bab i
DESCRIPTION
asdTRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Peningkatan jumlah penduduk dan perkembangan pembangunan di segala bidang,
kebutuhan air bersih tentu saja akan semakin meningkat. Air merupakan hal yang
pokok bagi konsumsi umat manusia, tanaman, dan berbagai kebutuhan lainnya.
Kondisi yang diinginkan oleh tiap orang adalah tersedianya air bersih sepanjang
waktu dalam jumlah yang cukup dan kualitas yang memadai. Air tersebar tidak
merata di atas bumi, sehingga ketersediannya di suatu tempat akan bervariasi
mengikuti waktu. Oleh karena itu diperlukan upaya – upaya untuk meningkatkan
ketersediaan air bersih yang akan berguna bagi peningkatan kesejahteraan
masyarakat.
Kebutuhan air bagi kepentingan manusia semakin meningkat seiring dengan
pertambahan jumlah penduduk sehingga perlu dilakukan penelaahan secara seksama
terhadap masalah pemanfaatan air agar pengaturan air lebih efektif dan efisien.
Karena itu pengelolaan air yang mengarah kepada optimasi pemakaian air.
Dalam pengelolaan sumber daya air dibutuhkan kegiatan studi pengembangan sumber
daya air yang sesuai dengan kebutuhan. Umumnya perkiraan ketersediaan air
dilakukan berdasarkan pencatatan data debit sumber air yang berkesinambungan dan
panjang. Akan tetapi di Indonesia pada umumnya data tersebut tidaklah panjang.
Melihat kondisi yang seperti itu maka dibutuhkan suatu model yang dapat
mensimulasikan data hujan dan data iklim menjadi data debit Penyediaan air bersih
di Indonesia selama ini dilakukan oleh PDAM (Perusahaan Daerah Air Minum),
salah satunya adalah PDAM Jayapura yang menyediakan air bersih untuk wilayah
Kota Jayapura dan Kabupaten Jayapura. Selama ini penyediaan air bersih bagi
penduduk Kota Jayapura dan Kabupaten Jayapura seringkali terkendala. Penyebab
dari krisis ketersediaan air ini antara lain kebocoran pipa, debit dari sumber yang
fluktuatif, dan lain sebagainya. Sumber air bersih untuk Kota Jayapura dan
Kabupaten Jayapura ini berasal dari mata air dan sungai daerah upstream (hulu
sungai). Sumber air bersih ini fluktuatif karena dipengaruhi oleh besarnya curah
hujan. Apabila curah hujan menurun maka debit air pada sumber air bersih ini akan
menurun, begitu pula sebaliknya apabila curah hujan meningkat maka debit air akan
meningkat. Kondisi ini diperparah dengan semakin berkurangnya fungsi hutan.
Beberapa tahun terakhir ini penjarahan hutan atau penebangan liar di kawasan hutan
makin marak terjadi dimana-mana seakan-akan tidak terkendali. Ancaman kerusakan
hutan ini jelas akan menimbulkan dampak negatif yang luar biasa besarnya karena
adanya efek domino dari hilangnya hutan, terutama pada kawasan-kawasan yang
mempunyai nilai fungsi ekologis dan biodiversitas besar. Peran hutan sangat besar
dalam menyokong kehidupan manusia, salah satu diantaranya dari kemampuan
sebagai regulator air melalui berbagai proses dalam siklus hidrologi yang berlangsung
di dalamnya.
Dari hasil kajian mengenai truktur geologi menunjukan bahwa sebagian besar tanah
di Jayapura berupa batuan sedimen tersier dan pleistosen tanpa kapur, konglomerat,
batu liat, debu, pasir dan beberapa nopal (65%). Sedangkan sebagian lainnya berupa
deposit kwarter (rawa) yang menutupi batuan sedimen tersier dan pleistosin (17%),
karang koral, batuan liat, batu kapur/gamping, granit dan sebagainya. Batuan dasar
Pegunungan Cycloop merupakan batuan metamorfosis. Di samping itu sebagian besar
lapisan tanah bagian atas sangat tipis selebihnya merupakan batuan keras yang bukan
merupakan akuifer sehingga potensi penyimpanan air hujan sangat tergatung dari luas
permukaan. Kondisi yang demikian mengakibatkan fluktuasi debit sumber air
menjadi semakin tinggi bila terjadi pengurangan luas Daerah Tangkapan Air. Semua
sungai dan mata air yang menuju ke daerah Jayapura berasal dari Pegunungan
Cycloop dengan struktur batuan seperti tersebut diatas. Oleh karena itu, peranan
Pegunungan Cycloop yang merupakan hutan itu sangat penting dan perlu dijaga
kelestariannya. Kuantitas aliran sungai yang ada sangat tergantung dari tingkat
kelestarian daerah tangkapan air Cycloop.
