bab i
DESCRIPTION
aTRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
Kontraktur didefinisikan sebagai pengikatan permanen kulit yang dapat
mempengaruhi otot dan tendon yang berada dibawahnya yang akan membatasi
ruang gerak, serta kemungkinan defek maupun degenerasi saraf di daerah
tersebut. Keterbatasan ruang gerak sendi karena kerusakan yang bersifat anatomis,
fisiologis, maupun neurologis dapat berakibat pada pemendekan jaringan ikat
sekitar sendi tersebut.
Kontraktur terjadi ketika jaringan ikat normal yang bersifat elastis
digantikan oleh jaringan fibrous yang tidak elastis. Keterbatasan gerakan yang
terjadi dapat disebabkan oleh berbagai faktor yang bersifat multipel dan
komplikatif secara medis. Namun pada umumnya sebagian besar restriksi pada
sendi ditandai oleh pemendekan jaringan ikat sendi dan bersifat reversibel jika
mendapat perawatan yang tepat. Untuk merencanakan perawatan yang efektif
harus diperhatikan bahwa pemendekan jaringan ikat sendi bukan merupakan
penyebab dari kontraktur, tetapi lebih merupakan konsekuensi lanjutan dari
etiologi perimernya. Oleh karena itu perawatan harus difokuskan pada sebab
utama terjadinya kontraktur.
Kusta atau Morbus Hansen (MH) merupakan salah satu penyebab dari
kontraktur yang memiliki definisi penyakit infeksi yang kronik, dan penyebabnya
ialah Mycobacterium Leprae yang bersifat intraselular obligat. Saraf perifer
sebagai afinitas pertama, lalu kulit dan mukosa traktus respiratorius bagian atas,
kemudian dapat ke organ lain kecuali susunan saraf pusat.
Bedasarkan data yang diperoleh dari World Health Organization (WHO)
pada akhir tahun 2006 didapatkan jumlah pasien kusta yang teregistrasi sebanyak
224.727 penderita. Dari data tersebut didapatkan jumlah pasien terbanyak dari
benua asia dengan jumlah pasien yang terdaftar sebanyak 116.663. Dan dari data
didapatkan india merupakan negara dengan jumlah penduduk terkena kusta
1
terbanyak dengan jumlah 82.901 penderita. Sementara indonesia pada tahun 2006
tercatat memiliki jumlah penderita sebanyak 22.175 (WHO).
Menurut WHO pada tahun 1981, kusta dibagi menjadi multibasilar dan
pausibasilar. Yang termasuk dalam multibasilar adalah tipe dengan indeks bakteri
(IB) lebih dari 2+ sedangkan pausibasilar adalah tipe dengan IB kurang dari 2+.
Untuk kepentingan pengobatan pada tahun 1987 telah terjadi perubahan. Yang
dimaksud dengan kusta pausibasiler adalah kusta dengan Basil Tahan Asam
(BTA) negatif pada pemeriksaan kerokan kulit, sedangkan apabila BTA positif
maka akan dimasukan dalam kusta multibasiler.
Faktor-faktor yang perlu dipertimbangkan adalah patogenesis kuman
penyebab, cara penularan, keadaan sosial ekonomi dan lingkungan, varian genetik
yang berhubungan dengan kerentanan, perubahan imunitas, umur, dan
kemungkinan adanya reservoir diluar manusia.
Morbus Hansen pada umumnya memberikan morfologi yang khas yaitu
lesi yang diawali dengan bercak putih, bersisik halus pada bagian tubuh, tidak
gatal, kemudian membesar dan meluas. Jika saraf sudah terkena, penderita akan
mengeluh kesemutan/ baal pada bagian tertentu, ataupun kesukaran menggerakan
anggota badan yang berlanjut pada kekakuan sendi. Rambut alis pun dapat rontok.
Terapi yang di programkan untuk pemberantasan morbus hansen di
seluruh dunia termasuk indonesia adalah obat yang di kelompokan pada regimen
Multi Drug Treatment (MDT) antara lain diaminodiphenil sulfon, rifampisin,
klofazimin (lampren). Prognosis untuk morbus hansen pada umumnya baik, hanya
jika pasien mampu mengikuti program secara teratur.
2