bab i

25
BAB I LAPORAN KASUS IDENTITAS PASIEN Nama : An. R Usia : 7 tahun 4 bulan Jenis Kelamin : Laki-laki Nama Orangtua : Tn. A Alamat : Jl. K MRS : 27 Juni 2013 pkl. 09.30 ANAMNESA Keluhan utama : Demam sejak 5 hari SMRS Keluhan tambahan : Demam, mual, muntah, sakit kepala, batuk dan pilek. Riwayat penyakit sekarang Demam sejak 5 hari SMRS, demam naik turun, meningkat terutama sore hingga malam hari. Sakit kepala (+), mual (+), muntah (+) 3 x sejak 1 hari SMRS dan 2 x saat MRS, nyeri ulu hati (+), lemas (+), nafsu makan menurun (+), badan pegal (+). Tidak BAB sejak 4 hari yang lalu. Riwayat penyakit dahulu: Thypoid fever (+) sebulan yang lalu di rawat inap. 1

Upload: jayyidfifah92

Post on 14-Dec-2015

217 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

lapkass

TRANSCRIPT

Page 1: BAB I

BAB I

LAPORAN KASUS

IDENTITAS PASIEN

Nama : An. R

Usia : 7 tahun 4 bulan

Jenis Kelamin : Laki-laki

Nama Orangtua : Tn. A

Alamat : Jl. K

MRS : 27 Juni 2013 pkl. 09.30

ANAMNESA

Keluhan utama : Demam sejak 5 hari SMRS

Keluhan tambahan : Demam, mual, muntah, sakit kepala, batuk dan pilek.

Riwayat penyakit sekarang

Demam sejak 5 hari SMRS, demam naik turun, meningkat terutama sore hingga malam hari.

Sakit kepala (+), mual (+), muntah (+) 3 x sejak 1 hari SMRS dan 2 x saat MRS, nyeri ulu

hati (+), lemas (+), nafsu makan menurun (+), badan pegal (+). Tidak BAB sejak 4 hari yang

lalu.

Riwayat penyakit dahulu:

• Thypoid fever (+) sebulan yang lalu di rawat inap.

• Kejang demam (-)

• DHF (-)

• Campak (-)

• TB paru (-)

1

Page 2: BAB I

Riwayat penyakit keluarga

• Disangkal

Riwayat Pengobatan

Minum obat penurun panas, panas sempat turun, namun beberapa jam panas tinggi lagi

Pengobatan jangka lama (TB paru) disangkal

Riwayat kehamilan ibu

• ANC rutin ke bidan

• Tidak pernah sakit selama hamil

Riwayat kelahiran

Lahir dengan persalinan spontan normal dibantu bidan, lahir tunggal, langsung menangis,

cukup bulan, tidak ada cacat kongenital, BBL 3200 gram PBL 59 cm

Riwayat makanan

Jarang makan nasi

Sering makan mie instan

Sering beli jajanan di warung

Riwayat pertumbuhan

BB : 25 Kg

TB : 130 cm

BB/U = 25/26 x 100% = 96,1% (gizi baik)

TB/U = 130/122 x 100% = 106% (tinggi normal)

BB/TB = 25/30 x 100% = 83,3 % (Gizi Kurang)

Kesan : Gizi Kurang

Riwayat perkembangan

Sudah bersekolah kelas 1 SD

Kesan : perkembangan sesuai usia

Riwayat Imunisasi

BCG

Hepatitis B

DPT

Polio

Campak

2

Page 3: BAB I

Kesan : Imunisasi dasar lengkap

Riwayat Alergi

Disangkal

PEMERIKSAAN FISIK

• Keadaan Umum : Tampak Sakit sedang

• Kesadaran : Compos mentis

• Tanda Vital

- Suhu : 38,70 C

- Nadi : 100 x/mnt

- Pernapasan: 20 x/mnt

Status Generalis

Kepala : Normocephal , Rambut tidak mudah dicabut, distribusi merata

Mata : Konjungtiva anemis (-/-), konjungtiva hiperemis (-/-), sklera ikterik (-/-), refleks

pupil (+), d 3 mm, isokor kanan-kiri. Eksoftalmos dan enoftalmos (-), edema palpebra (-),

pergerakan mata kesegala arah baik

KGB : Tidak ada pembesaran KGB (-/-), nyeri tekan (-)

Hidung : Deviasi septum (-), sekret (+/+), darah (-/-), nyeri tekan (-), hidung bagian luar

tidak ada kelainan, pernapasan cuping hidung (-).

