bab-i

Upload: jonathan-mingra-manurung

Post on 08-Jan-2016

220 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

yyy

TRANSCRIPT

BAB IPENDAHULUAN

1.1 Latar BelakangPengawetan makanan merupaka masalah besar bagi manusia pada beberapa tahun terakir. Kontaminasi dari mikroorganisme dan serangga dapat merusak makanan selama penyimpanan, transportasi dan penjualan (15% cereal, 20% ikan dan 40% buah dan sayuran). Menrut data WHO kematian yang disebabkan oleh keracunan makanan mencapai 35% (Mostafavi, dkk., 2012). Iradiasi makanan merupakan proses pemaparan sejumlah energy dalam bentuk kecepatan partikel atau sinar untuk meningkatkan keamanan makanan, eliminasi dan mengurangi organime yang menurunkan kualitas produk. Iradiasi merupakan metode pengawetan makanan yang mulai di teliti pada awal tahun 1950, yang berfkus pada metode dan effect dari makanan setelah radiasi (Givney, 1988). Ada dua tipe pengawetan iradiasi yaitu, radiasi ionisasi seperti penggunaan katoda atau sinar gama dan radiasi non-ionisasi seperti penggunaan inframerah dan sinar UV. Radiasi inonisasi

1.2 Tujuan Tujuan dari pembuatan makalah ini adalah:1. Mengetahui kegunaan dari proses pengawetan menggunakan irradiasi2. Mengetahui keterbatasan dari pengawetan irradiasi3. Mengetahui batasan dari penggunaan iradiasi pada pengawetan makanan.

BAB IITINJAUAN PUSTAKA2.1 DefinisiRadiasi adalah pancaran energi melalui suatu materi atau ruang dalam bentuk panas, partikel, atau gelombang elektromagnetik (foton) dari suatu sumber energy. Iradiasi adalah pemanfaatan sinar Gamma yang dihasilkan oleh Cobalt 60 dan Cesium 137. Sinar Gamma (seringkali dinotasikan dengan huruf Yunani Gamma, ) adalah sebuah bentuk radiasi elektromagnetik berenergi yang membentuk spektrum elektromagnetik energi-tertinggi. Sinar Gamma merupakan sebuah bentuk radiasi mengionisasi, lebih menembus dari radiasi alfa atau beta (keduanya bukan radiasi elektromagnetik), tapi kurang mengionisasi (Achrom dan hidayat, 2011). Sinar gamma memiliki kemampuan untuk mereduksi mikroba karena dapat menyerang rnolekul Deoxyribo Nucleic Acid (DNA) sehingga pembelahan molekul akan dihambat dan akibatnya sel tidak dapat berkembang biak. Pada tingkat dosis yang lebih rendah, sinar gamma dapat mengaktivasi kerja enzim pada buah-buahan dan hasil pertanian lainnya yang baru dipanen. Pengaruh terhadap daya enzim tersebut yang dapat menyebabkan penundaan proses pematangan dan penghambatan pertumbuhan tunas, sehingga dengan dernikian mutu produk selama penyimpanan dapat dipertahankan (Subandrio dan Danur, 1996).

