bab i
DESCRIPTION
sosiologi budayaTRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Tuntutan kebutuhan masyarakat akan pelayanan kesehatan pada abad ke-
21 termasuk tuntutan terhadap asuhan keperawatan yang berkualitas akan semakin
besar. Dengan adanya globalisasi, dimana perpindahan penduduk antar Negara
(imigrasi) dimungkinkan,menyebabkan adanya pergeseran terhadap tuntutan
asuhan keperawatan.Keperawatan sebagai profesi memiliki landasan body of
knowledge yang kuat, yang dapat dikembangkan serta dapat diaplikasikan dalam
praktek keperawatan. Perkembangan teori keperawatan terbagi menjadi 4 level
perkembanganya itu metha theory, grand theory, midle range theory dan practice
theory.
Salah satu teori yang diungkapkan pada midle range theory adalah
Transcultural Nursing Theory. Teori ini berasal dari disiplin ilmu antropologi dan
dikembangkan dalam konteks keperawatan.Teori ini menjabarkan konsep
keperawatan yang didasari oleh pemahaman tentang adanya perbedaan nilai-nilai
kultural yang melekat dalam masyarakat. Leininger beranggapan bahwa sangatlah
penting memperhatikan keanekaragaman budaya dan nilai-nilai dalam penerapan
asuhan keperawatan kepada klien. Bila hal tersebut diabaikan oleh perawat,akan
mengakibatkan terjadinya cultural shock.
Cultural shock akan dialami oleh klien pada suatu kondisi dimana perawat
tidak mampu beradaptasi dengan perbedaan nilai budaya dan kepercayaan.Hal ini
dapat menyebabkan munculnya rasa ketidak nyamanan, ketidak berdayaan dan
beberapa mengalami disorientasi.Salah satu contoh yang sering ditemukan adalah
ketika klien sedang mengalami nyeri. Pada beberapa daerah atau Negara
diperbolehkan seseorang untuk mengungkapkan rasa nyerinya dengan berteriak
atau menangis. Tetapi karena perawat memiliki kebiasaan bila merasa
nyerihanyadengan meringis pelan, bila berteriak atau menangis akan dianggap
tidak sopan,maka ketika ia mendapati klien tersebut menangi satau berteriak,
maka perawat akan memintanya untuk bersuara pelan-pelan, atau memintanya
berdoa atau malah memarahi pasien karena dianggap telah mengganggu pasien
1
lainnya. Kebutuhan budaya yang dialami oleh perawat ini akan berakibat pada
penurunan kualitas pelayanan keperawatan yang diberikan.Oleh karena itu,
sebagai perawat professional kita harus mempunyai pengetahuan tentang
kebudayaan di berbagai Negara. Bisa saja suatu saat kita memperoleh pasien yang
berasal dari luar negeri..Tentu saja kebudayaan mereka sangat berbeda. Kita
sebagai perawat harus berusaha menyesuaikan asuhan keperawatan yang akan kita
terapkan dengan kebudayaan mereka. Sehingga bias mencapai tujuan yang
diinginkan.
1.2 Rumusan Masalah
1. apakah sosiologi itu?
2. bagaimana aspek social budaya yang mempengaruhi status kesehatan dan
perilaku kesehatan?
3. Bagaimana perawat menerapkan teori social budaya dalam asuhan
keperawatan?
1.3 Tujuan
1. menjelaskan arti sosiologi
2. menjelaskan aspek social budaya yang mempengaruhi status kesehatan dan
perilaku kesehatan
3. Mengetahui penerapan teori social budaya dalam asuhan kepearawatan.
1.4 Sistematika penulisan
1. BAB I Pendahuluan
2. BAB II Pembahasan
3. BAB III Penutup
2
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Sosiologi
Aguste Comtee yang hidup pada tahun 1798-1857 dari Prancis,
menggabungkan dua kata dari bahasa yang berlainan yaitu:
1. Socius dari bahasa latin yang berarti teman
2. Logos dari bahasa yunani yang berarti ilmu
Jadi dapat dianggap sosiologisebagai study tentang masyarakat sehingga
sosiologi adalah ilmu pengetahuan tentang perkawanan dan dalam arti luas
adalah ilmu pengetahuan tentang masyarakat.
Definisi II Sosiologi
1. Roucek dan Warren
Sosiologi adalah ilmu yang mempelajari antara maqnusia dengan dengan
kelompok
2. Mayor Polak
Sosiologi adalah ilmu pengetahuan yang mempelajari masyarakat sebagai
keseluruhan yaitu hubungan antar manusia, manusia dengan kelompok,
kelomok dengan kelompok baik kelompok formal maupun kelompok material
3. Kingsley Davis
Sosiologi adalah suatu pelajaran khusus yang ditunjukan kepada cara-cara
masyarakat untuk mencaai kesatuan, perkembangan dan perubahan tertentu.
