bab-i

22
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia adalah negara kepulauan terbesar di dunia dimana hampir tiga perempat dari luas wilayahnya berupa lautan. Wilayah yang berupa lautan ini merupakan bentuk kekayaan dari bangsa Indonesia yang dapat dimanfaatkan untuk peningkatan kesejahteraan rakyat. Untuk mencapai kesejahteraan rakyat melalui pemanfaatan kekayaan laut maka sumber daya alam tersebut harus dilindungi dan dikelola dengan cara yang tepat, terarah dan bijaksana. Saat ini wilayah perairan Indonesia adalah sepanjang 200 mil yang ditarik dari daratan terluar, hal ini ditegaskan ke dalam Zona Ekonomi Ekslusif dimana telah diakui oleh negara lain melalui konvensi hukum laut yang dihasilkan oleh konferensi perserikatan bangsa-bangsa. Adanya kekayaan laut yang melimpah ini ternyata belum bisa dimanfaatkan secara optimal. Kegiatan pemanfaatan sumber daya kelautan yang sering dilakukan kurang profesional dan kurang mengindahkan terhadap aspek kelestarian laut. Kenyataan ini mengesankan bahwa bangsa Indonesia kurang siap dalam mengahadapi konsekuensi jadi dirinya sebagai negara kepulauan terbesar di dunia karena tidak disertai dengan kesadaran dan kapasitas yang sepadan dalam mengelola kekayaan laut. Kurangnya ilmu pengetahuan dan keterbatasan teknologi yang dimiliki petani menjadi faktor utama pemanfaatan sumber daya laut yang kurang optimal. Nelayan selama ini hanya mengandalkan pada pengamatan gejala-gejala alam secara visual dan tidak menggunakan teknologi yang sedikit lebih canggih sehingga banyak bahan bakar yang terbuang percuma dalam pencarian lokasi penangkapan ikan tersebut. Dilihat dari permasalahan yang muncul maka diperlukan sistem informasi spasial mengenai lokasi penangkapan, sehingga diharapkan bisa membuat pekerjaan nelayan lebih mudah tetapi dengan hasil yang maksimal Salah satu cara penentuan lokasi penangkapan ikan (Ground Fishing) bisa dilakukan dengan pemanfaatan citra satelit yang merupakan aplikasi dari ilmu penginderaan jauh. Pemanfaatan citra satelit untuk penentuan lokasi penangkapan ikan perlu dilakukan beberapa pengamatan yaitu pengamatan suhu permukaan 1

Upload: alviana

Post on 20-Dec-2015

221 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

kalsel

TRANSCRIPT

BAB IPENDAHULUAN

1.1 Latar BelakangIndonesia adalah negara kepulauan terbesar di dunia dimana hampir tiga perempat dari

luas wilayahnya berupa lautan. Wilayah yang berupa lautan ini merupakan bentuk kekayaan dari bangsa Indonesia yang dapat dimanfaatkan untuk peningkatan kesejahteraan rakyat. Untuk mencapai kesejahteraan rakyat melalui pemanfaatan kekayaan laut maka sumber daya alam tersebut harus dilindungi dan dikelola dengan cara yang tepat, terarah dan bijaksana. Saat ini wilayah perairan Indonesia adalah sepanjang 200 mil yang ditarik dari daratan terluar, hal ini ditegaskan ke dalam Zona Ekonomi Ekslusif dimana telah diakui oleh negara lain melalui konvensi hukum laut yang dihasilkan oleh konferensi perserikatan bangsa-bangsa.

Adanya kekayaan laut yang melimpah ini ternyata belum bisa dimanfaatkan secara optimal. Kegiatan pemanfaatan sumber daya kelautan yang sering dilakukan kurang profesional dan kurang mengindahkan terhadap aspek kelestarian laut. Kenyataan ini mengesankan bahwa bangsa Indonesia kurang siap dalam mengahadapi konsekuensi jadi dirinya sebagai negara kepulauan terbesar di dunia karena tidak disertai dengan kesadaran dan kapasitas yang sepadan dalam mengelola kekayaan laut. Kurangnya ilmu pengetahuan dan keterbatasan teknologi yang dimiliki petani menjadi faktor utama pemanfaatan sumber daya laut yang kurang optimal. Nelayan selama ini hanya mengandalkan pada pengamatan gejala-gejala alam secara visual dan tidak menggunakan teknologi yang sedikit lebih canggih sehingga banyak bahan bakar yang terbuang percuma dalam pencarian lokasi penangkapan ikan tersebut. Dilihat dari permasalahan yang muncul maka diperlukan sistem informasi spasial mengenai lokasi penangkapan, sehingga diharapkan bisa membuat pekerjaan nelayan lebih mudah tetapi dengan hasil yang maksimal

