bab i

18
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kehadiran bangsa Portugis, Spanyol, Inggris, dan Belanda memiliki warna tersendiri dalam kerangka sejarah Indonesia sampai awal abad ke–20. Pada awalnya terjadi hubungan yang bersifat setara antara kerajaan dan masyarakat bangsa Barat. Namun secara perlahan muncul ketimpangan hubungan, satu persatu sumber ekonomi dan kekuasaan politik wilayah yang sebelumnya dikuasai oleh penguasa dan penduduk lokal, jatuh ke tangan Barat, terutama Belanda (Hidayat, 2013). Sejarah perkembangan bangsa Indonesia terdapat suatu periode yang disebut dengan periode kolonial. Periode ini sebenarnya mengacu pada kurun waktu sejak kehadiran bangsa Eropa di Indonesia dan diakhiri dengan berakhirnya pendudukan Jepang di Indonesia. Bangunan-bangunan yang didirikan dalam kurun waktu tersebut secara umum disebut bangunan kolonial, di dalamnya termasuk rumah tinggal, kantor, bangunan pertahanan, bangunan peribadatan dan monumen (Abrianto, 2011). Pada masa penjajahan Belanda, Indonesia mengalami pengaruh Occidental (Barat) dalam berbagai segi kehidupan termasuk dalam tata kota dan bangunan. Para pengelola kota dan arsitek Belanda banyak menerapkan konsep lokal atau tradisional dalam perencanaan dan pengembangan kota, permukiman dan bangunan- bangunan, Wardani (2009). Arsitektur kolonial merupakan arsitektur yang memadukan antara budaya Barat dan Timur. Arsitektur ini hadir melalui

Upload: ukrania-sanjiwani

Post on 21-Dec-2015

217 views

Category:

Documents


3 download

DESCRIPTION

hhhh

TRANSCRIPT

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kehadiran bangsa Portugis, Spanyol, Inggris, dan Belanda memiliki warna tersendiri

dalam kerangka sejarah Indonesia sampai awal abad ke–20. Pada awalnya terjadi hubungan

yang bersifat setara antara kerajaan dan masyarakat bangsa Barat. Namun secara perlahan

muncul ketimpangan hubungan, satu persatu sumber ekonomi dan kekuasaan politik wilayah

yang sebelumnya dikuasai oleh penguasa dan penduduk lokal, jatuh ke tangan Barat,

terutama Belanda (Hidayat, 2013).

Sejarah perkembangan bangsa Indonesia terdapat suatu periode yang disebut dengan

periode kolonial. Periode ini sebenarnya mengacu pada kurun waktu sejak kehadiran bangsa

Eropa di Indonesia dan diakhiri dengan berakhirnya pendudukan Jepang di Indonesia.

Bangunan-bangunan yang didirikan dalam kurun waktu tersebut secara umum disebut

bangunan kolonial, di dalamnya termasuk rumah tinggal, kantor, bangunan pertahanan,

bangunan peribadatan dan monumen (Abrianto, 2011).

Pada masa penjajahan Belanda, Indonesia mengalami pengaruh Occidental (Barat) dalam

berbagai segi kehidupan termasuk dalam tata kota dan bangunan. Para pengelola kota dan

arsitek Belanda banyak menerapkan konsep lokal atau tradisional dalam perencanaan dan

pengembangan kota, permukiman dan bangunan-bangunan, Wardani (2009).

Arsitektur kolonial merupakan arsitektur yang memadukan antara budaya Barat dan

Timur. Arsitektur ini hadir melalui karya arsitek Belanda dan diperuntukkan bagi bangsa

Belanda yang tinggal di Indonesia, pada masa sebelum kemerdekaan. Arsitektur yang hadir

pada awal masa setelah kemerdekaan sedikit banyak dipengaruhi oleh arsitektur kolonial

disamping itu juga adanya pengaruh dari keinginan para arsitek untuk berbeda dari arsitektur

kolonial yang sudah ada. Safeyah ( 2006).

1.2 Rumusan Masalah

1. Bagaimana ciri-ciri bangunan kolonial?

2. Bagaimana tata ruang bangunan kolonial?

3. Bagaimana pengaruh arsitektur kolonial terhadap gedung restaurant hallo surabaya?

1.3 Tujuan Penulisan

Tujuan penulisan dari makalah Pengaruh Arsitektur Kolonial pada Arsitektur Indonesia

ini adalah untuk memenuhi prasyarat penilaian dari mata kuliah Arsitektur Indonesia pada

semester 6 di Jurusan Arsitektur Fakultas Teknik Universitas Udayana.

