bab i
DESCRIPTION
lapkassTRANSCRIPT
BAB I
LAPORAN KASUS
IDENTITAS PASIEN
Nama : An. R
Usia : 7 tahun 4 bulan
Jenis Kelamin : Laki-laki
Nama Orangtua : Tn. A
Alamat : Jl. K
MRS : 27 Juni 2013 pkl. 09.30
ANAMNESA
Keluhan utama : Demam sejak 5 hari SMRS
Keluhan tambahan : Demam, mual, muntah, sakit kepala, batuk dan pilek.
Riwayat penyakit sekarang
Demam sejak 5 hari SMRS, demam naik turun, meningkat terutama sore hingga malam hari.
Sakit kepala (+), mual (+), muntah (+) 3 x sejak 1 hari SMRS dan 2 x saat MRS, nyeri ulu
hati (+), lemas (+), nafsu makan menurun (+), badan pegal (+). Tidak BAB sejak 4 hari yang
lalu.
Riwayat penyakit dahulu:
• Thypoid fever (+) sebulan yang lalu di rawat inap.
• Kejang demam (-)
• DHF (-)
• Campak (-)
• TB paru (-)
1
Riwayat penyakit keluarga
• Disangkal
Riwayat Pengobatan
Minum obat penurun panas, panas sempat turun, namun beberapa jam panas tinggi lagi
Pengobatan jangka lama (TB paru) disangkal
Riwayat kehamilan ibu
• ANC rutin ke bidan
• Tidak pernah sakit selama hamil
Riwayat kelahiran
Lahir dengan persalinan spontan normal dibantu bidan, lahir tunggal, langsung menangis,
cukup bulan, tidak ada cacat kongenital, BBL 3200 gram PBL 59 cm
Riwayat makanan
Jarang makan nasi
Sering makan mie instan
Sering beli jajanan di warung
Riwayat pertumbuhan
BB : 25 Kg
TB : 130 cm
BB/U = 25/26 x 100% = 96,1% (gizi baik)
TB/U = 130/122 x 100% = 106% (tinggi normal)
BB/TB = 25/30 x 100% = 83,3 % (Gizi Kurang)
Kesan : Gizi Kurang
Riwayat perkembangan
Sudah bersekolah kelas 1 SD
Kesan : perkembangan sesuai usia
Riwayat Imunisasi
BCG
Hepatitis B
DPT
Polio
Campak
2
Kesan : Imunisasi dasar lengkap
Riwayat Alergi
Disangkal
PEMERIKSAAN FISIK
• Keadaan Umum : Tampak Sakit sedang
• Kesadaran : Compos mentis
• Tanda Vital
- Suhu : 38,70 C
- Nadi : 100 x/mnt
- Pernapasan: 20 x/mnt
Status Generalis
Kepala : Normocephal , Rambut tidak mudah dicabut, distribusi merata
Mata : Konjungtiva anemis (-/-), konjungtiva hiperemis (-/-), sklera ikterik (-/-), refleks
pupil (+), d 3 mm, isokor kanan-kiri. Eksoftalmos dan enoftalmos (-), edema palpebra (-),
pergerakan mata kesegala arah baik
KGB : Tidak ada pembesaran KGB (-/-), nyeri tekan (-)
Hidung : Deviasi septum (-), sekret (+/+), darah (-/-), nyeri tekan (-), hidung bagian luar
tidak ada kelainan, pernapasan cuping hidung (-).
