bab i

35
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit infeksi masih merupakan masalah kesehatan masyarakat yang utama di negara-negara yang sedang berkembang termasuk Indonesia, diantaranya adalah meningitis. Meningitis adalah infeksi cairan otak disertai radang yang mengenai piamater, arachnoid, ruang subarachnoid, jaringan superficial otak dan medulla spinalis. Kuman-kumn dapat masuk ke setiap bagian ruang subaraknoid dan dengan cepat sekali menyebar ke bagian lain, sehingga leptomening medulla spinalis terkena. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa meningitis selalu merupakan suatu proses serebrospinal. 1 Beberapa keadaan yang memudahkan terjadinya meningitis antara lain: infeksi sistemik maupun fokal (septicemia, otitis media supurative kronik, 1

Upload: muflih-mahsyar

Post on 11-Dec-2015

214 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

m

TRANSCRIPT

Page 1: BAB I

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Penyakit infeksi masih merupakan masalah kesehatan masyarakat

yang utama di negara-negara yang sedang berkembang termasuk

Indonesia, diantaranya adalah meningitis. Meningitis adalah infeksi cairan

otak disertai radang yang mengenai piamater, arachnoid, ruang

subarachnoid, jaringan superficial otak dan medulla spinalis. Kuman-

kumn dapat masuk ke setiap bagian ruang subaraknoid dan dengan cepat

sekali menyebar ke bagian lain, sehingga leptomening medulla spinalis

terkena. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa meningitis selalu

merupakan suatu proses serebrospinal.1

Beberapa keadaan yang memudahkan terjadinya meningitis antara

lain: infeksi sistemik maupun fokal (septicemia, otitis media supurative

kronik, demam tifoid, tuberculosis paru), penyakit darah, penyakit hati,

trauma atau tindakan tertentu (fraktur basis crania, pungsi lumbal, operasi

bedah saraf), kelainan yang berhubungan dengan imunosupresan misalnya

alkoholisme, Diabetes dan kelainan obstetric dan ginekologik.1

BAB II

1

Page 2: BAB I

TINJAUAN PUSTAKA

A. Defenisi

Meningitis atau radang selaput otak adalah infeksi pada cairan

serebsrospinal (CSS) disertai radang pada Piamater, arachnoid, ruang

subarachnoid, jaringan superficial otak dan medulla spinalis.1,3

B. Anatomi dan Fisiologi

Otak dan sum-sum tulang belakang diselimuti meningea yang melindungi

struktur syaraf yang halus, membawa pembuluh darah dan sekresi cairan

serebrospinal.

Meningen adalah selaput otak yang merupakan bagian dari susunan saraf

yang bersiaft non neural. Meningen terdiri dari jarningan ikat berupa membran

yang menyelubungi seluruh permukaan otak, batang otak dan medula spinalis.

Meningen terdiri dari 3 lapisan, yaitu Piamater, arakhnoid dan duramater.

Piameter merupakan selaput tipis yang melekat pada permukaan otak yang

mengikuti setiap lekukan-lekukan pada sulkus-sulkus dan fisura-fisura, juga

melekat pada permukaan batang otak dan medula spinalis, terus ke kaudal sampai

2

Page 3: BAB I

ke ujung medula spinalis setinggi korpus vertebra. Arakhnoid mempunyai banyak

trabekula halus yang berhubungan dengan piameter, tetapi tidak mengikuti setiap

lekukan otak. Diantara arakhnoid dan piameter disebut ruang subrakhnoid, yang

berisi cairan serebrospinal dan pembuluh-pembuluh darah. Karena arakhnoid

tidak mengikuti lekukanlekukan otak, maka di beberapa tempat ruang

subarakhnoid melebar yang disebut sisterna. Yang paling besar adalah siterna

magna, terletak diantara bagian inferior serebelum dan medulla oblongata.

Ruang subarakhnoid spinal yang merupakan lanjutan dari sisterna magna

dan sisterna pontis merupakan selubung dari medula spinalis sampai setinggi S2.

