bab i
DESCRIPTION
bab 1 rp mtoTRANSCRIPT
BAB I
STRATEGI PERANCANGAN
1.1 Latar Belakang
Indonesia merupakan salah satu negara yang sedang berkembang,
khususnya di bidang industri seperti industri petrokimia. Seperti halnya industri
petrokimia olefin yang saat ini, hampir semua olefin yang berupa ethylene dan
propylene, diproduksi dengan menggunakan sistem cracking naphta. Sistem ini
membutuhkan bahan baku utama berupa naphta yang merupakan fraksi ringan
yang didapat dari distilasi minyak bumi. Selain itu, alat yang digunakan untuk
proses cracking berupa furnace dengan temperatur operasi yang tinggi berkisar
800oC - 850oC untuk dapat menghasilkan olefin.
Salah satu perusahaan petrokimia yang bergerak di bidang olefin adalah PT
Chandra Asri Petrochemical Tbk yang telah memproduksi ethylene sebesar
600.000 ton/tahun, propylene sebesar 300.000 ton/tahun, py-gas sebesar 242.000
ton/tahun, polyethylene sebesar 300.000 ton/tahun, dan polypropylene sebesar
480.000 ton/tahun dari bahan baku naphta 1,7 juta ton/tahun. Naphta yang
digunakan sebagai bahan baku ada yang berasal dari domestik yang didatangkan
dari Pertamina maupun impor dari beberapa negara seperti Timur Tengah dan
India. Minyak bumi yang merupakan sumber naphta saat ini semakin terbatas
jumlahnya. Selain itu, kondisi saat ini naphta memiliki harga yang cukup tinggi.
Jika dilihat dari kedua hal tersebut, maka dibutuhkan bahan baku alternatif yang
ketersediaanya masih berlimpah diantaranya, yaitu methanol. Methanol bisa
didapatkan dari gas alam maupun dari hasil gasifikasi batubara.
Menurut data kementerian ESDM tahun 2012 dalam Outlook Energi
Indonesia 2014 yang dikeluarkan oleh BPPT (Badan Pengkajian dan Penerapan
Teknologi). Pada masa mendatang, produksi batubara Indonesia diperkirakan
akan terus meningkat. Tidak hanya untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri
(domestik), tetapi juga untuk memenuhi permintaan luar negeri (ekspor). Hal ini
mengingat sumber daya batubara Indonesia yang masih melimpah, terutama di
Kalimantan dan Sumatera. Sumber daya dan cadangan batubara yang
tersebar di Indonesia dapat dilihat pada Gambar 1, dengan total sumber daya
batubara terhitung pada tahun 2011 sebesar 105.187,44 juta ton dengan cadangan
batubaranya sebesar 21.131,84 juta ton.
Gambar 1. Peta Lokasi Penyebaran Sumber daya dan Cadangan Batubara status
Desember 2011 (sumber : Badan geologi, Kementerian ESDM)
Dengan tingginya sumber daya serta cadangan batubara di Indonesia,
kebutuhan batubara pada periode 2012 sampai 2035 akan semakin meningkat,
baik untuk pembangkit listrik yang akan meningkat 8,2% per tahun dan untuk
industri diperkirakan akan meningkat 7,4% per tahun. Selain itu, pada tahun 2030
diperkirakan batu bara akan digunakan sebagai bahan baku CTL (coal to liquid)
dengan kapasitas produksi 4,5 juta ton setiap tahunnya. Pada Gambar 2, dapat
dilihat grafik neraca batubara yang berupa proyeksi produksi, impor, ekspor serta
konsumsi batubara di Indonesia pada periode tahun 2012 hingga 2035.
Gambar 2. Neraca Batubara periode tahun 2012 hingga 2035.
(sumber : Outlook Energi Indonesia 2014)
Ketersediaan pasokan gas alam dalam negeri juga sangat besar. Namun
demikian, Indonesia diperkirakan akan mengalami defisit gas alam pada tahun
2022 apabila tidak menemukan sumber gas alam yang baru. Peningkatan jumlah
kebutuhan gas alam berbanding lurus dengan semakin luasnya penggunaan gas
alam untuk kebutuhan energi dan bahan baku industri, maupun untuk keperluan
rumah tangga. Pertumbuhan penggunaan gas alam yang terbesar adalah sektor
rumah tangga dengan pertumbuhan rata-rata sebesar 17,6% per tahun diikuti oleh
sektor transportasi (13,4%), komersial (3,9%), pembangkit listrik (2,8%) dan
industri (2,9%) (Outlook Energi Indonesia, 2014).
