P : IVFD RL 20 tpm

Socef 2 x 1gr

31

Page 32: BAB I

Mefinal 3 x 1

Metilat 3 x 1

Nulacta 1 x 1

BAB IV

PEMBAHASAN

Menurut American College of Obstetricians ad Gynecologist (1997), postterm adalah

kehamilan 42 minggu penuh (294 hari) atau lebih dihitung dari hari pertama haid terakhir

(HPHT), dengan asumsi ovulasi terjadi 2 minggu setelah haid terakhir, pada kasus dihitung

dari tanggal HPHT maka umur kehamilan adalah 42-43 minggu sehingga menurut

American College of Obatetrician and Gynecologist maka kasus ini termasuk dalam

kehamilan posterm.

Pada kasus ini diagnosis ditegakkan berdasarkan hari pertama haid terakhir (HPHT).

Pada kasus ini HPHT adalah pada tanggal 1 Juni 2013 sehingga dengan rumus Naegle

32

Page 33: BAB I

perkiraan partus adalah tanggal 8 Maret 2013, sedangkan ibu datang ke rumah sakit tanggal

24 Maret 2013 sehingga umur kehamilan ibu saat masuk ke rumah sakit adalah sekitar 42-

43 minggu. Dari anamnesis yang dilakukan terhadap ibu , denyut jantung bayi sudah mulai

diketahui sejak umur kehamilan 3 bulan yaitu saat periksa rutin di bidan, dimana bidan

menginformasikan langsung kepada ibu bahwa denyut jantung bayinya normal. Menurut

ibu , gerak anak sudah dirasakan sejak umur kehamilan 4 bulan, hal ini mungkin

dikarenakan bahwa ibu sudah pernah hamil sebelumbya sehingga pada kehamilan ini ibu

lebih peka merasakan gerak janinnya. Perkiraan umur kehamilan dengan USG sebenarnya

bisa dilakukan tetapi pada kasus ini karena kehamilan lebih dari 20 minggu penilaian dari

USG akurasinya kurang.

Pada kasus ini metode yang digunakan untuk mengetahui kesejahteraan janin adalah

dengan menilai secara objektif gerakan janin serta menilai denyut jantung janin dengan non

stress test. Gerakan janin secara objektif didapat 11 kali gerakan dalam 20 menit

pengukuran, sedangkan pengukuran denyut jantung janin dilakukan dengan menggunakan

NST karena pada meriksaan objektif tidak ditemukan kontraksi uterus dan dari subjektif

keluhan sakit perut belum dirasakan oleh penderita. Dari pemeriksaan tersebut didapatkan

hasil sebagai berikut.

- base line : 140-150 bpm

- variability : 5-6 bpm

- Akselerasi : (+)

- Deselerasi : (-)

- Kesimpulan : AT normal

Sehingga dengan hasil penilaian tersebut disimpulkan kesejahteraan janin masih baik.

Menurut pedoman diagnosis dan terapi dari RS Sanglah jika kesejahteraan janin baik

sedangkan nilai pelvic score ≥5 maka dilakukan NST. Jika hasil NST baik maka dilakukan

induksi persalinan dengan drip oksitosin. Oksitosin merupakan agen farmakologi yang

lebih disukai untuk menginduksi persalinan apabila serviks telah matang. Konsentrasi

oksitosin dalam plasma serupa selama kehamilan dan selama fase laten dan fase aktif

persalinan, namun terdapat peningkatan yang bermakna dalam kadar oksitosin plasma

selama fase akhir dari kala II persalinan.

33

Page 34: BAB I

Seiring dengan perkembangan kehamilan, jumlah reseptor oksitosin dalam uterus

meningkat (100 kali lipat pada kehamilan 32 minggu dan 300 kali lipat pada saat persalinan).