Sifat Hakikat sosiologi
a) Sosiologi adalah ilmu social
b) Sosiologi bukan merupakan disiplin ilu yang normative,
melainkandisiplin ilmu yang ketegoris
c) Sosiologi merupakan ilmu pengetahuan yang murni
3
d) Sosiologi bertujuan untuk menghasilkan pola-pola umum serta
mencuri prinsip-prinsip dan hokum-hukum umum dari
interaksimanusia, sifat, hakikat, bentuk, isi dan struktur masyarakat
manusia
e) Sosiologi merupakan ilmu pengetahuan yang umum
f) Sosiologi merupakan ilmu pengetahuan yang empiris dan rasional
Sifat- sifat sosiologi sebagai Ilmu Pengetahuan
1) Sosiologi bersifat empiris
2) Sosiologi bersifat teoritis
3) Sosiologi bersifat komilatif
4) Sosiologi bersifat monetis
2.2 Aspek social budaya yang mempengaruhi status kesehatan dan
perilaku kesehatan
a. Perilaku sadar yang menguntungkan kesehatan.
Mencakup perilaku perilaku yang secara sadar oleh seseorang yang
berdampak menguntungkan kesehatan. Golongan perilaku ini langsung
berhubungan dengan kegiatan-kegiatan pencegahan penyakit serta penyembuhan
dari penyakit yang dijalankan dengan sengaja atas dasar pengetahuan dan
kepercayaan bagi diri yang bersangkutan, atau orang-orang lain, atau suatu
kelompok sosial. Sehubungan dengan ini, kebutuhan-kebutuhan pelayanan dan
perawatan medis dipenuhi melalui fasilitas- fasilitas yang tersediayang mencakup;
(1) sistem perawatan rumah tangga, (2) sistem perawatan tradisional yang
diberikan oleh Prametra (pemraktek atau praktisi medis tradisional), dan (3)
sistem perawatan formal (biomedis atau kedokteran).
b. Perilaku sadar yang merugikan kesehatan
Perilaku sadar yang dijalankan secara sadar atau diketahui tetapi tidak
menguntungkan kesehatan terdapat pula di kalangan orang berpendidikan atau
profesional, atau secara umum pada masyarakat-masyarakat yang sudah maju.
4
Kebiasaan merokok (termasuk kalangan ibu hamil), pengabaian pola makanan
sehat sesuai dengan kondisi biomedis, ketidakteraturan dalam pemeriksanaan
kondisi kehamilan, alkoholisme, pencemaran lingkungan, suisida, infantisida,
pengguguran kandungan, perkelahian, peperangan dan sebagainya.
c. Perilaku tidak sadar yang merugikan kesehatan
Golongan masalah ini paling banyak dipelajari, terutama karena
penanggulangannya merupakan salah satu tujuan utama berbagai program
pembangunan kesehatan masyarakat, misalnya pencegahan penyakit dan promosi
kesehatan kalangan pasangan usia subur, pada ibu hamil, dan anak-anak Balita
pada berbagai masyarakat pedesaan dan lapisan sosial bawah di kota-kota.
d. Perilaku tidak tidak sadar yang menguntungkan kesehatan.
Golongan perilaku ini menunjukkan bahwa tanpa dasar pengetahuan
manfaat biomedis umum yang terkait, seseorang atau sekelompok orang dapat
menjalankan kegiatan-kegiatan tertentu yang secara langsung atau tidak langsung
memberi dampak positif terhadap derajat kesehatan mereka.
Dalam berbagai model penyakit, faktor sosial berperan menghasilkan unsur
penyebab peyakit atau memperbesar peluang orang untuk kontak dengan kuman
(agen) penyakit.
a. Faktor sosial dapat mempengaruhi konsumsi alkohol, kebiasaan merokok
dan perilaku seksual. Namun faktor sosial tersebut tidak berperan dalam
etiologi penyakit karena timbulnya penyakit pada seseorang ada
mekanismenya tersendiri.
b. Stres atau ketegangan sosial mengakibatkan reaksi tubuh tidak dapat
menyesuaikan sehingga menimbulkan penyakit.
