bab i

48
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Gambaran masyarakat Indonesia di masa depan yang ingin dicapai melalui pembangunan kesehatan adalah masyarakat, bangsa dan negara yang ditandai oleh penduduknya hidup dalam lingkungan dan dengan perilaku hidup sehat, memiliki kemampuan untuk menjangkau pelayanan kesehatan yang bermutu secara adil dan merata, serta memiliki derajat kesehatan yang setinggi – tingginya di seluruh wilayah Republik Indonesia. Visi yang ingin dicapai melalui pembangunan kesehatan tersebut dirumuskan sebagai “Indonesia Sehat 2010”. (Depkes, 1999) Untuk dapat mencapai tujuan pembangunan kesehatan, maka penyelenggaraan upaya kesehatan perlu memperhatikan kebijakan – kebijakan umum, diantaranya adalah peningkatan upaya kesehatan melalui pencegahan dan 1

Upload: sinar-rembulan

Post on 17-Dec-2015

216 views

Category:

Documents


2 download

DESCRIPTION

DIARE

TRANSCRIPT

BAB I

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Gambaran masyarakat Indonesia di masa depan yang ingin dicapai melalui pembangunan kesehatan adalah masyarakat, bangsa dan negara yang ditandai oleh penduduknya hidup dalam lingkungan dan dengan perilaku hidup sehat, memiliki kemampuan untuk menjangkau pelayanan kesehatan yang bermutu secara adil dan merata, serta memiliki derajat kesehatan yang setinggi tingginya di seluruh wilayah Republik Indonesia. Visi yang ingin dicapai melalui pembangunan kesehatan tersebut dirumuskan sebagai Indonesia Sehat 2010. (Depkes, 1999)Untuk dapat mencapai tujuan pembangunan kesehatan, maka penyelenggaraan upaya kesehatan perlu memperhatikan kebijakan kebijakan umum, diantaranya adalah peningkatan upaya kesehatan melalui pencegahan dan pengurangan angka kesakitan (morbiditas), angka kematian (mortalitas) dan kecacatan dalam masyarakat terutama pada bayi, anak balita dan wanita hamil, melahirkan dan masa nifas melalui upaya peningkatan (promosi) hidup sehat, pencegahan dan pemberantasan penyakit menular serta pengobatan dan rehabilitasi (Depkes, 1999).

Salah satu penyakit yang sering menyerang bayi dan anak balita adalah diare. Diare adalah keadaan kekerapan dan keenceran buang air besar dimana frekwensinya lebih dari 3 kali perhari dan banyaknya lebih dari 200 250 gram (Ilmu Penyakit Dalam, 1994 : 163). Penyakit diare terutama pada bayi perlu mendapatkan tindakan secepatnya karena dapat membawa bencana bila terlambat. Penyebabnya dapat disebabkan oleh beberapa faktor yakni : faktor infeksi baik enteral maupun infeksi parenteral, faktor malabsorpsi, faktor makanan seperti makanan basi, beracun, alergi terhadap makanan dan faktor psikologis (Ngastiyah, 1997)

Berdasarkan data yang diperoleh di bagian Medical Record RSUD. Syekh Yusuf Kabupaten Gowa tercatat mulai bulan Januari s.d April 2005 jumlah penderita diare sebanyak 68 orang (9,41 %) dari 722 jumlah penderita di Ruang Perawatan Anak.

Melihat tingginya angka kejadian ini maka perlu dilakukan upaya kesehatan termasuk pemberian pelayanan keperawatan yang komprehensif dengan menggunakan pendekatan proses keperawatan. Penerapan proses keperawatan pada penyakit diare diharapkan mampu mempercepat proses penyembuhan dan meningkatkan pengetahuan masyarakat dalam pencegahan terjadinya penyakit ini.

Berdasarkan uraian tersebut di atas maka penulis menyusun karya tulis dengan judul Asuhan keperawatan pada klien An. F.R dengan diare di Ruang Perawatan II Anak RSUD. Syekh Yusuf Kabupaten Gowa.B. Tujuan Penulisan

1. Tujuan Umum

Untuk memperoleh gambaran mengenai pelaksanaan asuhan keperawatan klien dengan diare di RSUD. Syekh Yusuf Kabupaten Gowa.2. Tujuan Khusus

a. Memperoleh pengalaman nyata dalam pengkajian, analisa, diagnosa keperawatan, yang terjadi pada anak dengan diare.

b. Memperoleh pengalaman nyata dalam menetapkan perencanaan asuhan keperawatan klien dengan diare.

c. Memperoleh pengalaman nyata dalam pelaksanaan asuhan keperawatan klien dengan diare.

d. Memperoleh pengalaman nyata dalam melaksanakan evaluasi klien dengan diare.e. Memperoleh pengalaman nyata dalam mendokumentasikan asuhan keperawatan pada klien dengan diare.

f. Memperoleh pengalaman nyata dalam membandingkan kesenjangan antara teori dengan kasus asuhan keperawatan pada klien dengan diare.C. Manfaat Penulisan

1. Sebagai bahan masukan bagi tenaga kesehatan di RSUD. Syekh Yusuf Kabupaten Gowa utamanya di bagian perawatan anak, agar dapat mengetahui dan menambah pengalaman secara jelas tentang asuhan keperawatan klien dengan diare pada anak baik di rumah maupun di rumah sakit.