Salah satu cara penentuan lokasi penangkapan ikan (Ground Fishing) bisa dilakukan dengan pemanfaatan citra satelit yang merupakan aplikasi dari ilmu penginderaan jauh. Pemanfaatan citra satelit untuk penentuan lokasi penangkapan ikan perlu dilakukan beberapa pengamatan yaitu pengamatan suhu permukaan laut (SPL) dan mengidentifikasi daerah upwelling dan daerah front thermal. Daerah upwelling dan daerah front thermal ditentukan dari pengamatan pola distribusi citra suhu permukaan laut yang merupakan tempat berkembangnya fitoplankton. Parameter-parameter laut tersebut dapat diperoleh dengan pengukuran langsung/survey lapangan atau dengan menggunakan satelit penginderaan jauh seperti satelit NOAA-AVHRR (National Oceanic Atmosphere and Administration Advanced Very High Resolution) karena satelit ini terbagi menjadi 5 band dengan resolusi spasial 1,1x1,1 km.. Dengan telah diluncurkannya satelit NOAA-AVHRR beberapa kelebihan bisa didapatkan, yaitu informasi oseanografi yang diperoleh dapat lebih baik dan akurat, biaya dan tenaga yang dibutuhkanpun tidak lebih banyak daripada harus dilakukan pengamatan langsung.

Hasil riset berupa peta lokasi penangkapan ikan (Ground Fishing) dengan memanfaatkan teknologi citra satelit selanjutnya harus bisa didistribusikan kepada para nelayan. Saat ini kemajuan teknologi internet semakin pesat sehingga penyampaian informasi bisa dilakukan dengan cepat dengan biaya yang murah. Teknologi jaringan internet dengan berbagai aplikasinya mempunyai kemampuan utama dalam menangani pengiriman paket data skala besar. Sebagai sebuah jaringan global, internet menjadikan batas ruang dan waktu semakin menipis. Adanya teknologi internet yang bernama web dapat mempermudah penyampaian infomasi hasil riset kepada para nelayan dimanapun dengan cepat dan mudah.

1

Web yang dibuat dapat di Up date dengan informasi yang baru maupun dengan peta yang memiliki tema yang lain sehingga informasi yang ada di dalamnya bisa lebih lengkap.

.1.2 Perumusan Masalah

Permasalahan yang dimunculkan dalam penelitian ini adalah bagaimana cara mengolah citra NOAA-AVHRR agar dapat dimanfaatkan untuk menentukan suhu permukaan laut (SPL) dan mengidentifikasi daerah upwelling dan daerah front thermal dengan konsentrasi klorofil yang tinggi untuk prediksi daerah tangkapan ikan serta pembuatan web untuk pendistribusian peta prediksi tangkapan ikan.

1.3 Batasan PermasalahanBatasan permasalahan dari penelitian tugas akhir ini adalah:

1. Citra yang digunakan adalah NOAA-AVHRR bulan Desember 2009-Februari 2010.2. Daerah penelitian di perairan Selatan Jawa Timur dan Bali. 3. Obyek yang ditentukan adalah suhu permukaan laut ( SPL ), daerah upwelling dan

daerah front thermal dengan konsentrasi klorofil yang tinggi.

1.4 Tujuan PenelitianTujuan dari penulisan Tugas Akhir ini adalah untuk :

1. Menentukan suhu permukaan laut (SPL) dengan menggunakan data citra NOAA-AVHRR.

2. Menentukan daerah upwelling dan daerah front thermal dengan konsentrasi klorofil yang tinggi dengan menggunakan data citra NOAA-AVHRR.

3. Membantu nelayan yang mengeksplorasi hasil tangkapan ikan di perairan Selatan Jawa Bali.

4. Membuat Web untuk mempermudah pendistribusian peta prediksi daerah tangkapan ikan.

1.5 Manfaat Penelitian

Manfaat yang ingin diperoleh dari penelitian ini adalah1. Mendapatkan informasi kondisi suhu permukaan laut, daerah upwelling dan daerah

front thermal dengan konsentrasi klorofil yang tinggi di perairan Selatan Jawa Timur dan Bali menggunakan citra NOAA-AVHRR yang diharapkan dapat digunakan untuk prediksi daerah tangkapan ikan.

2. Mempermudah nelayan yang mengeksplorasi tangkapan ikan di perairan Selatan Jawa Timur dan Bali untuk menemukan daerah tangkapan ikan secara cepat, tepat, dan efisien sehingga diharapkan dapat meningkatkan taraf hidup para nelayan.

