bab i
DESCRIPTION
geomagnetTRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
I.1 Latar Belakang
Metode geofisika merupakan salah satu metode yang cukup ampuh untuk
memetakan sumber daya alam di bawah bumi. Beberapa metode geofisika yang
banyak digunakan untuk memetakan sumber daya alam diantaranya metode
geolistrik sebagaimana dilakukan oleh Guerin dan Benderitter (1995), metode
seismik sebagaimana dilakukan oleh Chen et.al (2004), metode gaya berat
sebagaimana dilakukan oleh William (1960), metode self potensial (SP)
sebagaimana dilakukan oleh Corwin (1990), dan metode magnetik sebagaimana
yang dilakukan oleh Sharma (1987).
Metode geomagnet (magnetik) dilakukan berdasar-kan pengukuran anomali
geomagnet yang diakiba-tkan oleh perbedaan kontras suseptibilitas atau per-
meabilitas magnetik tubuh jebakan dari daerahsekelilingnya. Perbedaan
permeabilitas relatif itu dia-kibatkan oleh perbedaan distribusi mineral ferro-
magnetic, paramagnetic, dan diamagnetic. Alat yang digunakan untuk mengukur
anomali geomagnet yaitu magnetometer. Metode geomagnet ini sensitif terhadap
perubahan vertical, umumnya digunakan untuk mempelajari tubuh intrusi, batuan
dasar, urat hydrothermal yang kaya akan mineral ferromagnetic dan struktur
geologi (Yopanz, 2007).
I.2 Rumusan Masalah
1. Bagaimana jenis batuan yang tersebar di daerah penelitian penelitian yaitu di
Panggo, Desa Kaloling, Kabupaten Sinjai, Sulawesi Selatan?
2. Bagaimana jenis mineral yang terkandung di daerah penelitian?
3. Bagaimana model anomali dan struktur geologi bawah permukaan di daerah
penelitian?
I.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui jenis batuan yang tersebar di daerah penelitian.
2. Untuk mengetahui jenis mineral yang terkandung di daerah penelitian.
3. Untuk mengetahui model anomali dan struktur geologi bawah permukaan di
daerah penelitian.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
II.1 Sejarah Metode Magnetik
Ilmu yang mempelajari kemagnetan bumi merupakan cabang ilmu geofisika
tertua. Hal ini diketahui selama lebih dari 3 abad yang menyatakan bahwa bumi
merupakan suatu magnet.Sir William Gilbert (1540-1603) melakukan percobaan
alamiah pertama terhadap kemagnetan bumi. Hal ini tercatat pada de Magnete,
yang ilmunya dibawa ke Eropa dari China oleh MarcoPolo. Gilbert menunjukkan
bahwa medan magnet bumi setara dengan magnet permanen yang arahnya utara-
selatan yang dekat dengan sumbu rotasi bumi. Karl Frederick Gauss menyatakan
tentang ilmu yang membahas medan magnetik bumi pada tahun 1830-1842 yang
hampir semua pernyataannya tergolong valid. Beliau menggunakan analisis
matematika bahwa medan magnet lebih besar berasal dari material yang berasal
dari dalam bumi, dan beliau menyatakan bahwa adanya kemungkinan hubungan
antara medan magnet bumi dan rotasi bumi karena sumbu dipol yang
mempengaruhi besar medan di area sekitar sumbu rotasi bumi. Medan magnet
terestrial telah dipelajari sejak era Gilbert, tapi tidak sampai tahun 1843 dimana
von Wrede yang pertama menggunakan variasi medan untuk menentukan lokasi
deposit dari bijih magnetik yang kemudian dipublikasikan pada tahun 1879
“TheExamination of Iron Ore Deposits Bay Magnetic Measurements” oleh Thalen
yang ditandai dengan penggunaan pertama metode magnetik.Sampai akhir tahun
1940, pengukuran medan magnetik mayoritas menggunakan keseimbangan
magnetik yang mengukur satu komponen dari medan bumi, biasanya komponen
vertikal. Pengukuran ini biasanya dilakukan di permukaan daratan. Magnetometer
fluxgate pertama kali ditemukan pada perang dunia 2 untuk mendeteksi kapal
selam dari pesawat. Pasca perang, magnetometer (dan navigasi radar, dan
peralatan perang lainnya) digunakan untuk pengukuran aeromagnetik.
Magnetometer proton-presisi ditemukan padaawal 1950an sangat handal dan
operasi yang sederhana dan cepat. Dan saat ini digunakan pada mayoritas alat
instrumentasi. Mangetometer pompa optik alkali-uap yang pertama kali
ditemukan pada 1962 memiliki akurasi yang tinggi pada pengukuran magnetik.