Oksitosin mengaktifkan jalur fosfolipase C-inositol dan meningkatkan kadar kalsium

ekstraseluler, menstimulasi kontraksi otot polos miometrium. Banyak studi acak yang

terkontrol dengan penggunaan plasebo memfokuskan penggunaan oksitosin dalam induksi

persalinan. Ditemukan bahwa regimen oksitosin dosis rendah (fisiologis) dan dosis tinggi

(farmakologis) sama-sama efektif dalam menegakkan pola persalinan yang adekuat. 19,20

Oksitosin dapat diberikan melalui rute parenteral apa saja. Ia diabsorpsi oleh mukosa

bukal dan nasal . Jika diberikan per oral, oksitosin dengan cepat diinaktifkan oleh tripsin.

Rute intravena paling sering digunakan untuk menstimulasi uterus hamil karena pengukuran

jumlah indikasi yang diberikan lebih tepat dan dapat dilakukan penghentian obat secara

relatif cepat apabila terjadi efek samping.

Mekanisme oksitosin adalah dengan meningkatkan konsentrasi kalsium intraseluler. Hal

ini dicapai dengan pelepasan deposit kalsium pada retikulum endoplasma dan dengan

meningkatkan asupan kalsium ekstraseluler. Aktivitas oksitosin diperantarai oleh reseptor

membran spesifik yang berpasangan dengan protein transduser dan efektor yang membawa

informasi dalam sel. Oksitosin dapat menstimulasi kontraksi uterus melalui mekanisme yang

bebas dari konsentrasi kalsium intraseluler. Ditemukan bahw akonsentrasi Prostaglandin E

(PGE) danProstaglandin F (PGF) meningkat selama pemberian oksitosin. Oksitosin juga

menstimulasi produksi PGE dan PGF dari desidua manusia. Penemuan ini menunjukkan

adanya interaksi positif antara oksitosin dan prostaglandin sebagai tambahan terhadap aksi

uterotonika dan mungkin pelepasan prostaglandin oleh oksitosin perlu untuk mengifisienkan

kontraksi uterus selama persalinan.19,20 Tidak ditemukan adanya komplikasi pada bayi

maupun ibu.

34

Page 35: BAB I

DAFTAR PUSTAKA

1. Cunningham FG, Gant NF, Leveno KJ, et al. Postterm Pregnancy.In: William Obstetrics.

21st Edition. New York: The Mc Graw Hill Companies.2001. p:729-42.

2. Arulkumaran S. Prolonged Pregnancy. In: James DK, Stee PJ, Weiner CP, Gonik B eds

High Risk Pregnancy. London:WB Sounders Company Ltd. 1996. p:217-28.

3. Suastika IM. Risiko Morbiditas dan Mortalitas Perinatal pada Kehamilan Postterm (tesis).

Bagian Obstetri dan Ginekologi FK UGM / RSUP Sardjito Yogyakarta. 1997.

35

Page 36: BAB I

4. Adenia I, Piliang S, Roeshadi RH, tala MRZ. Bayi pada Kehamilan Lewat Waktu. Bagian

Obstetri dan Ginekologi FK USU / RSUD Dr. Pirngadi-RSUP dr. Adam Malik

Medan.1999.

4. Priyono. Profil Persalinan Postterm di RS Sanglah periode 1 Januari 2000 – 31 Desember

2002(penelitian deskriptif). Denpasar: Bag./SMF Obgin FK Unud. 2003.

5. Wibowo B, Wiknjosastro GH. Kehamilan Lewat Waktu. Dalam: Ilmu Kebidanan. Edisi

ketiga. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo. 1999. hal:317-20.

6. Cunningham FG, Gant NF, Leveno KJ, et al. Postterm Pregnancy. In: William, Manual

of Obstetrics. 21st Edition. New York: The Mc Graw Hill Companies.2001. p:418-20.

7. Cunningham FG, Gant NF, Leveno KJ, et al. Phisiological and Biochemical Processes of

Parturition. In: William Obstetrics. 21st Edition. New York: The Mc Graw Hill

Companies.2001. p:251-87.

8. Barton JR. Prolonged Pregnancy. In: Clinical Manual Obstetric 2nd Edition. New York :

McGraw Hill Inc. 1993. p: 313-29.

