bab i

61
BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Metode geofisika merupakan salah satu metode yang cukup ampuh untuk memetakan sumber daya alam di bawah bumi. Beberapa metode geofisika yang banyak digunakan untuk memetakan sumber daya alam diantaranya metode geolistrik sebagaimana dilakukan oleh Guerin dan Benderitter (1995), metode seismik sebagaimana dilakukan oleh Chen et.al (2004), metode gaya berat sebagaimana dilakukan oleh William (1960), metode self potensial (SP) sebagaimana dilakukan oleh Corwin (1990), dan metode magnetik sebagaimana yang dilakukan oleh Sharma (1987). Metode geomagnet (magnetik) dilakukan berdasar-kan pengukuran anomali geomagnet yang diakiba-tkan oleh perbedaan kontras suseptibilitas atau per-meabilitas magnetik tubuh jebakan dari daerahsekelilingnya. Perbedaan permeabilitas relatif itu dia-kibatkan oleh

Upload: trinur

Post on 13-Dec-2015

21 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

geomagnet

TRANSCRIPT

BAB I

PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang

Metode geofisika merupakan salah satu metode yang cukup ampuh untuk

memetakan sumber daya alam di bawah bumi. Beberapa metode geofisika yang

banyak digunakan untuk memetakan sumber daya alam diantaranya metode

geolistrik sebagaimana dilakukan oleh Guerin dan Benderitter (1995), metode

seismik sebagaimana dilakukan oleh Chen et.al (2004), metode gaya berat

sebagaimana dilakukan oleh William (1960), metode self potensial (SP)

sebagaimana dilakukan oleh Corwin (1990), dan metode magnetik sebagaimana

yang dilakukan oleh Sharma (1987).

Metode geomagnet (magnetik) dilakukan berdasar-kan pengukuran anomali

geomagnet yang diakiba-tkan oleh perbedaan kontras suseptibilitas atau per-

meabilitas magnetik tubuh jebakan dari daerahsekelilingnya. Perbedaan

permeabilitas relatif itu dia-kibatkan oleh perbedaan distribusi mineral  ferro-

magnetic, paramagnetic, dan diamagnetic. Alat yang digunakan untuk mengukur

anomali geomagnet yaitu magnetometer. Metode geomagnet ini sensitif terhadap

perubahan vertical, umumnya digunakan untuk mempelajari tubuh intrusi, batuan

dasar, urat hydrothermal   yang kaya akan mineral ferromagnetic dan struktur

geologi (Yopanz, 2007).

I.2 Rumusan Masalah

1. Bagaimana jenis batuan yang tersebar di daerah penelitian penelitian yaitu di

Panggo, Desa Kaloling, Kabupaten Sinjai, Sulawesi Selatan?

2. Bagaimana jenis mineral yang terkandung di daerah penelitian?

3. Bagaimana model anomali dan struktur geologi bawah permukaan di daerah

penelitian?

I.3 Tujuan

1. Untuk mengetahui jenis batuan yang tersebar di daerah penelitian.

2. Untuk mengetahui jenis mineral yang terkandung di daerah penelitian.

3. Untuk mengetahui model anomali dan struktur geologi bawah permukaan di

daerah penelitian.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

II.1 Sejarah Metode Magnetik

Ilmu yang mempelajari kemagnetan bumi merupakan cabang ilmu geofisika

tertua. Hal ini diketahui selama lebih dari 3 abad yang menyatakan bahwa bumi

merupakan suatu magnet.Sir William Gilbert (1540-1603) melakukan percobaan

alamiah pertama terhadap kemagnetan bumi. Hal ini tercatat pada de Magnete,

yang ilmunya dibawa ke Eropa dari China oleh MarcoPolo. Gilbert menunjukkan

bahwa medan magnet bumi setara dengan magnet permanen yang arahnya utara-

selatan yang dekat dengan sumbu rotasi bumi. Karl Frederick Gauss menyatakan

tentang ilmu yang membahas medan magnetik bumi pada tahun 1830-1842 yang

hampir semua pernyataannya tergolong valid. Beliau menggunakan analisis

matematika bahwa medan magnet lebih besar berasal dari material yang berasal

dari dalam bumi, dan beliau menyatakan bahwa adanya kemungkinan hubungan

antara medan magnet bumi dan rotasi bumi karena sumbu dipol yang

mempengaruhi besar medan di area sekitar sumbu rotasi bumi. Medan magnet

terestrial telah dipelajari sejak era Gilbert, tapi tidak sampai tahun 1843 dimana

von Wrede yang pertama menggunakan variasi medan untuk menentukan lokasi

deposit dari bijih magnetik yang kemudian dipublikasikan pada tahun 1879

“TheExamination of Iron Ore Deposits Bay Magnetic Measurements” oleh Thalen

yang ditandai dengan penggunaan pertama metode magnetik.Sampai akhir tahun

1940, pengukuran medan magnetik mayoritas menggunakan keseimbangan

magnetik yang mengukur satu komponen dari medan bumi, biasanya komponen

vertikal. Pengukuran ini biasanya dilakukan di permukaan daratan. Magnetometer

fluxgate pertama kali ditemukan pada perang dunia 2 untuk mendeteksi kapal

selam dari pesawat. Pasca perang, magnetometer (dan navigasi radar, dan

peralatan perang lainnya) digunakan untuk pengukuran aeromagnetik.

