bab i

40
BAB I PENDAHULUAN Infeksi saluran pernafasan akut adalah radang akut saluran pernafasan atas maupun bawah yang disebabkan oleh infeksi bakteri, virus, tanpa atau disertai radang parenkim paru. Pneumonia adalah proses infeksi akut yang mengenai jaringan parenkim paru. 1 Pneumonia merupakan suatu peradangan pada parenkim paru. Definisi lainnya disebutkan Pneumonia Balita merupakan salah satu penyakit infeksi saluran pernapasan akut, yaitu terjadi peradangan atau iritasi pada salah satu atau kedua paru, yang disebabkan oleh infeksi. Pneumonia merupakan salah satu penyakit infeksi pada anak yang sangat serius dan merupakan salah satu penyakit infeksi saluran pernapasan akut (ISPA) yang paling banyak menyebabkan kematian pada Balita. Pneumonia menyebabkan empat juta kematian pada anak Balita di dunia dan ini merupakan 30 % dari seluruh kematian. Di negara berkembang Pneumonia merupakan kematian utama. 2 Gizi buruk sebagai salah satu komplikasi dari bronkopneumonia merupakan masalah yang membutuhkan perhatian khusus terutama di negara-negara berkembang. Gizi buruk merupakan faktor risiko penting terjadinya kesakitan dan kematian pada ibu hamil dan balita. Di Indonesia KEP dan defisiensi mikronutrien juga menjadi masalah kesehatan penting dan darurat di masyarakat terutama anak balita. Kasus kematian balita akibat gizi buruk kembali berulang, 1

Upload: aulia-rizki

Post on 26-Dec-2015

16 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

BAB I

PENDAHULUAN

Infeksi saluran pernafasan akut adalah radang akut saluran pernafasan atas maupun bawah

yang disebabkan oleh infeksi bakteri, virus, tanpa atau disertai radang parenkim paru. Pneumonia

adalah proses infeksi akut yang mengenai jaringan parenkim paru.1

Pneumonia merupakan suatu peradangan pada parenkim paru. Definisi lainnya disebutkan

Pneumonia Balita merupakan salah satu penyakit infeksi saluran pernapasan akut, yaitu terjadi

peradangan atau iritasi pada salah satu atau kedua paru, yang disebabkan oleh infeksi.

Pneumonia merupakan salah satu penyakit infeksi pada anak yang sangat serius dan merupakan

salah satu penyakit infeksi saluran pernapasan akut (ISPA) yang paling banyak menyebabkan

kematian pada Balita. Pneumonia menyebabkan empat juta kematian pada anak Balita di dunia

dan ini merupakan 30 % dari seluruh kematian. Di negara berkembang Pneumonia merupakan

kematian utama.2

Gizi buruk sebagai salah satu komplikasi dari bronkopneumonia merupakan masalah yang

membutuhkan perhatian khusus terutama di negara-negara berkembang. Gizi buruk merupakan

faktor risiko penting terjadinya kesakitan dan kematian pada ibu hamil dan balita. Di Indonesia

KEP dan defisiensi mikronutrien juga menjadi masalah kesehatan penting dan darurat di

masyarakat terutama anak balita. Kasus kematian balita akibat gizi buruk kembali berulang,

terjadi secara masif dengan wilayah sebaran yang hampir merata di seluruh tanah air. Diagnosis

gizi buruk dapat diketahui melalui gejala klinis, antropometri dan pemeriksaan laboratorium.

Gejala klinis gizi buruk berbeda-beda tergantung dari derajat dan lamanya deplesi protein dan

energi, umur penderita, modifikasi disebabkan oleh karena adanya kekurangan vitamin dan

mineral yang menyertainya.2

Perkembangan motorik berbeda tingkatannya pada setiap individu. Anak usia 6 bulan bisa

dengan mudah menggerakkan kepala kanan dan kiri, sementara yang lainnya mungkin akan bisa

setelah berusia 9 bulan atau lebih.3

1

Demikian pula stimulasi lingkungan, status gizi,  ras dan genetik mempunyai pengaruh

penting dalam perkembangan motorik. Hal ini dapat dilihat perbedaan kemampuan rata-rata

perkembangan motorik anak di berbagai Negara. Dibandingakan anak-anak di Amerika dan

Eropa Barat, maka perkembangan motorik milestone pada anak Indonesia tergolong rendah. Di

Amerika, anak mulai berjalan pada umur 11,4–12,4 bulan11, dan anak-anak di Eropa antara

12,4–13,6 bulan12. Sedangkan di Indonesia, pada sampel yang diteliti adalah rata-rata 14,02

bulan.3

2

BAB II

LAPORAN KASUS

2.1 IDENTITAS PASIEN

Nama : Ulfa Aliya Fitri

Tanggal Lahir/umur : 07 September 2013/ 7 bulan 23 hari.

Alamat : Blang krueng, Baitussalam, Aceh Besar

Agama : Islam

Suku : Aceh

Nomor CM : 0-96-05-12

Jaminan : JKRA

Tanggal masuk : 17 Februari 2014

Nama Ayah : Syarifuddin

Nama Ibu : Megawati

2.2. ANAMNESA

Keluhan Utama

Sesak nafas

Keluhan Tambahan

Nafas cuping hidung (+), Batuk berdahak (+), Demam (+)

3

Riwayat Penyakit Sekarang

Pasien datang dengan keluhan sesak nafas ± 7 hari sebelum masuk rumah sakit. Sesak

nafas timbul terus-menerus dan terlihat semakin lama semakin memberat, sesak tidak berkurang

saat tidur,maupun perpindahan posisi dan tidak bertambah berat ketika aktifitas. Ibu os juga

mengeluhkan pasien demam ± 10 hari SMRS, demam hilang timbul, demam dirasakan

berkurang setelah pemberian obat penurun panas ± 6-8 jam, lalu demam timbul kembali. Ibu

juga mengeluhkan os batuk ± 7 hari SMRS, batuk dirasakan terus menerus, batuk berdahak,

namun menurut ibu os dahaknya lengket tidak dapat di batukkan atau dikeluarkan. Ibu os

membawa os ke PUSKSESMAS dan diberikan obat batuk sirup, namun ibu pasien tidak

mengetahui nama obatnya.