2. Sebagai bahan bacaan di perpustakaan Akademi Keperawatan Putra Pertiwi Makassar.

3. Menambah pengetahuan penulis dalam melakukan asuhan keperawatan khususnya pada penyakit diare.

D. Metode dan Teknik Penulisan

Metode yang digunakan dalam penulisan karya tulis ilmiah ini adalah sebagai berikut :

1. Studi kepustakaan

Dalam hal ini penulis mempelajari buku buku kepustakaan, kumpulan mata kuliah dan bahan lain yang menunjang dalam pembahasan karya tulis ini.

2. Studi kasus

Berdasarkan hasil penentuan kasus penderita diare pada anak di bagian perawatan II anak di RSUD. Syekh Yusuf Kabupaten Gowa. Dalam pelayanan asuhan keperawatan menggunakan pendekatan proses keperawatan secara komprehensif mulai dari pengkajian, perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi.

Untuk menghimpun data / informasi dalam pengkajian dapat digunakan teknik :

a. Wawancara

Merupakan cara untuk memperoleh keterangan secara langsung dari keluarga tentang suatu masalah yang ingin diketahui melalui tanya jawab dengan keluarga.

b. Observasi

Merupakan pengalaman yang dilakukan dengan melihat dan mendengar sendiri dari keluarga tentang keadaan pasien yang dirawat di RSUD. Syekh Yusuf Kabupaten Gowa.3. Studi dokumentasi.

Mendapatkan data/informasi melalui catatan catatan arsip yang ada hubungannya dengan status kesehatan pasien.

4. Diskusi

Diskusi dengan perawat dan dokter yang ada di Ruang Perawatan II Anak RSUD. Syekh Yusuf Kabupaten Gowa serta pembimbing dalam proses penyelesaian karya tulis ini.

E. Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan karya tulis ini dibagi dalam 5 bab dengan susunan sebagai berikut :

BABI:Pendahuluan

Bab ini menguraikan tentang latar belakang, tujuan penulisan, manfaat penulisan, metode dan teknik penulisan serta sistematika penulisan.

BABII:Tinjauan teoritis

Bab ini menguraikan tentang konsep teori yang mendasari judul penulisan karya tulis ini yang terdiri dari :

A. Konsep dasar medik tentang konsep diare yang terdiri dari pengertian, anatomi fisiologi, etiologi, insiden, patofisiologi, manifestasi klinik, tes diagnostik, dan penatalaksanaan.B. Konsep dasar keperawatan yang terdiri dari pengkajian, diagnosa keperawatan, perencanaan, implementasi, evaluasi dan penyimpangan KDM.BABIII:Tinjauan kasus

Bab ini menguraikan tentang asuhan keperawatan pada klien An. F.R dengan diare di Ruang Perawatan II Anak RSUD. Syekh Yusuf Kabupaten Gowa.BABIV:Pembahasan

Bab ini menguraikan secara singkat tentang kesenjangan antara teori dan konsep keperawatan dengan kenyataan yang ada pada kasus yang dirawat.

BABV:Kesimpulan dan saran

A. Kesimpulan

B. Saran

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

BAB II

TINJAUAN TEORITISA. Konsep Dasar Medik

1. PengertianDiare ialah keadaan frekuensi buang air besar lebih dari 4 kali pada bayi dan lebih dari 3 kali pada anak; konsistensi faeces encer, dapat berwarna hijau atau dapat pula bercampur lendir dan darah atau lendir saja (Ngastiyah, 1997).

Diare adalah kehilangan cairan dan elektrolit secara berlebihan yang terjadi karena frekuensi satu kali atau lebih buang air besar dengan bentuk tinja yang encer atau cair (Suriadi dan Yuliani R, 2001).Diare adalah kondisi dimana terjadi frekuensi defekasi yang abnormal (lebih dari 3 kali/hari), serta perubahan dalam isi (lebih dari 200 g/hari) dan konsistensi (faeces cair). Hal ini biasanya dihubungkan dengan dorongan, ketidaknyamanan perianal, inkontinensia, atau kombinasi dari faktor-faktor ini. Adanya kondisi yang menyebabkan perubahan pada sekresi usus, absorbsi mukosal, atau motilitas dapat menimbulkan diare (Smeltzer, S.C, 2001).

Berdasarkan pengertian tersebut di atas maka penulis dapat menyimpulkan bahwa diare adalah suatu keadaan kehilangan cairan dan elektrolit secara berlebihan karena frekuensi buang air besar lebih dari 4 kali pada bayi dan lebih dari 3 kali pada anak dengan konsistensi tinja encer atau cair.