Magnetometer proton-presisi ditemukan padaawal 1950an sangat handal dan

operasi yang sederhana dan cepat. Dan saat ini digunakan pada mayoritas alat

instrumentasi. Mangetometer pompa optik alkali-uap yang pertama kali

ditemukan pada 1962 memiliki akurasi yang tinggi pada pengukuran magnetik.

Bagaimanapun magnetometer proton-presisi dan pompa optik hanya mengukur

besaran nilai, tidak termasuk arah dari medan magnet. Pengukuran gradiometer

ariborne dimulai sejakakhir tahun 1960, meskipun pengukuran pada permukaan

telah lama ditemukan. Gradiometer kerap menggunakan dua magnetometer yang

jaraknya berkisar 1-30 m. Perbedaan pembacaan tidak hanya memberikan gradien

vertikal, tapi juga sebagian besar menghilangkan efek dari variasi medan temporal

yang sering mempengaruhi faktor batasakurasi. Perekaman digital dan

pemrosesan data magnetik menghilangkan nilai jenuh yangterkandung saat

mengoreksi pengukuran ke peta magnetik. Algoritma interpretasi sekarang

memungkinkan untuk menghasilkan gambar profil yang terkomputerisasi untuk

menunjukkan penyebaran magnetisasi. Sejarah survey magnetik telah dibahas

oleh Reford (1980) dan nilai seninya dibahas oleh Paterson dan Reeves (1985).

II.2 Konsep Teori Magnetik

Metode magnetik adalah salah satu metode geofisika untuk mengukur variasi

medan magnetik di permukaan bumi yang disebabkan oleh adanya variasi

distribusi benda termagnetisasi di bawah permukaan bumi. Variasi intensitas

medan magnetik yang terukur kemudian ditafsirkan dalam bentuk distribusi bahan

magnetik di bawah permukaan, yang kemudian dijadikan dasar bagi pendugaan

keadaan geologi yang mungkin. Dalam aplikasinya, metode magnetik

mempertimbangkan variasi arah dan besar vektor magnetisasi. Pengukuran

intensitas medan magnetik bisa dilakukan melalui darat, laut, dan udara. Metode

magnetik sering digunakan dalam eksplorasi pendahuluan minyak bumi, panas

bumi, dan batuan mineral, serta bisa diterapkan pada pencairan prospeksi benda-

benda arkeologi (Barita Uli Basa Mangatur Siahaan, 2009).

II.2.1 Gaya Magnetik

Dasar dari teori magnetik adalah gaya Coulomb antara dua kutub magnetik

m1 dan m2 yang berjarak r dalam bentuk

F⃗=m1 m2

μ0 r2 r⃗ (dyne) (2.1)

Konstanta μ0 adalah permeabilitas medium dalam ruang hampa, tidak berdimensi

dan berharga satu yang besarnya dalam SI adalah 4 π × 10−7 newton/ampere2.

II.2.2 Momen Magnetik

Bila terdapat dua buah kutub magnet yang berlawanan +m dan – m terpisah sejauh

l, maka besarnya momen magnetiknya (M ) adalah

M=ml r̂ (2.2)

Dengan M adalah sebuah vektor dalam arah vektor unit r̂ berarah dari kutub

negatif ke kutub positif. Arah momen magnetik dari atom bahan non magnetik

adalah acak sehingga momen magnetik resultannya menjadi nol. Sebaliknya, di

dalam bahan-bahan magnetik, arah momen magnetik atom-atom bahan itu teratur

sehingga momen magnetik resultan tidak nol. Momen magnet memiliki satuan

dalam cgs adalah gauss.cm3 atau emu dan dalam SI adalah A.m2.

II.2.3 Kuat Medan Magnetik

Kuat medan magnet (H ) pada suatu titik yang berjarak r dari m1 didefinisikan

sebagai gaya persatuan kuat kutub magnet yang dapat dituliskan sebagai berikut

H= Fm2

=m1

μ0r2 r (oersted) (2.3)

dengan r adalah jarak titik pengukuran dari m. H memiliki satuan A/m dalam SI,

dan oersted dalam cgs.

II.2.4 Intensitas Kemagnetan

Sejumlah benda-benda magnet dapat dipandang sebagai sekumpulan benda

magnetik. Apabila benda magnet tersebut diletakkan dalam medan luar, benda

tersebut menjadi termagnetisasi karena induksi. Dengan demikian, intensitas

kemagnetan dapat didefinisikan sebagai tingkat kemampuan menyearahkan

momen-momen magnetik dalam medan magnetik luar dapat juga dinyatakan

sebagai momen magnetik persatuan volume

I= MV

=ml r̂V

(2.4)

Satuan magnetisasi dalam cgs adalah gauss atau emu.cm-3 dan dalam SI adalah

Am−1.