Ibu os juga mengeluhkan pasien sering terlihat kaku pada tangan dan kaki, mata os melihat

ke atas, dimana timbul selama ± 5menit, namun kemudian pasien tertidur, kaku pada kedua

tangan dan kaki sering terlihat pada pasien, namun kaku ini tidak disertai oleh meningginya suhu

badan sebelumnya. Menurut ibu os pasien pernah mengalami kejang satu hari setelah lahir dan

dirawat di RSUDZA selama 6 hari.

Ibu os juga mengeluhkan pasien terlihat kurus, dengan BB 5 Kg yang di timbang di

PUSKESMAS, nafsu makan pasien baik. Menurut ibu os pasien tidak dapat menggerakkan

kepala sepenuhnya dari kanan ke kiri dan tidak dapat menahan posisi kepala untuk tegak.

Riwayat Pemberian Obat

- Paracetamol sirup, demam turun setelah pemberian obat.dan timbul lagi ± 6 jam

kemudian.

- Obat batuk sirup (pasien lupa nama obatnya) dari PUSKESMAS dan batuk berkurang

Riwayat Penyakit Keluarga

Asma (-)

Tidak ada kelurga pasien mengalami keluhan yang sama seperti pasien.

4

Riwayat Kehamilan

Ibu ANC teratur di bidan dan Sp.OG, USG 2 x dengan hasil presentasi letak janin normal.

Ibu tidak ada mengeluhkan keputihan (-), Hipertensi (-), demam (-), nyeri saat BAK (-)

Riwayat Persalinan

Pasien lahir secara sectio caesaria atas indikasi letak sungsang, dengan BBL 3600 gram, bayi

segera menangis spontan.

Riwayat Pemberian Makanan

Umur Riwayat Pemberian Makanan

0-6 bulan

6-8 bulan

ASI

ASI + MPASI

Riwayat Imunisasi

Tidak pernah di imunisasi, menurut ibu karena os sering demam.

5

6

2.3. PEMERIKSAAN FISIK

- Keadaan Umum : Sesak nafas

- Kesadaran : Compos mentis

- HR : 100 x/menit, reguler

- Pernafasan : 44 x/menit, reguler

- Suhu : 37,7oC

- Keadaan Gizi : BB : 5.1 kg Usia: 7 bulan 23 hari, 8 bulan

PB : 63 cm

BB/U : Z score<-3SD

PB/U : -3SD< Z Score <-2 SD

BB/PB : Z score <-3 SD

HA: 4,5 bulan.

7

8

Kulit

Warna : Kuning langsat

Parut Cacar : (-)

sianosis : (-)

Ikterus : (-)

udem : (-)

Kepala

Rambut :warna kemerahan, tipis, sukar dicabut

Wajah : Simetris, deformitas (-)

Mata : Konjunctiva pucat (-/-), ikterik (-/-), sekret (-/-), refleks

cahaya (+/+), Pupil isokor bulat 3 mm/3 mm

9

Telinga : Serumen (-/-)

Hidung : Sekret (-/-), Napas cuping hidung (+)

Mulut : Bibir: Bibir kering ( - ), mukosa kering ( - ),sianosis ( - ).

Leher

Inspeksi : Simetris, retraksi (+)

Palpasi : Pembesaran KGB ( - )

Thorax

Inspeksi

Statis : Simetris, cardic bulging ( - )

Dinamis : Pernafasan abdominothorakal, retraksi suprasternal (+) retraksi

intercostal (+), retraksi epigastica (+)

Paru

Inspeksi : Simetris statis, dinamis

Palpasi : Nyeri tekan (-), Sfka=Sfki

Perkusi : Tidak dilakukan

Auskultasi : Suara napas dasar vesikular (+/+) melemah

Suara napas tambahan rhonki (+/+) pada basal paru kanan dan kiri, stridor (+)

wheezing (-/-)

Jantung

Inspeksi : Ictus Cordis terlihat

Palpasi : Ictus Cordis teraba, thrill (-)

10

Perkusi : Tidak dilakukan

Auskultasi : BJ I > BJ II , reguler (+), bising (-)

Abdomen

Inspeksi : Simetris, distensi (-)

Palpasi : Nyeri Tekan ( - ),

Hepar : tidak teraba

Lien : tidak teraba

Ginjal : Ballotement tidak teraba

Perkusi : Timpani

Auskultasi : Peristaltik (N), 4x/menit, bising usus (-)

Genetalia : dalam batas normal

Kelenjar Limfe : Pembesaran KGB ( - )

Ekstremitas : -Superior : sianosis (-/-)

-Inferior : sianosis (-/-) edema (-/-)

