bab i

53
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Mortalitas dan morbiditas pada wanita hamil, bersalin dan nifas adalah masalah besar di negara berkembang. Kematian saat melahirkan biasanya menjadi faktor utama mortalitas wanita muda pada masa puncak produktivitasnya. Lebih dari 50% kematian di negara berkembang sebenarnya dapat dicegah dengan teknologi yang ada serta biaya relatif rendah (Prawirohardjo, 2002). Pada wanita atau ibu nifas penjelasan mengenai tanda-tanda bahaya masa nifas sangat penting untuk diketahui dan dipahami, karena masih banyak ibu atau wanita yang sedang hamil atau pada masa nifas belum mengetahui tentang tanda-tanda bahaya masa nifas, baik yang diakibatkan masuknya kuman ke dalam alat kandungan seperti eksogen (kuman datang dari luar), autogen (kuman masuk dari tempat lain dalam tubuh) dan endogen (dari jalan lahir sendiri) (Rustam Mochtar, 1998).

Upload: tarmidi-midzi

Post on 03-Jan-2016

104 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB I

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Mortalitas dan morbiditas pada wanita hamil, bersalin dan nifas adalah masalah

besar di negara berkembang. Kematian saat melahirkan biasanya menjadi faktor

utama mortalitas wanita muda pada masa puncak produktivitasnya. Lebih dari 50%

kematian di negara berkembang sebenarnya dapat dicegah dengan teknologi yang ada

serta biaya relatif rendah (Prawirohardjo, 2002).

Pada wanita atau ibu nifas penjelasan mengenai tanda-tanda bahaya masa nifas

sangat penting untuk diketahui dan dipahami, karena masih banyak ibu atau wanita

yang sedang hamil atau pada masa nifas belum mengetahui tentang tanda-tanda

bahaya masa nifas, baik yang diakibatkan masuknya kuman ke dalam alat kandungan

seperti eksogen (kuman datang dari luar), autogen (kuman masuk dari tempat lain

dalam tubuh) dan endogen (dari jalan lahir sendiri) (Rustam Mochtar, 1998).

Tahun 1996 WHO memperkirakan lebih dari 585.000 ibu pertahunnya meninggal

saat hamil, bersalin, dan nifas. Saat ini Angka Kematian Ibu di Indonesia masih

sangat tinggi. Di Indonesia, berdasarkan perhitungan diperoleh Angka Kematian Ibu

(AKI) tahun 2008 sebesar 228/100.000 kelahiran hidup. Jika dibandingkan dengan

Angka Kematian Ibu (AKI) tahun 2002 sebesar 307/100.000 Kelahiran Hidup, Angka

Kematian Ibu (AKI) tersebut sudah jauh menurun, namun masih jauh dari target

Mortality Development Growth (MDG)) 2015 (102/100.000 Kelahiran Hidup)

Page 2: BAB I

sehingga masih memerlukan kerja keras dari semua komponen untuk mencapai target

tersebut (http://www.depkes.go.id/).

Angka Kematian Ibu (AKI) propinsi Banten tahun 2008 berjumlah 256/100.000

Kelahiran Hidup. Untuk daerah Kota Serang Angka Kematian Ibu (AKI) tahun 2009

sebesar 21 kasus dari 100.000 Kelahiran Hidup (Dinkes Kota Serang, 2009). Di

RSUD Serang tercatat angka kematian ibu 26 / 2465 Kelahiran Hidup (RSUD Serang,

2009). Angka Kematian Ibu di Indonesia bervariasi, adapun salah satu daerah yang

berhasil menekan angka kematian ibu hingga 0 persen adalah Kabupaten Takalar,

Sulawesi Selatan pada tahun 2009. Sebelumnya pada tahun 2007, angka kematian ibu

(AKI) di kabupaten ini sebanyak 3/1.000 ibu yang melahirkan kemudian turun pada

tahun 2008 menjadi 1/1.000 ibu yang melahirkan. Variasi ini antara lain disebabkan

oleh perbedaan norma, nilai, lingkungan, dan kepercayaan masyarakat, di samping

infrastruktur yang ada. Suatu hal yang penting lainnya adalah perbedaan kualitas

pelayanan kesehatan pada setiap tingkat pelayanan. (Prawirohardjo, 2002).

Apabila ibu nifas mengerti tentang tanda-tanda bahaya masa nifas, maka jika

terjadi masalah-masalah seperti infeksi nifas maka ibu akan mengerti dan segera

memeriksakan diri ke petugas kesehatan, Sebaliknya jika ibu tidak mengerti tanda-

tanda bahaya masa nifas maka ibu tidak akan tahu apakah ibu dalam bahaya atau

tidak.

Untuk mencapai sasaran tersebut ditetapkanlah empat strategi utama dan asas-

asas pedoman operasionalisasi strategi antara lain bahwa MPS (Making Pregnency

Safer) memusatkan perhatiannya pada pelayanan kesehatan maternal neonatal yang

Page 3: BAB I

baku, cost effective dan berdasarkan bukti pada setiap pelayanan dan rujukan

kesehatan (Prawirohardjo, 2002).

Memperhatikan angka kematian ibu dan perinatal dapat diperkirakan bahwa

sekitar 60% kematian ibu akibat kehamilan terjadi setelah persalinan dan 50%

kematian masa nifas terjadi dalam 24 jam pertama. Salah satu faktor penting dalam

upaya penurunan angka kematian tersebut yaitu penyediaan pelayanan kesehatan

maternal dan neonatal (Prawirohardjo, 2002).

Bidan sebagai tenaga kesehatan harus ikut mendukung upaya penurunan Angka

Kematian Ibu (AKI) peranan bidan di Masyarakat sebagai tenaga terlatih dalam

sistem kesehatan nasional salah satunya adalah meningkatkan Komunikasi Informasi

dan Edukasi (KIE) dan menetapkan keikutsertaan masyarakat dalam berbagai

kegiatan untuk mempercepat penurunan Angka Kematian Ibu (AKI). Tenaga

penolong persalinan, dokter dan bidan tersebut dapat memberikan pelayanan yang

bermutu sehingga diperlukan standar pelayanan medik (Prawirohardjo, 2002).

Selain faktor-faktor tersebut di atas faktor dominan yang mempengaruhi adalah

kurang terdeteksinya faktor-faktor komplikasi secara dini. Untuk itu diperlukannya

peran serta masyarakat terutama ibu-ibu nifas untuk memiliki pengetahuan tentang

tanda-tanda bahaya pada masa nifas sehingga ibu dapat mengetahui dan mengenal

secara dini tanda-tanda bahaya masa nifas sehingga bila ada kelainan dan komplikasi

dapat segera terdeteksi.

