bab i
DESCRIPTION
blok iTRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Komunikasi yang efektif ditandai dengan hubungan interpersonal yang baik.
Setiap kali melakukan komunikasi, bukan hanya sekedar menyampaikan isi pesan,
tetapi juga menentukan kadar hubungan interpersonal, bukan hanya menentukan
content tetapi juga relationship. Makin baik hubungan interpersonal makin
terbuka orang untuk mengungkapkan dirinya, makin cermat persepsinya tentang
orang lain dan persepsi dirinya, sehingga makin efektif komunikasi yang
berlangsung diantara komunikan (Rakhmat, 2011).
Menjadi teknisi kompeten pada keterampilan komunikasi tidaklah cukup.
Yang penting untuk dipahami adalah bagaimana pasien bertahan dan berubah dan
juga bagaimana komunikasi interpersonal dapat ditingkatkan. Hal ini tidak berarti
mengusulkan bahwa tenaga kesehatan menjadi seorang ahli dalam psikologi
sosial, teori kepribadian atau psikoterapi, tetapi tanpa memiliki kerangka kognitif
tambahan untuk memahami bagaimana orang bertingkah laku dalam caranya
sendiri, maka kemampuan untuk membantu pasien menjadi terbatas
1.2 Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan komunikasi ?
2. Bagaimana proses anamnesa?
3. Bagaimana peran komunikasi dalam proses anamnesa?
1.3 Tujuan
Agar kita mampu mengetahui hubungan komunikasi dalam proses anamnesa.
1
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Komunikasi
2.1.1 Pengertian
Komunikasi adalah sebuah proses penyampaian pikiran-pikiran atau
informasi dari seseorang kepada orang lain melalui suatu cara tertentu sehingga
orang lain tersebut mengerti betul apa yang dimaksud oleh penyampai
pikiran-pikiran atau informasi (Hardjana, 2003).
Komunikasi adalah hubungan kontak antar dan antara manusia baik individu maupun kelompok. Dalam kehidupan sehari-hari disadari atau tidak disadari komunikasi adalah bagian dari kehidupan manusia itu sendiri, paling tidak sejak ia dilahirkan sudah berkomunikasi dengan lingkungannya. Gerak dan tangis yang pertama pada saat ia dilahirkan adalah tanda atau komunikasi (Hardjana, 2003).
2.1.2 Proses Komunikasi
Komunikasi sebagai suatu proses menurut Uchjana Effendi (1993), dapat
dibagi dalam 2 bentuk:
1) Komunikasi Primer atau Komunikasi Langsung
Yaitu komunikasi tanpa menggunakan suatu alat perantara teknik yang
mencetak ataupun berbentuk alat elektronika. Dalam kegiatan komunikasi primer,
komunikasi berbentuk kata–kata, gerakan–gerakan yang berarti khusus, dan
penggunaan isyarat–isyarat. Misalkan kita berbicara langsung kepada seseorang
dihadapan kita.
2) Komunikasi Sekunder atau Komunikasi Tidak Langsung
Dalam komunikasi sekunder terjadi komunikasi tidak langsung, dimana
orang menggunakan alat dan mekanisme untuk melipatgandakan jumlah penerima
pesan (sasaran) ataupun untuk menghadapi hambatan– hambatan seperti hambatan
geografis yang dapat diatasi dengan radio dan televisi, bahkan penggunaan satelit
2
dan stasiun bumi. Hambatan waktu juga teratasi dengan penggunaan media
telefon, radio (gram), tape, piringan hitam dan buku memungkinkan orang
berkomunikasi dengan generasi–generasi berikutnya.