3. Tersedianya Web untuk mempermudah pendistribusian peta prediksi daerah tangkapan ikan.

2

BAB IITINJAUAN PUSTAKA

2.1 Penginderaan JauhPenginderaan jauh adalah ilmu untuk memperoleh, mengolah dan menginterpretasi

citra yang telah direkam yang berasal dari interaksi antara gelombang elektromagnetik dengan sutau objek (Sabins (1996) dalam Kerle, et al. (2004)). Secara umum peginderaan jauh memiliki tujuan untuk memperoleh dan menganalisis informasi tentang bumi tanpa melalui kontak langsung. Karena tanpa melalui kontak langsung maka diperlukan suatu media yang dapat digunakan untuk pengamatan dan analisa bagi pemakai. Media yang dimaksud berupa citra yang merupakan gambaran dari suatu obyek hasil perolehan dari sensor yang terintegrasi dalam suatu wahana yang berfungsi untuk mendeteksi radiasi elektromagnetik yang dipantulkan dan diserap oleh objek. Kenampakan dari suatu objek dapat ditentukan dengan menginterpretasi pantulan atau serapan radiasi elektromagnetik, setiap objek memiliki karakteristik pemantulan atau penyerapan yang berbeda.

Interpretasi citra adalah kegiatan untuk menentukan bentuk dan sifat obyek yang tampak pada citra. Terdapat delapan unsur interpretasi yang di gunakan secara konvergen untuk dapat mengenali suatu obyek yang ada pada citra, kedelapan unsur tersebut ialah warna/rona, bentuk, ukuran, bayangan, tekstur, pola, situs dan asosiasi (Lillesand dan Kiefer (1994) dan juga Sutanto (1986)). Dari ke delapan unsur interpretasi tersebut, warna/rona merupakan unsur interpretasi yang paling sering digunakan dan dapat langsung digunakan oleh pengguna untuk memulai interpretasi serta dianggap sebagai unsur-unsur yang paling mudah dikenali.

Sebuah sistem penginderaan jauh sangat tergantung dari energi gelombang elektromagnetik. Dalam dunia penginderaan jauh,dikenal dua sistem tenaga pada wahana yaitu sistem pasif dan sistem aktif.- Sistem Pasif. Pada wahana yang menggunakan sistem pasif, sumber tenaga utama yang

dibutuhkan oleh satelit berasal dari sumber energi yang berasal dari matahari. Beberapa wahana yang menggunakan sistem ini antara lain Landsat, SPOT, NOAA, MODIS, dan lainnya.

- Sistem aktif. Pada wahana yang menggunakan sistem aktif, sumber tenaga utama yang dibutuhkan oleh satelit berasal dari sumber energi yang dibangkitkan oleh sensor yang terintegrasi pada satelit tersebut. Beberapa wahana yang menggunakan sistem ini antara lain Radarsat, JERS, ADEOS, dan lainnya.

2.1.1 Proses Penginderaan Jauh Sistem Aktif dan Pasif

Gambar 2.1 Energi yang dipantulkan dan dipancarkan oleh sensor penginderaan jauh (Karle, el al., 2004)

3

Dalam penginderaan jauh baik dalam sistem pasif maupun aktif, beberapa proses yang melibatkan interaksi antara radiasi dan target yang dituju terdapat beberapa komponen penting yaitu: 1. Sumber energi ; marupakan elemen pertama dalam menyediakan gelombang

elektromagnetik ke target, bisa berasal dari matahari atau yang dipancarkan oleh sensor yang terintegrasi dalam satelit.

2. Gelombang elektromagnetik yang sampai ke permukaan bumi 3. Objek yang ada dipermukaan bumi4. Gelombang elektromagnetik yang dipantulkan atau dikembalikan oleh permukaan bumi, 5. Energi yang telah tersimpan harus ditransmisikan untuk diterima oleh stasiun pengolahan

untuk diolah menjadi citra.

2.2 Satelit NOAA-AVHRRSatelit NOAA (National Ocean and Atmospheric Administration) adalah satelit cuaca

yang dioperasikan oleh National Ocean and Atmospheric Administration (NOAA) Amerika. Menurut orbit satelit sateit NOAA bisa dibagi menjadi dua macam yaitu orbit geostasioner dan orbit polar. Satelit NOAA dengan orbit geostasioner adalah satelit yang memonitor belahan bumi bagian barat pada ketinggian 22.240 mil di atas permukaan bumi, sedangkan satelit NOAA dengan orbit polar adalah satelit yang memonitor bumi pada ketinggian 540 mil di atas permukaan bumi (NOAA 2008).