Ruang subarakhnoid dibawah L2 dinamakan sakus atau teka lumbalis, tempat

dimana cairan serebrospinal diambil pada waktu pungsi lumbal.2

Meningea terdiri dari tiga lapis, yaitu:

1. Lapisan Luar (Durameter)

Durameter merupakan tempat yang tidak kenyal yang membungkus otak,

sumsum tulang belakang, cairan serebrospinal dan pembuluh darah. Durameter

terbagi lagi atas durameter bagian luar yang disebut selaput tulang tengkorak

(periosteum) dan durameter bagian dalam (meningeal) meliputi permukaan

tengkorak untuk membentuk falks serebrum, tentorium serebelum dan diafragma

sella.

2. Lapisan Tengah (Arakhnoid)

Disebut juga selaput otak, merupakan selaput halus yang memisahkan

durameter dengan piameter, membentuk sebuah kantung atau balon berisi cairan

otak yang meliputi seluruh susunan saraf pusat. Ruangan diantara durameter dan

3

Page 4: BAB I

arakhnoid disebut ruangan subdural yang berisi sedikit cairan jernih menyerupai

getah bening. Pada ruangan ini terdapat pembuluh darah arteri dan vena yang

menghubungkan sistem otak dengan meningen serta dipenuhi oleh cairan

serebrospinal.

3. Lapisan Dalam (Piameter)

Lapisan piameter merupakan selaput halus yang kaya akan pembuluh darah

kecil yang mensuplai darah ke otak dalam jumlah yang banyak. Lapisan ini

melekat erat dengan jaringan otak dan mengikuti gyrus dari otak. Ruangan

diantara arakhnoid dan piameter disebut sub arakhnoid. Pada reaksi radang

ruangan ini berisi sel radang. Disini mengalir cairan serebrospinalis dari otak ke

sumsum tulang belakang.2,3

C. Epidemiologi

Meningitis memiliki insiden dilaporkan 10,9 kasus per 100.000 orang

pertahun. Ini terjadi pada individu-individu dari segala usia, tetapi lebih sering

terjadi pada anak-anak, terutama selama musim panas. Tidak ada perbedaan ras

dilaporkan. Dengan hampir 4100 kasus dan 500 kematian yang terjadi setiap tahun

di Amerika Serikat, meningitis bakteri terus menjadi sumber signifikan dari

morbiditas dan mortalitas. Kejadian tahunan di Amerika Serikat adalah 1,33 kasus

per 100.000 penduduk.

Meningitis meningokokus merupakan endemik di beberapa bagian Afrika,

India, dan daerah berkembang lainnya. Epidemi periodik terjadi pada apa yang

disebut-Sahara sub "meningitis belt," serta di antara para peziarah agama bepergian

ke Arab Saudi untuk ibadah haji. Di beberapa bagian Afrika, epidemi luas meningitis

4

Page 5: BAB I

meningokokus terjadi secara teratur. Pada tahun 1996, gelombang terbesar wabah

meningitis meningokokus yang pernah tercatat muncul di Afrika Barat.

Diperkirakan 250.000 kasus dan 25.000 kematian terjadi di Niger, Nigeria, Burkina

Faso, Chad, dan Mali.3

Kejadian meningitis lebih sering terjadi pada musim panas dimana kasus-

kasus infeksi saluran pernafasan juga meningkat. Di Eropa dan Amerika utara

insidensi infeksi Meningococcus lebih tinggi pada musim dingin dan musim semi

sedangkan di daerah Sub-Sahara puncaknya terjadi pada musim kering.

D. Patofisiologi

Meningitis pada umumnya sebagai akibat dari penyebaran penyakit di organ

atau jaringan tubuh yang lain. Virus / bakteri menyebar secara hematogen sampai

ke selaput otak, misalnya pada penyakit Faringitis, Tonsilitis, Pneumonia,

Bronchopneumonia dan Endokarditis. Penyebaran bakteri/virus dapat pula secara

perkontinuitatum dari peradangan organ atau jaringan yang ada di dekat selaput

otak, misalnya Abses otak, Otitis Media, Mastoiditis, Trombosis sinus kavernosus

dan Sinusitis. Penyebaran kuman bisa juga terjadi akibat trauma kepala dengan

fraktur terbuka atau komplikasi bedah otak. Invasi kuman-kuman ke dalam ruang

subaraknoid menyebabkan reaksi radang pada pia dan araknoid, CSS (Cairan

Serebrospinal) dan sistem ventrikulus.4

Mula-mula pembuluh darah meningeal yang kecil dan sedang mengalami

hiperemi; dalam waktu yang sangat singkat terjadi penyebaran sel-sel leukosit

polimorfonuklear ke dalam ruang subarakhnoid, kemudian terbentuk eksudat.