2.2 Metode Terdapat dua jenis radiasi yaitu radiasi ionic dan non ionic. Radiasi non-ionic seperti pada microwave yang tidak menghasilkan partikel bermuatan (ion) tetapi menghasilkan panas dibawah kondisi lembab yang biasanya digunkan untuk tujuan pemanasan kembali makanan. Sedangkan radiasi ionic merupakan radiasi dengan frekuensi yang cukup tinggi (sinar gamma dan sinar X) sehingga menghasilkan partikel beruatan (ion). Iradiasi ionic dapat diperoleh dari sejumlah sumber seperti sinar-X, sinar elektron (yang dihasilkan oleh akselerator elektron) atau sinar gamma (yang dihasilkan oleh sumber radioaktif seperti Cobalt 60). Sinar electron merupakan iradiasi dengan biaya yang lebih efisien tetapi hanyya bisa menembus makanan dengan ketebalan tertentu sedangkan sinar-X memiliki biaya yang mahal tetapi bentuk penetrasi radiasi cocok untuk operasi massal. Untuk sinar gamma relatif murah dan sangat penetratif (Food Safety Ireland, 2003).Iradiasi pangan dengan radiasi pengion dapat menyebabkan terjadinya ionisasi (pelepasan sebuah elektron), disosiasi (pelepasan suatu atom hidrogen), atau eksitasi (perpindahan elektron dari lintasan dalam ke lintasan luar) [Ahn dan Lee, 2013]. Sedangkan efek yang ditimbulkan pada mikroorganisme dapat berupa efek langsung dan efek tidak langsung. Efek langsung terjadi apabila radiasi pengion mengenai atom yang terdapat pada molekul DNA maupun komponen-komponen penting lain sehingga menyebabkan terputusnya ikatan rantai pada DNA dan mempengaruhi kemampuan sel untuk bereproduksi dan bertahan. Sedangkan efek tidak langsung terjadi apabila radiasi mengenai molekul air yang merupakan komponen utama dalam sel sehingga terjadi proses radiolisis pada molekul air dan terbentuk radikal bebas [Adams dan Moss, 2008]. Radikal bebas yang terbentuk tersebut memiliki sifat yang sangat reaktif sehingga dapat menyebabkan proses oksidasi, reduksi, serta pemecahan ikatan C-C pada molekul-molekul lain termasuk DNA pada sel mikroba [Ray, 2005]. Tingkat kerusakan sel mikroba berkaitan erat dengan resistensi mikroba tersebut terhadap iradiasi yang dinyatakan dengan nilai D10. Nilai D10 adalah nilai yang menunjukkan besarnya dosis iradiasi (kGy) yang dibutuhkan untuk menurunkan jumlah bakteri sebanyak 90% dari jumlah total sehingga mengakibatkan inaktivasi populasi mikroba sebanyak satu log. Makin tinggi nilai D10 menunjukkan makin tahan bakteri tersebut terhadap iradiasi [Ray, 2005]. Nilai D10 dipengaruhi oleh beberapa faktor penting, yaitu [Aquino, 2012]: a. Ukuran dan susunan struktur DNA pada sel mikroba b. Senyawa yang terkait dengan DNA ada sel, seperti nukleoprotein, RNA lipid, lipoprotein dan ion metal. Pada spesies mikroorganisme tertentu, substansi-substansi tersebut dapat menimbulkan efek tidak langsung yang berbeda-beda pula terhadap radiasi. c. Keberadaan oksigen selama proses iradiasi. Oksigen dapat meningkatkan efek letal pada mikroorganisme, sehingga pada kondisi anaerob, nilai D10 pada beberapa bakteri vegetatif lebih tinggi bila dibandingkan dengan kondisi aerob. d. Kandungan air. Mikroorganisme akan lebih resisten saat diiradiasi pada kondisi kering karena pembentukan radikal bebas dari air yang terjadi selama proses radiasi cukup rendah atau bahkan tidak ada. Oleh karena itu, efek tidak langsungnya terhadap DNA sel mikroorganisme rendah atau bahkan tidak ada. e. Suhu. Perlakuan iradiasi yang digabungkan dengan peningkatan suhu dalam kisaran suhusubletal (diatas 45C) akan meningkatkan efek bakterisidal pada sel vegetatif. Mikroorganisme vegetatif memiliki ketahanan yang sangat tinggi terhadap radiasi terutama pada suhu beku jika dibandingkan dengan suhu ruang. Hal ini disebabkan oleh penurunan aktivitas air (Aw) pada suhu beku sehingga radikal bebas akan semakin sulit dalam berdifusi. f. Komposisi media. Nilai D10 untuk mikroorganisme tertentu akan berbeda pada media yang berbeda pula. g. Kondisi pasca iradiasi. Mikroorganisme akan dapat memperbaiki diri pasca iradiasi saat berada pada kondisi lingkungan (suhu, ph, nutrisi, inhibitor) yang sesuai.

