bab i
DESCRIPTION
abcdeTRANSCRIPT
1
BAB I
PENDAHULUAN
Kolon merupakan bagian akhir usus yang terbentang dari ileum terminalis sampai
sambungan rektoanus. Tempat sejumlah kelainan bedah dan medik yang penting serta kadang-
kadang mengancam nyawa. Banyak jenis teknik diagnostik yang dikembangkan belakangan
ini dapat diterapkan dalam penyakit kolon, termasuk evaluasi lengkap banyak lesi peradangan,
vaskular, neoplastik, dan pasca trauma pada kolon.1
Karsinoma kolon dan rektum merupakan keganasan ketiga terbanyak di dunia dan
penyebab kematian kedua terbanyak (semua gender) di Amerika Serikat. Resiko terjadinya
kanker kolon sedikit lebih banyak pada wanita dan kanker rektum lebih banyak pada pria.
Resiko timbulnya kanker kolon dan rektum selama hidup adalah 5%, dan 6%-8% dari kasus
terjadi sebelum usia 40 tahun. Imseiden meningkat setelah umur 50 tahun.2
Penderita karsinoma kolorektal biasanya datang pada dokter sudah dalam keadaan
lanjut, oleh karena itu sudah menjadi tugas dokter untuk mendeteksi karsinoma kolon-rektum
dalam stadium dini, sehingga prognosis penyakit ini menjadi lebih baik. Manifestasi klinis dari
keganasan kolorektal sangat bervariasi tergantung dari tempat dimana lesi berada, apakah di
kanan atau kiri kolon. Namun yang paling sering terjadi adalah perubahan kebiasaan pola
buang air besar. Karena banyak kanker adalah asimptomatik sampai mencapai stadium yang
lanjut, jelas bermanfaat untuk mendiagnosis kanker tersebut dangan menggunakan pengujian
diagnostik skrining dan spesifik untuk pasien yang dicurigai menderita kanker kolon-rektum
atau mereka yang berada dalam risiko tinggi karena kondisi predisposisi atau riwayat
keluarga.3,4
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Anatomi dan Fisiologi
Usus besar memiliki panjang sekitar 1,5 m dan diameter 6,5 cm, memanjang dari ileum
ke anus, melekat pada dinding perut posterior oleh mesokolon, yang merupakan lapisan ganda
peritoneum. Secara struktural empat daerah utama usus besar adalah sekum, kolon, rektum,
dan anus.5
Pintu dari ileum ke dalam usus besar dibatasi oleh lipatan selaput lendir yang disebut
sfingter ileocecal, yang memungkinkan bahan dari usus kecil untuk masuk ke dalam usus
besar. Pada bagian inferior katup ileocecal menggantung sekum, kantong kecil dengan
panjang sekitar 6 cm, pada sekum melekat apendiks yang bengkok, melingkar, berukuran
panjang sekitar 8 cm. Mesenterika dari apendiks yang disebut mesoappendix melekatkan
apendiks ke bagian inferior mesenterium ileum. Ujung terbuka sekum menyatu dengan tabung
panjang yang disebut colon, yang dibagi menjadi colon asendens, transversum, dan desendens,
dan sigmoid. Kolon asendens dan desendens merupakan organ retroperitoneal, sedangkan
colon transversus dan sigmoid merupakan organ intraperitoneal.5
Lapisan otot longitudinal kolon membentuk tiga buah pita yang disebut taenia koli.
Panjang taenia lebih pendek daripada usus, hal ini menyebabkan usus tertarik dan berkerut
membentuk kantong-kantong kecil yang dinamakan haustra. Secara embriologik kolon kanan
berasal dari usus tengah, sedangkan kolon kiri sampai rektum berasal dari usus belakang.
Sesuai dengan namanya, usus besar naik pada sisi kanan perut, mencapai permukaan
inferior hepar, dan melengkung ke kiri membentuk fleksura hepatika, kemudian berlanjut
sebagai kolon transversum dan turun ke bawah membentuk fleksura lienalis dan berlanjut
membentuk kolon desendens dan sigmoid. Kolon sigmoid ( sigm : berbentuk ‘S’ ) dimulai
dekat puncak iliaka kiri, proyeksi medial ke garis tengah, dan berakhir sebagai rektum pada
sekitar vertebra sakral III.5
Rektum merupakan bagian usus besar terakhir dari traktus digestivus dengan panjang
sekitar 20 cm (8 inci), menggantung pada anterior sacrum dan coxygis. Terminal dari rektum
dengan panjang 2-3 cm (1 inci) disebut canalis anus.5
3
Gambar 1. Anatomi anterior dari usus besar
Gambar2. Irisan frontal dari canal anus
B. Histologi
Dinding usus besar berisi empat lapisan, yaitu: mukosa, submukosa, muskularis, dan
serosa . Mukosa terdiri dari epitel kolumnar selapis, lamina propria ( jaringan ikat areolar ),
dan muskularis mukosa ( otot polos ). Epitel banyak mengandung sel absorbsi dan sel goblet.
Sel-sel absorbsi berfungsi terutama dalam penyerapan air; sel goblet mengeluarkan lendir
yang melumasi isi kolon.5
Nodul limfatik soliter juga ditemukan di lamina propria mukosa dan dapat sampai pada
mukosa muskularis ke submukosa. Dibandingkan dengan usus kecil, mukosa usus besar tidak
memiliki banyak adaptasi struktural untuk meningkatkan luas permukaan. Tidak ada lipatan
melingkar atau villi. Namun, mikrovili ada pada sel absorbsi. Akibatnya , lebih banyak
penyerapan terjadi di usus kecil daripada di usus besar.5
Dinding kolon terdiri dari empat lapisan histologi yang jelas, yaitu : tunika serosa, tunika
muskularis, tunika submukosa, dan tunika mukosa. Tunika serosa membentuk apendises
4
epiploika, sedangkan tunika mukosa yang terdiri dari epitel selapis toraks dan tidak
mempunyai vili serta banyak kriptus tubular, dalam sepertiga bawahnya mempunyai sel goblet
pensekresi mukus yang ada di keseluruhan kolon. Pada tunika muskularis terdapat sel
ganglion pleksus mienterikus (Auerbach) terutama terletak sepanjang permukaan luar stratum
sirkulasi.5
Gambar 3. Histologi Kolon
Suplai darah kolon terutama melalui arteria Mesenterika Superior dan Inferior. Arteria
mesenterika superior ada tiga cabang utama :(1) arteri ileokolika, (2) Kolika dekstra dan (3)
kolila media. Arteria mesenterika inferior bercabang ke arteria kolika sinistra, hemoroidalis
superior (rektalis) dan sigmoidea. Masing-masing mempunyai anatomis dengan arteria
terdekat, yang membentuk pembuluh darah kontinyu di sekeliling keselurahan kolon. Drainase
vena kolon sejajar sistem arteria, tetapi tidak memasuki sistem vena kava interior. Vena
mesenterika superior dan inferior bergabung dengan vena splenika untuk membentuk vena
porta dan berdrainase ke hati.1
Pembuluh vena kolon berjalan paralel dengan arterinya. Aliran darah vena disalurkan
melalui v. mesenterika superior untuk kolon asendens dan kolon transversum, dan melalui v.
mesenterika inferior untuk kolon desendens, sigmoid, dan rektum. Keduanya bermuara ke
dalam vena porta, tetapi v. mesenterika inferior melalui v. lienalis. Aliran vena dari kanalis
analis menuju ke v. kava inferior. Karena itu anak sebar yang berasal dari keganasan rektum
dan anus dapat ditemukan di paru, sedangkan yang berasal dari kolon ditemukan di hati. Pada
5
batas rektum dan anus terdapat banyak kolateral arteri dan vena melalui peredaran hemoroidal
antara sistem pembuluh saluran cerna dan sistem arteri dan vena iliaka.1
Gambar 4. Vaskularisasi colon
Aliran limfe kolon sejalan dengan aliran darahnya, mengikuti arteria regional ke nodi
limfatis preaorta pada pangkal arteri mesenterika superior dan inferior. Hal ini penting
diketahui sehubungan dengan penyebaran keganasan dan kepentingannya dalam reseksi
keganasan kolon. Sumber aliran limfe terdapat pada muskularis mukosa. Jadi selama suatu
keganasan kolon belum mencapai lapisan muskularis mukosa kemungkinan besar belum ada
metastasis. Metastasis dari kolon sigmoid ditemukan di kelenjar regional mesenterium dan
retroperitoneal pada a. kolika sinistra, sedangkan dari anus ditemukan di kelenjar regional di
regio inguinalis.1
Gambar 5. Kelenjar limfe colon.