11

2.4. PEMERIKSAAN PENUNJANG

1. Pemeriksaan darah rutin dapat dilihat pada tabel 1

Tabel 1. Hasil Pemeriksaan Darah rutin

Pemeriksaan 6/3/2014 13/3/2014 Normal

Hemoglobin 11,9 9,6 13,0-17,0 gr/dl

Hematokrit 28 40-55%

Leukosit 7,4 8,3 9-30x103/ul

Trombosit 586 150-400

2.5 DIFERENSIAL DIAGNOSA

Bronkopneumonia

Bronkiolitis

+ Gizi Buruk

+ Motor Delay

2.6 DIAGNOSA SEMENTARA/DIAGNOSA KERJA

Bronkopneumonia + Gizi buruk + Motor Delay

2.7 TERAPI

O2 nasal 2 liter/i

inj. Ceftriaxone 250 mg/12 jam

inj. Gentamicin 30 mg/24 jam

diet F100 75cc/3jam+ 6 cc ASI/3 jam

12

Kebutuhan cairan : 650cc/24 jam

2.8 PLANNING

Darah rutin

Foto Thoraks

Kultur sputum dan sensivitas bakteri

Konsul Divisi Respirologi

Konsul Divisi Gizi

Konsul Fisiotherapi

2.9 PROGNOSIS

Quo ad vitam : dubia ad bonam

Quo ad functionam : dubia ad bonam

Quo Sanactionam : dubia ad bonam

13

2.10 FOLLOW UP HARIAN

Tanggal/hari

rawatan

Catatan Instruksi

01-03-2013

H-1

S/ sesak, batuk

O/ VS/HR = 100 x/menit

RR = 45 x/menit

T = 37,7oC

Pf/

Kepala : normocephali,

Mata : konj.palp.inf pucat (-/-)

Sklera ikterik (-/-)

Telinga: normotia, sekret (-)

Hidung: NCH (+), sekret (-)

Mulut: mukosa basah, sianosis (-)

Leher : pemb. KGB (-)

Thoraks: simetris, retraksi (-), ves (+/+),

Rh (+/+), Wh (-/-), stridor (+/+)

Cor : BJ I>BJ II, reg, bising (-)

Abdomen: soepel, H/L/R tidak teraba,

timpani (+), peristaltik (+), bising usus

(-)

Ektremitas :

Th /

1. O2 nasal 2 liter/i

2. inj. ceftriaxone 100 mg/12 jam

3. inj. Gentamicin 30 mg/24 jam

4.Diet F100 + 80 cc Asi/3jam

14

-Superior : pucat (-/-) edema (-/-)

-Inferior : pucat (-/-) edema (-/-)

Ass/ Dypsneu ec Bronkopneumonia +

Gizi Buruk

02-03-2013

H-2

S/ sesak nafas (+)

O/ VS/HR = 122 x/menit

RR = 32 x/menit

T = 37,4oC

Pf/

Kepala : normocephali,

Mata : konj.palp.inf pucat (-/-)

Sklera ikterik (-/-)

Telinga: normotia, sekret (-)

Hidung: NCH (+), sekret (-)

Mulut: mukosa basah, sianosi (-)

Leher : pemb. KGB (-)

Thoraks: simetris, retraksi (+), ves

(+/+), Rh (+/+), Wh (-/-),stridor (+/+)

Cor : BJ I>BJ II, reg, bising (-)

Abdomen: soepel, H/L/R tidak teraba,

timpani (+), peristaltik (+), bising usus

Th /

1. O2 nasal 2 liter/i

2. inj. ceftriaxone 100 mg/12 jam

3. inj. Gentamicin 30 mg/24 jam

4.Diet F100 + 80 cc Asi/3jam

15

(-)

Ektremitas :

-Superior : pucat (-/-) edema (-/-)

-Inferior : pucat (-/-) edema (-/-)

Ass/ Dypsneu ec Bronkopneumonia +

Gizi buruk

03-03-2013

H-3

S/sesak nafas (+) tetapi sudah berkurang

O/ VS/HR = 120 x/menit

RR = 65 x/menit

T = 37oC

Pf/

Kepala : normocephali,

Mata : konj.palp.inf pucat (-/-)

Sklera ikterik (-/-)

Telinga: normotia, sekret (-)

Hidung: NCH (+), sekret (-)

Mulut: mukosa basah, sianosi (-)

Leher : pemb. KGB (-)

Thoraks: simetris, retraksi (+), ves

(+/+), Rh (+/+), Wh (-/-), Stridor (+/+)

Th/

1. O2 nasal 2 liter/i

2. inj. ceftriaxone 100 mg/12 jam

3. inj. Gentamicin 30 mg/24 jam

4.Diet F100 + 80 cc Asi/3jam

P/

-Monitoring gizi

-Monitoring BB

16

Cor : BJ I>BJ II, reg, bising (-)

Abdomen: soepel, H/L/R tidak teraba,

timpani (+), peristaltik (+), bising usus

(+)

Ektremitas :

-Superior : pucat (-/-) edema (-/-)

-Inferior : pucat (-/-) edema (-/-)

Ass/ Dypsneu ec Bronkopneumonia +

Gizi buruk

04-03-2013

H-4

S/ sesak nafas berkurang (+)

O/ VS/HR = 134 x/menit

RR = 35 x/menit

T = 37oC

Pf/

Kepala : normocephali,

Mata : konj.palp.inf pucat (-/-)

Sklera ikterik (-/-)

Telinga: normotia, sekret (-)

Hidung: NCH (+), sekret (-)

Mulut: mukosa basah, sianosi (-)

Leher : pemb. KGB (-)