II.2.5 Suseptibilitas Magnetik

Tingkat suatu benda magnetik untuk mampu dimagnetisasi ditentukan oleh

suseptibilitas kemagnetan k, yang dituliskan sebagai

I=k H (2.5)

Harga k pada batuan semakin besar apabila dalam batuan tersebut semakin

banyak dijumpai mineral-mineral yang bersifat magnetik.

Berdasarkan sifat kemagnetannya, bahan dapat dibagi menjadi 3 golongan, yaitu:

1. Ferromagnetik

Bahan ferromagnetik adalah batuan yang di dalamnya terdapat banyak kulit

elektron yang hanya diisi oleh satu elektron sehingga mudah terinduksi oleh

medan luar. Memiliki nilai suseptibilitas positif yang sangat tinggi. Dalam

bahan ini sejumlah kecil medan magnetik luar dapat menyebabkan derajat

penyearahan yang tinggi pada momen dipol magnetik atomnya. Penyearahan

ini dapat bertahan sekalipun medan pemagnetannya telah hilang. Hal ini dapat

terjadi karena momen dipol magnetik atom dari bahan-bahan ini

menyearahkan gaya-gaya yang kuat pada atom tetangganya sehingga dalam

daerah ruang yang sempit momen ini disearahkan satu sama lainn sekalipun

medan luarnya tidak ada lagi. Daerah ruang tempat momen dipol magnetik

disearahkan ini disebut sebagai daerah magnetik. Pada temperatur di atas

suhu kritis yang disebut titik curie, gerak termal acak sudah cukup besar

untuk merusak keteraturan penyearahan ini dan bahan Ferromagnetik berubah

menjadi Paramagnetik. Nilai tensornya positif dan tidak bergantung pada titik

Curie, karena material-material atomnya mempunyai momen magnet dan

interaksi antar atom terdekatnya sangat kuat. Kombinasi orbit elektron dan

gerak spinnya menghasilkan medan magnet yang kuat.

2. Paramagnetik

Bahan paramagnetik adalah bahan yang memiliki nilai k yang positif dan

sangat kecil. Paramganetik muncul dalam bahan yang atom-atomnya

memiliki momen magneti yang permanen yang berinteraksi satu sama lain

secara sangat lemah. Apabila tidak terdapat medan dari luar, momen

magnetik ini akan berorientasi secara acak. Adanya medan dari luar momen

magnetik ini cenderung menyearahkan dengan medannya, tetapi dilawan oleh

kecenderungan momen untuk berorientasi acak akibat gerak termalnya.

Perbandingan momen yang menyearahkan dengan medan ini bergantung pada

kekuatan medan dan temperaturnya.

3. Diamagnetik

Bahan diamagnetik dalah bahan yang atom-atom pebentuk batuannya

memiliki elektron yang jenuh, yaitu tiap elektron berpasangan dan

mempunyai spin berlawanan dalam setiap pasangan.

Jika diberikan medan magnet dari luar orbit, maka elektron tersebut akan

berpresisi menghasilkan medan magnet lemah yang melawan medan magnet

luar, memiliki nilai suseptibilitan negatif dan kecil. Nilai dari tensor negatif,

sehingga intensitas induksinya akan berlawanan arah dengan gaya magnetnya

atau medan polarisasi.

Tabel 2.1 Suseptibiltas magnetik dari berbagai batuan dan mineral oleh Telford et al, 1990.

II.2.6 Induksi Magnetik

Suatu bahan magnetik yang diletakkan dalam medan luar H akan menghasilkan

medan tersendiri H ' yang meningkatkan nilai total medan magnetik bahan

tersebut. Induksi magnetik yang didefinisikan sebagai medan total bahan ditulis

sebagai berikut

B=H +H ' (2.6)

Hubungan medan sekunder H '=4 π M , satuan B dalam cgs adalah gauss,

sedangkan dalam geofisika eksplorasi dipakai satuan gamma (γ ) dan dalam SI

adalah tesla (T) atau nanoesla (nT).

II.2.7 Potensial Magnetostatik

Potensial magnetostatik didefinisikan sebagai tenaga yang diperlukan untuk

memindahkan satu atuan kutub magnet dari titik tak terhingga ke satuan titik

tertentu dan dapat didefinisikan sebagai

A (r )=−∫∞

r

H (r )dr (2.7)

Untuk benda tiga dimensi, material di dalamnya memberikan sumbangan momen

magnetik per satuan volume M (r ). Jadi potensialnya adalah hasil integral

sumbangan momen dwi kutub per satuan volume dan dapat dtuliskan sebagai

A (r0 )=−∫M (r )∇ 1r0−r

dV

A (r0 )=−M∂

∂ a∫r1

r 0−rdV (2.8)

Dan medan magnet benda sebagai penyebab timbulnya anomali dapat dituliskan

sebagai berikut

H (r )≡∇∫r

M (r)∇ 1r0−r

dV (2.9)

II.2.8 Medan Magnet Bumi

Nilai medan magnet total setiap lokasi di berbagai belahan dunia tidak sama.

Setiap lokasi yang mempunyai koordinat lintang dan bujur yang berbeda akan

mempunyai nilai intensitas yang berbeda pula (Blakely, 1995). Sumber medan

magnet bumi secara umum dibagi menjadi tiga, yaitu medan magnet utama bumi

(main field), medan luar (external field), dan medan anomali (anomaly field).