Kebutuhan gas alam yang semakin meningkat akan mengakibatkan impor
gas meningkat karena produksi gas nasional sudah tidak dapat meningkat lagi.
Dengan kondisi seperti ini maka teknologi gasifikasi batubara sudah saatnya
dikembangkan terutama untuk kepentingan industri dalam negeri, baik sebagai
energi maupun bahan baku (TEKMIRA).
Selain penggantian bahan baku, proses cracking naphta beroperasi pada
suhu tinggi berkisar 800oC - 850oC, sehingga dibutuhkan bahan bakar dan energi
yang besar sehingga biaya produksi akan semakin tinggi pula. Sehingga, perlu
adanya pengembangan teknologi terbaru untuk menghasilkan olefin dengan biaya
produksi dan energi yang lebih ekonomis, dan tentunya dengan penggunaan
methanol sebagai bahan bakunya, yaitu teknologi MTO.
Teknologi MTO (methanol to olefin) telah memberikan perhatian besar
dalam industri Olefin selama beberapa tahun terakhir. Teknologi ini merupakan
teknologi untuk memproduksi olefin dengan bahan baku berupa methanol.
Methanol ini dapat dikonversi menjadi olefin seperti ethylene, propylene, dan juga
py-gas. Olefin inilah yang akan direaksikan lebih lanjut untuk memproduksi
polyolefins.
MTO Process
Gambar 3. Diagram alir umum Industri Olefin dari hulu ke hilir.
Saat ini, beberapa perusahaan di China yang menggunakan teknologi MTO
dalam memproduksi Olefin, diantaranya terdapat 4 perusahaan besar yaitu Wison
(Nanjing) Clean Energy Company, Ltd yang terletak di Jiangsu, Jiutai Energy
(Zhungeer) Company, Ltd yang terletak di Ordos, Shandong yangmei hengtong
Chemicals Company, Ltd yang terletak di Shandong, serta Jiangsu-Sailboat yang
terletak di Lianyungang, Jiangsu.
Olefin yang dihasilkan dari proses MTO memiliki kualitas yang tinggi yang
sesuai dengan persyaratan produk polimer, dan dapat menghemat konsumsi energi
dan biaya serta menghasilkan yield ethylene dan propylene yang tinggi berkisar
>89%. Biaya dari bahan baku serta biaya produksi yang dibutuhkan tidak sebesar
dalam proses cracking naphta karena ketersediaan bahan baku yang masih
berlimpah dengan harga yang tidak terlalu tinggi dibandingkan naphta. Selain itu,
proses MTO ini menggunakan suhu operasi yang tidak terlalu tinggi berkisar
300oC-400oC, sehingga biaya produksi dan konsumsi energi tidak terlalu besar.
Penggunaan teknologi MTO ini diharapkan tetap dapat memenuhi kebutuhan
Natural gas or Coal
Methanol OlefinsPlastics, other end products
ethylene dan propylene di Indonesia dengan konsumsi biaya dan energi yang lebih
ekonomis.
1.2 Penetapan Kapasitas Produksi
Ada beberapa pertimbangan dalam pemilihan kapasitas pabrik MTO.
Penentuan kapasitas pabrik dengan pertimbangan–pertimbangan sebagai berikut :
1. Kebutuhan dan kapasitas produksi olefin, khususnya ethylene dan
propylene dalam negeri.
Inaplas (Asosiasi Industri Olefin dan Plastik Indonesia) memprediksi
kebutuhan ethylene di Indonesia akan meningkat menjadi 1,4 juta ton pada tahun
2017. Sedangkan kapasitas produksi di Indonesia saat ini, masih berada di kisaran
angka 600.000 ton per tahun. Untuk memenuhi kebutuhan olefin, maka
dibutuhkan tambahan kilang ethylene di Indonesia sebesar 1 juta ton tiap tahun.
Dengan penambahan kilang maka kapasitas produksi ethylene di dalam negeri
bisa mencapai 1,6 juta ton dalam lima tahun ke depan. Selain itu, kebutuhan
propylene yang merupakan bahan baku pembuatan plastik pada 2017 diprediksi
akan mencapai 1,16 juta ton. Saat ini kapasitas propylene yang ada di dalam
negeri baru mencapai 540.000 ton per tahun (www.kemenperin.go.id).
PT Chandra Asri Petrochemical, Tbk yang merupakan satu-satunya
perusahaan yang memproduksi olefin dari cracker naphta berencana untuk
melakukan ekspansi yang didorong oleh minimnya produksi ethylene di
Indonesia. Kapasitas produksi yang baru berupa 820.000 ton/tahun ethylene serta
440.000 ton/tahun propylene, diharapkan dapat beroperasi pada tahun 2015.
