bab i

54
1 BAB I PENDAHULUAN Kolon merupakan bagian akhir usus yang terbentang dari ileum terminalis sampai sambungan rektoanus. Tempat sejumlah kelainan bedah dan medik yang penting serta kadang-kadang mengancam nyawa. Banyak jenis teknik diagnostik yang dikembangkan belakangan ini dapat diterapkan dalam penyakit kolon, termasuk evaluasi lengkap banyak lesi peradangan, vaskular, neoplastik, dan pasca trauma pada kolon. 1 Karsinoma kolon dan rektum merupakan keganasan ketiga terbanyak di dunia dan penyebab kematian kedua terbanyak (semua gender) di Amerika Serikat. Resiko terjadinya kanker kolon sedikit lebih banyak pada wanita dan kanker rektum lebih banyak pada pria. Resiko timbulnya kanker kolon dan rektum selama hidup adalah 5%, dan 6%-8% dari kasus terjadi sebelum usia 40 tahun. Imseiden meningkat setelah umur 50 tahun. 2 Penderita karsinoma kolorektal biasanya datang pada dokter sudah dalam keadaan lanjut, oleh karena itu sudah menjadi tugas dokter untuk mendeteksi karsinoma kolon-rektum dalam stadium dini, sehingga prognosis penyakit ini menjadi lebih baik. Manifestasi klinis dari keganasan kolorektal sangat bervariasi tergantung dari tempat dimana lesi berada, apakah di kanan atau kiri kolon. Namun yang paling sering terjadi adalah perubahan

Upload: ferry-hartono

Post on 17-Jan-2016

214 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

abcde

TRANSCRIPT

Page 1: bab I

1

BAB I

PENDAHULUAN

Kolon merupakan bagian akhir usus yang terbentang dari ileum terminalis sampai

sambungan rektoanus. Tempat sejumlah kelainan bedah dan medik yang penting serta kadang-

kadang mengancam nyawa. Banyak jenis teknik diagnostik yang dikembangkan belakangan

ini dapat diterapkan dalam penyakit kolon, termasuk evaluasi lengkap banyak lesi peradangan,

vaskular, neoplastik, dan pasca trauma pada kolon.1

Karsinoma kolon dan rektum merupakan keganasan ketiga terbanyak di dunia dan

penyebab kematian kedua terbanyak (semua gender) di Amerika Serikat. Resiko terjadinya

kanker kolon sedikit lebih banyak pada wanita dan kanker rektum lebih banyak pada pria.

Resiko timbulnya kanker kolon dan rektum selama hidup adalah 5%, dan 6%-8% dari kasus

terjadi sebelum usia 40 tahun. Imseiden meningkat setelah umur 50 tahun.2

Penderita karsinoma kolorektal biasanya datang pada dokter sudah dalam keadaan

lanjut, oleh karena itu sudah menjadi tugas dokter untuk mendeteksi karsinoma kolon-rektum

dalam stadium dini, sehingga prognosis penyakit ini menjadi lebih baik. Manifestasi klinis dari

keganasan kolorektal sangat bervariasi tergantung dari tempat dimana lesi berada, apakah di

kanan atau kiri kolon. Namun yang paling sering terjadi adalah perubahan kebiasaan pola

buang air besar. Karena banyak kanker adalah asimptomatik sampai mencapai stadium yang

lanjut, jelas bermanfaat untuk mendiagnosis kanker tersebut dangan menggunakan pengujian

diagnostik skrining dan spesifik untuk pasien yang dicurigai menderita kanker kolon-rektum

atau mereka yang berada dalam risiko tinggi karena kondisi predisposisi atau riwayat

keluarga.3,4

Page 2: bab I

2

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Anatomi dan Fisiologi

Usus besar memiliki panjang sekitar 1,5 m dan diameter 6,5 cm, memanjang dari ileum

ke anus, melekat pada dinding perut posterior oleh mesokolon, yang merupakan lapisan ganda

peritoneum. Secara struktural empat daerah utama usus besar adalah sekum, kolon, rektum,

dan anus.5

Pintu dari ileum ke dalam usus besar dibatasi oleh lipatan selaput lendir yang disebut

sfingter ileocecal, yang memungkinkan bahan dari usus kecil untuk masuk ke dalam usus

besar. Pada bagian inferior katup ileocecal menggantung sekum, kantong kecil dengan

panjang sekitar 6 cm, pada sekum melekat apendiks yang bengkok, melingkar, berukuran

panjang sekitar 8 cm. Mesenterika dari apendiks yang disebut mesoappendix melekatkan

apendiks ke bagian inferior mesenterium ileum. Ujung terbuka sekum menyatu dengan tabung

panjang yang disebut colon, yang dibagi menjadi colon asendens, transversum, dan desendens,

dan sigmoid. Kolon asendens dan desendens merupakan organ retroperitoneal, sedangkan

colon transversus dan sigmoid merupakan organ intraperitoneal.5

Lapisan otot longitudinal kolon membentuk tiga buah pita yang disebut taenia koli.

Panjang taenia lebih pendek daripada usus, hal ini menyebabkan usus tertarik dan berkerut

membentuk kantong-kantong kecil yang dinamakan haustra. Secara embriologik kolon kanan

berasal dari usus tengah, sedangkan kolon kiri sampai rektum berasal dari usus belakang.

Sesuai dengan namanya, usus besar naik pada sisi kanan perut, mencapai permukaan

inferior hepar, dan melengkung ke kiri membentuk fleksura hepatika, kemudian berlanjut

sebagai kolon transversum dan turun ke bawah membentuk fleksura lienalis dan berlanjut

membentuk kolon desendens dan sigmoid. Kolon sigmoid ( sigm : berbentuk ‘S’ ) dimulai

dekat puncak iliaka kiri, proyeksi medial ke garis tengah, dan berakhir sebagai rektum pada

sekitar vertebra sakral III.5

Rektum merupakan bagian usus besar terakhir dari traktus digestivus dengan panjang

sekitar 20 cm (8 inci), menggantung pada anterior sacrum dan coxygis. Terminal dari rektum

dengan panjang 2-3 cm (1 inci) disebut canalis anus.5

Page 3: bab I

3

Gambar 1. Anatomi anterior dari usus besar

Gambar2. Irisan frontal dari canal anus

B. Histologi

Dinding usus besar berisi empat lapisan, yaitu: mukosa, submukosa, muskularis, dan

serosa . Mukosa terdiri dari epitel kolumnar selapis, lamina propria ( jaringan ikat areolar ),

dan muskularis mukosa ( otot polos ). Epitel banyak mengandung sel absorbsi dan sel goblet.

Sel-sel absorbsi berfungsi terutama dalam penyerapan air; sel goblet mengeluarkan lendir

yang melumasi isi kolon.5

Nodul limfatik soliter juga ditemukan di lamina propria mukosa dan dapat sampai pada

mukosa muskularis ke submukosa. Dibandingkan dengan usus kecil, mukosa usus besar tidak

memiliki banyak adaptasi struktural untuk meningkatkan luas permukaan. Tidak ada lipatan

melingkar atau villi. Namun, mikrovili ada pada sel absorbsi. Akibatnya , lebih banyak

penyerapan terjadi di usus kecil daripada di usus besar.5

Dinding kolon terdiri dari empat lapisan histologi yang jelas, yaitu : tunika serosa, tunika

muskularis, tunika submukosa, dan tunika mukosa. Tunika serosa membentuk apendises

Page 4: bab I

4

epiploika, sedangkan tunika mukosa yang terdiri dari epitel selapis toraks dan tidak

mempunyai vili serta banyak kriptus tubular, dalam sepertiga bawahnya mempunyai sel goblet

pensekresi mukus yang ada di keseluruhan kolon. Pada tunika muskularis terdapat sel

ganglion pleksus mienterikus (Auerbach) terutama terletak sepanjang permukaan luar stratum

sirkulasi.5

Gambar 3. Histologi Kolon

Suplai darah kolon terutama melalui arteria Mesenterika Superior dan Inferior. Arteria

mesenterika superior ada tiga cabang utama :(1) arteri ileokolika, (2) Kolika dekstra dan (3)

kolila media. Arteria mesenterika inferior bercabang ke arteria kolika sinistra, hemoroidalis

superior (rektalis) dan sigmoidea. Masing-masing mempunyai anatomis dengan arteria

terdekat, yang membentuk pembuluh darah kontinyu di sekeliling keselurahan kolon. Drainase

vena kolon sejajar sistem arteria, tetapi tidak memasuki sistem vena kava interior. Vena

mesenterika superior dan inferior bergabung dengan vena splenika untuk membentuk vena

porta dan berdrainase ke hati.1

Pembuluh vena kolon berjalan paralel dengan arterinya. Aliran darah vena disalurkan

melalui v. mesenterika superior untuk kolon asendens dan kolon transversum, dan melalui v.