Telinga : Normotia, nyeri tekan (-/-), serumen (-/-), darah (-/-), pendengaran baik

Mulut : Bibir kering (+), stomatitis (-), gigi geligi lengkap, gusi berdarah (-), faring

hiperemis (+), T1/T1, coated tounge (+)

Leher : Pembesaran KGB (-), massa (-)

Dada : Normochest simetris

Paru

Inspeksi : simetris dextra-sinistra, tidak ada bagian dada yang tertinggal saat bernapas,

retraksi dinding dada (-), scar (-), otot bantu pernapasan (-)

3

Page 4: BAB I

Palpasi : simetris, vocal fremitus sama dextra-sinistra, tidak ada bagian dada yang

tertinggal saat bernapas, nyeri tekan (-)

Perkusi : sonor pada semua lapang paru, batas sonor-pekak setinggi ICS 6 linea

midclavicularis dextra

Auskultasi : suara napas vesikuler (+/+), lendir (-/-), ronkhi (+/+), wheezing(-/-)

Jantung

Inspeksi : ictus cordis terlihat

Palpasi : ictus cordis teraba di ICS 5 linea midclavicularis sinistra

Perkusi : batas jantung relatif dalam batas normal

Auskultasi : bunyi jantung I dan II regular, bising jantung (-)

Abdomen

Inspeksi : Kembung (+)

Auskultasi : Bising usus (+) normal

Palpasi : Supel (+), distensi (-), turgor kulit cepat kembali, nyeri tekan epigastrium (+)

Perkusi : Timpani pada 4 kuadran abdomen (+)

Genitalia : phimosis (-)

Anus dan rektum : tidak ada keluhan

Extremitas

Atas : akral hangat, peteki (-/-), udem (-/-), pucat (-),RCT < 2 detik

Bawah : akral hangat, peteki (-/-), udem (-/-), pucat (-), RCT < 2 detik, nadi kuat angkat

4

Page 5: BAB I

PEMERIKSAAN PENUNJANG

• Tgl 30 mei 2013

Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan

a. Hematologi

Hb 12,2 g/dl 10,8 – 12,8

Ht 37 % 35 - 43

Trombosit 202 ribu/µL 217 - 491

Leukosit 7,27 ribu/µL 6,00 – 17,00

Anti Salmonell IgM 6,0 positif kuat Negative

RESUME

An.Laki-laki umur 7 tahun 4 bulan dengan BB 25 KG. MRS dengan keluhan demam tinggi,

demam meningkat tinggi terutama sore hingga malam hari sejak 5 hari SMRS. Keluhan

demam disertai sakit kepala (+), mual (+), muntah (+) 3 x, Badan pegal-pegal (+), batuk (+),

pilek (+), nyeri ulu hati (+), nafsu makan menurun, tampak lemas. BAB belum sejak 4 hari,

BAK tidak ada keluhan. Pada pemeriksaan fisik ditemukan bibir kering (+), coated tounge

(+), faring hiperemis (+). Pada abdomen terdapat nyeri tekan epigastrium (+). Pada

pemeriksaan serologi Anti Salmonella IgM didapatkan positif kuat (+ 6,0)