Melihat permasalahan tersebut maka diperlukan perhitungan kembali debit andalan
pada sumber-sumber air bersih. Perhitungan ini diperlukan agar pemenuhan
kebutuhan air bersih sesuai dengan potensi yang ada. Potensi air yang ada diharapkan
dapat dijadikan indikator dalam jumlah pemenuhan kebutuhan air untuk komunitas
wilayah, sehingga air dapat dimanfaatkan secara berkelanjutan dan pengembangan
sumber daya air perlu dilaksanakan dengan tepat.
B. RUMUSAN MASALAH
Permasalahan yang akan dibahas dalam penyusunan Tugas ini adalah:
1. Berapa debit andalan dari tiap sumber air bersih PDAM Jayapura?
2. Berapa kebutuhan air bersih penduduk Kota Jayapura?
3. Berapa keseimbangan air bersih di Kota Jayapura?
4. Memberikan rekomendasi untuk masalah krisis ketersediaan air bersih di Kota
Jayapura?
C. TUJUAN
Tujuan penyusunan Tugas ini adalah:
1. Untuk mengetahui hasil perhitungan debit andalan dari tiap sumber air bersih
PDAM Jayapura.
2. Untuk mengetahui hasil perhitungan kebutuhan air bersih penduduk Kota
Jayapura.
3. Untuk mengetahui hasil perhitungan keseimbangan air bersih di Kota
Jayapura.
4. Untuk memberikan rekomendasi untuk masalah krisis ketersediaan air bersih
di Kota Jayapura.
D. MANFAAT
Manfaat yang didapatkan dari Tugas ini adalah:
1. Memberikan gambaran mengenai kondisi ketersediaan air bersih bagi
penduduk Kota dan Kabupaten Jayapura.
2. Hasil perhitungan dari debit andalan dari tiap sumber air bersih PDAM
Jayapura dapat digunakan untuk pengembangan ke tahap selanjutnya dalam
upaya mengatasi krisis dalam ketersediaan air bersih bagi penduduk Kota dan
Kabupaten Jayapura.
3. Dapat memberikan rekomendasi untuk masalah krisis ketersediaan air bersih
di Kota Jayapura.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Pengertian Air
Air dapat berwujud padatan (es), cairan (air) dan gas (uap air). Air merupakan satu-
satunya zat yang secara alami terdapat di permukaan bumi dalam ketiga wujudnya
tersebut. Air adalah substansi kimia dengan rumus kimia H2O : satu molekul air
tersusun atas dua atom hidrogen yang terikat secara kovalen pada satu atom oksigen.
Air bersifat tidak berwarna, tidak berasa dan tidak berbau pada kondisi standar
(Allafa, 2008).
Zat kimia ini merupakan suatu pelarut yang penting, yang memiliki kemampuan
untuk melarutkan banyak zat kimia lainnya, seperti garam-garam, gula, asam,
beberapa jenis gas dan banyak macam molekul organik. Air sering disebut sebagai
pelarut universal karena air melarutkan banyak zat kimia. Air berada dalam
kesetimbangan dinamis antara fase cair dan padat di bawah tekanan dan temperatur
standar. Dalam bentuk ion, air dapat dideskripsikan sebagai sebuah ion hidrogen (H+)
yang berasosiasi (berikatan) dengan sebuah ion hidroksida (OH-) (Allafa, 2008).
Selanjutnya yang dimaksud dengan air adalah air tawar yang tidak termasuk salju dan
es. Di Indonesia jumlah dan pemakaian air bersumber pada air tanah, air permukaan
dan air atmosfer, yang ketersediaannya sangat ditentukan oleh air atmosfer atau
sering dikenal dengan air hujan (Kusnoputranto, 2000).