2. Anatomi Fisiologi

Menurut Smeltzer S.C (2001), anatomi fisiologi sistem pencernaan yaitu :Saluran gastrointestinal (GI) adalah jalur (panjang totalnya 23 sampai 26 kaki) yang berjalan dari mulut melalui esofagus, lambung, dan usus sampai anus. Esofagus terletak di mediastinum rongga torakal, anterior terhadap tulang punggung dan posterior terhadap trakea dan jantung. Selang yang dapat mengempis ini, yang panjangnya kira-kira 25 cm (10 inci), menjadi distensi bila makanan melewatinya.

Bagian sisa dari saluran gastrointestinal terletak di dalam rongga peritoneal. Lambung ditempatkan di bagian atas abdomen sebelah kiri dari garis tengah tubuh, tepat di bawah diafragma kiri. Lambung adalah suatu kantung yang dapat berdistensi dengan kapasitas kira-kira 1500 ml. Inlet ke lambung disebut pertemuan esofagogastrik. Bagian ini dikelilingi oleh cincin otot halus, disebut sfingter esofagus bawah (atau sfingter kardia), yang pada saat kontraksi, menutup lambung dari esofagus. Lambung dapat dibagi ke dalam empat bagian anatomis : kardia (jalan masuk), fundus, korpus, dan pilorus (outlet). Otot halus sirkuler di dinding pilorus membentuk sfingter piloris dan mengontrol lubang diantara lambung dan usus halus.

Usus halus adalah segmen paling panjang dari saluran gastrointestinal, yang jumlah panjangnya kira-kira dua pertiga dari panjang total saluran. Bagian ini membalik dan melipat diri yang memungkinkan kira-kira 7000 cm area permukaan untuk sekresi dan absorbsi. Usus halus dibagi ke dalam tiga bagian anatomik; bagian atas, disebut duodenum; bagian tengah disebut jejenum; dan bagian bawah disebut ileum. Duktus koledukus, yang memungkinkan untuk pasase baik empedu dan sekresi pankreas, mengosongkan diri ke dalam duodenum pada ampula Vater.

Pertemuan antara usus halus dan besar terletak di bagian bawah kanan duodenum. Ini disebut sekum. Pada pertemuan ini yaitu katup ileosekal, yang berfungsi untuk mengontrol pasase isi usus ke dalam usus besar dan mencegah refluks bakteri ke dalam usus halus. Pada tempat ini terdapat apendiks veriformis. Usus besar terdiri dari segmen asenden pada sisi kanan abdomen, segmen transversum yang memanjang dari abdomen atas kanan ke kiri, dan segmen desenden pada sisi kiri abdomen.

Bagian ujung dari usus besar terdiri dari dua bagian : kolon sigmoid dan rektum. Rektum berlanjut pada anal. Jalan keluar anal diatur oleh jaringan otot lurik yang membentuk baik sfingter internal dan eksternal.

Untuk melakukan fungsinya, semua sel tubuh memerlukan nutrien. Nutrien ini harus diturunkan dari masukan makanan yang terdiri dari protein, lemak, karbohidrat, vitamin dan mineral, serta serat selulosa dan bahan sayuran lain yang tidak bernilai nutrisi.

Fungsi utama pencernaan dari saluran gastrointestinal yang berhubungan dengan memberikan kebutuhan tubuh ini :

1) Memecahkan partikel makanan dalam bentuk molekular untuk dicerna.

2) Mengabsorbsi hasil pencernaan dalam bentuk molekul kecil ke dalam aliran darah.

3) Mengeliminasi makanan yang tidak tercerna dan terabsorbsi dan produk sisa lain dari tubuh.

Proses defekasi :

Defekasi adalah proses pembuangan atau pengeluaran sisa metabolisme berupa faeces dan flatus yang berasal dari saluran pencernaan melalui anus. Dalam proses defekasi terjadi 2 macam refleks yaitu :

a. Refleks defekasi intrinsik : refleks ini berawal dari faeces yang masuk ke rectum sehingga terjadi distensi rectum, yang kemudian menyebabkan rangsangan pada fleksus mienterikus dan terjadilah gerakan peristaltik. Setelah faeces tiba di anus secara sistematis sfingter interna relaksasi maka terjadilah defekasi.

b. Refleks defekasi parasimpatis : faeces yang masuk ke rectum akan merangsang saraf rectum yang kemudian diteruskan ke spinal cord. Dari spinal cord kemudian dikembalikan ke kolon desendens, sigmoid dan rectum yang menyebabkan intensifnya peristaltik, relaksasi sfingter internal, maka terjadilah defekasi.

Dorongan faeces juga dipengaruhi oleh kontraksi otot abdomen, tekanan diafragma dan kontraksi otot levator ani. Defekasi dipermudah oleh fleksi otot femur dan posisi jongkok. Gas yang dihasilkan dalam proses pencernaan adalah CO2, metana, H2S, O2 dan Nitrogen.

