bab i

19
BAB I PENDAHULUAN Di seluruh dunia, jumlah penderita Chronic Kidney Disease (CKD) terus meningkat dan dianggap sebagai salah satu masalah kesehatan yang dapat berkembang menjadi epidemi pada dekade yang akan datang. Konsekuensi kesehatan utama dari CKD bukan saja perjalanan penyakit menjadi gagal ginjal, tapi juga peningkatan resiko penyakit kardiovaskuler. Bukti-bukti yang ditemukan menunjukkan bahwa konsekuensi ini dapat diperbaiki dengan terapi yang dilakukan lebih awal. Saat ini jumlah CKD sudah bertambah banyak dari tahun ke tahun.Jumlah kejadian CKD didunia tahun 2009 menurut USRDS terutama diAmerika rata-rata prevalensinya 10-13% atau sekitar 25 juta orang yangterkena PGK. Sedangkan di Indonesia tahun 2009 prevalensinya 12,5%atau 18 juta orang dewasa yang terkena PGK. Penyakit ginjal kronis dapat menyebabkan timbulnya berbagaimanifestasi yang komplek, diantaranya, penumpukan cairan, edema paru,edema perifer, kelebihan toksik uremik bertanggung jawab terhadapperikarditis dan iritasi, sepanjang saluran gastrointestinal dari mulutsampai anus. gangguan keseimbangan biokimia (hiperkalemia,hiponatremi, asidosis metabolik),

Upload: novi-kurnasari

Post on 24-Jan-2016

215 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

DEF

TRANSCRIPT

Page 1: BAB I

BAB I

PENDAHULUAN

Di seluruh dunia, jumlah penderita Chronic Kidney Disease (CKD) terus

meningkat dan dianggap sebagai salah satu masalah kesehatan yang dapat

berkembang menjadi epidemi pada dekade yang akan datang. Konsekuensi

kesehatan utama dari CKD bukan saja perjalanan penyakit menjadi gagal ginjal,

tapi juga peningkatan resiko penyakit kardiovaskuler. Bukti-bukti yang ditemukan

menunjukkan bahwa konsekuensi ini dapat diperbaiki dengan terapi yang

dilakukan lebih awal.

Saat ini jumlah CKD sudah bertambah banyak dari tahun ke tahun.Jumlah

kejadian CKD didunia tahun 2009 menurut USRDS terutama diAmerika rata-rata

prevalensinya 10-13% atau sekitar 25 juta orang yangterkena PGK. Sedangkan di

Indonesia tahun 2009 prevalensinya 12,5%atau 18 juta orang dewasa yang terkena

PGK.

Penyakit ginjal kronis dapat menyebabkan timbulnya berbagaimanifestasi

yang komplek, diantaranya, penumpukan cairan, edema paru,edema perifer,

kelebihan toksik uremik bertanggung jawab terhadapperikarditis dan iritasi,

sepanjang saluran gastrointestinal dari mulutsampai anus. gangguan

keseimbangan biokimia (hiperkalemia,hiponatremi, asidosis metabolik), gangguan

keseimbangan kalsium danfosfat lama kelamaan mengakibatkan demineralisasi

tulang neuropatiperifer, pruritus, pernafasan dangkal, anoreksia, mual dan

muntah, kelemahan dan keletihan,

Page 2: BAB I

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 ANATOMI GINJAL

Ginjal merupakan sepasang organ urogenital yang terletak retroperitoneal dan

terlindung oleh otot-otot punggung disebelah posterior dan organ intraperitoneal

disebelah anterior. Ginjal berbentuk seperti kacang dengan sisi cekung

menghadap kemedial. Sisi ini terdapat suatu hilus tempat struktur pembuluh

darah, sistem limfatik, sistem saraf, dan ureter menuju dan meninggalkan ginjal.

