bab i

67
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bayi yang lahir dengan keadaan sehat serta memiliki anggota tubuh yang lengkap dan sempurna merupakan harapan dari seorang Ibu dan seluruh keluarga.Namun terkadang pada beberapa keadaan tertentu didapati bayi yang lahir kurang sempurna karena mengalami kelainan bentuk anggota tubuh. Salah satu kelainan adalah kelainan bawaan pada kaki yang sering dijumpai pada bayi yaitu kaki bengkok atau CTEV(Congenital Talipes Equino Varus). CTEV adalah salah satu anomali ortopedik kongenital yang sudah lama dideskripsikan oleh Hippocrates pada tahun 400 SM (Miedzybrodzka,2002). CTEV atau biasa disebut Clubfoot merupakan istilah umum untuk menggambarkan deformitas umum dimana kaki berubah/bengkok dari keadaan atau posisi normal.Beberapa dari deformitas kaki termasuk deformitas ankle disebut dengan talipes yang berasal dari kata talus (yang artinya ankle) dan pes (yang berarti kaki).Deformitas kaki dan ankle dipilah tergantung dari posisi kelainan ankle dan kaki. Deformitas talipes diantaranya :

Upload: radna-detra

Post on 16-Dec-2015

11 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

muskuloskeletal

TRANSCRIPT

BAB IPENDAHULUAN

1.1 Latar BelakangBayi yang lahir dengan keadaan sehat serta memiliki anggota tubuh yang lengkap dan sempurna merupakan harapan dari seorang Ibu dan seluruh keluarga.Namun terkadang pada beberapa keadaan tertentu didapati bayi yang lahir kurang sempurna karena mengalami kelainan bentuk anggota tubuh. Salah satu kelainan adalah kelainan bawaan pada kaki yang sering dijumpai pada bayi yaitu kaki bengkok atau CTEV(Congenital Talipes Equino Varus). CTEV adalah salah satu anomali ortopedik kongenital yang sudah lama dideskripsikan oleh Hippocrates pada tahun 400 SM (Miedzybrodzka,2002).CTEV atau biasa disebut Clubfoot merupakan istilah umum untuk menggambarkan deformitas umum dimana kaki berubah/bengkok dari keadaan atau posisi normal.Beberapa dari deformitas kaki termasuk deformitas ankle disebut dengan talipes yang berasal dari kata talus (yang artinya ankle) dan pes (yang berarti kaki).Deformitas kaki dan ankle dipilah tergantung dari posisi kelainan ankle dan kaki. Deformitas talipes diantaranya : Talipes Varus : inversi atau membengkok ke dalam. Talipes Valgus : eversi atau membengkok ke luar. Talipes Equinus : plantar fleksi dimana jari-jari lebih rendah daripada tumit. Talipes Calcaneus : dorsofleksi dimana jari-jari lebih tinggi daripada tumit.Clubfoot yang terbanyak merupakan kombinasi dari beberapa posisi dan angka kejadian yang paling tinggi adalah tipe Talipes Equino Varus (TEV) dimana kaki posisinya melengkung ke bawah dan ke dalam dengan berbagai tingkat keparahan. Unilateral clubfoot lebih umum terjadi dibandingkan tipe bilateral dan dapat terjadi sebagai kelainan yang berhubungan dengan sindroma lain seperti aberasi kromosomal, artrogriposis (imobilitas umum dari persendian), cerebral palsy atau spina bifida.Frekuensi clubfoot dari populasi umum adalah 1:700 sampai 1:1000 kelahiran hidup dimana anak laki-laki dua kali lebih sering daripada perempuan.Berdasarkan data, 35% terjadi pada kembar monozigot dan hanya 3% pada kembar dizigot.Ini menunjukkan adanya peranan faktor genetika.Insidensi pada laki-laki 65% kasus, sedangkan pada perempuan 30-40% kasus. Pada pasien pengambilan cairan amnion, deformitas ekstrimitas bawah kira-kira mencapai 1-1,4% kasus. Sedangkan pada ibu yang mengalami pecah ketuban kira-kira terdapat 15% kasus.Epidemiologi CTEV terbanyak pada kasus-kasus amniotik.1.2 Rumusan masalah1. Apa yang dimaksud dengan CTEV?2. Apa saja etiologi CTEV? 3. Bagaimana patofisiologi dari CTEV ?4. Bagaimana asuhan keperawatan untuk klien dengan CTEV ?1.3 TujuanTujuan UmumMengetahui dan memahami patofisiologi dan asuhan keperawatan klien dengan CTEV.

Tujuan Khusus1. Mengetahui definisi CTEV.2. Mengetahui penyebab dari CTEV.3. Mengetahui klasifikasi dari CTEV.4. Mengetahui patofisiologi dari CTEV.5. Mengetahui manifestasi klinis dari CTEV.6. Mengetahui pemeriksaan diagnostik CTEV.7. Mengetahui penatalaksanaan pada klien dengan CTEV.8. Mengetahui komplikasi dari CTEV.9. Mengetahui asuhan keperawatan pada klien dengan CTEV.1.4 Manfaat1. Mahasiswa dapat memahami konsep teori dan patofisiologis dari CTEV.2. Mahasiswa mengetahui asuhan keperawatan pada klien dengan CTEV.3. Mahasiswa serta masyarakat dapat menggunakan makalah ini sebagai referensi untuk menambah ilmu pengetahuan.

BAB IITINJAUAN TEORI

2.1 DefinisiCTEV adalah salah satu anomali ortopedik kongenital yang sudah lama dideskripsikan oleh Hippocrates pada tahun 400 SM (Miedzybrodzka, 2002)CTEV/ Club Foot adalah deformitas yang meliputi fleksi dari pergelangan kaki, inversi dari tungkai, adduksi dari kaki depan, dan rotasi media dari tibia (Priciples of Surgery, Schwartz).CTEV atau Congenital Talipes Equino Varus atau yang disebut juga dengan club foot adalah kelainan kongenital yang umum ditemukan.Kelainan ini mengakibatkan kaki terlihat berotasi ke dalam terhadap ankle (mata kaki). Kelainan ini banyak terjadi di Amerika Serikat, terdapat 1-2 kasus dalam 1000 kelahiran hidup dan 50% diantaranya menyerang kedua kaki (bilateral).

Club foot /CTEV (Congeintal Talipes Equino Varus) adalah kelainan yang meliputi fleksi dari pergelangan kaki, inversi dari tungkai, adduksi dari kaki depan, dan rotasi media dari tibia (Priciples of Surgery, Schwartz). Congenital Talipes Equino Varus (CTEV) atau biasa disebut Clubfoot merupakan istilah umum yang digunakan untuk menggambarkan deformitas umum dimana kaki berubah dari posisi normal yang umum terjadi pada anak-anak. CTEV adalah deformitas yang meliputi fleksi dari pergelangan kaki, inversi dari tungkai, adduksi dari kaki depan, dan rotasi media dari tibia (Priciples of Surgery, Schwartz). Talipes berasal dari kata talus (ankle) dan pes (foot), menunjukkan suatu kelainan pada kaki (foot) yang menyebabkan penderitanya berjalan pada ankle-nya. Sedang Equinovarus berasal dari kata equino (meng.kuda) dan varus (bengkok ke arah dalam/medial).Congenital Talipes Equino Varus adalah deformitas kaki yang tumitnya terpuntir ke dalam garis tungkai dan kaki mengalami plantar fleksi. Keadaan ini disertai dengan meningginya tepi dalam kaki (supinasi) dan pergeseran bagian anterior kaki sehingga terletak di medial aksis vertikal tungkai (adduksi). Dengan jenis kaki seperti ini arkus lebih tinggi (cavus) dan kaki dalam keadaan equinus (plantar flexi). Congenital Talipes Equino Varus adalah suatu kondisi di mana kaki pada posisi Plantar flexi talocranialis karena m. Tibialis anterior lemah, Inversi ankle karena m. Peroneus longus, brevis dan tertius lemah, Adduksi subtalar dan midtarsal.Talipes berasal dari kata Talus yang berarti ankle (mata kaki) dan Pes yang berarti adanya kelainan pada kaki sAehingga mengakibatkan penderita berjalan menggunakan mata kakinya, sedangkan Equino berarti seperti kuda, Varus adalah bengkok kedalam. Jadi pada penderita dengan CTEV, memiliki 3 kondisi medis, yakni:1. Kaki depan tertarik kedalam (adduction) sehingga telapak kaki menghadap ke atas (supination)2. Tumit kedalam (inversion)3. Pergelangan kaki atau ankle dalam keadaan bengkok ke dalam (plantar flexion).Beberapa kelainan dari mata kaki (Talipes) adalah: Talipes Varus: inversi atau membengkok ke dalam Talipes Valgus: eversi atau membengkok ke luar Talipes Equinus: plantar fleksi dimana jari-jari lebih rendah daripada tumit. Talipes Calcaneus: dorsofleksi dimana jari-jari lebih tinggi daripada tumit.