Telinga : Normotia, nyeri tekan (-/-), serumen (-/-), darah (-/-), pendengaran baik
Mulut : Bibir kering (+), stomatitis (-), gigi geligi lengkap, gusi berdarah (-), faring
hiperemis (+), T1/T1, coated tounge (+)
Leher : Pembesaran KGB (-), massa (-)
Dada : Normochest simetris
Paru
Inspeksi : simetris dextra-sinistra, tidak ada bagian dada yang tertinggal saat bernapas,
retraksi dinding dada (-), scar (-), otot bantu pernapasan (-)
3
Palpasi : simetris, vocal fremitus sama dextra-sinistra, tidak ada bagian dada yang
tertinggal saat bernapas, nyeri tekan (-)
Perkusi : sonor pada semua lapang paru, batas sonor-pekak setinggi ICS 6 linea
midclavicularis dextra
Auskultasi : suara napas vesikuler (+/+), lendir (-/-), ronkhi (+/+), wheezing(-/-)
Jantung
Inspeksi : ictus cordis terlihat
Palpasi : ictus cordis teraba di ICS 5 linea midclavicularis sinistra
Perkusi : batas jantung relatif dalam batas normal
Auskultasi : bunyi jantung I dan II regular, bising jantung (-)
Abdomen
Inspeksi : Kembung (+)
Auskultasi : Bising usus (+) normal
Palpasi : Supel (+), distensi (-), turgor kulit cepat kembali, nyeri tekan epigastrium (+)
Perkusi : Timpani pada 4 kuadran abdomen (+)
Genitalia : phimosis (-)
Anus dan rektum : tidak ada keluhan
Extremitas
Atas : akral hangat, peteki (-/-), udem (-/-), pucat (-),RCT < 2 detik
Bawah : akral hangat, peteki (-/-), udem (-/-), pucat (-), RCT < 2 detik, nadi kuat angkat
4
PEMERIKSAAN PENUNJANG
• Tgl 30 mei 2013
Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan
a. Hematologi
Hb 12,2 g/dl 10,8 – 12,8
Ht 37 % 35 - 43
Trombosit 202 ribu/µL 217 - 491
Leukosit 7,27 ribu/µL 6,00 – 17,00
Anti Salmonell IgM 6,0 positif kuat Negative
RESUME
An.Laki-laki umur 7 tahun 4 bulan dengan BB 25 KG. MRS dengan keluhan demam tinggi,
demam meningkat tinggi terutama sore hingga malam hari sejak 5 hari SMRS. Keluhan
demam disertai sakit kepala (+), mual (+), muntah (+) 3 x, Badan pegal-pegal (+), batuk (+),
pilek (+), nyeri ulu hati (+), nafsu makan menurun, tampak lemas. BAB belum sejak 4 hari,
BAK tidak ada keluhan. Pada pemeriksaan fisik ditemukan bibir kering (+), coated tounge
(+), faring hiperemis (+). Pada abdomen terdapat nyeri tekan epigastrium (+). Pada
pemeriksaan serologi Anti Salmonella IgM didapatkan positif kuat (+ 6,0)
Assesment
Febris hari ke-5
ISPA
Cephalgia
Mialgia
Vomitus
Konstipasi
5
Intake sulit
Working Diagnosis
• Demam tifoid hari ke-5
Tatalaksana
• Infus RL
Perhitungan cairan BB 25 Kg
Cairan maintenance = 1600 cc
Tetesan infus = 1600 cc x 15tts = 16 tpm
24 x 60
Ceftriaxone 80 mg/kgBB/hari selama 5 hari (dalam dextros 5% 100 cc) 1 x2 gr
Novalgin inj 10-15 mg/kgBB/kali
Rantin inj 1 mg/kgBB/kali
Ondancentron inj 0,1 mg/kgBB/kali
Bedrest
Diet Makanan Lunak
R/ Ceftriaxone inj 2 gr vial No. VI
Aquadest 5 cc
Dextrose 5% 100 cc
S 1 dd 2 gr
R/ Novalgin inj 250 mg amp No.I
Aquadest 8 cc
S 1 dd 2,5 cc prn
R/ Rantin inj 25 mg amp N0.I
S 2 dd 1 cc
R/ ondancentron inj 2,5 mg amp No.II
S 2 dd 1,5 cc prn
6
Follow Up
TGL / JAM S O A P
28-06-2013 Batuk berdahak(+), pilek (-),
mual (-), muntah (-), BAB (-),
BAK lancar, intake sulit
T : 36,9° C
HR : 100x/mnt
RR : 26x/mnt
Akral hangat,
Bibir kering
Demam tifoid
hari ke-6
- Terapi
dilanjutkan
29-06-2013 Pilek (-), batuk berdahak (+),
muntah (+) 1 x,
BAB 1 x, intake sulit