Satelit NOAA termasuk kedalam satelit sistem pasif dimana sumber tenaga utama untuk mengirim gelombang elektromagnetik berasal dari matahari. Pada umumnya satelit NOAA merekam suatu wilayah sebanyak 2 kali waktu siang dan 2 kali pada malam hari. Saat ini di atmosfer Indonesia melintas setiap hari lima seri NOAA yaitu NOAA 12, NOAA 14, NOAA 15, NOAA 16, NOAA 17. Stasiun bumi NOAA yang berada di Indonesia terletak di LAPAN, Kantor BRKP, Bitung, dan SEACORM. Aplikasi dari satelit NOAA adalah pemetaan distribusi hujan salju, pemantauan terhadap banjir, pemetaan vegetasi, analisa kelembaban tanah secara regional, pemetaan distribusi bahan bakar yang menyebabkan kebakaran liar (wildfire fuel mapping), pendeteksian kebakaran, pemantauan badai gurun dan macam-macam aplikasi yang berkenaan dengan gejala geografis, misalnya gunung api meletus.

AVHRR (Advanced Very High Resolution Radiometer) adalah sensor radiasi yang bisa digunakan untuk menentukan tutupan awan dan suhu permukaan. Sensor ini berupa radiometer yang menggunakan 6 detector yang merekam rediasi pada panjang gelombang yang berbeda-beda. Data AVHRR terutama digunakan untuk peramalan cuaca harian dan dapat diterapkan secara luas pada banyak lahan dan perairan. Data AVHRR data digunakan untuk membuat Peta Suhu Permukaan Laut (Sea Surface Temperature maps/SST Maps), dimana dapat digunakan untuk prediksi daerah tangkapan ikan.

Gambar 2.2 Satelit NOAA (Jars,1993)

4

Tabel 2.1. Karakteristik Satelit NOAA-AVHRR(Sumber:http://projects.osd.noaa.gov/IJPS/characteristic.htm)

Dimensi Tinggi : 165 in (4,19m) Diameter : 74 in (1,88m) Solar array area : 180,6 ft² (16,8 m²)

Berat 4920 lbs (2231,7 kg)Daya (Hidup atau Mati) 879,9 WDi Desain Sampai > 2 years

Orbit

Ketinggian: 870 km Kemiringan: 98,856˚  Waktu Matahari Lokal : 13:40

Berat Peralatan 982,5 lbs (445,6 kg)Daya Peralatan 450 WRata-rata Waktu Matahari ketika Melewati Ekuator

Sekitar 14:00

Rata-rata Ketinggian 870 km

Tabel 2.2. Kemapuan Panjang Gelombang yang dibawa NOAA(Sumber: http://www.ga.gov.au/acres/prod_ser/noaadata.jsp)

KARAKTERISTIK PANJANG GELOMBANG SATELIT NOAA-AVHRRSALURAN RESOLUSI PANJANG

GELOMBANG (µm)PENGGUNAAN

1 1.09 km 0.58-0.68Pemetaan awal dan permukaan siang hari

2 1.09 km 0.725-1.00Batas daratan dan perairan

3A 1.09 km 1.58-1.64 Deteksi salju dan es

3B 1.09 km 3.55-3.93Pemetaan malam hari dan suhu permukaan laut

4 1.09 km 10.30-11.30Pemetaan malam hari dan suhu permukaan laut

5 1.09 km 11.50-12.50Suhu permukaan laut

2.3 Suhu Permukaan LautSuhu permukaan laut merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi kehidupan

biota yang hidup di dalam laut terutama untuk kehidupan ikan. Perubahan suhu yang cukup drastis akan mempengaruhi bahkan menghilangkan kehidupan biota yang ada di suatu wilayah perairan. Pergerakan ikan juga sangat dipengaruhi dengan adanya perubahan suhu yang drastis dimana hal ini sangat berhubungan dengan kemampuan beradaptasi dari suatu makhluk hidup. Suhu permukaan air laut dipengaruhi oleh musim, lintang (latitude), ketinggian dari 12 permukaan laut (altitude), waktu dalam satu hari, sirkulasi udara,

5

penutupan awan, dan aliran serta kedalaman dari badan air (Perdana, A. P (2006)). Suhu air permukaan juga dipengaruhi oleh kondisi meteorologi, seperti curah hujan, penguapan, suhu udara, kelembaban udara, kecepatan angin dan intensitas radiasi matahari. Suhu dapat mempengaruhi fotosintesa di laut baik secara langsung maupun tidak langsung.  Pengaruh secara langsung yakni suhu berperan untuk mengontrol reaksi kimia enzimatik dalam proses fotosintesa.  Tinggi suhu dapat menaikkan laju maksimum sedangkan pengaruh secara tidak langsung yakni dalam merubah fotosintesa (Pmaxstruktur hidrologi kolom perairan yang dapat mempengaruhi distribusi fitoplankton) (Tomascik et al., 1997).