II.2.8.1 Medan Magnet Utama Bumi

Secara teoritis medan magnet utama bumi disebabkan oleh sumber dari dalam dan

luar bumi. Medan magnet dari dalam bumi diduga dibangkitkan oleh perputaran

aliran arus dalam inti bagian luar bumi yang bersifat cair dan konduktif (Sharma,

1997).

Karena medan magnet utama bumi berubah terhadap waktu maka untuk

menyeragamkan nilai-nilai medan utama magnet bumi, dibuat standart nilai yang

disebut dengan International Geomagnetics Reference Field (IGRF). Nilai medan

magnet utama ini ditentukan berdasarkan kesepakatan internasional di bawah

pengawasan International Association of Geomagnetic and Aeronomy (IAGA).

IGRF diperbaharui tiap 5 tahun sekali dan diperoleh dari hasil pengukuran rata-

rata pada daerah luasan sekitar 1 juta km2 yang dilakukan dalam batas waktu satu

tahun (Telford et al, 1990).

II.2.8.2 Medan Magnet Luar Bumi

Medan magnet bumi juga dipengaruhi oleh medan luar. Medan ini bersumber dari

luar bumi yang merupakan hasil ionisasi di atmosfer yang ditimbulkan oleh sinar

ultraviolet dari matahari. Karena sumber medan luar ini berhubungan dengan arus

listrik yang mengalir dalam lapisan terionisasi di atmosfer, maka perubahan

medan ini terhadap waktu jauh lebih cepat (Telford et al, 1990). Beberapa sumber

medan luar antara lain:

1. Perubahan konduktivitas listrik lapisan atmosfer dengan siklus 11 tahun.

2. Variasi harian (diurnal variation) dengan periode 24 jam yang berhubungan

dengan pasang surut matahari dan mempunyai jangkau 30 nT.

3. Variasi harian (diurnal variation) 25 jam yang berhubungan dengan pasang

surut bulan dan mempunyai jangkau 2 nT.

4. Badai magnetik (magnetic storm) yang bersifat acak dan mempunyai jangkau

sampai dengan 1000 nT (Telford et al, 1990).

II.2.8.3 Anomali Medan Magnet

Anomali medan magnet dihasilkan oleh benda magnetik yang telah terinduksi

oleh medan magnet utama bumi, sehingga benda tersebut memiliki medan magnet

sendiri dan ikut mempengaruhi besarnya medan magnet total hasil pengukuran.

Variasi medan magnetik yang terukur di permukaan merupakan target dari survei

magnetik (anomali magnetik). Besarnya anomali magnetik berkisar ratusan

sampai dengan ribuan nano-tesla, tetapi ada juga yang lebih besar dari 100.000 nT

yang berupa endapan magnetik. Secara garis besar anomali ini disebabkan oleh

medan magnetik remanen dan medan magnet induksi. Bila arah medan magnet

remanen sama dengan arah medan magnet induksi maka anomalinya bertambah

besar, demikian juga sebaliknya. Medan magnet remanen mempunyai peranan

yang besar pada magnetisasi batuan yaitu pada besar dan arah medan magnetnya

serta sangat rumit diamati karena berkaitan dengan peristiwa kemagetan yang

dialami sebelumnya. Sisa kemagnetan ini disebut dengan Normal Residual

Magnetism yang merupakan akibat magnetisasi medan utama. Dalam survei

magnetik, adanya anomali magnetik menyebabkan perubahan medan magnet total

bumi dan dapat dituliskan sebagai berikut (Telford et al, 1990):

HT=H M+H L+H A (2.10)

Dengan: HT : medan magnet total bumi

H M : medan magnet utama bumi

H L : medan magnet luar

H A : medan magnet anomali

II.2.9 Variasi Medan Magnet Bumi

Intensitas medan magnet yang terukur di atas permukaan bumi senantiasa

mengalami perubahan terhadap waktu yang relatif singkat ataupun lama.

Berdasarkan faktor-faktor penyebabnya, perubahan medan magnetik bumi dapat

terjadi antara lain:

1. Variasi sekuler

Variasi sekuler adalah variasi medan bumi yang berasal dari variasi medan

magnetik utama bumi, sebagai akibat dari perubahan posisi kutub magnetik

bumi. Pengaruh variasi sekuler telah diantisipasi dengan cara memperbarui

dan menetapkan nilai intensitas medan magnetik utama bumi yang dikenal

dengan IGRF setiap lima tahun sekali.

2. Variasi harian

Variasi harian adalah variasi medan magnetik bumi yang sebagian besar

bersumber dari medan magnet luar. Medan magnet luar berasal dari

perputaran arus listrik di dalam lapisan ionosfer yang bersumber dari partikel-

partikel terionisasi oleh radiasi matahari sehingga menghasilkan fluktasi arus

yang dapat menjadi sumber medan magnet. Jangkauan variasi ini hingga

mencapai 30 gamma dengan periode 24 jam. Selain itu, juga terdapat variasi

yang amplitudonya berkisar 2 gamma dengan periode 25 jam. Variasi ini

diasosiasikan dengan interaksi ionosfer bulan yang dikenal dengan variasi

harian bulan.