(1)lnn.iliocolica(2)lnn.colica sinistra(3)lnn.mesenterica inferior(4)lnn.superior
rectum(5)lnnn.retrocecal(6)lnn.prececal(7)lnn.paracolica
6
Kolon dipersarafi oleh serabut simpatis yang berasal dari n. splanknikus dan pleksus
presakralis serta serabut parasimpatis yang berasal dari n. vagus. Karena distribusi persarafan
usus tengah dan usus belakang, nyeri alih pada kedua bagian kolon kiri dan kanan berbeda.
Lesi pada kolon bagian kanan yang berasal dari usus tengah terasa mula-mula pada
epigastrium atau di atas pusat. Nyeri pada apendisitis akut mula-mula terasa pada epigastrium,
kemudian berpindah ke perut kanan bawah. Nyeri dari lesi pada kolon desendens atau sigmoid
yang berasal dari usus belakang terasa mula-mula di hipogastrium atau di bawah pusat dan
nyeri perut.1
Fungsi usus besar ialah menyerap air, vitamin, dan elektrolit, ekskresi mukus, serta
menyimpan feses, dan kemudian mendorongnya keluar. Fisiologi usus besar meliputi:4
1. penyerapan H2O (700-1000 ml menjadi 180-200)
2. penyimpanan feses untuk sementara waktu
3. ekskresi mukus
4. aktivitas bakteria
Dari 700-1000 ml cairan usus halus yang diterima oleh kolon, 150-200 ml sehari
dikeluarkan sebagai feses. Absorbsi terutama terjadi di kolon asendens dan kolon transversum.
Kolon yang normal selama 24 jam dapat melakukan absorbsi 2,5 liter air, 403 m.Eq Na dan
462 m.Eq Cl. Sebaliknya kolon mengeluarkan sekresi 45 m.Eq K dan 259 m.Eq bikarbonat.
Bila jumlah air melampaui batas misal karena ada kiriman yang berlebihan dari ileum maka
akan terjadi diare.4,5
Bakteri usus besar mensintesis vitamin K dan beberapa vitamin B. Pembusukan oleh
bakteri dari sisa-sisa protein menjadi asam amino dan zat-zat yang lebih sederhana seperti
peptida, indol, skatol, fenol dan asam lemak. Pembentukan berbagai gas seperti NH3, CO2,
H2, H2S dan CH4 membantu pembentukan flatus di kolon. Beberapa substansi ini dikeluarkan
dalam feses, sedangkan zat lainnya diabsorbsi dan diangkut ke hati di mana zat-zat ini akan
diubah menjadi senyawa yang kurang toksik dan diekskresikan melalui kemih.4,5
Udara ditelan sewaktu makan, minum, atau menelan ludah. Oksigen dan CO2 di
dalamnya diserap di usus sedangkan sedangkan nitrogen bersama dengan gas hasil pencernaan
dan peragian dikeluarkan sebagai flatus. Jumlah gas di dalam usus mencapai 500 ml sehari.
Pada infeksi usus produksi gas meningkat dan bila mendapat obstruksi usus gas tertimbun di
7
jalan cerna yang menimbulkan flatulensi (gembung karena kelebihan gas di lambung dan
usus). Makanan yang mudah membentuk gas seperti kacang-kacangan mengandung
karbohidrat yang tidak dapat dicerna.4,5
Sekresi di kolon ialah cairan kental yang banyak, terjadi di dalam mukus dengan PH
8,4. cairan mukus terdiri atas 98% air dan mengandung 85-93 mEq/l baik bikarbonat maupun
amilase, maltase, invertase, peptidase dan musin. Pada keadaan normal tidak ada laktase,
protease, dan enterokinase. Gunanya untuk pelicin dan melindungi mukosa kolon.4,5
Rangsangan untuk sekresi ialah rangsangan mekanik sisa makanan. Rangsangan pada
nervus pelvikus serta pemberian pilokarpin akan memperbesar sekresi. Rangsangan
simpatikus serta pemberian atropin akan mengurangi sekresi. Usus besar juga mempunyai
fungsi ekskresi mineral misal Ca, Mg, Hg, As, dan Fe.4,5
Selain melakukan ekskresi mineral tersebut juga bahan makanan lain yang tidak dapat
dicernakan misalnya selulosa, sebagian zat lemak, sebagian kecil protein dan lain-lainnya. Zat-
zat tersebut berupa tinja yang dalam kolon asendens seperti bubur. Pada kolon desendens
mulai menjadi padat, kemudian dikumpulkan di kolon sigmoideum dan sampai di ampula rekti
sehingga pada suatu waktu terjadi rangsangan pada rektum dan terjadilah defekasi. Berat akhir
feses yang dikeluarkan per hari sekitar 200 g, 75% diantaranya berupa air sisanya terdiri dari
residu makanan yang tidak diabsorbsi, bakteri, sel epitel yang mengelupas, dan mineral yang
tidak diabsorbsi.4,5
Pada umumnya, pergerakan usus besar adalah lambat. Pergerakan usus besar yang
khas adalah gerakan mengaduk haustra. Kantong-kantong atau haustra teregang dan dari
waktu ke waktu otot sirkular akan berkontraksi untuk mengosongkannya. Pergerakannya tidak
progresif, tetapi menyebabkan isi usus bergerak bolak-balik dan meremas-remas sehingga
memberi cukup waktu untuk absorbsi. Terdapat dua jenis peristaltik propulsif : (1) kontraksi
lamban dan tidak teratur, berasal dari segmen proksimal dan bergerak ke depan, menyumbat
beberapa haustra dan (2) peristaltik massa, merupakan kontraksi yang melibatkan segmen
kolon. Gerakan peristaltik ini menggerakkan massa feses ke depan, akhirnya merangsang
defekasi. Kejadian ini timbul dua sampai tiga kali sehari dan dirangsang oleh refleks
gastrokolik setelah makan, khususnya setelah makan pertama masuk pada hari itu.4,5
8
B. Karsinoma Kolorektal
1. Insidensi
Karsinoma kolorektal merupakan masalah kesehatan yang hebat dalam
kebanyakan negara yang makmur. Di Amerika Serikat, tempat kedua tersering bagi
neoplasma ganas primer dengan sekitar 140.000 kasus baru dan 60.000 kematian yang
diperkirakan dalam tahun 1986. Sekitar 98% pasien ini menderita adenokarsinoma.1
Angka kejadian kanker kolorektal mulai meningkat pada umur 40 tahun dan
puncaknya pada umur 60-75 tahun. Faktor resikonya meliputi umur, diet tinggi lemak
dan kolesterol, inflamatory bowel disease (terutama kolitis ulseratif) dan genetik.
Kanker kolon lebih sering terjadi pada wanita, kanker rektum lebih sering ditemukan
pada pria. Sekitar 5% penderita kanker kolon atau kanker rektum memiliki lebih dari
satu kanker kolorektum pada saat yang bersamaan.6
Di Indonesia insidens pada pria sebanding dengan wanita dan lebih banyak pada
orang muda, 75% ditemukan di rektosigmoid. Di negara barat perbandingan insidens
laki-laki : perempuan adalah 3 : 1 dan kurang dari 50% ditemukan di rektosigmoid dan
merupakan penyakit usia lanjut.4
2. Etiologi
Berbagai polip kolon dapat berdegenerasi menjadi maligna sehingga setiap polip
kolon harus dicurigai. Radang kronik kolon, seperti kolitis ulserosa atau kolitis amuba
kronik, juga beresiko tinggi menjadi maligna. Faktor genetik kadang berperan
walaupun jarang. Sekitar 70-75% karsinoma kolon terletak pada rektum dan sigmoid.