Th/

1. O2 nasal 2 liter/i

2. inj. ceftriaxone 100 mg/12 jam

3. inj. Gentamicin 30 mg/24 jam

4.Diet F100 + 80 cc Asi/3jam

17

Thoraks: simetris, retraksi (-), ves (+/+),

Rh (+/+), Wh (-/-), stridor (+/+)

Cor : BJ I>BJ II, reg, bising (-)

Abdomen: soepel, H/L/R tidak teraba,

timpani (+), peristaltik (+), bising usus

(-)

Ektremitas :

-Superior : pucat (-/-) edema (-/-)

-Inferior : pucat (-/-) edema (-/-)

Ass/ Dypsneu ec Bronkopneumonia +

Gizi buruk

05-03- 2013

H-5

S/ sesak sudah berkurang

O/ VS/HR = 150 x/menit

RR = 54 x/menit

T = 36,5oC

Pf/

Kepala : normocephali,

Mata : konj.palp.inf pucat (-/-)

Sklera ikterik (-/-)

Telinga: normotia, sekret (-)

Hidung: NCH (-), sekret (-)

Th /

1. O2 nasal 2 liter/i

2. inj. ceftriaxone 100 mg/12 jam

3. inj. Gentamicin 30 mg/24 jam

4.Diet F100 + 80 cc Asi/3jam

18

Mulut: mukosa basah, sianosi (-)

Leher : pemb. KGB (-)

Thoraks: simetris, retraksi (-), ves (+/+),

Rh (+/+), Wh (-/-),Stridor (+/+)

Cor : BJ I>BJ II, reg, bising (-)

Abdomen: soepel, H/L/R tidak teraba,

timpani (+), peristaltik (+), bising usus

(-)

Ektremitas :

-Superior : pucat (-/-) edema (-/-)

-Inferior : pucat (-/-) edema (-/-)

Ass/ Dypsneu ec Bronkopneumonia +

Gizi buruk

19

BAB III

ANALISA KASUS

3.1 Bronkopneumonia

Diagnosa bronkopneumonia pada kasus ini ditegakkan dari anamnesis dan pemeriksaan

fisik, dan pemeriksaan penuunjang. Dari anamnesis terhadap ibu pasien, didapatkan keterangan

yang mengarahkan pada kecurigaan pneumonia, yaitu sesak nafas, batuk berdahak dan demam.

Manifestasi klinis bronkopneumonia adalah gejala infeksi umum (demam, sakit kepala,

penurunan nafsu makan) dan gejala gangguan repiratori (batuk, sesak nafas). Dari anamnesis,

manifestasi klinis didahului beberapa hari dengan gejala infeksi saluran pernapasan atas (ISPA),

yaitu batuk, rinitis (pada pasien ini didahului batuk), peningkatan usaha bernafas, demam.

Keluhan yang paling menonjol pada pasien bronkopneumonia adalah batuk dan demam.2,3,5

Pneumonia adalah peradangan parenkim paru, distal dari bronkhiolus terminalis yang

mencakup bronkhiolus respiratorius, dan alveoli yang berupa infiltrat atau konsolidasi pada

alveoli atau jaringan interstisial. Pneumonia ini dapat mengakibat gangguan pertukaran gas

setempat. Bronkopneumonia adalah radang paru-paru yang mengenai satu atau beberapa lobus

paru-paru yang ditandai dengan adanya bercak-bercak infiltrat yang disebabkan oleh

bakteri,virus, jamur dan benda asing. Usia pasien merupakan faktor yang memegang peranan

penting pada perbedaan dan kekhasan pneumonia anak, terutama dalam spektrum etiologi,

gambaran klinis, dan strategi pengobatan.6

Dari hasil pemeriksaan fisik didapatkan hasil yang semakin menguatkan bronkopneumonia

yaitu takipnu, takikardi, suhu aksila 37,7 ◦c, nafas cuping hidung,suara nafas vesikuler melemah,

dan Stridor di kedua basal paru.. Gejala-gejala pneumonia bakteri pada bayi adalah demam,RR

meningkat dan adanya batuk berdahak2,3,5

Berdasarkan kepustakaan bronkopneumonia adalah suatu infeksi akut pada paru – paru

yang secara anatomi mengenai begian lobulus paru mulai dari parenkim paru sampai perbatasan

bronkus yang dapat disebabkan oleh bermacam – macam etiologi seperti bakteri, virus, jamur

dan benda asing ditandai oleh trias (sesak nafas, pernafasan cuping hidung, sianosis sekitar

hidung atau mulut). Bronkopneumonia biasanya didahului oleh infeksi traktus respiratoris bagian

atas selama beberapa hari.Suhu dapat naik mendadak sampai 39 – 40o C dan mungkin disertai

kejang karena demam yang tinggi. Anak sangat gelisah dispneu, pernafasan cepat dan dangkal

20

disertai pernafasan cuping hidung dan sianosis sekitar hidung dan mulut. Kadang – kadang

disertai muntah dan diare.Batuk biasanya tidak ditemukan pada permulaan penyakit, mungkin

terdapat batuk selama beberapa hari, yang mula – mula kering kemudian menjadi produktif. Pada

laboratorium pada bronkopneumonia, gambaran darah terdapat leukositosis sedangkan pada

bronkiolitis gambaran darah tepi dalam batas normal, kimia darah menunjukkan gambaran

asidosis respiratorik maupun metabolik. Usapan nasofaring menunjukkan flora bakteri normal.