T : 37,8° C
HR : 100x/mnt
RR : 28x/mnt
Bibir kurang
(+)
Demam tifoid
hari ke-7
- Terapi
Lanjutkan
30-06-2013 Batuk Berdahak (+), pilek (-),
mual (-), belum BAB dari
malem, demam masih naik
turun, intake sulit
T : 37,7 C
HR : 100
x/menit
RR : 28
x/menit
Bibir kurang
(+)
Demam tifoid
hari ke-8
- Terapi
lanjutkan
01-06-2013 Batuk kadang, pilek (-), mual
(-), muntah (-), BAB (-), BAK
lancar, intake sulit
T : 36,9° C
HR : 94x/mnt
RR : 28x/mnt
Akral hangat,
Bibir kering
Demam tifoid
hari ke-9
- Terapi
dilanjutkan
29-06-2013 Pilek (-), batuk(-), muntah (-)
1 x,
BAB 1 x, sudah mau makan
sedikit-sedikit
T : 36,8° C
HR : 100x/mnt
RR : 30x/mnt
Demam tifoid
hari ke-10
- Pulang
Edukasi orang tua
BAB II
7
TINJAUAN PUSTAKA
1.1 DEFINISI
Demam tifoid (tifus abdominalis, enteric fever) adalah penyakit infeksi akut yang
biasanya terdapat pada saluran pencernaan dengan gejala demam yang lebih dari 7 hari,
gangguan pada saluran pencernaan dengan atau tanpa gangguan kesadaran.
1.2 EPIDEMIOLOGI
Demam tifoid dan paratifoid merupakan salah satu penyakit infeksi endemik di Asia,
Afrika, Amerika Latin Karibia dan Oceania, termasuk Indonesia. Penyakit ini tergolong
penyakit menular yang dapat menyerang banyak orang melalui makanan dan minuman
yang terkontaminasi. Insiden demam tifoid di seluruh dunia menurut data pada tahun
2002 sekitar 16 juta per tahun, 600.000 di antaranya menyebabkan kematian. Di
Indonesia prevalensi 91% kasus demam tifoid terjadi pada umur 3-19 tahun, kejadian
meningkat setelah umur 5 tahun. Ada dua sumber penularan S.typhi : pasien yang
menderita demam tifoid dan yang lebih sering dari carrier yaitu orang yang telah
sembuh dari demam tifoid namun masih mengeksresikan S. typhi dalam tinja selama
lebih dari satu tahun.2,3,4
1.3 ETIOLOGI
Demam tifoid disebabkan oleh Salmonella typhi (S. typhi), kuman berbentuk basil
gram negatif berukuran 2-4 µm x 0.5-0,8 µm, bergerak dengan flagel peritrik, dan tidak
berspora. Salmonella sp. tumbuh cepat dalam media yang sederhana hampir tidak pernah
memfermentasi laktosa dan sukrosa, membentuk asam dan kadang gas dari glukosa dan
manosa, biasanya memproduksi hidrogen sulfide atau H2S. Pada biakan agar koloninya
besar bergaris tengah 2-8 milimeter, bulat agak cembung, jernih, smooth. Salmonella
typhi mempunyai antigen somatik (O) yang terdiri dari oligosakarida, flagelar antigen
(H) yang teridi dari protein dan envelope antigen (Vi) yang terdiri polisakarida. Kuman
ini mempunyai makromolekular lipopolisakarida kompleks yang membentuk lapisan luar
dari dinding sel yang dinamakan endotoksin. Salmonella typhi juga dapat memperoleh
plasmid factor-R yang berikatan dengan resistensi terhadap multiple antibiotik. Kuman
ini tumbuh dalam suasana aerob dan fakultatif anaerob. Kuman ini mati pada suhu 56ºC
dan pada keadaan kering. Di dalam air dapat bertahan hidup selama 4 minggu dan hidup
subur pada medium yang mengandung garam empedu.1
1.4 PATOGENESIS
8
Bakteri salmonella typhi bersama makanan atau minuman masuk ke
dalam tubuh melalui mulut. Pada saat melewati lambung dengan suasana asam
(pH<2) banyak bakteri yang mati. Keadaan-keadaan seperti aklorhidiria,
gastrektomi, pengobatan dengan antagonis reseptor histamin H 2, inhibitor
pompa proton atau antasida dalam jumlah besar, akan mengurangi dosis infeksi.