Gambar: Contoh Kaki Penderita CTEV (Foto by Google Image)

2.2 Etiologi Etiologi Congenital Talipes Equino Varus sampai saat ini belum diketahui pasti tetapi diduga ada hubunganya dengan : Persistence of fetal positioning, Genetic, Cairan amnion dalam ketuban yang terlalu sedikit pada waktu hamil (oligohidramnion), Neuromuscular disorder (Kadang kala ditemukan bersamaan dengan kelainan lain seperti Spina Bifida atau displasia dari rongga panggul). Adapun Teori tentang etiologi CTEV antara lain: a. Faktor mekanik intrauterTeori tertua oleh Hipokrates.Dikatakan bahwa kaki bayi ditahan pada posisi equinovarus karena kompresi eksterna uterus.Parker (1824) dan Browne (1939) mengatakan bahwa oligohidramnion mempermudah terjadinya penekanan dari luar karena keterbatasan gerak fetus.b. Defek neuromuskular Beberapa peneliti percaya bahwa CTEV selalu karena adanya defek neuromuskular, tetapi banyak penelitian tidak menemukan adanya kelainan histologis dan elektromiografi.c. Defek sel plasma primer Setelah melakukan pembedahan pada 11 kaki CTEV dan 14 kaki normal; Irani & Sherman menemukan bahwa pada kasus CTEV, leher talus selalu pendek, diikuti rotasi bagian anterior ke arah medial dan plantar; diduga karena defek sel plasma primer.d. Perkembangan vetus terhambate. HerediterAdanya faktor poligenik mempermudah fetus terpapar faktor-faktor eksternal, seperti infeksi Rubella dan pajanan talidomid (Wynne dan Davis).f. Vaskular Atlas dkk.(1980) menemukan abnormalitas vaskulatur berupa hambatan vascular setinggi sinus tarsalis pada kasus CTEV. Pada bayi dengan CTEV didapatkan muscle wasting di bagian ipsilateral, mungkin karena berkurangnya perfusi arteri tibialis anterior selama masa perkembangan.Ada beberapa teori yang kemungkinan berhubungan dengan CTEV:a. Teori kromosomal, antara lain defek dari sel germinativum yang tidak dibuahi dan muncul sebelum fertilisasi.b. Teori embrionik, antara lain defek primer yang terjadi pada sel germinativum yang dibuahi (dikutip dari Irani dan Sherman) yang mengimplikasikan defek terjadi antara masa konsepsi dan minggu ke-12 kehamilan.c. Teori otogenik, yaitu teori perkembangan yang terhambat, antara lain hambatan temporer dari perkembangan yang terjadi pada atau sekbvitar minggu ke-7 sampai ke-8 gestasi. Pada masa ini terjadi suatu deformitasclubfoot yang jelas, namun bila hambatan ini terjadi setelah minggu ke-9, terjadilah deformitasclubfoot yang ringan hingga sedang. Teori hambatan perkembangan ini dihubungkan dengan perubahan pada faktor genetic yang dikenal sebagai Cronon.Cronon ini memandu waktu yang tepat dari modifikasi progresif setiap struktur tubuh semasa perkembangannya. Karenanya, clubfoot terjadi karena elemen disruptif (lokal maupun umum) yang menyebabkan perubahan faktor genetic (cronon).d. Teori fetus, yakni blok mekanik pada perkembangan akibatintrauterine crowding.e. Teori neurogenik, yakni defek primer pada jaringan neurogenik.f. Teori amiogenik, bahwa defek primer terjadi di otot.g. Sindrom Edward, yang merupakan kelainan genetic pada kromosom nomer 18h. Pengaruh luar seperti penekanan pada saat bayi masih didalam kandungan dikarenakan sedikitnya cairan ketuban (oligohidramnion)i. Dapat dijumpai bersamaan dengan kelainan bawaan yang lain seperti spina bifidaj. Penggunaan ekstasi oleh ibu saat sedang mengandung

2.3 Menifestasi klinis Bayi baru lahir harus ditentukan diagnosisnya apakah bentuk kaki fisiologis (karena posisi dalam uterus); test dorsofleksi pada pergelangan kaki. Bila ibu jari kaki bisa menyentuh kristatibia ini adalah fisiologis bukan C.T.E.V. Anak jalan terlambat Kalau sudah jalan, bentuk kaki varus equinus, penebalan (callocity pada bagian lateral atau bagian lateral dari kaki). Betis mengecil, kaki sering rotasi kemedial Equinus pada pergelangan kaki Letak tumit tinggi, kadang mengecil Varus pada subtalar Addiksi dan varus pada midtorial dan forefoot Tidak adanya kelainan congenital lain Berbagai kekakuan kaki Hipoplasia tibia, fibula, dan tulang-tulang kaki ringan Kaki bagian depan dan tengah inversi dan adduksi. Ibu jari kaki terlihat relatif memendek. Bagian lateral kaki cembung, bagian medial kaki cekung dengan alur atau cekungan pada bagian medial plantar kaki. Kaki bagian belakang equinus. Tumit tertarik dan mengalami inversi, terdapat lipatan kulit transversal yang dalam pada bagian atas belakang sendi pergelangan kaki. Atrofi otot betis, betis terlihat tipis, tumit terlihat kecil dan sulit dipalpasi. Pada manipulasi akan terasa kaki kaku, kaki depan tidak dapat diabduksikan dan dieversikan, kaki belakang tidak dapat dieversikan dari posisi varus. Kaki yang kaku ini yang membedakan dengan kaki equinovarus paralisis dan postural atau positional karena posisi intra uterin yang dapat dengan mudah dikembalikan ke posisi normal. Luas gerak sendi pergelangan kaki terbatas. Kaki tidak dapat didorsofleksikan ke posisi netral, bila disorsofleksikan akan menyebabkan terjadinya deformitas rocker-bottom dengan posisi tumit equinus dan dorsofleksi pada sendi tarsometatarsal. Maleolus lateralis akan terlambat pada kalkaneus, pada plantar fleksi dan dorsofleksi pergelangan kaki tidak terjadi pergerakan maleoulus lateralis terlihat tipis dan terdapat penonjolan korpus talus pada bagian bawahnya. Tulang kuboid mengalami pergeseran ke medial pada bagian distal anterior tulang kalkaneus. Tulang navicularis mengalami pergeseran medial, plantar dan terlambat pada maleolus medialis, tidak terdapat celah antara maleolus medialis dengan tulang navikularis. Sudut aksis bimaleolar menurun dari normal yaitu 85 menjadi 55 karena adanya perputaran subtalar ke medial. Terdapat ketidakseimbangan otot-otot tungkai bawah yaitu otot-otot tibialis anterior dan posterior lebih kuat serta mengalami kontraktur sedangkan otot-otot peroneal lemah dan memanjang. Otot-otot ekstensor jari kaki normal kekuatannya tetapi otot-otot fleksor jari kaki memendek. Otot triceps surae mempunyai kekuatan yang normal. Tulang belakang harus diperiksa untuk melihat kemungkinan adanya spina bifida. Sendi lain seperti sendi panggul, lutut, siku dan bahu harus diperiksa untuk melihat adanya subluksasi atau dislokasi.