Asuhan pada masa nifas sangat diperlukan dalam periode ini karena masa nifas

merupakan masa kritis untuk ibu dan bayinya. Paling sedikit 4 kali kunjungan pada

masa nifas sehingga dapat menilai status ibu dan bayinya, untuk melaksanakan

Page 4: BAB I

skreening yang komprehensif mendeteksi masalah, mengobati atau merujuk bila

terjadi komplikasi pada ibu dan bayi, memberikan pendidikan tentang kesehatan,

perawatan kesehatan diri, nutrisi, dan keluarga berencana, sehingga ibu-ibu nifas

dapat mencegah komplikasi yang terjadi pada masa nifas (Prawirohardjo, 2002).

Dan berdasarkan studi pendahuluan yang peneliti lakukan di lapangan, di peroleh

4 ibu nifas yang termasuk dalam kategori pengetahuan baik tentang tanda bahaya

masa nifas dari 10 ibu nifas yang dirawat di RSUD Serang tanggal 22 dan 24 januari

2010. hal ini menunjukan bahwa masih kurangnya pengetahuan ibu nifas tentang

tanda-tanda bahaya nifas.

Berdasarkan data di atas, maka penulis tertarik untuk meneliti faktor-faktor yang

mempengaruhi pengetahuan ibu nifas tentang tanda-tanda bahaya nifas di Ruang

Kebidanan RSUD Serang tahun 2010.

1.2 Rumusan Masalah

Dari uraian di atas maka penulis dapat mengemukakan perumusan masalah dalam

penelitian ini adalah “Faktor-Faktor apa yang Dapat Mempengaruhi Pengetahuan Ibu

Nifas Tentang Tanda-Tanda Bahaya Nifas Di Ruang Kebidanan RSUD Serang Tahun

2010?”.

1.3 Tujuan Penelitian

Dalam penelitian ini penulis mempunyai beberapa tujuan :

1.3.1 Tujuan Umum

Didapatkannya faktor-faktor yang dapat mempengaruhi pengetahuan ibu nifas

tentang tanda-tanda bahaya nifas di ruang kebidanan RSUD Serang Tahun

2010.

Page 5: BAB I

1.3.2 Tujuan Khusus

1.3.2.1 Diketahuinya frekuensi pengetahuan ibu nifas tentang tanda-tanda

bahaya nifas di ruang kebidanan RSUD Serang Tahun 2010.

1.3.2.2 Diketahuinya hubungan antara pengetahuan ibu nifas tentang tanda-

tanda bahaya nifas berdasarkan umur ibu di ruang kebidanan RSUD

Serang Tahun 2010.

1.3.2.3 Diketahuinya hubungan antara pengetahuan ibu nifas tentang tanda-

tanda bahaya nifas berdasarkan paritas ibu di ruang kebidanan

RSUD Serang Tahun 2010.

1.3.2.4 Diketahuinya hubungan antara pengetahuan ibu nifas tentang tanda-

tanda bahaya nifas berdasarkan tingkat pendidikan ibu di ruang

kebidanan RSUD Serang Tahun 2010.

1.3.2.5 Diketahuinya hubungan antara pengetahuan ibu nifas tentang tanda-

tanda bahaya nifas berdasarkan status ekonomi ibu di ruang

kebidanan RSUD Serang Tahun 2010.

1.4 Manfaat Penelitian

1.4.1 Bagi Ibu Nifas

Sebagai masukan bagi ibu nifas agar lebih meningkatkan kesadaran terhadap

perlunya pengetahuan tentang tanda-tanda bahaya masa nifas sehingga mereka

dapat mengetahui dan mengenali apa yang termasuk dalam tanda-tanda bahaya

Page 6: BAB I

nifas dengan demikian diharapkan gangguan/komplikasi dalam masa nifas

dapat dideteksi secara dini.

1.4.2 Bagi bidan

Sebagai salah satu bahan masukan bagi bidan sebagai tenaga kesehatan yang

berada di masyarakat untuk melakukan tindakan proaktif seperti penyuluhan

dan memberikan pendidikan kesehatan.

1.4.3 Bagi penulis

Merupakan sarana untuk mengaplikasikan ilmu yang telah didapat dan

mendapatkan pengalaman nyata dalam bidang penelitian.

1.4.4 Bagi Institusi Pendidikan

Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan bahan masukan bagi proses

penelitian selanjutnya terutama yang berhubungan dengan masalah nifas.

1.5 Ruang Lingkup

Di dalam penelitian akan membatasi ruang lingkup yang diteliti, yaitu :

1.5.1 Ruang Lingkup Materi

Ruang lingkup materi pada penelitian ini adalah faktor-faktor yang

mempengaruhi pengetahuan ibu nifas tentang tanda-tanda bahaya nifas.

Variabel independennya atau faktor-faktor yang mempengaruhi yaitu umur,

tingkat pendidikan, paritas dan status ekonomi. Sedangkan variabel

dependennya yaitu tingkat pengetahuan ibu nifas tentang tanda-tanda bahaya

nifas.

Page 7: BAB I

1. 5. 2 Ruang Lingkup Responden

Dalam penelitian ini yang menjadi subjek peneliti dan mendapatkan penjelasan

adalah ibu – ibu post partum ( nifas ) yang berada di ruang kebidanan RSUD

Serang

1. 5. 3 Ruang Lingkup Waktu

Waktu pelaksanaan penelitian dimulai pada bulan Januari-Mei 2011.

1. 5. 4 Ruang Lingkup Tempat

Pada penelitian ini lokasi yang akan dilaksanakan penulis dalam pengambilan

data dan penelitian adalah di ruang kebidanan RSUD Serang.

Page 8: BAB I

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Pengetahuan

Notoatmodjo (2007) mengatakan bahwa pengetahuan (knowledge) merupakan

hasil tahu, hal ini terjadi setelah seseorang melakukan penginderaan terhadap suatu

objek tertentu. Penginderaan terjadi melalui panca indra, yakni penglihatan,

pendengaran, penciuman, rasa, dan raba. Sebagian besar pengetahuan manusia

diperoleh melalui mata dan telinga yakni melalui proses pengalaman dan proses

belajar dalam pendidikan baik yang bersifat formal maupun informal tindakan yang

didasari oleh pengetahuan akan lebih langgeng dibanding dengan tanpa disadari oleh

pengetahuan. Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting

untuk terbentuknya tindakan seseorang (Overt Behaviour).

Menurut Ancok (1987) yang dikutip oleh Saadah (1995 : 23) mengatakan bahwa

faktor pengetahuan merupakan domain yang sangat penting untuk tebentuknya

tindakan seseorang. Pengetahuan tentang sesuatu yang positif dan negatif akan

mempengaruhi sikap dan perilaku seseorang. Green (1980) juga mengatakan bahwa

salah satu faktor predisposisi yang mempengaruhi kesehatan seseorang adalah

pengetahuan.