Keadaan ini sesuai dengan lokasi polip kolitis ulserosa, dan kolitis amuba kronik.4
Secara histologis terdapat tiga tipe karsinoma kolon dan rektum. Tipe polipoid
atau vegetatif tumbuh menonjol ke dalam lumen usus, berbentuk bunga kol dan
ditemukan terutama di sekum dan kolon asendens. Tipe skirus mengakibatkan
penyempitan sehingga terjadi stenosis dan gejala obstruksi, terutama ditemukan di
kolon desendens, sigmoid, dan rektum. Bentuk ulseratif terjadi karena nekrosis di
9
bagian sentral terdapat di rektum. Pada tahap lanjut, sebagain besar karsinoma kolon
mengalami ulserasi menjadi tukak maligna.4
Secara histologis, hampir semua kanker usus besar adalah adenokarsinoma yang
berasal dari epitel kolon. Bentuk dan diferensiasinya sempurna mempunyai struktur
glandula dan kelenjar-kelenjarnya sendiri membesar, terjadi pembengkakan sel
kolumna dengan nuklei hipokromasi dengan sel yang mengalami mitosis. Pada bentuk
yang kurang berdifirensiasi sel-sel epitel terlihat didalam kolumna atau massa.1,6
Desar sel barvariasi dan mungkin terdapat invasi dari pembuluh darah dan
pembuluh limfe. Pada pertumbuhan anplastik kadang terlihat signet ring cell (inti
mendesak ke arah sel).1,6
Dari bukti-bukti eksperimental dan survei makanan, ditunjukkan bahwa faktor
berikut ini sangat berpengaruh terhadap timbulnya karsinoma kolon yaitu :1,6
1. Tingginya konsumsi daging sapi dan lemak hewani,
2. Meningkatnya kuman-kuman anaerobik pada kolon,
3. Tumor yang memproduksi asam empedu sekunder,
4. Diet rendah serat, dan
5. Kemungkinan defisiensi bahan makanan protektif (yang mencegah timbulnya
kanker) dalam diet.
Teori yang pernah dikemukakan adalah diet dengan tinggi lemak hewani akan
dapat meningkatkan pertumbuhan kuman-kuman anaerobik pada kolon, terutama jenis
clostridium dan bakteroides. Organisme ini bekerja pada lemak dan cairan empedu
sekunder, yang dapat merusak mukosa kolon dengan aktivitas replikasinya dan secara
simultan berperan sebagai promotor untuk senyawa-senyawa lain yang potensial
karsinogenik, dengan pembentukan nitrosamida (suatu bahan karsinogen) dari amin
dan amida yang dilepaskan oleh diet yang mengandung daging dan lemak hewani.
Sedangkan secara simultan, bahwa kurangnya serat dalam diet akan memperkecil
volume tinja dan memperlambat waktu pengosongan usus. Keadaan ini mengurangi
proses dilusi dan proses pengikatan bahan-bahan karsinogen. Diet rendah serat sering
disebabkan oleh rendahnya konsumsi buah-buahan serta sayur-sayuran yang
mengandung vitamin A, C, dan E, yang diduga mempunyai efek anti kanker.1,6
10
3. Klasifikasi
Derajat keganasan karsinoma kolon berdasarkan gambaran histolik dibagi menurut
klasifikasi Dukes, berdasarkan dalamnya infiltrasi karsinoma di dinding usus, yaitu :4
Dukes A : dalamnya infiltrasi; terbatas pada dinding usus atau mukosa.
Dukes B : dalam infiltrasi; menembus lapisan muskularis mukosa.
Dukes C : dalamnya infiltrasi metastasi kelenjar limfe dengan :
C1 : beberapa kelenjar limfe dekat tumor primer.
C2 : dalam kelenjar limfe jauh.
Dukes D : sudah metastasis jauh
Tabel 1. Stadium danPrognosis Karsinoma Kolorektal6
Klasifikasi TNM Klasifikasi
Duke’s
Modifikasi
Harapan
Hidup (%)
Stage 0 Karsinoma in situ
Stage I tidak ada penyebaran pada limfonodi, tidak ada
metastasis, tumor hanya terbatas pada submukosa
(T1, N0, M0); tumor menembus muscularis
propria (T2, N0, M0)
A 90-100
Stage II tidak ada penyebaran pada limfonodi, tidak ada
metastasis, tumor menembus lapisan subserosa
(T3, N0, M0); tumor sudah penetrasi ke luar
dinding kolon tetapi belum metastasis ke kelenjar
limfe (T4, N0, M0)
B 75-85
Stage III Tumor invasi ke limfonodi regional (Tx, N1, M0) C 30-40
11
Stage IV Metastasis jauh D <5
4. Faktor Resiko
Usia
Dalam populasi umum, insiden karsinoma colon mulai meningkat secara bermakna
setelah usia 40 sampai 45 tahun dan mencapai puncaknya pada usia 75 tahun. Hal ini
akibat kerja materi karsinogenetik pada sel colon dalam peningkatan periode. Resiko
kira-kira sama bagi pria dan wanita di atas 40 tahun, bila muncul sebelum 40 tahun,
maka biasanya terjadi bersama sejumlah faktor resiko lain terutama familial.7
Diet
Diet zat makanan yang kurang mengandung serat telah dilaporkan sebagai faktor
pokok yang bertanggung jawab untuk timbulnya karsinoma kolorectal pada orang
Afrika asli. Hipotesisnya adalah bahwa diet serat behubungan waktu transit yang lebih
pendek, sehingga hanya menyebabkan kontak pendek dari karsinogen dengan mukosa.7
Penurunan waktu transit juga mengurangi kerja bakteri dalam isi colon. Konsentrasi
fecal asam empedu telah dipelajari pada pasien karsinoma colon dan cara
pengendaliannya.
Telah diketahui bahwa konsentrasi yang lebih tinggi dari asam empedu sudah umum
pada pasien yang menderita karsinoma kolorectal dan tidak biasa pada individu
normal. Asam empedu dapat meningkat oleh diet lemak dan menurun oleh serat. Dan
juga disebutkan bahwa bakteri fecal diubah menjadi populasi yang beresiko tinggi
sebagai hasil dari diet dan asam empedu, seperti halnya sterole netral lainnya yang
mungkin dikonversi oleh fecal yang terpilih menjadi penyebab karsinoma atau
karsinogen.7
Ras
Jumlah karsinoma colon proksimal diperkirakan lebih tinggi pada ras kulit hitam
dibanding dengan kulit putih. 7
Penyakit Penyerta
12
Hampir semua pasien polipolis familial, suatu keadaan dengan cara penurunan
autosom dominan dengan 80 persen penetrasi, menderita karsinoma colon, kecuali bila
dilakukan coectomi. Kelompok beresiko tinggi lain terdiri dari pasien sindrom
Gardner tempat polip adenomatosa berkembang di dalam colon serta disertai dengan
tumor jaringan lunak dan paru. Pasien sindrom Turcot (tumor system saraf pusat) atau
sindrom Oldfield (kista sebasea yang luas) beresiko tinggi menderita karsinoma colon.
Kadang-kadang sindrom Peutzjeghers dapat dihubungkan dengan karsinoma lambung,
ileum dan duodenum. Pasien polipolis juvenilis juga beresiko tinggi bagi karsinoma,
dan keluarganya lebih mungkin menderita polip adenomatosa dan karsinoma colon.