3. Badai magnetik

Badai magnetik adalah gangguan yang bersifat sementara dalam medan

magnetik bumi dengan magnetik sekitar 1000 gamma. Faktor penyebabnya

diasosiasikan dengan aurora. Meskipun periodanya acak tetapi kejadian ini

sering muncul dalam interval sekitar 27 hari, yaitu suatu periode yang

berhubungan dengan aktivitas sunspot. Badai magnetik secara langsung dapat

mengacaukan hasil pengamatan.

II.3 Proton Precession Magnetometer

Proton Precession Magnetometer (PPM) dikembangkan dari penemuan tentang

resonansi magnetik nuklir sekitar tahun 1945. PPM tergantung dari perhitungan

frekuensi free-precession dari proton (hydrogen nuclei) yang sudah terpolarisasi

dalam arah aproximal normal ke arah medan bumi. Saat polarisasi, medan

mendadak bergerak, presisi proton di medan bumi berputar di atas.

Presisi proton saat di kecepatan angular ω atau dikenal sebagai frekuensi larmor

precession yang proporsional dengan medan magnet, jadi

ω=γ p F (2.11)

γ p adalah rasio gyromagnetik dari proton, sehingga medan magnet dapat dideteksi

dengan

F=2 πvγ p

(2.12)

Di mana 2 πv /γ p=23,487 ± 0,002nT/Hz

Komponen khas dari magnetometer ini adalah sumber dari proton, polarisasi

medan magnet yang jauh lebih kuat dari bumi dan arahnya normal, coil pickup

ditambahkan ke sumber, amplifier untuk meningkatkan waktu tegangan diinduksi

ke dalam kumparan pickup, dan alat pegukur frekuensi memiliki perbedaan

frekuensi sebesar 0,4 Hz untuk sensitivitas instrumen 10nT. Perhitungan frekuensi

bisa didapatkan dengan menghitung siklus presisi dalam waktu interval yang tepat

atau dengan membandingkan mereka dengan frekuensi generator yang stabil.

Sensitivitas PPM cukup besar yaitu sekitar 1 nT. Kekurangan dari magnetometer

ini hanyalah total medan saja yang bisa dihitung. Ini juga tidak dapat merekam

secara terus-menerus karena membutuhkan waktu untuk membacanya.

Gambar 2.1 Analogi PPM dengan perputaran di atas (sumber: Telford et al, 1990)

Gambar 2.2 Skema Magnetometer Proton Presisi (PPM) (sumber Sheriff, 1984; Telford et al, 1990)

II.3.1 Prinsip Kerja Magnetometer

Proton Precession Magnetometer (PPM) adalah instrumen geofisika yang

digunakan untuk mengukur kekuatan medan magnet bumi. Pengukuran medan

magnet bumi bertujuan untuk mengetahui lokasi deposit mineral, situs arkeologi,

material di bawah tanah, atau objek di bawah permukaan air laut seperti kapal

selam atau kapal karam, dan lain sebagainya.

Prinsip kerja PPM adalah dengan proton yang ada pada semua atom memintal

atau berputar pada sumbu axis yang sejajar dengan medan magnet Bumi.

Normalnya, proton cenderung untuk sejajar dengan medan magnet bumi. Pada

saat objek diinduksi medan magnet (dibuat sedemikian), maka proton dengan

sendirinya akan menyesuaikan dengan medan yang baru dan ketika medan baru

itu dihentikan makan proton akan kembali seperti semula yang sejajar dengan

medan magnet bumi. Saat terjadi perubahan medan kesejajaran, perputaran proton

berpresisi, dan putarannya semakin melambat. Frekuensi pada saat presisi

berbanding lurus dengan kuat medan magnet bumi. Rasio Gyromagnetic proton

adalah 0,042576 Hertz / nanoTesla.

Komponen sensor pada PPM adalah tabung silinder yang berisi cairan penuh atom

hidrogen yang dikelilingi oleh lilitan kabel. Cairan yang digunakan umumnya

terdiri dari air, kerosin, dan alkohol. Sensor tersebut dihubungkan dengan kabel ke

unit yang berisi sebuah power supply, sebuah saklar elektronik, sebuah amplifier,

dan sebuah pencatat frekuensi.

Ketika saklar ditutup, arus DC mengalir dari baterai ke lilitan, kemudian

meproduksi kuat medan magnet dalam silinder tersebut. Atom hidrogen (proton)

yang berputar seperti dipol magnet, menjadi sejajar dengan arah medan

(sepanjang sumbu silinder). Daya listrik kemudian memotong lilitan dengan

membuka saklar. Karena medan magnet bumi menghasilkan torsi (tenaga putaran)

pada putaran atom hydrogen, maka atom hydrogen memulai presisi di sekitar arah

total medan bumi. Presisi tersebut menunjukkan medan magnet dalam berbagai

waktu (time varying) yang mana menginduksi sedikit arus AC pada lilitan

tersebut. Frekuensi pada arus AC memiliki persamaan dengan frekuensi presisi

atom tersebut. Karena frekuensi presisi berbanding dengan kuat medan totoal dan

karena konstanta perbandingan diketahui, maka kuat medan total dapat ditetapkan

dengan akurat.