Bagaimanapun magnetometer proton-presisi dan pompa optik hanya mengukur
besaran nilai, tidak termasuk arah dari medan magnet. Pengukuran gradiometer
ariborne dimulai sejakakhir tahun 1960, meskipun pengukuran pada permukaan
telah lama ditemukan. Gradiometer kerap menggunakan dua magnetometer yang
jaraknya berkisar 1-30 m. Perbedaan pembacaan tidak hanya memberikan gradien
vertikal, tapi juga sebagian besar menghilangkan efek dari variasi medan temporal
yang sering mempengaruhi faktor batasakurasi. Perekaman digital dan
pemrosesan data magnetik menghilangkan nilai jenuh yangterkandung saat
mengoreksi pengukuran ke peta magnetik. Algoritma interpretasi sekarang
memungkinkan untuk menghasilkan gambar profil yang terkomputerisasi untuk
menunjukkan penyebaran magnetisasi. Sejarah survey magnetik telah dibahas
oleh Reford (1980) dan nilai seninya dibahas oleh Paterson dan Reeves (1985).
II.2 Konsep Teori Magnetik
Metode magnetik adalah salah satu metode geofisika untuk mengukur variasi
medan magnetik di permukaan bumi yang disebabkan oleh adanya variasi
distribusi benda termagnetisasi di bawah permukaan bumi. Variasi intensitas
medan magnetik yang terukur kemudian ditafsirkan dalam bentuk distribusi bahan
magnetik di bawah permukaan, yang kemudian dijadikan dasar bagi pendugaan
keadaan geologi yang mungkin. Dalam aplikasinya, metode magnetik
mempertimbangkan variasi arah dan besar vektor magnetisasi. Pengukuran
intensitas medan magnetik bisa dilakukan melalui darat, laut, dan udara. Metode
magnetik sering digunakan dalam eksplorasi pendahuluan minyak bumi, panas
bumi, dan batuan mineral, serta bisa diterapkan pada pencairan prospeksi benda-
benda arkeologi (Barita Uli Basa Mangatur Siahaan, 2009).
II.2.1 Gaya Magnetik
Dasar dari teori magnetik adalah gaya Coulomb antara dua kutub magnetik
m1 dan m2 yang berjarak r dalam bentuk
F⃗=m1 m2
μ0 r2 r⃗ (dyne) (2.1)
Konstanta μ0 adalah permeabilitas medium dalam ruang hampa, tidak berdimensi
dan berharga satu yang besarnya dalam SI adalah 4 π × 10−7 newton/ampere2.
II.2.2 Momen Magnetik
Bila terdapat dua buah kutub magnet yang berlawanan +m dan – m terpisah sejauh
l, maka besarnya momen magnetiknya (M ) adalah
M=ml r̂ (2.2)
Dengan M adalah sebuah vektor dalam arah vektor unit r̂ berarah dari kutub
negatif ke kutub positif. Arah momen magnetik dari atom bahan non magnetik
adalah acak sehingga momen magnetik resultannya menjadi nol. Sebaliknya, di
dalam bahan-bahan magnetik, arah momen magnetik atom-atom bahan itu teratur
sehingga momen magnetik resultan tidak nol. Momen magnet memiliki satuan
dalam cgs adalah gauss.cm3 atau emu dan dalam SI adalah A.m2.
II.2.3 Kuat Medan Magnetik
Kuat medan magnet (H ) pada suatu titik yang berjarak r dari m1 didefinisikan
sebagai gaya persatuan kuat kutub magnet yang dapat dituliskan sebagai berikut
H= Fm2
=m1
μ0r2 r (oersted) (2.3)
dengan r adalah jarak titik pengukuran dari m. H memiliki satuan A/m dalam SI,
dan oersted dalam cgs.
II.2.4 Intensitas Kemagnetan
Sejumlah benda-benda magnet dapat dipandang sebagai sekumpulan benda
magnetik. Apabila benda magnet tersebut diletakkan dalam medan luar, benda
tersebut menjadi termagnetisasi karena induksi. Dengan demikian, intensitas
kemagnetan dapat didefinisikan sebagai tingkat kemampuan menyearahkan
momen-momen magnetik dalam medan magnetik luar dapat juga dinyatakan
sebagai momen magnetik persatuan volume
I= MV
=ml r̂V
(2.4)
Satuan magnetisasi dalam cgs adalah gauss atau emu.cm-3 dan dalam SI adalah
Am−1.
II.2.5 Suseptibilitas Magnetik
Tingkat suatu benda magnetik untuk mampu dimagnetisasi ditentukan oleh
suseptibilitas kemagnetan k, yang dituliskan sebagai
I=k H (2.5)
Harga k pada batuan semakin besar apabila dalam batuan tersebut semakin
banyak dijumpai mineral-mineral yang bersifat magnetik.