1.4 Manfaat Penulisan

1. Untuk mengetahui sejauh mana arsitektur kolonial berkembang

2. Untuk mengetahui ciri-ciri bangunan kolonial

3. Untuk mengetahui pengaruh arsitektur kolonial pada arsitektur indonesia

1.5 Metode Penulisan

Berikut ini merupakan beberapa metode yang digunakan dalam penyusunan makalah ini:

1.5.1 Metode Pengumpulan Data

Dalam metode pengumpulan data, bertujuan untuk mendapatkan informasi dari

berbagai sumber seperti literatur, tesis, ebook, buku, jurnal, dan artikel internet untuk

mendukung dalam penyusunan makalah.

1.5.2 Metode Pembahasan

Metode yang digunakan dalam membuat pembahasan makalah adalah metode

analisis yang merupakan hasil dari pengumpulan data-data yang didapat dari berbagai

sumber, kemudian dijabarkan dan dianalisis menjadi kelompok-kelompok yang lebih

kecil. Kemudian dibuat kesimpulan dari hasil penggabungan kelompok-kelompok

pembahasan tersebut.

1.5.3 Metode Penyimpulan

Metode penyimpulan dilakukan dengan cara, kesimpulan diambil dari rangkuman

data-data yang dikumpulkan kemudian dilanjutkan dengan membuat rangkuman dari

hasil analisis atas permasalahan-permasalahan yang dibahas. Selanjutnya diambil

kesimpulan dengan membandingkan antara rumusan masalah dengan hasil analisis yang

didapat , sehingga diperoleh kesimpulan utama.

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1. Ciri-Ciri Bangunan Kolonial

Arsitektur kolonial Belanda adalah gaya desain yang cukup popular di Netherland tahun

1624-1820. Wardani, (2009).

Ciri-cirinya yakni :

(1) Facade dan denah simetris

(2) material dari batu bata atau kayu tanpa pelapis,

(3) entrance mempunyai dua daun pintu,

(4) pintu masuk terletak di samping bangunan,

Gambar. 2.1.1 Denah dan Fasad Bangunan KolonialSumber:

(5) Model jendela yang lebar dan berbentuk kupu tarung (dengan dua daun jendela), dan

tanpa overstek (sosoran). 

(6) Model atap yang terbuka dan kemiringan tajam

(7) Penggunaan skala bangunan yang tinggi sehingga berkesan megah.

(8) Mempunyai pilar di serambi depan dan belakang yang menjulang ke atas bergaya

Yunani.

2.2. Gaya Desain Bangunan Kolonial

Gaya desain ini timbul dari keinginan dan usaha orang Eropa untuk menciptakan negara

jajahan seperti negara asal mereka. Pada kenyataannya, desain tidak sesuai dengan bentuk

aslinya karena iklim berbeda, material kurang tersedia, teknik di negara jajahan, dan

kekurangan lainnya. Akhirnya, diperoleh bentuk modifikasi yang menyerupai desain di

negara mereka, kemudian gaya ini disebut gaya kolonial (wardani, 2009)

2.3. Ragam Hias Bangunan Kolonial

Menurut Handinoto (1996) elemen-elemen bangunan bercorak Belanda yang banyak

digunakan dalam arsitektur kolonial Hindia Belanda antara lain:

a. Gevel (gable) pada tampak depan bangunan yang biasanya berbentuk segitiga

Gambar. 2.3.1 Gambrel GabelSumber:

Gambar. 2.3.2 Curvilinear GableSumber:

Gambar. 2.3.3 Stepped GableSumber:

Gambar. 2.3.4 Pediment ( with Entablature )Sumber:

b. Menggunakan Tower pada bangunan

c. Menggunakan Dormer pada atap bangunan, yaitu model jendela atau bukaan

lain yang letaknya di atap dan mempunyai atap tersendiri.