Assesment

Febris hari ke-5

ISPA

Cephalgia

Mialgia

Vomitus

Konstipasi

5

Page 6: BAB I

Intake sulit

Working Diagnosis

• Demam tifoid hari ke-5

Tatalaksana

• Infus RL

Perhitungan cairan BB 25 Kg

Cairan maintenance = 1600 cc

Tetesan infus = 1600 cc x 15tts = 16 tpm

24 x 60 

Ceftriaxone 80 mg/kgBB/hari selama 5 hari (dalam dextros 5% 100 cc) 1 x2 gr

Novalgin inj 10-15 mg/kgBB/kali

Rantin inj 1 mg/kgBB/kali

Ondancentron inj 0,1 mg/kgBB/kali

Bedrest

Diet Makanan Lunak

R/ Ceftriaxone inj 2 gr vial No. VI

Aquadest 5 cc

Dextrose 5% 100 cc

S 1 dd 2 gr

R/ Novalgin inj 250 mg amp No.I

Aquadest 8 cc

S 1 dd 2,5 cc prn

R/ Rantin inj 25 mg amp N0.I

S 2 dd 1 cc

R/ ondancentron inj 2,5 mg amp No.II

S 2 dd 1,5 cc prn

6

Page 7: BAB I

Follow Up

TGL / JAM S O A P

28-06-2013 Batuk berdahak(+), pilek (-),

mual (-), muntah (-), BAB (-),

BAK lancar, intake sulit

T : 36,9° C

HR : 100x/mnt

RR : 26x/mnt

Akral hangat,

Bibir kering

Demam tifoid

hari ke-6

- Terapi

dilanjutkan

29-06-2013 Pilek (-), batuk berdahak (+),

muntah (+) 1 x,

BAB 1 x, intake sulit

T : 37,8° C

HR : 100x/mnt

RR : 28x/mnt

Bibir kurang

(+)

Demam tifoid

hari ke-7

- Terapi

Lanjutkan

30-06-2013 Batuk Berdahak (+), pilek (-),

mual (-), belum BAB dari

malem, demam masih naik

turun, intake sulit

T : 37,7 C

HR : 100

x/menit

RR : 28

x/menit

Bibir kurang

(+)

Demam tifoid

hari ke-8

- Terapi

lanjutkan

01-06-2013 Batuk kadang, pilek (-), mual

(-), muntah (-), BAB (-), BAK

lancar, intake sulit

T : 36,9° C

HR : 94x/mnt

RR : 28x/mnt

Akral hangat,

Bibir kering

Demam tifoid

hari ke-9

- Terapi

dilanjutkan

29-06-2013 Pilek (-), batuk(-), muntah (-)

1 x,

BAB 1 x, sudah mau makan

sedikit-sedikit

T : 36,8° C

HR : 100x/mnt

RR : 30x/mnt

Demam tifoid

hari ke-10

- Pulang

Edukasi orang tua

BAB II

7

Page 8: BAB I

TINJAUAN PUSTAKA

1.1 DEFINISI

Demam tifoid (tifus abdominalis, enteric fever) adalah penyakit infeksi akut yang

biasanya terdapat pada saluran pencernaan dengan gejala demam yang lebih dari 7 hari,

gangguan pada saluran pencernaan dengan atau tanpa gangguan kesadaran.

1.2 EPIDEMIOLOGI

Demam tifoid dan paratifoid merupakan salah satu penyakit infeksi endemik di Asia,

Afrika, Amerika Latin Karibia dan Oceania, termasuk Indonesia. Penyakit ini tergolong

penyakit menular yang dapat menyerang banyak orang melalui makanan dan minuman

yang terkontaminasi. Insiden demam tifoid di seluruh dunia menurut data pada tahun

2002 sekitar 16 juta per tahun, 600.000 di antaranya menyebabkan kematian. Di

Indonesia prevalensi 91% kasus demam tifoid terjadi pada umur 3-19 tahun, kejadian

meningkat setelah umur 5 tahun. Ada dua sumber penularan S.typhi : pasien yang

menderita demam tifoid dan yang lebih sering dari carrier yaitu orang yang telah

sembuh dari demam tifoid namun masih mengeksresikan S. typhi dalam tinja selama

lebih dari satu tahun.2,3,4

1.3 ETIOLOGI

Demam tifoid disebabkan oleh Salmonella typhi (S. typhi), kuman berbentuk basil

gram negatif berukuran 2-4 µm x 0.5-0,8 µm, bergerak dengan flagel peritrik, dan tidak

berspora. Salmonella sp. tumbuh cepat dalam media yang sederhana hampir tidak pernah

memfermentasi laktosa dan sukrosa, membentuk asam dan kadang gas dari glukosa dan

manosa, biasanya memproduksi hidrogen sulfide atau H2S. Pada biakan agar koloninya

besar bergaris tengah 2-8 milimeter, bulat agak cembung, jernih, smooth. Salmonella

typhi mempunyai antigen somatik (O) yang terdiri dari oligosakarida, flagelar antigen