mesenterika inferior untuk kolon desendens, sigmoid, dan rektum. Keduanya bermuara ke

dalam vena porta, tetapi v. mesenterika inferior melalui v. lienalis. Aliran vena dari kanalis

analis menuju ke v. kava inferior. Karena itu anak sebar yang berasal dari keganasan rektum

dan anus dapat ditemukan di paru, sedangkan yang berasal dari kolon ditemukan di hati. Pada

Page 5: bab I

5

batas rektum dan anus terdapat banyak kolateral arteri dan vena melalui peredaran hemoroidal

antara sistem pembuluh saluran cerna dan sistem arteri dan vena iliaka.1

Gambar 4. Vaskularisasi colon

Aliran limfe kolon sejalan dengan aliran darahnya, mengikuti arteria regional ke nodi

limfatis preaorta pada pangkal arteri mesenterika superior dan inferior. Hal ini penting

diketahui sehubungan dengan penyebaran keganasan dan kepentingannya dalam reseksi

keganasan kolon. Sumber aliran limfe terdapat pada muskularis mukosa. Jadi selama suatu

keganasan kolon belum mencapai lapisan muskularis mukosa kemungkinan besar belum ada

metastasis. Metastasis dari kolon sigmoid ditemukan di kelenjar regional mesenterium dan

retroperitoneal pada a. kolika sinistra, sedangkan dari anus ditemukan di kelenjar regional di

regio inguinalis.1

Gambar 5. Kelenjar limfe colon.

(1)lnn.iliocolica(2)lnn.colica sinistra(3)lnn.mesenterica inferior(4)lnn.superior

rectum(5)lnnn.retrocecal(6)lnn.prececal(7)lnn.paracolica

Page 6: bab I

6

Kolon dipersarafi oleh serabut simpatis yang berasal dari n. splanknikus dan pleksus

presakralis serta serabut parasimpatis yang berasal dari n. vagus. Karena distribusi persarafan

usus tengah dan usus belakang, nyeri alih pada kedua bagian kolon kiri dan kanan berbeda.

Lesi pada kolon bagian kanan yang berasal dari usus tengah terasa mula-mula pada

epigastrium atau di atas pusat. Nyeri pada apendisitis akut mula-mula terasa pada epigastrium,

kemudian berpindah ke perut kanan bawah. Nyeri dari lesi pada kolon desendens atau sigmoid

yang berasal dari usus belakang terasa mula-mula di hipogastrium atau di bawah pusat dan

nyeri perut.1

Fungsi usus besar ialah menyerap air, vitamin, dan elektrolit, ekskresi mukus, serta

menyimpan feses, dan kemudian mendorongnya keluar. Fisiologi usus besar meliputi:4

1. penyerapan H2O (700-1000 ml menjadi 180-200)

2. penyimpanan feses untuk sementara waktu

3. ekskresi mukus

4. aktivitas bakteria

Dari 700-1000 ml cairan usus halus yang diterima oleh kolon, 150-200 ml sehari

dikeluarkan sebagai feses. Absorbsi terutama terjadi di kolon asendens dan kolon transversum.

Kolon yang normal selama 24 jam dapat melakukan absorbsi 2,5 liter air, 403 m.Eq Na dan

462 m.Eq Cl. Sebaliknya kolon mengeluarkan sekresi 45 m.Eq K dan 259 m.Eq bikarbonat.

Bila jumlah air melampaui batas misal karena ada kiriman yang berlebihan dari ileum maka

akan terjadi diare.4,5

Bakteri usus besar mensintesis vitamin K dan beberapa vitamin B. Pembusukan oleh

bakteri dari sisa-sisa protein menjadi asam amino dan zat-zat yang lebih sederhana seperti

peptida, indol, skatol, fenol dan asam lemak. Pembentukan berbagai gas seperti NH3, CO2,

H2, H2S dan CH4 membantu pembentukan flatus di kolon. Beberapa substansi ini dikeluarkan

dalam feses, sedangkan zat lainnya diabsorbsi dan diangkut ke hati di mana zat-zat ini akan

diubah menjadi senyawa yang kurang toksik dan diekskresikan melalui kemih.4,5

Udara ditelan sewaktu makan, minum, atau menelan ludah. Oksigen dan CO2 di

dalamnya diserap di usus sedangkan sedangkan nitrogen bersama dengan gas hasil pencernaan

dan peragian dikeluarkan sebagai flatus. Jumlah gas di dalam usus mencapai 500 ml sehari.

Pada infeksi usus produksi gas meningkat dan bila mendapat obstruksi usus gas tertimbun di

Page 7: bab I

7

jalan cerna yang menimbulkan flatulensi (gembung karena kelebihan gas di lambung dan

usus). Makanan yang mudah membentuk gas seperti kacang-kacangan mengandung

karbohidrat yang tidak dapat dicerna.4,5

Sekresi di kolon ialah cairan kental yang banyak, terjadi di dalam mukus dengan PH

8,4. cairan mukus terdiri atas 98% air dan mengandung 85-93 mEq/l baik bikarbonat maupun

amilase, maltase, invertase, peptidase dan musin. Pada keadaan normal tidak ada laktase,

protease, dan enterokinase. Gunanya untuk pelicin dan melindungi mukosa kolon.4,5

Rangsangan untuk sekresi ialah rangsangan mekanik sisa makanan. Rangsangan pada

nervus pelvikus serta pemberian pilokarpin akan memperbesar sekresi. Rangsangan

simpatikus serta pemberian atropin akan mengurangi sekresi. Usus besar juga mempunyai

fungsi ekskresi mineral misal Ca, Mg, Hg, As, dan Fe.4,5

Selain melakukan ekskresi mineral tersebut juga bahan makanan lain yang tidak dapat

dicernakan misalnya selulosa, sebagian zat lemak, sebagian kecil protein dan lain-lainnya. Zat-

zat tersebut berupa tinja yang dalam kolon asendens seperti bubur. Pada kolon desendens

mulai menjadi padat, kemudian dikumpulkan di kolon sigmoideum dan sampai di ampula rekti

sehingga pada suatu waktu terjadi rangsangan pada rektum dan terjadilah defekasi. Berat akhir

feses yang dikeluarkan per hari sekitar 200 g, 75% diantaranya berupa air sisanya terdiri dari

residu makanan yang tidak diabsorbsi, bakteri, sel epitel yang mengelupas, dan mineral yang

tidak diabsorbsi.4,5

Pada umumnya, pergerakan usus besar adalah lambat. Pergerakan usus besar yang

khas adalah gerakan mengaduk haustra. Kantong-kantong atau haustra teregang dan dari

waktu ke waktu otot sirkular akan berkontraksi untuk mengosongkannya. Pergerakannya tidak

progresif, tetapi menyebabkan isi usus bergerak bolak-balik dan meremas-remas sehingga

memberi cukup waktu untuk absorbsi. Terdapat dua jenis peristaltik propulsif : (1) kontraksi

lamban dan tidak teratur, berasal dari segmen proksimal dan bergerak ke depan, menyumbat

beberapa haustra dan (2) peristaltik massa, merupakan kontraksi yang melibatkan segmen

kolon. Gerakan peristaltik ini menggerakkan massa feses ke depan, akhirnya merangsang

defekasi. Kejadian ini timbul dua sampai tiga kali sehari dan dirangsang oleh refleks

gastrokolik setelah makan, khususnya setelah makan pertama masuk pada hari itu.4,5

Page 8: bab I

8

B. Karsinoma Kolorektal

1. Insidensi

Karsinoma kolorektal merupakan masalah kesehatan yang hebat dalam

kebanyakan negara yang makmur. Di Amerika Serikat, tempat kedua tersering bagi

neoplasma ganas primer dengan sekitar 140.000 kasus baru dan 60.000 kematian yang

diperkirakan dalam tahun 1986. Sekitar 98% pasien ini menderita adenokarsinoma.1

Angka kejadian kanker kolorektal mulai meningkat pada umur 40 tahun dan

puncaknya pada umur 60-75 tahun. Faktor resikonya meliputi umur, diet tinggi lemak

dan kolesterol, inflamatory bowel disease (terutama kolitis ulseratif) dan genetik.