Menurut Bloom (1974) yang dikutip oleh Saadah (1999 : 23) dikatakan bahwa

pengetahuan adalah pemberian bukti oleh seseorang melalui proses peringatan atau

pengenalan suatu informasi, ide atau fenomena yang diperoleh sebelumnya.

Page 9: BAB I

Lebih lanjut Notoatmodjo (2003 : 122) menyatakan bahwa pengetahuan dibagi

menjadi 6 tingkatan, yaitu :

a. Tahu (know)

Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari

sebelumnya, termasuk ke dalam pengetahuan tingkat ini adalah mengingat

kembali (recall) terhadap suatu yang spesifik dari seluruh bahan yang

dipelajari atau rangsangan yang telah diterima.

b. Memahami (comprehension)

Memahami diartikan sebagai kemampuan menjelaskan secara benar tentang

objek yang diketahui dan dapat menginterprestasikan materi tersebut secara

benar.

c. Aplikasi ( application )

Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah

dipelajari pada situasi atau kondisi riil (sebenarnya) dengan menggunakan

hukum-hukum, metode atau kondisi yang berlainan.

d. Analisis (analysis)

Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu objek

ke dalam komponen-komponen tetapi masih di dalam suatu struktur

organisasi dan masih ada kaitanya satu sama lain.

e. Sintesis (synthesis)

Page 10: BAB I

Sintesis adalah suatu kemampuan untuk meletakkan atau menghubungkan

bagian-bagian di dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru.

f. Evaluasi (evaluation)

Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi atau

penilaian terhadap suatu materi atau objek berdasarkan kriteria yang

ditentukan sendiri atau menggunakan kriteria-kriteria yang telah ada

(Notoatmodjo, 2003).

2.2 Cara Pengukuran Pengetahuan

Pengetahuan seseorang dapat diukur dari kemampuan orang tersebut

mengungkapkan hal yang diketahui dalam bentuk jawaban baik lisan maupun

tulisan. Jawaban tersebut merupakan reaksi stimulus yang berupa pertanyaan yang

disampaikan, baik lisan maupun tulisan yang digunakan untuk mengukur

pengetahuan secara khusus dikelompokan menjadi 2, yaitu :

a. Pertanyaan Subjektif, yaitu nilainya dari setiap orang berbeda.

b. Pertanyaan objektif, yaitu penilaian pasti dan relative sama pada setiap waktu

tanpa melibatkan unsur subjektifitas.

Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan memberikan seperangkat alat

tes / kuesioner tentang obyek pengetahuan yang ingin diukur, selanjutnya dilakukan

penilaian dimana setiap jawaban benar dari masing-masing pertanyaan diberi nilai 1

dan jika salah diberi nilai 0.

Page 11: BAB I

Penilaian dilakukan dengan cara membandingkan jumlah skor jawaban dengan

skor yang diharapkan (tertinggi) kemudian dikalikan 100% dan hasilnya berupa

prosentase dengan rumus yang digunakan sebagai berikut:

Keterangan :

N = Nilai pengetahuan

Sp = Skor yang didapat

Sm = Skor tertinggi maksimum

Selanjutnya prosentase jawaban diinterpretasikan dalam kalimat kualitatif

dengan acuan sebagai berikut :

a. Baik, bila didapatkan hasil 76-100 %

b. Cukup, bila didapatkan hasil 56-75 %

c. Kurang, bila didapatkan hasil 40-55 %

d. Tidak baik, bila didapatkan hasil < 40 % (Arikunto, 2006 : 256)

2.2 Faktor – Faktor yang Mempengaruhi Pengetahuan

Page 12: BAB I

Sebagian besar pengetahuan diperoleh dari mata dan telinga yang dapat

dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya :

a. Umur

Umur adalah lamanya hidup yang dihitung sejak lahir sampai saat ini. Umur

merupakan periode terhadap pola-pola kehidupan yang baru, semakin

bertambahnya umur akan mencapai usia reproduksi (Notoadmodjo, 2003).

Dalam kurun waktu reproduksi sehat dikenal bahwa usia aman untuk

kehamilan, persalinan dan nifas adalah 20-30 tahun, kematian maternal pada

wanita nifas dengan usia di bawah 20 tahun ternyata 2-3 kali lebih tinggi, dari

pada kematian maternal pada usia 20-29 tahun, kematian maternal meningkat

kembali sesudah usia 30-35 tahun.

Usia berpengaruh terhadap daya tangkap dan pola pikir seseorang. Semakin

bertambah usia akan semakin berkembang pula daya tangkap dan pola pikirnya,

sehingga pengetahuan yang diperolehnya semakin membaik (Abu Ahmadi, 2001).

Pada usia madya, individu akan lebih berperan aktif dalam masyarakat dan

kehidupan sosial serta lebih banyak melakukan persiapan demi suksesnya upaya

menyesuaikan diri menuju usia tua, selain itu orang usia madya akan lebih banyak

menggunakan banyak waktu untuk membaca. Kemampuan intelektual,

pemecahan masalah, dan kemampuan verbal dilaporkan hampir tidak ada

penurunan pada usia ini.

Dua sikap tradisional mengenai jalannya perkembangan selama hidup :

Page 13: BAB I

a) Semakin tua semakin bijaksana, semakin banyak informasi yang dijumpai dan

semakin banyak hal yang dikerjakan sehingga menambah pengetahuannya.

b) Tidak dapat mengajarkan kepandaian baru kepada orang yang sudah tua karena

mengalami kemunduran baik fisik maupun mental. Dapat diperkirakan bahwa IQ

akan menurun sejalan dengan bertambahnya usia, khususnya pada beberapa

kemampuan yang lain seperti misalnya kosa kata dan pengetahuan umum. Beberapa

teori berpendapat ternyata IQ seseorang akan menurun cukup cepat sejalan dengan

bertambahnya usia.

Sulaeman (1982) menjelaskan lebih lanjut bahwa yang dianggap optimal untuk

mengambil keputusan adalah umur ≥ 20 tahun karena cenderung dapat mengambil

keputusan atau memilih, sehingga umur kurang dari 20 tahun cenderung memiliki

pengetahuan kurang.

Hurlock (1997) mengungkapkan bahwa keadaan emosi pada umur belasan tahun

dianggap sebagai suatu periode tersendiri yaitu suatu masa di mana ketegangan emosi

meninggi sebagai akibat perubahan fisik dan kelenjar, hal ini mengakibatkan individu

mengalami ketidakstabilan emosi.

