bab i
TRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Terdapat banyak kelainan dan penyakit yang terjadi saat ini, baik yang
berasal dari genetik atau dibawa saat lahir maupun saat perkembangan
berlangsung. Ada penyakit yang sering dijumpai dan adapula penyakit yang
jarang ditemui. Salah satu penyakit yang jarang ditemukan pada anak adalah
Duchenne Muscular Dystrophy (DMD). Duchenne Muscular Dystrophy (DMD)
merupakan penyakit distrofi muskular yang bersifat progresif, herediter, dimana
pertumbuhan terhambat, bersifat kronik dan terminal atau memiliki batas usia
akhir tertentu (Poysky, 2011). Secara fisik pada awalnya penderita Duchenne
Muscular Dystrophy (DMD) mengalami tumbuh kembang secara normal namun
lama kelamaan akan mengalami penurunan perkembangan.
Penurunan perkembangan fisik yang dialami oleh penderita membuat
penderita menjadi bergantung pada bantuan orang di sekitar. Salah satu penelitian
menunjukkan pernyataan seorang ibu mengenai anak duchenne muscular
dystrophy yang tidak dapat melakukan kegiatan sehari-hari secara mandiri, seperti
mandi, menggunakan pakaian dan makan. Ketidakmampuan anak tersebut
membuat ibu harus selalu ada dan membantunya (Tomiak, Eva et al, 2007).
Banyak hal yang dibutuhkan oleh K. Saya harus selalu ada di setiap pagi. Saya harus membantunya untuk berpakaian. Saya harus menyuapi makanan untuknya. Saya harus membantunya untuk mandi. Seluruh kegiatan dalam keseharian saya hanya untuk K. Saya berkutat untuk melayani anak saya. Semua terasa berat, ini berbeda. Sepanjang hari, harus melakukan banyak pekerjaan lebih.
1
2
Karena semua terjadi tiba-tiba, tidak ada lagi olahraga, tidak ada lagi hiburan. Dia tidak mendapatkan kehidupan yang semestinya. Saya harus memenuhi segala kebutuhannya dan membuatnya hidup karena tidak ada orang lain yang mau melakukan untuknya.
Seorang ibu juga mengungkapkan bahwa penyakit Duchenne Muscular Dystrophy
(DMD) ini muncul tiba-tiba karena pada mulanya anak dapat berkembang secara
normal (Ark, 2012).
Kondisi penurunan pada anak diprediksi memiliki akhir atau batasan usia.
Prediksi usia tersebut diungkapkan oleh seorang ibu V (Reutter, 2014)
Ini sangat berpengaruh pada saya, anak saya akan mengalami permasalahan apabila ingin duduk di kursi tanpa memperoleh bantuan. Penyakit ini akan mengganggu sistem kerja jantung dan pernapasan dan kemudian dapat mengakibatkan kematian. Kematian itu diperkirakan pada usia sekitar 20 tahun. Informasi tersebut membuat saya takut. Saat ini saya hanya hidup dalam pengharapan.
Ibu V mengatakan bahwa penderita Duchenne Muscular Dystrophy (DMD) akan
tidak bisa berjalan dan pada usia sekitar 20 tahun penderita akan mengalami
kematian. Kematian yang diakibatkan karena pernapasan (respiratory) dan
lemahnya otot (Reutter, 2014; Nereo dkk, 2003).
Perubahan pada anak Duchenne Muscular Dystrophy (DMD) tidak hanya
terletak pada fisik namun juga pada kemampuan kognitif, emosional dan sosial
lainnya. Beberapa resiko itu adalah menurunnya IQ, permasalahan short term
verbal memory, perkembangan bahasa, gangguan menulis dan matematik, adanya
kemungkinan munculnya perilaku Attention Deficit/Hyperactivity Disorder
(AD/HD). Perubahan emosional seperti cemas atau depresi serta problem interaksi
sosial baik pada sesama teman maupun orang terdekat (Poysky, 2011). Biasanya
penyakit ini mengenai laki-laki, sedangkan perempuan yang memiliki penyakit ini
3
hanya bersifat karier atau pembawa. Secara biologis, penyakit Duchenne
Muscular Dystrophy (DMD) ini diketahui terdapat kelainan genetik yang terletak
pada kromosom X yang bertanggung jawab terhadap pembentukan protein
distrofin. Penyebab utama proses degeneratif pada Duchenne Muscular Dystrophy
(DMD) umumnya akibat delesi pada segmen gen yang bertanggung jawab atas
pembentukan protein distrofin pada membran sel, sehingga menyebabkan
ketiadaan protein tersebut dalam jaringan otot (Wedhanto & Siregar, 2007).