Faeces terdiri 75% air dan 25% materi padat. Faeces normal berwarna coklat karena pengaruh sterkobilin, mobilin dan aktivitas bakteri. Bau khas karena pengaruh mikroorganisme. Konsistensi lembek namun berbentuk.

Untuk lebih jelasnya lihat gambar saluran pencernaan di bawah ini :

Sumber : (Smeltzer S.C, 2001)3. Etiologi

Menurut Tjokronegoro A (2001), bahwa penyebab terjadinya diare adalah :

Diare dapat disebabkan oleh obat-obatan tertentu (penggantian hormon tiroid, pelunak faeces danlaksatif, antibiotik, kemoterapi dan antasida), pemberian makan per selang, gangguan metabolik dan endokrin (diabetes, Addison, tirotoksikosis), serta proses infeksi virus/bakteri (disentri, Shigelosis, keracunan makanan). Proses penyakit lain yang dihubungkan dengan diare adalah gangguan nutrisi dan mal absorpsi (sindrom usus peka, kolitis ulseratif, enteritis regional, dan penyakit seliaka), defisit sfingter anal, sindrom Zollinger-Ellison, paralitik ileus, dan obstruksi usus.

4. Insiden

Menurut Tjokronegoro A (2001) insiden yang terjadi yakni :

Setiap tahun diperkirakan lebih dari satu milyar kasus diare di dunia dengan 3,3 juta kasus kematian sebagai akibatnya. Kombinasi paparan lingkungan yang patogenik, diet yang tidak memadai, malnutrisi menunjang timbulnya kesakitan dan kematian karena diare. Hal itu terjadi lebih dari satu milyar episode diare setiap tahun, dengan 2 3 % kemungkinan jatuh kedalam keadaan dehidrasi.

Misnadiarly menyebutkan bahwa diare masih saja menjadi masalah kesehatan di Indonesia, dapat terjadi pada anak anak, dewasa turis atau wisatawan asing maupun domestik. Sampai dengan tahun 1985 penyakit diare masih menempati urutan pertama dari kematian di Indonesia.

Data Departemen Kesehatan RI, menyebutkan bahwa angka kesakitan diare di Indonesia saat ini adalah 230 330 per 1000 penduduk untuk semua golongan umur.

5. Patofisiologi

Menurut Tjokronegoro A (2001) patofisiologinya adalah

Diare dapat disebabkan oleh suatu atau lebih dari mekanisme/patofisiologi di bawah ini :

a. Diare sekresi biasanya diare dengan volume banyak disebabkan oleh peningkatan produksi dan sekresi air serta elektrolit oleh mukosa usus ke dalam lumen usus.

b. Diare osmotik terjadi bila air terdorong ke dalam usus oleh tekanan osmotik dari partikel yang tidak dapat diabsorbsi, sehingga reabsorbsi air menjadi lambat.

c. Diare campuran disebabkan oleh peningkatan kerja peristaltik dari usus (biasanya karena penyakit usus inflamasi) dan kombinasi peningkatan sekresi atau penurunan absorbsi dalam usus.

d. Diare akibat infeksi terutama ditularkan secara fekal oral. Hal ini disebabkan masukan minuman atau makanan yang terkontaminasi tinja ditambah dengan ekskresi yang buruk, makanan yang tidak matang, bahkan yang disajikan tanpa dimasak.

e. Diare disebabkan oleh infeksi bakteri terbagi dua yaitu :

1) Bakteri non invasif.

Toksin yang diproduksi bakteri akan terikat pada mukosa usus halus namun tidak merusak mukosa.

2) Bakteri intern invasif

Diare menyebabkan kerusakan dinding usus berupa nekrosis dan ulcerasi yang bersifat sekretorik eksudatif. Cairan diare dapat bercampur lendir dan darah.

6. Manifestasi Klinik

Menurut Tjokronegoro A (2001) manifestasi klinik yang terjadi adalah :

Frekuensi defekasi meningkat bersamaan dengan meningkatnya kandungan cairan dalam faeces. Pasien mengeluh kram perut, distensi, gemuruh usus (borborigimus), anorexia, dan haus. Kontraksi spasmodik yang nyeri dan peregangan yang tidak efektif pada anus (tenesmus), dapat terjadi pada setiap defekasi. Diare dapat eksplosif atau bertahap dalam sifat dan awitan. Gejala yang berkaitan langsung dalam diare, diantaranya adalah dehidrasi dan kelemahan.