Menurut Depkes (1994), individu yang berumur lebih atau sama dengan 20 tahun

akan memiliki kemampuan yang lebih baik dalam mengambil suatu keputusan bila

dibandingankan dengan individu yang berusia kurang dari 20 tahun.

b. Pendidikan

Pendidikan merupakan kebutuhan dasar manusia yang dibutuhkan untuk

mengembangkan diri. Semakin tinggi pendidikan semakin mudah menerima dan

mengembangkan pengetahuan serta untuk meningkatkan kesejahteraan keluarga

Page 14: BAB I

(Subakti, 1988). Pendidikan dalam arti formal sebenarnya adalah suatu proses

penyampaian bahan atau materi pendidikan oleh pendidik kepada sasaran didik guna

mencapai perubahan tingkah laku (Notoatmodjo, 1981 : 3). Tugas pendidikan di sini

adalah memberikan dan atau meningkatkan pengetahuan / pengertian sehingga

menimbulkan sikap positif serta memberikan keterampilan masyarakat / individu

tentang aspek-aspek yang bersangkutan sehingga akan tercapai suatu masyarakat

yang berkembang.

Martadipsoebroto (1982) menyatakan bahwa seseorang yang memiliki

pendidikan rendah (lebih rendah dibandingkan dengan kelompok lainnya) maka

orang tersebut memiliki perhatian yang kurang terhadap lingkungan sekitarnya.

Namun perlu ditekankan bahwa seorang yang berpendidikan rendah tidak

berarti mutlak berpengetahuan rendah pula. Peningkatan pengetahuan tidak mutlak

diperoleh di pendidikan formal, akan tetapi juga dapat diperoleh pada pendidikan non

formal. Pengetahuan seseorang tentang sesuatu obyek juga mengandung dua aspek

yaitu aspek positif dan negatif. Kedua aspek inilah yang akhirnya akan menentukan

sikap seseorang terhadap obyek tertentu. Semakin banyak aspek positif dari obyek

yang diketahui, akan menumbuhkan sikap makin positif terhadap obyek tersebut .

c. Status Sosial Ekonomi

Shalahuddin (1991) mengungkapkan bahwa status pekerjaan seseorang

mempunyai pengaruh terhadap keadaan sosial ekonomi yang mempunyai peranan

penting dalam kehidupan.

Page 15: BAB I

Poerwanto (1997) berpendapat bahwa keadaan sosial ekonomi mempengaruhi

pengetahuan, keadaan sosial ekonomi yang baik mempunyai dampak terhadap

individu tersebut. Dimana individu tersebut cenderung memiliki pengetahuan yang

baik. Sebaliknya keadaan ekonomi yang kurang mempunyai dampak dimana individu

tersebut cenderung memiliki pengetahuan yang kurang.

Glanz (1990) mengemukakan bahwa status sosial ekonomi dan budaya

berpengaruh terhadap perilaku kesehatan seseorang, untuk mengukur status sosial

ekonomi ini dipakai anatara lain tingkat pendidikan formal, pendapatan, dan status

pekerjaan. Juga dikemukakan bahwa tingkat pendidikan terutama pendidikan formal

ibu dan pendapatan mempunyai hubungan yang erat dengan perilaku kesehatan

seseorang / kelompok dan masyarakat, ibu yang bekerja di sektor formal memiliki

akses yang lebih baik terhadap berbagai informasi, termasuk kesehatan (Depkes, 1999

: 9).

d. Paritas

Prawirohardjo (1999) menyatakan bahwa seseorang yang memiliki paritas 1-3

cenderung memiliki waktu lebih untuk mempelajari sesuatu sehingga mempunyai

pengetahuan yang lebih baik, dibandingkan dengan paritas tinggi (lebih banyak).

Menurut Kamus kedokteran (2000), paritas adalah keadaan wanita berkaitan

dengan jumlah anak yang dilahirkan.

e. Pengalaman

Page 16: BAB I

Pengalaman merupakan guru yang terbaik. Pepatah tersebut dapat diartikan

bahwa pengalaman merupakan sumber pengetahuan, atau pengalaman itu suatu cara

untuk memperoleh kebenaran pengetahuan. Oleh sebab itu pengalaman pribadi pun

dapat digunakan sebagai upaya untuk memperoleh pengetahuan. Hal ini dilakukan

dengan cara mengulang kembali pengalaman yang diperoleh dalam memecahkan

permasalahan yang dihadapi pada masa lalu (Notoadmojo 1997 : 13).

Karl person, mengatakan ilmu adalah lukisan atau keterangan yang

komprehensif dan konsisten tentang fakta pengalaman dengan istilah yang sederhana

(amsal bakhtiar, 2004 : 15).

f. Lingkungan atau Tempat Tinggal

Lingkungan adalah segala sesuatu yang ada di sekitar individu, baik lingkungan

fisik, biologis, maupun sosial. Lingkungan berpengaruh terhadap proses masuknya

pengetahuan ke dalam individu yang berada dalam lingkungan tersebut. Hal ini

terjadi karena adanya interaksi timbal balik ataupun tidak yang akan direspon sebagai

pengetahuan oleh setiap individu.

Tempat tinggal adalah tempat menetap responden sehari-hari. Pengetahuan

seseorang akan lebih baik jika berada di perkotaan dari pada di pedesaan karena di

perkotaan akan meluasnya kesempatan untuk melibatkan diri dalam kegiatan sosial

maka wawasan sosial makin kuat, di perkotaan mudah mendapatkan informasi

(Hurlock, 2002).

g. Media Massa atau Informasi

Page 17: BAB I

Informasi yang diperoleh baik dari pendidikan formal maupun non formal dapat

memberikan pengaruh jangka pendek (immediate impact) sehingga menghasilkan

perubahan atau peningkatan pengetahuan. Majunya teknologi akan tersedia

bermacam-macam media massa yang dapat  mempengaruhi pengetahuan masyarakat

tentang inovasi baru.  Sebagai sarana komunikasi, berbagai bentuk media massa

seperti televisi, radio, surat kabar, majalah, dan lain-lain mempunyai pengaruh besar

terhadap pembentukan opini dan kepercayan orang. Dalam penyampaian informasi

sebagai tugas pokoknya, media massa membawa pula pesan-pesan yang berisi sugesti

yang dapat mengarahkan opini seseorang. Adanya informasi baru mengenai sesuatu

hal  memberikan landasan kognitif baru bagi terbentuknya pengetahuan terhadap hal

tersebut. Informasi yang diperoleh dari berbagai sumber akan mempengaruhi tingkat

pengetahuan seseorang. Bila seseorang benyak memperoleh informasi maka ia

cendrung mempunyai pengetahuan yang lebih luas (Notoadmodjo, 2003).

2.4 Pengertian Nifas

Nifas adalah dimulai setelah kelahiran placenta dan berakhir ketika alat-alat

kandungan kembali seperti keadaan sebelum hamil. Masa nifas berlangsung selama

kira-kira 6 minggu (Prawirohardjo, 2002).