c. Bagi orang yang berpendidikan rendah maka peningkatan penghasilan
bekaitan dengan kemungkinan menderita rematik arthritis. Akan tetapi
angka rematik lebih tinggi pada mereka yang berpenghasilan rendah di
antara mereka yang berpendidikan tinggi (King dan Cobb,1958:474)
5
d. Status perkawinan memberi penjelasan tentang angka kematian. Tingginya
angka bunuh diri pada bujangan , janda dan duda dibandingkan dengan
orang yang sedang menikah menunjukkan bahwa mereka lebih rawan
untuk melakukan perbuatan tersebut, dan bila angka bunuh diri pada kedua
kelompok jenis kelamin dijadikan standar maka pria bujangan atau duda
lebih rawan dibandingkan dengan para gadis dan janda
(Durkheim,1952:197-198)
e. Status sosial ekonomi merupakan ukuran yang penting. Dengan melihat
pekerjaan orang tua maka proporsi orang yang mendapat gangguan jiwa
mulai dari status teringgi hingga terendah adalah 17,5%; 16,4%; 20,9%;
24,5%; 29,4% dan 32,7% (Srolle dkk.,1962)
Disintegrasi sosial memiliki 10 indikator yaitu: kesulitan ekonomi, kekacauan
budaya, sekularisasi, lemahnya asosiasi, lemahnya kepemimpinan, sedikitnya pola
rekreasi, tingginya angka kejahatan dan pelanggaran, tingginya angka perceraian,
tingginya permusuhan dan lemahnya jaringan komunikasi
2.3 Konsep dan tradisi yang diyakini masyarakat
Tingginya nilai seorang anak tercermin dalam perilaku suami direfleksikan
dengan menyelamatkan dan memperhatikan istri yang sedang hamil. Perhatian
tersebut akan berbeda antara kehamilan dan kelahiran anak pertama, kedua, ketiga
dan seterusnya. Pada umumnya keluarga bahkan masyarakat sangat
memperhatikan kelahiran anak pertama, hal tersebut dapat dilihat dengan adanya
tradisi masyarakat yang dilakukan pada kehamilan anak pertama dan anak ganjil
yang disebut sebagai mitoni dan mapati seperti yang diungkapkan oleh ketua
program PKK Kelurahan Purworejo: “Perkawinan pertama dengan anak
kehamilan pertama, di wilayah ini biasanya ditandai dengan upacara selamatan
empat dan tujuh bulan kehamilan istri”.
Tujuan dari upacara di atas adalah agar ibu hamil mampu melewati masa
krisis dalam hidup yaitu persalinan12. Tujuan itu juga diungkapan oleh Fardiana
6
bahwa perempuan yang hamil perlu diadakan selamatan dengan maksud agar bayi
yang dilahirkan dalam keadaan selamat dan si anak bahagia di kemudian hari,
biasanya untuk kehamilan pertama kali saat kehamilan berusia tujuh bulan
(mitoni/tingkeban)20. Selain itu masyarakat Jawa khususnya di pedesaan
memiliki kebiasaan bahwa hidup maupun mati sebaiknya tetap berada di rumah.
Hal ini menyebabkan mereka lebih menyukai persalinan yang berlangsung
di rumah mereka. Dengan melakukan persalinan di rumah maka anggota keluarga
tidak perlu menunggui di rumah sakit misalnya sehingga aktivitas keseharian
mereka tidak terganggu. Selain itu melahirkan di rumah dianggap lebih murah
serta tidak membuat repot banyak pihak. Semua kebutuhan persalinan bisa tetap
disediakan oleh anggota keluarga dan bantuan tetangga terdekat. Rasa aman yang
tinggi bila melahirkan di rumah terkait dengan kebiasaan setempat bahwa
persalinan itu biasanya ditunggui oleh seluruh kerabat sehingga semuanya
berkumpul pantangan 13.
Ibu hamil yang telah mempunyai rumah sendiri umumnya mereka juga
mandiri secara ekonomi maupun sosial. Mereka yang hidup terpisah dengan orang
tua maupun mertua tidak mengetahui pantangan selama hamil kecuali anjuran
minum minyak goring sebelum melahirkan untuk mempercepat kelahiran anak.
Penyebabnya karena kepercayaan biasanya diperoleh secara turun temurun, di
samping itu ibu hamillah yang menentukan perawatannya sendiri tanpa
dipengaruhi oleh mertua atau anggota keluarga lainnya. Sebaliknya kasus yang
tinggal dengan mertua atau orang tua mengakibatkan mereka harus patuh
khususnya terhadap beberapa pantangan selama kehamilan. Orang yang dituakan
di rumah itu biasanya akan turut mengambil andil dalam perawatan ibu hamil.