Untuk penentuan suhu permukaan laut dari satelit pengukuran dilakukan dengan radiasi infra merah pada panjang gelombang 3µm-14µm. Pengukuran spektrum infra merah yang dipancarkan oleh permukaan laut hanya dapat memberikan informasi suhu pada lapisan permukaan sampai kedalaman 0.1 mm. Panjang gelombang infra merah pada penginderaan jauh sangat sesuai untuk pengukura suhu permukaan laut, karena puncak emisi thermal permukaan bumi berada pada spektrum infra merah, serta emisivitas air pada panjang gelombang infra merah relatif seragam.

Sebaran vertikal suhu di perairan Indonesia umumnya mempunyai pola seperti gambar 2.5. Pada dasarnya dapat dibedakan tiga lapisan yakni, lapisan hangat di bagian teratas, lapisan termoklin di tengah dan lapisan dingin sebelah bawah.

Gambar 2.3 Sebaran Vertikal Suhu Secara Umum di Perairan Indonesia. A: Lapisan Hangat; B: Lapisan Termoklin; C: Lapisan Dingin (Nontji, 2005)

Sebaran suhu permukaan laut yang ditunjukkan pada gambar 2.3 juga berhubungan dengan salinitas dan densitas air laut. Dimana yang menjadi acuan adalah lapisan teratas sampai kedalaman 50-70 m terjadi pengadukan dengan suhu hangat (sekitar 28 ºC) yang homogen. Lapisan di bawahnya yakni lapisan termoklin merupakan lapisan dimana terjadi penurunan suhu secara cepat terhadap kedalaman. Akibatnya densitas air meningkat dan dengan salinitas yang sering meningkat pula pada lapisan ini. Di bawah lapisan termoklin terdapat lapisan yang hampir homogen dan dingin dimana nilai salinitas dan densitas meningkat. Makin ke bawah suhunya berangsur-angsur turun hingga pada kedalaman lebih dari 1.000 m suhu biasanya kurang dari 5 ºC.

6

2.4 Upwelling dan Front thermalUpwelling adalah fenomena penaikan massa air laut dari suatu lapisan dalam ke

lapisan permukaan. Naiknya massa air laut membawa air yang bersuhu lebih dingin dan zat-zat hara yang kaya kepermukaan laut. Dalam proses upwelling ini terjadi penurunan suhu permukaan laut dan tingginya kandungan zat hara dibandingkan dengan daerah disekitarnya. Tingginya zat hara tersebut yang merangsang pertumbuhan fitoplankton dipermukaan yang merupakan makanan utama dari ikan.

Upwelling dapat ditentukan dengan cara melakukan analisa terhadap pola distribusi citra suhu permukaan laut(SPL). Penentuan daerah upwelling merupakan salah satu metode untuk mengidentifikasi keberadaan klorofil yang erat kaitannya dengan keberadaan ikan. Bisa disimpulkan bahwa meningkatnya produksi perikanan disuatu perairan dapat disebabkan karena terjadinya proses air naik (upwelling).

Front thermal adalah fenomena daerah tempat bertemunya dua massa air yang mempunyai karakteristik berbeda. Daerah front thermal merupakan daerah yang ditentukan dengan adanya perbedaan atau perubahan suhu yang sangat tajam. Hal ini dimaksudkan dengan adanya perubahan atau perbedaan suhu yang sangat tajam maka pada daerah perairan disekitarnya akan menimbulkan pergerakan massa air yang menyebabkan terjadinya arus laut yang dapat menjadi perangkap klorofil yang merupakan tempat makan bagi ikan. Daerah front thermal juga merupakan penghalang bagi migrasi ikan karena pergerakan air yang cepat dan ombak yang besar.

Nilai rata-rata kandungan klorofil di perairan Indonesia sebesar 0,19 mg/m3, nilai rata-rata pada saat  berlangsung musim timur (0,24 mg/m3) menunjukkan nilai yang lebih besar daripada musim barat (0,16 mg/m3) (penelitian Nontji (1974) dalam Presetiahadi, (1994)).