Sedangkan yang dimaksud dengan Masa nifas (puerperium) menurut Rustam

Mochtar, (1998) adalah masa pulih kembali, mulai dari persalinan selesai sampai

alat-alat kandungan kembali seperti pra-hamil. Lama masa nifas ini yaitu 6-8

minggu.

a. Tujuan Asuhan Masa Nifas

Adapun yang menjadi tujuan asuhan masa nifas, yaitu :

Page 18: BAB I

1) Menjaga kesehatan ibu dan bayinya, baik fisik maupun psikologik.

2) Melaksanakan skrining yang komprehensif, mendeteksi masalah,

mengobati atau merujuk bila terjadi komplikasi pada ibu dan bayinya.

3) Memberikan pendidikan kesehatan tentang perawatan kesehatan

diri, nutrisi, keluarga berencana, menyusui, pemberian imunisasi kepada

bayinya dan perawatan bayi sehat.

4) Memberikan pelayanan keluarga berencana (Prawirohardjo, 2002).

b. Periode Masa Nifas

Menurut Rustam Mochtar (1998), Nifas dibagi dalam 3 periode:

1) Puerperium dini yaitu kepulihan di mana ibu telah diperbolehkan berdiri dan

berjalan-jalan. Dalam agama Islam, dianggap telah bersih dan boleh bekerja

setelah 40 hari.

2) Puerperium intermedial yaitu kepulihan menyeluruh alat-alat genitalia yang

lamanya 6-8 minggu.

3) Remote puerperium adalah waktu yang diperlukan untuk pulih dan sehat

sempurna terutama bila selama hamil atau waktu persalinan mempunyai

komplikasi. Waktu untuk sehat sempurna bisa berminggu-minggu, bulanan, atau

tahunan.

c. Kunjungan Masa Nifas

Page 19: BAB I

Sarwono Prawirohardjo (2002) mengungkapkan kunjungan masa nifas dilakukan

paling sedikitnya 4 kali kunjungan pada masa nifas, hal itu dilakukan untuk menilai

status ibu dan bayi dan untuk mencegah, mendeteksi dan menangani masalah-

masalah yang terjadi.

1) 6 - 8 jam setelah melahirkan

a) Mencegah perdarahan masa nifas karena atonia uteri.

b) Mendeteksi dan merawat penyebab lain perdarahan dan rujuk bila perdarahan

berlanjut.

c) Memberikan konseling pada ibu atau salah satu anggota keluarga bagaimana

mencegah perdarahan masa nifas karena atonia uteri.

d) Pemberian ASI awal.

e) Melakukan hubungan antara ibu dan bayi baru lahir.

2) 6 (enam) hari setelah melahirkan (persalinan)

a) Memastikan involusi uterus berjalan baik (normal) uterus

berkontraksi, fundus dibawah umbilikus tidak ada perdarahan abnormal, tidak ada

bau.

b) Menilai adanya tanda-tanda demam, infeksi, atau perdarahan

abnormal.

c) Memastikan ibu mendapat cukup makanan, cairan dan istirahat.

d) Memastikan ibu menyusui dengan baik dan tidak

memperlihatkan tanda-tanda penyulit.

e) Memberikan konseling pada ibu mengenai asuhan pada bayi, tali

pusat, menjaga bayi tetap hangat dan merawat bayi seharihari.

Page 20: BAB I

3) 2 (dua) minggu setelah persalinan

a) Memastikan involusi uterus berjalan baik (normal) uterus

berkontraksi, fundus dibawah umbilikus tidak ada perdarahan abnormal, tidak ada

bau.

b) Menilai adanya tanda-tanda demam, infeksi, atau perdarahan

abnormal.

c) Memastikan ibu mendapat cukup makanan, cairan dan istirahat.

d) Memastikan ibu menyusui dengan baik dan tidak

memperlihatkan tanda-tanda penyuIit.

e) Memberikan konseling pada ibu mengenai asuhan pada bayi, tali

pusat, menjaga bayi tetap hangat dan merawat bayi seharihari.

4) 6 (enam) minggu setelah persalinan

a) Menanyakan pada ibu tentang penyulit yang ibu atau bayi alami.

b) Memberikan konseling untuk KB secara dini.

2.5 Tanda-Tanda Bahaya Masa Nifas

1) Perdarahan

Perdarahan hebat, berwarna merah segar dan mengeluarkan bekuan-bekuan

darah. Definisi perdarahan pasca persalinan adalah perdarahan yang melebihi

500 ml atau jumlah perdarahan yang melebihi normal.

a) Atonia uteri

Adalah perdarahan setelah bayi lahir dalam 24 jam pertama, setelah

persalinan atau disebut juga perdarahan post partum primer. Penanganan

Page 21: BAB I

aktif kala III sebaiknya dilakukan pada semua wanita yang bersalin, karena

hal ini dapat menurunkan insiden perdarahan pasca persalinan akibat atonia

uteri (Rustam Mochtar, 1998).

(1) Gejala dan tanda antonia uteri :

(a) uterus tidak berkontraksi dan lembek

(b) perdarahan segera setelah anak lahir atau plasenta lahir

(2) Faktor predisposisi

(a) Multi paritas

(b) Partus lama

(c) Infeksi intrapartum

(d) Persalinan yang cepat (partus presipitatus)

(e) Kelainan Plasenta

(f) Persalinan buatan (SC, vorcep, dan vakum ekstraksi)

(g) Penyakit sekunder maternal

b) Perdarahan post partum sekunder

Perdarahan yang terjadi lebih dari 24 jam post partum biasanya terjadi pada

minggu ke-2. Perdarahan menyebabkan perubahan tanda vital. Perdarahan juga

menyebabkan pasien lemah, berkeringat dingin, hiperpnea, sistolik < 90 mmHg,

nadi > 100 x/menit dan kadar Hb < 8 gr%. Frekuensinya kira-kira 1 % dari semua

persalinan (Rustam Mochtar, 1998).

Faktor penyebab utama perdarahan post partum sekunder adalah terdapatnya

sisa plasenta atau selaput ketuban (pada grande multipara), sub involusi, infeksi

Page 22: BAB I

pada endometrium dan sebagian kecil terjadi dalam bentuk mioma uteri

bersamaan dengan kehamilan dan inversio uteri dan kelainan uterus (Rustam

Mochtar, 1998).

Tanda dan gejala perdarahan post partum sekunder, yaitu :

(1) Plasenta atau sebagian selaput tidak lengkap.

(2) Perdarahan > 24 jam setelah persalinan.

(3) Lochea banyak dan berbau bila disertai dengan infeksi.