Saat ini masih jarang yang mengalami penyakit Duchenne Muscular
Dystrophy (DMD), terbukti dari jumlah penyakit yang hanya muncul 1 dari 3600
kelahiran bayi laki-laki (Tachjian 1997, dalam Wedhanto, 2007) sehingga belum
didapatkan data statistik jumlah penderita penyakit Duchenne Muscular
Dystrophy (DMD). Kejarangan penyakit golongan kronis dan terminal ini akan
berpengaruh pada sisi penerimaan (psikologis) antara penderita dengan
lingkungan seperti ekspresi emosi, perubahan nilai, ekspektasi dan tanggung
jawab (Copeland, 1988 dalam Nereo dkk, 2003). Hal tersebut menandakan bahwa
diperlukannya penelitian yang berhubungan dengan penyakit ini guna
mempersiapkan anak dan lingkungan sekitar dalam menghadapinya. Salah satu
bagian dari lingkungan terdekat dari anak adalah orang tua. Bukanlah suatu hal
yang mudah untuk menjadi orang tua, terlebih apabila baru memasuki dunia
tersebut. Kondisi transisi dan pelaksanaan tanggung jawab pada peran orang tua
dapat membuat orang tua merasa senang, semangat bahkan stres (Pinderhughes
dkk, 2000 dalam Deater-Deckard, 2004). Proses yang terjadi dalam hubungan
orang tua dan anak disebut pengasuhan.
4
Menurut Brooks (1991), pengasuhan atau parenting merupakan serangkaian
interaksi antara orang tua dan anak yang terus berlanjut, dimana proses tersebut
memberikan perubahan kepada kedua belah pihak. Tugas orang tua dalam
pengasuhan anak tidak hanya memelihara, melindungi dan mengarahkan anak
namun juga memberikan kehangatan, membangun hubungan emosional dan
memberikan kesempatan untuk mengembangkan jati diri anak. Dwivedi (1997)
menyatakan bahwa pengasuhan atau parenting merupakan sebuah pengalaman
yang memunculkan stres bagi kebanyakan orang tua dengan kondisi lingkungan
seperti apa pun. Stres yang dimaksud adalah stres pengasuhan atau parenting
stress. Abidin (1995) juga menyatakan bahwa parenting stress adalah bentuk
kecemasan dan ketegangan berlebihan secara khusus terkait dengan peran orang
tua dan interaksi orang tua dengan anak. Deater-Deckard (2004) menyebutkan ada
beberapa aspek yang mempengaruhi parenting stress yaitu permasalahan yang
dialami oleh orang tua seperti kecemasan dan depresi, beberapa atribut anak yang
mengganggu dan adanya masalah dalam hubungan antara orang tua dan anak.