(H) yang teridi dari protein dan envelope antigen (Vi) yang terdiri polisakarida. Kuman

ini mempunyai makromolekular lipopolisakarida kompleks yang membentuk lapisan luar

dari dinding sel yang dinamakan endotoksin. Salmonella typhi juga dapat memperoleh

plasmid factor-R yang berikatan dengan resistensi terhadap multiple antibiotik. Kuman

ini tumbuh dalam suasana aerob dan fakultatif anaerob. Kuman ini mati pada suhu 56ºC

dan pada keadaan kering. Di dalam air dapat bertahan hidup selama 4 minggu dan hidup

subur pada medium yang mengandung garam empedu.1

1.4 PATOGENESIS

8

Page 9: BAB I

Bakteri salmonella typhi bersama makanan atau minuman masuk ke

dalam tubuh melalui mulut. Pada saat melewati lambung dengan suasana asam

(pH<2) banyak bakteri yang mati. Keadaan-keadaan seperti aklorhidiria,

gastrektomi, pengobatan dengan antagonis reseptor histamin H 2, inhibitor

pompa proton atau antasida dalam jumlah besar, akan mengurangi dosis infeksi.

Bakteri yang masih hidup akan mencapai usus halus. Di dalam usus halus, bakteri

melekat pada sel-sel mukosa dan kemudian menginvasi mukosa dan menembus dinding

usus, tepatnya di ileum dan yeyenum.

Setelah berada dalam usus halus, kuman mengadakan invasi ke jaringan

limfoid usus halus (plaque peyeri) dan jaringan limfoid mesentrika. Setelah

menyebabkan peradangan dan nekrosis setempat kuman lewat pembuluh

limpa masuk ke darah (bakteremia primer) menuju organ retikuloendotelial

sistem (RES) terutama hati dan limfa . Di tempat ini, kuman di fagosit oleh sel-sel

fagosit RES dan kuman yang tidak difagosit akan berkembang biak. Pada

akhir masa inkubasi, berkisar 5 – 9 hari, kuman kembali masuk ke darah menyebar ke

seluruh tubuh (bakteremia sekunder), dan sebagian kuman masuk ke organ tubuh

terutama limpa, kandung empedu yang selanjutnya kuman tersebut dikeluarkan

kembali dari kandung empedu ke rongga usus dan menyebabkan reinfeksi di usus.

Dalam masa baktremia ini, kuman mengeluarkan endotoksin yang susunan

kimianya sama dengan antigen somatik (lipopolisakarida) yang semula

diduga bertanggung jawab terhadap terjadinya gejala-gejala dari demam tifoid.

Endotoksin mempunyai peranan membantu proses peradangan lokal. Endotoksinnya

merangsang sintesis dan pelepasan zat pirogen pleh leukosit pada jaringan yang

meradang. Selanjutnya zat pirogen yang beredar di darah mempengaruhi pusat

termoregulator dihipotalamus yang mengakibatkan timbulnya gejala demam.

Patogenesis terjadinya manifestasi klinis sebagai berikut : makrofag pada penderita

akan menghasilkan substansi aktif yang disebut monokin, selajutnya monokin ini dapat

menyebabkan nekrosis seluler dan merangsang sistem imun, instabilasi vaskuler, depresi

sumsum tulang dan panas.

Perubahan histopatologi pada umumnya ditemukan infiltrasi jaringan oleh

makrofag yang mengandung eritrosit, kuman, limfosit yang sudah

9

Page 10: BAB I

terdegenerasi yang dikenal sebagai sel tifoid. Bila sel-sel ini beragregasi,

terbentuklah nodul. Nodul ini sering didapatkan dalam usus halus, jaringan limfe

mesenterium, limpa, hati sumsum tulang dan organ-organ yang terinfeksi.

Kelainan utama terjadi di ileum terminale dan plak peyer yang

hiperplasi(minggu pertama), nekrosis (minggu kedua) dan ulserasi (minggu

ketiga) serta bila sembuh tanpa adanya pembentukan jaringan parut. Sifat

ulkus berbentuk bulat lonjong sejajar dengan sumbu pannjang usus dan ulkus

ini dapat menyebabkan perdarahan bahkan perforasi. Gambaran tersebut tidak

didapatkan pada kasus demam tifoid yang menyerang bayi maupun tifoid kongenital.

1.5 DIAGNOSIS

Anamnesis

- Demam naik secara bertahap tiap hari, mencapai suhu tertinggi pada akhir minggu

pertama, minggu kedua demam terus menerus tinggi

- Anak sering mengigau (delirium), malaise, letargi, anoreksia, nyeri kepala, nyeri

perut, diare atau konstipasi, muntah, perut kembung.