Mereka melakukan perawatan kehamilan berdasar adapt kebiasaan serta
kepercayaan yang mereka yakini selama ini. Mereka melaksanakan pantangan
yang dikatakan oleh orang tua dengan alasan agar kehamilan dan persalinannya
selamat dari berbagai ancaman yang tidak dikehendaki.
Ibu B tinggal dengan mertuanya yang mempunyai kebiasaan terhadap
beberapa pantangan selama kehamilan yaitu tidak boleh makan nangka, durian,
pete, telur, ikan laut dan belut tetapi ia tidak dapat menjelaskan mengapa hal
tersebut dilarang. Dia hanya mengatakan kalau makan ikan dan belut nanti rumah
7
dan piringnya akan berbau amis. Sebagai akibat tinggal serumah dengan mertua
menurut tetangganya dia seperti tertekan tetapi dia mampu menutupi karena
orangnya humoris. Alasan jika makan duren maka anak yang akan dilahirkan
menjadi gundul atau rambutnya tidak tumbuh. Sedangkan makan nangka juga
dilarang dengan alasan nangka mempunyai getah yang akan merekatkan bayi ke
perut ibunya, sehingga pada saat melahirkan bayinya akan sulit keluar. Untuk
menghindari hal tersebut makan sayur nangka diperbolehkan asalkan pada saat
memasak di beri minyak kelapa sedikit, agar getahnya tidak melekatkan bayi
dengan ibunya. Ibu hamil juga dilarang makan daun so karena pada saat
melahirkan perut akan terasa melilit-lilit.
Tradisi makanan pantangan selama hamil sangat merugikan ibu hamil.
Terutama pantangan terhadap makanan yang mengandung protein seperti telur.
Padahal dalam tinjauan medis ibu hamil dianjurkan makan lebih banyak dari
biasanya terutama protein, karena dapat menjadi cadangan energi yang akan
digunakan untuk mengejan (berkuat) saat melahirkan. Makanan itu sekaligus juga
akan dikonsumsi oleh janin sehingga bayinya tidak mengalami berat bayi lahir
rendah (BBLR). Disamping itu makanan juga dibutuhkan ibu hamil agar tidak
terjadi kurang darah, mengeluh pusingsehingga pada saat melahirkan tidak terjadi
perdarahan.
Selain pantangan makan ada juga pantangan dalam berperilaku yang
biasanya diberlakukan pada kedua belah pihak yaitu suami dan istri. Antara lain
jika istrinya hamil maka suami tidak boleh duduk di depan pintu dan tidak boleh
menambal lubang karena akan menyebabkan jalan lahir tersumbat sehingga pada
saat melahirkan anak susah keluar. Ibu hamil tidak boleh keluar rumah pada saat
Magrib. Kedua pantangan sebelumnya tidak perlu diubah karena perilaku tersebut
tidak membahayakan ibu hamil, sehingga hanya bersifat netral. Pantangan dalam
berperilaku untuk suami dan isteri biasanya bersifat netral dan tidak
membahayakan ibu hamil.
Adapun pantangan ibu hamil tidak boleh keluar rumah pada saat Magrib,
ditolerir karena diduga bisa mengurangi kematian maternal. Alasannya, karena ibu
hamil perlu istirahat yang cukup, sehingga ibu hamil yang tidak keluar pada
malam hari dapat menggunakan waktu tersebut untuk beristirahat. Selama hamil
8
rambut ibu hamil harus terurai untuk menghindari persalinan yang macet dan
adanya perasaan melilit-lilit pada perut. Ibu hamil tidak boleh bermalas-malasan
di atas tempat tidur dan saat bangun harus segera turun dari tempat tidur. Selain
pantangan makan dan berperilaku selama masa kehamilan terdapat konsep
masyarakat tentang kematian ibu hamil dan melahirkan.
Mereka beranggapan bahwa ibu yang mati karena melahirkan akan menuju
ke jalan yang lurus yaitu meninggal dalam perang sabil (mati syahid). Sedangkan
jika meninggal dalam keadaan hamil masih membawa kotoran. Hal itu
diungkapkan oleh salah satu informan kunci, dia mengatakan: “Ya, kalau
meninggalnya itu habis babaran (melahirkan) itu bersih, itu perang sabil akan
masuk sorga tapi kalau mati masih bawa kandungan itu kotor, orangnya kok
masih bawa wetengan, bisa melahirkan dalam kubur (lahir sak jroning kubur)”.
Sedangkan suami yang mengalami kematian maternal mengatakan bahwa
kematian sudah merupakan takdir sehingga manusia tidak mampu mencegahnya.