Berdasarkan sifat kemagnetannya, bahan dapat dibagi menjadi 3 golongan, yaitu:
1. Ferromagnetik
Bahan ferromagnetik adalah batuan yang di dalamnya terdapat banyak kulit
elektron yang hanya diisi oleh satu elektron sehingga mudah terinduksi oleh
medan luar. Memiliki nilai suseptibilitas positif yang sangat tinggi. Dalam
bahan ini sejumlah kecil medan magnetik luar dapat menyebabkan derajat
penyearahan yang tinggi pada momen dipol magnetik atomnya. Penyearahan
ini dapat bertahan sekalipun medan pemagnetannya telah hilang. Hal ini dapat
terjadi karena momen dipol magnetik atom dari bahan-bahan ini
menyearahkan gaya-gaya yang kuat pada atom tetangganya sehingga dalam
daerah ruang yang sempit momen ini disearahkan satu sama lainn sekalipun
medan luarnya tidak ada lagi. Daerah ruang tempat momen dipol magnetik
disearahkan ini disebut sebagai daerah magnetik. Pada temperatur di atas
suhu kritis yang disebut titik curie, gerak termal acak sudah cukup besar
untuk merusak keteraturan penyearahan ini dan bahan Ferromagnetik berubah
menjadi Paramagnetik. Nilai tensornya positif dan tidak bergantung pada titik
Curie, karena material-material atomnya mempunyai momen magnet dan
interaksi antar atom terdekatnya sangat kuat. Kombinasi orbit elektron dan
gerak spinnya menghasilkan medan magnet yang kuat.
2. Paramagnetik
Bahan paramagnetik adalah bahan yang memiliki nilai k yang positif dan
sangat kecil. Paramganetik muncul dalam bahan yang atom-atomnya
memiliki momen magneti yang permanen yang berinteraksi satu sama lain
secara sangat lemah. Apabila tidak terdapat medan dari luar, momen
magnetik ini akan berorientasi secara acak. Adanya medan dari luar momen
magnetik ini cenderung menyearahkan dengan medannya, tetapi dilawan oleh
kecenderungan momen untuk berorientasi acak akibat gerak termalnya.
Perbandingan momen yang menyearahkan dengan medan ini bergantung pada
kekuatan medan dan temperaturnya.
3. Diamagnetik
Bahan diamagnetik dalah bahan yang atom-atom pebentuk batuannya
memiliki elektron yang jenuh, yaitu tiap elektron berpasangan dan
mempunyai spin berlawanan dalam setiap pasangan.
Jika diberikan medan magnet dari luar orbit, maka elektron tersebut akan
berpresisi menghasilkan medan magnet lemah yang melawan medan magnet
luar, memiliki nilai suseptibilitan negatif dan kecil. Nilai dari tensor negatif,
sehingga intensitas induksinya akan berlawanan arah dengan gaya magnetnya
atau medan polarisasi.
Tabel 2.1 Suseptibiltas magnetik dari berbagai batuan dan mineral oleh Telford et al, 1990.
II.2.6 Induksi Magnetik
Suatu bahan magnetik yang diletakkan dalam medan luar H akan menghasilkan
medan tersendiri H ' yang meningkatkan nilai total medan magnetik bahan
tersebut. Induksi magnetik yang didefinisikan sebagai medan total bahan ditulis
sebagai berikut
B=H +H ' (2.6)
Hubungan medan sekunder H '=4 π M , satuan B dalam cgs adalah gauss,
sedangkan dalam geofisika eksplorasi dipakai satuan gamma (γ ) dan dalam SI
adalah tesla (T) atau nanoesla (nT).
II.2.7 Potensial Magnetostatik
Potensial magnetostatik didefinisikan sebagai tenaga yang diperlukan untuk
memindahkan satu atuan kutub magnet dari titik tak terhingga ke satuan titik
tertentu dan dapat didefinisikan sebagai
A (r )=−∫∞
r
H (r )dr (2.7)
Untuk benda tiga dimensi, material di dalamnya memberikan sumbangan momen
magnetik per satuan volume M (r ). Jadi potensialnya adalah hasil integral
sumbangan momen dwi kutub per satuan volume dan dapat dtuliskan sebagai
A (r0 )=−∫M (r )∇ 1r0−r
dV
A (r0 )=−M∂
∂ a∫r1
r 0−rdV (2.8)
Dan medan magnet benda sebagai penyebab timbulnya anomali dapat dituliskan
sebagai berikut
H (r )≡∇∫r
M (r)∇ 1r0−r
dV (2.9)
II.2.8 Medan Magnet Bumi
Nilai medan magnet total setiap lokasi di berbagai belahan dunia tidak sama.
Setiap lokasi yang mempunyai koordinat lintang dan bujur yang berbeda akan
mempunyai nilai intensitas yang berbeda pula (Blakely, 1995). Sumber medan
magnet bumi secara umum dibagi menjadi tiga, yaitu medan magnet utama bumi
(main field), medan luar (external field), dan medan anomali (anomaly field).
II.2.8.1 Medan Magnet Utama Bumi
Secara teoritis medan magnet utama bumi disebabkan oleh sumber dari dalam dan
luar bumi. Medan magnet dari dalam bumi diduga dibangkitkan oleh perputaran
aliran arus dalam inti bagian luar bumi yang bersifat cair dan konduktif (Sharma,
1997).
