bab i

46
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Asma termasuk dalam kelompok penyakit saluran pernafasan kronik, walaupun tingkat fatalitasnya cukup rendah namun jumlah kasus asma cukup banyak ditemukan di masyarakat (Depkes, 2009). Asma merupakan suatu keadaan dimana saluran nafas mengalami penyempitan karena hiperaktivitas terhadap rangsangan tertentu yang menyebabkan peradangan dengan manifestasi mengi kambuhan, sesak nafas, batuk terutama pada malam hari dan pagi hari, merupakan penyakit yang umumnya mempengaruhi orang- orang dari semua usia, serta dapat mempengaruhi psikologis serta sosial yang termasuk domain dari kualitas hidup. Penyakit ini pada umumnya dimulai sejak masa anak-anak (Wong, 2008). Global initiative for asthma (GINA) memperkirakan 300 juta penduduk dunia menderita asma (GINA, 2011). World Health Organization (WHO) memperkirakan angka ini akan terus bertambah hingga mencapai 180.000 orang setiap tahun. Prevalensi total asma di dunia diperkirakan 6% pada dewasa dan 10% pada anak (Depkes RI, 2009). Prevalensi asma pada anak di Amerika Serikat mencapai 9,4% (National Center for STIKes Faletehan 1

Upload: ridhogan

Post on 18-Dec-2015

219 views

Category:

Documents


3 download

DESCRIPTION

koping pada pasien asma

TRANSCRIPT

227

BAB IPENDAHULUANA. Latar Belakang

Asma termasuk dalam kelompok penyakit saluran pernafasan kronik, walaupun tingkat fatalitasnya cukup rendah namun jumlah kasus asma cukup banyak ditemukan di masyarakat (Depkes, 2009). Asma merupakan suatu keadaan dimana saluran nafas mengalami penyempitan karena hiperaktivitas terhadap rangsangan tertentu yang menyebabkan peradangan dengan manifestasi mengi kambuhan, sesak nafas, batuk terutama pada malam hari dan pagi hari, merupakan penyakit yang umumnya mempengaruhi orang-orang dari semua usia, serta dapat mempengaruhi psikologis serta sosial yang termasuk domain dari kualitas hidup. Penyakit ini pada umumnya dimulai sejak masa anak-anak (Wong, 2008).Global initiative for asthma (GINA) memperkirakan 300 juta penduduk dunia menderita asma (GINA, 2011). World Health Organization (WHO) memperkirakan angka ini akan terus bertambah hingga mencapai 180.000 orang setiap tahun. Prevalensi total asma di dunia diperkirakan 6% pada dewasa dan 10% pada anak (Depkes RI, 2009). Prevalensi asma pada anak di Amerika Serikat mencapai 9,4% (National Center for Health Statistics, 2008). Menurut Depkes (2009) angka kejadian asma pada anak dan bayi sekitar 10-85%. Departemen Kesehatan juga memperkirakan penyakit asma termasuk 10 besar penyebab tingginya angka kesakitan dan kematian di Rumah Sakit serta diperkirakan 10% dari 25 juta penduduk Indonesia menderita asma. Apabila tidak dilakukan pencegahan prevalensi asma akan semakin meningkat pada masa yang akan datang (Depkes RI, 2009). Hasil penelitian International Study on Asthma and Allergies in Childhood menunjukkan bahwa di Indonesia prevalensi penyakit asma meningkat dari 2,1 % pada tahun 1995 menjadi 5,4% pada tahun 2003 (Anurogo, 2009).Fenomena terjadinya peningkatan kasus asma di beberapa daerah, salah satunya Provinsi Banten dapat terlihat dari adanya peningkatan kasus asma di Rumah Sakit Umum Daerah Serang. Peningkatan angka kunjungan masyarakat dengan asma di Poliklinik Paru di RSUD Serang sebanyak 565 orang dari bulan Januari sampai Desember 2013. Kemudian pada bulan Januari sampai November 2014 jumlah penderita asma meningkat menjadi 715 orang, dan penyakit asma termasuk dalam 10 penyakit terbanyak pada tahun 2009 di unit rawat jalan Rumah Sakit Umum Daerah Serang (Rekam medik Rumah Sakit Umum Daerah Serang, 2013).Selama proses menjalani rawat inap di Rumah Sakit banyak masalah yang dialami oleh pasien, baik masalah biologis maupun masalah psikososial yang muncul dalam kehidupan pasien. Individu dengan asma jangka panjang sering merasa khawatir akan kondisi sakitnya yang tidak dapat diramalkan dan gangguan dalam kehidupannya. Mereka biasanya menghadapi masalah finansial, kesulitan mempertahankan pekerjaan, dorongan seksual yang menghilang, depresi akibat sakit yang kronis dan ketakutan dan terhadap kematian. Pasien-pasien yang berusia lebih muda khawatir terhadap perkawinan mereka, anak-anak yang dimilikinya dan beban yang ditimbulkan pada keluarga mereka (Smeltzer & Bare, 2002).Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan oleh Lieshout dan McQueen (2008), dapat diketahui bahwa kondisi psikologis yang tidak stabil dapat menyebabkan kekambuhan asma. Faktor ini sering diabaikan oleh penderita asma sehingga frekuensi kekambuhan menjadi lebih sering dan penderita mengalami keadaan yang lebih buruk. Berdasarkan penelitian Sandberg, dkk., (2000), dapat diketahui bahwa kondisi psikologis merupakan suatu rantai yang sulit ditentukan mana yang menjadi penyebab dan mana yang merupakan akibat.Ritz dan kolega (2007) menjelaskan 6 faktor pencetus munculnya serangan asma yang salah satunya ialah faktor psikologis seperti marah, kesepian, stress, tekanan, depresi, cemas, tidak bahagia dan lain-lain. Salah satu faktor psikologis yang dapat memunculkannya serangan asma ialah stres. Menurut Lazarus dan Folkman (1984), stres adalah keadaan internal yang dapat diakibatkan oleh tuntutan fisik dari tubuh (kondisi penyakit, latihan dll) atau oleh kondisi lingkungan dan sosial yang dinilai potensial membahayakan, tidak terkendali atau melebihi kemampuan individu untuk melakukan koping.

Koping adalah cara yang dilakukan individu dalam menyelesaikan masalah, menyesuaikan diri dengan perubahan, serta respon terhadap situasi yang mengancam (Keliat, 1999). Sedangkan menurut Lazarus (1985), koping adalah perubahan kognitif dan perilaku secara konstan dalam upaya untuk mengatasi tuntutan internal dan atau eksternal khusus yang melelahkan atau melebihi sumber individu.Berdasarkan uraian diatas penulis tertarik melakukan penelitian tentang Gambaran Mekanisme Koping Pada Pasien Asma di Poliklinik Paru RSUD Dr. Dradjat Prawiranegara Serang Tahun 2014 karena faktor pencetus serangan asma tidak hanya dari aspek lingkungan saja tetapi secara psikologis pun dapat berpengaruh bahkan faktor-faktor serangan asma dapat di maknai secara psikologis. sehingga penulis tertarik untuk mengetahui lebih lanjut mengenai gambaran mekanisme koping pada pasien asma di Poliklinik Paru RSUD Dr. Dradjat Prawiranegara Serang. Penelitian ini melibatkan pasien asma di Poliklinik Paru RSUD Dr. Dradjat Prawiranegara Serang tahun 2014. Penelitian ini menjadi penting untuk mengantisipasi kemungkinan adanya mekanisme koping yang mal adaptif pada pasien asma sehingga dapat mencetuskan timbulnya serangan asma, mengingat berbagai dampak dari stres psikologis yang dapat berpengaruh terhadap timbulnya serangan asma.B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas, maka peneliti membuat perumusan masalah penelitian yang akan dilakukan adalah bagaimana gambaran mekanisme koping pada pasien asma di Poliklinik Paru RSUD Dr. Dradjat Prawiranegara Serang tahun 2014?.C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan UmumUntuk mengetahui gambaran mekanisme koping pada pasien asma di Poliklinik Paru RSUD Dr. Dradjat Prawiranegara Serang tahun 2014.2. Tujuan Khusus