Beberapa penelitian mengangkat tema mengenai keluarga dengan anak
penyakit kronis, seperti penelitian Rayner & Moore (2007) menerangkan bahwa
keluarga dengan anak yang memiliki sakit kronis atau disabilitas memiliki tingkat
stres yang lebih tinggi dibandingkan dengan keluarga yang memiliki anak-anak
normal biasanya. Salah satu penyakit kronis tersebut adalah duchenne muscular
dystrophy. Orang tua dengan anak duchenne muscular dystrophy memiliki tingkat
stres yang lebih tinggi daripada orang tua dengan anak normal dan beberapa
penyakit lain (cystic fibriosis, renal disease) (Holyroyd and Guthrie, 1986; Nereo,
5
Fee and Hinton, 2003 dalam Cunniff, 2010). Beberapa penelitian lain
menunjukkan bahwa seorang ibu dari anak yang memiliki penyakit kronik
memiliki stres pengasuhan yang besar daripada seorang ayah (Beckman, 1993;
Manuel, 2001; Pelchat et al., 1999; Saviolo-Negrin et al., 1999, dalam Nereo dkk,
2003). Penelitian Nereo dkk (2003) menunjukkan bahwa ibu anak Duchenne
Muscular Dystrophy (DMD) lebih stresful akibat interaksi dan perilaku anak.
Adapun penelitian yang menemukan tingkat stres pada ibu dengan anak
Duchenne Muscular Dystrophy (DMD) terus meningkat seiring bertambah
umurnya anak (Abi Dauod, Dooley and Gordon, 2004). Penelitian yang diteliti
oleh Thompson (1992 dalam Cunniff, 2010) menemukan bahwa dari 35 orang tua
dengan anak DMD, 50% mengalami distress, 50% mengalami simtom depresi dan
31% simtom kecemasan. Thompson et al (1992 dalam Tomiak, Eva et al, 2007)
menemukan 57% dari 35 keluarga dengan anak DMD memiliki penerimaan yang
rendah. Abi Dauod, Dooley dan Gordon (2004) juga menemukan orang tua
dengan Duchenne Muscular Dystrophy (DMD) memiliki kemungkinan yang
tinggi mengalami major depressive episode.
Penelitian lain menyebutkan stres yang muncul saat tinggal dengan anak
Duchenne Muscular Dystrophy (DMD) merupakan stres psikologis yang kronis
mengingat berhadapan dengan penyakit kronik, kesedihan berkepanjangan,
merasa bersalah dan antisipasi dengan kematian yang akan datang (Buchanan, et
al, 1979 dalam Tomiak, Eva et al, 2007). Perasaan-perasaan negatif dapat dilihat
pada empat periode sulit yaitu, saat didiagnosis, anak tidak bisa berjalan atau naik
kursi roda, remaja dan fase akhir penyakit (Abi Dauod, Dooley dan Gordon,
6
2004). Selain itu, muncul isu kesehatan mental lainnya pada keluarga yang
merawat anak DMD yaitu sosial isolation, kemarahan dan depresi yang signifikan
(Bothwell et al, 2002 dalam Tomiak, Eva et al, 2007).
Saya dan suami menyerah untuk beberapa tahun ini.Saya adalah seorang ibu yang bekerja untuk merawat anak selama 24 jam. Ya itu pekerjaan saya.Jika saya diminta untuk mengubah sesuatu, saya berpikir untuk meminta banyak orang untuk membantu saya. Uh tapi bagaimana dan siapa yang mau melakukannya?
Saat ini penelitian mengenai parenting stress pada ibu dengan anak
Duchenne Muscular Dystrophy (DMD) masih jarang ditemukan (Nereo dkk,
2013). Karena alasan kejarangan tersebut, penelitian ini memiliki fokus terhadap
ibu dimana ibu berperan sebagai primary caregiver dari anak Duchenne Muscular
Dystrophy (DMD). Berdasarkan latar belakang yang telah dijabarkan membuat
peneliti tertarik untuk membahasnya lebih dalam. Bagaimana gambaran parenting
stress pada ibu yang merawat anak dengan Duchenne Muscular Dystrophy
(DMD).