(4) Uterus berkontraksi tetapi fundus tidak berkurang.

2) Lochea Yang Berbau Busuk

Lochea adalah cairan yang dikeluarkan uterus melalui vagina dalam masa nifas

sifat lochea alkalis, jumlah lebih banyak dari pengeluaran darah dan lendir waktu

menstruasi dan berbau anyir (cairan ini berasal dari bekas melekatnya plasenta).

Lochea dibagi dalam beberapa jenis (Rustam Mochtar, 1998):

a) Lochea rubra (cruenta): berisi darah segar dan sisa-sisa selaput

ketuban, sel-sel desidua, verniks kaseosa, lanugo, dan mekoneum, selama 2 hari

pasca persalinan.

b) Lochea sanguinolenta: berwarna merah kuning berisi darah dan

lendir hari ke 3-7 pasca persalinan.

c) Lochea serosa: berwarna kuning, cairan tidak berdarah lagi, pada

hari ke 7-14 pasca persalinan.

d) Lochea alba: cairan putih, setelah 2 minggu.

Page 23: BAB I

e) Lochea purulenta: terjadi infeksi, keluar cairan seperti nanah

berbau busuk.

f) Lochiostasis: lochea tidak lancar keluarnya.

Apabila pengeluaran lochea lebih lama dari pada yang disebutkan di atas

kemungkinan adanya :

a) Tertinggalnya plasenta atau selaput janin karena kontraksi uterus yang kurang

baik.

b) Ibu yang tidak menyusui anaknya, pengeluaran lochea rubra lebih banyak karena

kontraksi uterus dengan cepat.

c) Infeksi jalan lahir, membuat kontraksi uterus kurang baik sehingga lebih lama

mengeluarkan lochea dan lochea berbau anyir atau amis.

Bila lochea bernanah dan berbau busuk, disertai nyeri perut bagian bawah

kemungkinan diagnosisnya adalah metritis. Metritis adalah infeksi uterus setelah

persalinan yang merupakan salah satu penyebab terbesar kematian ibu. Bila

pengobatan terlambat atau kurang adekuat dapat menjadi abses pelvik, peritonitis,

syok septik, (Rustam Mochtar, 1998).

3) Nyeri Pada Perut dan Pelvis

Tanda-tanda nyeri perut dan pelvis dapat menyebabkan komplikasi nifas seperti :

Peritonitis. Peritonitis adalah peradangan pada peritonium, peritonitis umum dapat

menyebabkan kematian 33% dari seluruh kematian karena infeksi.

Menurut Rustam Mochtar (1998) gejala klinis peritonitis dibagi 2 yaitu :

(a) Peritonitis pelvio berbatas pada daerah pelvis

Page 24: BAB I

Tanda dan gejalanya, demam, nyeri perut bagian bawah tetapi keadaan

umum tetap baik, pada pemeriksaan dalam kavum daugles menonjol karena

ada abses.

(b) Peritonitis umum

Tanda dan gejalanya suhu meningkat nadi cepat dan kecil, perut nyeri tekan,

muka pucat, mata cekung, kulit dingin, anorexsia, kadang-kadang muntah.

4) Pusing dan Lemas Yang Berlebih

Pusing merupakan tanda-tanda bahaya pada nifas, pusing bisa disebabkan oleh

karena tekanan darah rendah (Sistol < 90 mmHg) atau tekanan darah tinggi yaitu

sistol > 160 mmHg dan distolnya 110 mmHg. Pusing dan lemas yang berlebihan

dapat juga disebabkan oleh anemia bila kadar haemoglobin < 11 g%.

Lemas yang berlebihan juga merupakan tanda-tanda bahaya, dimana keadaan

lemas disebabkan oleh kurangnya istirahat dan kurangnya asupan kalori sehingga ibu

kelihatan pucat, tekanan darah rendah (sistol < 90 mmHg). Untuk menghindari hal

tersebut anjurkan ibu untuk :

a) Mengkonsumsi tambahan 500 kalori tiap hari.

b) Makan dengan diit berimbang untuk mendapatkan protein, mineral dan vitamin

yang cukup.

c) Minum sedikitnya 3 liter setiap hari.

d) Pil zat besi harus di minum untuk menambah zat setidaknya selama 40 hari pasca

bersalin.

e) Minum kapsul vitamin A (200.000 unit) agar bisa memberikan kadar vitaminnya

kepada bayinya.

Page 25: BAB I

f) Istirahat yang cukup untuk mencegah kelelahan yang berlebihan.

g) Kurang istirahat akan mempengaruhi produksi ASI dan memperlambat proses

involusi uterus.

5) Suhu Tubuh Ibu > 38 0C.

Dalam beberapa hari setelah melahirkan suhu badan ibu sedikit naik antara

37,20C-37,80C oleh karena reabsorbsi benda-benda dalam rahim dan mulainya laktasi,

dalam hal ini disebut demam reabsorbsi. Hal itu adalah normal. Namun apabila terjadi

peningkatan suhu melebihi 380C beturut-turut selama 2 hari kemungkinan terjadi

infeksi.

Penanganan umum bila terjadi Demam :

a) Istirahat baring

b) Rehidrasi peroral atau infuse

c) Kompres atau kipas untuk menurunkan suhu

d) Jika ada syok, segera beri pengobatan, sekalipun tidak jelas gejala syok, harus

waspada untuk menilai berkala karena kondisi ini dapat memburuk dengan cepat.

6) Infeksi Nifas

Infeksi nifas adalah keadaan yang mencakup semua peradangan alat-alat

genetalia dalam masa nifas (Rustam Mochtar, 1998). Perlukaan karena persalinan

merupakan tempat masuknya kuman kedalam tubuh, sehingga menimbulkan infeksi

pada kala nifas. Infeksi kala nifas adalah infeksi peradangan pada semua alat genitalia

pada masa nifas oleh sebab apapun dengan ketentuan meningkatnya suhu badan

melebihi 38 oC tanpa menghitung hari pertama dan berturut-turut selama dua hari.

Gambaran klinis infeksi umum dapat dalam bentuk :

Page 26: BAB I

a. Infeksi Lokal

1. Pembengkakan luka episiotomi.

2. Terjadi penanahan.

3. Perubahan warna lokal.

4. Pengeluaran lochia bercampur nanah.

5. Mobilisasi terbatas karena rasa nyeri.

6. Temperatur badan dapat meningkat.

b. Infeksi General

1. Tampak sakit dan lemah.

2. Temperatur meningkat diatas 39 oC.

3. Tekanan darah dapat menurun dan nadi meningkat.

4. Pernapasan dapat meningkat dan napas terasa sesak.

5. Kesadaran gelisah sampai menurun dan koma.

6. Terjadi gangguan involusi uterus.

7. Lochia : berbau, bernanah serta kotor.

Adapun faktor predisposisi infeksi masa nifas diantaranya adalah :

1. Persalinan berlangsung lama sampai terjadi persalinan terlantar.

2. Tindakan operasi persalinan.

3. Tertinggalnya plasenta selaput ketuban dan bekuan darah.

4. Ketuban pecah dini atau pada pembukaan masih kecil melebihi enam jam.

Page 27: BAB I

5. Keadaan yang dapat menurunkan keadaan umum, yaitu perdarahan antepartum

dan post partum, anemia pada saat kehamilan, malnutrisi, kelelahan dan ibu hamil

dengan penyakit infeksi.