Ginjal terbagi dua bagian yaitu korteks dan medula. Didalam korteks terdapat

berjuta-juta nefron yang merupakan unit fungsional terkecil ginjal. Nefron

merupakan unit fungsional ginjal dan setiap ginjal mengandung sekitar 400.000

sampai 800.000 nefron.

Gambar 2.1. Anatomi Ginjal

Sebuah nefron terdiri dari glomerulus, tubulus kontertus proksimal, ansa

henle, tubulus kontortus distal dan duktus kolektivus. Glomerulus merupakan

rangkaian kapiler yang dibentuk diantara struktur yang disebut kapsula bowman.

Arteriol afferent memasuki setiap glomerulus dan arteriol efferent meninggalkan

glomerulus. Kapsula bowman ini berhubungan dengan tubulus kontortus

proksimal, ansa henle, tubulus kontortus distal dan duktus kolektivus. Korteks

ginjal terginjal terutama terdiri dari glomerulus, tubulus kontortus proksimal dan

distal, sedangkan medulla ginjal berisi ansa henle dan duktus kolektivus.

Apparatus juxtaglomerular terdiri dari sel khusus dalam ansa henle ascending

Page 3: BAB I

yang bertanggung jawab dalam kadar natrium plasma dan aliran darah ginjal serta

sekresi renin.

Gambar 2.2. Struktur fungsional ginjal

Ginjal mendapatkan aliran darah dari arteri renalis yang merupakan cabang

langsung aorta abdominalis dan mengalirkan darah vena dari vena renalis menuju

vena kava inferior. Sistem arteri ginjal adalah end arteries yang tidak memiliki

anastomosis dengan cabang-cabang dari arteri lain, sehingga jika terdapat

kerusakan pada salah satu arteri ini, berakibat timbulnya iskemi/nekrosis.

2.2 DEFINISI CKD

Sebelum tahun 2002, istilah insufisiensi renal kronis (chronic renal

insufficiency/CRI) dipakai untuk pasien dengan penurunan fungsi ginjal progresif,

yang didefinisikan sebagai laju filtrasi glomerular (glomerular filtration

rate/GFR) kurang dari 75 ml/mnt/1,73 m2 luas permukaan tubuh. Istilah baru,

yaitu CKD, diperkenalkan oleh NKF-K/DOQI, untuk pasien yang memiliki salah

satu kriteria sebagai berikut:

1. Kerusakan ginjal ≥ 3 bulan, dimana terdapat abnormalitas struktur atau fungsi

ginjal dengan atau tanpa penurunan GFR, yang dimanifestasikan oleh satu

Page 4: BAB I

atau beberapa gejala berikut: Abnormalitas komposisi darah atau urin,

Abnormalitas pemeriksaan pencitraan, Abnormalitas biopsi ginjal.

2. GFR < 60 ml/mnt/1,73 m2 selama ≥ 3 bulan dengan atau tanpa tanda

kerusakan ginjal lainnya yang telah disebutkan sebelumnya di atas.

2.3 ETIOLOGI DAN PATOFISIOLOGI

Berbagai kelainan permanent dapat mengakibatkan kerusakan nefron yang

nantinya akan menyebabkan CKD. Penyebab tersering yang mengakibatkan gagal

ginjal kronis yaitu :

1. Nefropati diabetikum

2. Hipertensi nefrosklerosis

3. Glomerulonefritis

4. Nefritis intersisial

5. Penyakit ginjal polikistik

Selain penyebab diatas, gagal ginjal kronik dapat pula diakibatkan

berdasarkan kelainan anatomi ginjal, yaitu berupa kelainan vaskularisasi,

glomerulus, atau akibat adanya batu saluran kemih dan pembesaran prostate yang

dapat mengakibatkan obstruksi saluran kemih.