Penduduk Kabupaten Purworejo pada umumnya menganut agama Islam,
namun pengaruh budaya Jawa juga cukup menonjol, sehingga kematian maternal
akibat kehamilan dan persalinan masih dikaitkan dengan kepercayaan atau mitos
seperti yang telah disebut di atas.
2.4 Penerapan Teori sosial Budaya dalam Asuhan Keperawatan
Teori Sosial Budaya
Teori sosial budaya adalah sebuah teori yang muncul dalam psikologi yang
terlihat pada kontribusi penting bahwa masyarakat membuat untuk perkembangan
individu. Teori ini menekankan interaksi antara orang-orang mengembangkan dan
budaya di mana mereka tinggal. Kebudayaan : suatu sistem gagasan, tindakan,
hasil karya manusia yang diperoleh dengan cara belajar dalam rangka kehidupan
masyarakat (Koentjaraningrat, 1986). Kebudayaan itu ada tiga wujudnya, yaitu :
1. Wujud kebudayaan sebagai suatu kompleks dari ide-ide, gagasan, nilai-nilai ,
norma-norma, peraturan dsb. Merupakan wujud dari ide kebudayaan. Sifatnya
abstrak, tak dapat diraba atau difoto. Letaknya ada di dalm pikiran warga
masyarakat di mana kebudayaan bersan gkutan itu hidup. Dikenal den gan adat
9
istiadat atau sering berada dalam karangan dan buku-bukuu hasil karya para
penulis warga masyarakat bersangkutan. Saat ini kebudayaan ideal lebih banyak
tersimpan dalam disk, arsip, koleksi microfilm dan microfish, kartu komputer,
silinder dan pita komputer.
2. Wujud Kebudayaan sebagai suatu kompleks aktivitas tindakan berpola dari
manusia dari masyarakat, disebut juga sistem sosial. Sistem sosial ini terdiri dari
aktivitas-aktivitas manusia-manusia yanbg berinteraksi, berhub ungan, bergaul
yang berdasarkan adat tata kelaku an. Sistem sosial itu bersifat konkret, terjadi di
sekeliling kita sehari-hari, bisa diobserv asi, difoto dan didokumentasi.
3. Wujud kebudayaan sebagai benda-benda hasil karya manusia, disebut
kebudayaan fisik, dan tak memerlukan banyak penjelasan. Merupakan seluruh total
dari hasil fisik dari aktivitas, perbuatan d an karya semua manusia dalam
masyarakat. Sifatnya paling konkret, atau berupa benda-benda atau hal-hal yang
dapat diraba, dilihat, dan difoto. Hasil karya manusia seperti candi, komputer,
dapat diraba, dilihat, dan difoto. Hasil karya manusia seperti candi, komputer,
pabrik baja, kapal, batik sampai kancing baju dsb.
a. Kebudayaan Rumah Sakit
Mempunyai premis budaya rumah sakit Kesehatan itu sangat penting,
nyawa sangat berharga, perlu berbagai upaya yangharus dilakukan oleh Rumah
sakit untuk menyelamatkan nyawa pasien, contoh: rumah sakit berbau karbol
palkaian putih-putih bersih.
b. Sub Kebudayaan
Pasien: tidak enak menjadi pasien, harus bayar, tidak gratis sama sekali
Etiologi penyakit
a) Naturalistik memerangi penyakit ke dokter ke rumah sakit
b) Personalistik, disebabkan oleh roh-roh jahat, ke dukun dulu
Di Luar Negeri
c) Lebih enak menjadi pasien, sambil dirawat dapat makan teratur, tempat
rekreasi, dibayar asuransi
d) Persepsi tentang sehat dan sakit
e) Public pain/menyatakan yang profesional, sekolah mahal
10
c. Birokrat rumah sakit
Tuntutan kebutuhan masyarakat akan pelayanan kesehatan pada abad ke-21,
termasuk tuntutan terhadap asuhan keperawatan yang berkualitas akan semakin
besar. Dengan adanya globalisasi, dimana perpindahan penduduk antar negara
(imigrasi) dimungkinkan, menyebabkan adaya pergeseran terhadap tuntutan
asuhan keperawatan. Keperawatan sebagai profesi memiliki landasan body of
knowledge yang kuat, yang dapat dikembangkan serta dapat diaplikasikan dalam
praktek keperawatan Perkembangan teori keperawatan terbagi menjadi 4 level
perkemban gan yaitu metha theory, grand theory, midle range theory dan practice
theory.