d. Windwijzer (penunjuk angin)

e. Nok Acroterie (hiasan puncak atap)

f. Geveltoppen (hiasan kemuncak atap depan)

g. Ragam hias pada tubuh bangunan

BAB III

PENGARUH ARSITEKTUR KOLONIAL

PADA ARSITEKTUR INDONESIA

3.1 Bentuk Denah Gedung Restaurant Hallo Surabaya

Denah pada restaurant Hallo Surabaya ini mendapat pengaruh dari arsitektur

Kolonial yang bisa dilihat dari bentuk denahnya yang simetris. Gedung restoran

“Hallo Surabaya‟ memiliki bentuk denah yang ramping yang dapat memudahkan

penghawaan silang, galeri keliling bangunan melindungi adanya tampias air hujan dan

sinar matahari langsung, serta lubang ventilasi diperlihatkan sebagai elemen arsitektur

yang menarik.

Tampilan bangunan yang berbentuk simetri memberikan kesan monumental

bangunan, yang dilihat dari fungi publik. Balutan bangunan berlanggam arsitektur

Indis ini memiliki tata ruang yang terlihat lebih terbuka dan mengundang untuk dating

dan masuk ke dalam bangunan.

Gambar. 3.1.1 Denah Lantai 1 Sumber:

Gambar. 3.1.2 Denah Lantai 2Sumber:

Tatanan ruang linier dalam bangunan Restoran “Hallo Surabaya‟

menciptakan pola konfigurasi alur gerak linier yang bercabang ke dua sayap

bangunan. Sirkulasi di setiap lantai bangunan bersifat linear, dimana koridor

menghubungkan ruang-ruang yang berjejer lurus. Pada jalur sirkulasi berupa koridor

yang sifatnya terbuka. Jalur sirkulasi vertikal pada bangunan terdiri atas dua yang

keduanya merupakan tangga utama.

Sirkulasi di dalam bangunan Restoran “Hallo Surabaya‟ memiliki bentuk

linier praktis menunjukkan penerapan konsep desain khas tipologi ‟Bangunan

Kolonial‟ yang ditandai dengan denahnya berbentuk simetri penuh, jalur sirkulasi

utama yang menghubungkan area taman depan dan taman belakang

3.2 Ragam Hias Gedung Restaurant Hallo Surabaya

Atap

Atap berperan sebagai mahkota yang disandang oleh tubuh bangunan, sehingga secara

visual, atap merupakan akhiran dari fasad dan titik akhir dari bangunan (Krier, 2001: 160).

Salah satu tipologi bangunan Indis adalah sudut kemiringan atap yang besar. Sudut

kemiringan yang besar ini di Indonesia berfungsi untuk mengkondisikan suhu ruang di dalam

bangunan.

Gambar. 3.2.1 Ornamen pada Gedung Restaurant Hallo SurabayaSumber:

Atap bangunan merupakan bentuk atap khas bangunan era transisi yakni atap pelana yang

digabung dengan atap perisai, yang memberikan kesan lebih megah dan monumental, serta

sesuai dengan iklim di Indonesia, yaitu iklim tropis dengan penutup atap genting yang sesuai

kebanyakan bangunan yang dibangun pada masa arsitektur peralihan.

Atap bangunan ini merupakan bentuk atap khas bangunan berlanggam arsitektur

kolonial yang banyak digunakan bangunan peninggalan Belanda di Indonesia dengan

konstruksi atap miring dengan material penutup atap genting tanah liat merupakan salah satu

contoh penerapan arsitektur kolonial, dimana bentuk atap miring adalah untuk membantu

mengalirkan air hujan serta membentuk ruang atap yang berfungsi bagi pendinginan udara

a. Ornaemen pada Atap

Karakteristik selanjutnya yang dapat ditemukan pada bangunan bergaya kolonial

adalah ragam hias yang mendominasi fasad bangunan. Adanya gevel dan berbagai

ornamen lainnya merupakan usaha untuk memberikan kesan romantis pada tampak. Juga

ada usaha untuk membuat menara (tower) pada pintu masuk utama , seperti yang

terdapat pada banyak gereja calvinist di Belanda. Bangunan ini memiliki ornamen pada

kepala bangunan ini termasuk cukup banyak. Langgam arsitektur kolonial yang berkiblat

ke gaya arsitektur Eropa pada tahun peralihan ini terlihat kental dan mendominasi

bangunan ini. Ragam hias yang indah ini dapat dilihat dengan adanya gevel (gable) pada

tampak depan bangunan, tower, dormer, geveltoppen (hiasan pada kemuncak atap),

balustrade.