Kanker kolon lebih sering terjadi pada wanita, kanker rektum lebih sering ditemukan

pada pria. Sekitar 5% penderita kanker kolon atau kanker rektum memiliki lebih dari

satu kanker kolorektum pada saat yang bersamaan.6

Di Indonesia insidens pada pria sebanding dengan wanita dan lebih banyak pada

orang muda, 75% ditemukan di rektosigmoid. Di negara barat perbandingan insidens

laki-laki : perempuan adalah 3 : 1 dan kurang dari 50% ditemukan di rektosigmoid dan

merupakan penyakit usia lanjut.4

2. Etiologi

Berbagai polip kolon dapat berdegenerasi menjadi maligna sehingga setiap polip

kolon harus dicurigai. Radang kronik kolon, seperti kolitis ulserosa atau kolitis amuba

kronik, juga beresiko tinggi menjadi maligna. Faktor genetik kadang berperan

walaupun jarang. Sekitar 70-75% karsinoma kolon terletak pada rektum dan sigmoid.

Keadaan ini sesuai dengan lokasi polip kolitis ulserosa, dan kolitis amuba kronik.4

Secara histologis terdapat tiga tipe karsinoma kolon dan rektum. Tipe polipoid

atau vegetatif tumbuh menonjol ke dalam lumen usus, berbentuk bunga kol dan

ditemukan terutama di sekum dan kolon asendens. Tipe skirus mengakibatkan

penyempitan sehingga terjadi stenosis dan gejala obstruksi, terutama ditemukan di

kolon desendens, sigmoid, dan rektum. Bentuk ulseratif terjadi karena nekrosis di

Page 9: bab I

9

bagian sentral terdapat di rektum. Pada tahap lanjut, sebagain besar karsinoma kolon

mengalami ulserasi menjadi tukak maligna.4

Secara histologis, hampir semua kanker usus besar adalah adenokarsinoma yang

berasal dari epitel kolon. Bentuk dan diferensiasinya sempurna mempunyai struktur

glandula dan kelenjar-kelenjarnya sendiri membesar, terjadi pembengkakan sel

kolumna dengan nuklei hipokromasi dengan sel yang mengalami mitosis. Pada bentuk

yang kurang berdifirensiasi sel-sel epitel terlihat didalam kolumna atau massa.1,6

Desar sel barvariasi dan mungkin terdapat invasi dari pembuluh darah dan

pembuluh limfe. Pada pertumbuhan anplastik kadang terlihat signet ring cell (inti

mendesak ke arah sel).1,6

Dari bukti-bukti eksperimental dan survei makanan, ditunjukkan bahwa faktor

berikut ini sangat berpengaruh terhadap timbulnya karsinoma kolon yaitu :1,6

1. Tingginya konsumsi daging sapi dan lemak hewani,

2. Meningkatnya kuman-kuman anaerobik pada kolon,

3. Tumor yang memproduksi asam empedu sekunder,

4. Diet rendah serat, dan

5. Kemungkinan defisiensi bahan makanan protektif (yang mencegah timbulnya

kanker) dalam diet.

Teori yang pernah dikemukakan adalah diet dengan tinggi lemak hewani akan

dapat meningkatkan pertumbuhan kuman-kuman anaerobik pada kolon, terutama jenis

clostridium dan bakteroides. Organisme ini bekerja pada lemak dan cairan empedu

sekunder, yang dapat merusak mukosa kolon dengan aktivitas replikasinya dan secara

simultan berperan sebagai promotor untuk senyawa-senyawa lain yang potensial

karsinogenik, dengan pembentukan nitrosamida (suatu bahan karsinogen) dari amin

dan amida yang dilepaskan oleh diet yang mengandung daging dan lemak hewani.

Sedangkan secara simultan, bahwa kurangnya serat dalam diet akan memperkecil

volume tinja dan memperlambat waktu pengosongan usus. Keadaan ini mengurangi

proses dilusi dan proses pengikatan bahan-bahan karsinogen. Diet rendah serat sering

disebabkan oleh rendahnya konsumsi buah-buahan serta sayur-sayuran yang

mengandung vitamin A, C, dan E, yang diduga mempunyai efek anti kanker.1,6

Page 10: bab I

10

3. Klasifikasi

Derajat keganasan karsinoma kolon berdasarkan gambaran histolik dibagi menurut

klasifikasi Dukes, berdasarkan dalamnya infiltrasi karsinoma di dinding usus, yaitu :4

Dukes A : dalamnya infiltrasi; terbatas pada dinding usus atau mukosa.

Dukes B : dalam infiltrasi; menembus lapisan muskularis mukosa.

Dukes C : dalamnya infiltrasi metastasi kelenjar limfe dengan :

C1 : beberapa kelenjar limfe dekat tumor primer.

C2 : dalam kelenjar limfe jauh.

Dukes D : sudah metastasis jauh

Tabel 1. Stadium danPrognosis Karsinoma Kolorektal6

Klasifikasi TNM Klasifikasi

Duke’s

Modifikasi

Harapan

Hidup (%)

Stage 0 Karsinoma in situ

Stage I tidak ada penyebaran pada limfonodi, tidak ada

metastasis, tumor hanya terbatas pada submukosa

(T1, N0, M0); tumor menembus muscularis

propria (T2, N0, M0)

A 90-100

Stage II tidak ada penyebaran pada limfonodi, tidak ada

metastasis, tumor menembus lapisan subserosa

(T3, N0, M0); tumor sudah penetrasi ke luar

dinding kolon tetapi belum metastasis ke kelenjar

limfe (T4, N0, M0)

B 75-85

Stage III Tumor invasi ke limfonodi regional (Tx, N1, M0) C 30-40

Page 11: bab I

11

Stage IV Metastasis jauh D <5

4. Faktor Resiko

Usia

Dalam populasi umum, insiden karsinoma colon mulai meningkat secara bermakna

setelah usia 40 sampai 45 tahun dan mencapai puncaknya pada usia 75 tahun. Hal ini

akibat kerja materi karsinogenetik pada sel colon dalam peningkatan periode. Resiko

kira-kira sama bagi pria dan wanita di atas 40 tahun, bila muncul sebelum 40 tahun,

maka biasanya terjadi bersama sejumlah faktor resiko lain terutama familial.7

Diet

Diet zat makanan yang kurang mengandung serat telah dilaporkan sebagai faktor

pokok yang bertanggung jawab untuk timbulnya karsinoma kolorectal pada orang

Afrika asli. Hipotesisnya adalah bahwa diet serat behubungan waktu transit yang lebih

pendek, sehingga hanya menyebabkan kontak pendek dari karsinogen dengan mukosa.7

Penurunan waktu transit juga mengurangi kerja bakteri dalam isi colon. Konsentrasi

fecal asam empedu telah dipelajari pada pasien karsinoma colon dan cara

pengendaliannya.

Telah diketahui bahwa konsentrasi yang lebih tinggi dari asam empedu sudah umum

pada pasien yang menderita karsinoma kolorectal dan tidak biasa pada individu

normal. Asam empedu dapat meningkat oleh diet lemak dan menurun oleh serat. Dan

juga disebutkan bahwa bakteri fecal diubah menjadi populasi yang beresiko tinggi

sebagai hasil dari diet dan asam empedu, seperti halnya sterole netral lainnya yang

mungkin dikonversi oleh fecal yang terpilih menjadi penyebab karsinoma atau

karsinogen.7

Ras

Jumlah karsinoma colon proksimal diperkirakan lebih tinggi pada ras kulit hitam

dibanding dengan kulit putih. 7

Penyakit Penyerta

Page 12: bab I

12

Hampir semua pasien polipolis familial, suatu keadaan dengan cara penurunan

autosom dominan dengan 80 persen penetrasi, menderita karsinoma colon, kecuali bila

dilakukan coectomi. Kelompok beresiko tinggi lain terdiri dari pasien sindrom

Gardner tempat polip adenomatosa berkembang di dalam colon serta disertai dengan

tumor jaringan lunak dan paru. Pasien sindrom Turcot (tumor system saraf pusat) atau

sindrom Oldfield (kista sebasea yang luas) beresiko tinggi menderita karsinoma colon.