B. Sumber-sumber Air
Sumber air dapat dibedakan atas :
a. Air Hujan
Air hujan merupakan air yang didapat dari angkasa, karena terjadinya proses
presipitasi (peristiwa jatuhnya air ke bumi). Air hujan merupakan penyubliman
uap air menjadi air murni yang ketika turun ke bumi melalui udara melarutkan
zat-zat dan partikel yang terdapat di udara seperti oksigen, karbondioksida,
bakteri, debu dan lain-lain sehingga kualitasnya menjadi rendah (Kusnoputranto,
2000).
b. Air Permukaan tanah (surface water).
Air permukaan dapat berupa air yang tergenang atau air yang mengalir seperti
danau, sungai, laut, rawa dan lain-lain (Azwar, 1996). Air permukaan harus
diolah terlebih dahulu sebelum dipergunakan karena umumnya telah mengalami
pencemaran (Entjang, 1985).
c. Air Tanah dalam (ground water).
Air tanah adalah air yang diperoleh dari pengumpulan air pada lapisan tanah
dalam. Air ini umumnya sangat bersih karena telah mengalami penyaringan oleh
tanah atau batu-batuan. Hanya saja kemungkinan mengandung zat mineral dalam
kadar yang tinggi. Contoh air tanah, air sumur dan mata air (Azwar, 1996).
C. Air Sungai
1. Pengertian Air Sungai
Berdasarkan Peraturan Pemerintah RI No 35 tahun 1991 tentang sungai, yang
dimaksud dengan sungai adalah tempat-tempat dan wadah-wadah serta jaringan
pengaliran air mulai dari mata air sampai muara dengan dibatasi kanan dan kirinya
serta sepanjang pengalirannya oleh garis sempadan.
Sungai yaitu saluran pengaliran air yang terbentuk mulai dari hulu di daerah
pegunungan/tinggi sampai bermuara di laut/danau. Sebagian besar air hujan yang
turun ke permukaan tanah, mengalir ke tempat-tempat yang lebih rendah dan setelah
mengalami bermacam-macam perlawanan akibat gaya berat, akhirnya melimpah ke
danau atau ke laut. Suatu alur yang panjang di atas permukaan bumi tempat
mengalirnya air yang berasal dari hujan disebut alur sungai. Dan perpaduan antara
alur sungai dan aliran air di dalamnya disebut sungai (Gayo, 1994).
Jadi yang dimaksud dengan air sungai adalah salah satu badan air yang menghasilkan
air di atas permukaan daratan yang mengalir dari dataran tinggi ke dataran rendah.
Secara umum air baku yang didapat dari sungai harus diolah terlebih dahulu, karena
kemungkinan untuk tercemar polutan sangat besar (Kusnoputranto, 1986).
2. Pengolahan Air sungai
Secara alamiah, sungai dapat tercemar pada daerah permukaan air saja. Pada
sungai yang besar dengan arus air yang deras, sejumlah kecil bahan pencemar akan
mengalami pengenceran sehingga tingkat pencemaran menjadi sangat rendah. Tetapi
terkadang sebuah sungai mengalami pencemaran yang berat sehingga air
mengandung bahan pencemar yang sangat besar. Hampir setiap hari sungai menerima
sejumlah besar aliran sedimen baik secara alamiah, buangan industri, buangan limbah
rumah tangga, aliran air permukaan, daerah urban dan pertanian (Darwono, 2001).
Air sungai pada umumnya telah mengalami pencemaran, karena itu perlu diolah
terlebih dahulu sebelum dipergunakan untuk keperluan rumah tangga. Pengolahan
(purifikasi) air ini dapat dibagi dalam dua golongan yaitu purifikasi alami dan
purifikasi buatan. Dalam purifikasi buatan ini air mengalami tiga proses secara
bertahap yaitu proses koagulasi, filtrasi dan desinfeksi. Setelah mengalami ketiga
proses tadi barulah air sungai dapat dipergunakan untuk kepentingan rumah tangga
(RT).
Secara sederhana di tiap-tiap rumah dapat dibuat instalasi pengolahan air sehingga
memenuhi syarat kesehatan yang akan sangat membantu pula pada usaha pencegahan
dan pemberantasan penyakit yang ditularkan melalui air. Untuk masyarakat luas
pengolahan air permukaan ini dilaksanakan di instalasi yang dibangun pemerintah
dan dibagikan melalui pipa (Entjang, 1985).