2.3.3 Patofiologi CKD karena Diabetes Melitus

Apabila tubuh manusia mengalami defiensi insulin, maka kadar gula darah

menjadi sangat tinggi melebihi angka normal. Karena glukosa memiliki sifat

menarik cairan, maka penderita DM memiliki kecenderungan untuk banyak

kencing (poliuria). Tubuh kehilangan banyak cairan memlaui urin akan

mengalami dehidrasi. Kondisi ini menyebabkan rasa haus yang terus menerus

sehingga selalu ingin minum (polidipsi). Defisiensi insulin dapat terjadi melalui 3

jalan, yaitu: 1) rusalnya sel Beta-pankreas karena pengaruh luar (virus, zat kimia

tertentu,dll) atau dari dalam (penyakit autoimun); 2) Desensitasi (penurunan

sensitivitas) reseptor glukosa pada kelenjar pankreas; 3) Kerusakan reseptor

insulin (down regulation) di perifer.

Page 5: BAB I

Gambar 2.3 Patofisiologi CKD

Page 6: BAB I

2.4 GEJALA CKD

Pada tahap awal gagal ginjal kronik, tidak ditemukan gejala klinis karena

ginjal masih bisa beradaptasi dalam menjalankan fungsinya. Pada tahap lanjut, gagal

ginjal kronik dapat menyebabkan anemia dengan gejala lemas, letih, lesu dan sesak

napas. Terjadi penumpukan cairan tubuh yang lebih banyak lagi sehingga

menyebabkan pembengkakan seluruh bagian tubuh. Beberapa pasien memberikan

gajala yang disebabkan keadaan uremik (kadar urea dalam darah yang meningkat)

yakni mual, muntah dan perubahan status mental (ensefalopati), disertai

ketidakseimbangan elektrolit

2.5 DERAJAT CKD

Semua penderita dengan laju filtrasi glomerulus kurang dari 60 ml/ menit/

1,73m2 selama 3 bulan, dicurigai memiliki kelainan dalam fungsi ginjalnya.

Derajat pada CKD yaitu :

1. Fungsi ginjal berkurang, ditandai dengan LFG lebih dari 90 ml/ menit

2. Gagal ginjal ringan, ditandai dengan LFG 60-89 ml / menit dan

manifestasi klinis berupa hipertensi dan hiperparatiroid sekunder

3. Gagal ginjal sedang, ditandai dengan LFG 30-59 ml/ menit dan

manifestasi seperti gagal ginjal ringan disertai anemia

4. Gagal ginjal berat, ditandai dengan LFG 15-29 ml/ menit dan manifestasi

klinis seperti gagal ginjal sedang disertai retensi air dan garam, mual,

muntah, nafsu makan menurun serta penurunan fungsi mental

5. Gagal ginjal terminal, ditandai dengan LFG kurang dari 15 ml/ menit dan

manifestasi gagal ginjal berat disertai oedem paru, asidosis metabolic,

hiperkalemia, koma, kejang dan dapat mengakibatkan kematian.

Perhitungan derajat LFG bisa menggunakan metode Cockcroft-Gault

Formula:

Pria : CrCl (ml/mnt) = ( 140 – usia) X Berat badan (kg)

Kreatinin serum (µmol / L) X 72

Wanita : sama dengan pria namun hasilnya di kali 0, 85

Page 7: BAB I

2.6 PENATALAKSANAAN

Berdasarkan patofisiologi yang berlangsung, maka pendekatan rasional dalam

penatalaksanaan penyakit harus difokuskan terutama terhadap:

1. Penyakit dasar

2. Hipertensi: terapi farmakologis yang dipakai untuk mengurangi hipertensi

glomerulus adalah dengan penggunaan antihipertensi yang bertujuan untuk

memperlambat progesivitas dari kerusakan ginjal yaitu dengan

memperbaiki hipertensi dan intraglomerular. Selain itu terapi ini juga

berfungsi untuk mengontrol proteinuria. Tekanan darah yang meningkat

akan meningkatkan proteinuria yang disebabkan transmisi ke glomerulus

pada tekanan asistemik yang meningkat. Saat ini diketahui luas, bahwa

proteinuria berkaitan dengan proses perburukan fungsi ginjal. Dengan kata

lain derajat proteinuria berkaitan dengan proses perburukan fungsi ginjal

pada CKD. Beberapa obat antihipertensi, teruama penghambat enzim

konverting angiotensin (ACE inhibitor) dan angiotensin reseptor bloker

melalui berbagai studi terbukti dapat memperlambat proses perburukan

fungsi ginjal, hal ini terjadi lewat mekanisme kerjanya sebagai

antihipertensi dan antiproteinuria. Jika terjadi kontraindikasi atau terjadi

efek samping terhadap obat-obatan tersebut dapat diberikan calcium

chanel bloker, seperti verapamil dan diltiazem.

3. Asidosis metabolic : manifestasi umumnya timbul bila LFG < 25 ml/

menit. Diet rendah protein 0,6 gr/kgBB/hari membantu mengurangi

asidosis. Bila bikarbonat serum menurun sampai < 15-17 mEq /L harus

diberikan substitusi alkali (tablet natrium bikarbonat)

4. Anemia : apabila Hb < 8 gr% terapi terbaik adalah dengan pemberian

eritropoetin, namun pemakaian obat ini terbatas karena harganya yang

mahal. Pemberian transfusi juga dapat memperbaiki keadaaan klinis secara

nyata.

5. Hiperkalemia : dapat menyebabkan kegawatan jantung dan kematian

mendadak akibat aritmia kordis yang fatal. Penatalaksanaannya meliputi

pembatasan asupan kalium dari makanan dan diberikan obat-obatan :

Page 8: BAB I

Kalium glukonas 10% 10 ml dalam waktu 10 menit, Na-bikarbonat 50-150

mEq intravena dalam waktu 15-30 menit, 6 unit insulin dan 50gr glukosa

dalam waktu 1 jam atau pemberian kayexalate 25-50 gr oral/ rectal

6. Hiperparatiroidisme sekunder : diet rendah fosfor, bila LFG < 30

ml/menit, diperlukan pemberian pengikat fosfor seperti CaCO3 atau

kalsium asetat yang diberikan saat makan. Pemberian vitamin D3

diperlukan untuk mengatasi penurunan produksi 1,25 (OH)2 vitamin D3 di

ginjal dengan mekanisme kerja meningkatkan absorbsi kalsium diusus.

Vitamin D3 juga menekan sekresi hormone paratiroid.

Apabila penatalaksanaan konservatif diatas tidak menunjukkan perbaikan,

maka terapi lanjut yang dapat dilakukan adalah :

1. Hemodialisis :

Berguna untuk membersihkan dan menyaring darah dari zat berbahaya dengan

mesin yang bersifat sementara. Hemodialisis dapat mengendalikan tekanan darah

dan menjaga keseimbangan zat kimia tubuh seperti kalium, natrium, kalsium dan

bikarbona. Hemodialisis biasanya dilakukan 3 kali seminggu selama 3-5 jam

setiap kalinya. Indikasi dilakukannya dialisis pada gagal ginjal kronis adalah bila

LFG sudah kurang dari 5 ml/ menit. Selain menilai dari LFG, dialisis juga

dilakukan bila terjadi hal berikut :

a. Keadaan umum buruk dan gejala klinis nyata

b. K serum > 6 mEq/ L dan Ureum darah >200 mg/dL

c. pH darah < 7,1

d. Anuria berkepanjangan

e. Fluid overload

Komplikasi utama pasien dengan hemodialisis adalah gangguan

kardiovaskular dan malnutrisi yang berpengaruh terhadap tingkat mortilitas.

2. Dialisis peritoneal :

Merupakan prosedur lain untuk membuang kelebihan air dan zat kimia dari

tubuh. Jenis dialysis ini menggunakan lapisan abdomen membrane peritoneal

untuk menyaring darah.