Proyek ekspansi ini dipersiapkan untuk membantu memenuhi kebutuhan olefin di
Indonesia.
Kebutuhan olefin di masa mendatang yang tidak terpenuhi, akan dilakukan
pengimporan dari luar. Berdasarkan data yang diperoleh dari Biro Pusat Statistik,
proyeksi kebutuhan olefin yang berupa ethylene, dan propylene diperkirakan akan
semakin meningkat. Hal ini ditunjukkan dari Tabel data impor, ekspor dan
kapasitas produksi berikut ini :
Tabel 1. Data kebutuhan ethylene di Indonesia periode 2010-2013
Tahunkapasitas produksi,
kton/tahun
kapasitas impor,
kton/tahun
kapasitas ekspor,
kton/tahun
Kebutuhan, kton/tahun
2010 600 589,5287 0,000004 1189,532011 600 674,5945 15,85554 1258,742012 600 716,5849 13,40724 1303,182013 600 628,2783 11,68010 1216,59
(Sumber : Badan Pusat Statistik, 2015)
Tabel 2. Data kebutuhan propylene di Indonesia periode 2010-2013
Tahunkapasitas produksi,
kton/tahun
kapasitas impor,
kton/tahun
kapasitas ekspor,
kton/tahun
Kebutuhan, kton/tahun
2010 540 224,9449 84,43453 680,512011 540 233,9368 41,14858 732,792012 540 292,3828 35,41529 796,972013 540 185,5579 5,678 719,88
(Sumber : Badan Pusat Statistik, 2015)
Analisa secara metode grafis untuk memperkirakan kapasitas produksi
olefin adalah sebagai berikut:
Metode Grafik
Analisa penentuan kapasitas impor dari olefin dapat dilakukan dengan
menggunakan metode grafik, dimana data impor yang telah diperoleh diplot
kedalam grafik sebagai nilai Y dan tahun sebagai nilai X, akan diperoleh
persamaan yang akan digunakan untuk menentukan kapasitas produksi. Berikut
grafik dan persamaan dari data kebutuhan yang telah diperoleh :
a. Perkembangan kebutuhan ethylene di Indonesia
2009 2010 2011 2012 2013 20141100
1150
1200
1250
1300
1350
f(x) = 12.564741 x − 24031.965593
tahun
kebu
tuha
n,
kton
/tah
un
Gambar 4. Proyeksi kebutuhan ethylene periode 2010-2013.
Persamaan linier yang didapat dari grafik proyeksi kebutuhan ethylene yaitu
y= 12,56x – 24032. Dengan menggunakan persamaan, akan diperoleh proyeksi
kebutuhan ethylene untuk beberapa tahun yang akan datang. Hasil proyeksi
kebutuhan ethylene hingga tahun 2020 dapat dilihat pada Tabel berikut.
Tabel 3. Proyeksi kebutuhan ethylene periode 2014-2020 dengan metode grafik
Tahun kebutuhan ethylene, kton
2014 1263,84
2015 1276,42016 1288,962017 1301,52
2018 1314,08
2019 1326,64
2020 1339,2
b. Perkembangan kebutuhan propylene di Indonesia
2009 2010 2011 2012 2013 2014600
650
700
750
800
850
f(x) = 18.2287748999999 x − 35934.6441655998
tahun
kebu
tuha
n,kt
on/t
ahun
Gambar 5. Proyeksi kebutuhan propylene periode 2010-2013
Persamaan linier yang didapat dari grafik proyeksi kebutuhan propylene
yaitu y = 18,22x - 35935. Dengan menggunakan persamaan, akan diperoleh
proyeksi kebutuhan propylene untuk beberapa tahun yang akan datang. Hasil
proyeksi kebutuhan propylene hingga tahun 2020 dapat dilihat pada Tabel berikut.