Pneumococcus masuk ke dalam paru melalui jalan nafas secara percikan (droplet), proses radang

pneumonia dapat dibagi atas 4 stadium, yaitu :

1. Stadium kongesti

Kapiler melebar dan kongesti serta di dalam alveolus terdapat eksudat jernih, bakteri dalam

jumlah banyak, beberapa neutrofil dan makrofag

2. Stadium hepatisasi merah

Lobus dan lobulus yang terkena menjadi padat dan tidak mengandung udara, warna

menjadi merah dan pada perabaan seperti hepar.Dalam alveolus didapatkan fibrin, leukosit

netrofil, eksudat dan banyak sekali eritrosit dan kuman.Stadium ini berlangsung sangat pendek.

3. Stadium hepatisasi kelabu

Lobus masih tetap padat dan warna merah menjadi pucat kelabu.Permukaan pleura suram

karena diliputi oleh fibrin.Alveolus terisi fibrin dan leukosit, tempat terjadi fagositosis

pneumokokus.Kapiler tidak lagi kongestif.

4. Stadium resolusi

Eksudat berkurang.Dalam alveolus makrofag bertambah dan leukosit mengalami nekrosis

dan degenerasi lemak.Fibrin diresorbsi dan menghilang.Secara patologi anatomis

Bronkopneumonia berbeda dari pneumonia lobaris dalam hal lokalisasi sebagai bercak – bercak

dengan distribusi yang tidak teratur.Dengan pengobatan antibiotika urutan stadium khas ini tidak

terlihat.4

Untuk mendukung diagnosis dapat dilakukan pemeriksaan penunjang, yaitu, darah perifer

lengkap, C-reaktif Protein (CRP), uji serologis, pemeriksaan mikrobiologis dan pemeriksaan

rontgen thoraks. Pemeriksaan darah lengkap perfier pada pneumonia yang disebabkan oleh virus

biasanya leukosit dalam batas normal, namun pada pneumonia yang disebabkan oleh bakteri

didapatkan leukositosis (15.000–40.000/mm3). Dengan dominan PMN. Leukopenia

(<5000/mm3) menunjukkan prognosis yang buruk. Pada infeksi Chlamydia kadang–kadang

21

ditemukan eosinofilia. Pada efusi pleura didapatkan sel PMN pada cairan eksudat berkisar 300-

100.000/mm3, protein > 2,5 g/dl, dan glukosa relatif lebih rendah daripada glukosa darah.

Kadang–kadang terdapat anemia ringan dan LED yang meningkat. CRP adalah suatu protein

fase akut yang disisntesis oleh hepatosit. Sebagai respon infeksi atau inflamasi jaringan, produksi

CRP secara cepat distimulasi oleh sitokin, terutama IL-6, IL-1 da TNF. Meskipun fungsi

pastinya belum diketahui, CRP sangat mungkin berperan dalam opsonisasi mikroorganisme atau

sel rusak, secara klinis CRP digunakan sebagai alat diagnostik untuk membedakan antara faktor

infeksi dan noninfeksi, infeki virus dan bakteri, atau infeksi superfisial atau profunda. Uji

serologik untuk mendateksi antigen dan antibodi pada infeksi bakteri tipik mempunyai

sensitivitas dan spesifisitas yang rendah. Secara umum, uji serologis tidak terlalu bermanfaat

dalam mendiagnosis infeksi bakteri tipik, namun bakteri atipik seperti Mycoplasma dan

chlamydia tampak adanya peningkatan antibodi IgM dan IgG. Untuk pemeriksaan

mikrobiologik, spesimen dapat diambil dari usap tenggorok, sekret nasofaring, bilasan bronkus,

darah, punksi pleura atau aspirasi paru. Pada pasien ini hanya dilakukan pemeriksaan darah rutin

dengan hemoglobin 11,4 mg/dl.

Pasien didiagnosa banding dengan bronkiolitis karena bronkiolitis sering menyerang anak

usia 2-24 bulan dengan puncak insidensi pada bayi laki-laki usia 2-8 bulan yang tidak mendapat

Air Susu Ibu (ASI) dan hidup dilingkungan padat penduduk. Gejala pada bronkiolitis yang mirip

dengan brokopneumonia adalah didahului dengan ISPA, seperti pilek ringan, batuk, dan demam,

disusul dengan demam disertai sesak nafas, merintih, nafas berbunyi, rewel, dan penurunan nafsu

makan. Menurut Siahaan (2013) pada bronkilitis ditemukan wheezing dimana pada

bronkopneumonia jarang ditemukan wheezing sedangkan menurut Prober (1999) pada

bronkopneumonia juga dapat ditemukan adanya wheezing. Pada pasien ini tidak ditemukan

adanya wheezing.8,10

Penatalaksanaan yang diberikan pada pasien ini adalah tirah baring, pemberian Oksigen 2

liter/menit, Infus 4:1 dengan 15 tetes/menit (mikro), pemberian air susu ibu melalui nasogastrik

tube (jika sesak memberat), dilakukan suction untuk menghilangkan sekret dan medikamentosa

berupa antibiotik ceftriaxone 250mg/12jam (intravena) dan Gentamisin 15mg/12jam

(intravena).6

Oksigen diberikan untuk mengatasi hipoksemia, menurunkan usaha untuk bernapas, dan

mengurangi kerja miokardium. Oksigen diberikan pada anak yang menunjukkan gejala adanya

22

tarikan dinding dada (retraksi) bagian bawah yang dalam, SpO2< 90%, frekuensi nafas

60x/menit atau lebih, merintih setiap kali bernafas untuk bayi muda, dan adanya head nodding

(anggukan kepala). Selanjutnya diberikan ceftriaxone 250 mg/12jam, sesuai dengan teori yang

dapat dilihat berdasarkan etiologi dari bronkopneumonia akibat bakteri, bakteri yang cukup

banyak menyebabkan bronkopneumonia adalah bakteri kokus gram positif seperti streptococcus

pneumonia, dan pneumococcus.