- Pada demam tifoid berat dapat dijumpai penurunan kesadaran, kejang dan ikterus

Pemeriksaan Fisik

Gejala klinis bervariasi dari yang ringan sampai berat dengan komplikasi.

Keasadaram menurun, delirium, sebagian besar anak mempunyai lidah tifoid yaitu

dibagian tengah kotor dan pinggir hiperemis, meteorismus, hepatomegali lebih sering

dijumpai daripada splenomegali. Kadang-kadang terdengar ronki pada pemeriksaan paru.

Pemeriksaan Penunjang

Darah tepi perifer :

- Anemia, pada umumnya terjadi karena supresi sumsum tulang, defisiensi Fe atau

perdarahan usus

- Leukopenia, namun jarang kurang dari 3000/uL

- Limfositosis relative

- Trombositopenia, terutama pada demam tifoid berat

Pemeriksaan serologi :

10

Page 11: BAB I

- Serologi widal : kenaikan titer S.typhi titer O 1:200 atau kenaikan 4 kali titer fase akut

ke fase konvalesens

- Kadar IgM dan igG (Typhi-dot)

Pemeriksaan biakan salmonella

- Biakan darah terutama pada minggu 1-2 dari perjalanan penyakit

- Biakan sumsum tulang masih positif sampai minggu ke-4

Pemeriksaan Radiologi

- Foto thoraks apabila diduga terjadinya komplikasi pneumonia

- Foto abdomen, apabila diduga terjadi komplikasi intraintestinal seperti perforasi usus

atau perdarahan saluran cerna

- Pada perforasi usus tampak:

Distribusi udara tidak merata

Airfluid level

Bayangan radiolusen di daerah hepar

Udara bebas pada abdomen

1.6 DIFFERENTIAL DIAGNOSIS

Pada stadium dini demam tifoid, beberapa penyakit kadang-kadang secara

klinis dapat menjadi diagnosis bandingnya yaitu influenza, gastroenteritis, bronkitis

dan bronkopneumonia. Beberapa penyakit yang disebabkan oleh

mikroorganisme seperti tuberkulosis, infeksi jamur sistemik, bruselosis,

tularemia, sh ige lo s i s dan ma la r i a j uga pe r l u d ip ik i rkan . Pada demam

t i fo id yang be ra t , sepsis, leukimia, limfoma dan penyakit hodgkin dapat sebagai

dignosis banding.

1.7 PENYULIT

Perforasi usus halus dilaporkan dapat terjadi pada 0,5 – 3%,

sedangkan pe rda rahan u sus pada 1 – 10% kasus dema t i f o id anak .

Penyu l i t i n i b i a sanya t e r j ad i pad a minggu ke - 3 s ak i t , wa l au pe rnah

d i l apo rka n t e r j ad i pada m inggu  pe r t ama . Kompl ika s i d i dahu lu i

dengan penu runan suhu , t ekana n da rah dan   p e n i n g k a t a n f r e k u e n s i

n a d i . P a d a p e r f o r a s i u s u s h a l u s d i t a n d a i o l e h n y e r i abdomen lokal

pada kuadran kanan bawah akan tetapi dilaporkan juga nyeri yang menyelubung.

Kemudian akan diikuti muntah, nyeri pada perabaan abdomen,defance

muskulare, hilangnya keredupan hepar dan tanda-tanda peritonitis yang lain.

11

Page 12: BAB I

Beberapa kasus perforasi usus halus mempunyai manifestasi klinis yangtidak

jelas.

Dilaporkan pada kasus dengan komplikasi neuropsikiatri. Sebagian

besar  bermanifestasi gangguan kesadaran, disorientas i, delirium, obtundasi,

stupor  bahkan koma. Beberapa penulis mengaitkan manifestasi klinis

neuropsikiatriden gan p rogno s i s bu r uk . Pen yak i t neu ro l og i l a i n ada l ah

T rom bos i s s e r ebe ra l , afasia, ataksia sereberal akut, tuli, mielitis tranversal,

neuritis perifer maupun k ra n i a l , men ing i t i s , en s e f a lomie l i t i s , s i nd rom

Gu i l l a i n -B a r r e . Da r i be r baga i  penyakit neurologik yang terjadi, jarang

dilaporkan gejala sisa yang permanen (sekuele).