Tujuan khusus dalam penelitian ini yaitu :

a. untuk mengetahui gambaran mekanisme koping yang di gunakan oleh pasien asma di Poliklinik Paru RSUD Dr. Dradjat Prawiranegara Serang tahun 2014. b. Untuk mengetahui gambaran mekanisme koping pasien asma di Poliklinik Paru RSUD Dr. Dradjat Prawiranegara Serang tahun 2014 berdasarkan jenis kelamin.

c. Untuk mengetahui gambaran mekanisme koping pasien asma di Poliklinik Paru RSUD Dr. Dradjat Prawiranegara Serang tahun 2014 berdasarkan usia.

d. Untuk mengetahui mekanisme koping pasien asma di Poliklinik Paru RSUD Dr. Dradjat Prawiranegara Serang tahun 2014 berdasarkan tingkat pendidikan.D. Manfaat Penelitian1. Bagi STIKes Faletehan

Sebagai sumber bacaan dan ilmu pengetahuan sebagai data dasar tentang gambaran mekanisme koping pada pasien asma di Poliklinik Paru RSUD Dr. Dradjat Prawiranegara Serang tahun 2014.2. Bagi RSUD Dr. Dradjat Prawiranegara Serang

Sebagai bahan informasi dan masukan mengenai gambaran mekanisme koping pada pasien asma di Poliklinik Paru RSUD Dr. Dradjat Prawiranegara Serang dan dapat menjadi kebijakan khusus tentang koping yang harus di gunakan pada pasien asma.3. Bagi Peneliti

Sebagai proses belajar dan mengembangkan ilmu yang didapat selama kuliah di STIKes Faletehan. Dapat menerapkan ilmu yang telah didapat dari peneliti selama dibangku perkuliahan mengenai gambaran mekanisme koping pada pasien asma di Poliklinik Paru RSUD Dr. Dradjat Prawiranegara Serang.E. Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian ini akan dilakukan di Poliklinik Paru RSUD Dr. Dradjat Prawiranegara Serang yang dilaksanakan pada Bulan Desember Tahun 2014. Penelitian ini dilakukan bertujuan untuk mengetahui gambaran mekanisme koping pada pasien asma di Poliklinik Paru RSUD Dr. Dradjat Prawiranegara Serang tahun 2014. Tekhnik pengumpulan data yang dilakukan dalam penelitian ini adalah melalui pengisian angket oleh para pasien paru di Poliklinik Paru RSUD Dr. Dradjat Prawiranegara Serang.BAB II

TINJAUAN PUSTAKAA. Konsep Asma1. Pengertian asmaAsma adalah gangguan inflamasi kronis pada jalan nafas yang melibatkan