Infeksi masa nifas bisa terjadi karena :

1. Manipulasi penolong: terlalu sering melakukan pemeriksaan dalam, alat yang

dipakai kurang suci hama.

2. Infeksi yang didapat di rumah sakit (nosokomial).

3. Hubungan seks menjelang persalinan.

4. Sudah terdapat infeksi intrapartum: persalinan lama terlantar, ketuban pecah lebih

dari enam jam, terdapat pusat infeksi dalam tubuh (lokal infeksi).

Infeksi Nifas dapat dicegah pada masa kehamilan, masa persalinan dan masa nifas

dengan cara, sebagai berikut :

(1) Masa kehamilan

Mengurangi atau mencegah faktor-faktor predisposisi seperti anemia,

malnutrisi, dan kelemahan, serta mengobati penyakit-penyakit yang diderita ibu.

Pemeriksaan dalam jangan dilakukan kalau tidak ada indikasi yang perlu. Begitu

pula koitus pada hamil tua hendaknya dihindari atau dikurangi dan dilakukan hati-

hati karena dapat menyebabkan pecahnya ketuban, kalau ini terjadi infeksi akan

mudah masuk dalam jalan lahir.

(2) Masa persalinan

Pencegahan infeksi nifas pada masa persalinan, yaitu :

Page 28: BAB I

(a) Hindari pemeriksaan dalam berulang-ulang,

lakukan bila ada indikasi dengan sterilitas yang baik, apalagi bila ketuban

telah pecah.

(b) Hindari partus terlalu lama dan ketuban

pecah lama.

(c) Jagalah sterilitas kamar bersalin dan

pakailah masker, alat-alat harus suci hama.

(d) Perlukaan-perlukaan jalan lahir karena

tindakan baik pervaginam maupun perabdominam dibersihkan, dijahit

sebaik-baiknya dan menjaga sterilitas.

(e) Pakaian dan barang-barang atau alat-alat

yang berhubungan dengan penderita harus terjaga kesucihamaannya.

(f) Perdarahan yang banyak harus dicegah, bila

terjadi darah yang hilang harus segera diganti dengan transfusi darah.

(3) Masa nifas

Sedangkan pada masa nifas infeksi nifas dapat dicegah dengan cara :

a) Luka-luka dirawat dengan baik jangan sampai terkena infeksi, begitu pula

alat-alat dan pakaian serta kain yang berhubungan dengan alat kandungan

harus steril.

b) Penderita dengan infeksi nifas sebaiknya diisolasi dalam ruangan kelahiran

hidupusus, tidak bercampur dengan ibu sehat.

c) Tamu yang berkunjung harus dibatasi.

Page 29: BAB I

7) Penyulit Dalam Menyusui

Kelenjar mamae telah dipersiapkan semenjak kehamilan. Umumnya produksi

ASI baru terjadi pada hari ke 2 atau 3 pasca persalinan. Pada hari pertama keluar

kolostrum. Cairan yang telah kental lebih dari air susu, mengandung banyak protein,

albumin, globulin dan kolostrum. Bila bayi meninggal untuk dapat melancarkan

ASI, dilakukan persiapan sejak awal hamil dengan melakukan massase,

menghilangkan kerak pada puting susu sehingga duktusnya tidak tersumbat. Untuk

menghindari putting rata sebaiknya sejak hamil, ibu dapat menarik-narik putting

susu dan ibu harus tetap menyusui agar putting selalu sering tertarik. Sedangkan

untuk menghindari putting lecet yaitu dengan melakukan tehnik menyusui yang

benar, putting harus kering saat menyusui, putting diberi lanolin monelia di terapi

dan menyusui agar putting selalu sering tertarik. Selain itu putting lecet dapat

disebabkan oleh karena cara menyusui dan perawatan payudara yang tidak benar dan

infeksi monelia, bila lecetnya luas, menyusui 24-48 jam dan ASI dikeluarkan dengan

tangan atau dipompa.

Pengeluaran ASI pun dapat bervariasi seperti tidak keluar sama sekali

(agalaksia), ASI sedikit (aligolaksia), dan terlalu banyak (poligalaksia) dam

pengeluaran berkepenjangan (galaktoria) (Manuaba, 1998). Beberapa keadaan

Abnormal pada masa menyusui yang mungkin terjadi:

(a) Bendungan ASI

Adalah pembendungan air susu karena penyempitan duktus laktoferi atau

oleh kelenjar-kelenjar tidak dikosongkan dengan sempurna/karena kelainan

pada putting susu.

Page 30: BAB I

(1) Penyebab :

(a) Penyempitan duktus laktiferus

(b) Kelenjar-kelenjar yang tidak dikosongkan dengan sempurna

(c) Kelainan pada puting susu.

(2) Gejala

(a) Timbul pada hari ke 3-5

(b) Payudara bengkak, keras, tegang, panas dan nyeri

(c) Suhu tubuh naik.

(3) Penatalaksanaan

(a) susukan payudara sesering mungkin.

(b) kedua payudara disusukan.

(c) kompres hangat payudara sebelum disusukan.

(d) bantu dengan rnemijat payudara untuk permulaan menyusui.

(e) sangga payudara.

(f) kompres dingin pada payudara diantara menyusui

(g) bila diperlukan berikan parasetamol 500 Mg. Peroral setiap 4 jam (Rustam

Mochtar, 1998).

(b) Mastitis

Adalah suatu peradangan pada payudara biasanya terjadi pada 3 minggu setelah

melahirkan. Penyebab kuman terutama stapilokokus aureus melalui luka pada puting

susu atau melalui peredaran darah.

Page 31: BAB I

1. Tanda dan Gejala

a)Payudara membesar dan keras.

b)payudara nyeri, dan bengkak.

c)payudara memerah dan membisul.

d)suhu badan naik dan menggigil.

2. Penatalaksanaan

a) Beri antibiotik 500 mg/6 jam selama 10 hari.

b) Sangga payudara

c) Kompres dingin

d) Susukan bayi sesering mungkin

e) Banyak minum dan istirahat yang cukup

f) Bila terjadi abses lakukan insisi radial

(Rustam Mochtar, 1998).