2.4 Patofisiologi Penyebab pasti dari clubfoot sampai sekarang belum diketahui. Beberapa ahli mengatakan bahwa kelainan ini timbul karena posisi abnormal atau pergerakan yang terbatas dalam rahim. Ahli lain mengatakan bahwa kelainan terjadi karena perkembangan embryonic yang abnormal yaitu saat perkembangan kaki ke arah fleksi dan eversi pada bulan ke-7 kehamilan. Pertumbuhan yang terganggu pada fase tersebut akan menimbulkan deformitas dimana dipengaruhi pula oleh tekanan intrauterine.Beberapa teori mengenai patogenesis CTEVantara lain: a. Terhambatnya perkembangan fetus padafase fi bular b. Kurangnya jaringan kartilagenosa talusc. Faktor neurogenik. Telah ditemukan adanya abnormalitas histokimiawi pada kelompok otot peroneus pasien CTEV. Hal ini diperkirakan akibat perubahan inervasi intrauterin karena penyakit neurologis, seperti stroke. Teori ini didukung oleh insiden CTEV pada 35% bayi spina bifida. d. Retraksi fibrosis sekunder karena peningkatan jaringan fibrosa di otot dan ligamen. Pada penelitian postmortem, Ponsetti menemukan adanya jaringan kolagen yang sangat longgar dan dapat teregang di semua ligamen dan struktur tendon (kecuali Achilles).Sebaliknya, tendon Achilles terbuat dari jaringan kolagen yang sangat padat dan tidak dapat teregang.Zimny dkk.menggunakan mikroskop elektron, menemukan mioblast pada fasia medialis yang dihipotesiskan sebagai penyebab kontraktur medial.e. Anomali insersi tendon (Inclan) Teori ini tidak didukung oleh penelitian lain; karena distorsi posisi anatomis CTEV yang membuat tampak terlihat adanya kelainan insersi tendon. f. Variasi iklim Robertson mencatat adanya hubungan antara perubahan iklim dengan insiden CTEV.Hal ini sejalan dengan adanya variasi serupa insiden kasus poliomyelitis di komunitas.CTEV dikatakan merupakan sequela dari prenatal polio-like condition.Teori ini didukung oleh adanya perubahan motor neuron pada spinal cord anterior bayi-bayi tersebut.2.5 KlasifikasiLiterature medis menguraikan tiga kategori utama clubfoot, yaitu :1. Clubfoot ringan atau postural dapat membaik secara spontan atau memerlukan latihan pasif atau pemasangan gips serial. Tidak ada deformitas tulang, tetapi mungkin ditemukan penencangan den pemendekan jaringan lunak secara medial dan posterior. 2. Clubfoot tetralogic terkait dengan anomaly congenital seperti mielodisplasia atau artogriposis. Kondisi ini biasanya memerlukam koreksi bedah dan memiliki insidensi kekambuhan yang yang tinggi. 3. Clubfoot idiopatik congenital, atau clubfoot sejati hampir selalu memerlukanintervensi bedah karena terdapat abnormalitas tulang.2.6 Pemeriksaan Diagnostic Radiographi, gambaran radiologis dari CTEV adalah adanya kesejajaran antara tulang talus dan kalkaneus. Posisi kaki selama pengambilan foto radiologis memiliki arti yang sangat penting. Posisi anteroposterior (AP) diambil dengan kaki fleksi terhadap plantar sebesar 30 dan posisi tabung 30 dari keadaan vertikal. Posisi lateral diambil dengan kaki fleksi terhadap plantar sebesar 30.Gambaran AP dan lateral juga dapat diambil pada posisi kaki dorsofleksi dan plantar fleksi penuh. Posisi ini penting untuk mengetahui posisi relatif talus dan kalkaneus. Mengukur sudut talokalkaneal dari posisi AP dan lateral. Garis AP digambar melalui pusat dari aksis tulang talus (sejajar dengan batas medial) serta melalui pusat aksis tulang kalkaneus (sejajar dengan batas lateral). Nilai normalnya adalah antara 25-40. Bila ditemukan adanya sudut kurang dari 20 maka dikatakan abnormal.Garis anteroposterior talokalkaneus hampir sejajar pada kasus CTEV. Seiring dengan terapi yang diberikan, baik dengan casting maupun operasi, maka tulang kalkaneus akan berotasi ke arah eksternal, diikuti dengan talus yang juga mengalami derotasi. Dengan begitu maka akan terbentuk sudut talokalkaneus yang adekuat. Garis lateral digambar melalui titik tengah antara kepala dan badan tulang talus serta sepanjang dasar tulang kalkaneus. Nilai normalnya antara 35-50, sedang pada CTEV nialinya berkisar antara 35 dan negatif 10.Sudut dari dua sisi ini (AP and lateral) ditambahkan untuk mengetahui indeks talokalkaneus, dimana pada kaki yang sudah terkoreksi akan memiliki nilai lebih dari 40.Garis AP dan lateral talus normalnya melalui pertengahan tulang navikular dan metatarsal pertama. Pengambilan foto radiologis lateral dengan kaki yang ditahan pada posisi maksimal dorsofleksi adalah metode yang paling dapat diandalkan untuk mendiagnosa CTEV yang tidak dikoreksi.

2.7 Komplikasi1. Komplikasi dapat terjadi dari terapi konservatif maupun operatif. Pada terapi konservatif mungkin dapat terjadi masalah pada kulit, dekubitus oleh karena gips, dan koreksi yang tidak lengkap. Beberapa komplikasi mungkin didapat selama dan setelah operasi. Masalah luka dapat terjadi setelah operasi dan dikarenakan tekanan dari cast. Ketika kaki telah terkoreksi, koreksi dari deformitas dapat menarik kulit menjadi kencang, sehinggga aliran darah menjadi terganggu. Ini membuat bagian kecil dari kulit menjadi mati. Normalnya dapat sembuh dengan berjalannya waktu, dan jarang memerlukan cangkok kulit.2. Infeksi dapat terjadi pada beberapa tindakan operasi. Infeksi dapat terjadi setelah operasi kaki clubfoot. Ini mungkin membutuhkan pembedahan tambahan untuk mengurangi infeksi dan antibiotik untuk mengobati infeksi.3. Kaki bayi sangat kecil, strukturnya sangat sulit dilihat. Pembuluh darah dan saraf mungkin saja rusak akibat operasi. Sebagian besar kaki bayi terbentuk oleh tulang rawan. Material ini dapat rusak dan mengakibatkan deformitas dari kaki. Deformitas ini biasanya terkoreksi sendir dengan bertambahnya usia4. Komplikasi bila tidak diberi pengobatan : deformitas menetap pada kaki5. Kekakuan dan keterbatasan gerak : adanya kekakuan yang muncul di awal berhubungan dengan hasil yang kurang baik. 6. Nekrosis avaskular talus : sekitar 40% kejadian nekrosis avaskular talus muncul pada tehnik kombinasi pelepasan medial dan lateralis.7. Dapat terjadi overkoreksi yang mungkin dikarenakan : Pelepasan ligamen interoseus dari persendian subtalus Perpindahan tulang navikular yang berlebihan ke arah lateral Adanya perpanjangan tendon2.8 Prognosis Asalkan terapi dimulai sejak lahir, deformitas sebagian besar dapat diperbaiki; walupun demikian, keadaan ini sering tidak sembuh sempurna dan sering kambuh, terutama pada bayi dengan kelumpuhan otot yang nyata atau disertai penyakit neuromuskuler. Beberapa kasus menunjukkan respon yang positif terhadap penanganan, sedangkan beberapa kasus lain menunjukkan respon yang lama atau tidak berespon samasekali terhadap treatmen. Orangtua harus diberikan informasi bahwa hasil dari treatmen tidak selalu dapat diprediksi dan tergantung pada tingkat keparahan dari deformitas, umur anak saat intervensi, perkembangan tulang, otot dan syaraf. Fungsi kaki jangka panjang setelah terapi secara umum baik tetapi hasil study menunjukkan bahwa koreksi saat dewasa akan menunjukkan kaki yang 10% lebih kecil dari biasanya .2.9 Penatalaksanaana. Terapi MedisTujuan dari terapi medis adalah untuk mengoreksi deformitas yang ada dan mempertahankan koreksi yang telah dilakukan sampai terhentinya pertumbuhan tulang. Secara tradisional, CTEV dikategorikan menjadi dua macam, yaitu : CTEV yang dapat dikoreksi dengan manipulasi, casting dan pemasangan gips. CTEV resisten yang memberikan respon minimal terhadap penata laksanaan dengan pemasangan gips dan dapat relaps ccepat walaupun sepertinya berhasil dengan terapi manipulatif. Pada kategori ini dibutuhkan intervensi operatif. Saat ini terdapat suatu sistem penilaian yang dirancang oleh prof. dr. Shafiq Pirani, seorang ahli ortopaedist di Inggris. Sistem ini dinamakan The Pirani Scoring System.Dengan menggunakan sistem ini, kita dapat mengidentifikasi tingkat keparahan dan memonitor perkembangan suatu kasus CTEV selama koreksi dilakukan.Sistem ini terdiri dari 6 kategori, masing-masing 3 dari hindfoot dan midfoot. Untuk hindfoot, kategori terbagi menjadi tonjolan posterior/posterior crease (PC), kekosongan tumit/emptiness of the heel (EH), dan derajat dorsofleksi yang terjadi/degree of dorsiflexion (DF). Sedangkan untuk kategori midfoot, terbagi menjadi kelengkungan batas lateral/curvature of the lateral border (CLB), tonjolan di sisi medial/medial crease (MC) dan tereksposnya kepala lateral talus/uncovering of the lateral head of the talus (LHT).Cara Untuk Menghitung Pirani Score a. Curvature of the Lateral Border of the foot (CLB)Batasan lateral dari kaki normalnya lurus. Adanya batas kaki yang nampak melengkung menandakan terdapatnya kontraktur medial.