Kadang-kadang sindrom Peutzjeghers dapat dihubungkan dengan karsinoma lambung,

ileum dan duodenum. Pasien polipolis juvenilis juga beresiko tinggi bagi karsinoma,

dan keluarganya lebih mungkin menderita polip adenomatosa dan karsinoma colon.

Kolitis ulserativa sering disertai kemudian dengan timbulnya karsinoma colon. Resiko

mulai naik sekitar 10 tahun setelah mulainya penyakit dan diperkirakan 20 sampai 30

persen pada 20 tahun. Resiko dua kali lipat pada pasien yang kolitis dimulai sebelum

usia 25 tahun. Kolitis granulomatosa (penyakit Crohn) umumnya juga dianggap

premaligna, terutama bila usia mulainya sebelum 21 tahun, tetapi peringkat besar

resiko kurang dan pasien kolitis ulserativa. 1

Polip colon

Berbagai polip colon dapat berdegenerasi maligna dan setiap polip kolon harus

dicurigai. Normalnya kromosom sehat mengontrol pertumbuhan dari sel. Jika

kromosomnya rusak, pertumbuhan sel menjasi tisak terkontrol, tumbuh polip. Polip

colon menunjukkan jinak, bila bertahun-tahun polip colon jinak dapat menjadi

karsinoma.1

Inflammatory Bowel Disease

Penyakit inflamasi pada colon ini yaitu kolitis ulseratif dan kolitis granulomatosa

(Crohn’s disease) berisiko menjadi karsinoma colon sangat tinggi untuk pasien dengan

riwayat penyakit tersebut dalam jangka waktu yang lama. Risiko dari karsinoma colon

sangat jelas terjadi setelah 10 tahun menderita colitis. 1

Perubahan dalam mikroflora colon

Page 13: bab I

13

Sifat flora bakteri usus dapat ditentukan dengan diet, dan bahwa diet juga memberikan

substrat bagi perubahan yang diinduksi bakteri apapun pada isi usus normal menjadi

karsinogen. 1

Faktor genetik

Riwayat keluarga dapat menunjukkan adanya abnormalitas genetik atau berhubungan

dengan faktor lingkungan atau bahkan keduanya. Perubahan gen yang diturunkan

secara spesifik (ex, adenomatous polyposis coli (APC) gen) dan kelainan genetik yang

didapat (ex, mutasi titik gen pada ras tertentu, delesi allel pada lokasi spesifik dari

kromosom 5, 17, dan 18) tampaknya dapat menjadi langkah transformasi dari mukosa

colon yang normal menjadi mukosa yang malignan secara progresif. Dua kondisi yang

menjadi predisposisi terhadap sindroma kanker colorectal yang diturunkan adalah

fibroadenoma polyposis (FAP) dan hereditary nonpolyposis colorectal cancer

syndrome (HNPCC). Selain abnormalitas dari gen, lokasi tumor juga dianggap dapat

mempengaruhi terhadap kanker colorectal yang diturunkan. Tumor di colon distal

menunjukkan ketidakstabilan genetik yang lebih hebat dibanding dengan tumor di

colon proksimal, dengan arti tumor di colon distal mempunyai risiko diturunkan yang

lebih besar. 7

Merokok

Pria dan wanita yang merokok selama 20 tahun mempunyai risiko 3 x lebih tinggi

terhadap timbulnya adenoma kecil (< 1 cm). Merokok lebih dari 20 tahun mempunyai

risiko 2,5 x terhadap timbulnya adenoma yang lebih besar. 7

5. Gambaran Klinis

Gejala klinis karsinoma kolon kiri berbeda dengan yang kanan. Karsinoma kiri

sering bersifat skirotik, sehingga lebih banyak menimbulkan stenosis dan obstruksi,

terlebih karena feses sudah menjadi padat. Pada karsinoma kolon kanan jarang terjadi

stenosis dan feses masih cair sehingga tidak ada faktor obstruksi.4

Page 14: bab I

14

Gejala dan tanda dini karsinoma kolon rektal tidak ada. Umumnya gejala pertama

timbul karena penyulit, yaitu gangguan faal usus, obstruksi, perdarahan atau akibat

penyebaran.  Karsinoma kolon kiri dan rektum menyebabkan pola defekasi seperti

konstipasi atau defekasi dengan tenesmi. Makin ke distal letak tumor, feses makin

menipis, atau seperti kotoran kambing, atau lebih cair disertai darah dan lendir.

Tenesmi merupakan gejala yang sering didapat pada karsinoma rektum. Perdarahan

akut jarang dialami demikian juga nyeri di daerah pangggul berupa tanda penyakit

lanjut. Bila pada obstruksi penderita flatus terasa lega di perut.4

Gambaran klinik tumor sekum dan kolon ascenden tidak khas. Dispepsi,

kelemahan umum, penurunan berat badan dan anemia merupakan gejala umum, karena

itu sering penderita dalam keadaan menyedihkan. Nyeri pada kolon kiri lebih nyata

daripada kolon kanan. Tempat yang dirasakan sakit berbeda karena asal embriogenik

yang berlainan, yaitu dari usus tengah dan usus belakang. Nyeri dari kolon kiri

bermula di bawah umbilikus sedangkan dari kolon kanan dari epigastrium.4

Manifestasi dari karsinoma kolon dapat dibagi menjadi:

a. Manifestasi Subakut

Tumor-tumor pada kolon ascendens tidak menimbulkan perubahan kebiasaan

defekasi (walaupun besar, tumor yang sekresi mukus menyebabkan diare). Pasien

mungkin mengeluh feses berwarna hitam dan seperti ter, tetapi tumor tersebut

sering mengakibatkan occult bleeding, yang sering tidak terdeteksi oleh pasien.

Perdarahan kronis dapat menyebabkan anemia defesiensi besi, yang menimbulkan

gejala fatigue, dizzines, atau palpitasi. Perdarahan kerena karsinoma colon sering

intermitten, hasil negatif occult bleeding tes pada feses tidak menyingkirkan

kecurigaan kanker pada usus besar.

Nyeri perut bagian bawah lebih sering berhubungan dengan tumor-tumor yang

terletak di colon descendens. Nyeri perut berupa kram dan mereda dengan

pergerakan usus. Karsinoma kolon kiri dan rektum menyebabkan perubahan

perubahan pola defekasi seperti konstipasi atau defekasi dengan tenesmi. Makin

ke distal letak tumor, feses makin menipis atau seperti kotoran kambing atau lebih

cair disertai darah atau lendir. Tenesmus merupakan gejala yang biasa didapat

Page 15: bab I

15

pada karsinoma kolon. Perdarahan akut jarang dialami, demikian juga nyeri di

daerah panggul berupa tanda penyakit lanjut. Bila pada obstruksi penderita flatus

terasa lega di perut.

Gejala umum karsinoma kolon non akut lainnya adalah termasuk kehilangan berat

badan dan demam. Sekitar 50% pasien mengeluh penurunan berat badan, namun

hal tersebut bukan manifestasi khas pada karsinoma kolon. Demam gejala yang

jarang dikeluhkan. Septikemia jarang terjadi tetapi bisa terjadi pada setiap derajat

tumor colon. Pada orang dewasa apabila ditemukan obstruksi atau obstruksi partial

yang disebabkan intusepsi, dilakukan colonoskopi atau air-kontras barium enema

untuk menyingkirkan ca colon.

b. Manifestasi Akut

Gejala yang signifikan pada gejala akut adalah obstruksi atau perforasi pada usus

besar. Obstruksi kolon dapat memberikan kesan kanker, terutama pada orang tua.

Pasien dengan obstruksi komplit mengeluh tidak bisa flatus dan BAB, kram dan

distensi perut. Pada pemeriksaan fisik ditemukan perut distended, tympani pada

perkusi, biasanya pada tumor ditemukan masa abdominal pada palpasi.