II.4 Proses Pengolahan Data Magnetik

II.4.1 Koreksi Data Magnetik

1. Koreksi Harian

Koreksi harian adalah koreksi yang dilakukan terhadap data magnetik terukur

untuk menghilangkan pengaruh medan magnet luar atau variasi harian.

Waktu yang dimaksudkan harus mengacu atau sesuai dengan waktu

pengukuran data medan magnetik di setiap titik lokasi (stasiun pengukuran)

yang akan dikoreksi. Apabila nilai variasi harian negatif, maka koreksi harian

dilakukan dengan cara menambahkan nilai variasi harian yang terekan pada

waktu tertentu terhadap data medan magnetik yang akan dikoreksi.

Sebaliknya apabila variasi harian bernilai positif, maka koreksinya dilakukan

dengan cara mengurangkan nilai variasi harian yang terekan pada waktu

tertentu terhadap data medan magnetik yang akan dikoreksi, datap dituliskan

dalam persamaan

∆ H=H total± ∆ H harian (2.13)

2. Koreksi IGRF

Koreksi IGRF adalah koreksi yang dilakukan terhadap data medan magnet

terukur untuk menghilangkan pengaruh medan utama magnet bumi di mana

medan magnet IGRF adalah referensi medan magnet di suatu tempat. Koreksi

IGRF dapat dilakukan dengan cara mengurangkan nilai IGRF terhadap nilai

medan magnetik total yang telah terkoreksi harian pada setiap titik

pengukuran pada posisi geografis yang sesuai. Persamaan koreksinya (setelah

dikoreksi harian) dapat dituliskan sebagai berikut :

∆ H=H total± ∆ H harian± IGRF (2.14)

3. Koreksi Topografi

Koreksi topografi dilakukan jika pengaruh topografi dalam survei megnetik

sangat kuat. Koreksi topografi dalam survei geomagnetik tidak mempunyai

aturan yang jelas. Salah satu metode untuk menentukan nilai koreksinya

adalah dengan membangun suatu model topografi menggunakan pemodelan

beberapa prisma segiempat (Suryanto, 1988). Ketika melakukan pemodelan,

nilai suseptibilitas magnetik (k) batuan topografi harus diketahui, sehingga

model topografi yang dibuat, menghasilkan nilai anomali medan magnetik

(ΔHtop) sesuai dengan fakta. Selanjutnya persamaan koreksinya (setelah

dilakukan koreski harian dan IGRF) dapat dituliska sebagai

∆ H=H total± ∆ H harian−IGRF−∆ H top (2.15)

II.4.2 Upward Continuation

Pengangkatan ke atas atau upward continuation merupakan proses transformasi

data medan potensial dari suatu bidang datar ke bidang datar lainnya yang lebih

tinggi. Pada pengolahan data geomagnetik, proses ini dapat berfungsi sebagai

filter tapis rendah, yaitu unutk menghilangkan suatu mereduksi efek magnetik

lokal yang berasal dari berbagai sumber benda magnetik yang tersebar di

permukaan topografi yang tidak terkait dengan survei. Proses pengangkatan tidak

boleh terlalu tinggi, karena ini dapat mereduksi anomali magnetik lokal yang

bersumber dari benda magnetik atau struktur geologi yang menjadi target survei

magnetik ini.

II.4.3 Reduction To the Pole

Untuk mempermudah proses pengolahan dan interpretasi data magnetik, maka

data anomali medan magnetik total yang masih tersebar di topografi harus

direduksi atau dibawa ke bidang datar. Proses transformasi ini mutlak dilakukan,

karena proses pengolahan data berikutnya mensyaratkan input anomali medan

magnetik yang terdistribusi pada biang datar.

Beberapa teknik untuk mentransformasi data anomali medan magnetik ke bidang

datar, antara lain : teknik sumber ekivalen (equivalent source), lapisan ekivalen

(equivalent layer) dan pendekatan deret Taylor (Taylor series approximaion),

dimana setiap teknik mempunyai kelebihan dan kekurangan (Blakely, 1995).

II.4.4 Koreksi Efek Regional

Dalam banyak kasus, data anomali medan magnetik yang menjadi target survei

selalu bersuperposisi atau bercampur dengan anomali magnetik lain yang berasal

dari sumber yang sangat dalam dan luas di bawah permukaan bumi. Anomali

magnetik ini disebut sebagai anomali magnetik regional (Breiner, 1973). Untuk

menginterpretasi anomali medan magnetik yang menjadi target survei, maka

dilakukan koreksi efek regional, yang bertujuan untuk menghilangkan efek

anomali magnetik regioanl dari data anomali medan magnetik hasil pengukuran.

Salah satu metode yang dapat digunakan untuk memperoleh anomali regional

adalah pengangakatan ke atas hingga pada ketinggian-ketinggian tertentu, dimana

peta kontur anomali yang dihasilkan sudah cenderung tetap dan tidak mengalami

perubahan pola lagi ketika dilakukan pengangkatan yang lebih tinggi.