Lihat pada bagian plantar pedis dan letakkan batangan/penggaris di bagian lateral kaki. Normalnya, batas lateral kaki nampak lurus, mulai dari tumit sampai ke kepala metatarsal kelima. Apabila didapatkan batas lateral kaki lurus, maka skor yang diberikan adalah 0.

Pada kaki yang abnormal, batas lateral nampak menjauhi garis lurus tersebut. Batas lateral yanng nampak melengkung ringan diberi nilai 0,5 (lengkungan terlihat di bagian distal kaki pada area sekitar metatarsal).

Kelengkungan batas lateral kaki yang nampak jelas diberi nilai 1 (kelengkungan tersebut nampak setinggi persendian kalkaneokuboid). b. Medial crease of the foot (MC)Pada keadaan normal, kulit pada daerah telapak kaki akan memperlihatkan garis-garis halus. Lipatan kulit yang lebih dalam dapat menandakan adanya kontraktur di daerah medial.Pegang kaki dan tarik dengan lembut saat memeriksa.

Lihatlah pada lengkung dari batas medial kaki. Normalnya akan terlihat adanya garis-garis halus pada kulit telapak kaki yang tidak merubah kontur dari lengkung medial tersebut. Pada keadaan seperti ini, maka nilai dari MC adalah 0.

Pada kaki yang abnormal, maka akan nampak adanya satu atau dua lipatan kulit yang dalam. Apabila hal ini tidak terlalu banyak mempengaruhi kontur lengkung medial, maka nilai MC adalah sebesar 0,5.

Apabila lipatan ini tampak dalam dan dengan jelas mempengaruhi kontur batas medial kaki, maka nilai MC adalah sebesar 1.c. Posterior crease of the ankle (PC)Pada keadaan normal, kulit pada bagian tumit posterior akan memperlihatkan lipatan kulit multipel halus. Apabila terdapat adanya lipatan kulit yang lebih dalam, maka hal tersebut menunjukkan adanya kemungkinan kontraktur posterior yang lebih berat. Tarik kaki dengan lembut saat memeriksa.

Pemeriksa melihat ke tumit pasien. Normalnya akan terlihat adanya garis-garis halus yang tidak merubah kontur dari tumit. Lipatan-lipatan ini menyebabkan kulit dapat menyesuaikan diri, sehingga dapat meregang saat kaki dalam posisi dorsofleksi.Pada kondisi ini, maka nilai untuk PC adalah 0.

Pada kaki yang abnormal, maka akan didapatkan satu atau dua lipatan kulit yang dalam. Apabila lipatan ini tidaak terlalu mempengaruhi kontur dari tumit, maka nilai dari PC adalah sebesar 0,5.

Apabila pada pemeriksaan ditemukan lipatan kulit yang dalam di daerah tumit dan hal tersebut merubah kontur tumit, maka nilai dari PC adalah sebesar 1.d. Lateral part of the Head of the Talus (LHT)Pada kasus CTEV yang tidak diterapi, maka pemeriksa dapat meraba kepala Talus di bagian lateral. Dengan terkoreksinya deformitas, maka tulang navikular akan turun menutupi kepala talus, kemudian hal tersebut akan membuat menjadi lebih sulit teraba, dan pada akhirnya tidak dapat teraba sama sekali. Tanda turunnya navikular menutupi kepala talus adalah pengukur besarnya kontraktur di daerah medial.

Sekitar 90-95% kasus club foot bisa di-treatment dengan tindakan non-operatif. Penanganan yang dapat dilakukan pada club foot tersebut dapat berupa :1. Non-Operative : Secara tradisional, CTEV dikategorikan menjadi dua macam, yaitu : CTEV yang dapat dikoreksi dengan manipulasi, casting dan pemasangan gips. CTEV resisten yang memberikan respon minimal terhadap penata laksanaan dengan pemasangan gips dan dapat relaps ccepat walaupun sepertinya berhasil dengan terapi manipulatif. Pada kategori ini dibutuhkan intervensi operatif. Koreksi dari CTEV adalah dengan manipulasi dan aplikasi dari serial cast yang dimulai dari sejak lahir dan dilanjutkan sampai tujuan koreksi tercapai. Koreksi ini ditunjang juga dengan latihan stretching dari struktur sisi medial kaki dan latihan kontraksi dari struktur yang lemah pada sisi lateral.Manipulasi dan pemakaian cast ini diulangi secara teratur (dari beberapa hari sampai 1-2 bulan dengan interval 1-2 bulan) untuk mengakomodir pertumbuhan yang cepat pada periode ini. Jika manipulasi ini tidak efektif, dilakukan koreksi bedah untuk memperbaiki struktur yang berlebihan, memperpanjang atau transplant tendon. Kemudian ektremitas tersebut akan di cast sampai tujuan koreksi tercapai. Serial Plastering (manipulasi pemasangan gibs serial yang diganti tiap minggu, selama 6-12 minggu). Setelah itu dialakukan koreksi dengan menggunakan sepatu khusus, sampai anak berumur 16 tahun.Perawatan pada anak dengan koreksi non bedah sama dengan perawatan pada anak dengan anak dengan penggunaan cast. Anak memerlukan waktu yang lama pada koreksi ini, sehingga perawatan harus meliputi tujuan jangka panjang dan tujuan jangka pendek. Observasi kulit dan sirkulasi merupakan bagian penting pada pemakaian cast. Orangtua juga harus mendapatkan informasi yang cukup tentang diagnosis, penanganan yang lama dan pentingnya penggantian cast secara teratur untuk menunjang penyembuhan.Perawatan cast (termasuk observasi terhadap komplikasi), dan menganjurkan orangtua untuk memfasilitasi tumbuh kembang normal pada anak walaupun ada batasan karena deformitas atau therapi yang lama. Perawatan cast meliputi : Biarkan cast terbuka sampai kering. Posisi ektremitas yang dibalut pada posisi elevasi dengan diganjal bantal pada hari pertama atau sesuai intruksi. Observasi ekteremitas untuk melihat adanya bengkak, perubahan warna kulit dan laporkan bila ada perubahan yang abnormal. Cek pergerakan dan sensasi pada ektremitas secara teratur, observasi adanya rasa nyeri. Batasi aktivitas berat pada hari-hari pertama tetapi anjurkan untuk melatih otot-otot secara ringan, gerakkan sendi diatas dan dibawah cast secara teratur. Istirahat yang lebih banyak pada hari-hari pertama untuk mencegah trauma. Jangan biarkan anak memasukkan sesuatu ke dalam cast, jauhkan benda-benda kecil yang bisa dimasukkan ke dalam cast oleh anak. Rasa gatal dapat dukurangi dengan ice pack, amati integritas kulit pada tepi cast dan kolaborasikan bila gatal-gatal semakin berat. Cast sebaiknya dijauhkan dari dengan air