M i o k a r d i t i s d a p a t t i m b u l d e n g a n m a n i f e s t a s i k l i n i s b e r u p a

a r i t m i a ,  perubahan ST-T pada EKG, syok kardiogenik, infiltrasi lemak

maupun nekrosis pada jantung. Hepatitis tifosa asimtomatik dapat dijumpai

pada kasus demamt i f o id d i t anda i pen ingka t an kad a r t r an sam ina se yan g

t i d ak menco lok . I k t e ru sdengan atau tanpa disertai kenaikan kadar transaminase,

maupun kolesistitis akut juga dapat dijumpai, sedang kolesistitis kronik yang terjadi pada

penderita setelahmen ga l ami dem am t i f o id dap a t d ik a i t kan den gan ada nya

ba t u empedu dan fenomena pembawa kuman (karies).

Seb ag i an ka sus dem am t i f o id men ge l ua rkan bak t e r i Sa lmon e l l a

t yp h i melalui urin pada saat sakit maupun setelah sembuh. Sistitis bahkan

pielonefritisdapat juga merupakan penyulit demam tifoid. Proteinuria transien sering

dijumpai,s ed angkan g lomer u lo ne f r i t i s yang dapa t be r man i f e s t a s i

s eb aga i gag a l g in j a l mau pun s i nd rom ne f ro t i k mempun ya i p ro gnos i s

bu r uk . Pne umo n ia s eb aga i komplikasi sering dijumpai pada demam tifoid.

Keadaan ini dapat ditimbulkanoleh kuman Salmonella typhi, namun sering kali

sebagai akibat infeksi sekunder o l e h kum an l a i n . Pen yu l i t l a i n yang dap a t

d i j umpa i ada l ah t r ombo s i t open i a , koagulasi intrvaskular diseminata,

Hemolytic Uremic Syndrome (HUS), fokal infeksi di beberapa lokasi sebagai

akibat bakteremia misalnya infeksi pada tulang,otak, hati, limpa, otot, kelenjar ludah dan

persendian.

R e l a p s y a n g d i d a p a t p a d a 5 - 1 0 % k a s u s d e m a m t i f o i d s a a t

e r a p r e antibiotik, sekarang lebih jarang ditemukan. Apabila terjadi relaps, demam

timbulk e m b a l i d u a m i n g g u s e t e l a h p e n g h e n t i a n a n t i b o i t i k .

12

Page 13: BAB I

N a m u n p e r n a h j u g a dilaporkan relaps timbul saat stadium konvalsens,

saat pasien tidak demam akan t e t ap i ge j a l a l a i n mas ih j e l a s dan mas ih

da l am pengoba t an an t i b io t i k . Pada umumnya relaps lebih ringan dibandingkan

gejala demam tifoid sebelumnya dan lebih singkat.

1.8 PENATALAKSANAAN

Sebagian besar pasien demam tifoid dapat diobati dirumah dengan

tirah  b a r i n g , i s o l a s i y a n g m e m a d a i , p e m e n u h a n k e b u t u h a n

c a i r a n , n u t r i s i s e r t a  pemberian antibiotik. Sedangkan untuk kasus berat

harus dirawat dirumah sakitagar pemenuhan kebutuhan cairan, elektrolit serta

nutrisi disamping observasikemungk inan t imbu l penyu l i t dapa t

d i l akukan dengan s eksama . Pengoba t an antibiotik merupakan pengobatan

utama karena pada dasarnya patogenesis infeksi Salmonella typhi berhubungan dengan

keadaan bakteriemia.

Obat-obat antimikroba yang sering digunakan antara lain :

Kloramfenikol

Meskipun telah dilaporkan adanya resistensi kuman Salmonella terhadap

kloramfenikol di berbagai daerah, Kloramfenikol tetap digunakan sebagai

obat pilihan pada kasus demam tifoid. Sejak ditemukannya obat ini oleh

Burkoder sampai saat ini belum ada obat antimikroba lain yang dapat

menurunkan demam lebih cepat disamping harganya murah dan terjangkau oleh

penderita. Kekurangan k lo r amfen iko l an t a r a l a i n i a l ah r eaks i

h ipe r sens i t i f i t a s , r e aks i t oks ik , g r ey syndrome, kolaps, dan tidak bermanfaat

untuk pengobatan karier.

Dalam pemberian kloramfenikol tidak terdapat keseragaman dosis. Dosis

yang d i an ju rkan i a l ah 50 – 100 mg /kgBB/ha r i , s e l ama 10 – 14 ha r i .