d. Konsep dalam Transcultural NursingBudaya adalah norma atau aturan tindak an dari anggota kelompok yang
dipelajari, dan dibagi serta memberi petunjuk dalam berfikir, bertindak dan
mengambil keputusan. Budaya adalah sesuatu yang kompleks yang mengandung
pengetahuan,keyakinan, seni, moral, hukum, kebiasaan, dan kecakapan lain yang
merup akan kebiasaan manusia sebagai anggota kemunitas setempat. Kebudayaan
adalah keseluruhan gagasan dan karya manusia yang harus dibiasakan dengan
belajar, beserta keselurahan hasil budi dan karyan ya dan sebuah rencana untuk
melakukan kegiatan tertentu. Karakteristik budaya dapat digambarkan sebagai
berikut : (1) Budaya adalah pengalaman yang bersifat universal sehingga tidak ada
dua budaya yang sama persis, (2) budaya yang bersifat stabil, tetapi juga dinamis
karena budaya tersebut diturunkan kepada generasi berikutnya sehingga
mengalami perubahan, (3) budaya diisi dan ditentukan oleh kehidupan manusianya
sendiri tanpa disadari.
Nilai budaya adalah keinginan individu atau tindakan yang lebih
diinginkan atau sesuatu tindakan yang dipertahankan pada suatu waktu tertentu dan
melandasi tindakan dan keputusan. Perbedaan budaya dalam asuhan keperawatan
merupakan bentuk yang optimal dari pemberian asuhan keperawatan, mengacu
pada kemungkinan variasi pendekatan keperawatan yang dibutuhkan untuk
memberikan asuhan budaya yang menghargai nilai budaya individu, kepercayaan
dan tindakan termasuk kepekaan terhadap lingkungan dari individu yang datang
dan individu yang mungkin kembali lagi.
11
E. Teori Asuhan Keperawatan
Asuhan keperawatan adalah suatu proses atau rangkaian kegiatan pada
praktik keperawatan yang diberikan kepada klien sesuai dengan latar belakang
budayanya. Asuhan keperawatan ditujukan memnadirikan individu sesuai dengan
budaya klien.Strategi yang digunakan dalam asuhan keperawatan adalah
perlindungan/mempertahankan budaya, mengakomodasi/negoasiasi budaya dan
mengubah/mengganti budaya klien.
a. Cara I : Mempertahankanbudaya
Mempertahankan budaya dilakukan bila budaya pasien tidak bertentangan
dengan kesehatan. Perencanaan dan implementasi keperawatan diberikan sesuai
dengan nilai-nilai yang relevan yang telah dimiliki klien sehingga klien dapat
meningkatkan atau mempertahankan status kesehatannya, misalnya budaya
berolahraga setiap pagi.
b. Cara II : Negosiasi budaya
Intervensi dan implementasi keperawatan pada tahap ini dilakukan untuk
membantu klien beradaptasi terhadap budaya tertentu yang lebih
menguntungkan kesehatan. Perawat membantu klien
agar dapat memilih dan menentukan budaya lain yang lebih mendukung
peningkatan kesehatan, misalnya klien sedang hamil mempunyai pantang makan
yang berbau amis, maka ikan dapat diganti dengan sumber protein hewani yang
lain.
c. Cara III : Restrukturisasi budaya
Restrukturisasi budaya klien dilakukan bila budaya yang dimiliki
merugikan status kesehatan. Perawat berupaya merestrukturisasi gaya
hidup klien yang biasanya merokok menjadi tidak merokok. Pola rencana
hidup yang dipilih biasanya yang lebih
Model konseptual yang dikembangkan oleh Leininger dalam menjelaskan
asuhan keperawatan dalam konteks budaya digambarkan dalam bentuk matahari
terbit (Sunrise Model). Model ini menyatakan bahwa proses keperawatan ini
digunakan oleh perawat sebagai landasan berfikir dan memberikan solusi terhadap
masalah klien. Pengelolaan asuhan keperawatan dilaksanakan dari mulai tahap
pengkajian, diagnosa keperawatan, perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi.
12
1.Pengkajian
Pengkajian adalah proses mengumpulkan data untuk mengidentifikasi
masalah kesehatan klien sesuai dengan latar belakang budaya klien (Giger and
Davidhizar, 1995). Pengkajian dirancang berdasarkan 7 komponen yang ada pada
"Sunrise Model" yaitu :
a. Faktor teknologi (tecnological factors)
Teknologi kesehatan memungkinkan individu untuk memilih atau
mendapat penawaran menyelesaikan masalah dalam pelayanan
kesehatan. Perawat perlu mengkaji : persepsi sehat sakit, kebiasaan
berobat atau mengatasi masalah kesehatan, alasan mencari bantuan
kesehatan, alasan klien memilih pengobatan alternatif dan persepsi klien
tentang penggunaan dan pemanfaatan teknologi untuk mengatasi
permasalahan kesehatan saat ini.