Berbagai macam ornamen yang ada memberikan kesan romantisme yang melekat

pada bangunan restoran “Hallo Surabaya‟ yang mendapat pengaruh gaya arsitektur

kolonial yang sesuai dengan tahun pembangunan bangunan ini, yaitu masa peralihan atau

masa transisi. Badan Bangunan. Badan bangunan teridiri dari kolom, dinding, pintu,

jendela, dan ornamen-ornamen yang berada pada bagian badan bangunan.

Kolom

Kolom merupakan elemen struktur vertikal pada bangunan yang menopang beban dari atap

dan lantai atas. Selain sebagai dukungan struktur, kolom juga memiliki fungsi estetis yakni

sebagai elemen ragam hias pada sebuah bangunan. Dalam desain arsitektur kolonial transisi,

ragam hias dari era sebelumnya dikurangi dan motif organik disederhanakan menjadi lebih

sederhana. Keberadaan kolom dalam bangunan tidak hanya sebagai penunjang struktur

melainkan elemen dekoratif yang menegaskan gaya desain arsitektur kolonial.

Kolom bagian belakang yang berbentuk persegi panjang dengan dimensi 60 cm x 45 cm.

Kolom ini berada pada sepanjang selasar lantai 1 bagian belakang. Tampilan kolom ini

sedikit dekorasi, dilapisi cat krem dan terdapat penebalan pada dasar dan kepala kolom

setinggi 20 cm, serta hubungan antar kolom membentuk bukaan lengkung yang menyerupai

busur. Kolom bagian depan, berbentuk persegi dengan dimensi 60 cm x 60cm, kolom ini

berada di tengah lantai 1 pada bagian bagian depan (pintu masuk utama) bangunan ini.

Tampilannya banyak dekorasi, dilapisi cat krem dan coklat mud, serta terdapat penebalan

pada dasar dan kepala kolom setinggi 20 cm. Hubungan antar kolom membentuk bukaan

lengkung yang menyerupai busur.

Keteraturan grid struktur menjadi datum yang mengikat komposisi dalam bangunan restoran

“Hallo Surabaya‟. Dengan adanya grid yang teratur, peletakan elemen struktur mengikuti

grid tersebut sehingga tercipta bentuk komposisi bangunan yang dinamis namun harmonis.

Grid struktur yang teratur ini menunjukkan penerapan gaya arsitektur kolonial pada desain

bangunan.

Dinding

Dinding adalah salah satu elemen fasad bangunan yang memperkuat ciri dan karakter suatu

bangunan. Permukaan finishing suatu dinding dapat memperkuat karakter suatu bangunan.

Penyusunan dinding dengan penebalan-penebalan sebagai unsur dekoratif yang mempertegas

bentuk elemen-elemen pendukung bangunan. Elemen penebalan ini juga sebagai elemen

yang memperkuat kesan kokoh pada bangunan.

Dinding pada bangunan bergaya arsitektur Indis masa transisi biasanya memiliki dinding

yang lebih tebal dengan adanya elemen-elemen dekoratif. Begitu juga dinding pada bangunan

Restoran “Hallo Surabaya” merupakan dinding bata dengan plesteran halus yang dicat krem,

ketebalan dinding ada dua macam, yakni dinding dengan ketebalan 45 cm pada dinding

eksterior, yang disebut dinding pemikul atau dinding struktural oleh karena fungsinya sebagai

pengganti struktur kolom.

Pintu

Pintu merupakan elemen transisi yang berfungsi untuk keluar masuk orang atau barang. Pintu

berguna menghubungkan ruang-ruang interior sebuah bangunan. Penempatannya

mempengaruhi pola-pola sirkulasi dari satu ruang ke ruang lain, maupun di dalam ruang itu

sendiri. Dalam desain arsitektur kolonial biasanya pintu digabung dengan jendela atau panel,

dengan material kombinasi kayu, logam dan kaca. Konstruksi pintu umumnya kayu panel

solid dengan pola geometris, jenis kayu yang banyak digunakan yakni redwood dan oak.

Unsur logam pada pintu umumnya merupakan elemen dekorasi dengan pola geometris,

seperti lengkung.