D. Air Bersih
1. Pengertian Air Bersih
Sesuai Peraturan Menteri Kesehatan RI No 416/Menkes/PER/IX/1990 yang dimaksud dengan air bersih adalah air yang jernih, tidak berwarna, tidak berbau, tidak berasa, dan tidak mengandung mineral/kuman-kuman yang membahayakan tubuh. Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1405/Menkes/SK/XI/2002 tentang Persyaratan Kesehatan Lingkungan Kerja Perkantoran dan Industri terdapat pengertian mengenai air bersih yaitu air yang dipergunakan untuk keperluan sehari-hari dan kualitasnya memenuhi persyaratan kesehatan air bersih sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku dan dapat diminum apabila dimasak.
Air bersih merupakan air yang tidak menyebabkan penyakit bagi manusia. Oleh karena itu, air tersebut hendaknya diusahakan memenuhi persyaratan-persyaratan kesehatan, sekurang-kurangnya diusahakan mendekati persyaratan air yang telah ditentukan (Kusnoputranto, 2000).
2. Standar Kualitas Air Bersih
Untuk keperluan hidup manusia sehari-hari, air harus memenuhi syarat-syarat yang ditentukan berdasarkan kepentingan kesehatan manusia. Hal yang pokok adalah agar air yang diminum atau dipakai manusia tidak membahayakan manusia. Pada umumnya kualitas air bersih harus memenuhi syarat-syarat kesehatan baik secara fisik, kimia, bakteriologis dan radioaktif sesuai Permenkes No 416/Menkes/Per/IX/1990 tentang persyaratan air bersih (Depkes RI, 1990).
1. E. Kriteria Penyediaan Air Bersih
Untuk mendapatkan hasil perencanaan sistem penyediaan air bersih yang baik, yaitu supply air tersedia setiap saat dengan debit dan tekanan yang cukup, serta kualitas memenuhi syarat, maka diperlukan kriteria perencanaan agar sistem berikut dimensi dan spesifikasi komponen sistem mempunyai kinerja yang baik. Kriteria perencanaan yang digunakan berpedoman pada kriteria perencanaan dan petunjuk teknik bidang air bersih. Secara umum kriteria perencanaan yang digunakan dalam perencanaan sistem penyediaan air bersih ini meliputi hal-hal sebagai berikut:
Penentuan daerah pelayanan disesuaikan dengan kondisi setempat berdasarkan kepadatan penduduk.
Cakupan pelayanan atau banyaknya penduduk yang dilayani sistem air bersih. Tingkat pelayanan atau cara penyampaian air ke konsumen. Usaha pelayanan air bersih ke konsumen pada umumnya melalui 2 cara yaitu
melalui Sambungan Rumah (SR) dan Hydrant Umum (HU), dengan perbandingan berkisar antara 50:50 atau 80:20 dimana faktor cost recovery merupakan faktor yang perlu dipertimbangkan. Besarnya angka perbandingan tersebut ditetapkan berdasarkan hasil survey dilapangan.
Kebutuhan dasar atau besarnya pemakaian air perhari, tergantung pada jenis kawasan kota kecil, sedang dan metropolitan. Di daerah perkotaan, pemakaian air untuk sambungan rumah adalah 100-120 l/org/hari sedangkan untuk hydrant umum adalah 30 l/org/hari.
Pelayanan fasilitas non domestik diperhitungkan sebesar 10-30% dari kebutuhan domestik.
Kebocoran/kehilangan air, biasanya diasumsikan sebesar 20% dari total produksi.
