bab i

3
BAB 1 PENDAHULUAN Kehamilan pada umumnya berlangsung 40 minggu (280 hari) dihitung dari hari pertma haid terakhir. Kehamilan postterm merupakan kehamilan yang berlangsung lebih dari 42 minggu (294 hari) sejak hari pertama siklus haid terakhir (HPHT). Insiden kehamilan postterm antara 4-19% tergantung pada definisi yang dianut dan kriteria yang dipergunakan dalam menentukan usia kehamilan. Penentuan usia kehamilan menjadi salah satu pokok penting dalam penegakan diagnosa kehamilan postterm. Informasi yang tepat mengenai lamanya kehamilan marupakan hal yang penting karena semakin lama janin berada di dalam uterus maka semakin besar pula resiko bagi janin ataupun neonatus untuk mengalami gangguan yang berat. 1 Diagnosa kehamilan postterm berdasarkan hari pertama haid terakhir (HPHT) hanya memiliki tingkat akurasi ±30 persen. 2 Kini, dengan adanya pelayanan USG maka usia kehamilan dapat ditentukan lebih tepat, terutama bila dilakukan pemeriksaan pada usia kehamilan 6-11 minggu (Cunningham, 2001). 1

Upload: qonita-prasta-agustia

Post on 30-Jan-2016

6 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

bab 1

TRANSCRIPT

Page 1: BAB I

BAB 1

PENDAHULUAN

Kehamilan pada umumnya berlangsung 40 minggu (280 hari) dihitung dari hari pertma

haid terakhir. Kehamilan postterm merupakan kehamilan yang berlangsung lebih dari 42

minggu (294 hari) sejak hari pertama siklus haid terakhir (HPHT). Insiden kehamilan

postterm antara 4-19% tergantung pada definisi yang dianut dan kriteria yang dipergunakan

dalam menentukan usia kehamilan.

Penentuan usia kehamilan menjadi salah satu pokok penting dalam penegakan diagnosa

kehamilan postterm. Informasi yang tepat mengenai lamanya kehamilan marupakan hal yang

penting karena semakin lama janin berada di dalam uterus maka semakin besar pula resiko

bagi janin ataupun neonatus untuk mengalami gangguan yang berat. 1 Diagnosa kehamilan

postterm berdasarkan hari pertama haid terakhir (HPHT) hanya memiliki tingkat akurasi ±30

persen.2 Kini, dengan adanya pelayanan USG maka usia kehamilan dapat ditentukan lebih

tepat, terutama bila dilakukan pemeriksaan pada usia kehamilan 6-11 minggu (Cunningham,

2001).

Kehamilan postterm terutama berpengaruh terhadap janin, meskipun hal ini masih banyak

diperdebatkan, dalam kenyataannya kehamilan postterm mempunyai pengaruh terhadap

perkembangan janin sampai kematian janin. Ada janin yang dalam masa kehamilan 42

minggu atau lebih berat badannya meningkat terus, ada yang tidak bertambah, ada yang lahir

dengan berat badan kurang dari semestinya, atau meninggal dalam kandungan karena

kekurangan makanan dan oksigen. Kehamilan ini merupakan permasalahan dalam dunia

obstetri modern karena terjadi peningkatan angka kesakitan dan kematian bayi. Sementara

itu, risiko bagi ibu dengan kehamilan postterm dapat berupa perdarahan pasca oersalinan

ataupun tindakan obstetrik yang meningkat. Berbeda dengan angka kematian ibu yang

cenderung menurun, kematian perinatal tampaknya masih menunjukan angka yang cukup

tinggi.

1

Page 2: BAB I

Sampai saat ini, masih belum ada ketentuan dan kesepakatan yang pasti mengenai

penatalaksanaan kehamilan postterm. Masalah yang sering dihadapi pada pengelolaan

kehamilan postterm adalah perkiraan usia kehamilan yang tidak selalu dapat ditentukan

dengan tepat sehingga janin bisa saja belum matur sebagaimana yang diperkirakan.

Ketidakakuratan penentuan usia kehamilan akan menyulitkan kita untuk menentukan apakah

janin akan terus hidup atau sebaliknya mengalami morbiditas bahkan mortilitas bila tetap

berada dalam rahim.

Masalah lain dalam penatalaksanaan kasus kehamilan postterm adalah karena pada

sebagian besar pasien (±70%), saat kehamilan mencapai 42 minggu, didapatkan serviks

belum matang/unfavourable dengan nilai Bishop yang rendah sehingga tingkat keberhasilan

induksi menjadi rendah. Sementara itu, persalinan yang berlarut-larut akan sangat merugikan

bayi postmatur. Oleh sebab itu, masih menjadi kontroversi sampai saat ini apakah pada

kehamilan postterm langsung dilakukan terminasi/induksi atau dilakukan penanganan

ekspektatif sambil dilakukan pemantauan kesejahteraan janin (Wiknjosastro, 2010).

2