2. Operatif Indikasi dilakukan operasi adalah sebagai berikut :a. Jika terapi dengan gibs gagalb. Pada kasus Rigid club foot pada umur 3-9 bulanc. Kambuh setelah konservatif berhasild. Anak sudah besar dan belum mendapat pengobatane. Operatif dapat dilakukan pada:f. Jaringan lunak (hanya untuk usia< 5 tahun).g. Operasi dilakukan dengan melepasakan jaringan lunak yang mengalami kontraktur maupun dengan osteotomy. Osteotomy biasanya dilakukan pada kasus club foot yang neglected/ tidak ditangani dengan tepat.h. Kasus yang resisten paling baik dioperasi pada umur 8 minggu, tindakan ini dimulai dengan pemanjangan tendo Achiles ; kalau masih ada equinus, dilakuakan posterior release dengan memisahkan seluruh lebar kapsul pergelangan kaki posterior, dan kalau perlu, kapsul talokalkaneus. Varus kemudian diperbaiki dengan melakukan release talonavikularis medial dan pemanjangan tendon tibialis posterior.(Ini Menurut BuKu Appley).i. Pada umur > 5 tahun dilakukan bone procedure osteotomy. Diatas umur 10tahun atau kalau tulang kaki sudah mature, dilakukan tindakan artrodesis tripleyang terdiri atas reseksi dan koreksi letak pada tiga persendian, yaitu :art. talokalkaneus, art. talonavikularis, dan art. kalkaneokuboid.Penatalaksanaan :Insisi, beberapa pilihan untuk insisi, antara lain : Cincinnati : jenis ini berupa insisi transversal, mulai dari sisi anteromedial (persendian navikular-kuneiformis) kaki sampai ke sisi anterolateral (bagian distal dan medial sinus tarsal), dilanjutkan ke bagian belakang pergelangan kaki setinggi sendi tibiotalus. Insisi Turco curvilineal medial atau posteromedial : insisi ini dapat menyebabkan luka terbuka, khususnya pada sudut vertikal dan medial kaki. Untuk menghindari hal ini, beberapa operator memilih beberapa jalan, antara lain :a. Tiga insisi terpisah - insisi posterior arah vertikal, medial, dan lateralb. Dua insisi terpisah - Curvilinear medial dan posterolateralBanyak pendekatan bisa dilakukan untuk bisa mendapatkan terapi operatif di semua kuadran. Beberapa pilihan yang dapat diambil, antara lain :a. Plantar : Plantar fascia, abductor hallucis, flexor digitorum brevis, ligamen plantaris panjang dan pendekb. Medial : struktur-struktur medial, selubung tendon, pelepasan talonavicular dan subtalar, tibialis posterior, FHL, dan pemanjangan FDLc. Posterior : kapsulotomi persendian kaki dan subtalar, terutama pelepasan ligamen talofibular posterior dan tibiofibular, serta ligamen kalkaneofibulard. Lateral : struktur-struktur lateral, selubung peroneal, pesendian kalkaneokuboid, serta pelepasan ligamen talonavikular dan subtalar Pendekatan manapun yang dilakukan harus bisa menghasilkan paparan yang adekuat. Struktur-struktur yang harus dilepaskan atau diregangkan adalah sebagai berikut :a. Tendon Achillesa. Pelapis tendon dari otot-otot yang melewati sendi subtalar. b. Kapsul pergelangan kaki posterior dan ligamen Deltoid. c. Ligamen tibiofibular inferior d. Ligamen fibulocalcaneal e. Kapsul dari sendi talonavikular dan subtalar.f. Fasia plantar pedis dan otot-otot intrinsikPenatalaksanaan dengan operasi harus mempertimbangkan usia dari pasien :a. Pada anak kurang dari 5 tahun, maka koreksi dapat dilakukan hanya melalui prosedur jaringan lunak. b. Untuk anak lebih dari 5 tahun, maka hal tersebut membutuhkan pembentukan ulang tulang/bony reshaping (misal, eksisi dorsolateral dari persendian kalkaneokuboid (prosedur Dillwyn Evans) atau osteotomi tulang kalkaneus untuk mengoreksi varus).c. Apabila anak berusia lebih dari 10 tahun, maka dapat dilakukan tarsektomi lateralis atau arthrodesis.Harus diperhatikan keadaan luka paska operasi. Apabila penutupan kulit paska operasi sulit dilakukan, maka lebih baik luka tersebut dibiarkan terbuka agar dapat terjadi reaksi ganulasi, untuk kemudian memungkinkan terjadinya penyembuhan primer atau sekunder. Dapat juga dilakukan pencangkokan kulit untuk menutupi defek luka paska operasi. Perban hanya boleh dipasang longgar dan harus diperiksa secara reguler. 3. Metode Ponseti Metode ini dikembangkan oleh dr. Ignacio Ponseti dari Universitas Iowa. Metode ini dikembangkan dari penelitian kadaver dan observasi klinik yang dilakukan oleh dr. Ponseti. langkah-langkah yang harus diambil adalah sebagai berikut : Deformitas utama yang terjadi pada kasus CTEV adalah adanya rotasi tulang kalkaneus ke arah intenal (adduksi) dan fleksi plantar pedis. Kaki berada dalam posisi adduksi dan plantar pedis mengalami fleksi pada sendi subtalar. Tujuan pertama adalah membuat kaki dalam posisi abduksi dan dorsofleksi. Untuk mendapatkan koreksi kaki yang optimal pada kasus CTEV, maka tulang kalkaneus harus bisa dengan bebas dirotasikan kebawah talus. Koreksi dilakukan melalui lengkung normal dari persendian subtalus. Hal ini dapat dilakukan dengan cara meletakkan jari telunjuk operator di maleolus medialis untuk menstabilkan kaki dan kemudian mengangkat ibu jari dan diletakkan di bagian lateral dari kepala talus, sementara kita melakukan gerakan abduksi pada forefoot dengan arah supinasi. Cavus kaki akan meningkat bilaforefoot berada dalam posisi pronasi. Apabila ditemukan adany cavus, maka langkah pertama dalam koreksi kaki adalah dengan cara mengangkat metatarsal pertama dengan lembut, untuk mengoreksi cavusnya. Setelah cavus terkoreksi, maka forefoot dapat diposisikan abduksi seperti yang tertulis dalam langkah pertama. Saat kaki diletakkan dalam posisi pronasi, hal tersebut dapat menyebabkan tulang kalkaneus berada di bawah talus. Apabila hal ini terjadi, maka tulang kalkaneus tidak dapat berotasi dan menetap pada posisi varus. Sepertitertulis pada langkah kedua, cavus akan meningkat. Hal ini dapat menyebabkan tejadinya bean-shaped foot. Pada akhir langkah pertama, maka kaki akan berada pada posisi abduksi maksimal tetapi tidak pernah pronasi. Manipulasi dikerjakan di ruang khusus setelah bayi disusui. Setelah kaki dimanipulasi, maka langkah selanjutnya adalah memasanglong leg cast untuk mempertahankan koreksi yang telah dilakukan. Gips harus dipasang dengan bantalan seminimal mungkin, tetapi tetap adekuat. Langkah selanjutnya adalah menyemprotkan benzoin tingtur ke kaki untuk melekatkan kaki dengan bantalan gips. Dr. Ponsetti lebih memilih untuk memasang bantalan tambahan sepanjang batas medial dan lateral kaki, agar aman saat melepaskan gips menggunakan gunting gips. Gips yang dipasang tidak boleh sampai menekan ibu jari kaki atau mengobliterasi arcus transversalis. Posisi lutut berada pada sudut 90 selama pemasangan gips panjang. Orang tua bayi dapat merendam gips ini selama 30-45 menit sebelum dilepas. Dr. Ponsetti memilih melepaskan gips dengan cara menggunakan gergaji yang berosilasi (berputar). Gips ini dibelah menjadi dua dan dilepas, kemudian disatukan kembali. Hal ini dilakukan untuk mengetahui perkembangan abduksi forefoot, selanjutnya hal ini dapat digunakan untuk mengetahui dorsofleksi serta megetahui koreksi yang telah dicapai oleh kaki ekuinus. Adanya usaha untuk mengoreksi CTEV dengan paksaan melawan tendon Achilles yang kaku dapat mengakibatkan patahnya midfoot dan berakhir dengan terbentuknya deformitas berupa rockerbottom foot. Kelengkungan kaki yang abnormal (cavus) harus diterapi secara terpisah, seperti yang digambarkan pada langkah kedua, sedangkan posisi ekuinusnya harus dapat dikoreksi tanpa menyebabkan patahnya midfoot.. Secara umum dibutuhkan 4-7 kali pemasangan gips untuk mendapatkan abduksi kaki yang maksimum. Gips tersebut diganti tiap minggu. Koreksi yang dilakukan (usaha untuk membuat kaki dalam posisi abduksi) dapat dianggap adekuat bila aksis paha dan kaki sebesar 60 Setelah dapat dicapai abduksi kaki maksimal, kebanyakan kasus membutukan dilakukannya tenotomi perkutaneus pada tendon Achilles. Hal ini dilakukan dalam keadaan aspetis. Daerah lokal dianestesi dengan kombinasi antara lignokain topikal dan infiltrasi lokal minimal menggunakan lidokain. Tenotomi dilakukan dengan cara membuat irisan menggunakan pisau Beaver (ujung bulat). Luka post operasi kemudian ditutup dengan jahitan tunggal menggunakan benang yang dapat diabsorbsi. Pemasangan gips terakhir dilakukan dengan kaki yang berada pada posisi dorsofleksi maksimum, kemudian gips dipertahankan hingga 2-3 minggu. Langkah selanjutnya setelah pemasangan gips adalah pemakaian sepatu yang dipasangkan pada lempengan Dennis Brown. Kaki yang bermasalah diposisikan abduksi (rotasi ekstrim) hingga 70. with the unaffected foot set at 45 of abduction. Sepatu ini juga memiliki bantalan di tumit untuk mencegah kaki terselip dari sepatu. Sepatu ini digunakan 23 jam sehari selama 3 bulan, kemudian dipakai saat tidur siang dan malam selama 3 tahun. Pada kurang lebih 10-30% kasus, tendon dari titbialis anterior dapat berpindah ke bagian lateral Kuneiformis saat anak berusia 3 tahun. Hal ini membuat koreksi kaki dapat bertahan lebih lama, mencegah adduksi metatarsal dan inversi kaki. Prosedur ini diindikasikan pada anak usia 2-2.5 tahun, dengan cara supinasi dinamik kaki. Sebelum dilakukan operasi tersebut, pasangkan long leg cast untuk beberapa minggu.