1.2. Signifikansi Penelitian
Mengingat jarangnya anak yang mengidap penyakit ini termasuk di
Indonesia, peneliti berusaha mengangkat tema agar masyarakat mengetahui dan
diharapkan dapat juga memahami bagaimana parenting stress yang terjadi pada
ibu dengan anak Duchenne Muscular Dystrophy (DMD). Peneliti berusaha untuk
berkontribusi dengan memberikan gambaran mengenai parenting stress pada ibu
dengan anak pengidap Duchenne Muscular Dystrophy (DMD). Peneliti memilih
ibu dengan pertimbangan bahwa ibu merupakan main caregiver dari anak DMD
7
yang mana memiliki peran penting dalam perkembangan anak. Tema-tema
mengenai parenting stress sudah banyak digunakan, baik dari penelitian yang
kuantitatif maupun kualitatif. Seperti halnya penelitian Kwan (2012) yang
membahas mengenai parental stress pada orang tua dengan anak yang memiliki
ketidakmampuan fisik. Selain itu, Rayner dan Moore (2007) melakukan penelitian
mengenai hubungan antara parental stress, parenting style, family resources and
illness factors pada keluarga yang memiliki anak pengidap penyakit parah. Nereo
dkk (2003) juga menemukan adanya parental stress pada ibu dari seorang anak
pengidap penyakit Duchenne Muscular Dystrophy (DMD). Penelitian-penelitian
yang telah dipublikasikan pada umumnya dilakukan di luar Negara Indonesia dan
mayoritas menggunakan metode kuantitatif sehingga kurang mendalami kasus
yang dialami oleh subjek.
Terkait kejarangan tersebut penulis sengaja mencoba mengangkat tema ini
untuk mendapatkan gambaran secara mendalam mengenai kondisi parental stress
yang tidak hanya dialami oleh Ibu melainkan kedua orang tua dengan anak
pengidap Duchenne Muscular Dystrophy (DMD). Karena penyakit ini berbeda
dengan penyakit ketidakmampuan yang lain, penyakit ini bersifat progresif,
dimana perkembangan anak yang pada mulanya berjalan normal dan baik-baik
saja, tiba-tiba berubah drastis dan mengalami penurunan. Hal tersebut akan
mempengaruhi keadaan orang tua dan sejauh mana kondisi yang ada. Berbeda
halnya dengan kisah orang tua yang memang sudah sejak awal memiliki anak
dengan ketidakmampuan tertentu, sehingga penelitian ini menarik untuk
dilakukan, atas dasar perbedaan kondisi, subjek dan tema.
8
1.3. Fokus Penelitian
Berdasarkan latar belakang yang telah dijabarkan di atas, maka fokus
penelitian ini adalah parenting stress, sedangkan untuk pertanyaan penelitian
adalah bagaimana gambaran parenting stress yang terjadi pada ibu dengan anak
Duchenne Muscular Dystrophy (DMD)?
1.4. Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mencari dan memperoleh gambaran
mengenai parenting stress pada ibu dengan anak yang menderita Duchenne
Muscular Dystrophy (DMD).
1.5. Manfaat Penelitian
Manfaat Teoritis:
1. Memberikan wawasan berupa gambaran secara mendalam tentang
kondisi parenting stress pada orang tua dengan anak pengidap penyakit
Duchenne Muscular Dystrophy (DMD), khususnya orang tua dengan
anak yang mengalami Duchenne Muscular Dystrophy (DMD).
2. Menjadi referensi bagi penelitian selanjutnya terutama penelitian yang
mengangkat tema parenting stress pada orang tua khususnya ibu dengan
anak Duchenne Muscular Dystrophy (DMD) serta keterkaitannya dengan
latar belakang yang masih jarang dibahas oleh peneliti-peneliti
sebelumnya.
9
Manfaat Praktis:
1. Gambaran secara mendalam mengenai parenting stress pada ibu dengan
anak Duchenne Muscular Dystrophy (DMD) akan memberikan
pengetahuan baru bagi masyarakat luas mengenai kondisi orang tua dan
anak Duchenne Muscular Dystrophy (DMD) tersebut.
2. Mampu memberikan pemahaman lebih pada masyarakat yang memiliki
teman, saudara ataupun kerabat yang mempunyai anak pengidap
penyakit Duchenne Muscular Dystrophy (DMD). Sehingga mampu
menumbuhkan rasa kepedulian lebih terhadap mereka dan meminimalisir
penolakan sosial terhadap orang tua serta anak Duchenne Muscular
Dystrophy (DMD).