Kolitis ulserativa sering disertai kemudian dengan timbulnya karsinoma colon. Resiko
mulai naik sekitar 10 tahun setelah mulainya penyakit dan diperkirakan 20 sampai 30
persen pada 20 tahun. Resiko dua kali lipat pada pasien yang kolitis dimulai sebelum
usia 25 tahun. Kolitis granulomatosa (penyakit Crohn) umumnya juga dianggap
premaligna, terutama bila usia mulainya sebelum 21 tahun, tetapi peringkat besar
resiko kurang dan pasien kolitis ulserativa. 1
Polip colon
Berbagai polip colon dapat berdegenerasi maligna dan setiap polip kolon harus
dicurigai. Normalnya kromosom sehat mengontrol pertumbuhan dari sel. Jika
kromosomnya rusak, pertumbuhan sel menjasi tisak terkontrol, tumbuh polip. Polip
colon menunjukkan jinak, bila bertahun-tahun polip colon jinak dapat menjadi
karsinoma.1
Inflammatory Bowel Disease
Penyakit inflamasi pada colon ini yaitu kolitis ulseratif dan kolitis granulomatosa
(Crohn’s disease) berisiko menjadi karsinoma colon sangat tinggi untuk pasien dengan
riwayat penyakit tersebut dalam jangka waktu yang lama. Risiko dari karsinoma colon
sangat jelas terjadi setelah 10 tahun menderita colitis. 1
Perubahan dalam mikroflora colon
13
Sifat flora bakteri usus dapat ditentukan dengan diet, dan bahwa diet juga memberikan
substrat bagi perubahan yang diinduksi bakteri apapun pada isi usus normal menjadi
karsinogen. 1
Faktor genetik
Riwayat keluarga dapat menunjukkan adanya abnormalitas genetik atau berhubungan
dengan faktor lingkungan atau bahkan keduanya. Perubahan gen yang diturunkan
secara spesifik (ex, adenomatous polyposis coli (APC) gen) dan kelainan genetik yang
didapat (ex, mutasi titik gen pada ras tertentu, delesi allel pada lokasi spesifik dari
kromosom 5, 17, dan 18) tampaknya dapat menjadi langkah transformasi dari mukosa
colon yang normal menjadi mukosa yang malignan secara progresif. Dua kondisi yang
menjadi predisposisi terhadap sindroma kanker colorectal yang diturunkan adalah
fibroadenoma polyposis (FAP) dan hereditary nonpolyposis colorectal cancer
syndrome (HNPCC). Selain abnormalitas dari gen, lokasi tumor juga dianggap dapat
mempengaruhi terhadap kanker colorectal yang diturunkan. Tumor di colon distal
menunjukkan ketidakstabilan genetik yang lebih hebat dibanding dengan tumor di
colon proksimal, dengan arti tumor di colon distal mempunyai risiko diturunkan yang
lebih besar. 7
Merokok
Pria dan wanita yang merokok selama 20 tahun mempunyai risiko 3 x lebih tinggi
terhadap timbulnya adenoma kecil (< 1 cm). Merokok lebih dari 20 tahun mempunyai
risiko 2,5 x terhadap timbulnya adenoma yang lebih besar. 7
5. Gambaran Klinis
Gejala klinis karsinoma kolon kiri berbeda dengan yang kanan. Karsinoma kiri
sering bersifat skirotik, sehingga lebih banyak menimbulkan stenosis dan obstruksi,
terlebih karena feses sudah menjadi padat. Pada karsinoma kolon kanan jarang terjadi
stenosis dan feses masih cair sehingga tidak ada faktor obstruksi.4
14
Gejala dan tanda dini karsinoma kolon rektal tidak ada. Umumnya gejala pertama
timbul karena penyulit, yaitu gangguan faal usus, obstruksi, perdarahan atau akibat
penyebaran. Karsinoma kolon kiri dan rektum menyebabkan pola defekasi seperti
konstipasi atau defekasi dengan tenesmi. Makin ke distal letak tumor, feses makin
menipis, atau seperti kotoran kambing, atau lebih cair disertai darah dan lendir.
Tenesmi merupakan gejala yang sering didapat pada karsinoma rektum. Perdarahan
akut jarang dialami demikian juga nyeri di daerah pangggul berupa tanda penyakit
lanjut. Bila pada obstruksi penderita flatus terasa lega di perut.4
Gambaran klinik tumor sekum dan kolon ascenden tidak khas. Dispepsi,
kelemahan umum, penurunan berat badan dan anemia merupakan gejala umum, karena
itu sering penderita dalam keadaan menyedihkan. Nyeri pada kolon kiri lebih nyata
daripada kolon kanan. Tempat yang dirasakan sakit berbeda karena asal embriogenik
yang berlainan, yaitu dari usus tengah dan usus belakang. Nyeri dari kolon kiri
bermula di bawah umbilikus sedangkan dari kolon kanan dari epigastrium.4
Manifestasi dari karsinoma kolon dapat dibagi menjadi:
a. Manifestasi Subakut
Tumor-tumor pada kolon ascendens tidak menimbulkan perubahan kebiasaan
defekasi (walaupun besar, tumor yang sekresi mukus menyebabkan diare). Pasien
mungkin mengeluh feses berwarna hitam dan seperti ter, tetapi tumor tersebut
sering mengakibatkan occult bleeding, yang sering tidak terdeteksi oleh pasien.
Perdarahan kronis dapat menyebabkan anemia defesiensi besi, yang menimbulkan
gejala fatigue, dizzines, atau palpitasi. Perdarahan kerena karsinoma colon sering
intermitten, hasil negatif occult bleeding tes pada feses tidak menyingkirkan
kecurigaan kanker pada usus besar.
Nyeri perut bagian bawah lebih sering berhubungan dengan tumor-tumor yang
terletak di colon descendens. Nyeri perut berupa kram dan mereda dengan
pergerakan usus. Karsinoma kolon kiri dan rektum menyebabkan perubahan
perubahan pola defekasi seperti konstipasi atau defekasi dengan tenesmi. Makin
ke distal letak tumor, feses makin menipis atau seperti kotoran kambing atau lebih
cair disertai darah atau lendir. Tenesmus merupakan gejala yang biasa didapat
15
pada karsinoma kolon. Perdarahan akut jarang dialami, demikian juga nyeri di
daerah panggul berupa tanda penyakit lanjut. Bila pada obstruksi penderita flatus
terasa lega di perut.
Gejala umum karsinoma kolon non akut lainnya adalah termasuk kehilangan berat
badan dan demam. Sekitar 50% pasien mengeluh penurunan berat badan, namun
hal tersebut bukan manifestasi khas pada karsinoma kolon. Demam gejala yang
jarang dikeluhkan. Septikemia jarang terjadi tetapi bisa terjadi pada setiap derajat
tumor colon. Pada orang dewasa apabila ditemukan obstruksi atau obstruksi partial
yang disebabkan intusepsi, dilakukan colonoskopi atau air-kontras barium enema
untuk menyingkirkan ca colon.
b. Manifestasi Akut
Gejala yang signifikan pada gejala akut adalah obstruksi atau perforasi pada usus
besar. Obstruksi kolon dapat memberikan kesan kanker, terutama pada orang tua.
Pasien dengan obstruksi komplit mengeluh tidak bisa flatus dan BAB, kram dan
distensi perut. Pada pemeriksaan fisik ditemukan perut distended, tympani pada
perkusi, biasanya pada tumor ditemukan masa abdominal pada palpasi.
Jika obstruksi tidak berkurang dan kolon terus distensi, tekanan pada dinding
intestinal dapat melebihi tekanan kapiler, dan darah yang membawa O2 tidak
mencapai dinding usus, yang akan mengakibatkan iskemia dan nekrosis. Pada
situasi ini pasien akan mengeluhkan nyeri perut hebat dan pada pemeriksaan fisik
ditemukan rebound tenderness dan menurunnya atau menghilangnya suara usus.
Jika tidak di terapi segera, nekrosis akan berkembang menjadi peritonitis dengan
fecal peritonitis dan sepsis.
Usus besar dapat terjadi perforasi pada sisi tumor, mungkin disebabkan tumor
transmural kehilangan suplai darah dan menjadi nekrotik. Kasus seperti ini mudah
salah pada akut divertikulitis dan proses inflamasi dapat terbatas pada sisi yang
perforasi, akan tetapi pada beberapa kasus perforasi tidak dapat diketahui, yang
mengakibatkan peritonitis generalisata.