Bakteri yang masih hidup akan mencapai usus halus. Di dalam usus halus, bakteri
melekat pada sel-sel mukosa dan kemudian menginvasi mukosa dan menembus dinding
usus, tepatnya di ileum dan yeyenum.
Setelah berada dalam usus halus, kuman mengadakan invasi ke jaringan
limfoid usus halus (plaque peyeri) dan jaringan limfoid mesentrika. Setelah
menyebabkan peradangan dan nekrosis setempat kuman lewat pembuluh
limpa masuk ke darah (bakteremia primer) menuju organ retikuloendotelial
sistem (RES) terutama hati dan limfa . Di tempat ini, kuman di fagosit oleh sel-sel
fagosit RES dan kuman yang tidak difagosit akan berkembang biak. Pada
akhir masa inkubasi, berkisar 5 – 9 hari, kuman kembali masuk ke darah menyebar ke
seluruh tubuh (bakteremia sekunder), dan sebagian kuman masuk ke organ tubuh
terutama limpa, kandung empedu yang selanjutnya kuman tersebut dikeluarkan
kembali dari kandung empedu ke rongga usus dan menyebabkan reinfeksi di usus.
Dalam masa baktremia ini, kuman mengeluarkan endotoksin yang susunan
kimianya sama dengan antigen somatik (lipopolisakarida) yang semula
diduga bertanggung jawab terhadap terjadinya gejala-gejala dari demam tifoid.
Endotoksin mempunyai peranan membantu proses peradangan lokal. Endotoksinnya
merangsang sintesis dan pelepasan zat pirogen pleh leukosit pada jaringan yang
meradang. Selanjutnya zat pirogen yang beredar di darah mempengaruhi pusat
termoregulator dihipotalamus yang mengakibatkan timbulnya gejala demam.
Patogenesis terjadinya manifestasi klinis sebagai berikut : makrofag pada penderita
akan menghasilkan substansi aktif yang disebut monokin, selajutnya monokin ini dapat
menyebabkan nekrosis seluler dan merangsang sistem imun, instabilasi vaskuler, depresi
sumsum tulang dan panas.
Perubahan histopatologi pada umumnya ditemukan infiltrasi jaringan oleh
makrofag yang mengandung eritrosit, kuman, limfosit yang sudah
9
terdegenerasi yang dikenal sebagai sel tifoid. Bila sel-sel ini beragregasi,
terbentuklah nodul. Nodul ini sering didapatkan dalam usus halus, jaringan limfe
mesenterium, limpa, hati sumsum tulang dan organ-organ yang terinfeksi.
Kelainan utama terjadi di ileum terminale dan plak peyer yang
hiperplasi(minggu pertama), nekrosis (minggu kedua) dan ulserasi (minggu
ketiga) serta bila sembuh tanpa adanya pembentukan jaringan parut. Sifat
ulkus berbentuk bulat lonjong sejajar dengan sumbu pannjang usus dan ulkus
ini dapat menyebabkan perdarahan bahkan perforasi. Gambaran tersebut tidak
didapatkan pada kasus demam tifoid yang menyerang bayi maupun tifoid kongenital.
1.5 DIAGNOSIS
Anamnesis
- Demam naik secara bertahap tiap hari, mencapai suhu tertinggi pada akhir minggu
pertama, minggu kedua demam terus menerus tinggi
- Anak sering mengigau (delirium), malaise, letargi, anoreksia, nyeri kepala, nyeri
perut, diare atau konstipasi, muntah, perut kembung.
- Pada demam tifoid berat dapat dijumpai penurunan kesadaran, kejang dan ikterus
Pemeriksaan Fisik
Gejala klinis bervariasi dari yang ringan sampai berat dengan komplikasi.
Keasadaram menurun, delirium, sebagian besar anak mempunyai lidah tifoid yaitu
dibagian tengah kotor dan pinggir hiperemis, meteorismus, hepatomegali lebih sering
dijumpai daripada splenomegali. Kadang-kadang terdengar ronki pada pemeriksaan paru.