Diare yang berlangsung beberapa waktu tanpa penanggulangan medis yang adekuat, dapat menyebabkan kematian karena kekurangan cairan di badan yang mengakibatkan renjatan hipovolemik atau karena gangguan biokimiawi berupa asidosis metabolik yang lanjut. Karena kehilangan cairan, seseorang akan merasa haus, berat badan berkurang, mata menjadi cekung, lidah kering, tulang pipi menonjol, turgor kulit menurun serta suara menjadi serak. Keluhan dan gejala ini disebabkan deplesi air yang isotonik.Faeces berair adalah karakteristik dari penyakit usus halus, sedangkan faeces semipadat lebih sering dihubungkan dengan gangguan kolon. Faeces yang sangat besar dan berminyak menunjukkan malabsorpsi usus, dan adanya mukus dan pus dalam faeces menunjukkan enteritis inflamasi atau kolitis. Droplet minyak dalam air toilet menegakkan diagnosa insufisiensi pankreas. Diare nokturnal mungkin manifestasi dari neuropati diabetik (Smeltzer Suzanne C, 2001).

7. Tes Diagnostik

Menurut Mansjoer A (2001) pemeriksaan diagnostik pada diare dilakukan :

Apabila penyebab diare tidak terbukti maka tes diagnostik berikut harus dilakukan : hitung darah lengkap, sifat kimia, urinalisis, dan pemeriksaan faeces rutin serta pemeriksaan faeces untuk organisme infeksius atau parasit. Proktosigmoidoskopi dan enema barium mungkin juga perlu dilakukan.

8. PenatalaksanaanMenurut Mansjoer A (2001) Pada orang dewasa, penatalaksanaan diare akut akibat infeksi terdiri atas :

a. Rehidrasi sebagai prioritas utama pengobatan.

Empat hal penting yang perlu diperhatikan adalah :

1)Jenis cairan

Pada diare akut yang ringan dapat diberikan oralit. Diberikan cairan Ringer Laktat, bila tak tersedia dapat diberikan cairan NaCl isotonik ditambah satu ampul Na bikarbonat 7,5 % 50 ml.

1) Jumlah cairan

Jumlah cairan diberikan sesuai dengan jumlah cairan yang dikeluarkan. Kehilangan cairan tubuh dapat dihitung dengan beberapa cara :

Tabel 1. Metode Pierce yang berdasarkan keadaan klinis :

Derajat DehidrasiKebutuhan cairan (X kg BB)

Ringan5 %

Sedang8 %

Berat10 %

Sumber : Kapita Selekta Kedokteran, Mansjoer Arif (2001)Tabel 2. Metode Daldiyono, berdasarkan keadaan klinis yang diberi penilaian/skor :

KlinisSkor

Muntah

Suara serak

Kesadaran apatis

Kesadaran somnolen, stupor/coma

Tensi sistolik kurang/sama 90 mmHg

Nadi lebih atau sama dengan 120x/menit

Nafas Kussmaul/lebih 20x/menit

Turgor kulit kurang

Mata dan pipi cekung

Jari tangan keriput

Sianosis

Umur 50 tahun ke atas

Umur 60 tahun ke atas1

2

1

2

2

1

1

1

2

1

2

-1

-2

Sumber : Kapita Selekta Kedokteran, Mansjoer Arif (2001)Kebutuhan cairan :

2) Jalan masuk atau cara pemberian

Rute pemberian cairan pada orang dewasa dapat dipilih oral atau iv.

3) Jadwal pemberian cairan

Rehidrasi dengan perhitungan kebutuhan cairan berdasarkan metode Daldyono diberikan pada 2 jam pertama. Selanjutnya dilakukan penilaian kembali status hidrasi untuk memperhitungkan kebutuhan cairan. Rehidrasi diharapkan terpenuhi lengkap pada akhir jam ke-3.

b. Identifikasi penyebab diare akut karena infeksi

Secara klinis, tentukan jenis diare koleriform atau disentriform. Selanjutnya dilakukan pemeriksaan penunjang yang terarah.

c. Terapi simtomatik

Obat antidiare bersifat simtomatik dan diberikan sangat hati-hati atas pertimbangan yang rasional.

Tabel 3. Sifat beberapa golongan obat antidiare

SifatGolongan

Antimotilitas dan sekresi ususTurunan opiat

Difenoksilat (Lomotil)

Loperamid (Imodium)

Kodein HCl / Fosfat

AntiemetikMetoklopramid

Prokloprazin

Domperidon

Sumber:Kapita Selekta Kedokteran, Mansjoer Arif, 2001.Antimotilitas dan sekresi usus seperti loperamid, sebaiknya jangan dipakai pada infeksi salmonella, shigela, dan kolitis pseudomembran, karena akan memperburuk diare yang diakibatkan bakteri enteroinvasif akibat perpanjangan waktu kontak antara bakteri dengan epitel usus. Bila pasien amat kesakitan, maka dapat diberikan obat antimotilitas dan sekresi usus di atas dalam jangka pendek selama 1 2 hari saja dengan 3 4 tablet/hari, serta memperhatikan ada tidaknya glaukoma dan hipertrofi prostat. Pemberian antiemetik pada anak remaja, seperti metoklopramid, dapat menimbulkan kejang akibat rangsangan ekstrapiramidal.

d. Terapi definitif

Pemberian edukasi yang jelas sangat penting sebagai langkah pencegahan. Higiene perorangan, sanitasi lingkungan, dan imunisasi melalui vaksinasi sangat berarti, selain terapi farmakologi yang tertera pada tabel berikutl