Tabel 2. gambaran klinis karsinoma kolorektal lanjut
16
Kolon Kanan Kolon Kiri Rektum
Aspek klinis
Nyeri
Defekasi
Obstruksi
Darah pada
feses
Feses
Dispepsia
Keadaan
umum
memburuk
Anemia
Kolitis
Karena penyusupan
Diare atau diare berkala
Jarang
Samar
Normal (diare)
Sering
Hampir selalu
Hampir selalu
Obstruksi
Karena Obstruksi
Konstipasi progresif
Hampir selalu
Samat atau
makroskopik
Normal
Jarang
Lambat
Lambat
Proktitis
Tenesmi
Tenesmi terus
menerus
Tidak jarang
Makroskopik
Perubahan
bentuk
Jarang
Lambat
Lambat
5. Diagnosis
Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik serta
pemeriksaan penunjang yang mendukung diagnosis karsinoma kolon.
Anamnesis2,6
Dari anamnesis kita dapat menduga seseorang menderita karsinoma kolorektal,
pada mereka yang usia lanjut yang mempunyai keluhan fungsi buang air besar
terganggu yaitu bila sulir buang air besar disertai darah lendir, atau buang air besar
disertai darah segar.
Dapat juga untuk menggali riwayat :
a. Perubahan kebiasaan defekasi seperti diarea, konstipasi
b. Perdarahan rectal atau occult bleeding(meskipun demikian, feses sering
normal)
c. Kram atau nyeri perut
17
d. Kelelahan dan fatigue
e. Riwayat kanker kolorektal pada keluarga
f. Riwayat menderita polip kolorektal
g. Riwayat menderita Chronic Inflammatory Bowel Desease
h. Diet kurang serat
Pemeriksaan fisik2,6
Karsinoma kolon disebelah kanan, kadang-kadang teraba suatu massa. Tumor
sigmoid sedikit dapat diraba diperut kiri bawah. Bila tumor sudah metastase ke hati,
akan teraba hati yang nodular dengan bagian yang keras dan yang kenyal. Dapat
ditemukan massa di abdomen, apabila ada gejala-gejala obstruksi dari inspeksi dapat
ditemukan dinding abdomen distensi, dumb countur, dumb steifung. Dari palpasi
ditemukan massa abdomen, dan hipertympani pada perkusi abdomen, auskultasi usus
bisa ditemukan peningkatan peristaltik yang kemudian diikuti dengan burburigmi,
metalik sound dan penurunan serta menghilangnya peristaltik Bisa juga ditemukan
nyeri tekan pada seluruh dinding abdomen apabila terjadi perforasi usus.
Pemeriksaan Digital Rectal Examination (DRE) bisa ditemukan massa maligna
(massa berbenjol-benjol dengan striktura) direktum dan rektosigmoid teraba keras
kenyal dan lendir darah pada sarung tangan.
Tabel : Ringkasan diagnosis karsinoma kolorektal
Kolon Kanan :
- Anemia dan kelemahan- Darah okul di feses- Dispepsia- Perasaan kurang enak di perut kanan bawah- Massa di perut kanan bawah- Foto rontgen perut khas- Penemuan kolonoskopi
Kolon Kiri :
- Perubahan pola defekasi- Darah di feses- Gejala dan tanda obstruksi- Foto rontgen khas- Penemuan kolonoskopi
Rektum :
- Perdarahan rektum- Darah di feses- Perubahan pola defekasi- Pasca defekasi perasaan tidak puas atau rasa penuh- Penemuan tumor pada colok dubur
18
Pemeriksaan Penunjang
Pada pasien dengan gejala-gejala yang dicurigai karsinoma kolon, diagnosis
definitif biasanya ditegakkan dengan endoskopi (fleksibel sigmoidoskopi dan
colonoscopy) atau barium enema. Pemeriksaan lain diperlukan untuk pemeriksaan
derajat penyakit dan mencari metastase. Ada berbagai pilihan penyaringan tersedia
mencakup Fecal occult bleeding (FOBT), fleksibel sigmoidoskopi (FS), sinar-x enema
barium, dan kolonoskopi dan fecal immunochemical test (FIT).
a. Fecal Occult Bleeding Test
FOBT menawarkan beberapa keuntungan sebagai alat screening yang telah terbukti
efektif dalam percobaan secara random, yang non-invasive, dan hemat biaya. Akan
tetapi, penurunan angka kematian termasuk rendah (15–33%).
b. Fecal Immunochemical Test (FIT)
Mendeteksi porsi spesifik dari protein darah manusia. Test ini dilakukan sama
seperti FOBT yang konvensional, tetapi lebih spesifik dan dapat mengurangi hasil
positif palsu. Vitamin atau makanan tidak mempengaruhi fecal immunochemical
test, dan formatnya hanya memerlukan 2 spesimen feses (FOBT konvensional
membutuhkan 3), jadi lebih mudah untuk digunakan. Fecal immunochemical test
mempunyai beberapa kelemahan sama seperti FOBT konvensional, seperti tidak
bisa untuk mendeteksi tumor yang tidak berdarah.
c. Flexible Sigmoidoscopy (FS)
Flexible Sigmoidoscopy (FS) dapat juga digunakan sebagai alat penyaringan.
Prosedur bisa dilakukan dalam kantor tanpa pemberian obat penenang, hemat biaya
dan murah, dapat untuk mengurangi angka kematian kanker colon sekitar 60–70%,
Kolon Kanan :
- Anemia dan kelemahan- Darah okul di feses- Dispepsia- Perasaan kurang enak di perut kanan bawah- Massa di perut kanan bawah- Foto rontgen perut khas- Penemuan kolonoskopi
Kolon Kiri :
- Perubahan pola defekasi- Darah di feses- Gejala dan tanda obstruksi- Foto rontgen khas- Penemuan kolonoskopi
Rektum :
- Perdarahan rektum- Darah di feses- Perubahan pola defekasi- Pasca defekasi perasaan tidak puas atau rasa penuh- Penemuan tumor pada colok dubur
19
dan persiapan pasien lebih mudah dibandingkan dengan kolonoskopi. Akan tetapi,
FS mendeteksi hanya separuh adenomas dan 40% kanker dari proximal sampai
splenic flexure. Dapat mengedintifikasi sampai 75% lesi proximal dan tidak dapat
mendeteksi lesi distal. Pemeriksaannya sering dibatasi oleh ketidaknyamanan pasien
dan kurang persiapan.
Dengan melakukan pemeriksaan FOBT setiap tahun dan FS setiap lima 5 tahun.
Metode ini memberikan gambaran pada kolon descenden dan memberikan
sensitifitas yang baik pada FOBT untuk proximal kanker yang tidak bisa dicapai
oleh FS. Suatu penelitian terbaru menunjukkan bahwa penambahan sekali FOBT
dengan FS meningkatkan tingkat pendeteksian neoplasia dari 70% dengan FS
sendiri, menjadi 76%.
d. Penyinaran Enema barium
Pemeriksaan sinar-x enema barium (BE) mempunyai manfaat cost effective dan
memeriksa keseluruhan kolon. Barium enema sebaiknya menggunakan kontras
ganda dan usahakan melakukan pemotretan pada berbagai posisi bila ditemukan
kelainan. Pada foto kolnon dapat terlihat suatu filling defect pada suatu tempat atau
suatu striktura. Selain itu dapat ditemukan lokasi tempat kelainan tersebut.
Gambar 6. Pemeriksaan kontras barium enema – radiograf
e. Kolonoskopi
Kolonoskopi dapat membantu mencegah kanker colon dengan pendeteksian polyp
adenomatosa dan polypectomy. Kolonoskopi memberikan gambaran keseluruhan
colon yang dapat mengidentifikasi dari lesi yang proximal dan lesi distal.