Tabel 4. Proyeksi kebutuhan propylene periode 2014-2020 dengan metode grafik
Tahun total kapasitas produksi kton/tahun
2014 760,08
2015 778,3
2016 796,52
2017 814,74
2018 832,96
2019 851,18
2020 869,4
Metode Least Square
Pada metode least square persamaan yang digunakan sama seperti regresi
linier pada metode grafik, yaitu: y= ax + b
a. Perkembangan Kebutuhan Ethylene
Tabel 5. Data perhitungan proyeksi kebutuhan ethylene
dengan metode Least Square
No Tahun (x) Berat (y) x.y x2 y2
1 2010 1189,52872 2390953 4040100 14149792 2011 1258,739 2531324 4044121 15844243 2012 1303,17771 2621994 4048144 16982724 2013 1216,59829 2449012 4052169 1480111
total 8046 4968,04371 9993283
16184534 6177786
A=∑ y .∑ x−n∑ x . y
∑ x .∑ x−n∑ x2
A=( 4968,04371 x 8046 )−(4 x 9993283 )
(8046 x 8046 )−(4 x 16184534 )=12,56
B=∑ y−A∑ x
n
B=4968,04371−(12,56 x8046 )
4=−24032
Maka diperoleh persamaan sebagai berikut:
Y=AX+B
Y=12,56 x−24032
Berdasarkan persamaan tersebut, diperoleh proyeksi kebutuhan ethylene
untuk 7 tahun yang akan datang yaitu :
Tabel 6. Proyeksi kebutuhan ethylene menggunakan Least Square
Tahun kebutuhan ethylene, kton
2014 1263,84
2015 1276,42016 1288,962017 1301,52
2018 1314,08
2019 1326,64
2020 1339,2
b. Perkembangan Kebutuhan Propylene
Tabel 7. Data Perhitungan proyeksi kebutuhan propylene
dengan metode Least Square
No Tahun (x) Berat (y) x.y x2 y2
1 2010 680,510461 1367826 4040100 463094,52 2011 732,788254 1473637 4044121 536978,63 2012 796,967509 1603499 4048144 635157,24 2013 719,879959 1449118 4052169 518227,2
total 8046 2930,14618 5894080 16184534 2153457
A=∑ y .∑ x−n∑ x . y
∑ x .∑ x−n∑ x2
A=(2930,14618 x 8046 )− (4 x5894080,19 )
(8046 x 8046 )−( 4 x16184534 )=18,22
B=∑ y−A∑ x
n
B=2930,14618− (18,23 x 8046 )
4=−35934,6
Maka diperoleh persamaan sebagai berikut:
Y=AX+B
Y=18,22 x−35934,6
Berdasarkan persamaan tersebut, diperoleh proyeksi kebutuhan propylene
untuk 7 tahun yang akan datang yaitu :
Tabel 8. Proyeksi kebutuhan propylene menggunakan Least Square
Tahun total kapasitas produksi kton/tahun
2014 760,48
2015 778,7
2016 796,92
2017 815,14
2018 833,36
2019 851,58
2020 869,8
Berdasarkan metode grafik dan least square diperoleh proyeksi jumlah
kebutuhan olefin pada tahun 2020 yang sama yaitu, ethylene sebesar 1.339.200
ton/tahun, dan propylene sebesar 869.800 ton/tahun.
2. Ketersediaan Bahan Baku
Untuk menjamin kontinuitas produksi pabrik, bahan baku harus
mendapatkan perhatian yang serius dengan tersedia secara periodik dalam jumlah
yang cukup. Bahan baku yang digunakan dalam pembuatan Olefin adalah
methanol yang diperoleh dari Brunei Methanol Company, Sdn,.Bhd dengan
kapasitas 850.000 ton/tahun serta PT Kaltim Methanol Indonesia dengan kapasitas
660.000 ton/tahun yang berlokasi di Kalimantan Timur.
3. Kapasitas Pabrik yang Sudah Ada
Beberapa perusahaan yang menggunakan teknologi MTO dalam
memproduksi Olefin, yaitu :
Tabel 9. Data kapasitas produksi olefin dari beberapa perusahaan.
PerusahaanKapasitas
Produksi OlefinKETERANGAN
Wison (Nanjing) Clean Energy Company, Ltd
295.000 ton/tahun135.000 ton/tahun ethylene
160.000 ton/tahun propyleneJiutai Energy
(Zhungeer) Company, Ltd
600.000 ton/tahun300.000 ton/tahun ethylene
300.000 ton/tahun propylene
Shandong Yangmei Hengtong Chemicals
Company, Ltd300.000 ton/tahun
120.000 ton/tahun ethylene180.000 ton/tahun propylene
Jiangsu-Sailboat 833.000 ton/tahun300.000 ton/tahun ethylene
300.000 ton/tahun propyleneSinopec Zhongyuan
Petrochemical300.000 ton/tahun
200.000 ton/tahun ethylene100.000 ton/tahun propylene
Shenhua Baotou 600.000 ton/tahun300.000 ton/tahun ethylene
300.000 ton/tahun propylene
Dari data di atas, perkiraan kebutuhan olefin yang berupa ethylene dan
propylene pada tahun 2020 adalah 2,2 juta ton olefin dengan perkiraan produksi
ethylene yang sudah ada pada tahun tersebut hanya mencapai 820.000 ton ethylene
dan 660.000 ton propylene. Selain itu, data kapasitas minimum pabrik MTO yang
sudah beroperasi adalah 295.000 ton/tahun. Karena pertimbangan dari data-data
tersebut, maka ditentukan kapasitas perancangan sebesar 300.000 ton/tahun olefin.