Jika obstruksi tidak berkurang dan kolon terus distensi, tekanan pada dinding

intestinal dapat melebihi tekanan kapiler, dan darah yang membawa O2 tidak

mencapai dinding usus, yang akan mengakibatkan iskemia dan nekrosis. Pada

situasi ini pasien akan mengeluhkan nyeri perut hebat dan pada pemeriksaan fisik

ditemukan rebound tenderness dan menurunnya atau menghilangnya suara usus.

Jika tidak di terapi segera, nekrosis akan berkembang menjadi peritonitis dengan

fecal peritonitis dan sepsis.

Usus besar dapat terjadi perforasi pada sisi tumor, mungkin disebabkan tumor

transmural kehilangan suplai darah dan menjadi nekrotik. Kasus seperti ini mudah

salah pada akut divertikulitis dan proses inflamasi dapat terbatas pada sisi yang

perforasi, akan tetapi pada beberapa kasus perforasi tidak dapat diketahui, yang

mengakibatkan peritonitis generalisata.

Tabel 2. gambaran klinis karsinoma kolorektal lanjut

Page 16: bab I

16

Kolon Kanan Kolon Kiri Rektum

Aspek klinis

Nyeri

Defekasi

Obstruksi

Darah pada

feses

Feses

Dispepsia

Keadaan

umum

memburuk

Anemia

Kolitis

Karena penyusupan

Diare atau diare berkala

Jarang

Samar

Normal (diare)

Sering

Hampir selalu

Hampir selalu

Obstruksi

Karena Obstruksi

Konstipasi progresif

Hampir selalu

Samat atau

makroskopik

Normal

Jarang

Lambat

Lambat

Proktitis

Tenesmi

Tenesmi terus

menerus

Tidak jarang

Makroskopik

Perubahan

bentuk

Jarang

Lambat

Lambat

5. Diagnosis

Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik serta

pemeriksaan penunjang yang mendukung diagnosis karsinoma kolon.

Anamnesis2,6

Dari anamnesis kita dapat menduga seseorang menderita karsinoma kolorektal,

pada mereka yang usia lanjut yang mempunyai keluhan fungsi buang air besar

terganggu yaitu bila sulir buang air besar disertai darah lendir, atau buang air besar

disertai darah segar.

Dapat juga untuk menggali riwayat :

a. Perubahan kebiasaan defekasi seperti diarea, konstipasi

b. Perdarahan rectal atau occult bleeding(meskipun demikian, feses sering

normal)

c. Kram atau nyeri perut

Page 17: bab I

17

d. Kelelahan dan fatigue

e. Riwayat kanker kolorektal pada keluarga

f. Riwayat menderita polip kolorektal

g. Riwayat menderita Chronic Inflammatory Bowel Desease

h. Diet kurang serat

Pemeriksaan fisik2,6

Karsinoma kolon disebelah kanan, kadang-kadang teraba suatu massa. Tumor

sigmoid sedikit dapat diraba diperut kiri bawah. Bila tumor sudah metastase ke hati,

akan teraba hati yang nodular dengan bagian yang keras dan yang kenyal. Dapat

ditemukan massa di abdomen, apabila ada gejala-gejala obstruksi dari inspeksi dapat

ditemukan dinding abdomen distensi, dumb countur, dumb steifung. Dari palpasi

ditemukan massa abdomen, dan hipertympani pada perkusi abdomen, auskultasi usus

bisa ditemukan peningkatan peristaltik yang kemudian diikuti dengan burburigmi,

metalik sound dan penurunan serta menghilangnya peristaltik Bisa juga ditemukan

nyeri tekan pada seluruh dinding abdomen apabila terjadi perforasi usus.

Pemeriksaan Digital Rectal Examination (DRE) bisa ditemukan massa maligna

(massa berbenjol-benjol dengan striktura) direktum dan rektosigmoid teraba keras

kenyal dan lendir darah pada sarung tangan.

Tabel : Ringkasan diagnosis karsinoma kolorektal

Kolon Kanan :

- Anemia dan kelemahan- Darah okul di feses- Dispepsia- Perasaan kurang enak di perut kanan bawah- Massa di perut kanan bawah- Foto rontgen perut khas- Penemuan kolonoskopi

Kolon Kiri :

- Perubahan pola defekasi- Darah di feses- Gejala dan tanda obstruksi- Foto rontgen khas- Penemuan kolonoskopi

Rektum :

- Perdarahan rektum- Darah di feses- Perubahan pola defekasi- Pasca defekasi perasaan tidak puas atau rasa penuh- Penemuan tumor pada colok dubur

Page 18: bab I

18

Pemeriksaan Penunjang

Pada pasien dengan gejala-gejala yang dicurigai karsinoma kolon, diagnosis

definitif biasanya ditegakkan dengan endoskopi (fleksibel sigmoidoskopi dan

colonoscopy) atau barium enema. Pemeriksaan lain diperlukan untuk pemeriksaan

derajat penyakit dan mencari metastase. Ada berbagai pilihan penyaringan tersedia

mencakup Fecal occult bleeding (FOBT), fleksibel sigmoidoskopi (FS), sinar-x enema

barium, dan kolonoskopi dan fecal immunochemical test (FIT).

a. Fecal Occult Bleeding Test

FOBT menawarkan beberapa keuntungan sebagai alat screening yang telah terbukti

efektif dalam percobaan secara random, yang non-invasive, dan hemat biaya. Akan

tetapi, penurunan angka kematian termasuk rendah (15–33%).

b. Fecal Immunochemical Test (FIT)

Mendeteksi porsi spesifik dari protein darah manusia. Test ini dilakukan sama

seperti FOBT yang konvensional, tetapi lebih spesifik dan dapat mengurangi hasil

positif palsu. Vitamin atau makanan tidak mempengaruhi fecal immunochemical

test, dan formatnya hanya memerlukan 2 spesimen feses (FOBT konvensional

membutuhkan 3), jadi lebih mudah untuk digunakan. Fecal immunochemical test

mempunyai beberapa kelemahan sama seperti FOBT konvensional, seperti tidak

bisa untuk mendeteksi tumor yang tidak berdarah.

c. Flexible Sigmoidoscopy (FS)

Flexible Sigmoidoscopy (FS) dapat juga digunakan sebagai alat penyaringan.

Prosedur bisa dilakukan dalam kantor tanpa pemberian obat penenang, hemat biaya

dan murah, dapat untuk mengurangi angka kematian kanker colon sekitar 60–70%,

Kolon Kanan :

- Anemia dan kelemahan- Darah okul di feses- Dispepsia- Perasaan kurang enak di perut kanan bawah- Massa di perut kanan bawah- Foto rontgen perut khas- Penemuan kolonoskopi

Kolon Kiri :

- Perubahan pola defekasi- Darah di feses- Gejala dan tanda obstruksi- Foto rontgen khas- Penemuan kolonoskopi

Rektum :

- Perdarahan rektum- Darah di feses- Perubahan pola defekasi- Pasca defekasi perasaan tidak puas atau rasa penuh- Penemuan tumor pada colok dubur

Page 19: bab I

19

dan persiapan pasien lebih mudah dibandingkan dengan kolonoskopi. Akan tetapi,

FS mendeteksi hanya separuh adenomas dan 40% kanker dari proximal sampai

splenic flexure. Dapat mengedintifikasi sampai 75% lesi proximal dan tidak dapat

mendeteksi lesi distal. Pemeriksaannya sering dibatasi oleh ketidaknyamanan pasien

dan kurang persiapan.

Dengan melakukan pemeriksaan FOBT setiap tahun dan FS setiap lima 5 tahun.

Metode ini memberikan gambaran pada kolon descenden dan memberikan

sensitifitas yang baik pada FOBT untuk proximal kanker yang tidak bisa dicapai

oleh FS. Suatu penelitian terbaru menunjukkan bahwa penambahan sekali FOBT

dengan FS meningkatkan tingkat pendeteksian neoplasia dari 70% dengan FS

sendiri, menjadi 76%.

d. Penyinaran Enema barium

Pemeriksaan sinar-x enema barium (BE) mempunyai manfaat cost effective dan

memeriksa keseluruhan kolon. Barium enema sebaiknya menggunakan kontras

ganda dan usahakan melakukan pemotretan pada berbagai posisi bila ditemukan

kelainan. Pada foto kolnon dapat terlihat suatu filling defect pada suatu tempat atau

suatu striktura. Selain itu dapat ditemukan lokasi tempat kelainan tersebut.