Page 9: BAB I

Dialisis peritoneal merupakan dialysis pilihan pada keadaan-keadaan sebagai

berikut :

Bila penggunaan antikolagulan merupakan kontraindikasi

Pasien dengan perubahan volume darah tiba-tiba yang tidak diinginkan

(hemodinamik tidak stabil)

Pasien dengan tekanan darah tidak stabil atau dalam keadaan pre-shock

Bayi, anak kecil, dan pada usia lanjut yang secara teknis sukar dilakukan

HD

Pasien yang memerlukan pengeluaran cairan tubuh yang sangat besar

karena overhidrasi berat

Bila kanulasi pembuluh darah tidak memungkinkan

3. Transplantasi Ginjal :

Pada penderita CKD terminal, terapi yang paling efektif adalah dengan

dilakukan transplantasi ginjal. Transplantasi dapat meningkatkan survival rate dan

quality of life lebih besar dibandingkan dengan terapi dialysis.

Resipien yang akan menjalani transplantasi, sebelumnya tetap menjalani

hemodialisis secara teratur. Resipien yang potensial untuk transplantasi ginjal,

yaitu :

Dewasa

Pasien yang kesulitan menjalani hemodialisis dan CAPD

Saluran kemih bawah harus normal, bila ada kelainan dikoreksi terlebih

dahulu

Dapat menjalani terapi immunosupresif dalam jangka waktu lama dan

kepatuhan berobat tinggi

2.6.1 Diit Nutrisi CKD

1. Karbohidrat

Asupan karbohidrat untuk pasien penyakit ginjal kronis harus cukup untuk

menghindari kejadian malnutrisi. Malnutrisi sendiri adalah salah satu komplikasi

potensial pada kasus penyakit ginjal kronis mengingat pembatasan protein dan

gangguan nafsu makan pada pasien. Menurut panduan National Kidney

Page 10: BAB I

Foundation/Kidney Dialysis Outcomes Quality Initiative (NKF K/DOQI, 2000),

anjuran asupan karbohidrat untuk pasien penyakit ginjal kronis adalah 35

kkal/kgBB/hari untuk pasien dewasa dan 30-35 kkal/kgBB/hari untuk pasien

kelompok usia lanjut. Sedangkan menurut panduan European Best Practice

Guidelines anjuran asupan karbohidrat untuk pasien seperti ini adalah 30-40 kkal/

kgBB/hari.

2. Protein

Protein 1,1 - 1,2 gr/kg BBI/hari, 50 % protein hewani dan 50 % protein

nabati. Protein merupakan salah satu komponen nutrisi yang menjadi fokus utama

dalam manajemen nutrisi pasien penyakit ginjal kronis. Pemberian protein kepada

pasien penyakit ginjal kronis memerlukan ketepatan; jika terlalu banyak melebihi

kebutuhan hariannya, dapat timbul antara lain komplikasi uremia, gejala-gejala

bendungan cairan (edema), dan perburukan penyakit ginjal pasien. Sebaliknya jika

diberikan terlalu sedikit, pasien cenderung akan mengalami malnutrisi energi

protein dan dehidrasi; yang juga dapat memperburuk perjalanan penyakit

ginjalnya.

Prinsip utamanya adalah bahwa pada pasien penyakit ginjal kronis tahap

predialisis, pembatasan asupan protein sangat penting untuk memperlambat

progresivitas penyakit ginjal. Sedangkan pada pasien yang sudah menjalani

dialisis, baik hemodialisis maupun dialisis peritoneal, asupan protein justru harus

ditambah untuk mengimbangi jumlah protein yang hilang pada saat proses dialisis

dilakukan.

Memilih jenis protein yang boleh diberikan kepada pasien juga harus

mendapat perhatian khusus, karena pasien penyakit ginjal kronis perlu

mendapatkan asupan protein bernilai biologis tinggi, yang memiliki kandungan

asam amino esensial dan nonesensial lengkap.