Karena medan magnet utama bumi berubah terhadap waktu maka untuk
menyeragamkan nilai-nilai medan utama magnet bumi, dibuat standart nilai yang
disebut dengan International Geomagnetics Reference Field (IGRF). Nilai medan
magnet utama ini ditentukan berdasarkan kesepakatan internasional di bawah
pengawasan International Association of Geomagnetic and Aeronomy (IAGA).
IGRF diperbaharui tiap 5 tahun sekali dan diperoleh dari hasil pengukuran rata-
rata pada daerah luasan sekitar 1 juta km2 yang dilakukan dalam batas waktu satu
tahun (Telford et al, 1990).
II.2.8.2 Medan Magnet Luar Bumi
Medan magnet bumi juga dipengaruhi oleh medan luar. Medan ini bersumber dari
luar bumi yang merupakan hasil ionisasi di atmosfer yang ditimbulkan oleh sinar
ultraviolet dari matahari. Karena sumber medan luar ini berhubungan dengan arus
listrik yang mengalir dalam lapisan terionisasi di atmosfer, maka perubahan
medan ini terhadap waktu jauh lebih cepat (Telford et al, 1990). Beberapa sumber
medan luar antara lain:
1. Perubahan konduktivitas listrik lapisan atmosfer dengan siklus 11 tahun.
2. Variasi harian (diurnal variation) dengan periode 24 jam yang berhubungan
dengan pasang surut matahari dan mempunyai jangkau 30 nT.
3. Variasi harian (diurnal variation) 25 jam yang berhubungan dengan pasang
surut bulan dan mempunyai jangkau 2 nT.
4. Badai magnetik (magnetic storm) yang bersifat acak dan mempunyai jangkau
sampai dengan 1000 nT (Telford et al, 1990).
II.2.8.3 Anomali Medan Magnet
Anomali medan magnet dihasilkan oleh benda magnetik yang telah terinduksi
oleh medan magnet utama bumi, sehingga benda tersebut memiliki medan magnet
sendiri dan ikut mempengaruhi besarnya medan magnet total hasil pengukuran.
Variasi medan magnetik yang terukur di permukaan merupakan target dari survei
magnetik (anomali magnetik). Besarnya anomali magnetik berkisar ratusan
sampai dengan ribuan nano-tesla, tetapi ada juga yang lebih besar dari 100.000 nT
yang berupa endapan magnetik. Secara garis besar anomali ini disebabkan oleh
medan magnetik remanen dan medan magnet induksi. Bila arah medan magnet
remanen sama dengan arah medan magnet induksi maka anomalinya bertambah
besar, demikian juga sebaliknya. Medan magnet remanen mempunyai peranan
yang besar pada magnetisasi batuan yaitu pada besar dan arah medan magnetnya
serta sangat rumit diamati karena berkaitan dengan peristiwa kemagetan yang
dialami sebelumnya. Sisa kemagnetan ini disebut dengan Normal Residual
Magnetism yang merupakan akibat magnetisasi medan utama. Dalam survei
magnetik, adanya anomali magnetik menyebabkan perubahan medan magnet total
bumi dan dapat dituliskan sebagai berikut (Telford et al, 1990):
HT=H M+H L+H A (2.10)
Dengan: HT : medan magnet total bumi
H M : medan magnet utama bumi
H L : medan magnet luar
H A : medan magnet anomali
II.2.9 Variasi Medan Magnet Bumi
Intensitas medan magnet yang terukur di atas permukaan bumi senantiasa
mengalami perubahan terhadap waktu yang relatif singkat ataupun lama.
Berdasarkan faktor-faktor penyebabnya, perubahan medan magnetik bumi dapat
terjadi antara lain:
1. Variasi sekuler
Variasi sekuler adalah variasi medan bumi yang berasal dari variasi medan
magnetik utama bumi, sebagai akibat dari perubahan posisi kutub magnetik
bumi. Pengaruh variasi sekuler telah diantisipasi dengan cara memperbarui
dan menetapkan nilai intensitas medan magnetik utama bumi yang dikenal
dengan IGRF setiap lima tahun sekali.
2. Variasi harian
Variasi harian adalah variasi medan magnetik bumi yang sebagian besar
bersumber dari medan magnet luar. Medan magnet luar berasal dari
perputaran arus listrik di dalam lapisan ionosfer yang bersumber dari partikel-
partikel terionisasi oleh radiasi matahari sehingga menghasilkan fluktasi arus
yang dapat menjadi sumber medan magnet. Jangkauan variasi ini hingga
mencapai 30 gamma dengan periode 24 jam. Selain itu, juga terdapat variasi
yang amplitudonya berkisar 2 gamma dengan periode 25 jam. Variasi ini
diasosiasikan dengan interaksi ionosfer bulan yang dikenal dengan variasi
harian bulan.
3. Badai magnetik
Badai magnetik adalah gangguan yang bersifat sementara dalam medan
magnetik bumi dengan magnetik sekitar 1000 gamma. Faktor penyebabnya
diasosiasikan dengan aurora. Meskipun periodanya acak tetapi kejadian ini
sering muncul dalam interval sekitar 27 hari, yaitu suatu periode yang
berhubungan dengan aktivitas sunspot. Badai magnetik secara langsung dapat
mengacaukan hasil pengamatan.