banyak sel seperti sel mast, eosinofil, dan limfosit T yang ditandai dengan

mengi berulang dan/atau batuk persisten (menetap). Karakteristik asma timbul secara episodik, cenderung pada malam hari (nokturnal), musiman, setelah aktivitas fisik, ada riwayat asma atau atopi lain pada pasien dan/atau keluarganya (Pedoman Nasional Asma Anak (PNAA), 2004; Hockenberry & Wilson, 2009).Asma merupakan keadaan inflamasi kronik saluran nafas yang menyebabkan hiperaktifitas bronkus, umumnya bersifat reversibel dengan gejala mengi, batuk, sesak nafas, dan rasa berat di dada terutama pada malam dan dini hari, perbaikan gejala dengan atau tanpa pengobatan. Asma bersifat fluktuatif dan dapat menimbulkan eksaserbasi mulai dari gejala ringan hingga berat, bahkan sampai menimbulkan kematian. Asma merupakan penyakit kronis yang sebagian besar terjadi pada anak-anak, dengan gejala awal muncul rata-rata pada usia lima tahun (Muscari, 2005; Depkes RI, 2009).Beberapa pengertian asma diatas dapat disimpukan bahwa asma merupakan penyakit inflamasi kronik pada saluran pernafasan yang bersifat fluktuatif dan reversibel dengan atau tanpa pengobatan. Serangan asma pada saluran nafas menyebabkan hiperaktifitas bronkus sehingga menimbulkan gejala mengi, batuk, sesak nafas, rasa berat didada, dan berbagai manifestasi mulai dari gejala ringan, berat, hingga menyebabkan kematian.

2. Klasifikasi asmaDerajat berat atau ringannya asma dapat dilihat dari gambaran klinisnya, gejala dan derajat serangan. Klasifikasi asma menggambarkan berat atau ringannya gejala asma yang dialami hingga menyebabkan terganggunya aktifitas dan kebutuhan dasar. Klasifikasi asma dapat dibedakan berdasarkan derajat keparahan dan frekuensi serangan (Depkes RI, 2009). Menurut PNAA (2004) dan GINA (2006) klasifikasi asma dan derajat klinis pada asma adalah:Tabel 2.1 Klasifikasi Asma Menurut Derajat Serangan

Parameter klinis,

fungsi faal paru,

laboratoriuRinganSedangBeratAncaman

henti nafas

SesakBerjalanBerbicaraIstirahat

Bayi menangis kerasa. Tangis bayi pendek dan lemahb. Bayi kesulitan makan dan minumBayi tidak mau makan/ minum

PosisiBisa berbaringLebihsuka

dudukDuduk bertopang lengan

Bicara Kalimat Penggal kalimatKata-kata

Kesadaran Kadang iritabelBiasanya iritabelBiasanya iritabelkebingungan

Sianosis Tidak adaTidak adaAda Terlihat jelas

Wheezing Sedang, sering pada akhir respirasiNyering, sepanjang ekspirasi, kadang inspirasiSangat nyaring, terdengar tanpa stetoskopTidak terdengar

Penggunaan otot bantuan pernafasanBiasanya tidak adaBiasanya yaYaGerakan paradok torako abdominal

Retraksi Dangkal, retraksi intrakosta Sedang,

ditambah

retraksi

suprasternalDalam di tambah nafas cuping hidungDangkal, hilang

Frekuensi nafasTakipnu Tekipnu Takipnu Bradipnu

Pulsus paradoksusTidak ada (20mmHg)Tidak ada, adanya kelelahan otot respiratorik

PEER, atau FEVI (%nilai dugaan/ % nilai terbaik) Pra bronkodilator Pasca bronkodilator >60%>80%40-60%

60-80% r tabel (Hastono, 2007).

Hasil uji reliabilitas diperoleh nilai alpha 0,965, artinya nilai tersebut > 0,514, sehingga dapat dinyatakan bahwa seluruh pertanyaan dalam kuesioner ini reliabel.E. Pengolahan dan Analisis Data