(c) Abses Payudara

Rustam Mochtar, (1998) menyatakan bahwa abses payudara adalah terdapat

masa padat mengeras di bawah kulit yang kemerahan terjadi karena mastistis

yang tidak segera diobati. Gejala sama dengan Mastistis terdapat bisul yang pecah

dan mengeluarkan pus (nanah).

8) Keadaan Abnormal Pada Psikologis

1. Psikologi Pada Masa Nifas

Page 32: BAB I

Perubahan emosi selama masa nifas memiliki berbagai bentuk dan variasi.

Kondisi ini akan berangsur-angsur normal sampai pada minggu ke 12 setelah

melahirkan.

Pada 0 – 3 hari setelah melahirkan, ibu nifas berada pada puncak kegelisahan

setelah melahirkan karena rasa sakit pada saat melahirkan sangat terasa yang

berakibat ibu sulit beristirahat, sehingga ibu mengalami kekurangan istirahat pada

siang hari dan sulit tidur dimalam hari.

Pada 3 – 10 hari setelah melahirkan, Postnatal blues biasanya muncul,

biasanya disebut dengan 3th day blues. Tapi pada kenyataanya berdasarkan riset

yang dilakukan paling banyak muncul pada hari ke lima. Postnatal blues adalah

suatu kondisi dimana ibu memiliki perasaan kelahiran hidup khawatir yang

berlebihan terhadap kondisinya dan kondisi bayinya sehingga ibu mudah panik

dengan sedikit saja perubahan pada kondisi dirinya atau bayinya.

Pada 1 – 12 minggu setelah melahirkan, kondisi ibu mulai membaik dan menuju

pada tahap normal. Pengembalian kondisi ibu ini sangat dipengaruhi oleh kondisi

lingkungannya, misalnya perhatian dari anggota keluarga terdekat. semakin baik

perhatian yang diberikan maka semakin cepat emosi ibu kembali pada keadaan

normal.

2. Depresi Pada Masa Nifas

Page 33: BAB I

Riset menunjukan 10% ibu mengalami depresi setelah melahirkan dan 10%-nya

saja yang tidak mengalami perubahan emosi. Keadaan ini berlangsung antara 3-6

bulan bahkan pada beberapa kasus terjadi selama 1 tahun pertama kehidupan bayi.

Penyebab depresi terjadi karena reaksi terhadap rasa sakit yang muncul saat

melahirkan dan karena sebab-sebab yang kompleks lainnya. Berdasarkan hasil riset

yang dilakukan menunjukan faktor-faktor penyebab depresi adalah terhambatnya karir

ibu karena harus melahirkan, kurangnya perhatian orang-orang terdekat terutama

suami dan perubahan struktur keluarga karena hadirnya bayi, terutama pada ibu

primipara.

BAB III

KERANGKA KONSEP, DEFINISI OPERASIONAL, dan HIPOTESIS

3.1 Kerangka Konsep

Kerangka konsep penelitian adalah hubungan antara konsep-konsep yang ingin

diamati atau diukur melalui penelitian-penelitian yang akan dilakukan (Notoatmodjo,

2002 : 63).

Tabel 1. Kerangka Konsep

Faktor-faktor yang mempengaruhi pengetahuan ibu nifas tentang tanda-tanda

bahaya nifas.

Page 34: BAB I

3.2 Variabel dan Definisi Operasional

3.2.1 Variabel Penelitian

Pada kerangka konsep di atas tampak sebagai variabel yang behubungan

dengan pengetahuan tanda-tanda bahaya nifas yaitu: umur, paritas, tingkat

pendidikan dan status ekonomi.

3.2.2 Variable Dependent

Yang menjadi variable dependent (terikat) dalam penelitian ini adalah

pengetahuan tentang tanda-tanda bahaya nifas.

3.2.3 Variable Independent

Yang menjadi variable independent (bebas) dalam penelitian ini adalah

umur, tingkat pendidikan, paritas dan status ekonomi.

3.2.4 Definisi Operasional

Tabel 2 Definisi Operasional Variabel

Faktor-faktor - Umur- Paritas- Tingkat pendidikan- Status ekonomi

Pengetahuan tentang tanda-tanda

bahaya nifas

Page 35: BAB I

No Variabel Definisi Cara UkurAlat Ukur

Hasil Ukur SkalaUkur

1. Pengetahuan ibu nifas

Hasil dari tahu setelah ibu nifas melakukan penginderaan terhadap suatu objek dalam hal ini tanda-tanda bahaya nifas.

Mengajukan pertanyaan

Kuisioner 1= Kurang, bila didapatkan hasil40-55%

2= Cukup, bila didapatkan hasil 56-76%

3= Baik, bila didapatkan hasil 76-100%

Ordinal

2. Umur IbuLamanya masa hidup ibu nifassejak tanggal kelahiran hingga saat pencatatan pada rekam medis.

Mengajukan pertanyaan

Kuisioner 1 = < 20 tahun2 = 20-35 tahun3 = > 35 tahun

Ordinal

3. Paritas Jumlah anak yang pernah dilahirkan responden sampai pada pendataan.

Mengajukan pertanyaan

Kuisioner 1= Primipara jika ibu pernah melahirkan 1x

2= Multipara jika ibu pernah melahirkan 2-4x

3= Grande multipara jika ibu pernah melahirkan >4x

Ordinal

4. Pendidikan Pendidikan formal yang telah ditempuh

Mengajukan pertanyaan

Kuisioner 1= Rendah (tidak sekolah– SD)

2= Menengah

Ordinal

Page 36: BAB I

sampai dengan mendapatkan ijazah.

(SMP –SMU)3= Tinggi (Perguruan

Tinggi)

5. Status ekonomi

Penghasilan rata-rata yang diperoleh keluarga setiap bulannya

Mengajukan pertanyaan

Kuisioner 1= Rendah(< Rp. 900.000,-/bulan)

2= Sedang (Rp. 900.000,- – Rp. 2000.000,-/bulan)

3= Tinggi(> Rp. 2000.000,-/bulan)

Ordinal

3.3 Hipotesa

Ha : ada pengaruh umur dengan pengetahuan tentang tanda-tanda bahaya

nifas.

Ha : ada pengaruh paritas dengan pengetahuan tentang tanda-tanda bahaya

nifas.

Ha : ada pengaruh pendidikan dengan pengetahuan tentang tanda-tanda

bahaya nifas.

Ha : ada pengaruh satus ekonomi dengan pengetahuan ibu nifas tentang tanda-

tanda bahaya nifas.

Ha diterima jika x2 hitung > x2 tabel dan Ha ditolak jika x2 hitung < x2 tabel.

(Chi Kuadrat Pengujian Independensi).