Bangunan ini memiliki pintu yang digunakan bervariasi, seperti: pintu yang menggunakan

material kayu dengan lubang berpenutup kaca, kayu solid, ada juga pintu kaca dilihat dari

daun pintunya, terdapat dua tipe pintu yang utama yakni satu daun pintu dan dua daun pintu,

yaitu: pintu lantai 1 (pintu masuk utama) yang terletak di ruang tengah sebagai perantara

antara taman depan dan taman belakang.Pintu ini memiliki 2 daun pintu dengan material

kusen kayu, daun pintu kayu solid dengan kaca, gagang pintu metal. Pada daun pintu dihiasi

ornamen relief dengan dimensi tinggi 355 cm, dan lebar 280 cm, tebal kusen 5 cm. Pintu

depan pada sayap kiri dan kanan lantai 1.

Jendela

Pada bangunan ini memiliki bukaan jendela yang berbeda antara tampak belakang dan depan.

Bentuk jendela pada bangunan bervariasi, namun secara umum terdapat dua tipe utama yakni

tipe jendela kaca dan jendela jalusi. Semua jendela ditata berjejer secara horizontal pada

fasad bangunan, yang memberi kesan repetisi yang kuat dan simetris antara sayap kiri dan

sayap kanan bangunan ini.

3.3 Fasad Gedung Restaurant Hallo Surabaya

Gambar. 3.3.1 Fasad Restaurant “Hallo Surabaya”Sumber:

Simetri adalah kondisi yang menuntut susunan yang seimbang dari pola-pola bentuk

dan ruang yang hampir sama, terhadap suatu garis sumbu atau titik pusat. Simetri merupakan

ciri khas pada desain bergaya arsitektur Kolonial. Massa bangunan ini berbentuk memanjang

linier ke Utara-Selatan. Kesimetrian pada bangunan ini dapat dilihat dari baik dari fasadnya

maupun dari denah bangunan ini. Apabila dilihat dari tampak depan, fasadnya terlihat sangat

simetri, begitu pula dengan tampak samping kiri dan kanannya. Pada denah juga terlihat jelas

dari pembagian ruang dan tatanan interior serta perabotnya yang disusun secara simetri.

Adanya simetri pada bangunan ini menunjukan bahwa bangunan ini dipengaruhi oleh paham

arsitektur Kolonial.

Tatanan massa bangunan ini dapat dibagi menjadi dua bagian kiri dan kanan yang

sama terhadap garis sumbunya dengan pemisah pada bagian tengahnya. Adanya unsur simetri

dalam bangunan menunjukkan penerapan gaya arsitektur Indis karena konsep simetri

merupakan ciri khas dari gaya tersebut.

Gambar. 3.3.2 Fasad Restaurant “Hallo Surabaya”Sumber:

BAB IV

PENUTUP

4.1 Simpulan

Bangunan restoran “Hallo Surabaya‟ ini merupakan bangunan bersejarah yang

dibangun oleh arsitek W. David pada tahun 1912 dengan akulturasi antara gaya Arsitektur

Kolonial Belanda pada kondisi iklim tropis di Surabaya. Hal ini yang membuat bangunan ini

memiliki ciri khasnya sendiri, serta masa bangunan ini berada pada masa peralihan yang

memberikan pengaruh yang sesuai dengan zamannya.

4.2 Saran

Bangunan yang dibangun pada tahun1912 telah mendapat label cagar budaya di Kota

Surabaya sebagai bangunan cagar budaya, semestinya bangunan ini dipelihara dengan sebaik-

baiknya. Dengan demikian makalah ini supaya berguna bagi masyarakat supaya mengetahui

pentingnya menjaga kelestarian perkembangan arsitektur di Indonesia.

DAFTAR PUSTAKA

Handinoto. 1996. Perkembangan Kota dan Arsitektur Kolonial Belanda di Surabaya 1870-

1940. Diterbitkan atas Kerja Sama Lembaga Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat

Universitas Kristen Petra Surabaya dan Penerbit Andi. Yogyakarta: Andi Offset

Sumalyo, Yulianto. 1995.  Arsitektur Kolonial Belanda di Indonesia. Yogyakarta: Gadjah

Mada University Press

David, Agustinus. 2010. Bentuk dan Gaya Bangunan Balaikota di Cirebon. Jakarta: UI

(Skripsi).