2.1.3 Jenis-Jenis Komunikasi
Adapun Pada dasarnya komunikasi digunakan untuk menciptakan atau
meningkatkan aktifitas hubungan antara manusia atau kelompok
Jenis komunikasi menurut Effendy (1998) terdiri dari:
1. Komunikasi Verbal mencakup aspek-aspek berupa ;
a. Vocabulary (perbendaharaan kata-kata). Komunikasi tidak akan efektif
bila pesan disampaikan dengan kata-kata yang tidak dimengerti, karena itu
olah kata menjadi penting dalam berkomunikasi.
b. Racing (kecepatan). Komunikasi akan lebih efektif dan sukses bila
kecepatan bicara dapat diatur dengan baik, tidak terlalu cepat atau terlalu
lambat.
c. Intonasi suara: akan mempengaruhi arti pesan secara dramatik sehingga
pesan akan menjadi lain artinya bila diucapkan dengan intonasi suara
yang berbeda. Intonasi suara yang tidak proposional merupakan hambatan
dalam berkomunikasi.
d. Humor: dapat meningkatkan kehidupan yang bahagia. Catatan bahwa
dengan tertawa dapat membantu menghilangkan stress dan nyeri. Tertawa
mempunyai hubungan fisik dan psikis dan harus diingat bahwa humor
adalah merupakan satu-satunya selingan dalam berkomunikasi.
e. Singkat dan jelas: Komunikasi akan efektif bila disampaikan secara
singkat dan jelas, langsung pada pokok permasalahannya sehingga lebih
mudah dimengerti.
f. Timing (waktu yang tepat) adalah hal kritis yang perlu diperhatikan karena
berkomunikasi akan berarti bila seseorang bersedia untuk berkomunikasi,
artinya dapat menyediakan waktu untuk mendengar atau memperhatikan
apa yang disampaikan.
3
2. Komunikasi Non Verbal
Komunikasi non verbal adalah penyampaian pesan tanpa kata-kata dan
komunikasi non verbal memberikan arti pada komunikasi verbal.
Yang termasuk komunikasi non verbal :
a. Ekspresi wajah
Wajah merupakan sumber yang kaya dengan komunikasi, karena ekspresi
wajah cerminan suasana emosi seseorang.
b. Kontak mata, merupakan sinyal alamiah untuk berkomunikasi. Dengan
mengadakan kontak mata selama berinterakasi atau tanya jawab berarti
orang tersebut terlibat dan menghargai lawan bicaranya dengan kemauan
untuk memperhatikan bukan sekedar mendengarkan. Melalui kontak mata
juga memberikan kesempatan pada orang lain untuk mengobservasi yang
lainnya
c. Sentuhan adalah bentuk komunikasi personal mengingat sentuhan lebih
bersifat spontan dari pada komunikasi verbal. Beberapa pesan seperti
perhatian yang sungguh-sungguh, dukungan emosional, kasih sayang atau
simpati dapat dilakukan melalui sentuhan.
d. Postur tubuh dan gaya berjalan: Cara seseorang berjalan, duduk, berdiri
dan bergerak memperlihatkan ekspresi dirinya. Postur tubuh dan gaya
berjalan merefleksikan emosi, konsep diri, dan tingkat kesehatannya.
e. Sound (Suara). Rintihan, menarik nafas panjang, tangisan juga salah satu
ungkapan perasaan dan pikiran seseorang yang dapat dijadikan
komunikasi. Bila dikombinasikan dengan semua bentuk komunikasi non
verbal lainnya sampai desis atau suara dapat menjadi pesan yang sangat
jelas.
f. Gerak isyarat, adalah yang dapat mempertegas pembicaraan .
Menggunakan isyarat sebagai bagian total dari komunikasi seperti
mengetuk-ngetukan kaki atau mengerakkan tangan selama berbicara
menunjukkan seseorang dalam keadaan stress bingung atau sebagai
upaya untuk menghilangkan stress.
4
2.2 Anamnesa
2.2.1 Pengertian Anamnesa
Anamnesa adalah suatu tehnik pemeriksaan yang dilakukan lewat suatu
percakapan antara dokter dengan pasiennya secara langsung atau dengan orang
lain yang mengetahui tentang kondisi pasien, untuk mendapatkan data pasien
beserta permasalahannya medisnya (Poernomo, 1999).