II.3 Proton Precession Magnetometer
Proton Precession Magnetometer (PPM) dikembangkan dari penemuan tentang
resonansi magnetik nuklir sekitar tahun 1945. PPM tergantung dari perhitungan
frekuensi free-precession dari proton (hydrogen nuclei) yang sudah terpolarisasi
dalam arah aproximal normal ke arah medan bumi. Saat polarisasi, medan
mendadak bergerak, presisi proton di medan bumi berputar di atas.
Presisi proton saat di kecepatan angular ω atau dikenal sebagai frekuensi larmor
precession yang proporsional dengan medan magnet, jadi
ω=γ p F (2.11)
γ p adalah rasio gyromagnetik dari proton, sehingga medan magnet dapat dideteksi
dengan
F=2 πvγ p
(2.12)
Di mana 2 πv /γ p=23,487 ± 0,002nT/Hz
Komponen khas dari magnetometer ini adalah sumber dari proton, polarisasi
medan magnet yang jauh lebih kuat dari bumi dan arahnya normal, coil pickup
ditambahkan ke sumber, amplifier untuk meningkatkan waktu tegangan diinduksi
ke dalam kumparan pickup, dan alat pegukur frekuensi memiliki perbedaan
frekuensi sebesar 0,4 Hz untuk sensitivitas instrumen 10nT. Perhitungan frekuensi
bisa didapatkan dengan menghitung siklus presisi dalam waktu interval yang tepat
atau dengan membandingkan mereka dengan frekuensi generator yang stabil.
Sensitivitas PPM cukup besar yaitu sekitar 1 nT. Kekurangan dari magnetometer
ini hanyalah total medan saja yang bisa dihitung. Ini juga tidak dapat merekam
secara terus-menerus karena membutuhkan waktu untuk membacanya.
Gambar 2.1 Analogi PPM dengan perputaran di atas (sumber: Telford et al, 1990)
Gambar 2.2 Skema Magnetometer Proton Presisi (PPM) (sumber Sheriff, 1984; Telford et al, 1990)
II.3.1 Prinsip Kerja Magnetometer
Proton Precession Magnetometer (PPM) adalah instrumen geofisika yang
digunakan untuk mengukur kekuatan medan magnet bumi. Pengukuran medan
magnet bumi bertujuan untuk mengetahui lokasi deposit mineral, situs arkeologi,
material di bawah tanah, atau objek di bawah permukaan air laut seperti kapal
selam atau kapal karam, dan lain sebagainya.
Prinsip kerja PPM adalah dengan proton yang ada pada semua atom memintal
atau berputar pada sumbu axis yang sejajar dengan medan magnet Bumi.
Normalnya, proton cenderung untuk sejajar dengan medan magnet bumi. Pada
saat objek diinduksi medan magnet (dibuat sedemikian), maka proton dengan
sendirinya akan menyesuaikan dengan medan yang baru dan ketika medan baru
itu dihentikan makan proton akan kembali seperti semula yang sejajar dengan
medan magnet bumi. Saat terjadi perubahan medan kesejajaran, perputaran proton
berpresisi, dan putarannya semakin melambat. Frekuensi pada saat presisi
berbanding lurus dengan kuat medan magnet bumi. Rasio Gyromagnetic proton
adalah 0,042576 Hertz / nanoTesla.
Komponen sensor pada PPM adalah tabung silinder yang berisi cairan penuh atom
hidrogen yang dikelilingi oleh lilitan kabel. Cairan yang digunakan umumnya
terdiri dari air, kerosin, dan alkohol. Sensor tersebut dihubungkan dengan kabel ke
unit yang berisi sebuah power supply, sebuah saklar elektronik, sebuah amplifier,
dan sebuah pencatat frekuensi.
Ketika saklar ditutup, arus DC mengalir dari baterai ke lilitan, kemudian
meproduksi kuat medan magnet dalam silinder tersebut. Atom hidrogen (proton)
yang berputar seperti dipol magnet, menjadi sejajar dengan arah medan
(sepanjang sumbu silinder). Daya listrik kemudian memotong lilitan dengan
membuka saklar. Karena medan magnet bumi menghasilkan torsi (tenaga putaran)
pada putaran atom hydrogen, maka atom hydrogen memulai presisi di sekitar arah
total medan bumi. Presisi tersebut menunjukkan medan magnet dalam berbagai
waktu (time varying) yang mana menginduksi sedikit arus AC pada lilitan
tersebut. Frekuensi pada arus AC memiliki persamaan dengan frekuensi presisi
atom tersebut. Karena frekuensi presisi berbanding dengan kuat medan totoal dan
karena konstanta perbandingan diketahui, maka kuat medan total dapat ditetapkan
dengan akurat.