Kapasitas perancangan ini dimaksudkan untuk memenuhi setidaknya 13,6 %
kebutuhan olefin di Indonesia.
1.3 Bahan Baku dan Produk
1.3.1 Bahan Baku
Adapun bahan baku yang dibutuhkan dalam proses pembuatan olefin dari
methanol (Methanol to Olefin) sebagai berikut :
a. Methanol
Methanol merupakan salah satu bahan baku utama yang dapat
digunakan dalam proses pembuatan olefin. Berikut ini adalah spesifikasi
methanol yang digunakan :
Tabel 10. Spesifikasi Methanol
No Physical Properties Value
1. Phase Liquid
2. Color Colorless
3. Molecul Weight (gr/mol) 34,04
4. Odor Slight alcohol
5. Specific Gravity (air=1,0) 0,792
6. Boiling Point (oC) 64,7
7. Surface Tension at 25oC (mN/m) 97
8. Flash Point (oC) 11
9. Vapor pressure at 25oC, (Kpa) 16,96
10
.
Density at 25oC, g/ml 0,7866
11
.Specific heat of liquid at 25oC (J/gr.K) 2533
(Sumber : Kirk Othmer, 1981)
b. Katalis
Katalis yang digunakan dalam proses pembuatan olefin dari methanol
adalah SAPO-34 yang memiliki karakteristik sebagai berikut:
Tabel 11. Spesifikasi SAPO-34
No
.
Physical Properties Value
1. Appearance White powder
2. Odor Odorless
3. Color Tan
4. SiO2 (%) ~10
5. Al2O2 (%) ~42
6. Volume Pori (cm3/g) ≥0,27
(Sumber: MSDS Advanced Chemicals Supplier Material)
1.3.2 Produk
Produk yang dihasilkan adalah olefin. Olefin inilah yang selanjutnya
dipisahkan agar didapat ethylene, propylene, dan higher olefin.
a. Ethylene (C2H4)
Tabel 12. spesifikasi Ethylene
No Physical Properties Value
1. Phase Gas
2. Color Colorless
2. Molecul Weight (gr/mol) 28,0536
3. Odor Slightly sweet odor
4. Freezing point (oC) -169,15
5. Boiling Point (oC) -103,71
6. Surface Tension of liquid (mN/m) 16,4
7. Viscosity of Liquid (mPa.s ) 0,161
9. Density of Liquid, mol/L 20,20
10
.
Specific heat of liquid at 25oC (J/mol.K) 67,4
(Sumber : Kirk Othmer, 1981)
b. Propylene (C3H6)
Tabel 13. spesifikasi Propylene
No Physical Properties Value
1. Phase Gas
2. Color Colorless
2. Molecul Weight (gr/mol) 42
3. Odor Sweetish
4. Boiling Point at 760 mmHg (oC) -47,6
5. Melting Point (oC) -185,2
6. Flash Point (oF) -107,8
7. Vapor Pressure at 25oC, (kPa) 1020
8. Density, g/ml 0,612
(Sumber : Propylene safety data sheet Praxair)
1.4 Lokasi
Lokasi merupakan salah satu hal yang sangat penting dalam mendirikan dan
merancang sebuah pabrik. Hal ini yang merupakan salah satu masalah pokok
dalam menentukan keberhasilan dari pabrik, terutama yang berada pada aspek
ekonomi pabrik yang akan didirikan. Penempatan pabrik yang akan didirikan
harus mencakup penentuan kelangsungan produksi dan laba. Selain itu lokasi
yang akan dipilih harus dapat memberikan adanya kemungkinan perluasan areal
pabrik serta memberikan keuntungan pada jangka panjang.
Beberapa faktor yang harus dipertimbangkan dalam pemilihan lokasi secara
teknis dan ekonomis pada pabrik yang akan didirikan akan memberikan
keuntungan antara lain ketersediaan sumber bahan baku, pemasaran produk,
ketersediaan listrik, ketersediaan air, jenis tranportasi dalam pemasaran produk
maupun transportasi bahan baku, ketersediaan tenaga kerja, keadaan masyarakat
dan karakterisitik lokasi dari pabrik yang akan didirikan.