2.2.2 Jenis Anamnesa
Ada dua jenis anamnesis yang umum dilakukan, yakni Autoanamnesis dan
alloanamnesis atau heteroanamnesis. Pada umumnya anamnesis dilakukan dengan
teknik autoanamnesis yaitu anamnesis yang dilakukan langsung terhadap
pasiennya. Pasien sendirilah yang menjawab semua pertanyaan dokter dan
menceritakan permasalahnya. Ini adalah cara anamnesis terbaik karena pasien
sendirilah yng paling tepat untuk menceritakan apa yang sesungguhnya ia rasakan.
Meskipun demikian dalam prakteknya tidak selalu autoanamnesis dapat
dilakukan. Pada pasien yang tidak sadar, sangat lemah atau sangat sakit untuk
menjawab pertanyaan, atau pada pasien anak-anak, maka perlu orang lain untuk
menceritakan permasalahnya. Anamnesis yang didapat dari informasi orang lain
ini disebut alloanamnesis atau heteroanamnesis. Tidak jarang dalam praktek
sehari-hari anamnesis dilakukan bersama-sama autoanamnesis dan alloanamnesis
2.2.3 Tehnik Dasar Anamnesa
a. Beri salam, sapa dia, tunjukkan bahwa anda bersedia meluangkan waktu
untuk bicara dengannya (Poernomo, 1999).
b. Ajak bicara: usahakan berkomunikasi secara dua arah. Jangan bicara
sendiri. Dorong agar pasien mau dan dapat mengungkapkan pikiran dan
perasaannya. Tunjukkan bahwa dokter menghargai pendapatnya, dapat
memahami kecemasannya, serta mengerti perasaannya. Dokter dapat
5
menggunakan pertanyaan terbuka maupun tertutup dalam usaha menggali
informasi (Poernomo, 1999).
c. Jelaskan: beri penjelasan mengenai hal-hal yang menjadi perhatiannya,
yang ingin diketahuinya dan yang akan dijalani / dihadapinya agar ia tidak
terjebak oleh pikirannya sendiri. Luruskan persepsi yang keliru. Berikan
penjelasan mengenai penyakit, terapi, atau apapun secara jelas dan detail
(Poernomo, 1999).
d. Ingatkan: percakapan yang dokter lakukan bersama pasien mungkin
memasukkan berbagai materi secara luas, yang tidak mudah diingatnya
kembali. Dibagian akhir percakapan, ingatkan dia untuk hal-hal yang
penting dan koreksi untuk persepsi yang keliru. Selalu melakukan
klarifikasi apakah pasien telah mengerti benar, maupun klarifikasi
terhadap hal-hal yang masih belum jelas bagi kedua belah pihak serta
mengulang kembali akan pesan-pesan kesehatan yang penting (Poernomo,
1999).
2.2.4 Tahap awal tehnik dasar anamnesa
Sebelum melakukan anamnesa dokter perlu memperhatikan tehnik-tehnik
awal seperti :
a. Dokter bersikap ramah terhadap pasiennya Ketika berhadapan dengan
pasien, seorang dokter harus mampu menunjukkan dan bersikap ramah
terhadap pasien.
b. Memberi salam, senyum, dan sapa. Selain bersikap ramah terhadap pasien,
sebaiknya dokter juga memberi salam, senyum, dan sapa agar pasien
merasa nyaman dan senang.
c. Mempersilahkan kepada pasiennya untuk duduk. Mempersilahkan pasien
duduk merupakan suatu hal yang juga harus dilakukan dokter saat
menghadapi pasien.
d. Menciptakan suasana yang santai, agar pasien tidak merasa tegang saat
konsultasi. Suasana yang santai juga diperlukan dalam tahap awal
anamnesa, agar pasien merasa nyaman selama proses konsultasi
6
berlangsung. Suasana yang santai tersebut bisa juga divariasi dengan
humor.
e. Menanyakan keadaan pasien atau kabar pasien pada saat itu. Sebelum
melakukan anamnesa, sebaiknya seorang dokter terlebih dahulu
menanyakan keadaaan / kabar pasien pada saat itu. Sehingga dokter bisa
mengetahui apa yang sedang dialami pasien saat itu.