Dalam beberapa hari terjadi pembentukan limfosit dan histiosit dan dalam minggu

5

Page 6: BAB I

kedua sel- sel plasma. Eksudat yang terbentuk terdiri dari dua lapisan, bagian luar

mengandung leukosit polimorfonuklear dan fibrin sedangkan di lapisaan dalam

terdapat makrofag.4

Proses radang selain pada arteri juga terjadi pada vena-vena di korteks dan dapat

menyebabkan trombosis, infark otak, edema otak dan degenerasi neuron- neuron.

Trombosis serta organisasi eksudat perineural yang fibrino-purulen menyebabkan

kelainan kraniales. Pada Meningitis yang disebabkan oleh virus, cairan

serebrospinal tampak jernih dibandingkan Meningitis yang disebabkan oleh

bakteri.4

E. Etiologi

Meningitis dapat disebabkan oleh bakteri, virus, jamur dan parasit5,3

1. Meningitis bacterial :

a. Bakteri non spesifik : Meningokokkus, H. Influenza, S. Pneumonia,

Stafilokokkus, Streptokokkus, E, Coli, S. Typhosa.

b. Bakteri spesifik : Micobacterium tuberkulosa.

2. Meningitis virus : Enterovirus, Virus Herpes Simpleks tipe I (HSV-I), Virus

Varisela-zoster (VVZ).

3. Meningitis karena jamur.

4. Meningitis karena parasit, seperti toksoplasma, amoeba.

6

Page 7: BAB I

F. Gejala klinis

Meningitis ditandai dengan adanya gejala-gejala seperti panas mendadak,

letargi, muntah dan kejang. Diagnosis pasti ditegakkan dengan pemeriksaan cairan

serebrospinal (CSS) melalui pungsi lumbal.4,3

Meningitis karena virus ditandai dengan cairan serebrospinal yang jernih

serta rasa sakit penderita tidak terlalu berat. Pada umumnya, meningitis yang

disebabkan oleh Mumpsvirus ditandai dengan gejala anoreksia dan malaise,

kemudian diikuti oleh pembesaran kelenjer parotid sebelum invasi kuman ke

susunan saraf pusat. Pada meningitis yang disebabkan oleh Echovirus ditandai

dengan keluhan sakit kepala, muntah, sakit tenggorok, nyeri otot, demam, dan

disertai dengan timbulnya ruam makopapular yang tidak gatal di daerah wajah,

leher, dada, badan, dan ekstremitas. Gejala yang tampak pada meningitis

Coxsackie virus yaitu tampak lesi vasikuler pada palatum, uvula, tonsil, dan lidah

dan pada tahap lanjut timbul keluhan berupa sakit kepala, muntah, demam, kaku

leher, dan nyeri punggung.6

Meningitis bakteri biasanya didahului oleh gejala gangguan alat pernafasan

dan gastrointestinal. Meningitis bakteri pada neonatus terjadi secara akut dengan

gejala panas tinggi, mual, muntah, gangguan pernafasan, kejang, nafsu makan

berkurang, dehidrasi dan konstipasi, biasanya selalu ditandai dengan fontanella

yang mencembung. Kejang dialami lebih kurang 44 % anak dengan penyebab

Haemophilus influenzae, 25 % oleh Streptococcus pneumoniae, 21 % oleh

Streptococcus, dan 10 % oleh infeksi Meningococcus. Pada anak-anak dan

dewasa biasanya dimulai dengan gangguan saluran pernafasan bagian atas,

7

Page 8: BAB I

penyakit juga bersifat akut dengan gejala panas tinggi, nyeri kepala hebat,

malaise, nyeri otot dan nyeri punggung. Cairan serebrospinal tampak kabur, keruh

atau purulen.7

Meningitis Tuberkulosa terdiri dari tiga stadium, yaitu stadium I atau

stadium prodormal selama 2-3 minggu dengan gejala ringan dan nampak seperti

gejala infeksi biasa. Pada anak-anak, permulaan penyakit bersifat subakut, sering

tanpa demam, muntah-muntah, nafsu makan berkurang, murung, berat badan

turun, mudah tersinggung, cengeng, opstipasi, pola tidur terganggu dan gangguan

kesadaran berupa apatis. Pada orang dewasa terdapat panas yang hilang timbul,

nyeri kepala, konstipasi, kurang nafsu makan, fotofobia, nyeri punggung,

halusinasi, dan sangat gelisah.