Setelah mempelajari dan menimbang beberapa faktor yang mempengaruhi
pemilihan lokasi pabrik, maka ditetapkan lokasi pabrik methanol to olefin
didirikan di kawasan industri Bontang, komplek pupuk kaltim, Kalimantan Timur
dengan alasan sebagai berikut:
1. Bahan Baku
Bahan baku methanol yang diperlukan berasal dari Brunei Methanol Company
Sdn. Bhd di Sungai Liang Industrial Park (SPARK) Kg. Sungai Liang Daerah
Belait KC1135 Negara Brunei Darussalam dengan kapasitas 850.000 ton/tahun
yang merupakan penghasil methanol yang cukup besar. Selain itu terdapat
penghasil methanol terbesar di Indonesia yaitu PT Kaltim Methanol Indonesia
dengan kapasitas produksi 660.000 ton/tahun yang bertempatan di Kalimantan
Timur. Kapasitas pabrik methanol to olefin yang kami buat sebesar 300.000
ton/tahun, maka Brunei Methanol Company Sdn. Bhd dan PT Kaltim Methanol
Indonesia dapat memenuhi kebutuhan bahan baku methanol kami.
2. Pemasaran
Pemasaran produk ethylene dan propylene untuk memenuhi kebutuhan dalam
negeri yang tersebar di daerah Jawa, Sumatera, Kalimantan, dan daerah lain di
Indonesia. Untuk pemasaran produk perlu diperhatikan letak pabrik dengan pasar
yang membutuhkan produk tersebut guna menekan biaya pendistribusian ke
lokasi pasar dan waktu pengiriman. Produk ethylene dan propylene ini ditujukan
terutama untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri. Pabrik yang memanfaatkan
produk ethylene dan propylene sebagai bahan bakunya kebanyakan berada di
Propinsi Banten dan Jawa. Produk yang berupa ethylene dan propylene akan
diutamakan kepada PT Asahimas Chemical yang berada di Cilegon. Selain itu
dipasarkan kepada pabrik polimer lain dan minyak pelumas, dan sebagian lagi
untuk memenuhi kebutuhan impor dalam negeri.
3. Utillitas
Utilitas yang dibutuhkan adalah keperluan tenaga listrik, air dan bahan bakar.
Kebutuhan tenaga listrik didapat dari PLTU setempat dan dari generator
pembangkit yang dibangun sendiri. Kebutuhan air dapat diambil dari PAM
setempat, sedangkan kebutuhan bahan bakar dapat diperoleh dari Pertamina dan
distributornya sebagai pemasok bahan bakar solar.
4. Tenaga Kerja
Tenaga kerja di Bontang, Kalimatan Timur yang dibutuhkan banyak tersedia
baik tenaga kerja menengah dan buruh, namun untuk tenaga ahli dapat
didatangkan dari pulau jawa. Sehingga kebutuhan tenaga kerja dianggap mudah
untuk dicukupi. Tenaga ahli juga dapat didatangkan dari luar negeri jika
diperlukan.
5. Sarana Transportasi
Pengangkutan bahan baku menuju lokasi cukup mudah mengingat fasilitas
pelabuhan yang dimiliki komplek industri Bontang dekat dengan pesisir pantai
dan dekat dengan jalan raya sehingga akses pengiriman bahan baku dan produk
dapat mudah.
a. Faktor Sekunder
1. Limbah Buangan Pabrik
Gas buangan pabrik dibuang dengan cara dibakar terlebih dahulu (flare)
karena masih mengandung sisa reaktan berupa karbon monoksida yang berbahaya
bagi manusia dan lingkungan. Air pendingin yang telah dipakai didinginkan
kembali melalui cooling tower dengan melalui pretreatment terlebih dahulu.
Sedangkan limbah cair yang mengandung bahan kimia yang berasal dari proses
terlebih dahulu masuk kedalam waste water treatment sebelum dialirkan ke
saluran pembuangan.
2. Kebijakan Pemerintah
Sesuai dengan kebijaksanaan pengembangan industri, Pemerintah telah
menetapkan daerah Bontang, Kalimantan Timur sebagai kawasan industri yang
terbuka bagi investor asing. Pemerintah sebagai fasilitator telah memberikan
kemudahan-kemudahan dalam perizinan, pajak dan hal-hal lain yang menyangkut
teknis pelaksanaan pendirian suatu pabrik.