2.3 Peran Komunikasi dalam Proses Anamnesa
Komunikasi merupakan proses dimana seseorang menyampiakan suatu
rangsangan berupa lambang, bahasa dan gerak yang berguna untuk mendapat
kesamaan informasi, sikap dan ide tentang pesan-pesan dari sumber komunikasi
kepada penerima untuk menciptakan suatu arti oleh sang penerima pesan. Seperti
yang sudah kita ketahui bersama, tujuan komunikasi yakni untuk membangun dan
menciptakan akan pengertian dan pemahaman bersama.
Komunikasi berperan penting dalam proses anamnesa. Karena tanpa adanya
komunikasi, proses anamnesa tidak akan terjadi. Dalam proses anamnesa
komunikasi berperan sebagai motivasi pada pasien, dengan cara dokter
memberikan penjelasan pada pasien. Dan juga komunikasi juga berperan untuk
mengungkapkan atau melukiskan emosi persaan dari pasien, selain itu juga
berperan sebagai alat untuk menciptakan kesamaan pengertian yang dimaksud
yaitu kesamaan pengertian antara dokter dan pasien berdasarkan apa yang telah
dijelaskan dokter pada pasiennya.
2.4 Proses Hubungan Interpersonal Pada Pasien
Pada proses hubungan interpersonal diperlukan hal-hal sebagai berikut :
1. Bersikap ramah dan bersahabat
Dokter yang mampu bersikap ramah dan bersahabat sehingga, dapat
membuat pasien tersebut menjadi senang. Rata-rata anak senang dengan
orang yang bersikap ramah dan mampu bersahabat dengan mereka
(Hardjana, 2003).
7
2. Mengenal sifat dan karakter pasien
Sifat dan karakter juga perlu diperhatikan dalam proses hubungan
interpersonal. Jika seorang dokter telah mengetahui sifat dan karakter dari
pasien tersebut, telah dokter telah mengetahui apa yang diinginkan oleh
anak dengan sikap dan karakter seperti itu.
3. Mengajak pasien berbicara dengan menggunakan kata-kata yang mudah
dimengerti.
Saat berbicara dengan seorang pasien, sebaiknya dokter menggunakan
bahsa dan kata-kata yang mudah dimengerti. Misalnya menggunakan
bahasa pergaulan dalam keseharian anak-anak. Dokter harus menggunakan
bahasa yang sederhana agar anak-anak bisa mengerti dan mencerna apa
yang dikatakan oleh dokter.
4. Merayu anak dengan berbagai cara agar anak mau melakukan
pemeriksaan
Sebaiknya dokter mampu merayu anak tersebut agar mau diperiksa.
Dengan cara menjanjikan sesuat atau memberikan pilihan pada anak,
misalnya ingin sembuh tapi diperiksa atau tidak diperiksa tapi tetap sakit.
Sebagai seorang dokter, kita harus bisa mengambil hati pasien khususnya
anak-anak.
5. Memotivasi pasien agar tidak takut terhadap alat-alat yang digunakan
dokter dalam pemeriksaan.
Kebanyakan anak takut pada alat-alat yang digunakan dokter dalam
pemeriksaan. Ini merupakan tantangan bagi dokterdalam melakukan
tugasnya. Untuk itu dokter harus mampu dan bisa menanganinya dengan
cara memberi motivasi pada anak-anak agar tidak merasa takut jika
berhadapan dengan alat-alat yang digunakan dokter, sebab alat tersebut
sangat membantu untuk proses penyembuhan mereka.