3. Lemak

Anjuran asupan lemak pada pasien penyakit ginjal kronis disamakan dengan

orang sehat, yaitu meliputi 30% total asupan kalori harian, dengan rasio asam

lemak tak jenuh terhadap asam lemak jenuh tidak kurang dari 1:13. EBPG (2007)

menganjurkan agar asupan lemak diatur sedemikian sehingga kadar kolesterol

Page 11: BAB I

total pasien tidak kurang dari 150 mg/dL; karena kadar kolesterol yang terlalu

rendah berkaitan dengan prognosis penyakit ginjal kronis yang kurang baik.

4. Vitamin dan mineral

Pada penyakit ginjal kronis, beberapa vitamin mengalami perubahan

metabolisme sehubungan dengan perjalanan penyakit itu sendiri, dengan

berkurangnya asupan makanan, ataupun dengan dialisis yang dilakukan. Misalnya

kebutuhan vitamin B6 meningkat pada pasien ginjal dengan anemia yang

mendapat terapi erythropoietin, dan kebutuhan asam folat meningkat karena

kecenderungan pasien ginjal mengalami hiperhomosisteinemia. Sedangkan untuk

mineral perlu diperhatikan asupannya pada pasien penyakit ginjal kronis.

Kebutuhan kalsium 1000 mg/hari. Natrium, kalium, dan fosfor merupakan contoh

mineral yang perlu dibatasi. Kalium dibatasi terutama bila urin kurang dari 400 ml

atau kadar kalium darah lebih dari 5,5 mEq/L

Sedangkan zat besi, zinc, dan selenium merupakan contoh mineral yang

sering turun kadarnya pada pasien ginjal; sehingga perlu mendapat suplementasi

khusus.

5. Air

Asupan air untuk penderita penyakit ginjal kronis harus diperhatikan agar

tidak memberatkan kerja jantung maupun ginjal. Pada pasien dialisis, yang

umumnya sudah berada dalam stadium penyakit ginjal kronis sangat lanjut,

anjuran asupan air adalah tidak lebih dari 1500 mL per hari. Biasanya, asupan air

untuk pasien penyakit ginjal kronis tahap dialisis dihitung berdasarkan keluaran

urine per 24 jam terakhir, ditambah dengan 500 mL – 750 ml. Cairan tidak hanya

diperhitungkan dari air yang diminum, tetapi juga dari makanan yang kandungan

airnya tinggi

Page 12: BAB I

DAFTAR PUSTAKA

1. Suyono, Slamet, Sarwono Waspadji, Laurentius Lesmana, Idrus Alwi.

Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid II. Edisi ketiga. Jakarta : Balai

Penerbit FKUI, 2003

2. Askandar T, dkk. 2007. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Airlangga

University Press:Surabaya

3. Purnomo, Basuki B. Dasar-dasar Urologi. Edisi kedua. Jakarta :

CV.Sagung Seto, 2007

4. Parmar MS. Chronic Renal Disease. BMJ 2002: 325:85-90

5. Skorecki K, Green J, Brenner BM, Chronic Renal Failure. Dalam :

Braunwald E, Fauci AS, Kasper DL, Hauser SL, Longo DL, Jameson JL,

penyunting. Harrison’s Principles of Internal Medicine. Edisi ke-15. New

York : McGraw Hill.2001.h.1551-1611

6. Sibernagl, Stefan, Lang Florian. Teks dan Atlas Berwarna Patofisiologi.

Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC,2007.h.30-33

7. National Kidney Foundation Kidney Disease Outcome Quality Initiative

(K/DOQI). Clinical practice guidelines for chronic kidney disease:

evaluation, classifi cation, and stratification. Am J Kidney Dis 2002; 39 (2

suppl 1): S18-S266.

8. Fouque D, Vennegoor M, Wee PT, Wanner C, Basci A, Canaud B et al.

EBPG Guideline on Nutrition. Nephrol Dial Transplant 2007