II.4 Proses Pengolahan Data Magnetik
II.4.1 Koreksi Data Magnetik
1. Koreksi Harian
Koreksi harian adalah koreksi yang dilakukan terhadap data magnetik terukur
untuk menghilangkan pengaruh medan magnet luar atau variasi harian.
Waktu yang dimaksudkan harus mengacu atau sesuai dengan waktu
pengukuran data medan magnetik di setiap titik lokasi (stasiun pengukuran)
yang akan dikoreksi. Apabila nilai variasi harian negatif, maka koreksi harian
dilakukan dengan cara menambahkan nilai variasi harian yang terekan pada
waktu tertentu terhadap data medan magnetik yang akan dikoreksi.
Sebaliknya apabila variasi harian bernilai positif, maka koreksinya dilakukan
dengan cara mengurangkan nilai variasi harian yang terekan pada waktu
tertentu terhadap data medan magnetik yang akan dikoreksi, datap dituliskan
dalam persamaan
∆ H=H total± ∆ H harian (2.13)
2. Koreksi IGRF
Koreksi IGRF adalah koreksi yang dilakukan terhadap data medan magnet
terukur untuk menghilangkan pengaruh medan utama magnet bumi di mana
medan magnet IGRF adalah referensi medan magnet di suatu tempat. Koreksi
IGRF dapat dilakukan dengan cara mengurangkan nilai IGRF terhadap nilai
medan magnetik total yang telah terkoreksi harian pada setiap titik
pengukuran pada posisi geografis yang sesuai. Persamaan koreksinya (setelah
dikoreksi harian) dapat dituliskan sebagai berikut :
∆ H=H total± ∆ H harian± IGRF (2.14)
3. Koreksi Topografi
Koreksi topografi dilakukan jika pengaruh topografi dalam survei megnetik
sangat kuat. Koreksi topografi dalam survei geomagnetik tidak mempunyai
aturan yang jelas. Salah satu metode untuk menentukan nilai koreksinya
adalah dengan membangun suatu model topografi menggunakan pemodelan
beberapa prisma segiempat (Suryanto, 1988). Ketika melakukan pemodelan,
nilai suseptibilitas magnetik (k) batuan topografi harus diketahui, sehingga
model topografi yang dibuat, menghasilkan nilai anomali medan magnetik
(ΔHtop) sesuai dengan fakta. Selanjutnya persamaan koreksinya (setelah
dilakukan koreski harian dan IGRF) dapat dituliska sebagai
∆ H=H total± ∆ H harian−IGRF−∆ H top (2.15)
II.4.2 Upward Continuation
Pengangkatan ke atas atau upward continuation merupakan proses transformasi
data medan potensial dari suatu bidang datar ke bidang datar lainnya yang lebih
tinggi. Pada pengolahan data geomagnetik, proses ini dapat berfungsi sebagai
filter tapis rendah, yaitu unutk menghilangkan suatu mereduksi efek magnetik
lokal yang berasal dari berbagai sumber benda magnetik yang tersebar di
permukaan topografi yang tidak terkait dengan survei. Proses pengangkatan tidak
boleh terlalu tinggi, karena ini dapat mereduksi anomali magnetik lokal yang
bersumber dari benda magnetik atau struktur geologi yang menjadi target survei
magnetik ini.
II.4.3 Reduction To the Pole
Untuk mempermudah proses pengolahan dan interpretasi data magnetik, maka
data anomali medan magnetik total yang masih tersebar di topografi harus
direduksi atau dibawa ke bidang datar. Proses transformasi ini mutlak dilakukan,
karena proses pengolahan data berikutnya mensyaratkan input anomali medan
magnetik yang terdistribusi pada biang datar.
Beberapa teknik untuk mentransformasi data anomali medan magnetik ke bidang
datar, antara lain : teknik sumber ekivalen (equivalent source), lapisan ekivalen
(equivalent layer) dan pendekatan deret Taylor (Taylor series approximaion),
dimana setiap teknik mempunyai kelebihan dan kekurangan (Blakely, 1995).
II.4.4 Koreksi Efek Regional
Dalam banyak kasus, data anomali medan magnetik yang menjadi target survei
selalu bersuperposisi atau bercampur dengan anomali magnetik lain yang berasal
dari sumber yang sangat dalam dan luas di bawah permukaan bumi. Anomali
magnetik ini disebut sebagai anomali magnetik regional (Breiner, 1973). Untuk
menginterpretasi anomali medan magnetik yang menjadi target survei, maka
dilakukan koreksi efek regional, yang bertujuan untuk menghilangkan efek
anomali magnetik regioanl dari data anomali medan magnetik hasil pengukuran.
Salah satu metode yang dapat digunakan untuk memperoleh anomali regional
adalah pengangakatan ke atas hingga pada ketinggian-ketinggian tertentu, dimana
peta kontur anomali yang dihasilkan sudah cenderung tetap dan tidak mengalami
perubahan pola lagi ketika dilakukan pengangkatan yang lebih tinggi.