Gambar 6. Pemeriksaan kontras barium enema – radiograf

e. Kolonoskopi

Kolonoskopi dapat membantu mencegah kanker colon dengan pendeteksian polyp

adenomatosa dan polypectomy. Kolonoskopi memberikan gambaran keseluruhan

colon yang dapat mengidentifikasi dari lesi yang proximal dan lesi distal.

Kolonoskopi mempunyai sensitifitas terbaik pada metoda screening yang ada saat

Page 20: bab I

20

ini. Kerugian kolonoskopi adalah biaya, resiko yang ditingkatkan seperti

pendarahan dan perforasi, persiapan pasien yang sulit, dan membutuhkan pemberian

obat sedasi.

Secara endoskopi umumnya bentuk kanker kolorektal ialah polipoid yang ireguler,

anular seperti bunga kool yang ulseratif, striktura, sirkular, dan dapat menemukan

letak obstruksi. Apabila dibandingkan, kolonoskopi menjadi suatu metoda surveilen

yang lebih efektif dibanding dengan kontras barium enema ganda. Setelah

melakukan pemeriksaan kolonoskopi dengan disertai polypectomy, 580 pasien

dilakukan surveilen dengan kolonoskopi dan kontrol barium enema ganda (DCBE).

Hasil kolonoskopi menemukan 392 polyp, DCBE menemukan polyp sebanyak 139

(35%) pada kasus yang sama.

f. Pemeriksaan penunjang lainnya

- Radiografi thorak : digunakan untuk mendeteksi kanker yang telah metastase ke

paru-paru.

- Ultrasonografi (USG)

Ultrasonografi sangat sulit untuk mendeteksi kanker kolorektal. Alat ini baru

bermanfaat untuk mendeteksi ada tidaknya metastase kanker ke kelenjar getah

bening di abdomen dan di hati. Jika ada pembesaran kelenjar getah bening para-

aortal patut dicurigai suatu metastase dari kanker.

- CT-Scan : digunakan untuk mendeteksi metastase ke nodus limfatikus, hati atau

paru-paru

Page 21: bab I

21

Gambar7. CT Scan abdomen bagian atas menunjukkan

multipel tumor dalam limpa dan hati yang sudah menyebar

(metastase) berasal dari kanker usus (karsinoma).

- Laboratorium

Setiap pasien yang mengalami perdarahan perlu diperiksa Hb, biasanya terjadi

penurunan Hb. Tumor marker (petanda tumor) yang biasa dipakai adalah CEA, kadar

CEA lebih dari ng\ml biasanya ditemukan pada karsinoma kolorektal yang lanjut.

Berdasarkan penelitian CEA tidak biasa digunakan untuk mendeteksi secara dini

karsinoma kolorektal, sebab ditemukan kenaikan titer lebih dari 5 ng\ml pada sepertiga

kasus.

6. Tatalaksana

Satu-satunya kemungkinan terapi kuratif adalah tindak bedah. Tujuan utamanya

adalah memperlancar saluran cerna yang bersifat kuratif maupun non-kuratif. Tindak

bedah, terdiri dari reseksi luas karsinoma primer dan kelenjar limfe regional. Bila

sudah ada metastasis jauh, tumor primer akan direseksi juga dengan maksud mencegah

obstruksi, perdarahan, anemia, inkontinensia, fistel dan nyeri.4

Pada karsinoma rektum tindak bedah yang dipilih bergantung pada

letaknya,khususnya jarak batas bawah karsinoma dan anus. Sedapat mungkin anus

dengan pfingter eksterna dan sfingter interna dipertahankan untuk menghindari anur

preternaturalis.4

Bedah kuratif dilakukan bila tidak ditemukan gejala penyebaran baik dekat

maupun jauh. Pada tumor caecum atau colon ascenden dilakukan hemikolektomi

kanan, kemudian anastomosis ujung ke ujung. Pada tumor di fleksura hepatik,

dilakukan juga hemikolektomi. Pada tumor kolon transversum dilakukan reseksi kolon

transversum, kemudian anstomosis ujung ke ujung sedangkan pada tumor kolon

desenden dilakukan hemikolektomi kiri. Pada tumor sigmoid dilakukan reseksi

sigmoid dan pada tumor rektum sepertiga proksimal dilakukan reseksi anterior. Pada

tumor rektum sepertiga tengah dilakukan reseksi dengan mempertahankan sfingter

Page 22: bab I

22

anus, sedangkan pada tumor sepertiga distal dilakukan amputasi rektum melalui reseksi

abdomino perineal Quenu-Miles, pada operasi ini anus turut dikeluarkan.4

Tumor yang teraba pada pemeriksaan colok dubur umumnya terlalu rendah untuk

tindakan preservasi sfingter anus. Eksisi lokal dengan mempertahankan anus hanya

dapat dipertanggungjawabkan pada tumor tahap dini.4

Pada pembedahan abdominoperineal menurut Quenu-Miles, rektum dan sigmoid

dengan mesosigmoid dilepaskan, termasuk kelenjar limfe pararektum dan

retroperitoneal. Kemudian anus dieksisi melalui insisi perineal dan dikeluarkan

seluruhnya bersama rektum melalui abdomen.4

Reseksi anterior rendah pada rektum dilakukan melalui laparatomi dengan

menggunakan alat stapler untuk membuat anstomosis kolorektal atau koloanal rendah.

Eksisi lokal melalui rektoskop dapat dilakukan pada karsinoma terbatas. Seleksi

penderita harus dilakukan dengan teliti, antara lain dengan menggunakan endoskopi

ultrasonografi untuk menentukan tingkat penyebaran di dalam dinding rektum dan

adanya kelenjar ganas pararektal.4

Gambar 8. Tindak bedah kuratif

Terapi Paliatif

Reseksi tumor secara paliatif dilakukan untuk mencegah atau mengatasi obstruksi atau

menghentikan perdarahan supaya kualitas hidup penderita lebih baik. Jika tumor tidak

dapat diangkat, dapat dilakukan bedah pintas atau anus preternaturalis. Pada metastasis

Page 23: bab I

23

hati yang tidak lebih dari dua atau tiga nodul dapat dipertimbangkan eksisi metastasis.

Pemberian sitostatik melalui a.hepatika, yaitu perfusi secara selektif, kadang lagi

disertai terapi embolisasi, dapat berhasil penghambatan pertumbuhan sel ganas.4

Kolostomi

Merupakan kolokutaneostomi yang disebut juga anus preternaturalis yang dibuat untuk

sementara atau menetap. Kolostomi sementara dibuat misalnya pada penderita gawat

perut dengan peritonitis yang telah dilakukan reseksi sebagian kolon. Pada keadaan

demikian, membebani anstomosis, aliran feses dialihkan untuk sementara melalui

kolostomi dua stoma yang biasanya disebut stoma laras ganda. Dengan cara Hartman

pembuatan anstomosis ditunda sampai radang di perut telah reda.4

Kolostomi tetap, yang dibuat pada reseksi rektoanal abdominoperineal menurut Quenu-

Miles berupa anus preternaturalis benar. Esofagostomi, gastrotomi, yeyunostomi dan

sekostomi biasanya merupakan stroma sementara. Ileostomi dan kolostomi sering

berupa stroma tetap.4

Indikasi kolostomi ialah dekompresi usus pada obstruksi, stroma sementara untuk

bedah reseksi usus pada radang, atau perforasi dan sebagai anus setelah reseksi usus

distal untuk melindungi anstomosis distal. Kolostomi dapat berupa stroma kait

(loop kolostoma) atau stroma ujung (end kolostoma).4

Pada kolostoma sigmoid biasanya pola defekasi sama dengan semula. Banyak

penderita mengadakan pembilasan sekali sehari, sehingga mereka tidak terganggu oleh

pengeluaran feses dari stromanya. Kolostoma pada kolon transversum mengeluarkan

isi usus beberapa kali sehari karena isi kolon transversum tidak padat, sehingga lebih

sulit diatur.4

Anus preternaturalis sering menyebabkan penyulit. Hernia parastoma dapat berisi

kolon, omentum atau usus halus yang sering terjadi pada orang gemuk. Prolaps,

stenosis, nekrosis dan retraksi merupakan komplikasi teknik yang kurang sempurna.