Pemeriksaan Penunjang
Darah tepi perifer :
- Anemia, pada umumnya terjadi karena supresi sumsum tulang, defisiensi Fe atau
perdarahan usus
- Leukopenia, namun jarang kurang dari 3000/uL
- Limfositosis relative
- Trombositopenia, terutama pada demam tifoid berat
Pemeriksaan serologi :
10
- Serologi widal : kenaikan titer S.typhi titer O 1:200 atau kenaikan 4 kali titer fase akut
ke fase konvalesens
- Kadar IgM dan igG (Typhi-dot)
Pemeriksaan biakan salmonella
- Biakan darah terutama pada minggu 1-2 dari perjalanan penyakit
- Biakan sumsum tulang masih positif sampai minggu ke-4
Pemeriksaan Radiologi
- Foto thoraks apabila diduga terjadinya komplikasi pneumonia
- Foto abdomen, apabila diduga terjadi komplikasi intraintestinal seperti perforasi usus
atau perdarahan saluran cerna
- Pada perforasi usus tampak:
Distribusi udara tidak merata
Airfluid level
Bayangan radiolusen di daerah hepar
Udara bebas pada abdomen
1.6 DIFFERENTIAL DIAGNOSIS
Pada stadium dini demam tifoid, beberapa penyakit kadang-kadang secara
klinis dapat menjadi diagnosis bandingnya yaitu influenza, gastroenteritis, bronkitis
dan bronkopneumonia. Beberapa penyakit yang disebabkan oleh
mikroorganisme seperti tuberkulosis, infeksi jamur sistemik, bruselosis,
tularemia, sh ige lo s i s dan ma la r i a j uga pe r l u d ip ik i rkan . Pada demam
t i fo id yang be ra t , sepsis, leukimia, limfoma dan penyakit hodgkin dapat sebagai
dignosis banding.
1.7 PENYULIT
Perforasi usus halus dilaporkan dapat terjadi pada 0,5 – 3%,
sedangkan pe rda rahan u sus pada 1 – 10% kasus dema t i f o id anak .
Penyu l i t i n i b i a sanya t e r j ad i pad a minggu ke - 3 s ak i t , wa l au pe rnah
d i l apo rka n t e r j ad i pada m inggu pe r t ama . Kompl ika s i d i dahu lu i
dengan penu runan suhu , t ekana n da rah dan p e n i n g k a t a n f r e k u e n s i
n a d i . P a d a p e r f o r a s i u s u s h a l u s d i t a n d a i o l e h n y e r i abdomen lokal
pada kuadran kanan bawah akan tetapi dilaporkan juga nyeri yang menyelubung.
Kemudian akan diikuti muntah, nyeri pada perabaan abdomen,defance
muskulare, hilangnya keredupan hepar dan tanda-tanda peritonitis yang lain.
11
Beberapa kasus perforasi usus halus mempunyai manifestasi klinis yangtidak
jelas.
Dilaporkan pada kasus dengan komplikasi neuropsikiatri. Sebagian
besar bermanifestasi gangguan kesadaran, disorientas i, delirium, obtundasi,
stupor bahkan koma. Beberapa penulis mengaitkan manifestasi klinis
neuropsikiatriden gan p rogno s i s bu r uk . Pen yak i t neu ro l og i l a i n ada l ah
T rom bos i s s e r ebe ra l , afasia, ataksia sereberal akut, tuli, mielitis tranversal,
neuritis perifer maupun k ra n i a l , men ing i t i s , en s e f a lomie l i t i s , s i nd rom
Gu i l l a i n -B a r r e . Da r i be r baga i penyakit neurologik yang terjadi, jarang
dilaporkan gejala sisa yang permanen (sekuele).
M i o k a r d i t i s d a p a t t i m b u l d e n g a n m a n i f e s t a s i k l i n i s b e r u p a
a r i t m i a , perubahan ST-T pada EKG, syok kardiogenik, infiltrasi lemak
maupun nekrosis pada jantung. Hepatitis tifosa asimtomatik dapat dijumpai
pada kasus demamt i f o id d i t anda i pen ingka t an kad a r t r an sam ina se yan g
t i d ak menco lok . I k t e ru sdengan atau tanpa disertai kenaikan kadar transaminase,
maupun kolesistitis akut juga dapat dijumpai, sedang kolesistitis kronik yang terjadi pada
penderita setelahmen ga l ami dem am t i f o id dap a t d ik a i t kan den gan ada nya
ba t u empedu dan fenomena pembawa kuman (karies).