II.4.5 Interpretasi Data Geomagnetik
Secara umum interpretasi data geomagnetik terbagi menjadi dua, yaitu interpretasi
kualitatif dan kuantitatif. Interpretasi kualitatif didasarkan pada pola kontur
anomali medan magnetik yang bersumber dari distribusi benda-benda
termagnetisasi atau struktur geologi bawah permukaan bumi. Selanjutnya pola
anomali medan magnetik yang dihasilkan ditafsirkan berdasarkan informasi
geologi setempat dalam bentuk distribusi benda magnetik atau struktur geologi,
yang dijadikan dasar pendugaan terhadap keadaan geologi yang sebenarnya.
Interpretasi kuantitatif bertujuan untuk menentukan bentuk atau model dan
kedalaman benda anomali atau strukutr geologi melalui pemodelan matematis.
Untuk melakukan interpretasi kuantitatif, ada beberapa cara dimana antara satu
dengan lainnya mungkin berbeda, tergantung dari bentuk anomali yang diperoleh,
sasaran yang dicapai dan ketelitian hasil pengukuran. Beberapa pemodelan yang
biasa digunakan yaitu pemodelan dua setengah dimensi dan pemodelan tiga
dimensi.
BAB III
PROSEDUR PENGOLAHAN DATA
III.1 Pengolahan Data Untuk Mendapatkan Nilai Residual
1. Data yang didapatkan di lapangan adalah nilai latitude, longitude, waktu
dan hasil pembacaan.
2. Menentukan posisi Base dan Mengubah nilai longitude dan latitude ke
dalam bentuk degree dan waktu dalam bentuk jam.
3. Menghitung nilai looping di base dengan menggunakan rumus :
L=RB n
−RB1
tBn−¿t B1
¿
4. Menghitung nilai base drift di base setiap melakukan looping dengan
menggunakan rumus :
R=RBn−RB1
5. Menghitung nilai diurnal change rate dengan menggunakan rumus :
DCR=Ln x (t obs−tB1 )+base drift of the loop
6. Menghitung nilai diurnal correction dengan menggunakan rumus :
RDC=DCR−Robs
7. Menghitung nilai IGRF dengan cara memasukkan titik koordinat dan
elevasi dari data yang berada di bagian tengah di website
ngdc.noaa.gov/geomag-web/#igrfwmm
8. Menghitung nilai residualnya dengan rumus :
Nilai residual=nilai IGRF−diurnal correction
III.2 Pengolahan Data Untuk Upward Continuation dan Reduce To Pole
1. Membuka software surfer dan mengklik icon lalu memplot nilai x,y dan z.
Di mana x adalah latitude dalam bentuk UTM, y adalah longitude dalam
bentuk UTM dan z adalah nilai residualnya.
2. Menyimpan hasil plotnya dalam bentuk bln.
3. Mengklik menu grid lalu memilih data dan mengklik data. Data yang dipilih
adalah data dalam format bln.
4. Mengklik icon lalu memilih data residual dalam bentuk grid.
5. Hasil yang ditampilkan adalah kontur seperti di bawah ini
6. Membuka software magpick lalu memilih menu file dan mengklik open grid
file
7. Memilih data residual dalam bentuk grid yang telah diolah di surfer, maka
hasilnya akan seperti ini.
8. Memilih menu operation dan mengklik upward continuation lalu menyimpan
file yang telah diupward dalam bentuk grid.
9. Memilih file open new grid lalu memilih data yang telah diupward
continuatiuon.
10. Memilih menu operation dan mengklik reduction to the pole.
11. Akan muncul tampilan seperti gambar di bawah ini
Nilai deklinasi dan inklinasi diinput sesuai dengan nilai IGRF. Deklinasinya
adalah 1,37 dan inklinasinya adalah -26,9. Diinput pula nilai elevasi yaitu 30
m kemudian menyimpan hasil reduce to pole dalam bentuk grid.
12. Membuka kembali program surfer dan memplot data yang telah direduce to
pole di magpick dalam bentuk grid.
13. Akan muncul kontur seperti gamabar di bawah ini.
14. Menklik menu lalu memilih bagian yang akan di slice, kemudian klik
kanan untuk mendigitasi.
15. Menyimpan nilai yang muncul saat digitasi dalam bentuk bln.
16. Memilih menu data dan mengklik slice.
Lalu membuka data yang telah direduce to pole dan hasil digitasi dalam betuk
bln kemudian menyimpan hasilnya. 1 dalam bentuk bln dan 1 lagi dalam
bentuk dat.
17. Membuka data yang telah dislice yang dalam bentuk dat kemudian
memindahkan data tersebut ke microsoft excel. Namun datanya tidak rapih,
maka memilih menu data dan mengklik text to columns.
19. Membukan program Mag2DC.
20. Pada program Mag2DC pilih “System Option” kemudian klik “Begin a new
mode”.
19. Kemudian akan mucul tampilan seperti di bawah ini.
Pada No. Of Point, kita masukkan 103 (sesuai dengan data yang dimiliki).
Centang Read in Observed Data dan centang juga X-Y Coordinate
Information. Pilih M (Meter) untuk satuannya, dan S kemudian klik OK.