3. Tanah dan Iklim
Penentuan suatu kawasan industri terkait dengan masalah tanah yaitu tidak
rawan terhadap bahaya tanah longsor, gempa maupun banjir. Jadi, pemilihan
lokasi pabrik di kawasan industri Bontang, Kalimantan Timur sudah tepat,
walaupun masih diperlukan kajian lebih lanjut tentang masalah tanah sebelum
pabrik didirikan. Kondisi iklim di Bontang, Kalimantan Timur seperti iklim di
Indonesia pada umumnya dan tidak membawa pengaruh yang besar terhadap
jalannya proses produksi.
4. Keadaan Masyarakat
Masyarakat di daerah industri akan terbiasa untuk menerima kehadiran suatu
pabrik di daerahnya, selain itu masyarakat juga akan dapat mengambil keuntungan
dengan pendirian pabrik ini, antara lain dengan adanya lapangan kerja yang baru
maupun membuka usaha kecil di sekitar lokasi pabrik.
Gambar 6. Peta lokasi rencana pembangunan pabrik
Gambar 7. Peta lokasi Bontang dan sekitarnya
Gambar 8. Lokasi pembangunan pabrik
1.5 Pemilihan Proses
Terdapat tiga licenser yang mengembangkan teknologi methanol to olefins
(MTO) di dunia, diantaranya Dalian Institute of Chemical Physics (DICP), UOP
and INEOS Group, dan Sinopec Corp.
1. Dalian Institute of Chemical Physics (DICP)
Dalian Institute of Chemical Physics (DICP) bekerjasama dengan SYN
Energy Technology Co, Ltd (SYN) dan Luoyang Engineering Corporation,
Sinopec (LPEC) mengkomersialkan teknologi DMTO dan mulai lisensi pada
tahun 2008. Pada tahun 2010 perusahaan di china, Shenhua group
mengkomersialkan teknologi MTO yang menggunakan teknologi DMTO dengan
kapasitas produksi 600 KTA yang berlokasi di Baotou, China. Berikut ini diagram
alir proses DMTO :
Gambar 9. Proses DMTO
2. UOP dan INEOS Group
Proses MTO lainnya dikembangkan oleh UOP dan INEOS Group dengan
Teknologi bernama UOP/Hydro MTO. Peningkatan selektivitas ethylene dan
propylene dicapai dengan menggabungkan proses MTO dengan proses craking
olefins (OCP) yang dikembangkan bersama dengan Total Petrochemical. Saat ini,
terdapat empat perusahaan besar seperti yang telah disebutkan sebelumnya, yang
menggunakan Teknologi UOP/Hydro MTO dalam memproduksi Olefin.
Berikut ini adalah diagram alir proses teknologi UOP/Hydro MTO yang
terintegrasi dengan Olefin Cracking Process (OCP) yang dikembangkan oleh
Total Petrochemical :
Gambar 10. Proses UOP/Hydro MTO
3. Sinopec Corp.
Sinopec methanol to olefins (S-MTO), proses ini dikembangkan oleh
perusahaan Shanghai Research Institute of Petrochemical Technology (SRIPT)
dan unit uji industri yang dibangun di Yanshan Petrochemical, anak perusahaan
dari Sinopec. Pada april 2010, upacara peresmian proyek S-MTO dengan
kapasitas 600 KTA yang dimiliki oleh Zhongyuan Petrochemical, anak
perusahaan dari Sinopec sebagai simbol dari aplikasi komersial pertama dari
proses S-MTO. Berikut ini adalah Gambar proses Sinopec methanol to olefins
(S-MTO) :
Gambar 11. Proses Sinopec methanol to olefins (S-MTO)
Berikut ini akan dijelaskan perbedaan dari ketiga lisensi tersebut pada
Tabel 14.
Tabel 14. Perbedaan Teknologi MTO dari keempat lisensi
Perusahaan DICP/SYN/LPECUOP dan INEOS
Sinopec
Nama Teknologi DMTOUOP/Hydro
MTOSMTO
Temperatur
Operasi (oC)400-500 343-537
Tekanan Operasi
(psig)14,5-43,5 15-45
Konversi 99,97 % 99,8 % Nearly 100%
Yield 85,6 % 89 % 85-87%
Selektivitas 80% 96% 81 %
Rasio E/P : 1,1 P/E : 1,25-1,8 E/P : 0,6-1,3
Jumlah Unit 18 3 4
Kapasitas Olefin
(juta ton/tahun)10,06 1,20 2,00
Dari ketiga teknologi, teknologi UOP dan INEOS yang akan dipilih dalam
proses pembuatan pabrik MTO ini, dengan pertimbangan sebagai berikut :
1. Kapasitas produksi pabrik MTO yaitu 300.000 ton/tahun dan dengan
penggunaan teknologi UOP yang berkapasitas lebih rendah yaitu
1.200.000 ton/tahun.