Tabel. 4. Daftar obat dan dosis berdasarkan penyebab diare

PenyebabObatDosis (per hari)Jangka Waktu

1234

Kolera eltor

E. Coli

Salmonelosis

Shigelosis

Amebiasis

Giardiasis

Kandidosis

VirusTetrasiklin

Kotrimoksazol

Kloramfenikol

Tak memerlu-kan terapi

Ampisillin

Kotrimoksazol

Siprofloksasin

Ampisillin

Kloramfenikol

Metronidazol

Tinidazol

Secnidazol

Tetrasiklin

Kuinakrin

Klorokuin

Metronidazol

Mikostatin

Simtomatik & suportik4 x 500 mg

2 x 3 tab (awal)

2x2 tab

4x500 mg

4x1 g

4x500 mg

2x500 mg

4x1 g

4x500 mg

4x500 mg

1x2 g

1x2 g

4x500 mg

3x100 mg

3x100 mg

3x250 mg

3x500.000 Unit3 hari

6 hari

7 hari

10-14 hari

10-14 hari

3-5 hari

5 hari

5 hari

3 hari

3 hari

3 hari

10 hari

7 hari

5 hari

7 hari

10 hari

Sumber:Kapita Selekta Kedokteran, Mansjoer Arif, 2001.B. Konsep Asuhan Keperawatan

1. Pengkajian

Riwayat kesehatan diambil untuk mengidentifikasi awitan pola diare serta pola eliminasi pasien sebelumnya. Terapi obat-obatan saat ini, riwayat medis dan bedah terdahulu, asupan diet harian, dan jadwal makan didiskusikan. Laporan tentang pajanan terakhir terhadap penyakit akut atau perjalanan ke area geografis lain adalah penting. Pasien juga ditanya tentang kram abdomen dan nyeri, frekuensi dan dorongan mengeluarkan faeces, adanya faeces cair atau berminyak, mukus, pus, dan darah dalam faeces.Pengkajian objektif mencakup penimbangan berat badan pasien, mengkaji terhadap adanya hipotensi postural atau takikardia, dan inspeksi faeces dalam hal konsistensi, bau, dan warna. Auskultasi abdomen menunjukkan adanya bising usus dan karakternya. Distensi abdomen atau nyeri tekan perlu diperhatikan. Membran mukosa dan kulit diinspeksi untuk menentukan status hidrasi. Kulit perianal diinspeksi terhadap adanya iritasi (Smetlzer Suzanne C, 2001).

2. Diagnosa Keperawatan

Menurut Smeltzer Suzanne C (2001), diagnosa keperawatan yang biasa muncul pada penderita diare yakni :1.Diare berhubungan dengan infeksi, ingesti makanan pengiritasi, atau gangguan usus.

2.Risiko terhadap kekurangan volume cairan berhubungan dengan pasase faeces yang sering dan kurangnya asupan cairan.

3.Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan gangguan absorbsi nutrien.

4.Ansietas berhubungan dengan eliminasi yang sering dan tidak terkontrol.

5.Risiko terhadap kerusakan integritas kulit berhubungan dengan pasase faeces yang sering atau encer.

3. Perencanaan

1.Diare berhubungan dengan infeksi, ingesti makanan pengiritasi, atau gangguan usus.

Tujuan : Peningkatan pola defekasi normal.

Intervensi :

1) Observasi dan catat frekuensi defekasi, karakteristik, jumlah dan faktor pencetus.

Rasional:Membantu membedakan penyakit individu dan mengkaji beratnya episode.

2) Tingkatkan tirah baring, berikan alat alat disamping tempat tidur.

Rasional:Istirahat menurunkan motilitas usus juga menurunkan laju metabolisme bila infeksi atau perdarahan sebagai komplikasi.

3) Buang faeces dengan cepat, berikan pengharum ruangan.

Rasional:Menurunkan bau tak sedap untuk menghindari rasa malu pasien.

4) Identifikasi makanan dan cairan yang mencetuskan diare.

Rasional:Menghindarkan iritan meningkatkan istirahat usus.

5) Mulai lagi pemasukan cairan peroral secara bertahap.

Rasional:Memberikan istirahat kolon dengan menghilangkan atau menurunkan rangsang makanan/cairan.

6) Berikan kesempatan untuk menyatakan frustasi sehubungan dengan proses penyakit.

Rasional:Adanya penyakit dengan penyebab tak diketahui sulit untuk sembuh dan yang memerlukan intervensi bedah dapat menimbulkan reaksi stress yang dapat memperburuk situasi.

7) Observasi demam, takikardia, letargi, leukositosis, penurunan protein serum, ansietas dan kelesuan.

Rasional:Tanda bahwa toksik megakolon atau perforasi dan peritonitis akan terjadi/telah terjadi memerlukan intervensi medik segera.

8) Berikan obat sesuai indikasi (Antikolinergik, Loperamid/Imodium) dsb.