II.4.5 Interpretasi Data Geomagnetik

Secara umum interpretasi data geomagnetik terbagi menjadi dua, yaitu interpretasi

kualitatif dan kuantitatif. Interpretasi kualitatif didasarkan pada pola kontur

anomali medan magnetik yang bersumber dari distribusi benda-benda

termagnetisasi atau struktur geologi bawah permukaan bumi. Selanjutnya pola

anomali medan magnetik yang dihasilkan ditafsirkan berdasarkan informasi

geologi setempat dalam bentuk distribusi benda magnetik atau struktur geologi,

yang dijadikan dasar pendugaan terhadap keadaan geologi yang sebenarnya.

Interpretasi kuantitatif bertujuan untuk menentukan bentuk atau model dan

kedalaman benda anomali atau strukutr geologi melalui pemodelan matematis.

Untuk melakukan interpretasi kuantitatif, ada beberapa cara dimana antara satu

dengan lainnya mungkin berbeda, tergantung dari bentuk anomali yang diperoleh,

sasaran yang dicapai dan ketelitian hasil pengukuran. Beberapa pemodelan yang

biasa digunakan yaitu pemodelan dua setengah dimensi dan pemodelan tiga

dimensi.

BAB III

PROSEDUR PENGOLAHAN DATA

III.1 Pengolahan Data Untuk Mendapatkan Nilai Residual

1. Data yang didapatkan di lapangan adalah nilai latitude, longitude, waktu

dan hasil pembacaan.

2. Menentukan posisi Base dan Mengubah nilai longitude dan latitude ke

dalam bentuk degree dan waktu dalam bentuk jam.

3. Menghitung nilai looping di base dengan menggunakan rumus :

L=RB n

−RB1

tBn−¿t B1

¿

4. Menghitung nilai base drift di base setiap melakukan looping dengan

menggunakan rumus :

R=RBn−RB1

5. Menghitung nilai diurnal change rate dengan menggunakan rumus :

DCR=Ln x (t obs−tB1 )+base drift of the loop

6. Menghitung nilai diurnal correction dengan menggunakan rumus :

RDC=DCR−Robs

7. Menghitung nilai IGRF dengan cara memasukkan titik koordinat dan

elevasi dari data yang berada di bagian tengah di website

ngdc.noaa.gov/geomag-web/#igrfwmm

8. Menghitung nilai residualnya dengan rumus :

Nilai residual=nilai IGRF−diurnal correction

III.2 Pengolahan Data Untuk Upward Continuation dan Reduce To Pole

1. Membuka software surfer dan mengklik icon lalu memplot nilai x,y dan z.

Di mana x adalah latitude dalam bentuk UTM, y adalah longitude dalam

bentuk UTM dan z adalah nilai residualnya.

2. Menyimpan hasil plotnya dalam bentuk bln.

3. Mengklik menu grid lalu memilih data dan mengklik data. Data yang dipilih

adalah data dalam format bln.

4. Mengklik icon lalu memilih data residual dalam bentuk grid.

5. Hasil yang ditampilkan adalah kontur seperti di bawah ini

6. Membuka software magpick lalu memilih menu file dan mengklik open grid

file

7. Memilih data residual dalam bentuk grid yang telah diolah di surfer, maka

hasilnya akan seperti ini.

8. Memilih menu operation dan mengklik upward continuation lalu menyimpan

file yang telah diupward dalam bentuk grid.

9. Memilih file open new grid lalu memilih data yang telah diupward

continuatiuon.

10. Memilih menu operation dan mengklik reduction to the pole.

11. Akan muncul tampilan seperti gambar di bawah ini

Nilai deklinasi dan inklinasi diinput sesuai dengan nilai IGRF. Deklinasinya

adalah 1,37 dan inklinasinya adalah -26,9. Diinput pula nilai elevasi yaitu 30

m kemudian menyimpan hasil reduce to pole dalam bentuk grid.

12. Membuka kembali program surfer dan memplot data yang telah direduce to

pole di magpick dalam bentuk grid.

13. Akan muncul kontur seperti gamabar di bawah ini.

14. Menklik menu lalu memilih bagian yang akan di slice, kemudian klik

kanan untuk mendigitasi.

15. Menyimpan nilai yang muncul saat digitasi dalam bentuk bln.

16. Memilih menu data dan mengklik slice.

Lalu membuka data yang telah direduce to pole dan hasil digitasi dalam betuk

bln kemudian menyimpan hasilnya. 1 dalam bentuk bln dan 1 lagi dalam

bentuk dat.

17. Membuka data yang telah dislice yang dalam bentuk dat kemudian

memindahkan data tersebut ke microsoft excel. Namun datanya tidak rapih,

maka memilih menu data dan mengklik text to columns.

18. Membuat spasi baru dan nilai amt kemudian menyimpannya dalam bentuk

dat.

19. Membukan program Mag2DC.

20. Pada program Mag2DC pilih “System Option” kemudian klik “Begin a new

mode”.

19. Kemudian akan mucul tampilan seperti di bawah ini.

Pada No. Of Point, kita masukkan 103 (sesuai dengan data yang dimiliki).