Infeksi dinding perut kadang terjadi dan iritasi kulit sering dilihat karena rangsang sisa

pencernaan.4

Page 24: bab I

24

Terapis enterostoma merupakan ahli yang bertugas khusus untuk merawat dan

membimbing penderita dan keluarganya untuk menghadapi hidup dengan anus

preternaturalis.4

Gambar. Colostomy

Page 25: bab I

25

BAB III

PENYAJIAN KASUS

I. ANAMNESIS

Identitas

Nama : Tn. P

Jenis Kelamin : Laki-laki

Usia : 27 tahun

Alamat : Dusun Parit Baru, Kabupaten sambas

Agama : Islam

Status : Sudah menikah

Pekerjaan : Swasta

Nomor RM : 050542

Tanggal Masuk RS : 9 Januari 2015

Anamnesis pada tanggal 10 Januari 2015

Keluhan utama

BAB cair bercampur darah sejak ± 4 bulan

Riwayat Penyakit Sekarang

±4 bulan pasien mengalami BAB cair bercampur darah berwarna merah segar dan

lendir. Frekuensi BAB bisa mencapai 30 kali/hari. Saat BAB biasanya disertai nyeri dan

mulas di seluruh daerah perut dan pinggang. Pasien sering merasa mulas terus menerus dan

merasa BAB tidak pernah tuntas. Pasien juga mengeluhkan sering muntah berisi makanan,

2-3 kali/hari. Pasien berobat ke Puskesmas sambas dan diberi obat untuk diare,namun

keluhan tidak membaik.

Page 26: bab I

26

±3 bulan BAB cair bercampur darah dan lendir masih dikeluhkan pasien. Frekuensi 10-

15 kali/hari. Kadang disertai BAB dengan konsistensi feses seperti kotoran kambing.

Keluhan mual dan muntah masih dirasakan pasien. Nafsu makan menurun. Penurunan

Berat Badan (+) ± 5-8 kg. Pasien kembali berobat ke puskesmas dan diberi obat diare,

namun keluhan tidak membaik.

±1 bulan lalu pasien berobat ke RSUD Sambas untuk keluhan yang sama, pasien dicek

tinja, namun hasilnya tidak jelas. Kemudian pasien dirujuk ke RS Abdul Azis dan

disarankan kolonoskopi.

Riwayat Penyakit Dahulu

Pasien tidak pernah mengalami keluhan yang sama sebelumnya. Riwayat penyakit

infeksi saluran pencernaan sebelumnya disangkal. Riwayat BAB tidak teratur (+), kadang-

kadang sembelit. Pasien jarang mengonsumsi sayur dan buah. Riwayat merokok (+) ± 1

bungkus/hari. Riwayat Hipertensi (-). Riwayat Diabetes Melitus (-)

Riwayat Penyakit Keluarga

Tidak ada keluarga pasien yang mengalami keluhan/penyakit yang sama.

II. PEMERIKSAAN FISIK (dilakukan pada tanggal 10 Januari 2015)

Status Generalis

Keadaan umum : tampak sakit sedang.

Kesadaran : Kompos Mentis

Tanda vital

Tekanan darah: 110/70 mmHg

Nadi : 80 x/ menit, reguler, isi cukup

Nafas : 22 x/ menit, torakoabdominal

Suhu : 36,60C

Kulit : warna kulit kecoklatan, sianosis (-)

Kepala : tidak ada kelainan bentuk, simetris.

Mata : konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-)

Page 27: bab I

27

Telinga : Otorea (-)

Hidung : Rhinorea (-), Deviasi septum (-)

Mulut : bibir sianosis (-)

Leher : pembesaran limfonodi (-)

Jantung

Inspeksi : iktus kordis tidak terlihat

Palpasi : iktus kordis teraba di SIC 5 linea midklavikula sinistra

Perkusi : batas jantung kiri atas: SIC II linea parasternal sinistra

Batas jantung kiri bawah : SIC IV linea parasternal sinistra

Batas jantung kanan atas : SIC II linea parasterna dekstra

Batas jantung kanan bawah SIC V linea midklavikula dekstra

Auskultasi : bunyi jantung I/II normal, reguler, gallop (-), murmur (-)

Paru

- Inspeksi : statis : simetris, dinamis : gerakan paru simetris

- Palpasi : fremitus taktil sama di paru dekstra-sinitra dan superior-inferior

- Perkusi : sonor di seluruh lapang paru

- Auskultasi : suara nafas pokok vesikuler (+/+), wheezing (-/-), rhonki (-/-)

Abdomen

- Inspeksi : bentuk normal

- Auskultasi : bising usus (+) Normal

- Palpasi : Nyeri tekan (+) di kuadran epigastrium, massa (-), hepar dan lien tidak teraba

- Perkusi : timpani pada seluruh lapang abdomen

Ekstremitas

Edema (-), sianosis (-), jari tabuh (-), capillary refill < 2 detik pada anggota gerak atas dan

bawah.

Pemeriksaan Digital Rectal Examination

Page 28: bab I

28

- Tonus sfingter ani ketat

- Ampula rekti baik

- Mukosa licin

- Handscoon : darah dan feses

III. PEMERIKSAAN PENUNJANG

a. Laboratorium (9 Januari 2015)

RBC : 4,93

HCT: 36,8%

PLT : 214.000

WBC:4,9

HGB : 13,5 g/dl

HIV : Nor reaktif

HBSAg : Non reaktif

b. Kolonoskopi (12 Januari 2015)

Page 29: bab I

29

Hasil :

- Scope masuk sampai dengan ± 20 cm

- Tampak vegetasi (tumor) mudah berdarah (biopsi belum dapat dilakukan)

Kesan:

Tumor kolon suspek maligna (Mungkin perlu untuk pemeriksaan Collon in Loop)

c. Collon in loop ( 14 Januari 2015)

Hasil :

- kontras barium dimasukkan melalui spuit dan kateter, mengisi rectosigmoid, colon

ascendens, dan fleksura lienalis.

- Tampak filling deffect pada sigmoid disertai dengan gambaran apple core

- Tidak tampak indentasi maupun additional shadow

Kesan:

Gambaran massa intraluminer pada sigmoid, suspek maligna.

d. Pemeriksaan EKG

Page 30: bab I

30

Hasil :

- Irama sinus

- HR 60x/menit

- Axis normal

- Kelainan (-)

Page 31: bab I

31

e. Pemeriksaan Foto polos Toraks (16 Januari 2014)

Hasil :

- Trakea tidak tampak deviasi

- Cor: ukuran, letak, dan konfigurasi normal

- Pulmo: Corakan vaskular normal, tak tampak nodul pada kedua lapangan paru

- Diafragma dan sudut kostofrenikus baik

- Tak tampak lesi litik maupun destruksi pada kosta, klavikula, dan skapula

Kesan:

- Cor: tak tampak membesar

Page 32: bab I

32

- Tak tampak gambaran metastase pada pulmo dan tulang

IV. RESUME

Seorang laki-laki, 24 tahun, datang ke RS Abdul Aziz dengan keluhan utama BAB cair

bercampur darah sejak ± 4 bulan. Darah berwarna merah segar, kadang disertai lendir.

Kadang disertai BAB dengan konsistensi feses seperti kotoran kambing. Frekuensi BAB

mencapai 30kali/hari. Saat BAB biasanya disertai nyeri di seluruh daerah perut dan

pinggang. Pasien sering merasa mulas terus menerus dan merasa BAB tidak pernah tuntas.

Pasien juga mengeluhkan sering muntah berisi makanan, 2-3 kali/hari. Berobat ke

Puskesmas sambas dan diberi obat untuk diare, keluhan tidak membaik.

±1 bulan lalu pasien berobat ke RSUD Sambas untuk keluhan yang sama, pasien dicek

tinja, namun hasilnya tidak jelas. Kemudian pasien dirujuk ke RS Abdul Azis dan

disarankan kolonoskopi.

Pasien tidak pernah mengalami keluhan yang sama sebelumnya. Riwayat penyakit

infeksi saluran pencernaan sebelumnya disangkal. Riwayat BAB tidak teratur (+), kadang-

kadang sembelit. Pasien jarang mengonsumsi sayur dan buah. Riwayat merokok (+) ± 1

bungkus/hari.