Rasional:Antikolinergik menurunkan motilitas/peristaltik GI dan menurunkan sekresi digestif untuk menghilang-kan kram dan diare. Loperamid diperlukan untuk diare menetap/berat.

2.Risiko terhadap kekurangan volume cairan berhubungan dengan pasase faeces yang sering dan kurangnya asupan cairan.

Tujuan:Mempertahankan volume cairan adekuat dibuktikan oleh membran mukosa lembab, turgor kulit baik, dan pengisian kapiler baik, tanda vital stabil, keseimbangan masukan dan haluaran dengan urine normal dalam konsentrasi/jumlah.

Intervensi :

1) Awasi masukan dan haluaran, karakter, dan jumlah faeces, perkirakan kehilangan yang tak terlihat, misalnya berkeringat.

Rasional:Memberikan informasi tentang keseimbangan cairan, fungsi ginjal, dan kontrol penyakit usus juga merupakan pedoman untuk penggantian cairan.

2) Kaji tanda vital (TD, nadi, suhu).

Rasional:Hipotensi (termasuk postural), takikardia, demam dapat menunjukkan respons terhadap dan/atau efek kehilangan cairan.

3) Observasi kulit kering berlebihan dan membran mukosa, penurunan turgor kulit, pengisian kapiler lambat.

Rasional:Menunjukkan kehilangan cairan berlebihan / dehidrasi.

4) Ukur berat badan tiap hari.

Rasional:Indikator cairan dan status nutrisi.

5) Pertahankan pembatasan per oral, tirah baring, hindari kerja.

Rasional:Kolon diistirahatkan untuk penyembuhan dan untuk menurunkan kehilangan cairan usus.

6) Observasi perdarahan dan tes faeces tiap hari untuk adanya darah samar.

Rasional:Diet tak adekuat dan penurunan absorpsi dapat menimbulkan defisiensi vitamin K dan merusak koagulasi, potensial resiko perdarahan.

7) Catat kelemahan otot umum atau disritmia jantung.

Rasional:Kehilangan usus berlebihan dapat menimbulkan ketidakseimbangan elektrolit mis, kalium, yang perlu untuk fungsi tulang dan jantung. Gangguan minor pada kadar serum dapat mengakibatkan adanya dan/atau gejala ancaman hidup.

8) Kolaborasi dokter berikan cairan parenteral sesuai indikasi.

Rasional:Mempertahankan istirahat usus akan memerlukan penggantian cairan untuk memperbaiki kehilangan/anemia.

9) Awasi hasil laboratorium, contoh elektrolit.

Rasional:Menentukan kebutuhan penggantian dan keefektifan terapi.

10) Berikan obat sesuai indikasi (antidiare, antiemetik dsb).

Rasional:Menurunkan kehilangan cairan dari usus.

3.Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan gangguan absorbsi nutrien.

Tujuan:Menunjukkan berat badan stabil atau peningkatan berat badan sesuai sasaran dengan nilai laboratorium normal dan tak ada tanda malnutrisi.

Intervensi :

1) Timbang berat badan tiap hari.

Rasional:Memberikan informasi tentang kebutuhan diet/keefektifan terapi.

2) Dorong tirah baring dan / atau pembatasan aktivitas selama fase sakit akut.

Rasional:Menurunkan kebutuhan metabolik untuk mencegah penurunan kalori dan simpanan energi.

3) Anjurkan istirahat sebelum makan.

Rasional:Menenangkan pristaltik dan meningkatkan energi untuk makan.

4) Berikan kebersihan oral

Rasional:Mulut yang bersih dapat meningkatkan rasa makan.

5) Sediakan makanan dalam ventilasi yang baik, lingkungan menyenangkan dengan situasi tidak terburu-buru.

Rasional:Lingkungan yang menyenangkan menurunkan stres dan lebih kondusif untuk makan.

6) Batasi makanan yang dapat menyebabkan kram abdomen, flatus.

Rasional:Mencegah serangan akut/eksaserbasi gejala.

7) Catat masukan dan perubahan simptomatologi.

Rasional:Memberikan rasa kontrol pada pasien dan kesempatan untuk memilih makanan yang diinginkan / dinikmati, dapat meningkatkan masukan.

8) Dorong pasien untuk menyatakan perasaan masalah mulai makan diet.

Rasional:Keragu-raguan untuk makan mungkin diakibatkan oleh takut makanan akan menyebabkan eksaserbasi gejala.

4.Ansietas berhubungan dengan eliminasi yang sering dan tidak terkontrol.

Tujuan:Menunjukkan rileks dan melaporkan penurunan ansietas sampai tingkat dapat ditangani.

Intervensi :

1) Catat petunjuk perilaku mis, gelisah, peka rangsang, menolak, kurang kontak mata, perilaku menarik perhatian.

Rasional:Indikator derajat ansietas/stres mis, pasien dapat merasa tidak terkontrol di rumah, kerja/masalah pribadi.