Seb ag i an ka sus dem am t i f o id men ge l ua rkan bak t e r i Sa lmon e l l a
t yp h i melalui urin pada saat sakit maupun setelah sembuh. Sistitis bahkan
pielonefritisdapat juga merupakan penyulit demam tifoid. Proteinuria transien sering
dijumpai,s ed angkan g lomer u lo ne f r i t i s yang dapa t be r man i f e s t a s i
s eb aga i gag a l g in j a l mau pun s i nd rom ne f ro t i k mempun ya i p ro gnos i s
bu r uk . Pne umo n ia s eb aga i komplikasi sering dijumpai pada demam tifoid.
Keadaan ini dapat ditimbulkanoleh kuman Salmonella typhi, namun sering kali
sebagai akibat infeksi sekunder o l e h kum an l a i n . Pen yu l i t l a i n yang dap a t
d i j umpa i ada l ah t r ombo s i t open i a , koagulasi intrvaskular diseminata,
Hemolytic Uremic Syndrome (HUS), fokal infeksi di beberapa lokasi sebagai
akibat bakteremia misalnya infeksi pada tulang,otak, hati, limpa, otot, kelenjar ludah dan
persendian.
R e l a p s y a n g d i d a p a t p a d a 5 - 1 0 % k a s u s d e m a m t i f o i d s a a t
e r a p r e antibiotik, sekarang lebih jarang ditemukan. Apabila terjadi relaps, demam
timbulk e m b a l i d u a m i n g g u s e t e l a h p e n g h e n t i a n a n t i b o i t i k .
12
N a m u n p e r n a h j u g a dilaporkan relaps timbul saat stadium konvalsens,
saat pasien tidak demam akan t e t ap i ge j a l a l a i n mas ih j e l a s dan mas ih
da l am pengoba t an an t i b io t i k . Pada umumnya relaps lebih ringan dibandingkan
gejala demam tifoid sebelumnya dan lebih singkat.
1.8 PENATALAKSANAAN
Sebagian besar pasien demam tifoid dapat diobati dirumah dengan
tirah b a r i n g , i s o l a s i y a n g m e m a d a i , p e m e n u h a n k e b u t u h a n
c a i r a n , n u t r i s i s e r t a pemberian antibiotik. Sedangkan untuk kasus berat
harus dirawat dirumah sakitagar pemenuhan kebutuhan cairan, elektrolit serta
nutrisi disamping observasikemungk inan t imbu l penyu l i t dapa t
d i l akukan dengan s eksama . Pengoba t an antibiotik merupakan pengobatan
utama karena pada dasarnya patogenesis infeksi Salmonella typhi berhubungan dengan
keadaan bakteriemia.
Obat-obat antimikroba yang sering digunakan antara lain :
Kloramfenikol
Meskipun telah dilaporkan adanya resistensi kuman Salmonella terhadap
kloramfenikol di berbagai daerah, Kloramfenikol tetap digunakan sebagai
obat pilihan pada kasus demam tifoid. Sejak ditemukannya obat ini oleh
Burkoder sampai saat ini belum ada obat antimikroba lain yang dapat
menurunkan demam lebih cepat disamping harganya murah dan terjangkau oleh
penderita. Kekurangan k lo r amfen iko l an t a r a l a i n i a l ah r eaks i
h ipe r sens i t i f i t a s , r e aks i t oks ik , g r ey syndrome, kolaps, dan tidak bermanfaat
untuk pengobatan karier.
Dalam pemberian kloramfenikol tidak terdapat keseragaman dosis. Dosis
yang d i an ju rkan i a l ah 50 – 100 mg /kgBB/ha r i , s e l ama 10 – 14 ha r i .
Un tuk neonatus, penggunaan obat ini sebaiknya dihindari, dan bila terpaksa, dosis
tidak boleh melebihi 25 mg/kgBB/hari, selama 10 hari
Tiamfenikol
Tiamfenikol mempunyai efek yang sama dengan kloramfenikol karena
susunan kimianya hampir sama dan hanya berbeda pada gugusan R-nya.