Fluktuasi pemakaian air. Pemakaian air pada hari maksimum = (1,10-1,15) x Qtotal. Pemakaian air pada jam maksimum = (1,50-2,00) x Qtotal. Pipa transmisi direncanakan untuk pengaliran air pada saat debit hari
maksimum. Pipa distribusi direncanakan untuk pengaliran air pada saat debit jam puncak. Kapasitas reservoir pada umumnya berkisar antara 15-20% dari total produksi
(Qmax). Tekanan air dalam pipa:
- Tekanan maksimum direncanakan sebesar 75 m kolom air
- Tekanan minimum direncanakan sebesar 10 m kolom air
Kecepatan pengaliran dalam pipa
- Transmisi 0,6 – 4,0 m/detik
- Distribusi 0,6 – 2,0 m/detik
Koefisien kekasaran pipa
Untuk perhitungan hidrolis baik untuk pipa transmisi maupun distribusi, koefisien kekasaran pipa (koefisien Hazen William) digunakan nilai sebagai berikut:
- Pipa PVC : 120 -140
- Pipa Steel : 120
- Pipa GIP : 110
Pipa distribusi, pengaliran pada konsumen dengan menggunakan jaringan pipa yang direncanakan dapat mengalirkan air dengan jumlah sesuai kebutuhan jam puncak dengan waktu pengaliran sepanjang 24 jam.
Tekanan dan kecepatan pengaliran di dalam pipa, tekanan statis maksimum sebesar 75 mka atau tergantung pada spesifikasi komponen sistem. Kecepatan pengaliran 0,3-3 m/detik.
Kriteria perencanaan didasarkan pada pedoman perencanaan sektor air bersih yang dikeluarkan oleh Direktorat Air Bersih PU – Cipta Karya.
Tabel II.3
Alokasi dan Prosentase Pelayanan
No Uraian Prosentase Pelayanan Tingkat Pelayanan1 Hidran Umum Tergantung dari hasil studi dan
kebijakan daerah yaitu berkisar antara 20-40% daerah pelayanan
Tergantung dari hasil studi dan kebijakan daerah yaitu berkisar antara 50-100 jiwa/HU
2 Sambungan Rumah
Tergantung dari hasil studi dan kebijakan daerah yaitu berkisar antara 60-80% pelayanan
Tingkat pemakaian air berdasarkan kategori kota yaitu :
Metropolitan 190 l/org/hari
Kota Besar 170 l/org/hari
Kota Sedang 150 l/org/hari
Kota Kecil 130 l/org/hari
No Uraian Prosentase Pelayanan Tingkat Pelayanan
Kecamatan 100 l/org/hari
Dengan perkiraan 1 SR melayani 4-6 jiwa.
3 Pemadam kebakaran
Kebutuhan pemadam kebakaran diambil 20% dari kapasitas reservoir atau 5% dari kebutuhan domestic
Sumber : Juknis Sistem Penyediaan Air Bersih Kimpraswil 1998
Tabel II.4
Pedoman Perencanaan Air Bersih PU Cipta Karya
No
Uraian
Kategori Kota Berdasarkan Jumlah Penduduknya
Kota Sedang
100.000 – 500.000
Kota Kecil
20.000 – 100.000
Perdesaan
3.000 – 20.000
1 Konsumsi unit Sambungan Rumah (SR) l/org/hari
100-150 100-150 90-100
2 Persentase konsumsi unit non domestik terhadap konsumsi domestik
25-30 20-25 10-20
3 Persentase kehilangan air (%)
15-20 15-20 15-20
4 Faktor Hari Maksimum 1.1 1.1 1.1-1.255 Faktor jam puncak 1.5-2.0 1.5-2.0 1.5-2.06 Jumlah jiwa per SR 6 5 4-57 Jumlah jiwa per Hidrant
Umum (HU)100 100-200 100-200
8 Sisa tekan minimum di titik kritis jaringan distribusi (meter kolom air)
10 10 10
9 Volume reservoir (%) 20-25 15-20 12-1510 Jam operasi 24 24 24
No
Uraian
Kategori Kota Berdasarkan Jumlah Penduduknya
Kota Sedang
100.000 – 500.000
Kota Kecil
20.000 – 100.000
Perdesaan
3.000 – 20.000
11 SR/HU (dalam % jiwa) 80-20 70-30 70-30
Sumber : Juknis Sistem Penyediaan Air Bersih Kimpraswil 1998
F. Proyeksi Kebutuhan Air Bersih
Semakin padat jumlah penduduk dan semakin tinggi tingkat kegiatan akan menyebabkan semakin besarnya tingkat kebutuhan air. Variabel yang menentukan besaran kebutuhan akan air bersih antara lain adalah sebagai berikut:
1. Jumlah penduduk2. Jenis kegiatan3. Standar konsumsi air untuk individu4. Jumlah sambungan
Target pelayanan dapat merupakan potensi pasar atau mengacu pada kebijaksanaan nasional. Asumsi-asumsi lain yang digunakan mengikuti kecenderungan data yang ada di lapangan serta kriteria dan standar yang dikeluarkan oleh lembaga yang berwenang, yaitu seperti:
1. Cakupan pelayanan2. Jumlah pemakai untuk setiap jenis sambungan3. Jenis sambungan4. Tingkat kebutuhan konsumsi air5. Perbandingan SR/HU6. Kebutuhan Domestik dan Non Domestik7. Angka kebocoran8. Penanggulangan kebakaran
Perencanaan pengadaan sarana prasarana air bersih dilakukan dengan memperhitungkan jumlah kebutuhan air yang diperlukan bagi daerah perencanaan. Proyeksi kebutuhan air dihitung dengan menggunakan data proyeksi jumlah penduduk, standar kebutuhan air bersih, cakupan pelayanan, koefisien kehilangan air, dan faktor puncak yang diperhitungkan untuk keamanan hitungan perencanaan.