Stadium II atau stadium transisi berlangsung selama 1 – 3 minggu dengan

gejala penyakit lebih berat dimana penderita mengalami nyeri kepala yang hebat

dan kadang disertai kejang terutama pada bayi dan anak-anak. Tanda-tanda

rangsangan meningeal mulai nyata, seluruh tubuh dapat menjadi kaku, terdapat

tanda-tanda peningkatan intrakranial, ubun-ubun menonjol dan muntah lebih

hebat. Stadium III atau stadium terminal ditandai dengan kelumpuhan dan

gangguan kesadaran sampai koma. Pada stadium ini penderita dapat meninggal

dunia dalam waktu tiga minggu bila tidak mendapat pengobatan sebagaimana

mestinya.8

8

Page 9: BAB I

G. Penegakan dignosis

Penegakan diagnosis meningitis sama halnya dengan penegakan diagnosis

penyakit lain, yaitu dimulai dengan Anamnesis, pemeriksaan fisis, dan

pemeriksaan penunjang.

Pada pemeriksaan fisis yang utama untuk penegakan diagnosis meningitis

adalah pemeriksaan rangsang menings yaitu :

1. Pemeriksaan kaku kuduk

Pasien berbaring terlentang dan dilakukan pergerakan pasif berupa fleksi

dan rotasi kepala. Tanda kaku kuduk positif (+) bila didapatkan kekakuan dan

tahanan pada pergerakan fleksi kepala disertai rasa nyeri dan spasme otot. Dagu

tidak dapat disentuhkan ke dada dan juga didapatkan tahanan pada hiperekstensi

dan rotasi kepala.9

2. Pemeriksaan tes kernig

Pada pemeriksaan ini, penderita yang sedang berbaring difleksikan pahanya

pada persendian panggul sampai membat sudut 90 derajat. Setelah itu tungkai

bawah diekstensikan pada persendian lutut. Biasanya kita dapat meakukan

9

Page 10: BAB I

ekstensi ini sampai sudut 135 derjat antara tungkai bawah dan tungkai atas. Bila

terdapat tahanan dan rasa nyeri sebelum tercapai sudut ini, maka dikatakan tanda

kernig positif. Pada meningitis biasanya positif bilateral.9

3. Pemeriksaan brudzinski I

Pasien berbaring terlentang dan pemeriksa meletakkan tangan kirinyadibawah

kepala dan tangan kanan diatas dada pasien kemudian dilakukan fleksi kepala

dengan cepat kearah dada sejauh mungkin. Tanda Brudzinski I positif (+) bila

pada pemeriksaan terjadi fleksi pada kedua tungkai.9

10

Page 11: BAB I

4. Pemeriksaan brudzinski II

Pada pasien yang sedang berbaring, satu tungkai difleksikan pada

persendian panggul, sedang tngkai yang satu lagi berada dalam keadaan ekstensi

(lurus). Bila tungkai yang satu ikut fleksi maka disebut tanda brudzinski II positif.

Tapi perlu diperhatikan dahulu apakah terdapat kelumpuhan pada tungkai.9

Selain dari pemeriksaan fisis yang dilakukan, juga perlu dilakukan

pemeriksaan penunjang, diantaranya yaitu :

1. Pemeriksaan Pungsi Lumbal

Lumbal pungsi biasanya dilakukan untuk menganalisa jumlah sel dan

protein cairan cerebrospinal, dengan syarat tidak ditemukan adanya peningkatan

tekanan intrakranial.

a. Pada Meningitis Serosa terdapat tekanan yang bervariasi, cairan jernih,

sel darah putih meningkat, glukosa dan protein normal, kultur (-).

b. Pada Meningitis Purulenta terdapat tekanan meningkat, cairan keruh,

jumlah sel darah putih dan protein meningkat, glukosa menurun, kultur (+)

beberapa jenis bakteri.