13
Dengan pemberian Tiamfenikol, demam turun setelah 5 – 6 hari. Komplikasi
hematologi pada penggunaan Tiamfenikol jarang dilaporkan. Dosis oral dianjurkan 50 –
100 mg/kgBB/hsri, selama 10 – 14 hari
Kotrimoksasol
Pendapat mengenai Efektifitas kotrimksasol terhadap demam tifoid
masihkontroversial. Kelebihan kotrimoksasol antara lain dapat digunakan
untuk kasusy a n g r e s i s t e n t e r h a d a p k l o a m f e n i k o l , p e n y e r a p a n d i
u s u s c u k u p b a i k , d a n k e m u n g k i n a n t i m b u l n y a k e k a m b u h a n
p e n g o b a t a n p e n g o b a t a n l e b i h k e c i l dibandingkan kloramfenikol.
Kelemahannya ialah dapat terjadi skin rash (1 – 1 5 % ) , s i n d r o m S t e v e n
J o h n s o n , a g r a n u l o s i t o s i s , t r o m b o s i t o p e n i a , a n e m i a megaloblastik,
hemolisis eritrosit terutama pada penderita G6PD.
Dosis oral yang dianjurkan adalah 30 – 40 mg/kgBB/hari. Sulfametoksazoldan 6 – 8
mg/kgBB/hari untuk Trimetoprim, diberikan dalam 2 kali pemberian, selama
10 – 14 hari
Ampisilin dan Amoksisilin
Merupakan de r i va t Pen i s i l i n yang d igunakan pada pengoba t an
demam t i f o i d , t e r u t a m a p a d a k a s u s y a n g r e s i s t e n t e r h a d a p
K l o r a m f e n i k o l . P e r n a h dilaporkan adanya Salmonella yang resisten terhadap
Ampisilin di Thailand.
Ampisilin umumnya lebih lambat menurunkan demam bila dibandingkandengan
Kloramfenikol, tetapi lebih efektif untuk mengobati karier serta kurang toksik.
Kelemahannya dapat terjadi skin rash (3 – 18%), dan diare (11%).
Ampi s i l i n mempunya i daya an t i bak t e r i yang s ama dengan
Ampi s i l i n , terapi penyerapan peroral lebih baik sehingga kadar obat yang
tercapai 2 kali lebih tinggi, dan lebih sedikit timbulnya kekambuhan (2 – 5%)
dan karier (0 – 5%).
Dosis yang dianjurkan adalah : Ampisilin 100 – 200 mg/kgBB/hari, selama 10 – 14
hari dan Amoksisilin 100 mg/kgBB/hari, selama 10 – 14 hari. Pengoba t an demam
t i fo id yang menggunakan oba t kombinas i t i dak memberikan keuntungan
yang lebih baik bila diberikan obat tunggal
14
Seftriakson
Dosis yang dianjurkan adalah 50 – 100 mg/kgBB/hari, tunggal atau dalam2 dosis iv.
Sefotaksim
Dosis yang dianjurkan adalah 150 – 200 mg/kgBB/hari dibagi dalam 3- 4dosis iv.
Siprofloksasin
Dosis yang dianjurkan adalah 2 x 200 – 400 mg oral pada anak
berumur lebih dari 10 tahun.