BAB IIIASUHAN KEPERAWATAN

3.1 Pengkajiana. Biodata klienMengkaji identitas klien dan penanggung yang meliputi ; nama, umur, agama, suku bangsa, pendidikan, pekerjaan, status perkawinan, dan alamat. bayi laki-laki dua kali lebih banyak menderita kaki bengkok daripada perempuan Kelainan ini sering terjadi pada anak laki-laki. Survei membuktikan dari 4 orang kasus Club foot, maka hanya satu saja seorang perempuan. Itu berarti perbandingan penderita perempuan dengan penderita laki-laki adalah 1:3 dan 35% terjadi pada kembar monozigot dan hanya 3% pada kembar dizigot.b. Riwayat kesehatan Keluhan Utama Keluhan yang membuat klien dibawa ke rumah sakit karena adanya keadaan yang abnormal pada kaki anak yaitu adanya berbagai kekakuan kaki, atrofi betis kanan, hipoplasia tibia, fibula dan tulang-tulang kaki ringan. Riwayat Penyakit Sekarang Keluhan sampai saat klien pergi ke Rumah Sakit atau pada saat pengkajian seperti Klien tidak mengalami keluhan apa-apa selain adanya keadaan yang abnormal pada kakinya. Riwayat penyakit keluarga Dapat dikaji melalui genogram dan dari genogram tersebut dapat diidentifikasi mengenai penyakit turunan dan penyakit menular yang terdapat dalam keluarga.c. Riwayat Antenatal, Natal Dan Postnatal AntenatalKesehatan ibu selama hamil, penyakit yang pernah diderita serta upaya yang dilakukan untuk mengatasi penyakitnya, berapa kali perawatan antenatal , kemana serta kebiasaan minum jamua-jamuan dan obat yang pernah diminum serat kebiasaan selama hamil. NatalTanggal, jam, tempat pertolongan persalinan, siapa yang menolong, cara persalinan (spontan, ekstraksi vakum, ekstraksi forcep, section secaria dan gamelli), presentasi kepala dan komplikasi atau kelainan congenital. Keadaan saat lahir dan morbiditas pada hari pertama setelah lahir, masa kehamilan (cukup, kurang, lebih ) bulan. Saat lahir anak menangis spontan atau tidak. Postnatal Lama Dirawat dirumah sakit, masalah-masalah yang berhubungan dengan gagguan sistem, masalah nutrisi, perubahan berat badan, warna kulit,pola eliminasi dan respon lainnya. Selama neonatal perlu dikaji adanya ashyksia, trauma dan infeksi.d. Riwayat Pertumbuhan dan PerkembanganBerat badan, lingkar kepala, lingkar lengan kiri atas, lingkar dada terakhir.Tingkat perkembangan anak yang telah dicapai motorik kasar, halus, social, dan bahasa.e. Riwayat Kesehatan KeluargaSosial , perkawinan orang tua, kesejahteraan dan ketentraman, rumah tangga yan harmonis dan pola suh, asah dan asih. Ekonomi dan adat istiaadat, berpengaruh dalam pengelolaan lingkungan internal dan eksternal yang dapat mempengaruhi perkembangan intelektual dan pengetahuan serta ketrampilan anak. Disamping itu juga berhubungan dengan persediaan dan pengadaan bahan pangan, sandang dan papan.f. Riwayat Imunisasi Riwayat imunisasi anak sangat penting, dengan kelengkapan imunisasi pada anak mencegah terjadinya penyakit yang mungkin timbul.Meliputi imunisai BCG, DPT, Polio, campak dan hepatitis.g. Pola Fungsi Kesehatan Pola nutrisi, Makanan pokok utama apakah ASI atau PASI. pada umur anak tertentu. Jika diberikan PASI (ditanyakan jenis, takaran dan frekuensi) pemberiaannya serta makanan tambahan yang diberikan.Adakah makanan yan disukai, alergi atau masalah makanan yang lainnya). Pola eliminasi, sistem pencernaan dan perkemihan pada anak perlu dikaji BAB atau BAK (Konsistensi, warna, frkuensi dan jumlah serta bau). Bagaimana tingkat toileting trining sesuai dengan tingkat perkembangan anak. Pola aktivitas, kegiatan dan gerakan yang sudah dicapai anak pada usia sekelompoknya mengalami kemunduran atau percepatan. Pola istirahat, kebutha istirahat setiap hari, adakah gangguan tidur, hal-hal yang mengganggu tidur dan yang mempercepat tidur. Pola kebersihan diri, bagaiman perawatan pada diri anak apakah sudah mandiri atau masih ketergantuangan sekunder pada orang lain atau orang tua.

3.2 Pemeriksaan fisik Pantau status kardiovaskuler Pantau nadi perifer Pucatkan kulit ekstremitas pada bagian distal untuk memastikan sirkulasi yang adekuat pada ekstremitas tersebut Perhatikan keketatan gips, gips harus memungkinkan insersi jari diantara kulit ekstremitasdengan gips setelah gips kering Kaji adanya peningkatan hal-hal berikut: a. Nyeri b. Bengkak c. Rasa dingind. Sianosis atau pucat e. Kaji sensasi jari kaki f. Minta anak untuk menggerakkan jari kaki g. Observasi adanya gerakan spontan pada anak yang tidak mampu berespon terhadap perintah h. Laporkan dengan segera adanya tanda-tanda ancaman kerusakan sirkulasii. Intruksikan anak untuk melaporkan adanya rasa kebas atau kesemutan Periksa suhu (gips plester) a. Reaksi kimia pada proses pengeringan gips, yang meningkatkan panas b. Evaporasi air, yang menyebabkan kehilangan panas Inspeksi kulit untuk adanya iritasi atau adanya nyeri tekan Inspeksi bagian dalam gips untuk adanya benda-benda yang terkadang dimasukkan oleh anak yang masih kecil Observasi adanya tanda-tanda infeksi:a. Periksa adanya drainase b. Cium gips untuk adanya bau menyengat c. Periksa gips untuk adanya bercak panas yang menunjukkan infeksidibawah gipsd. Waspadai adanya peningkatan suhu, letargi dan ketidaknyamanan Observasi kerusakan pernapasan (gips spika) a. Kaji ekspansi dada anak b. Observasi frekuensi pernafasanc. Observasi warna dan perilaku Kaji adanya bukti-bukti perdarahan (reduksi bedah terbuka):a. Batasi area perdarahan Kaji kebutuhan terhadap nyeri

3.3 Diagnosa keperawatan 1. Resiko tinggi cidera b.d adanya gips, pembengkakan jaringan, kemungkinan kerusakan saraf2. Gangguan rasa nyaman (Nyeri) b.d cidera fisik3. Resiko tinggi kerusakan integritas kulit b.d dengan pemasangan gips4. Gangguan mobilitas fisik b.d kerusakan musculoskeletal5. Ansietas b.d penggunaan dan pengangkatan gips.