Kolonoskopi mempunyai sensitifitas terbaik pada metoda screening yang ada saat
20
ini. Kerugian kolonoskopi adalah biaya, resiko yang ditingkatkan seperti
pendarahan dan perforasi, persiapan pasien yang sulit, dan membutuhkan pemberian
obat sedasi.
Secara endoskopi umumnya bentuk kanker kolorektal ialah polipoid yang ireguler,
anular seperti bunga kool yang ulseratif, striktura, sirkular, dan dapat menemukan
letak obstruksi. Apabila dibandingkan, kolonoskopi menjadi suatu metoda surveilen
yang lebih efektif dibanding dengan kontras barium enema ganda. Setelah
melakukan pemeriksaan kolonoskopi dengan disertai polypectomy, 580 pasien
dilakukan surveilen dengan kolonoskopi dan kontrol barium enema ganda (DCBE).
Hasil kolonoskopi menemukan 392 polyp, DCBE menemukan polyp sebanyak 139
(35%) pada kasus yang sama.
f. Pemeriksaan penunjang lainnya
- Radiografi thorak : digunakan untuk mendeteksi kanker yang telah metastase ke
paru-paru.
- Ultrasonografi (USG)
Ultrasonografi sangat sulit untuk mendeteksi kanker kolorektal. Alat ini baru
bermanfaat untuk mendeteksi ada tidaknya metastase kanker ke kelenjar getah
bening di abdomen dan di hati. Jika ada pembesaran kelenjar getah bening para-
aortal patut dicurigai suatu metastase dari kanker.
- CT-Scan : digunakan untuk mendeteksi metastase ke nodus limfatikus, hati atau
paru-paru
21
Gambar7. CT Scan abdomen bagian atas menunjukkan
multipel tumor dalam limpa dan hati yang sudah menyebar
(metastase) berasal dari kanker usus (karsinoma).
- Laboratorium
Setiap pasien yang mengalami perdarahan perlu diperiksa Hb, biasanya terjadi
penurunan Hb. Tumor marker (petanda tumor) yang biasa dipakai adalah CEA, kadar
CEA lebih dari ng\ml biasanya ditemukan pada karsinoma kolorektal yang lanjut.
Berdasarkan penelitian CEA tidak biasa digunakan untuk mendeteksi secara dini
karsinoma kolorektal, sebab ditemukan kenaikan titer lebih dari 5 ng\ml pada sepertiga
kasus.
6. Tatalaksana
Satu-satunya kemungkinan terapi kuratif adalah tindak bedah. Tujuan utamanya
adalah memperlancar saluran cerna yang bersifat kuratif maupun non-kuratif. Tindak
bedah, terdiri dari reseksi luas karsinoma primer dan kelenjar limfe regional. Bila
sudah ada metastasis jauh, tumor primer akan direseksi juga dengan maksud mencegah
obstruksi, perdarahan, anemia, inkontinensia, fistel dan nyeri.4
Pada karsinoma rektum tindak bedah yang dipilih bergantung pada
letaknya,khususnya jarak batas bawah karsinoma dan anus. Sedapat mungkin anus
dengan pfingter eksterna dan sfingter interna dipertahankan untuk menghindari anur
preternaturalis.4
Bedah kuratif dilakukan bila tidak ditemukan gejala penyebaran baik dekat
maupun jauh. Pada tumor caecum atau colon ascenden dilakukan hemikolektomi
kanan, kemudian anastomosis ujung ke ujung. Pada tumor di fleksura hepatik,
dilakukan juga hemikolektomi. Pada tumor kolon transversum dilakukan reseksi kolon
transversum, kemudian anstomosis ujung ke ujung sedangkan pada tumor kolon
desenden dilakukan hemikolektomi kiri. Pada tumor sigmoid dilakukan reseksi
sigmoid dan pada tumor rektum sepertiga proksimal dilakukan reseksi anterior. Pada
tumor rektum sepertiga tengah dilakukan reseksi dengan mempertahankan sfingter
22
anus, sedangkan pada tumor sepertiga distal dilakukan amputasi rektum melalui reseksi
abdomino perineal Quenu-Miles, pada operasi ini anus turut dikeluarkan.4
Tumor yang teraba pada pemeriksaan colok dubur umumnya terlalu rendah untuk
tindakan preservasi sfingter anus. Eksisi lokal dengan mempertahankan anus hanya
dapat dipertanggungjawabkan pada tumor tahap dini.4
Pada pembedahan abdominoperineal menurut Quenu-Miles, rektum dan sigmoid
dengan mesosigmoid dilepaskan, termasuk kelenjar limfe pararektum dan
retroperitoneal. Kemudian anus dieksisi melalui insisi perineal dan dikeluarkan
seluruhnya bersama rektum melalui abdomen.4
Reseksi anterior rendah pada rektum dilakukan melalui laparatomi dengan
menggunakan alat stapler untuk membuat anstomosis kolorektal atau koloanal rendah.
Eksisi lokal melalui rektoskop dapat dilakukan pada karsinoma terbatas. Seleksi
penderita harus dilakukan dengan teliti, antara lain dengan menggunakan endoskopi
ultrasonografi untuk menentukan tingkat penyebaran di dalam dinding rektum dan
adanya kelenjar ganas pararektal.4
Gambar 8. Tindak bedah kuratif
Terapi Paliatif
Reseksi tumor secara paliatif dilakukan untuk mencegah atau mengatasi obstruksi atau
menghentikan perdarahan supaya kualitas hidup penderita lebih baik. Jika tumor tidak
dapat diangkat, dapat dilakukan bedah pintas atau anus preternaturalis. Pada metastasis
23
hati yang tidak lebih dari dua atau tiga nodul dapat dipertimbangkan eksisi metastasis.
Pemberian sitostatik melalui a.hepatika, yaitu perfusi secara selektif, kadang lagi
disertai terapi embolisasi, dapat berhasil penghambatan pertumbuhan sel ganas.4
Kolostomi
Merupakan kolokutaneostomi yang disebut juga anus preternaturalis yang dibuat untuk
sementara atau menetap. Kolostomi sementara dibuat misalnya pada penderita gawat
perut dengan peritonitis yang telah dilakukan reseksi sebagian kolon. Pada keadaan
demikian, membebani anstomosis, aliran feses dialihkan untuk sementara melalui
kolostomi dua stoma yang biasanya disebut stoma laras ganda. Dengan cara Hartman
pembuatan anstomosis ditunda sampai radang di perut telah reda.4
Kolostomi tetap, yang dibuat pada reseksi rektoanal abdominoperineal menurut Quenu-
Miles berupa anus preternaturalis benar. Esofagostomi, gastrotomi, yeyunostomi dan
sekostomi biasanya merupakan stroma sementara. Ileostomi dan kolostomi sering
berupa stroma tetap.4
Indikasi kolostomi ialah dekompresi usus pada obstruksi, stroma sementara untuk
bedah reseksi usus pada radang, atau perforasi dan sebagai anus setelah reseksi usus
distal untuk melindungi anstomosis distal. Kolostomi dapat berupa stroma kait
(loop kolostoma) atau stroma ujung (end kolostoma).4
Pada kolostoma sigmoid biasanya pola defekasi sama dengan semula. Banyak
penderita mengadakan pembilasan sekali sehari, sehingga mereka tidak terganggu oleh
pengeluaran feses dari stromanya. Kolostoma pada kolon transversum mengeluarkan
isi usus beberapa kali sehari karena isi kolon transversum tidak padat, sehingga lebih
sulit diatur.4
Anus preternaturalis sering menyebabkan penyulit. Hernia parastoma dapat berisi
kolon, omentum atau usus halus yang sering terjadi pada orang gemuk. Prolaps,
stenosis, nekrosis dan retraksi merupakan komplikasi teknik yang kurang sempurna.