b. Faktor agama dan falsafah hidup (religious and philosophical factors)
Agama adalah suatu simbol yang mengakibatkan pandangan yang
amat realistis bagi para pemeluknya. Agama memberikan motivasi yang
sangat kuat untuk menempatkan kebenaran di atas segalanya, bahkan di
atas kehidupannya sendiri. Faktor agama yang harus dikaji oleh perawat
adalah : agama yang dianut, status pernikahan, cara pandang klien
terhadap penyebab penyakit, cara pengobatan dan kebiasaan agama yang
berdampak positif terhadap kesehatan.
c. Faktor sosial dan keterikatan keluarga (kinship and social factors)
Perawat pada tahap ini harus mengkaji faktor-faktor : nama
lengkap, nama panggilan, umur dan tempat tanggal lahir, jenis kelamin,
status, tipe keluarga, pengambilan keputusan dalam keluarga, dan
hubungan klien dengan kepala keluarga.
d. Nilai-nilai budaya dan gaya hidup (cultural value and life ways)
Nilai-nilai budaya adalah sesuatu yang dirumuskan dan ditetapkan
oleh penganut budaya yang dianggap baik atau buruk. Norma-norma
13
budaya adalah suatu kaidah yang mempunyai sifat penerapan terbatas
pada penganut budaya terkait. Yang perlu dikaji pada faktor ini adalah :
posisi dan jabatan yang dipegang oleh kepala keluarga, bahasa yang
digunakan, kebiasaan makan, makanan yang dipantang dalam kondisi
sakit, persepsi sakit berkaitan dengan aktivitas sehari-hari dan kebiasaan
membersihkan diri.
e. Faktor kebijakan dan peraturan yang berlaku (political and legal factors)
Kebijakan dan peraturan rumah sakit yang berlaku adalah segala
sesuatu yang mempengaruhi kegiatan individu dalam asuhan
keperawatan lintas budaya . Pada tahap ini hal-hal yang dikaji meliputi :
peraturan dan kebijakan yang berkaitan dengan
jam berkunjung, jumlah anggota keluarga yang boleh menunggu, cara
pembayaran untuk klien yang dirawat.
f. Faktor ekonomi (economical factors)
Klien yang dirawat di rumah sakit memanfaatkan sumber-sumber
material yang dimiliki untuk membiayai sakitnya agar segera sembuh.
Faktor ekonomi yang harus dikaji oleh perawat diantaranya : pekerjaan
klien, sumber biaya pengobatan, tabungan yang dimiliki oleh keluarga,
biaya dari sumber lain misalnya asuransi, penggantian biaya dari kantor
atau patungan antar anggota keluarga
g. Faktor pendidikan (educational factors)
Latar belakang pendidikan klien adalah pengalaman klien dalam
menempuh jalur pendidikan formal tertinggi saat ini. Semakin tinggi
pendidikan klien maka keyakinan klien biasanya didukung oleh buktibukti
ilmiah yang rasional dan individu tersebut dapat belajar beradaptasi
terhadap budaya yang sesuai dengan kondisi kesehatannya. Hal yang
perlu dikaji pada tahap ini adalah : tingkat pendidikan klien, jenis
pendidikan serta kemampuannya untuk belajar secara aktif mandiri
tentang pengalaman sakitnya sehingga tidak terulang kembali
14
.
2. Diagnosa keperawatan
Diagnosa keperawatan adalah respon klien sesuai latar belakang
budayanya yang dapat dicegah, diubah atau dikurangi melalui intervensi
keperawatan. (Giger and Davidhizar, 1995). Terdapat tiga diagnosa
keperawatan yang sering ditegakkan dalam asuhan keperawatan transkultural
yaitu : gangguan komunikasi verbal berhubungan dengan perbedaan kultur,
gangguan interaksi sosial berhubungan disorientasi sosiokultural dan
ketidakpatuhan dalam pengobatan berhubungan dengan sistem nilai yang diyakini
3.Intervensi dan Implementasi
Perencanaan dan pelaksanaan dalam keperawatan trnaskultural adalah
suatu proses keperawatan yang tidak dapat dipisahkan. Perencanaan adalah
suatu proses memilih strategi yang tepat dan pelaksanaan adalah
melaksanakan tindakan yang sesuai dengan latar belakang budaya klien. Ada tiga
pedoman yang ditawarkan dalam keperawatan transkultural yaitu :
mempertahankan budaya yang dimiliki klien bila budaya klien tidak bertentangan
dengan kesehatan, mengakomodasi budaya klien bila budaya klien kurang
menguntungkan kesehatan dan merubah budaya klien bila budaya yang dimiliki
klien bertentangan dengan kesehatan.