8
2.5 Faktor pendukung dan penghambat terciptanya hubungan interpersonal
Faktor pendukung dan penghambat terdiri dari:
a. Faktor pendukung:
1. Penampilan dokter
Dokter yang berpenampilan menarik, bersih dan tampak ramh akan
membuat anak-anak kagum dan semakin mempercayai bahwa dokter
tersebut mampu mengatasi masalah atau penyakit yang sedang
dialaaminya.
2. Tempat dan suasana
Tempat dan suasana disebut sedemikian rupa agar anak merasa
nyaman, serta tidak merasa diinterogasi saat proses anamnesa berlangsung.
3. Perhatian dokter kepada anak
Perhatian yang diberikan dokter pada pasien akan membuat pasien
senang. Pada dasarnya setiap anak membutuhkan perhatian, apalagi pada
saat berhadapan dengan dokter, anak harus mendapatkan banyak perhatian
agar ia tidak merasakan takut dan tegang. Jika anak senang proses
anamnesa dapat berjalan dengan baik.
4. Keterbukaan seorang anak
Anak yang mempunyai sikap terbuka, dengan menceritakan
keluhan yang dialaminya dan menjawab pertanyaan dari dokter, dapat
membantu dokter untuk bisa mendiagnosis penyakit yang dialami anak
tersebut. Dengan demikian hubungan interpersonal anak tersebut dan
dokter telah berjalan dengan baik.
5. Motivasi dokter terhadap anak
9
Dengan memberi motivasi pada anak, pemikiran dan pemahaman
anak mengenai dokter dan alat-alat yang digunakan dalam bidang
kedokteran yang menakutkan dan mengerikan itu akan hilang. Yang ada
dalam pemikiran mereka yaitu dokter dan alat yang digunakan sangat
membantu dan berguna untuk proses pemeriksaan dan penyembuhan
mereka.
6. Penggunaan bahasa dokter yang mudah dimengerti anak
Dokter menggunakan bahasa dan istilah yang mudah dimengerti
oleh anak. Sehingga tidak ada kesenjangan dalam komunikasi, dan
komunikasi akan berjalan dengan lancar.
b. Faktor-faktor penghambat:
1. Anak yang tertutup
Anak yang tertutup cenderung membisu dan tidak mau menjawab
pertanyaan-pertanyaan dari dokter. Ini merupakan hambatan bagi dokter
untuk melakukan proses anamnesa.
2. Anak yang terlalu banyak keluhan
Dalam menghadapi pasien, dokter sering berhadapan dengan
pasien anak-anak yang cerewet. Anak yang cerewet cenderung memiliki
keluhan, sehingga membuat dokter menjadi sedikit pusing. Untuk itu
dokte rharus jeli memilih keluhan mana yang merupakan keluhan
utamanya dan mana yang hanya keluh kesah. Sehingga diperlukan
kepekaan dan latihan untuk membedakan mana yang merupakan keluhan
yang sesungguhnya dan mana yang merupakan keluhan yang mengada-
ngada.
3. Hambatan bahasa dan intelektual
Pada daerah tertentu orang cenderung menggunakan bahasa daerah
setempat. Jika dokter ditugaskan pada daerah tersebut, ia akan mengalami
hambatan dalam proses kerjanya. Apabila jika ia berhadapan dengan anak
10
tidak bisa berbahasa indonesia. Dokter tersebut mengalami maslah dan
membutuhkan penerjemah.
Selain itu jika ia berhadapan dengan anak yang intelektualnya
rendak, maka dokter tersebut harus menggunakan bahasa yang
sesederhana mungkin agar anak tersebut dapat mengerti dan menanggapi
apa yang dokter katakan.
1. Anak dengan gangguan atau penyakit jiwa
Merupakan sebuah hambatan jika dokter berhadapan dengan
anakyang mempunyai atau mengalami penyakit jiwa. Jika demikian dokter
harus menggunakan teknik anamnesa khusus.