Infeksi dinding perut kadang terjadi dan iritasi kulit sering dilihat karena rangsang sisa
pencernaan.4
24
Terapis enterostoma merupakan ahli yang bertugas khusus untuk merawat dan
membimbing penderita dan keluarganya untuk menghadapi hidup dengan anus
preternaturalis.4
Gambar. Colostomy
25
BAB III
PENYAJIAN KASUS
I. ANAMNESIS
Identitas
Nama : Tn. P
Jenis Kelamin : Laki-laki
Usia : 27 tahun
Alamat : Dusun Parit Baru, Kabupaten sambas
Agama : Islam
Status : Sudah menikah
Pekerjaan : Swasta
Nomor RM : 050542
Tanggal Masuk RS : 9 Januari 2015
Anamnesis pada tanggal 10 Januari 2015
Keluhan utama
BAB cair bercampur darah sejak ± 4 bulan
Riwayat Penyakit Sekarang
±4 bulan pasien mengalami BAB cair bercampur darah berwarna merah segar dan
lendir. Frekuensi BAB bisa mencapai 30 kali/hari. Saat BAB biasanya disertai nyeri dan
mulas di seluruh daerah perut dan pinggang. Pasien sering merasa mulas terus menerus dan
merasa BAB tidak pernah tuntas. Pasien juga mengeluhkan sering muntah berisi makanan,
2-3 kali/hari. Pasien berobat ke Puskesmas sambas dan diberi obat untuk diare,namun
keluhan tidak membaik.
26
±3 bulan BAB cair bercampur darah dan lendir masih dikeluhkan pasien. Frekuensi 10-
15 kali/hari. Kadang disertai BAB dengan konsistensi feses seperti kotoran kambing.
Keluhan mual dan muntah masih dirasakan pasien. Nafsu makan menurun. Penurunan
Berat Badan (+) ± 5-8 kg. Pasien kembali berobat ke puskesmas dan diberi obat diare,
namun keluhan tidak membaik.
±1 bulan lalu pasien berobat ke RSUD Sambas untuk keluhan yang sama, pasien dicek
tinja, namun hasilnya tidak jelas. Kemudian pasien dirujuk ke RS Abdul Azis dan
disarankan kolonoskopi.
Riwayat Penyakit Dahulu
Pasien tidak pernah mengalami keluhan yang sama sebelumnya. Riwayat penyakit
infeksi saluran pencernaan sebelumnya disangkal. Riwayat BAB tidak teratur (+), kadang-
kadang sembelit. Pasien jarang mengonsumsi sayur dan buah. Riwayat merokok (+) ± 1
bungkus/hari. Riwayat Hipertensi (-). Riwayat Diabetes Melitus (-)
Riwayat Penyakit Keluarga
Tidak ada keluarga pasien yang mengalami keluhan/penyakit yang sama.
II. PEMERIKSAAN FISIK (dilakukan pada tanggal 10 Januari 2015)
Status Generalis
Keadaan umum : tampak sakit sedang.
Kesadaran : Kompos Mentis
Tanda vital
Tekanan darah: 110/70 mmHg
Nadi : 80 x/ menit, reguler, isi cukup
Nafas : 22 x/ menit, torakoabdominal
Suhu : 36,60C
Kulit : warna kulit kecoklatan, sianosis (-)
Kepala : tidak ada kelainan bentuk, simetris.
Mata : konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-)
27
Telinga : Otorea (-)
Hidung : Rhinorea (-), Deviasi septum (-)
Mulut : bibir sianosis (-)
Leher : pembesaran limfonodi (-)
Jantung
Inspeksi : iktus kordis tidak terlihat
Palpasi : iktus kordis teraba di SIC 5 linea midklavikula sinistra
Perkusi : batas jantung kiri atas: SIC II linea parasternal sinistra
Batas jantung kiri bawah : SIC IV linea parasternal sinistra
Batas jantung kanan atas : SIC II linea parasterna dekstra
Batas jantung kanan bawah SIC V linea midklavikula dekstra
Auskultasi : bunyi jantung I/II normal, reguler, gallop (-), murmur (-)
Paru
- Inspeksi : statis : simetris, dinamis : gerakan paru simetris
- Palpasi : fremitus taktil sama di paru dekstra-sinitra dan superior-inferior
- Perkusi : sonor di seluruh lapang paru
- Auskultasi : suara nafas pokok vesikuler (+/+), wheezing (-/-), rhonki (-/-)
Abdomen
- Inspeksi : bentuk normal
- Auskultasi : bising usus (+) Normal
- Palpasi : Nyeri tekan (+) di kuadran epigastrium, massa (-), hepar dan lien tidak teraba
- Perkusi : timpani pada seluruh lapang abdomen
Ekstremitas
Edema (-), sianosis (-), jari tabuh (-), capillary refill < 2 detik pada anggota gerak atas dan
bawah.
Pemeriksaan Digital Rectal Examination
28
- Tonus sfingter ani ketat
- Ampula rekti baik
- Mukosa licin
- Handscoon : darah dan feses
III. PEMERIKSAAN PENUNJANG
a. Laboratorium (9 Januari 2015)
RBC : 4,93
HCT: 36,8%
PLT : 214.000
WBC:4,9
HGB : 13,5 g/dl
HIV : Nor reaktif
HBSAg : Non reaktif
b. Kolonoskopi (12 Januari 2015)
29
Hasil :
- Scope masuk sampai dengan ± 20 cm
- Tampak vegetasi (tumor) mudah berdarah (biopsi belum dapat dilakukan)
Kesan:
Tumor kolon suspek maligna (Mungkin perlu untuk pemeriksaan Collon in Loop)
c. Collon in loop ( 14 Januari 2015)
Hasil :
- kontras barium dimasukkan melalui spuit dan kateter, mengisi rectosigmoid, colon
ascendens, dan fleksura lienalis.
- Tampak filling deffect pada sigmoid disertai dengan gambaran apple core
- Tidak tampak indentasi maupun additional shadow
Kesan:
Gambaran massa intraluminer pada sigmoid, suspek maligna.
d. Pemeriksaan EKG
30
Hasil :
- Irama sinus
- HR 60x/menit
- Axis normal
- Kelainan (-)
31
e. Pemeriksaan Foto polos Toraks (16 Januari 2014)
Hasil :
- Trakea tidak tampak deviasi
- Cor: ukuran, letak, dan konfigurasi normal
- Pulmo: Corakan vaskular normal, tak tampak nodul pada kedua lapangan paru
- Diafragma dan sudut kostofrenikus baik
- Tak tampak lesi litik maupun destruksi pada kosta, klavikula, dan skapula
Kesan:
- Cor: tak tampak membesar
32
- Tak tampak gambaran metastase pada pulmo dan tulang
IV. RESUME
Seorang laki-laki, 24 tahun, datang ke RS Abdul Aziz dengan keluhan utama BAB cair
bercampur darah sejak ± 4 bulan. Darah berwarna merah segar, kadang disertai lendir.
Kadang disertai BAB dengan konsistensi feses seperti kotoran kambing. Frekuensi BAB
mencapai 30kali/hari. Saat BAB biasanya disertai nyeri di seluruh daerah perut dan
pinggang. Pasien sering merasa mulas terus menerus dan merasa BAB tidak pernah tuntas.
Pasien juga mengeluhkan sering muntah berisi makanan, 2-3 kali/hari. Berobat ke
Puskesmas sambas dan diberi obat untuk diare, keluhan tidak membaik.
±1 bulan lalu pasien berobat ke RSUD Sambas untuk keluhan yang sama, pasien dicek
tinja, namun hasilnya tidak jelas. Kemudian pasien dirujuk ke RS Abdul Azis dan
disarankan kolonoskopi.
Pasien tidak pernah mengalami keluhan yang sama sebelumnya. Riwayat penyakit
infeksi saluran pencernaan sebelumnya disangkal. Riwayat BAB tidak teratur (+), kadang-
kadang sembelit. Pasien jarang mengonsumsi sayur dan buah. Riwayat merokok (+) ± 1
bungkus/hari.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum tampak sakit sedang dengan
kesadaran kompos mentis. Tanda vital dalam batas normal. Pada pemeriksaan abdomen
didpatkan nyeri tekan epigatrium. Pemeriksaan fisik head to toe lainnya dalam batas
normal. Pada pemeriksaan Digital Rectal Examination didapatkan tonus sfingter ani ketat,
ampula rekti baik, mukosa licin, dan terdapat darah dan feses pada handscoon setelah
dikeluarkan dari anus.