Centang Read in Observed Data dan centang juga X-Y Coordinate

Information. Pilih M (Meter) untuk satuannya, dan S kemudian klik OK.

20. Kemudian akan muncul tampilan seperti di bawah ini, klik fix.dta dan kilik

OK.

21. Setelah itu akan ditampilkan pemodelan yang telah dimodelkan oleh

Mag2DC.

22. Kemudian kita membuat model sesuai dengan body yang telah dimodelkan

oleh Mag2DC sampai mendekati pemodelan dari Mag2DC.

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

IV.1 HASIL

Berikut ini adalah hasil dari pengolahan data Geomagnet pada lapangan

panas bumi Panggo:

1. Anomali residual

Gambar IV.1 Anomali Residual

2.Upword Continuation

Gambar IV.2 Upward Continuation

3. Reduce To Pole

Gambar IV.3 Reduce to Pole

4. Slice

Gambar IV.4 Slice Reduce to Pole

5. Pemodelan Data Geomagnet

Gambar IV.5 Pemodelan Data Geomagnet

IV.2 Pembahasan

Geomagnet merupakan salah satu metode eksplorasi geofisika yang

digunakan untuk mengukur nilai suseptibilitas suatu bahan. Pada pengukuran

geomagnet, yang diukur secara langsung bukanlah nilai suseptibilitasnya

melainkan medan magnetnya.

Data yang didapatkan dari hasil pengukuran di lapangan berupa data

anomali magnetik dan koordinat, dari data tersebut kemudian diolah sehingga

menghasilkan kontur anomali residual seperti pada gambar IV.1. Anomali

residual ini didapatkan dari pengurangan nilai anomali pengukuran dilapangan

dengan diurnal correction. Dari data anomali residual dilakukan upward

continuation dengan menggunakan program MagPick sehingga didapatkan kontur

upward continuation seperti pada gambar IV.2.Dengan menggunakan software

yang sama dilakukan reduce to pole pada data yang telah di upward continuation,

hal ini dilakukan untuk mengembalikan semua nilai inklinasi ke kutub (90o) agar

pengukuran di semua titik sama, selanjutnya akan didapatkan hasil seperti pada

gambar IV.3.

Selanjutnya dilakukan slice pada kontur anomali yang telah dilakukan reduce to

pole, hal ini dilakukan untuk melakukan pemodelan bentuk agar didapatkan nilai

suseptibilitas yang sebenarnya seperti pada gambar IV.4. Dari gambar IV.5

terlihat garis putus-putus yang menunjukkan model pengukuran dari program

mag2DC. Garis lurus sendiri menunjukkan model yang diperoleh dengan

meninjau garis putus-putus. Hasil pemodelan didapatkan seperti pada gambar

IV.5, dimana nilai error yang didapatkan sebesar 178,39%, pemodelan dilakukan

dengan mengubah model agar garis lurus sesuai dengan garis putus-putus.

Dari hasil pemodelan tersebut didapatkan nilai :

Tabel IV.1 Nilai Suseptibilitas model

No. Body Nilai Suseptibilitas

1. 1 0,0100

2. 2 0,0100

3. 3 0,0100

4. 4 0,0100

5. 5 0,0100

6. 6 0,0100

7. 7 0,0100

8. 8 0,0100

9. 9 0,0100

10. 10 0,0100

Dari nilai suseptibiltas diatas maka dapat kita bandingkan dengan table nilai

suseptibilitas batuan dan mineral dari telford sepeti tabel di bawah ini.

Tabel IV.2 Suseptibilitas batuan dan mineral

BAB V

PENUTUP

V.1 Kesimpulan

Jenis batuan yang tersebar di daerah penelitian adalah .batuan shale dengan

nilai suseptibility 10. Kemungkinan dalam pengolahan data ini terdapat

kesalahan sebab jika di analisis daerah yang menjadi survei adalah daerah

panas bumi dimana daerah tersebut harusnya mengandung batuan beku.

jenis mineral yang terkandung di daerah penelitian adalah mineral clay yang

merupakan mineral dasar yang terkandung pada batuan shale.

Model anomali dan struktur geologi bawah permukaan di daerah penelitian

yakni

V.2 Saran

Saran dari laporan ini adalah :

1. Sebaiknya asisten memberi format laporan yang benar.

2. Seharusnya diadakan pengambilan data geomagnet.

DAFTAR PUSTAKA

Blakely, RJ.1995.Potential Theory in Gravity and Magnetic

Applications.Cambridge University Press.New York.

Broto, et al.2011.Aplikasi Metode Geomagnet Dalam Eksplorasi Panas Bumi.FT

Undip.Semarang.

Ismail.2010.Metode Geomagnetik.FMIPA UNS.Surakarta.

Tawakkal, MI.2014.Tugas Rangkuman Metode Magnetik.FTTM ITB.Bandung.

Telford, et al.1990.Applied Geophysics, second edition. Cambridge University

Press.New York.

Sharma, PV.1997.Environmental and Engineering Geophysics.Cambridge

University Press.New York.

Siahaan, BUBM.2009.Penentuan Struktur Pada Zona Hydrokarbon Daerah “X”

Menggunakan Metode Magnetik.FMIPA UI.Depok.