Beberapa faktor yang berhubungan dengan terjadinya ISPA (infeksi saluran pernapasan

akut ) adalah tingkat sosial ekonomi rendah, gizi kurang, berat badan lahir rendah, tingkat

pendidikan dan pengetahuan, jangkauan pelayanan Zat gizi (makanan) memiliki efek kuat untuk

reaksi kekebalan tubuh dan resistensi terhadap infeksi. Hal ini dibuktikan dengan adanya hasil

penelitian akhir-akhir ini yang memperlihatkan bahwa melalui pemberian gizi, dan hormon

anabolik dapat mengatur daya tahan (resistensi) hospes terhadap infeksi bakteri. Kurang Energi

Protein (KEP), ketahanan tubuh menurun dan virulensi patogen lebih kuat sehingga

menyebabkan keseimbangan yang terganggu dan akan terjadi infeksi, sedangkan salah satu

determinan utama dalam mempertahankan keseimbangan tersebut adalah status gizi. Resiko

kesakitan hingga resiko kematian pada BBLR cukup tinggi oleh karena adanya gangguan

pertumbuhan dan imaturitas organ. Penyebab utama kematian pada BBLR adalah afiksia,

sindroma gangguan pernapasan, infeksi dan komplikasi hipotermia. Pada bayi BBLR,

pembentukan zat anti kekebalan kurang sempurna sehingga lebih mudah terkena penyakit infeksi

terutama Pneumonia dan sakit saluran pernapasan lainnya.9

3.2 Gizi Buruk

Gizi buruk merupakan status kondisi seseorang yang kekurangan nutrisi, atau nutrisinya

di bawah standar rata-rata. Status gizi buruk dibagi menjadi tiga bagian, yakni gizi buruk karena

kekurangan protein (disebut kwashiorkor), karena kekurangan karbohidrat atau kalori (disebut

marasmus), dan kekurangan kedua-duanya. Gizi buruk ini biasanya terjadi pada anak balita

(bawah lima tahun) dan ditampakkan oleh membusungnya perut (busung lapar). Gizi buruk

adalah suatu kondisi di mana seseorang dinyatakan kekurangan zat gizi, atau dengan ungkapan

lain status gizinya berada di bawah standar rata-rata. Zat gizi yang dimaksud bisa berupa protein,

karbohidrat dan kalori. Gizi buruk (severe malnutrition) adalah suatu istilah teknis yang

23

umumnya dipakai oleh kalangan gizi, kesehatan dan kedokteran. Gizi buruk adalah bentuk

terparah dari proses terjadinya kekurangan gizi menahun.11

Anak balita (bawah lima tahun) sehat atau kurang gizi dapat diketahui dari pertambahan

berat badannya tiap bulan sampai usia minimal 2 tahun (baduta). Apabila pertambahan berat

badan sesuai dengan pertambahan umur menurut suatu standar organisasi kesehatan dunia, dia

bergizi baik. Kalau sedikit dibawah standar disebut bergizi kurang yang bersifat kronis. Apabila

jauh dibawah standar dikatakan bergizi buruk. Jadi istilah gizi buruk adalah salah satu bentuk

kekurangan gizi tingkat berat atau akut14

Pada kasus diperoleh data BB : 5.1 kg, Usia: 7 bulan 23 hari, PB : 63 cm, BB/U : Z

score<-3SD, PB/U : -3SD< Z Score <-2 SD, BB/PB : Z score <-3 SD, HA: 4,5 bulan.

Kesimpulan dari status gizi pasien adalah pasien menderita gizi buruk. Gizi buruk ditandai

dengan nilai perbandingan berat badan terhadap panjang badan di bawah skala -3 standar deviasi.

Gizi buruk dipengaruhi oleh banyak faktor, yaitu Masukan makanan yang kurang, Infeksi

yang berat dan lama, misalnya infantil gastroenteritis, bronkhopneumonia, pielonephiritis dan

sifilis congenital, Kelainan struktur bawaan misalnya: penyakit jantung bawaan, penyakit

Hirschpurng, deformitas palatum, palatoschizis, mocrognathia, stenosis pilorus. Hiatus hernia,

hidrosefalus, cystic fibrosis pancreas, Prematuritas dan penyakit pada masa neonates, Pemberian

ASI yang terlalu lama tanpa pemberian makanan tambahan yang cukup, Gangguan metabolik,

Tumor hypothalamus, Penyapihan yang terlalu dini desertai dengan pemberian makanan

tambahan yang kurang dan laju Urbanisasi.

Pada pasien hanya ditemukan dua factor risiko gizi buruk, yaitu factor sosialekonomi dan

factor penyakit infeksi. Social ekonomi keluarga yang berasal dari keluarga ekonomi menengah

ke bawah mengakibatkan asupan gizi terhadap anak tidak dapat diperolaeh dengan baik, hal ini

dikarenakan kemampuan keluarga untuk menyediakan bahan makanan dengan gizi seimbang

tidak dapat terpenuhi. Selain itu, status pendidikan orangtua yang rendah mengakibatkan

pengetahuan akan tumbuh kembang anaknya terhambat.