2.5 Web Sebagai Sarana Penyampaian InformasiWeb merupakan suatu interface berbasiskan internet yang befungsi sebagai sarana

untuk mempublikasikan pemikiran secara terbuka. Saat ini internet telah mengalami perkembangan yang cukup pesat dimana internet yang semula hanya untuk riset saat ini telah berubah menjadi sarana untuk mempublikasikan hasil riset tersebut. Sebagai sebuah jaingan global, internet menjadikan batas ruang dan waktu semakin menipis. Teknologi jaringan internet dengan berbagai aplikasinya mempunyai kemampuan utama dalam menangani pengiriman paket data skala besar. Fitur-fitur unik yang dimiliki oleh internet, antara lain : Hefzallaah (2004 : 175-180)

- Akses univesal yang memungkinkan orang untuk mendapatkan informasi dari dan di seluuh dunia tanpa dibatasi oleh batas fisik negara.

- Kaya akan multimedia recources sehingga menjadikan internet sebagai informasi interaktif yang paling digemari.

- Media publishing yang memungkinkan siapapun dan dari mana pun dapat mencari, memperoleh, dan menambahkan dokumen ke dalamnya.

- Media interaktif yang memungkinkan penggunanya untuk berinteraksi dengan seluruh konten dan entitas pengguna lainnya baik secara real time maupun asynchronous.Dari kelebihan-kelebihan tersebut dapat disimpulkan bahwa penggunaan web sebagai

sarana penyampaian infomasi merupakan keputusan yang tepat karena akan bisa diakses oleh siapapun dan dimanapun secara cepat dan murah.

7

BAB IIIMETODOLOGI PENELITIAN

3.1 Lokasi PenelitianDalam penelitian ini, dilakukan pada daerah perairan Selatan Jawa Timur dan Bali seperti gambar di bawah ini :

Gambar 3.1 Peta perairan Selatan Jawa Timur dan Bali

3.2 Peralatan dan Bahan3.2.1 Peralatan

Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain :1. Perangkat keras (Hardware)

Laptop AMD Turion(tm) 64 X2 Mobile technology TL-60 2.00 GHz, 1.93 GB of RAM Physical address Extension,

2. Perangkat Lunak (Software)a. Sistem Operasi Windows XP Profesionalb. ER Mapper 6.4c. ENVI 4.0d. Microsoft Word 2003

3.2.2 Bahan1. Citra satelit NOAA-AVHRR bulan Desember 2009

sampai Februari 2010.2. Peta topografi Indonesia skala 1:1.000.000 Bakosurtanal (peta digital) sebagai

acuan koreksi geometrik.

3.3 Metodologi PenelitianTahapan yang akan dilaksanakan dalam kegiatan penelitian ini adalah seperti pada diagram alur berikut :

8

Identifikasi dan Perumusan Masalah

Studi Literatur :1. Penginderaan Jauh2. Suhu Permukaan Laut3. Persebaran Klorofil

Pengumpulan Data

Data Spasial

Pengolahan Data :1. Koreksi Citra2. Validasi Hasil Algoritma3. Citra SPL dari Algoritma4. Analisa Daerah upwelling dan Front thermal

Hasil

Analisa

Web

Kesimpulan

Gambar 3.1 Diagram Alur Metode Penelitian

9

Berikut adalah penjelasan diagram alur :1. Tahap Identifikasi dan Perumusan Masalah

Tahap awal sebelum memulai penelitian adalah merumuskan masalah yaitu menentukan masalah apa yang timbul dan harus dipecahkan melalui penelitian ini, penetapan batas, penentuan tujuan dari penelitian dan manfaat uang diperoleh.

2. Tahap Studi LiteraturDalam tahap ini mempelajari secara mendalam tentang arti dan konsep penginderaan

jauh terutama aplikasinya pada suhu permukaan laut dan persebaran klorofil serta panduan untuk pembuatan web.

3 Tahap Pengumpulan data Data spasial

Data spasial adalah data yang mempunyai referensi geografis (sistem koordinat) yang mengacu bumi (georeference). Data spasial yang dikumpulkan untuk mendukung penelitian ini adalah:a. Citra satelit NOAA-AVHRR bulan Desember 2009 sampai Februari 2010.b. Peta topografi Indonesia skala 1:1.000.000 Bakosurtanal (peta digital) sebagai

acuan koreksi geometrik.