1. Satuan Kebutuhan Air Bersih
Kebutuhan air terbagi atas kebutuhan untuk:
1. Rumah Tangga2. Non Rumah Tangga
Pemerintah Indonesia telah menyusun program pelayanan air bersih sesuai dengan kategori daerah yang dikelompokkan berdasarkan jumlah penduduk.
Tabel II.1
Tingkat Pemakaian Air Rumah Tangga Sesuai Kategori Kota
No Kategori Kota Jumlah Penduduk SistemTingkat Pemakaian
Air1 Kota Metropolitan > 1.000.000 Non Standar 1902 Kota Besar 500.000 – 1.000.000 Non Standar 1703 Kota Sedang 100.000 – 500.000 Non Standar 1504 Kota Kecil 20.000 – 100.000 Standar BNA 1305 Kota Kecamatan < 20.000 Standar IKK 1006 Kota Pusat
Pertumbuhan< 3.000 Standar DPP 30
Sumber : SK-SNI Air Bersih
Tabel II.2
Tingkat Pemakaian Air Non Rumah Tangga
No Non Rumah Tangga (fasilitas) Tingkat Pemakaian Air1 Sekolah 10 liter/hari2 Rumah Sakit 200 liter/hari3 Puskesmas (0,5 – 1) m3/unit/hari4 Peribadatan (0,5 – 2) m3/unit/hari5 Kantor (1 – 2) m3/unit/hari6 Toko (1 – 2) m3/unit/hari7 Rumah Makan 1 m3/unit/hari8 Hotel/Losmen (100 – 150) m3/unit/hari9 Pasar (6 – 12) m3/unit/hari10 Industri (0,5 – 2) m3/unit/hari11 Pelabuhan/Terminal (10 – 20) m3/unit/hari12 SPBU (5 – 20) m3/unit/hari13 Pertamanan 25 m3/unit/hari
Sumber : SK-SNI Air Bersih
1. 2. Kehilangan Air
Kehilangan air merupakan banyaknya air yang hilang. Hilang yang diperlukan bagi penjagaan tujuan penyediaan air bersih, yaitu tercukupinya kualitas, kuantitas, dan kontinuitasnya dan yang disebabkan aktivitas penggunaan dan pengolahan air. Kehilangan ini ditentukan dengan mengalikan faktor tertentu (15-20%) dengan angka total produksi air.
Kehilangan air dapat dibagi menjadi 3 kategori yaitu:
1. Kehilangan air rencana (unacounted for water)
Kehilangan air rencana memang dialokasikan khusus untuk kelancaran operasi dan pemeliharaan fasilitas, faktor ketidaksempurnaan komponen fasilitas dan hal lain yang direncanakan beban biaya.
1. Kehilangan air insidentil
Penggunaan air yang sifatnya insidentil, misalnya penggunaan air yang tidak dialokasikan khusus, seperti pemadam kebakaran.