20. Kemudian akan muncul tampilan seperti di bawah ini, klik fix.dta dan kilik
OK.
21. Setelah itu akan ditampilkan pemodelan yang telah dimodelkan oleh
Mag2DC.
22. Kemudian kita membuat model sesuai dengan body yang telah dimodelkan
oleh Mag2DC sampai mendekati pemodelan dari Mag2DC.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
IV.1 HASIL
Berikut ini adalah hasil dari pengolahan data Geomagnet pada lapangan
panas bumi Panggo:
1. Anomali residual
Gambar IV.1 Anomali Residual
Gambar IV.3 Reduce to Pole
4. Slice
Gambar IV.4 Slice Reduce to Pole
5. Pemodelan Data Geomagnet
Gambar IV.5 Pemodelan Data Geomagnet
IV.2 Pembahasan
Geomagnet merupakan salah satu metode eksplorasi geofisika yang
digunakan untuk mengukur nilai suseptibilitas suatu bahan. Pada pengukuran
geomagnet, yang diukur secara langsung bukanlah nilai suseptibilitasnya
melainkan medan magnetnya.
Data yang didapatkan dari hasil pengukuran di lapangan berupa data
anomali magnetik dan koordinat, dari data tersebut kemudian diolah sehingga
menghasilkan kontur anomali residual seperti pada gambar IV.1. Anomali
residual ini didapatkan dari pengurangan nilai anomali pengukuran dilapangan
dengan diurnal correction. Dari data anomali residual dilakukan upward
continuation dengan menggunakan program MagPick sehingga didapatkan kontur
upward continuation seperti pada gambar IV.2.Dengan menggunakan software
yang sama dilakukan reduce to pole pada data yang telah di upward continuation,
hal ini dilakukan untuk mengembalikan semua nilai inklinasi ke kutub (90o) agar
pengukuran di semua titik sama, selanjutnya akan didapatkan hasil seperti pada
gambar IV.3.
Selanjutnya dilakukan slice pada kontur anomali yang telah dilakukan reduce to
pole, hal ini dilakukan untuk melakukan pemodelan bentuk agar didapatkan nilai
suseptibilitas yang sebenarnya seperti pada gambar IV.4. Dari gambar IV.5
terlihat garis putus-putus yang menunjukkan model pengukuran dari program
mag2DC. Garis lurus sendiri menunjukkan model yang diperoleh dengan
meninjau garis putus-putus. Hasil pemodelan didapatkan seperti pada gambar
IV.5, dimana nilai error yang didapatkan sebesar 178,39%, pemodelan dilakukan
dengan mengubah model agar garis lurus sesuai dengan garis putus-putus.
Dari hasil pemodelan tersebut didapatkan nilai :
Tabel IV.1 Nilai Suseptibilitas model
No. Body Nilai Suseptibilitas
1. 1 0,0100
2. 2 0,0100
3. 3 0,0100
4. 4 0,0100
5. 5 0,0100
6. 6 0,0100
7. 7 0,0100
8. 8 0,0100
9. 9 0,0100
10. 10 0,0100
Dari nilai suseptibiltas diatas maka dapat kita bandingkan dengan table nilai
suseptibilitas batuan dan mineral dari telford sepeti tabel di bawah ini.
Tabel IV.2 Suseptibilitas batuan dan mineral
BAB V
PENUTUP
V.1 Kesimpulan
Jenis batuan yang tersebar di daerah penelitian adalah .batuan shale dengan
nilai suseptibility 10. Kemungkinan dalam pengolahan data ini terdapat
kesalahan sebab jika di analisis daerah yang menjadi survei adalah daerah
panas bumi dimana daerah tersebut harusnya mengandung batuan beku.
jenis mineral yang terkandung di daerah penelitian adalah mineral clay yang
merupakan mineral dasar yang terkandung pada batuan shale.
Model anomali dan struktur geologi bawah permukaan di daerah penelitian
yakni
V.2 Saran
Saran dari laporan ini adalah :
1. Sebaiknya asisten memberi format laporan yang benar.
2. Seharusnya diadakan pengambilan data geomagnet.
DAFTAR PUSTAKA
Blakely, RJ.1995.Potential Theory in Gravity and Magnetic
Applications.Cambridge University Press.New York.
Broto, et al.2011.Aplikasi Metode Geomagnet Dalam Eksplorasi Panas Bumi.FT
Undip.Semarang.
Ismail.2010.Metode Geomagnetik.FMIPA UNS.Surakarta.
Tawakkal, MI.2014.Tugas Rangkuman Metode Magnetik.FTTM ITB.Bandung.
Telford, et al.1990.Applied Geophysics, second edition. Cambridge University
Press.New York.
Sharma, PV.1997.Environmental and Engineering Geophysics.Cambridge
University Press.New York.
Siahaan, BUBM.2009.Penentuan Struktur Pada Zona Hydrokarbon Daerah “X”
Menggunakan Metode Magnetik.FMIPA UI.Depok.