4. Tahap Pengolahan data Koreksi Geometrik

Proses koreksi geometrik citra dilakukan untuk menghilangkan kesalahan spasial citra yang disebabkan oleh beberapa faktor pada saat perekaman oleh sensor satelit. Koreksi geometrik dilakukan sesuai dengan jenis atau penyebab kesalahannya, yaitu kesalahan sistematik dan kesalahan random. Koreksi radimetrik mempunyai tiga tujuan, yaitu (1) melakukan rektifikasi (pembetulan) atau restorasi (pemulihan) citra agar koordinat citra sesuai dengan koordinat geografi;(2) registrasi (mencocokkan) posisi citra dengan citra lain atau mentransformasikan sistem koordinat citra multispektral atau citra multi-temporal; (3) registrasi citra ke peta atau transformasi sistem koordinat citra ke peta, yang menghasilkan citra dengan sistem proyeksi tertentu.

Algoritma Mc Millin & Crosby Untuk Menentukan Suhu Permukaan Laut Algoritma McMillin & Crosby:SPL = Tb4 + 2,702 x (Tb4 – Tb5) – 0,582 (3.6)Dimana :SPL = Suhu Permukaan LautTb4 = Thermal band 4Tb5 = Thermal band 5Untuk menghasilkan suhu permukaan laut dalam satuan celcius, maka harus dikonversi dengan rumus berikut ini:SPL(°C) = (SPL x 0,1) + 10,00 (3.7)Dimana :SPL(°C) = Suhu Permukaan Laut dalam satuan celcius

10

SPL = Suhu Permukaan Laut hasil transformasi algoritma McMillin & Crosby

Menentukan Daerah Upwelling dan Front Thermal Pendeteksian klorofil dilakukan dengan menentukan daerah upwelling dan daerah front thermal dimana memiliki fenomena yang sangat mendukung perkembangan klorofil.

5. Tahap Analisa Analisa kesalahan geometrik. Analisa SPL, Daerah Upwelling dan Daerah Front Thermal dari data yang telah

didapatkan.

6. Tahap Hasil Hasil yang di peroleh dari penelitian ini berupa peta predikasi daerah tangkapan ikan.

7. Tahap Web Pembuatan Web dilakukan untuk mempermudah pendistibusian peta prediksi daeah

tangkapan ikan.

11

12

Citra NOAA

Pemotongan Citra

RMS Error > 1

Algoritma Suhu Permukaan Laut

Citra Suhu Permukaan Laut

Klasifikasi Terbimbing

Koreksi Geometrik

Ya

Peta RBISkala 1: 1000.000

Tidak

Analisa Daerah Upwelling dan Front Thermal

Uji Klasifikasi>70%

Ground Truth

Ya

Tidak

Citra Komposit

Peta Prediksi Daerah Tangkapan Ikan

Gambar 3.2 Diagram Alur Pengolahan Citra Satelit

Penjelasan dari tahapan pengolahan data di atas adalah sebagai berikut :1. Pengumpulan Data

a. Data Citra NOAA bulan Desember 2009 sampai Februari 2010b. Peta RBI skala 1 : 1000.000

2. Pra Pengolahan Dataa. Pemotongan Citra

Pemotongan citra dilakukan untuk membatasi daerah penelitian dan memperkecil memori penyimpanan sehingga mempercepat proses pengolahan.

b. Koreksi GeometrikKoreksi Geometrik diberikan agar bentuk citra digital yang bersangkutan menjadi citra yang jauh dari distorsi dan memiliki bentuk yang sedekat mungkin dengan bentuk aslinya di permukaan bumi dan memiliki sistem koordinat geografi.

c. Perhitungan RMS (Road Mean Square)Cek akurasi koreksi geometrik diketahui berdasarkan nilai standar deviasi (RMS) per unit pixel pada citra. Apabila nilai RMS lebih besar dari satu (RMS>1) maka harus dilakukan koreksi geometrik ulang sampai didapatkan nilai RMS kurang dari sama dengan 1.

3. Pengolahan Dataa. Algoritma Suhu Permukaan Laut

Untuk mendapatkan informasi suhu permukaan laut dari citra NOAA maka digunakan algoritma Algoritma McMillin & Crosby yaitu :SPL = Tb4 + 2,702 x (Tb4 – Tb5) – 0,582 (3.6)Dimana :SPL = Suhu Permukaan LautTb4 = Thermal band 4Tb5 = Thermal band 5Untuk menghasilkan suhu permukaan laut dalam satuan celcius, maka harus dikonversi dengan rumus berikut ini:SPL(°C) = (SPL x 0,1) + 10,00 (3.7)Dimana :SPL(°C) = Suhu Permukaan Laut dalam satuan celciusSPL = Suhu Permukaan Laut hasil transformasi algoritma McMillin & Crosby

b. Klasifikasi TerbimbingKlasifikasi dilakukan pada persebaran suhu permukaan laut.