Pada pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum tampak sakit sedang dengan

kesadaran kompos mentis. Tanda vital dalam batas normal. Pada pemeriksaan abdomen

didpatkan nyeri tekan epigatrium. Pemeriksaan fisik head to toe lainnya dalam batas

normal. Pada pemeriksaan Digital Rectal Examination didapatkan tonus sfingter ani ketat,

ampula rekti baik, mukosa licin, dan terdapat darah dan feses pada handscoon setelah

dikeluarkan dari anus.

Pemeriksaan penunjang darah lengkap dalam batas normal. Pada pemeriksaan

kolonoskopi scope masuk sampai 20 cm, tampak vegetasi (tumor) mudah berdarah (biopsi

belum dapat dilakukan) dengan kesan tumor kolon suspek maligna. Pemeriksaan penunjang

Page 33: bab I

33

collon in loop didapatkan kesan gambaran massa intraluminer pada sigmoid, suspek

maligna. Pada pemeriksaan EKG tidak didapatkan kelainan jantung. Pada pemeriksaan foto

torak tidak didapatkan kelainan paru, jantung, maupun gambaran metastatis.

DIAGNOSIS

Diagnosis kerja : Karsinoma Kolon Suspek Maligna

V. TATALAKSANA

Non Medikamentosa :

Hemikolektomi surgery

Medikamentosa :

-

VII. PROGNOSIS

Ad vitam : dubia et bonam

Ad functionam : malam

Ad sanactionam : dubia et malam

Page 34: bab I

34

BAB IV

PEMBAHASAN

Pada kasus ini, pasien datang dengan keluhan utama BAB cair bercampur darah segar

dan lendir sejak 4 bulan SMRS, frekuensi BAB mencapai 10-30 x/hari. Kadang disertai

keluhan BAB dengan konsistensi seperti kotoran kambing. Pasien sering merasa mulas terus

menerus dan merasa BAB tidak pernah tuntas. Tanda-tanda tersebut merupakan tanda adanya

keganasan pada kolon kiri. Karsinoma kolon kiri dan rektum menyebabkan pola defekasi

seperti konstipasi atau defekasi dengan tenesmi. Makin ke distal letak tumor, feses makin

menipis, atau seperti kotoran kambing, atau lebih cair disertai darah dan lendir.

Karsinoma kolon merupakan keganasan yang mengenai sel-sel epitel di mukosa kolon.

Dasar penting dari keganasan kolon ini adalah proses perubahan secara genetik pada sel-sel

epitel di mukosa kolon yang timbul akibat beberapa hal, antara lain dietetik, kelainan di kolon

sebelumnya dan faktor herediter. Manifestasi klinis yang timbul pada pasien dengan

karsinoma kolon tergantung dari lokasi, bentuk makroskopis dari tumor.

Faktor resiko terjadinya keganasan kolon antara lain Usia, diet, ras kulit hitam, penyakit

penyerta , polip colon, Inflammatory Bowel Disease, perubahan dalam mikroflora colon,

faktor genetik, dan merokok. Pada pasien, faktor resiko terjadinya Ca kolon antara lain karena

diet yang akhirnya menyebabkan perubahan dalam mikroflora kolon, dan merokok. Teori

yang pernah dikemukakan adalah diet dengan tinggi lemak hewani akan dapat meningkatkan

pertumbuhan kuman-kuman anaerobik pada kolon, terutama jenis clostridium dan bakteroides.

Organisme ini bekerja pada lemak dan cairan empedu sekunder, yang dapat merusak mukosa

kolon dengan aktivitas replikasinya dan secara simultan berperan sebagai promotor untuk

senyawa-senyawa lain yang potensial karsinogenik, dengan pembentukan nitrosamida (suatu

bahan karsinogen) dari amin dan amida yang dilepaskan oleh diet yang mengandung daging

dan lemak hewani. Sedangkan secara simultan, bahwa kurangnya serat dalam diet akan

memperkecil volume tinja dan memperlambat waktu pengosongan usus. Keadaan ini

Page 35: bab I

35

mengurangi proses dilusi dan proses pengikatan bahan-bahan karsinogen. Diet rendah serat

sering disebabkan oleh rendahnya konsumsi buah-buahan serta sayur-sayuran yang

mengandung vitamin A, C, dan E, yang diduga mempunyai efek anti kanker. Merokok juga

merupakan salah satu faktor resiko terjadi Ca Kolon. Pria dan wanita yang merokok selama 20

tahun mempunyai risiko 3 x lebih tinggi terhadap timbulnya adenoma kecil (< 1 cm). Merokok

lebih dari 20 tahun mempunyai risiko 2,5 x terhadap timbulnya adenoma yang lebih besar.

Dari pemeriksaan fisik tidak didapatkan kelainan berarti. Pada pemerikisaan Digital

Rectal Examination didapatkan tonus sfingter ani ketat, ampula rekti baik, mukosa licin, dan

terdapat darah dan feses pada handscoon setelah dikeluarkan dari anus.

Pada pemeriksaan radiologis colon in loop, ditemukan adanya filling defect pada kolon

asenden bagian proksimal. Terdapatnya filling defect Tampak filling deffect pada sigmoid

disertai dengan gambaran apple core yang menunjukkan bahwa terdapat massa intra luminer

di daerah sigmoid. Hal ini sesuai dengan gejala klinis yang ditemukan, berupa BAB cair

bercampur darah dan lendir disertai BAB dengan konsistensi seperti kotoran kambing.

Tindakan yang akan dilakukan adalah tindakan bedah. Pada karsinoma rektum tindak

bedah yang dipilih bergantung pada letaknya,khususnya jarak batas bawah karsinoma dan

anus. Sedapat mungkin anus dengan sfingter eksterna dan sfingter interna dipertahankan

untuk menghindari anur preternaturalis.4

Bedah kuratif dilakukan bila tidak ditemukan gejala penyebaran baik dekat maupun

jauh. Pada tumor caecum atau colon ascenden dilakukan hemikolektomi kanan, kemudian

anastomosis ujung ke ujung. Pada tumor di fleksura hepatik, dilakukan juga hemikolektomi.

Pada tumor kolon transversum dilakukan reseksi kolon transversum, kemudian anstomosis

ujung ke ujung sedangkan pada tumor kolon desenden dilakukan hemikolektomi kiri. Pada

tumor sigmoid dilakukan reseksi sigmoid dan pada tumor rektum sepertiga proksimal

dilakukan reseksi anterior. Pada tumor rektum sepertiga tengah dilakukan reseksi dengan

mempertahankan sfingter anus, sedangkan pada tumor sepertiga distal dilakukan amputasi

rektum melalui reseksi abdomino perineal Quenu-Miles, pada operasi ini anus turut

dikeluarkan.

Page 36: bab I

36

BAB V

KESIMPULAN

1. Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang pada pasien

dapat ditegakkan diagnosis Karsinoma Kolon Suspek Maligna.

2. Derajat keganasan karsinoma kolon pada pasien dapat ditentukan dengan pemeriksaan

lanjut berupa pemeriksaann histopatologik tumor.

3. Faktor resiko terjadinya Karsinoma Kolon pada pasien antara lain diet, perubahan flora

usus, dan merokok.

4. Pada pasien direncanakan terapi berupa tindakan bedah kuratif hemikolektomi.

Page 37: bab I

37

DAFTAR PUSTAKA

1. Sabiston, David C. 2012. Buku Ajar Bedah Bagian 2. Jakarta: EGC.

2. Zahari, Asril. 2009. Deteksi Dini, Diagnosa, dan Penatalaksanaan Kanker Kolon dan

Rektum. Divisi Bedah Digestif Fakultas Kedokteran/ RS Dr. M. Djamil Padang.

3. Standar Pelayanan Medis. 1997. Karsinoma Kolon-rektum.

4. Sjamsuhidayat de Jong. 2012. Buku Ajar Ilmu Bedah Edisi III. Jakarta: EGC

5. Tortora, Gerard J & Derrickson Bryan. 2009. Principle of Anatomy and Physiology.

USA: John Willey and Sons.

6. Abdullah, Murdani. 2006. Tumor Kolorektal. Dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam.

Jakarta: FKUI.

7. Morris. Oxford Textbook of Surgery. Edisi 2. Oxford Press. London. 2000