2. Pemeriksaan darah

Dilakukan pemeriksaan kadar hemoglobin, jumlah leukosit, Laju Endap

Darah (LED), kadar glukosa, kadar ureum, elektrolit dan kultur.

a. Pada Meningitis Serosa didapatkan peningkatan leukosit saja.

11

Page 12: BAB I

Disamping itu, pada Meningitis Tuberkulosa didapatkan juga peningkatan LED.

b. Pada Meningitis Purulenta didapatkan peningkatan leukosit.

3. Pemeriksaan Radiologis

a. Pada Meningitis Serosa dilakukan foto dada, foto kepala, bila mungkin

dilakukan CT Scan.

b. Pada Meningitis Purulenta dilakukan foto kepala (periksa mastoid, sinus

paranasal, gigi geligi) dan foto dada.

H. Prognosis

Prognosis meningitis tergantung kepada umur, mikroorganisme spesifik

yang menimbulkan penyakit, banyaknya organisme dalam selaput otak, jenis

meningitis dan lama penyakit sebelum diberikan antibiotik. Penderita usia

neonatus, anak-anak dan dewasa tua mempunyai prognosis yang semakin jelek,

yaitu dapat menimbulkan cacat berat dan kematian.

Pengobatan antibiotika yang adekuat dapat menurunkan mortalitas

meningitis purulenta, tetapi 50% dari penderita yang selamat akan mengalami

sequelle (akibat sisa). Lima puluh persen meningitis purulenta mengakibatkan

kecacatan seperti ketulian, keterlambatan berbicara dan gangguan perkembangan

mental, dan 5 – 10% penderita mengalami kematian.

Pada meningitis Tuberkulosa, angka kecacatan dan kematian pada

umumnya tinggi. Prognosa jelek pada bayi dan orang tua. Angka kematian

meningitis TBC dipengaruhi oleh umur dan pada stadium berapa penderita

mencari pengobatan. Penderita dapat meninggal dalam waktu 6-8 minggu.

Penderita meningitis karena virus biasanya menunjukkan gejala klinis yang lebih

ringan,penurunan kesadaran jarang ditemukan. Meningitis viral memiliki prognosis yang

jauh lebih baik. Sebagian penderita sembuh dalam 1 – 2 minggu dan dengan pengobatan

yang tepat penyembuhan total bisa terjadi.

12

Page 13: BAB I

I. Penatalaksanaan

Pemberian antibiotik sesuai dengan umur dan mengesampingkan kondisi fisik. Terapi

empirik juga tergantung pada prevalensi sefalosporin tahan S. pneumoniae (DRSP). 2-

5%).” Di Amerika Serikat, prevalensi dianggap tinggi (> 2-5%). Pasien dengan penisilin

parah (dan diduga sefalosporin) alergi sering membutuhkan terapi alternatif.

- Meningitis bakterial, umur <2 bulan :

1. Cephalosporin Generasi ke 3, atau

2. Kombinasi Ampicilin 150-200 mg (400 mg)/KgBB/hari IV

dibagi dalam 4-6 kali dosis sehari dan Chloramphenicol 50

mg/KgBB/hari IV dibagi dalam 4 dosis(12)

- Meningitis bakterial, umur >2 bulan:

1. Kombinasi Ampicilin 150-200 mg (400 mg)/KgBB/hari IV

dibagi dalam 4-6 kali dosis sehari dan Chloramphenicol 50

mg/KgBB/hari IV dibagi dalam 4 dosis, atau

2. Sefalosporin Generasi ke 3

3. Dexamethasone dosis awal 0,5 mg/KgBB IV dilanjutkan

dengan dosis rumatan 0,5 mg/KgBB IV dibagi dalam 3

dosis, selama 3 hari. Diberikan 30 menit sebelum

pemberian antibiotika.