a. Cultural care preservation/maintenance
1) Identifikasi perbedaan konsep antara klien dan perawat tentang
proses melahirkan dan perawatan bayi
2) Bersikap tenang dan tidak terburu-buru saat berinterkasi dengan klien
3) Mendiskusikan kesenjangan budaya yang dimiliki klien dan perawat
b. Cultural care accomodation/negotiation
1) Gunakan bahasa yang mudah dipahami oleh klien
2) Libatkan keluarga dalam perencanaan perawatan
3) Apabila konflik tidak terselesaikan, lakukan negosiasi dimana
kesepakatan berdasarkan pengetahuan biomedis, pandangan klien
dan standar etik
15
c. Cultual care repartening/reconstruction
1) Beri kesempatan pada klien untuk memahami informasi yang
diberikan dan melaksanakannya
2) Tentukan tingkat perbedaan pasien melihat dirinya dari budaya
kelompok
3) Gunakan pihak ketiga bila perlu
4) Terjemahkan terminologi gejala pasien ke dalam bahasa kesehatan
yang dapat dipahami oleh klien dan orang tua
5) Berikan informasi pada klien tentang sistem pelayanan kesehatan
Perawat dan klien harus mencoba untuk memahami budaya
masingmasing melalui proses akulturasi, yaitu proses mengidentifikasi
persamaan dan perbedaan budaya yang akhirnya akan memperkaya budaya
budaya mereka. Bila perawat tidak memahami budaya klien maka akan
timbul rasa tidak percaya sehingga hubungan terapeutik antara perawat
dengan klien akan terganggu. Pemahaman budaya klien amat mendasari
efektifitas keberhasilan menciptakan hubungan perawat dan klien yang
bersifat terapeutik.
4. Evaluasi
Evaluasi asuhan keperawatan transkultural dilakukan terhadap
keberhasilan klien tentang mempertahankan budaya yang sesuai dengan
kesehatan, mengurangi budaya klien yang tidak sesuai dengan kesehatan atau
beradaptasi dengan budaya baru yang mungkin sangat bertentangan dengan
budaya yang dimiliki klien. Melalui evaluasi dapat diketahui asuhan keperawatan
yang sesuai dengan latar belakang budaya klien.
16
BAB III
PENUTUP
3.1 Simpulan
Sosiologi berasal dari bahasa Latin yaitu Socius yang berarti kawan, teman
sedangkan Logosberarti ilmu pengetahuan.Ungkapan ini dipublikasikan
diungkapkan pertama kalinya dalam buku yang berjudul "Cours De Philosophie
Positive" karangan August Comte (1798-1857).Walaupun banyak definisi tentang
sosiologi namun umumnya sosiologi dikenal sebagai ilmu pengetahuan tentang
masyarakat.
Teori sosial budaya adalah sebuah teori yang muncul dalam psikologi
yang terlihat pada kontribusi penting bahwa masyarakat membuat untuk
perkembangan individu. Teori ini menekankan interaksi antara orang-orang
mengembangkan dan budaya di mana mereka tinggal. Kebudayaan : suatu sistem
gagasan, tindakan, hasil karya manusia yang diperoleh dengan cara belajar dalam
rangka kehidupan masyarakat (Koentjaraningrat, 1986).
3.2 Saran
Kami menyarankan agar tenaga kesehatan tidak meremehkan ilmu
sosiologi karena sosiologi juga berperan dalam ilmu kesehatan dan juga banyak
manfaatnya dalam praktik keperawatan.
17
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2012. Makalah Implementasi kebudayaan. Dalam
(http://sichesse.blogspot.com/2012/11/makalah-implementasi-kebudayaan-
dalam.html) diakses melalui internet pada tanggal 5 mei 2014 pukul 15.00 wita
S Amik. 2004. Kurikulum kharisma.Solo:CV.HaKa MJ.
Suarja, Wayan.Aspek Sosial Budaya.20 Mei 2009. 21..49 pm
Triratnawati, Artik..Konsep dan Tradisi yang diyakini oleh Masyarakat.20 Mei
2009.20.00 pm.
Heripuspito, Yuandita. 2011. Implementasi Sosbud pada Askep dalam
(http://yuanditaheripuspito.blogspot.com/2011/05/implementasi-sosbud-pada-
askep.html) diakses melalui internet pada tanggal 5 mei 2014 pukul 15.00 wita
18