1. Kehilangan air secara administratif
Kehilangan air secara administratif adalah dapat disebabkan oleh:
Kesalahan pencatatan meteran Kehilangan air akibat sambungan liar Kehilangan akibat kebocoran dan pencurian illegal
Perencanaan kebutuhan air bersih yang aman biasanya memperhitungkan kondisi pada saat terjadinya kebutuhan maksimum (puncak). Untuk keamanan perencanaan jalur transmisi dan instalasi pengolahan, digunakan faktor hari puncak, sedangkan untuk keamanan rancangan reservoir dan distribusi, digunakan faktor jam puncak.
Dalam menangani penyediaan air bersih umumnya dan air minum pada khususnya perlu adanya standar kualitas air. Ada beberapa standar kualitas air bersih, diantaranya :
1. Standar Kualitas dari Departemen Kesehatan RI
Peraturan Menteri Kesehatan RI No 416/Menkes/IX/1990 tentang syarat-syarat dan pengawasan kualitas air. Peraturan ini dibuat dengan maksud bahwa air yang memenuhi syarat kesehatan mempunyai peranan penting dalam rangka pemeliharaan, perlindungan dan mempertinggi derajat kesehatan masyarakatnya.
2. Standar Kualitas Air WHO
Sebagai organisasi kesehatan internasional, WHO juga mengeluarkan peraturan tentang syarat-syarat kualitas air bersih yaitu meliputi kualitas fisik, kimia dan biologi. Peraturan yang ditetapkan oleh WHO tersebut digunakan sebagai pedoman bagi negara anggota. Namun demikian masing-masing negara anggota, dapat pula menetapkan syarat-syarat kualitas air sesuai dengan kondisi negara tersebut.
G. Air Sungai
Berdasarkan Peraturan Pemerintah RI No 35 tahun 1991 tentang sungai, yang dimaksud dengan sungai adalah tempat-tempat dan wadah-wadah serta jaringan pengaliran air mulai dari mata air sampai muara dengan dibatasi kanan dan kirinya serta sepanjang pengalirannya oleh garis sempadan.
Sungai yaitu saluran pengaliran air yang terbentuk mulai dari hulu di daerah pegunungan/tinggi sampai bermuara di laut/danau. Sebagian besar air hujan yang turun ke permukaan tanah, mengalir ke tempat-tempat yang lebih rendah dan setelah mengalami bermacam-macam perlawanan akibat gaya berat, akhirnya melimpah ke danau atau ke laut. Suatu alur yang panjang di atas permukaan bumi tempat mengalirnya air yang berasal dari hujan disebut alur sungai. Dan perpaduan antara alur sungai dan aliran air di dalamnya disebut sungai (Gayo, 1994).
Jadi yang dimaksud dengan air sungai adalah salah satu badan air yang menghasilkan air di atas permukaan daratan yang mengalir dari dataran tinggi ke dataran rendah. Secara umum air baku yang didapat dari sungai harus diolah terlebih dahulu, karena kemungkinan untuk tercemar polutan sangat besar (Kusnoputranto, 1986).
1. H. Debit Andalan
Debit andalan merupakan debit yang diandalkan untuk suatu probabilitas tertentu. Probabilitas untuk debit andalan ini berbeda-beda. Untuk keperluan irigasi biasa digunakan probabilitas 80%. Untuk keperluan air minum dan industri tentu saja dituntut probabilitas yang lebih tinggi, yaitu 90% sampai dengan 95% (Soemarto, 1987).
Makin besar persentase andalan menunjukkan penting pemakaiannya dan menunjukkan prioritas yang makin awal yang harus diberi air. Dengan demikian debit andalan dapat disebut juga sebagai debit minimum pada tingkat peluang tertentu yang dapat dipakai untuk keperluan penyediaan air. Jadi perhitungan debit andalan ini diperlukan untuk menghitung debit dari sumber air yang dapat diandalkan untuk suatu keperluan tertentu.