2. Mendapatkan yield propylene dan ethylene yang besar dengan produk
samping yang sedikit.
3. Konsumsi katalis yang rendah.
4. Pemakaian energi yang sedikit.
5. Temperatur operasi reaktor yang tidak terlalu tinggi berkisar antara 343 oC
– 537 oC.
6. Tekanan operasi reaktor yang rendah antara 15 – 45 psig.
Berikut ini diagram blok proses pembuatan olefin dari methanol dengan
menggunakan teknologi UOP-INEOS :
Gambar 12. diagram blok proses MTO
Methanol sebagai umpan utama berupa liquid methanol harus dipanaskan
terlebih dahulu sebelum masuk kedalam reaktor sehingga terjadi perubahan fasa
methanol
Fluidized bed catalytic reactor
Catalyst regenerator
Quench tower
CO2
removal dryer De-ethanizer
C2 splitter
CO2ethane
ethylene ethanebutane
Other heavier hydrocarbons
propanepropylene
methanepropane De-methanizerDe-propanizer
De-butanizer C3 splitter
Lighter HCHeavier HC
menjadi fasa uap. Reaktor yang digunakan pada proses MTO adalah Fluidized bed
catalytic reactor dengan kondisi operasi tempratur 350 oC dan tekanan 14 psig.
Reaktor juga dilengkapi dengan regenerator katalis dan aliran recycle dari
reaktor. Spent Catalyst dirotasi ke regenerator katalis untuk dihilangkan coke yang
terakumulasi di katalis dengan menggunakan udara panas. Katalis yang telah
diregenerasi kemudian dikembalikan kembali kedalam reaktor. Keluaran reaktor
adalah berupa campuran ethylene, propylene, methanol, air, karbon dioksida,
hidrogen dan hidrokarbon lainnya seperti ethane, propane, butane, rantai karbon
berat lainnya. Olefin gas serta Air dan methanol yang tidak bereaksi didinginkan
menggunakan kondensor pada unit quench tower, kondensat air dan methanol
dikembalikan kedalam reaktor untuk proses sintesis olefin kembali, sedangkan
hasil keluaran reaktor lainnya diproses lebih lanjut untuk dihilangkan kandungan
karbon dioksida pada unit CO2 removal dan dryer. Setelah itu, di kompresi pada
tekanan tinggi hingga berubah fase menjadi cair untuk tujuan pemisahan lebih
lanjut menggunakan distilasi. Pada awal pemisahan, keluaran reaktor (campuran
ethylene, propylene, methane, propane, butane dan hidrokarbon lainnya)
dilewatkan melalui serangkaian unit pemisahan seperti de-ethanizer, de-
methanizer dan de-propanizer.
De-ethanizer berfungsi untuk memisahkan C2 dari C3 dan hidrokarbon yang
lebih berat lainnya. Keluaran de-ethanizer terbagi menjadi dua aliran. Aliran
pertama hidrokarbon ringan yang mengandung campuran ethylene, methane dan
sejumlah kecil ethane yang masih terbawa, sedangkan aliran kedua hidrokarbon
berat yang mengandung campuran propylene, propane, butane dan hidrokarbon
berat lainnya. Kedua aliran akan diproses secara terpisah untuk mendapatkan
produk yang berbeda yaitu ethylene dan propylene.
Aliran hidrokarbon ringan dimasukan kedalam de-methanizer.
De-methanizer berfungsi untuk memisahkan C1 dari C2. Hasil keluaran bawah
berupa ethylene dan ethane diumpankan kedalam C2 splitter untuk memisahkan
kedua produk dengan menggunakan distilasi sehingga didapat produk ethylene.
Aliran hidrokarbon berat dari deethanizer akan dilanjutkan ke depropanizer.
Depropanizer berfungsi untuk memisahkan C3 dari hidrokarbon yang lebih berat.
Keluaran de-propanizer terbagi menjadi dua. Produk atas berupa campuran
propilen dan sejumlah kecil propane yang masih terbawa dan akan dimasukan
kedalam C3 splitter. C3 splitter digunakan untuk memisahkan kedua produk
(propylene dan propane) dengan menggunakan distilasi sehingga didapatkan
propylene. Produk bawah depropanizer berupa campuran butane dan hidrokarbon
berat lainnya di umpankan kedalam de-butanizer. De-butanizer berfungsi untuk
memisahkan C4 dari hidrokarbon berat lainnya.