Gejala gizi buruk tipe marasmus adalah Anak tampak sangat kurus karena hilangnya

sebagian besar lemak dan otot-ototnya, tinggal tulang terbungkus kulit, Wajah seperti orang tua,

Iga gambang dan perut cekung, Otot paha mengendor (baggy pant), Cengeng dan rewel, setelah

mendapat makan anak masih terasa lapar. Gejala gizi buruk kwasiokorn adalah Perubahan status

mental : cengeng, rewel, kadang apatis Rambut tipis kemerahan seperti warna rambut jagung dan

24

mudah dicabut, pada penyakit kwashiorkor yang lanjut dapat terlihat rambut kepala kusam,

Wajah membulat dan sembab, Pandangan mata anak sayu, Pembesaran hati, hati yang membesar

dengan mudah dapat diraba dan terasa kenyal pada rabaan permukaan yang licin dan pinggir

yang tajam, Kelainan kulit berupa bercak merah muda yang meluas dan berubah menjadi coklat

kehitaman dan terkelupas. Pada Marasmik-Kwashiorkor Gambaran klinis merupakan campuran

dari beberapa gejala klinik kwashiorkor dan marasmus. Makanan sehari-hari tidak cukup

mengandung protein dan juga energi untuk pertumbuhan yang normal. Pada penderita demikian

disamping menurunnya berat badan < 60% dari normal memperlihatkan tanda-tanda

kwashiorkor, seperti edema, kelainan rambut, kelainan kulit, sedangkan kelainan biokimiawi

terlihat pula.12

Pada kasus ditemukan anak memiliki dada gambang, perut membesar, udem pretibial

tidak ada, muka tua, rambut tipis dan kering berwarna merah seperti rambut jagung. Hal ini

menunjukkan pasien menderita gizi buruk tipe campuran.

Pada awal fase stabilisasi perlu pendekatan yang sangat hati-hati, karena keadaan faali

anak sangat lemah dan kapasitas homeostatik berkurang. Pemberian makanan harus dimulai

segera setelah anak dirawat dan dirancang sedemikian rupa sehingga energi dan protein cukup

untuk memenuhi metabolisma basal saja. Formula khusus seperti Formula WHO

75/modifikasi/Modisco ½ yang dianjurkan dan jadwal pemberian makanan harus disusun

sedemikian rupa agar dapat mencapai prinsip tersebut.

Pemberian makanan pada fase transisi diberikan secara berlahan-lahan untuk

menghindari risiko gagal jantung, yang dapat terjadi bila anak mengkonsumsi makanan dalam

jumlah banyak secara mendadak.Ganti formula khusus awal (energi 75 Kkal dan protein 0.9-1.0

g per 100 ml) dengan formula khusus lanjutan (energi 100 Kkal dan protein 2.9 gram per 100 ml)

dalam jangka waktu 48 jam. Modifikasi bubur/makanan keluarga dapat digunakan asalkan

dengan kandungan energi dan protein yang sama.  Kemudian naikkan dengan 10 ml setiap kali,

sampai hanya sedikit formula tersisa, biasanya pada saat tercapai jumlah 30 ml/kgbb/kali

pemberian (200 ml/kgbb/hari). Setelah fase transisi dilampaui, anak diberi: Formula WHO

100/pengganti/Modisco 1 dengan jumlah tidak terbatas dan sering. Energi : 150-220 Kkal/kg

bb/hari, Protein 4-6 gram/kg bb/hari. Bila anak masih mendapat ASI, teruskan, tetapi juga beri

formula WHO 100/Pengganti/Modisco 1, karena energi dan protein ASI tidak akan mencukupi

untuk tumbuh-kejar.13

25

Pada kasus, diet diberikan adalah F100 + 80 cc ASI/3 jam. Pemberian F100 karena alsaan

anak telah melewati masa transisi pada kasus gizi buruk. Pemberian F100 dilakukan sesering

mungkin sampai anak merasa cukup. Hal ini sesuai dengan 10 tatalaksana awal gizi buruk, yaitu

pemberian makanan awal. Yang perlu diperhatikan juga adalah pencegahan dan atasi infeksi,

yaitu pneumonia pada kasus pasien anak.

Pemeriksaan penunjang juga mendukung untuk menegakkan diagnosis, karena pada gizi

buruk dapat terjadi anemia, rendahnya protein total dan albumin. Anemia ringan selalu

ditemukan pada penderita kwashiorkor. Bila disertai penyakit lain, terutama infestasi parasit

(ankilostomiasis, amoebiasis) maka dapat dijumpai anemia berat. Anemia juga terjadi

disebabkan kurangnya nutrien yang penting untuk pembentukan darah seperti Ferum, vitamin B

kompleks (B12, folat,B6). Pada kwashiorkor terjadi katabolisme jaringan yang berlebihan karena

persediaan energy dapat dipenuhi oleh jumlah kalori yang cukup dalam dietnya. Namun,

kekurangn protein dalam diet akan menimbulkan kekurangan asam amino esensial yang

dibutuhkan untuk sintesis. Oleh karena dalam diet terdapat cukup karbohidrat, maka produksi

insulin akan meningkat dan sebagian asam amino yang jumlahnya sudah kurang akan disalurkan

ke otot. Berkurangnya asam amino dalam serum merupakan penyebab kurangnya pembentukan

albumin oleh hepar.

Menurut McLarren gizi buruk dapat ditegakkan berdasarkan pemeriksaan klinis dan

laboratorium.