3.4 Intervensi

NODIAGNOSANOCNIC

1.Resiko tinggi cidera b.d adanya gips, pembengkakan jaringan, kemungkinan kerusakan sarafDefinisi: resiko mengalami cedera sebagi kondisi akibat lingkungan yang berinterkasi dengan sumber adaptif dan sumber defensive individuFactor resiko Eksternal Biologis Zat kimia Manusia Cara pemindahan/ transpor Nutrisi Internal Profil darah abnormal Disfungsi biokimia Usia perkembangan Disfungsi efektor Disfungsi imun-autoimun Disfungsi integrative Malnutrisi Fisik

NOC Risk controlKriteria Hasil : Klien terbebas dari cidera Klien mampu menjelaskan cara/metode untuk mencegah cidera Klien mampu menjelaskan factor resiko dan lingkungan/prilaku personal Memodifikasi gaya hidup untuk mencegah injuri Menggunakan fasilitas kesehatan Mampu mengenali perubahan status kesehatan

NIICEnvironment management (manajemen lingkungan) Sediaka lingkungan yang aman untuk pasien Identifikasi kebutuhan pasien sesuai dengan kondisi fisik dan fungsi kognitif pasien dan riwayat penyakit pasien terdahulu Menghindarkan lingkungan yang bahaya Memasang side rail tempat tidur Menyediakan tempat tidur yang nyaman dan bersih Menempatkan saklar lampu di tempat yang mudah dijangkau pasien Mengontrol lingkungan dari kebisingan

2. Gangguan rasa nyaman (Nyeri) b.d cidera fisikDefinisi: merasa kurang lega dan sempurna dalam dimensi fisik, psikososial, lingkungna dan social.Batasan Karatristik: Ansietas Menangis Gangguan pola tidur Takut Ketidak mampuan untuk rileks Iritabilitas Merintih Melaporkan merasa dingin Melaporkan merasa panas Melaporkan perasaan tidak nyaman Melapokan gejala distress Melaporkan rasa lapar Melapokan rasa gatal Merasa kurang puas dari keadaan Melaporkan kurang senang dengan situasi tersebut Gelisah Berkeluh kesah

Faktor yang berhubungan Gejala penyakit terkait Sumber yang tidak adekuat Kurang pengendalain lingkungan Kurang privasi Kurang kontror situasional Stimulasi lingkungan yang menganggu Efek samping terkait terapi

NOC Ansiety Fear level Sleep deprivation Comfort, readiness for enchancedKriteria hasil Mampu mengontrol kecemasan Status liungkungan yang aman Mengontrol nyeri Kualitas tidur dan istirahat adekuat Agresi pengendalian diri Respon terhadap pengobatan Control gejala Status kenyamanan meningkat Support social Keinginan untuk hidupNICAnxienty reduction(penurunan Kecemasa) Gunakan pendekatan yang menyenangkan Nyatakan dengan jelas harapan pasien Jelaskan semua prosedur dan apa yang dirasakan selama prosedur Pahami prespektif pasien terhadap situasi stress Dorong pasien untuk memahami anak Dengarkan dengan penuh perhatian Identifikasi tingkat kecemasan Berikan obat untuk mengurangi kecemasanEnvironment Management(menejemen lingkungan)

NICAnxiety reduction (penurunan kecemasan) Gunakan pendekatan yang menenangkan Nyatakan dengan jelas harapan terhadap pelaku pasien Jelaskan semua prosedur dan apa yang dirasakan selama prosedur Pahami prespektif pasien terhadap situasi stress Temani pasien untuk memberikan keamanan dan mengurangi takut Dorong keluargan untuk menemani anak Lakukan back/neck rub Dengarkan dengan penuh perhatian Identifikasi tingkat kecemasan Bantu pasien mengenali situasi yang menimbulkan kecemasanEnvironment Management confort pain manangement

3.Kerusakan integritas kulit b.d pemasanagn gibs Definisi : Perubahan atau gangguan epidermis dan atau dermisBatasan karakteristik : Kerusakan lapisan kulit (dermis) Gangguan permukaan kulit (epidermis) Invasi struktur tubuhFaktor yang berhubungan : Eksternal : Zat kimia, radiasi Usia yang ekstrim Kelembaban Hipertermia, hipotermia Faktor mekanik (mis.,gaya gunting [shearing force] Medikasi Lembab Imobilitasi fisik Internal Perubahan status cairan Perubahan pigmentasi Perubahan turgor Faktor perkembangan Kondisi ketidakseimbangan nutrisi (mis.,obesitas, emasiasi) Penurunan imunologis Penurunan sirkulasi Kondisi gangguan metabolik Gangguan sensasi Tonjolan tulangNOC Tissue integrity : skin and mucous membranes Hemodialysis aksesKritaria hasil : Integritas kulit yang baik bisa dipertahankan (sensasi, elastisitas, temperature, hidrasi, pigmentasi) Tidak ada luka atau lesi pd kulit Perfusi jaringan baik Menunjukkan pemahaman dalam proses perbaikan kulit dan mencegah terjadinya cedera berulang Mampu melindungi kulit dan mempertahankan kelembaban kulit dan perawatan alami NICPressure management Anjurkan px untuk menggunakan pakaian yang longgar Hindari kerutan pada tempat tidur Jaga kebersihan kulit agar tetap bersih dan kering Mobilisasi px (ubah posisi px) setiap 2jam sekali Monitor kulit akan adanya kemerahan Oleskan lotion atu minyak/baby oil pada daerah yang tertekan Monitor aktivitas dan mobilisasi px Monitor statusnutrisi px Memandikan px dengan sabun dan air hangat Insision site care Membersihkan, memantau dan meningkatkan proses penyembuhan pada luka yang ditutup jahitan, klip atau straples Monitor proses kesembuhan area insisi Monitor tanda dan gejala infeksi pada area insisi Bersihkan area sekitar jahitan atau staples, menggunakan lidi kapas steril Gunakan preparat antiseptic, sesuai program Ganti balutan pada interval waktu yang sesuai atau biarkan luka tetap terbuka (tidak dibalut) sesuai program Dialysis acces maintenence

4.Gangguan mobilitas fisik b.d kerusakan musculoskeletalDefinisi: keterbatasan pada fisik tubuh atau satu atau lebih ekstermitas secara mandiri dan terarahBatasan karatristik: Penurunan waktu reaksi Kesulitan membolak-balik posisi Melakukan aktivitas sebagai penganti pergerakan Dispnea setelah beraktivitas Perubahan cara berjalan Gerakan bergetar Keterbatasan kemampuan melakukan ketrampilan motorik kasar Keterbatasan rentang pergerakan sendi Termor Ketidaksetabilan postur Pergerakan lambat Pergerakan tidak terkoordinasiFaktor yang berhubungan Intolerasi aktivitas perubahan metabolism seluler Ansietas Indek masa tubuh diatas perentil ke-75 sesuai usia Gangguan kogniitif Konstraktur Kepercayaan budaya tentang aktivitas sesuai usia Fisik tidak bugar Penurunan ketahanan tubuh Penurunan kendali otot Malnutrisi Gangguan moskuloskletal Gangguan neuromoskulere Agens obat Penurunan kekuatan otot kaku sendi program pembatasan gerak