Un tuk  neonatus, penggunaan obat ini sebaiknya dihindari, dan bila terpaksa, dosis

tidak  boleh melebihi 25 mg/kgBB/hari, selama 10 hari

Tiamfenikol

 Tiamfenikol mempunyai efek yang sama dengan kloramfenikol karena

susunan kimianya hampir sama dan hanya berbeda pada gugusan R-nya.

13

Page 14: BAB I

Dengan pemberian Tiamfenikol, demam turun setelah 5 – 6 hari. Komplikasi

hematologi pada penggunaan Tiamfenikol jarang dilaporkan. Dosis oral dianjurkan 50 –

100 mg/kgBB/hsri, selama 10 – 14 hari

Kotrimoksasol

Pendapat mengenai Efektifitas kotrimksasol terhadap demam tifoid

masihkontroversial. Kelebihan kotrimoksasol antara lain dapat digunakan

untuk kasusy a n g r e s i s t e n t e r h a d a p k l o a m f e n i k o l , p e n y e r a p a n d i

u s u s c u k u p b a i k , d a n k e m u n g k i n a n t i m b u l n y a k e k a m b u h a n

p e n g o b a t a n p e n g o b a t a n l e b i h k e c i l dibandingkan kloramfenikol.

Kelemahannya ialah dapat terjadi skin rash (1 –  1 5 % ) , s i n d r o m S t e v e n

J o h n s o n , a g r a n u l o s i t o s i s , t r o m b o s i t o p e n i a , a n e m i a megaloblastik,

hemolisis eritrosit terutama pada penderita G6PD.

Dosis oral yang dianjurkan adalah 30 – 40 mg/kgBB/hari. Sulfametoksazoldan 6 – 8

mg/kgBB/hari untuk Trimetoprim, diberikan dalam 2 kali pemberian, selama

10 – 14 hari

Ampisilin dan Amoksisilin

Merupakan de r i va t Pen i s i l i n yang d igunakan pada pengoba t an

demam t i f o i d , t e r u t a m a p a d a k a s u s y a n g r e s i s t e n t e r h a d a p

K l o r a m f e n i k o l . P e r n a h dilaporkan adanya Salmonella yang resisten terhadap

Ampisilin di Thailand.

Ampisilin umumnya lebih lambat menurunkan demam bila dibandingkandengan

Kloramfenikol, tetapi lebih efektif untuk mengobati karier serta kurang toksik.

Kelemahannya dapat terjadi skin rash (3 – 18%), dan diare (11%).

Ampi s i l i n mempunya i daya an t i bak t e r i yang s ama dengan

Ampi s i l i n , terapi penyerapan peroral lebih baik sehingga kadar obat yang

tercapai 2 kali lebih tinggi, dan lebih sedikit timbulnya kekambuhan (2 – 5%)

dan karier (0 – 5%).

Dosis yang dianjurkan adalah : Ampisilin 100 – 200 mg/kgBB/hari, selama 10 – 14

hari dan Amoksisilin 100 mg/kgBB/hari, selama 10 – 14 hari. Pengoba t an demam

t i fo id yang menggunakan oba t kombinas i t i dak  memberikan keuntungan

yang lebih baik bila diberikan obat tunggal

14

Page 15: BAB I

Seftriakson

Dosis yang dianjurkan adalah 50 – 100 mg/kgBB/hari, tunggal atau dalam2 dosis iv.

Sefotaksim

Dosis yang dianjurkan adalah 150 – 200 mg/kgBB/hari dibagi dalam 3- 4dosis iv.

Siprofloksasin

Dosis yang dianjurkan adalah 2 x 200 – 400 mg oral pada anak

berumur lebih dari 10 tahun.

1.9 PENCEGAHAN

Secara umum, untuk memperkecil kemungkinan tercemar S.typhi, maka

setiap individu harus memperhatikan kualitas makanan dan minuman yang

merekakonsumsi. Salmonella typhi di dalam air akan mati apabila dipanasi setinggi 57ºC

untuk beberapa menit atau dengan proses iodinasi/klorinasi. Untuk makanan, pemanasan

sampai suhu 57ºC beberapa menit dan secaramerata juga dapat mematikan kuman

Salmonella typhi. Penurunan endemisitas suatu negara atau daerah tergantung

pada baik buruknya pengadaan sarana air dan  pengaturan pembuangan sampah

serta tingkat kesadaran individu terhadap higiene pribadi. Imunisasi aktif dapat

membantu menekan angka kejadian demam tifoid

Vaksin Demam Tifoid

Saat sekarang dikenal tiga macam vaksin untuk penyakit demam

tifoid,yaitu yang berisi kuman yang dimatikan, kuman hidup dan komponen

Vi dariSalmonella typhi. Vaksin yang berisi kuman Salmonella typhi, S. paratyphi A,