13

Page 14: BAB I

1. Antimikroba Agen

Agen ini digunakan untuk mengobati atau mencegah infeksi

yang disebabkan oleh patogen paling mungkin dicurigai atau

diidentifikasi. (12)

- Ceftriaxone (Rocephin) Ceftriaxone adalah generasi ketiga

sefalosporin dengan spektrum luas gram negatif aktivitas. Ini

memiliki khasiat lebih rendah terhadap organisme gram positif

namun memiliki aktivitas yang sangat baik terhadap organisme

pneumokokus rentan. Itu diberikannya efek antimikroba dengan

mengganggu sintesis peptidoglikan, komponen struktural utama

dari dinding sel bakteri. Ini adalah antibiotik yang sangat baik

untuk pengobatan empiris meningitis bakteri.

- Sefotaksim (Claforan) Sefotaksim adalah generasi ketiga

cephalosporin yang digunakan untuk mengobati meningitis

bakteri dicurigai atau didokumentasikan disebabkan oleh

organisme rentan, seperti H influenzae atau meningitidis N.

Seperti beta-laktam antibiotik, sefotaksim menghambat

pertumbuhan bakteri dengan menangkap sintesis dinding sel

bakteri.

- Ampisilin (Omnipen, Polycillin) Sebuah antibiotik beta-laktam

bakterisida, ampisilin menghambat sintesis dinding sel dengan

mengganggu pembentukan peptidoglikan. Obat ini diindikasikan

14

Page 15: BAB I

untuk monocytogenes L dan S meningitis agalactiae, biasanya

dalam kombinasi dengan gentamisin.

- Gentamicin (Garamycin) Antibiotik yang tersedia, tetapi

aminoglikosida, seperti gentamisin, tetap signifikan dalam

mengobati infeksi berat. Aminoglikosida menghambat sintesis

protein oleh ireversibel mengikat ribosom 30-an. Dalam

meningitides meningitis atau gram negatif, mengelola

intrathecal karena penetrasi SSP miskin. Rejimen dosis sangat

banyak; menyesuaikan dosis berdasarkan CrCl dan perubahan

volume distribusi.

- Ciprofloxacin (Cipro) Ciprofloxacin adalah fluorokuinolon

yang menghambat sintesis DNA bakteri dan, akibatnya,

pertumbuhan oleh DNA girase menghambat dan topoisomerase,

yang dibutuhkan untuk replikasi, transkripsi, dan translasi bahan

genetik. Kuinolon memiliki aktivitas luas terhadap organisme

gram positif aerobik dan gram-negatif. Ciprofloxacin tidak

memiliki aktivitas terhadap anaerob. Teruskan pengobatan

untuk minimal 2 hari (7-14 d khas) setelah tanda dan gejala

hilang.

2. Antivirus Agen

Agen ini mengganggu replikasi virus, mereka melemahkan /

meniadakan aktivitas virus.

15

Page 16: BAB I

- Acyclovir (Zovirax) Prodrug Sebuah diaktifkan oleh enzim

selular, asiklovir menghambat aktivitas, HSV-1 HSV-2, dan

virus varicella-zoster dengan bersaing untuk polimerase DNA

virus dan penggabungan ke dalam DNA virus. Acyclovir

digunakan dalam HSV meningitis.

- Gansiklovir (Cytovene) Gansiklovir merupakan turunan

sintetis guanin aktif terhadap CMV. Analog nukleosida asiklik

dari 2′-deoxyguanosine, menghambat replikasi virus herpes in

vitro dan in vivo. tingkat gansiklovir-trifosfat adalah sebanyak

100 kali lipat lebih besar dalam sel yang terinfeksi CMV

daripada di sel yang tidak terinfeksi, mungkin karena fosforilasi

preferensial gansiklovir dalam sel yang terinfeksi virus.

3. Antitubercular Agen untuk Meningitis tuberkulosa:

Agen ini digunakan dalam pengelolaan penyakit mikobakteri

dalam kombinasi dengan agen antitubercular lainnya.

- Isoniazid 10-20 mg/KgBB/hari PO dibagi dalam 2 dosis

(maksimal 500 mg/hari) selama 1½ tahun

- Rifampicin 10-15 mg/KgBB/hari PO dosis tunggal selama 1

tahun

- Streptomycin sulphate 20-40 mg/KgBB/hari IM dosis tunggal

atau dibagi dalam 2 dosis selama 3 bulan

16

Page 17: BAB I

- Rifampisin (Rifadin, Rimactane) Rifampisin digunakan dalam

kombinasi dengan obat antituberkulosis lainnya. Menghambat

DNA-dependent bakteri, tetapi tidak mamalia, RNA polimerase.