c. Uji KlasifikasiUji klasifikasi dilakukan pada hasil klasifikasi terbimbing yang dipadukan dengan kenyataan dilapangan. Nilai minimum yang diperbolehkan untuk uji klasikasi adalah lebih dari 70 persen. Apabila kenyataan dilapangan didapatkan nilai kurang dari 70 persen maka harus dilakukan klasifikasi ulang sampai didapatkan nilai uji klasifikasi lebih dari 70 persen.

d. Ground TruthPengujian langsung dilapangan

e. Citra Komposit Citra Komposit merupakan citra yang didapatkan setelah proses penggabungan band dan klasifikasi.

f. Analisa Daerah Upwelling dan Front ThermalDitentukan dengan melakukan analisa citra suhu permukaan laut.

4. Tahap HasilHasil yang di peroleh dari penelitian ini berupa peta predikasi daerah tangkapan ikan.

13

BAB IVPELAKSANAAN KEGIATAN

4.1 Jadwal PelaksananPelaksanaan penelitian tugas akhir ini diperkirakan selesai selama empat bulan.

Adapun rencana jadwal pelaksanaan penelitian dapat dilihat pada Tabel 4.1. berikut:

Tabel 4.1 Jadwal Pelaksanaan

No. Kegiatan

Bulan

Januari 2010Februari

2010Maret 2010 April 2010

1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 41 Tahap Persiapan                                  Studi Literatur                                  Pengumpulan Data                                2 Tahap Pelaksanaan                                  Pengolahan Data                                  Analisa                                

Web3 Tahap Akhir                                  Penyusunan Laporan Akhir                                

14

DAFTAR PUSTAKA

Adri, M. 2008. Guru Go Blog Optimalisasi Blog Untuk Pembelajaran. Jakarta : PT Elex Media Komputindo.

Handani, L. 2008. Studi Perbandingan Suhu Permukaan Laut dari Data Citra Modis dengan Data Argo Float di Selatan Jawa Bali. Surabaya : Teknik Geomatika FTSP ITS.

Irawan, F. 2008. Studi Perbandingan Suhu Permukaan Laut Menggunakan Citra Satelit NOAA-AVHRR dengan Data Argo Float di Perairan Selatan Jawa, Bali, Dan Nusa Tenggara. Surabaya : Teknik Geomatika FTSP ITS.

Lillesand, T.M., dan Kiefer, R.W. 1994. Remote Sensing and Image Interpretation. New York.: John Wiley&Son, Inc,.

Pareira, B.M. 2009. Teknologi Inderaja Untuk Penangkapan Ikan. <URL: http://onlinebuku.com/2009/02/18/teknologi-inderaja-untuk-penangkapan-ikan/>Dikunjungi pada tanggal 3 Nopember 2009 jam 17.40 WIB

Prahasta, E. 2008. Remote Sensing Praktis Penginderaan Jauh & Pengolahan Citra Digital Dengan Perangkat Lunak ER Mapper. Bandung : Informatika.

Purwadhi, F.S. 2001. Interpretasi Citra Digital. Jakarta: PT Gramedia Widiasarana Indonesia.Sambah, A. B. Analisis Data Citra NOAA/AVHRR dan CATCH EFFORT SURVEY Sebagai

Dasar Pendugaan Potensi Sumberdaya Ikan Pelagis. Master Theses ITS.<URL: http://oc.its.ac.id/ambilfile.php?idp=398>Dikunjungi pada tanggal 18 Nopember 2009 jam 20.40 WIB

Septiawan, A.W. 2007. Pemetaan Persebaran Klorofil Wilayah Perairan Selat Bali Menggunakan Teknologi Penginderaan Jauh. Surabaya: Teknik Geomatika FTSP ITS.

Tutang. 2005. Praktikum HTML (Hypertext Markup Language). Jakarta : Datakom Lintas Buana.

Winarno, E.A. 2009. Memperbaiki Nasib Nelayan. <URL:http://www.wawasandigital.com/index.php?option=com_content&task=view&id=30272&Itemid=62>Dikunjungi pada tanggal 17 Nopember 2009 jam 21.50 WIB

Zudiana.2004. APLIKASI TEKNOLOGI REMOTE SENSING (NOAA) DALAM PENENTUAN FISHING GROUND.<URL: http://rudyct.com/PPS702-ipb/09145/zudiana.pdf>Dikunjungi pada tanggal 3 Nopember 2009 jam 17.20 WIB

15