1.9 PENCEGAHAN
Secara umum, untuk memperkecil kemungkinan tercemar S.typhi, maka
setiap individu harus memperhatikan kualitas makanan dan minuman yang
merekakonsumsi. Salmonella typhi di dalam air akan mati apabila dipanasi setinggi 57ºC
untuk beberapa menit atau dengan proses iodinasi/klorinasi. Untuk makanan, pemanasan
sampai suhu 57ºC beberapa menit dan secaramerata juga dapat mematikan kuman
Salmonella typhi. Penurunan endemisitas suatu negara atau daerah tergantung
pada baik buruknya pengadaan sarana air dan pengaturan pembuangan sampah
serta tingkat kesadaran individu terhadap higiene pribadi. Imunisasi aktif dapat
membantu menekan angka kejadian demam tifoid
Vaksin Demam Tifoid
Saat sekarang dikenal tiga macam vaksin untuk penyakit demam
tifoid,yaitu yang berisi kuman yang dimatikan, kuman hidup dan komponen
Vi dariSalmonella typhi. Vaksin yang berisi kuman Salmonella typhi, S. paratyphi A,
S. pa r a typh i B yang d ima t ikan (TAB Vacc ine ) t e l ah pu luhan t ahun
d igunakan dengan cara pemberian suntikan subcutan; namun vaksin ini
hanya memberikandaya kekebalan yang terbatas, disamping efek samping lokal pada
tempat suntikanyang cukup s e r i ng . Vaks in yang be r i s i kuman
Sa lmone l l a t yph i h idup yang dilemahkan (Ty-21a) diberikan peroral tiga kali
dengan interval pemberian selang s eha r i , member i daya pe r l i ndungan 6
15
t ahun . Vaks in i n i d ibe r i kan pada anak be rumur d i a t a s 2 t ahun .
Vaks in Ty -21a d ibe r i kan pada anak be rumur d i a t a s 2 tahun. Pada
penelitian dilapangan didapat hasil efikasi proteksi yang berbandingterbalik
dengan derajat transmisi penyakit. Vaksin yang berisi komponen Vi dari
S a l m o n e l l a t y p h i d i b e r i k a n s e c a r a s u n t i k a n
i n t r a m u s k u l a r m e m b e r i k a n perlindungan 60-70% selama 3 tahun
1.10 PROGNOSIS
P r o g n o s i s d e m a m t i f o i d t e r g a n t u n g k e t e p a t a n t e r a p i , u s i a ,
k e a d a a n ke seha t an s ebe lumnya , dan ada t i daknya kompl ika s i .
D inega ra ma ju , dengan terapi antibiotik yang adekuat, angka mortalitas <
1%. Di negara berkembang, angka mortalitasnya > 10%, biasanya karena
keterlambatan diagnosis, perawatan,dan pengobatan. Munculnya komplikasi
seperti perforasi gastrointestinal atau pe rda rahan heba t , men ing i t i s ,
endoka rd i t i s dan pneumon ia , mengak iba tkan morbiditas dan mortalitas yang
tinggi.Relaps dapat timbul beberapa kali. Individu yang mengeluarkan S.
ser.Typhi ≥ 3 bulan setelah infeksi umumnya manjadi karier kronis. Risiko
menjadikarier pada anak-anak rendah dan meningkat sesuai usia. Karier
kronik terjadi pada 1 – 5% dari seluruh pasien demam tifoid.
DAFTAR PUSTAKA
16
1. Pudjiadi, Antonius dkk. 2010. Pedoman Pelayanan Medis –Ikatan Dokter Anak
Indonesia, jilid 1. Hal 33-35. Jakarta. Badan Penerbitan IDAI
2. Campak dalam Buku Saku Pelayanan Kesehatan Anak di Rumah Sakit. Hal. 180-183.
2009. Jakarta. WHO
3. Depkes, R.I., 2004. Demam Tifoid di Indonesia. http://www.penyakit infeksi . Info
4. Soedarmo, Poorwo, SS, dkk ; penyunting : Buku ajar Infeksi dan Pediatri
Tropis;Edisi kedua; Ikatan Dokter Anak Indonesia 2010, Bagian Ilmu
Kesehatan Anak FK UI, Jakarta : 2010.
5. Richard E. Behrman, Robert M. Kliegman, Ann M. Arvin; edisi bahasa
Indonesia:A Samik Wahab; Ilmu Kesehatan Anak Nelson, ed.15- Jakarta: EGC, 1999.
6. Aru W, Sudoyo, dkk ; editor ; Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam; Jilid III, edisi
IV;Departemen Ilmu Penyakit Dalam FK UI, Jakarta : 2007
7. Alan R. Tumbelaka. Diagnosis dan Tata laksana Demam Tifoid. Dalam
PediatricsUpdate. Cetakan pertama; Ikatan Dokter Anak Indonesia. Jakarta : 2003
8. Rampengan . T H : Penyak i t i n f eks i T rop i s pada Anak ; ed i s i 2 .
J aka r t a : EGC 2007
17