Resistansi silang dapat terjadi.

- Isoniazid (Laniazid, Nydrazid) Isoniazid adalah obat

antituberkulosis lini pertama yang digunakan dalam kombinasi

dengan obat antituberkulosis lain untuk mengobati meningitis.

Hal ini biasanya diberikan selama minimal 12-24 bulan. Dosis

profilaksis piridoksin (6-50 mg / hari) dianjurkan jika neuropati

perifer sekunder terhadap terapi isoniazid berkembang.

- Pirazinamid (PZA) Pirazinamid adalah analog pyrazine dari

nikotinamida; mungkin bakteriostatik atau bakterisidal terhadap

M tuberculosis, tergantung dari konsentrasi obat dicapai pd

tempat infeksi. Mekanisme pirazinamid tentang tindakan tidak

diketahui.

- Etambutol (Myambutol) Etambutol berdifusi ke dalam sel

aktif mikobakteri tumbuh (misalnya, basil tuberkel). Ini merusak

metabolisme sel dengan menghambat sintesis 1 atau lebih

metabolit, yang pada gilirannya menyebabkan kematian sel.

Tidak ada resistansi silang telah dibuktikan. Resistensi

mikobakteri adalah sering dengan terapi sebelumnya. Gunakan

pada pasien dalam kombinasi dengan obat lini kedua yang

17

Page 18: BAB I

belum diberikan sebelumnya. Diberikan setiap 24 jam sampai

konversi bakteriologis permanen & perbaikan klinis maksimal

diamati.Absorpsi tdk signifikan diubah oleh makanan.

- Streptomisin Streptomisin memiliki efek bakterisida dan

menghambat sintesis protein bakteri. Organisme rentan

termasuk M tuberculosis, Pasteurella pestis, Pasteurella

tularensis, H influenzae, Haemophilus ducreyi, donovanosis

(granuloma inguinale), spesies Brucella, Klebsiella pneumonia,

Escherichia coli, Proteus spesies, spesies Aerobacter,

Enterococcus faecalis, dan Streptococcus viridans (dalam

endokarditis, dengan penisilin). Streptomisin selalu diberikan

sebagai bagian dari total anti-TB rejimen.

4. Kortikosteroid

Penggunaan steroid telah terbukti meningkatkan hasil

keseluruhan dari pasien dengan beberapa jenis meningitis bakteri,

seperti H influenzae, tuberkulosis, dan meningitis pneumokokus. Jika

steroid diberikan, mereka harus diberikan sebelum atau selama

pemberian terapi antimikroba.

- Deksametason Deksametason memiliki manfaat farmakologis

banyak seperti menstabilkan membran sel dan lisosomal. Hal ini

meningkatkan sintesis surfaktan, meningkatkan serum

konsentrasi vitamin A, menghambat prostaglandin dan sitokin

18

Page 19: BAB I

proinflamasi (misalnya TNF-alfa, IL-6, IL-2, dan IFN-gamma).

Waktu pemberian deksametason sangat penting. Jika digunakan,

harus diberikan sebelum atau dengan dosis pertama terapi

antibakteri. Hal ini untuk menangkal ledakan inflamasi awal

konsekuen untuk antibiotik yang dimediasi membunuh bakteri.

5. Diuretik Agen

Agen ini digunakan untuk mengurangi tekanan intrakranial dan

mengobati edema otak.

- Manitol (Osmitrol) Manitol dapat mengurangi tekanan

subarachnoid-ruang dengan menciptakan gradien osmotik antara

cairan cerebrospinal di arachnoid-ruang dan plasma. Dosis 1 g /

kg IV telah digunakan.

-

6. Menghentikan kejang:

1. Diazepam 0,2-0,5 mg/KgBB/dosis IV atau 0,4-0,6 mg/KgBB/dosis

REKTAL SUPPOSITORIA, kemudian dilanjutkan dengan:

2. Phenytoin 5 mg/KgBB/hari IV/PO dibagi dalam 3 dosis atau

-Phenobarbital 5-7 mg/Kg/hari IM/PO dibagi dalam 3 dosis.