1. I. Ketersediaan Air
Ketersediaan air diasumsikan dengan tersedianya air di sungai, meskipun dalam pengkajian irigasi, curah hujan efektif juga termasuk dalam ketersediaan air. Perhatian utama dalam ketersediaan air adalah pada aliran sungai, tetapi dengan beberapa pertimbangan hujan termasuk di dalamnya (Dep. PU 1983). Faktor-faktor yang mempengaruhi penggunaan air antara lain (Linsley,dkk. 1986). :
1. Iklim2. Ciri-ciri penduduk3. Masalah lingkungan hidup4. Industri dan perdagangan5. Iuran air dan meteran6. Ukuran kota7. Kebutuhan konservasi air8. J. Siklus Hidrologi
Siklus hidrologi adalah bagian inti dari hidrologi yang tidak mempunyai awal dan akhir, dimana siklus hidrologi merupakan gerakan air di permukaan bumi. Selama berlangsungnya siklus hidrologi, yaitu perjalanan air dari permukaan laut ke atmosfer kemudian ke permukaan tanah dan kembali lagi ke laut dan tidak pernah habis. Air tersebut akan tertahan sementara di sungai, waduk atau danau, dalam tanah sehingga dapat dimanfaatkan oleh manusia dan makhluk lain (Asdak, 1995).
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
1. A. Jenis Penelitian
Jenis penelitian ini adalah penelitian kwantitatif, yaitu menghitung kwantitas dalam bentuk volume kebutuhan air bersih pada masyarakat Kota/Kabupaten Jayapura dan jumlah volum ketersediaaan air bersih pada Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Jayapura.
Metode yang digunakan untuk menganalisi ketersediaan air adalah dengan menggunakan metode F.J Mock dimana pada prinsipnya, metode Mock memperhitungkan volume air yang masuk, keluar dan yang disimpan dalam tanah
B. Tempat dan Waktu Penelitian
Waktu : Penelitian ini akan dilaksanakan pada bulan juni 2013.
Tempat : Ada pun tempat pelaksanaan penelitian yaitu Kota/Kabupaten Jayapura.
C. Populasi dan Sampel
Populasi penelitian ini adalah masyarakat Kota/Kabupaten Jayapura yang menggunakan air bersih dari Persahaan Daerah Air Minum (PDAM) Jayapura. Sedangkan untuk penelitian ini tidak menggunakan sampel penelitian karena penelitian ini terdukung dengan ketersediaan data primer yang lengkap untuk keseluruan populasi.
D. Teknik Pengumpulan Data
Alat ukur yang digunakan dalam penelitian ini adalah data pemakaian air bersih oleh masyarakat Kota/Kabupaten Jayapura yang diambil dari Kantor PDAM Jayapura dan data curah hujan serta debit sumber air bersih serta beberapa data pendukung yang dibutuhkan dalam hal ini yang dapat diambil dari Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Jayapura.
Data primer :
Curah hujan rata-rata Evapotranpirasi Kelebihan air (water surplus) Infiltrasi Tampungan air Tanah (Ground Water Storage) Aliran dasar (base flow) Limpasan permukaan ( run off) Total Aliran (kebutuhan masyarakat)
Data sekunder :
Peta wilayah Data curah hujan Data klimatologi yang terdiri dari data temperatur, Kondisi catchment area
DAFTAR PUSTAKA
Asdak, C. (1995). Hidrologi dan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai. Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta
Departemen Pekerjaan Umum. (1983). Pedoman Klimatologi. Direktorat Penyelidikan Masalah Air. Departemen Pekerjaan Umum. Bandung
Hakim, N., M. Y. Nyakpa, A. M. Lubis, S. G. Nugroho, M. A. Diha, G. B. Hong, dan H. H. Bailey., (1986). Dasar - Dasar llmu Tanah. Penerbit Universitas Lampung. Lampung.
Handoko. (1995). Klimatologi Dasar. Pustaka Jaya. Jakarta.
Lee, R., (1990). Hidrologi Hutan. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.
Linsley, R.K, Franzini. Joseph, B.F. Sasongko, Djoko. (1986). Teknik Sumber Daya Air . Jilid 2 edisi ketiga. Erlangga. Jakarta
Linsley, R.K.Jr and M.A. Kohler. (1982). Hydrology For Engineers. Mc Graw Hill. Kogakusha.Tokyo
Mock, F.J., (1973). Water Availability Appraisal. Basic study prepared for FAO/UNDP Land Capability Appraisal Project. Bogor.
Soemarto, C.D, (1987). Hidrologi Teknik. Surabaya : Usaha Nasional.
Suyono, S. (1985). Hidrologi Untuk Pengairan. Direktorat Jendral Pengairan. Departemen Pekerjaan Umum. Bandung