Table 1. contoh dari rekomendasi dosis dengan berbagai tujuan .Tujuan dan EfekDosis (kGy)

Mencagah tumbuhnya umbi, akar dan tunas.0,05 0,15

Mencegah kerugian pasca panen dengan merusak seranggan dalam buah kering, kacang, minnyak sayur.0,15 1

Menghambat pematangan buah.0,2 1

Menambah umur penyimpanan pada sayuran, daging, unggas, ikan dan makanan siap saji dengan mengiurangi mikro orgnisme penybab pembusukan.0,5 3

Menghancurkan berbagai jenis parasite pada makanan.0,3 6

Mencegah peyebaran penyakit dari bakteri pathogen non-spora pada makanan segar ataupun makanan beku (seperti: Salmonella, Campylobacter, Listeria).3 7

Mengurai waktu pengeringan dan pematangan buah dan sayuran.3 10

Megurangi mikroorganisme sesuai yang diinginkan, pada bahan aditif dan remapah-rempah.5 10

Sterilisasi total bakteriLebh dari 50

(Mostatafavi, dkk., 2012)

2.3 Kekurangan dan Kelebiha IradiasiSecara garis besar kelbihan proses Iradiasi dengan proses pengawetan lainnya lainnya: Tidak meninggalkan residu bahan kimia Tidak menyebabkan perubahan suhu Tidak perlu dikarantina setelah proses (produk dapat langsung dimakan) Daya tembus tinggi sehingga efek penetrasi sinar gama merata hingga kebagian dalam produk .Sedangkan, kekurangan proses pengawetan irradiasi dengan proses lainya: Biaya operasional mahal Butuh prasarana dan sarana yang harganya mahal Perlu tenaga yang terlatih dan professional Kemungkinan terkena radiasi bagi tenaga operasional mengakibatkan kemandulan(Racmawati, dkk., 2014).BAB IIISTUDI KASUSPengaruh Sinar Ultra Violet Dan Lama Penyimpanan Terhadap Sifat Mikrobiologi Dan Ketengikan Krem Santan Kelapa

Krem santan adalah produk santan yang siap pakai dan mudah diolah menjadi berbagai masakan. Krem santan merupakan suatu emulsi yang berbentuk kental dan berwarna putih. Masalah yang terdapat pada krem santan adalah daya simpannya yang pendek. Hal ini disebakan karena krem santan mengandung kadar air yang cukup tinggi yaitu 70 %, protein 0,9 %, lemak 17 %, dan karbohidrat 10,2 %. Hal ini menyebabkan krem santan mudah ditumbuhi oleh mikroba pembusuk, sehingga krem santan menjadi rusak dan tidak awet.Salah satu alternatif pengawetan pangan adalah dengan iradiasi. Iradiasi yang umum digunakan dalam pengawetan pangan saat ini adalah dengan sinar ultraviolet. Proses ini bertujuan untuk mengurangi penurunan mutu akibat pembusukan dan kerusakan, serta membunuh mikroba. Radiasi dapat menghambat pertumbuhan bakteri, kapang, dan khamir. Informasi tentang efek sinar ultraviolet terhadap total mikroba dan ketengikan krem santan kelapa serta lama penyinaran yang tepat yang memberikan pengaruh terbaik terhadap total mikroba dan ketengikan krem santan kelapa selama penyimpanan belum banyak diteliti. Oleh sebab itu perlu dilakukannya penelitian tentang lama penyinaran dengan sinar ultraviolet terhadap krem santan kelapa, sehingga diperoleh lama penyinaran yang tepat untuk memperoleh hasil yang diinginkan.Penelitian ini terdiri dari dua macam faktor perlakuan. Faktor pertama adalah lama penyinaran sebanyak lima taraf yaitu 0, 10, 20, 40, 60, dan 80 detik. Faktor kedua adalah lama penyimpanan yaitu 0, 2, 4, dan 6 hari. Data yang diperoleh disajikan dalam bentuk grafik dan dibahas secara deskriptif. Penelitian ini dilakukan dalam dua tahap. Tahap pertama yaitu perlakuan dengan pasteurisasi pada suhu 65 C selama 15 menit. Krem santan hanya mengalami perlakuan pasteurisasi dan kemudian dihitung total mikrobanya serta diuji ketengikannya. Tahap kedua yaitu memberikan perlakuan lama penyinaran terhadap krem santan kemudian dihitung total mikroba dan diuji ketengikannya. Setelah didapatkan perlakuan yang terbaik, yaitu yang dapat menurunkan total mikroba paling tinggi dan tidak berpengaruh pada ketengikan krem santan kelapa selanjutnya dilakukan uji lemak dan analisis protein sebagai pengamatan tambahan. Pada prinsipnya, proses pembuatan krem santan kelapa melalui beberapa tahap proses, yaitu pengupasan kelapa, pembuangan testa, pemarutan buah kelapa, ekstraksi santan, pemisahan krem dari santan, stabilisasi krem dan homogenisasi, dan pengemasan.Total mikroba krem santan yang diperoleh belum memenuhi persyaratan SNI untuk santan cair, sedangkan angka peroksida yang disinari 80 detik sesuai SNI untuk bahan pangan berlemak. Alat ultraviolet model STS-1968C yang digunakan untuk penyinaran dengan dosis 0,1 k.Gray pada krem santan memiliki efektifitas penurunan total mikroba sebesar 28,76 %. Kadar protein krem santan yang disinari 80 detik dengan dosis 0,1 k.Gray setelah disimpan pada hari ke-6 adalah 1,54 %, dan kadar lemaknya adalah 20,20 % (Suharyono, dkk., 2009)