S.  pa r a typh i B yang d ima t ikan (TAB Vacc ine ) t e l ah pu luhan t ahun

d igunakan dengan cara pemberian suntikan subcutan; namun vaksin ini

hanya memberikandaya kekebalan yang terbatas, disamping efek samping lokal pada

tempat suntikanyang cukup s e r i ng . Vaks in yang be r i s i kuman

Sa lmone l l a t yph i h idup yang dilemahkan (Ty-21a) diberikan peroral tiga kali

dengan interval pemberian selang s eha r i , member i daya pe r l i ndungan 6

15

Page 16: BAB I

t ahun . Vaks in i n i d ibe r i kan pada anak     be rumur d i a t a s 2 t ahun .

Vaks in Ty -21a d ibe r i kan pada anak be rumur d i a t a s 2 tahun. Pada

penelitian dilapangan didapat hasil efikasi proteksi yang berbandingterbalik

dengan derajat transmisi penyakit. Vaksin yang berisi komponen Vi dari

S a l m o n e l l a t y p h i d i b e r i k a n s e c a r a s u n t i k a n

i n t r a m u s k u l a r m e m b e r i k a n  perlindungan 60-70% selama 3 tahun

1.10 PROGNOSIS

P r o g n o s i s d e m a m t i f o i d t e r g a n t u n g k e t e p a t a n t e r a p i , u s i a ,

k e a d a a n ke seha t an s ebe lumnya , dan ada t i daknya kompl ika s i .

D inega ra ma ju , dengan terapi antibiotik yang adekuat, angka mortalitas <

1%. Di negara berkembang, angka mortalitasnya > 10%, biasanya karena

keterlambatan diagnosis, perawatan,dan pengobatan. Munculnya komplikasi

seperti perforasi gastrointestinal atau  pe rda rahan heba t , men ing i t i s ,

endoka rd i t i s dan pneumon ia , mengak iba tkan morbiditas dan mortalitas yang

tinggi.Relaps dapat timbul beberapa kali. Individu yang mengeluarkan S.

ser.Typhi ≥ 3 bulan setelah infeksi umumnya manjadi karier kronis. Risiko

menjadikarier pada anak-anak rendah dan meningkat sesuai usia. Karier

kronik terjadi pada 1 – 5% dari seluruh pasien demam tifoid.

DAFTAR PUSTAKA

16

Page 17: BAB I

1. Pudjiadi, Antonius dkk. 2010. Pedoman Pelayanan Medis –Ikatan Dokter Anak

Indonesia, jilid 1. Hal 33-35. Jakarta. Badan Penerbitan IDAI

2. Campak dalam Buku Saku Pelayanan Kesehatan Anak di Rumah Sakit. Hal. 180-183.

2009. Jakarta. WHO

3. Depkes, R.I., 2004. Demam Tifoid di Indonesia. http://www.penyakit infeksi . Info

4. Soedarmo, Poorwo, SS, dkk ; penyunting : Buku ajar Infeksi dan Pediatri

Tropis;Edisi kedua; Ikatan Dokter Anak Indonesia 2010, Bagian Ilmu

Kesehatan Anak FK UI, Jakarta : 2010.

5. Richard E. Behrman, Robert M. Kliegman, Ann M. Arvin; edisi bahasa

Indonesia:A Samik Wahab; Ilmu Kesehatan Anak Nelson, ed.15- Jakarta: EGC, 1999.

6. Aru W, Sudoyo, dkk ; editor ; Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam; Jilid III, edisi

IV;Departemen Ilmu Penyakit Dalam FK UI, Jakarta : 2007

7. Alan R. Tumbelaka. Diagnosis dan Tata laksana Demam Tifoid. Dalam

PediatricsUpdate. Cetakan pertama; Ikatan Dokter Anak Indonesia. Jakarta : 2003

8. Rampengan . T H : Penyak i t i n f eks i T rop i s pada Anak ; ed i s i 2 .

J aka r t a : EGC 2007

17