9. Arias F. Prolonged Pregnancy in Practical Guide to High Risk Pregnancy and Delivery.

2nd Edition. Mosby Year Book. 1993. p: 50 – 159.

10. Pedoman Diagnosis – Terapi dan Bagan Alir Pelayanan Pasien. Lab. / SMF Obstetri dan

Ginekologi Fakultas Kedokteran UNUD / RS Sanglah. Denpasar. 2003

11. Bankowski BJ, Hearne AE, Lambrou NC, et al. Postterm Pregnancy. In: The Johns

Hopkins Manual of Gynecology and Obstetrics. 2nd edition. Philadelphia: Lippincott

Williams & Wilkins. 2002. p: 118-9.

12. Wiknjosastro GH. Kemajuan dalam Pemantauan Janin. Bagian Obstetri dan Ginekologi.

FK UI. Jakarta. 1999

13. Edwards RK, Richards DS. Preinduction cervical assessment. Clin Obstet Gynecol

2000;43:440-6.

14. McFarlin BL, Gibson MH, O’Rear J, Harman P. A national survey of herbal preparation

use by nurse-midwives for labor stimulation. J Nurse Midwifery 1999;44:205-16.

15. Belew C. Herbs and the childbearing woman. Guidelines for midwives. J Nurse

Midwifery 1999; 44:231-52.

16. Adair CD. Nonpharmacologic approaches to cervical priming and labor induction. Clin

Obstet Gynecol 2000;43:447-54.

36

Page 37: BAB I

17. Kelly AJ, Kavanagh J, Thomas J. Castor oil, bath and/or enema for cervical priming and

induction of labour. Cochrane Database Syst Rev 2002;2: CD003099. Abstract.

18. Benrubi GI. Labor induction : historic perspectives. Clin Obstet Gynecol 2000;43:429-

32.

19. Beal MW. Acupuncture and acupressure. Applications to women’s reproductive health

care. J Nurse Midwifery 1999;44:217-30.

20. Smith CA, Crowther CA. Acupuncture for induction of labour. Cochrane Database Syst

Rev 2002;2:CD002962. Abstract.

21. Foong LC, Vanaja K, Tan G, Chua S. Membrane sweeping in conjunction with labor

induction. Obstet Gynecol 2000;96:539-42.

22. Witter FR. Prostaglandin E2 preparations for preinduction cervical ripening. Clin Obstet

Gynecol 2000;43:469-74.

23. Arias F. Pharmacology of oxytocin and prostaglandins. Clin Obstet Gynecol

2000;43:455-68.

24. Schreyer P, Sherman DJ, Ariely S, Herman A, Caspi E. Ripening the highly unfavorable

cervix with extra-amniotic saline instillation or vaginal prostaglandin E2 application.

Obstet Gynecol 1989;73: 938-42.

25. American College of Obstetricians and Gynecologists. Induction of labor with

misoprostol. ACOG committee opinion 228. Washington, D.C.: ACOG, 1999:2.

26. Vengalil SR, Guinn DA, Olabi NF, Burd LI, Owen J. A randomized trial of misoprostol

and extra-amniotic saline infusion for cervical ripening and labor induction. Obstet

Gynecol 1998;91(5 part 1):774-9.

27. Zeeman GG, Khan-Dawood FS, Dawood MY. Oxytocin and its receptor in pregnancy

and parturition: current concepts and clinical implications. Obstet Gynecol 1997;89(5 pt

2):873-83.

28. Stubbs TM, Oxytocin for labor induction. Clin Obstet Gynecol 2000;43:489-94.

29. Sanchez L,MD, Ramos,MD, Induction of Labor.In: Obstetrics and Gynecology Clinics

of North America.Florida:Elsevier Saunders Company Ltd.2005.p:181-200

30. ACOG Practice Bulletin No. 107. Induction of Labour. Ammerican College of

Obstetricians and Gynecologists. Obstet Gynecol 2009;114:386-97

31. RCOG. Induction of Labour. Royal College of Obstetricians and Gynecologists. 2008

37

Page 38: BAB I

38