2. Anak yang cenderung dan menyalahkan
Saat berhadapan dengan anak seperti ini, sebaiknya dokter
menahan diri agar tidak terpancing dengan apa yang dilakukan anak
tersebut. Karena akan menjadi sebuah masalah jika dokter terpancing dan
menjadi emosi. Sebaiknya dokter tetap tenang melakukan anamnesa.
11
BAB III
PEMBAHASAN
Komunikasi merupakan proses dimana seseorang menyampaikan sesuatu
rangsangan berupa lambang, bahasa dan gerak yang berguna untuk mendapatkan
kesamaan informasi, sikap dan ide tentang pesan-pesan dari sumber komunikasi
kepada penerima untuk menciptakan suatu arti oleh sang penerima pesan. Seperti
yang sudah kita ketahui bersama, tujuan komunikasi yakni untuk membangun dan
menciptakan akan pengertian dan pemahaman bersama.
Komunikasi efektif diharapkan dapat mengatasi kendala yang ditimbulkan
oleh kedua pihak, pasien dan dokter. Opini yang menyatakan bahwa
mengembangkan komunikasi dengan pasien hanya akan menyita waktu dokter,
tampaknya harus diluruskan. Sebenarnya bila dokter dapat membangun hubungan
komunikasi yang efektif dengan pasiennya, banyak hal-hal negatif dapat dihindari.
Dokter dapat mengetahui dengan baik kondisi pasien dan keluarganya dan pasien
pun percaya sepenuhnya kepada dokter. Kondisi ini amat berpengaruh pada proses
penyembuhan pasien selanjutnya. Pasien merasa tenang dan aman ditangani oleh
dokter sehingga akan patuh menjalankan petunjuk dan nasihat dokter karena yakin
bahwa semua yang dilakukan adalah untuk kepentingan dirinya. Pasien percaya
bahwa dokter tersebut dapat membantu menyelesaikan masalah kesehatannya.
BAB IV
12
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Dalam teknik dasar anamnesa kita harus mampu menggali, memahami,
dan merekam riwayat penyakit pasien dan keluhan yang dirasakan oleh
pasien, agar dapat melakukan perawatan dan mendiagnosa penyakit pasien,
sehingga paasien puas dengan pelayanan yang kita berikan.
3.2 Saran
Bagi seorang dokter gigi harus dapat menerapkan tehnik dasar anamnesa
yang baik dan benar untuk menggali riwayat pasien yang dapat mendukung
proses pemeriksaan dan perawatan pasien.
13
DAFTAR PUSTAKA
Effendy, Onong Uchjana. 1993. Ilmu Komunikasi Teori dan Praktek.
Cetakan Kedua. PT. Remaja Rosdakarya. Bandung.
Effendy, Onong Uchjana. 1998. Hubungan Masyarakat suatu studi
Komunikasi. CV. Mandar Maju. Bandung.
Effendy, Onong Uchjana. 2000. Dinamika Komunikasi. Remaja
Rosdakarya. Bandung.
Effendy, Onong Uchjana. 2007. Komunikasi teori dan praktek. Remaja
Rosdakarya. Bandung.
Rakhmat, Jalaluddin. 2007. Psikologi Komunikasi. PT Remaja Rosdakarya.
Bandung.
Hardjana, A, M. 2003. Komunikasi interpersonal dan intrapersonal.
Kanisius. Yogyakarta.
Poernomo, Ieda SS. 1999. Program Family Health Nutrition. Jakarta.
Poernomo, Ieda SS. 2006. Konsil kedokteran indonesia. Jakarta.
Citrobroto, Suhartin.1979. Prinsip Dasar dan teknik Berkomunikasi, Bhatara
Karya Aksara. Jakarta.
Notoatmodjo, Soekidjo. 2005. Promosi Kesehatan, Teori Dan Aplikasi.
Jakarta.
14