1. Pengolahan Data

Kuisioner akan dikumpulkan dari responden, kemudian dilakukan tahapan pengolahan data sehingga menjadi informasi yang akurat. Hidayat (2007) menjelaskan bahwa proses pengolahan data terdapat langkah-langkah yang harus ditempuh agar analisis penelitian menghasilkan informasi yang benar, yaitu pemeriksaan data, pemberian kode, pemasukan data, dan pembersihan data.a. Pemeriksaan data Pemeriksaan data adalah upaya untuk memeriksa kembali kebenaran yang diperoleh atau dikumpulkan. Peneliti dalam penelitian ini akan melakukan pengecekan pertanyaan kuisioner untuk memastikan jawaban yang ada di kuisioner sudah lengkap, jelas (tulisan pada jawaban pertanyaan sudah jelas terbaca), relevan (kerelevanan jawaban pertanyaan sudah jelas terbaca), dan konsisten (kekonsistenan jawaban pertanyaan yang berkaitan).b. Pemberian kodePemberian kode merupakan pemberian kode numerik terhadap data yang terdiri atas data beberapa kategori. Peneliti dalam penelitian ini akan memberikan kode pada data yang masih berbentuk huruf menjadi angka. Kegunaan dari pemberian kode adalah agar lebih mudah dalam memasukkan data dan mengolah data. c. Pemasukan dataPemasukan data adalah kegiatan memasukan data yang telah dikumpulkan ke dalam master atau database komputer, kemudian membuat distribusi frekuensi sederhana atau analisis lebih lanjut. Pemprosesan data dalam penelitian ini akan dilakukan dengan cara memasukkan data kuisioner ke paket program komputer.d. Pembersihan dataPeneliti akan melakukan kegiatan pengecekan kembali data yang sudah dimasukkan untuk mengetahui adanya kesalahan. Kesalahan tersebut dimungkinkan terjadi pada saat peneliti memasukan data ke komputer.2. Analisis DataSugiono (2011) menyatakan, analisis data adalah sebuah metode yang dipakai untuk mengubah informasi menjadi arti dan dapat dimengerti. Analisis univariat akan digunakan untuk mendeskripsikan karakteristik masing-masing variabel yang diteliti. a. Data kategorik mekanisme koping pada pasien asma, diukur dengan distribusi frekuensi dan disajikan dalam bentuk presentase atau proporsi. Sebelum dilakukan pengelompokan kategori dilakukan dulu uji normalitas data. Salah satu metode uji normalitas data dengan melihat nilai skewness. Nila nilai skewness dibagi dengan nilai SE menghasilkan angka -2 sampai dengan +2, maka distribusi data tersebut normal. Jika distribusi data normal, maka cut of point (titik potong) untuk menentukan nilai tengah adalah mean dan standar deviasi. Jika data tidak berdistribusi normal, maka cut of point (titik potong) untuk menentukan nilai tengah adalah median. Dari hasil uji normalitas data variabel mekanisme koping didapatkan bahwa data tidak berdistribusi normal, sehingga cut point yang digunakan adalah nilai median, yaitu 121. Maka variabel mekanisme koping dapat dikategorikan sebagai berikut:1) 0 = Maladaptif, jika skor < 1212) 1 = Adaptif, jika skor 121.b. Variabel karakteristik usia dikategorikan berdasarkan usia responden, yaitu dewasa awal (19-29 tahun) dan dewasa pertengahan (30-65 tahun). Maka variabel usia dapat dikategorikan sebagai berikut :

1) 0 jika usia responden < 30 tahun

2) 1 jika usia responden 30 tahunc. Variabel karakteristik jenis kelamin dikategorikan berdasarkan jenis kelamin responden, yaitu laki-laki dan perempuan. Maka variabel jenis kelamin dapat dikategorikan sebagai berikut :1) 0 jika jenis kelamin responden perempuan

2) 1 jika jenis kelamin responden laki-laki

d. Variabel karakteristik pendidikan dikategorikan berdasar tingkat pendidikan yang telah ditempuh responden. Variabel pendidikan dapat dikategorikan sebagai berikut :

1) 0 jika tingkat pendidikan responden < SMA

2) 1 jika tingkat pendidikan responden SMA1

6

Mekanisme koping pasien asma

Jenis Kelamin

Usia

Pendidikan

Adaptif

Maladaptif

19

21

STIKes Faletehan

STIKes Faletehan STIKes Faletehan