Tabel 4.1 klasifikasi gizi buruk menurut McLarren

Gejala klini/laboratories Angka

Edema 3

Dermatosis 2

Edema disertai dermatosis 6

Perubahan pada rambut 1

Hepatomegali 1

Albumin serum atau protein total

<1,00 <3,25 7

1-1,49 3,25-3,99 6

1,50-1,99 4,00-4,75 5

2,00-2,49 4,75-5,49 4

26

2,50-2,99 5,50-6,24 3

3,00-3,49 6,25-6,99 2

3,50-3,99 7,00-7,74 1

>4,00 >7,75 0

Keterangan :

0-3 = marasmus

4-8 = marasmik kwashiorkor

9-15 = kwashiorkor

Pada kasus diskenario klinis pasien yang didapat berupa udem, kelainan kulit dan dari

hasil laboratorium didapatkan nilai protein total yaitu 4,6 dan nilai albumin 2,4, berdasarkan

scoring Mclarenn dengan nilai 11 maka masuk kedalam gizi buruk tipe kwashiorkor.

Indikasi Rawat

Gizi buruk dengan komplikasi (anoreksia, pneumonia berat, anemia berat, dehidrasi

berat, demam tinggi dan penurunan kesadaran) harus dirawat di rumah sakit, Puskesmas

perawatan, Pusat Pemulihan Gizi (PPG) atau Theurapeutic Feeding Center (TFC), sedangkan

gizi buruk tanpa komplikasi dapat dilakukakan secara rawat jalan.

Pada kasus di atas, keluarga pasien menyatakan bahwa anaknya mulai selalu muntah apa

yang dimakan sejak umur 6 bulan dan pasien tidak mau makan. Artinya, dalam hal ini pasien

dengan gizi buruk pada kasus tersebut dirawat karena pasien mengalami tanda-tanda berikut

anak terlihat sangat kurus, BB/TB < -3 SD, LiLA < 11,5 cm, serta terdapat komplikasi berupa

anoreksia.

3.3 Motor Delay

Sesuai dari hasil pemeriksaan KPSP 6 bulan, didapatkan kesimpulan bahwa pasien

mengalami kelainan dengan skor 1, maka dilakukan konsultasi ke bagian fisiotherapi untuk

dilakukan stimulasi sesuai usia perkembangan pasien dengan panduan KPSP usia 6 bulan selama

2 minggu. Selanjutnya dilakukan evaluasi perkembangan pada pasien.

27

Gambar 4.5 Alur pemeriksaan pasien gizi burukKriteria sembuh

Bila BB/TB atau BB/PB > -2 SD dan tidak ada gejala klinis dan memenuhi kriteria

pulang sebagai berikut:

a. Edema sudah berkurang atau hilang, anak sadar dan aktif

b. BB/PB atau BB/TB > -3 SD

c. Komplikasi sudah teratasi

d. Ibu telah mendapat konseling gizi

e. Ada kenaikan BB sekitar 50 g/KgBB/minggu selama 2 minggu berturut-turut

f. Selera makan sudah baik, makanan yang diberikan dapat dihabiskan

28

DAFTAR PUSTAKA

1. Ganda Sigalingging, Zr. Karakteristik Penderita Penyakit Pneumonia Pada Anak di Ruang

Merpati RSU HERNA MEDAN, Jurnal Darma Agung. 2010.

2. Nurjannah, Savira N, Anwar S. Profil Pneumonia pada Anak di RSUD dr. Zainoel Abidin,

Studi Retrospektif. Sari Pediatri. 2012;13:324-328

3. Dalimunthe W, Daulay RS, Daulay RM. Significant Clinical Features in Pediatric

Pneumonia. Pediatrica Indonesian. 2013;53:37-41

4. Gaas D. Bronkopneumonia. Medula . 2013;1:63-71

5. Nurjannah, Savira N, Raihan, Yusuf S, Anwar S. Insidens Diare pada Anak dengan

Pneumonia, Studi Retrospektif. Sari Pediatri. 2011;13:169-173

6. Fadhila A. Penegakan Diagnosis dan Penatalaksanaan Bronkopneumonia pada Pasien Bayi

laki-laki Berusia 6 bulan. Medula. 2013;1:1-10

7. Dewi NPSW, Purniti PS, Naning R. Serum C-Reaktive Protein Levels in Severe and Very

Severe Pneumonia in Children. Paediatrica Indonesiana. 2012; 52:161-164

8. Siahaan MLI. Bronkopneumonia pada Bayi dengan Sindrom Down. Medula. 2013;1:75-84

9. Sukmawati, Ayu SD. Hubungan Status Gizi, Berat Badan Lahir, Imunisasi, dengan

Kejadian ISPA pada Balita di Wilayah Kerja Puskesmas Tunikamaseang Kecamatan

Bontoa Kabupaten Maros. Media Gizi Pangan. 2010;10:1-12

10. Prober CG. Pneumonia. Dalam : Behrman RE, Kliegman RM, Arvin, penyunting ; Wahab

AS penyunting edisi bahasa Indonesia. Ilmu Kesehatan Anak Nelson. Edisi 15.

Jakarta :EGC 1999;h. 883-889

11. Nency, Y, 2005, Gizi Buruk Ancaman Generasi Yang Hilang,

http://io.ppi-jepang.org/article.php?id=113,

12. Depkes RI. 2000. Pedoman Tatalaksana Kekurangan Energi Protein Pada Anak di Rumah

Sakit Kabupaten/Kodya. Jakarta.

13. Nelson, WE.2007. Malnutrition.In Nelson WE.(ed) Mitchel Nelson Text Book of

Pediactrics 5thed. WB Saunders Co. Philadelphia & London.

14. Nurcahyo. Pardede, J, 2006. Atasi Gizi Buruk dengan Komprehensif dan Berkelanjutan,

http://analisadialy.com.

29