NOC joint movement : active mobility level self care transfer performanceKriteria Hasil klien meningkat dalam aktivitas fisik mengerti tujuan dari peningkatan mobilitas memverbalisasikan perasaan dalam meningkatkan kekuatan dan kemampuan berpindah memperengangkan pengguanaan alat bantu untuk mobilisasi(walker)NICExercise therapy: ambulation monitoring vital sign sebelum/sesudah latihan dan lihat respon pasien saat latihan konsultasikan dengan terapi fisik tentang rencana ambulasi sesuai dengan kebutuhan bantu klien untuk menggunakan tongkat saat berjalan dan cegah terhadap cedera ajarkan pasienb atau tenanga kesehatan untuk tehknik ambulasi kaji kemampuan pasien dalam mobilisasi latih pasien dalam pemenuhan ADLS berikan alat bantu jika klien memerlukan ajarkan bagaimana mengubah posisi dan berikan bantuan jika diperlukan

5.Ansietas b.d penggunaan dan pengangkatan gips.Definisi : Perasaan tidak nyaman atau kekhawatiran yang samar disertai respon autonom ( sumber sering kali tidak spesifik atau tidak diketahui oleh individu); perasaan takut yang disebabkan oleh antisipasi terhadap bahaya. Hal ini merupakan isyarat kewaspadaan yang memperingati individu akan adanya bahaya dan memampukan individu untuk bertindak menghadapi ancaman.

Batasan karakteristik Perilaku : Penurunan produktivitas Gerakan yang ireleven Gelisah Melihat sepintas Insomnia Kontak mata yang buruk Mengekspresikan kekawatiran karena perubahan dalam peristiwa hidup Agitasi Mengintai Tampak waspada Afektif : Gelisah,distress Kesedihan yang mendalam Ketakutan Perasaan yang tidak adekuat Berfokus pada diri sendiri Peningkatan kewaspadaan Iritabilitas Gugup senang berlebihan Rasa nyeri yang meningkatkan ketidak berdayaan Peningkatan rasa ketidak berdayaan yang persisten Bingung, menyesal Ragu/tidak percaya diri Khawatir Fisiologis : Wajah tegang, tremor tangan Peningkatan keringat Peningkatan ketegangan Gemetar, tremor Suara bergetar Simpatik : Anoreksia Eksitasi kardiovaskuler Diare, mulut kering Wajah merah Jantung berdebar-debar Peningkatan tekanan darah Peningkatan denyut nadi Peningkatan reflek Peningkatan frekwensi pernafasan, pupil melebar Kesulitan bernafas Vasokontriksi superfisial Lemah, kedutan pada otot Parasimpatik Nyeri abdomen Penurunan tekanan darah Penurunan denyut nadi Diare, mual, vertigo Letih, Gangguan tidur Kesemutan pada ekstremitas Sering berkemih Anyang-anyangen Dorongan segera berkemih Kognitif Menyadari gejala fisiologis Bloking fikiran, konfusi Penurunan lapang persepsi Kesulitan berkonsentrasi Penurunan kemampuan untuk belajar Penurunan kemampuan untuk memecahkan masalah Ketakutan terhadap konsekuensi yang tidak spesifik Lupa, gangguan perhatian Khawatir, melamun Cenderung menyalahkan orang lainFaktor Yang Berhubungan Perubahan dalam (status ekonomi, lingkungan, status kesehatan, pola interaksi, fungsi peran, status peran) Pemajanan toksin Terkait keluarga Herediter Infeksi/kontaminan interpersonal Penularan penyakit interpersonal Krisis maturasi, krisis situasional Stress, ancaman kematian Penyalahgunaan zat Ancaman pada (status ekonomi, lingkungan,status kesehatan, pola interaksi, fungsi peran, status peran, konsep diri) Konflik tidak disadari mengenai tujuan penting hidup Konflik tidak disadari mengenai nilai esensial/penting Kebutuhan yang tidak dipenuhi

NOC Anxiety self-control Anxiety level Coping

Kriteria hasil : Klien mampu mengidentifikasi dan mengungkapkan gejala cemas Mengidentifikasi, mengungkapkan dan menunjukkan tehnik untuk mengontrol cemas Vital sign dalam batas normal Postur tubuh, ekspresi wajah, bahasa tubuh dan tingkat aktifitas menunjukkan berkurangnya kecemasanNICAnxiety Reduction (penurunan kecemasan) Gunakan pendekatan yang menenangkan Nyatakan dengan jelas harapan terhadap perilaku pasien Jelaskan semua prosedur dan apa yang dirasakan selama prosedur Pahami perspektif pasien terhadap situasi stress Temani pasien untuk memberikan keamanan dan mengurangi takut Dorong keluarga untuk menemani pasien Lakukan back/neck rub Dengarkan dengan penuh perhatian Identifikasi tingkat kecemasan Bantu pasien untuk mengenal situasi yang menimbulkan kecemasan Dorong pasien untuk mengungkapkan perasaan, ketakutan, persepsi. Instruksi pasien menggunakan tehnik relaksasi Berikan obat untuk mengurangi kecemasan

3.5 Implementasi Dari hasil entervensi yang telah tertulis implementasi / pelaksanaan yang dilakukan disesuaikan dengan keadaan pasien dirumah sakit pekasanaan perupakan pengelolahan dan perwujudan, dan rencana tindakan yang meliputi beberapa bagian, yaitu validasi, rencana keperawatan, memberikan asuhan keperawatan dan pengumpulan data.

3.6 Evaluasi Evaluasi adalah perbandingan yang sistematik dan terencana tentang keresahan klien dengan berdasar tujuan yang telah ditetapkan.Dalamevaluasi tujuan tersebut terdapat 3 alternatif yaitu :- Tujuan tercapai:Pasien menunjukkan perubahan dengan standart yang telah ditetapkan.

- Tujuan tercapai sebagian:Pasien menunjukkan perubahan sebagai sebagian sesuai dengan standart yang telah ditetapkan.

- Tujuan tidak tercapai:Pasien tidak menunjukkan perubahan dan kemajuan sama sekali.

BAB IVPENUTUP4.1 KesimpulanCTEV/ Club Foot adalah deformitas yang meliputi fleksi dari pergelangan kaki, inversi dari tungkai, adduksi dari kaki depan, dan rotasi media dari tibia (Priciples of Surgery, Schwartz). Deformitas kaki dan ankle dipilah tergantung dari posisi kelainan ankle dan kaki. Sampai saat ini penyebab utama terjadinya kaki bengkok ( CTEV ) tidak diketahui secara pasti. Namun telah terbukti bahwa perkembangan tulang, sendi, jaringan ikat, persarafan, pembuluh darah dan otot masing-masing terlibat dalam proses patofisiologi. Beberapa ahli mengatakan bahwa kelainan ini timbul karena posisi abnormal atau pergerakan yang terbatas dalam rahim. Ahli lain mengatakan bahwa kelainan terjadi karena perkembangan embryonic yang abnormal yaitu saat perkembangan kaki ke arah fleksi dan eversi pada bulan ke-7 kehamilan. Pertumbuhan yang terganggu pada fase tersebut akan menimbulkan deformitas dimana dipengaruhi pula oleh tekanan intrauterine.

4.2 SaranDiharapkan setelah membaca makalah ini, kita sebagai perawat dapat melaksanakan asuhan keperawatan pada pasien penderita CTEV dan memberikan Health Education pada keluarga yang memiliki anak dengan CTEV

DAFTAR PUSTAKAMarlyn. E. Doenges. Rencana Asuhan Keperawatan, Edisi III, EGC. Jakarta, 2000.Pedoman Diagnosis dan Terapi, LAB / UPF Ilmu Bedah, RSUD. Dr. Soetomo, 1994Meidzybrodzka, Z. 2002. Congenital Talipes Eqinovarus (clubfoot): disorder of the foot but not the hand. www.anatomisociety.com [9 oktober 2014].Patel, M. 2007. Clubfoot. www.emedicine.com [9 oktober 2014].Harris, E. 2008. Key Insight To Treating Talipes Equinovarus. www.podiatry.com [9 oktober 2014].Nordin, S. 2002. Controversies In Congenital Clubfoot: Literature Review. www.mjm.com [9 oktober 2014].

~ 31 ~