BAB IVKESIMPULAN Iradiasi makanan merupakan proses pemaparan sejumlah energy dalam bentuk kecepatan partikel atau sinar untuk meningkatkan keamanan makanan, eliminasi dan mengurangi organime yang menurunkan kualitas produk. Terdapat dua jenis radiasi yaitu radiasi ionic dan non ionic. Radiasi non-ionic seperti pada microwave yang tidak menghasilkan partikel bermuatan (ion) tetapi menghasilkan panas dibawah kondisi lembab yang biasanya digunkan untuk tujuan pemanasan kembali makanan. Secara garis besar kelbihan proses Iradiasi dengan proses pengawetan lainnya lainnya: Tidak meninggalkan residu bahan kimia, Tidak menyebabkan perubahan suhu, Tidak perlu dikarantina setelah proses (produk dapat langsung dimakan), Daya tembus tinggi sehingga efek penetrasi sinar gama merata hingga kebagian dalam produk .Sedangkan, kekurangan proses pengawetan irradiasi dengan proses lainya: Biaya operasional mahal, Butuh prasarana dan sarana yang harganya mahal, Perlu tenaga yang terlatih dan professional, Kemungkinan terkena radiasi bagi tenaga operasional mengakibatkan kemandulan

DAFTAR PUSTAKA

Achrom, Mochamad dan Joni Hidayat. 2011. Pengaruh Iradiasi Sinar Gamma (Cobalt 60) Terhadap Mikroflora Umbi Bawang Merah (Allium Ascalonicum L.). Balai Uji Terap Teknik dan Metode Karantina Pertanian.Aquino, K. 2012. Sterilization by Gamma Irradiation. Dalam Feriz Adrovic (ed.). Gamma Radiation. InTech. Ahn, D.U. and E.J. Lee. 2013. Mechanisms and Prevention of Quality Changes in Meat by Irradiation. Dalam C.H Sommers and X. Fan (ed.). Food Irradiation Research and Technology Second Edition. Blackwell Publishing, Ames.Food Safety Ireland. 2003. Food Irradiation Giiveney, William T. Mc. 1988. Presevation of Food Product by Irradiation. Grune and Stratton; Departement of Technology Assesment, Medical Association, Chicago Liberty, J.T, D.I. Dickson, A.E. Achebe dan M.B. Salihu. 2013. An Overview of the Principle and Effects of Irradiation on Food Processing and Preservation. International Journal of Multidisciplinary and Current Research. ISSN : 2321-3124.Mostafavi, hossein Ahari., Seyed Mahyar Mirmajlessi dan Hadi Fothllahi. 2012. The Potential of Food Irradiation: Benefits and Limitations. Trends in Vital Food and Control Engineering. Racmawati, Rizqa Fajar., Laila Nurul Fitri., Endah Aprilia Budiant., Lizza Nurul Hidayah., Tsania Siti Fadhilah., Claudia Velly., Mikaela Jelis. 2014. Iradiasi Pangan. Universitas Indonesia.Subandrio, Tridjoko dan Irastina Danur. 1996. Iradiasi Pangan dan Aplikasinya pada Jamu dan Tumbuhan Obat. Marketing Department PT. Perkasa SteriGenics. Bekasi.Suharyono, A.S., Maria Erna K dan M Kurniadi. 2009. Pengaruh Sinar Ultra Violet Dan Lama Penyimpanan Terhadap Sifat Mikrobiologi Dan Ketengikan Krem Santan Kelapa. Agritech, Vol.29, No.3. Yogyakarta