2) Dorong menyatakan perasaan. Berikan umpan balik.

Rasional:Membuat hubungan terapeutik. Membantu pasien/orang terdekat dalam mengidentifikasi masalah yang menyebabkan stres. Pasien dengan diare berat dapat ragu-ragu untuk meminta bntuan karena takut terhadap staf.

3) Akui bahwa ansietas dan masalah mirip dengan yang diekspresikan orang lain. Tingkatkan perhatian mendengar pasien.

Rasional:Validasi bahwa perasaan normal dapat membantu menurunkan stres/isolasi dan meyakini bahwa saya satu-satunya.

4) Berikan informasi yang akurat dan nyata tentang apa yang dilakukan.

Rasional:Keterlibatan pasien dalam perencanaan perawatan memberikan rasa kontrol dan membantu menurunkan ansietas.

5) Berikan lingkungan tenang dan istirahat.

Rasional:Memindahkan pasien dari stres luar meningkatkan relaksasi; membantu menurunkan ansietas.

6) Dorong pasien/orang terdekat untuk menyatakan perhatian, perilaku perhatian.

Rasional:Tindakan dukungan dapat membantu pasien merasa stres berkurang, memungkinkan energi untuk ditujukan pada penyembuhan/perbaikan.

7) Bantu pasien untuk mengidentifikasi/memerlukan perilaku koping yang digunakan pada masa lalu.

Rasional:Perilaku yang berhasil dapat dikuatkan pada penerimaan masalah/stres saat ini, meningkatkan rasa kontrol diri pasien.

8) Bantu pasien belajar mekanisme koping baru, mis, teknik mengatasi stres, keterampilan organisasi.

Rasional:Belajar cara baru untuk mengatasi masalah dapat membantu dalam menurunkan stres dan ansietas, meningkatkan kontrol penyakit.

9) Berikan obat sesuai indikasi (sedatif).

Rasional:Dapat digunakan untuk menurunkan ansietas dan memudahkan istirahat.

5.Risiko terhadap kerusakan integritas kulit berhubungan dengan pasase faeces yang sering atau encer.

Tujuan:Mempertahankan integritas kulit perianal

Intervensi :

1) Lap dan keringkan area setelah defekasi.

Rasional:Pembersihan dapat mengontrol bau dan menghilangkan substansi pengiritasi, sabun dengan parfum cenderung mengeringkan kulit.

2) Bersihkan area perianal setelah defekasi dengan bola kapas.

Rasional:Bola kapas bersifat halus sehingga mencegah terjadinya iritasi akibat gesekan dengan kulit.

3) Berikan pelindung kulit dan barier pelembab sesuai kebutuhan.

Rasional:Pelindung kulit mengurangi kontak kulit perineal dengan asam dan cairan faeces.

4. ImplementasiSelama periode diare akut, pasien didorong untuk beristirahat di tempat tidur, minum cairan dan makan makanan rendah serat sampai periode akut berkurang. Apabila asupan makanan ditoleransi, diet saring dari semi padat hingga padat dianjurkan. Minuman yang mengandung kafein dan karbonat dibatasi karena akan merangsang motilitas usus. Makanan yang sangat panas atau sangat dingin harus dihindari. Produk susu, lemak, produk gandum, buah segar, dan sayuran dibatasi selama beberapa hari. Obat-obatan anti diare seperti defenoksilat (Lomotil) diberikan sesuai resep.

Keseimbangan cairan sulit dipertahankan selama episode akut karena faeces didorong melalui usus terlalu cepat untuk memungkinkan absorpsi air, haluaran melebihi asupan.

Kesempatan diberikan pada pasien untuk mengekspresikan rasa takut dan kekhawatiran tentang akan merasa malu akibat kurang kontrol terhadap eliminasi usus. Ketakutan akan rasa malu ini sering menjadi masalah utama.

Area perianal mengalami eksoriasi akibat faeces diare yang mengandung enzim yang dapat mengiritasi kulit. Perawat menginstruksikan pasien untuk mengikuti rutinitas perawatan kulit.

5. Evaluasi

Hasil yang diharapkan :

a. Melaporkan pola defekasi normal.

b. Mempertahankan keseimbangan cairan

1) Mengkonsumsi cairan peroral dengan adekuat.

2) Melaporkan tidak ada keletihan dan kelemahan otot.

3) Menunjukkan membran mukosa lembab dan turgor jaringan normal.

4) Mengalami keseimbangan asupan dan haluaran.

5) Mengalami berat jenis urin normal.

c. Menunjukkan berat badan stabil atau peningkatan berat badan sesuai sasaran dengan nilai laboratorium normal dan tak ada tanda malnutrisi.

d. Mengalami penurunan tingkat ansietas

e. Mempertahankan integritas kulit.

1) Mempertahankan kulit tetap bersih setelah defekasi.

2) Menggunakan pelembab atau salep sebagai barier kulit. 1 2 3 4

PAGE 12

_1159024484.unknown