bab i

5
BAB III KESIMPULAN Hemoptosis merupakan salah satu gejala pada penyakit saluran pernapasan dan atau kardiovaskuler yang disebabkan oleh berbagai macam etiologi.Sampai saat ini klasifikasi hemoptisis masih didasarkan pada penyebab dan banyaknya darah yang keluar bersama batuk. Sebagian besar hemoptisis sekunder disebabkan oleh tuberkulosis paru, karsinoma dan bronkiektasis. Bila ditemukan pada usia relatif muda harus dipikirkan pertama – tama tuberkulosis paru, lalu bronkiektasis, kemudian stenosis mitral. Sedangkan hemoptisis pada usia lebih dari 40 tahun kemungkinan urutannya adalah karsinoma bronkogenik, lalu tuberkulosis, kemudian bronkiektasis. Bronkoskopi pada saat ini merupakan cara membantu diagnosis dan tindakan terapeutik yang penting pada hemoptisis masif dan harus dikerjakan pada waktu perdarahan masih berlangsung. Komplikasi yang paling sering terjadi dari hemoptisis adalah terjadinya asfiksia, renjatan hipovolemik dan bahaya aspirasi. Pada prinsipnya penanganan hemoptis ditujukan untuk memperbaiki kondisi kardiopulmoner dan mencegah semua

Upload: imku

Post on 29-Jan-2016

219 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

asdas

TRANSCRIPT

Page 1: BAB I

BAB III

KESIMPULAN

Hemoptosis merupakan salah satu gejala pada penyakit saluran pernapasan

dan atau kardiovaskuler yang disebabkan oleh berbagai macam etiologi.Sampai saat

ini klasifikasi hemoptisis masih didasarkan pada penyebab dan banyaknya darah yang

keluar bersama batuk. Sebagian besar hemoptisis sekunder disebabkan oleh

tuberkulosis paru, karsinoma dan bronkiektasis. Bila ditemukan pada usia relatif

muda harus dipikirkan pertama – tama tuberkulosis paru, lalu bronkiektasis,

kemudian stenosis mitral. Sedangkan hemoptisis pada usia lebih dari 40 tahun

kemungkinan urutannya adalah karsinoma bronkogenik, lalu tuberkulosis, kemudian

bronkiektasis. Bronkoskopi pada saat ini merupakan cara membantu diagnosis dan

tindakan terapeutik yang penting pada hemoptisis masif dan harus dikerjakan pada

waktu perdarahan masih berlangsung. Komplikasi yang paling sering terjadi dari

hemoptisis adalah terjadinya asfiksia, renjatan hipovolemik dan bahaya aspirasi.

Pada prinsipnya penanganan hemoptis ditujukan untuk memperbaiki kondisi

kardiopulmoner dan mencegah semua keadaan yang dapat menyebabkan kematian.

Penanganan tersebut dilakukan secara konservatif maupun dengan operasi,

tergantung indikasi serta berat ringannya hemoptisis yang terjadi. Prognosis dari

hemoptisis ditentukan oleh tingkatan hemoptisis, macam penyakit dasar dan cepatnya

tindakan yang dilakukan.

Page 2: BAB I

DAFTAR PUSTAKA

1. Sabatine M.S., Pocket Medicine fourth edition.. Philadelphia:Library of

congress cataloging in publication data. 2011. 61 p.

2. Florees RJ. Sandur S. Massive Hemoptysis. Hospital Physician. 2006;37-43.

3. Arief,Nirwan. 2009. Kegawatdaruratan Paru. Jakarta: Departemen

Pulmonologi dan Ilmu Kedokteran Respirasi FK UI.

4. Gaude G.S., Hemoptysis in Children. Review article.2010.

5. Sood R., Mukhopadhyaya S., Approach to aPatient with Haemophtysis and

nomal Chest X-ray. JIACM 2002; 3(1): 14-22 .

6. Wihastuti R, Maria, Situmeang T, Yunus F. Profil penderita batuk darah yang

berobat ke bagian paru RSUP Persahabatan Jakarta. J Respir Indo

1999;19:54-9.

7. Weinberger SE. Principles of Pulmonary Medicine 3rd edition, Philadelphia,

Saunders, 1988.

8. Baptiste E.J, Management of Hemoptysis in the Emergency Departement.

Clinical review article. 2005.

9. Auerbach O.Pathology and Pathogenesis of pulmonary arterial aneurysm in

tuberculous cavities. Am Rev Tuber. 1939;39:99-115.

10. Jewkes J, Kay PH, Paneth M, Citron KM. Pulmonary aspergilloma:analysis of

prognosis in relation to haemoptysis and survey of treatment.

Thorax.1985;58:572-8.

11. Adelman M, Haponik EF, Blecker ER. Crytopgenic haemoptysis Clinical

features, bronchoscopic findings, and natural history in 67 pasien. Ann intern

Med 1985;102:829-34.

12. Snider GL. History and Physical examination. In:Baum GL, Wolinsky E.,

editors. Textbook of pulmonary disease. 5th ed. Boston: Little &

Brown;1994:243-72.

Page 3: BAB I

13. Raz I, Okon E, Chajek-Shaul T. Pulmonary manifestation in behcet’s

syndrome. Chest 1989;95:585-9.

14. Set PA, Flower CD, Smith IE, et al. Hemoptysis comparative study of the role

of CT and fiberoptic bronchoscopy. Radiology 1993;189:677-80.

15. Jean Baptiste E. Clinical assessment and management of massive

haemoptysis. Crit Care Med 2000;28:1642-7.

16. Gray AW Jr. Endotracheal Tube. Clin Chest Med 2003;24:379-87.

17. Lampmann LE, Tjan TG, Embolization therapy in haemoptysis. Eur J Radiol

1994;18:15-9.

18. Cowling MG, Belli AM. A potential pitfall in bronchial artery embolization.

Clin Radiol 1995;50:105-7.

19. Corey R, Hla KM. Major and Massive hemopthysis:reassessment of

conservative management. Am J Med Sci 1987;294:301-9.

20. Pianosi P, Al-Sadoon H. Hemoptysis in children. Pdiatr Rev. 1996;17:344-

348.

21. Batra PS, Holinger LD. Etiology and management of pediatric hemoptysis.

Arch Otolaryngol Head Neck Surg 2001; 127: 377-382.

22. Coss-Bu JA, Sachdera RC, Bricker JJ, Harrison GM, Jeferson LS.

Hemoptysis – a 10-year retrospective study. Pediatrics 1997; 100: e7.

23. Sritippayawan S, Margetis MF, Machaughlin EF, Achermann R, Wells WS,

Davidson WSL. Cor triatriatum: A cause of hemoptysis. Pediatr Pulmonol

2002; 34: 405-408.

24. Kabra SK, Bhargava S, Lodha S, Satyavani A, Walia M. Idiopathic

pulmonary hemosiderosis: clinical profile and follow up.

25. Mal H, Rullon I, Mellot F. Immediate and long term results of bronchial

artery embolisation for life threatening hemoptysis. Chest 1999; 115: 996-

1001.