Pemeriksaan penunjang darah lengkap dalam batas normal. Pada pemeriksaan
kolonoskopi scope masuk sampai 20 cm, tampak vegetasi (tumor) mudah berdarah (biopsi
belum dapat dilakukan) dengan kesan tumor kolon suspek maligna. Pemeriksaan penunjang
33
collon in loop didapatkan kesan gambaran massa intraluminer pada sigmoid, suspek
maligna. Pada pemeriksaan EKG tidak didapatkan kelainan jantung. Pada pemeriksaan foto
torak tidak didapatkan kelainan paru, jantung, maupun gambaran metastatis.
DIAGNOSIS
Diagnosis kerja : Karsinoma Kolon Suspek Maligna
V. TATALAKSANA
Non Medikamentosa :
Hemikolektomi surgery
Medikamentosa :
-
VII. PROGNOSIS
Ad vitam : dubia et bonam
Ad functionam : malam
Ad sanactionam : dubia et malam
34
BAB IV
PEMBAHASAN
Pada kasus ini, pasien datang dengan keluhan utama BAB cair bercampur darah segar
dan lendir sejak 4 bulan SMRS, frekuensi BAB mencapai 10-30 x/hari. Kadang disertai
keluhan BAB dengan konsistensi seperti kotoran kambing. Pasien sering merasa mulas terus
menerus dan merasa BAB tidak pernah tuntas. Tanda-tanda tersebut merupakan tanda adanya
keganasan pada kolon kiri. Karsinoma kolon kiri dan rektum menyebabkan pola defekasi
seperti konstipasi atau defekasi dengan tenesmi. Makin ke distal letak tumor, feses makin
menipis, atau seperti kotoran kambing, atau lebih cair disertai darah dan lendir.
Karsinoma kolon merupakan keganasan yang mengenai sel-sel epitel di mukosa kolon.
Dasar penting dari keganasan kolon ini adalah proses perubahan secara genetik pada sel-sel
epitel di mukosa kolon yang timbul akibat beberapa hal, antara lain dietetik, kelainan di kolon
sebelumnya dan faktor herediter. Manifestasi klinis yang timbul pada pasien dengan
karsinoma kolon tergantung dari lokasi, bentuk makroskopis dari tumor.
Faktor resiko terjadinya keganasan kolon antara lain Usia, diet, ras kulit hitam, penyakit
penyerta , polip colon, Inflammatory Bowel Disease, perubahan dalam mikroflora colon,
faktor genetik, dan merokok. Pada pasien, faktor resiko terjadinya Ca kolon antara lain karena
diet yang akhirnya menyebabkan perubahan dalam mikroflora kolon, dan merokok. Teori
yang pernah dikemukakan adalah diet dengan tinggi lemak hewani akan dapat meningkatkan
pertumbuhan kuman-kuman anaerobik pada kolon, terutama jenis clostridium dan bakteroides.
Organisme ini bekerja pada lemak dan cairan empedu sekunder, yang dapat merusak mukosa
kolon dengan aktivitas replikasinya dan secara simultan berperan sebagai promotor untuk
senyawa-senyawa lain yang potensial karsinogenik, dengan pembentukan nitrosamida (suatu
bahan karsinogen) dari amin dan amida yang dilepaskan oleh diet yang mengandung daging
dan lemak hewani. Sedangkan secara simultan, bahwa kurangnya serat dalam diet akan
memperkecil volume tinja dan memperlambat waktu pengosongan usus. Keadaan ini
35
mengurangi proses dilusi dan proses pengikatan bahan-bahan karsinogen. Diet rendah serat
sering disebabkan oleh rendahnya konsumsi buah-buahan serta sayur-sayuran yang
mengandung vitamin A, C, dan E, yang diduga mempunyai efek anti kanker. Merokok juga
merupakan salah satu faktor resiko terjadi Ca Kolon. Pria dan wanita yang merokok selama 20
tahun mempunyai risiko 3 x lebih tinggi terhadap timbulnya adenoma kecil (< 1 cm). Merokok
lebih dari 20 tahun mempunyai risiko 2,5 x terhadap timbulnya adenoma yang lebih besar.
Dari pemeriksaan fisik tidak didapatkan kelainan berarti. Pada pemerikisaan Digital
Rectal Examination didapatkan tonus sfingter ani ketat, ampula rekti baik, mukosa licin, dan
terdapat darah dan feses pada handscoon setelah dikeluarkan dari anus.
Pada pemeriksaan radiologis colon in loop, ditemukan adanya filling defect pada kolon
asenden bagian proksimal. Terdapatnya filling defect Tampak filling deffect pada sigmoid
disertai dengan gambaran apple core yang menunjukkan bahwa terdapat massa intra luminer
di daerah sigmoid. Hal ini sesuai dengan gejala klinis yang ditemukan, berupa BAB cair
bercampur darah dan lendir disertai BAB dengan konsistensi seperti kotoran kambing.
Tindakan yang akan dilakukan adalah tindakan bedah. Pada karsinoma rektum tindak
bedah yang dipilih bergantung pada letaknya,khususnya jarak batas bawah karsinoma dan
anus. Sedapat mungkin anus dengan sfingter eksterna dan sfingter interna dipertahankan
untuk menghindari anur preternaturalis.4
Bedah kuratif dilakukan bila tidak ditemukan gejala penyebaran baik dekat maupun
jauh. Pada tumor caecum atau colon ascenden dilakukan hemikolektomi kanan, kemudian
anastomosis ujung ke ujung. Pada tumor di fleksura hepatik, dilakukan juga hemikolektomi.
Pada tumor kolon transversum dilakukan reseksi kolon transversum, kemudian anstomosis
ujung ke ujung sedangkan pada tumor kolon desenden dilakukan hemikolektomi kiri. Pada
tumor sigmoid dilakukan reseksi sigmoid dan pada tumor rektum sepertiga proksimal
dilakukan reseksi anterior. Pada tumor rektum sepertiga tengah dilakukan reseksi dengan
mempertahankan sfingter anus, sedangkan pada tumor sepertiga distal dilakukan amputasi
rektum melalui reseksi abdomino perineal Quenu-Miles, pada operasi ini anus turut
dikeluarkan.
36
BAB V
KESIMPULAN
1. Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang pada pasien
dapat ditegakkan diagnosis Karsinoma Kolon Suspek Maligna.
2. Derajat keganasan karsinoma kolon pada pasien dapat ditentukan dengan pemeriksaan
lanjut berupa pemeriksaann histopatologik tumor.
3. Faktor resiko terjadinya Karsinoma Kolon pada pasien antara lain diet, perubahan flora
usus, dan merokok.
4. Pada pasien direncanakan terapi berupa tindakan bedah kuratif hemikolektomi.
37
DAFTAR PUSTAKA
1. Sabiston, David C. 2012. Buku Ajar Bedah Bagian 2. Jakarta: EGC.
2. Zahari, Asril. 2009. Deteksi Dini, Diagnosa, dan Penatalaksanaan Kanker Kolon dan
Rektum. Divisi Bedah Digestif Fakultas Kedokteran/ RS Dr. M. Djamil Padang.
3. Standar Pelayanan Medis. 1997. Karsinoma Kolon-rektum.
4. Sjamsuhidayat de Jong. 2012. Buku Ajar Ilmu Bedah Edisi III. Jakarta: EGC
5. Tortora, Gerard J & Derrickson Bryan. 2009. Principle of Anatomy and Physiology.
USA: John Willey and Sons.
6. Abdullah, Murdani. 2006. Tumor Kolorektal. Dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam.
Jakarta: FKUI.
7. Morris. Oxford Textbook of Surgery. Edisi 2. Oxford Press. London. 2000