Lorazepam (Ativan) Lorazepam adalah obat penenang hipnotis

dengan onset singkat efek dan relatif panjang paruh. Dengan

19

Page 20: BAB I

meningkatkan tindakan gamma-aminobutyric acid (GABA),

yang merupakan neurotransmitter inhibisi utama di otak,

mungkin menekan semua tingkat SSP, termasuk pembentukan

limbic dan reticular. Dosis lorazepam 0,1 mg / kg IV telah

digunakan untuk mengontrol kejang.

- Fenitoin (Dilantin) Fenitoin bekerja pada korteks motor, di

mana ia dapat menghambat penyebaran aktivitas kejang.

Kegiatan pusat batang otak yang bertanggung jawab untuk fase

tonik dari kejang grand mal juga dapat terhambat. Dosis harus

individual. Dosis 15 mg / kg telah digunakan.

- Fenobarbital Fenobarbital mengangkat ambang kejang,

membatasi penyebaran aktivitas kejang, adalah obat penenang.

Dosis 5-10 mg / kg telah direkomendasikan.

7. Menurunkan panas:

- Antipiretika: Paracetamol 10 mg/KgBB/dosis PO atau

Ibuprofen 5-10 mg/KgBB/dosis PO diberikan 3-4 kali sehari

- Kompres air hangat/biasa

20

Page 21: BAB I

BAB III

KESIMPULAN

Meningitis atau radang selaput otak adalah infeksi pada cairan serebsrospinal

(CSS) disertai radang pada Piamater, arachnoid, ruang subarachnoid, jaringan superficial

otak dan medulla spinalis.

Meningitis ditandai dengan adanya gejala-gejala seperti panas mendadak, letargi,

muntah dan kejang. Diagnosis pasti ditegakkan dengan pemeriksaan cairanserebrospinal

(CSS) melalui pungsi lumbal.

Untuk menentukan diagnosis meningitis dilakukan tes laboratorium. Tes ini

memakai darah atau cairan sumsum tulang belakang. Cairan sumsum tulang belakang

diambil dengan proses pungsi lumbal (lumbar puncture atau spinal tap). Sebuah jarum

ditusukkan pada pertengahan tulang belakang, pas diatas pinggul jarum menyedap cairan

smsum tulang belakang. Tekanan sumsum cairan tulang belakang juga dapat diukur. Bila

tekanan terlalu tinggi sebagian cairan tersebut dapat disedot. Tes ini aman dan biasanya

tidak terlalu menyakitkan.

21

Page 22: BAB I

DAFTAR PUSTAKA

1. Harsono. BUKU AJAR NEUROLOGI KLINIS. Perhimpunan Dokter

Spesialis Syaraf Indonesia bekerja sama dengan Universitas Gadjah Mada.

2005. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.

2. Iskandar. J, 2002, “Cairan Serebrospinal” bagian bedah Universitas

Sumatra utara, USU digital library. Sumatra Utara.

3. Hasbun. R, 2014, “Meningitis”, Medscape drugs and diseases,

http://emedicine.medscape.com/article/232915-overview#showall. Diakses

tangal 27 desember 2014.

4. Suwono, W., 1996. Diagnosis Topik Neurologi, Edisi Kedua. Buku

Kedokteran EGC, Jakarta.

5. Japardi, Iskandar. 2002. Meningitis Meningococcus. USU digital library

URL:.http://library.usu.ac.id/download/fk/bedahiskandar%20japardi23.pdf

6. Harsono, 1996. Buku Ajar Neurologi Klinis, Edisi Pertama. Gadjah Mada

University Press, Yogyakarta.

7. Soegijanto, S., 2002. Ilmu Penyakit Anak: Diagnosa dan Penatalaksanaan,

Edisi Pertama. Salemba Medika, Jakarta.

8. Musfiroh, S., dkk., 2000. Tuberkulosis Sistem Saraf Pusat di RSUP

Dr.Sardjito Yogyakarta. Berkala Ilmu Kedokteran, Vol.32, No.3, FK

Universitas Gadjah Mada.

9. Lumbantobing. S, 2014, “Neurologi klinik pemeriksaan fisik dan mental”,

badan penerbit FKUI, Jakarta.

22