bab i
DESCRIPTION
mTRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Penyakit infeksi masih merupakan masalah kesehatan masyarakat
yang utama di negara-negara yang sedang berkembang termasuk
Indonesia, diantaranya adalah meningitis. Meningitis adalah infeksi cairan
otak disertai radang yang mengenai piamater, arachnoid, ruang
subarachnoid, jaringan superficial otak dan medulla spinalis. Kuman-
kumn dapat masuk ke setiap bagian ruang subaraknoid dan dengan cepat
sekali menyebar ke bagian lain, sehingga leptomening medulla spinalis
terkena. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa meningitis selalu
merupakan suatu proses serebrospinal.1
Beberapa keadaan yang memudahkan terjadinya meningitis antara
lain: infeksi sistemik maupun fokal (septicemia, otitis media supurative
kronik, demam tifoid, tuberculosis paru), penyakit darah, penyakit hati,
trauma atau tindakan tertentu (fraktur basis crania, pungsi lumbal, operasi
bedah saraf), kelainan yang berhubungan dengan imunosupresan misalnya
alkoholisme, Diabetes dan kelainan obstetric dan ginekologik.1
BAB II
1
TINJAUAN PUSTAKA
A. Defenisi
Meningitis atau radang selaput otak adalah infeksi pada cairan
serebsrospinal (CSS) disertai radang pada Piamater, arachnoid, ruang
subarachnoid, jaringan superficial otak dan medulla spinalis.1,3
B. Anatomi dan Fisiologi
Otak dan sum-sum tulang belakang diselimuti meningea yang melindungi
struktur syaraf yang halus, membawa pembuluh darah dan sekresi cairan
serebrospinal.
Meningen adalah selaput otak yang merupakan bagian dari susunan saraf
yang bersiaft non neural. Meningen terdiri dari jarningan ikat berupa membran
yang menyelubungi seluruh permukaan otak, batang otak dan medula spinalis.
Meningen terdiri dari 3 lapisan, yaitu Piamater, arakhnoid dan duramater.
Piameter merupakan selaput tipis yang melekat pada permukaan otak yang
mengikuti setiap lekukan-lekukan pada sulkus-sulkus dan fisura-fisura, juga
melekat pada permukaan batang otak dan medula spinalis, terus ke kaudal sampai
2
ke ujung medula spinalis setinggi korpus vertebra. Arakhnoid mempunyai banyak
trabekula halus yang berhubungan dengan piameter, tetapi tidak mengikuti setiap
lekukan otak. Diantara arakhnoid dan piameter disebut ruang subrakhnoid, yang
berisi cairan serebrospinal dan pembuluh-pembuluh darah. Karena arakhnoid
tidak mengikuti lekukanlekukan otak, maka di beberapa tempat ruang
subarakhnoid melebar yang disebut sisterna. Yang paling besar adalah siterna
magna, terletak diantara bagian inferior serebelum dan medulla oblongata.
Ruang subarakhnoid spinal yang merupakan lanjutan dari sisterna magna
dan sisterna pontis merupakan selubung dari medula spinalis sampai setinggi S2.
Ruang subarakhnoid dibawah L2 dinamakan sakus atau teka lumbalis, tempat
dimana cairan serebrospinal diambil pada waktu pungsi lumbal.2
Meningea terdiri dari tiga lapis, yaitu:
1. Lapisan Luar (Durameter)
Durameter merupakan tempat yang tidak kenyal yang membungkus otak,
sumsum tulang belakang, cairan serebrospinal dan pembuluh darah. Durameter
terbagi lagi atas durameter bagian luar yang disebut selaput tulang tengkorak
(periosteum) dan durameter bagian dalam (meningeal) meliputi permukaan
tengkorak untuk membentuk falks serebrum, tentorium serebelum dan diafragma
sella.
2. Lapisan Tengah (Arakhnoid)
Disebut juga selaput otak, merupakan selaput halus yang memisahkan
durameter dengan piameter, membentuk sebuah kantung atau balon berisi cairan
otak yang meliputi seluruh susunan saraf pusat. Ruangan diantara durameter dan
3
arakhnoid disebut ruangan subdural yang berisi sedikit cairan jernih menyerupai
getah bening. Pada ruangan ini terdapat pembuluh darah arteri dan vena yang
menghubungkan sistem otak dengan meningen serta dipenuhi oleh cairan
serebrospinal.
3. Lapisan Dalam (Piameter)
Lapisan piameter merupakan selaput halus yang kaya akan pembuluh darah
kecil yang mensuplai darah ke otak dalam jumlah yang banyak. Lapisan ini
melekat erat dengan jaringan otak dan mengikuti gyrus dari otak. Ruangan
diantara arakhnoid dan piameter disebut sub arakhnoid. Pada reaksi radang
ruangan ini berisi sel radang. Disini mengalir cairan serebrospinalis dari otak ke
sumsum tulang belakang.2,3
C. Epidemiologi
Meningitis memiliki insiden dilaporkan 10,9 kasus per 100.000 orang
pertahun. Ini terjadi pada individu-individu dari segala usia, tetapi lebih sering
terjadi pada anak-anak, terutama selama musim panas. Tidak ada perbedaan ras
dilaporkan. Dengan hampir 4100 kasus dan 500 kematian yang terjadi setiap tahun
di Amerika Serikat, meningitis bakteri terus menjadi sumber signifikan dari
morbiditas dan mortalitas. Kejadian tahunan di Amerika Serikat adalah 1,33 kasus
per 100.000 penduduk.
Meningitis meningokokus merupakan endemik di beberapa bagian Afrika,
India, dan daerah berkembang lainnya. Epidemi periodik terjadi pada apa yang
disebut-Sahara sub "meningitis belt," serta di antara para peziarah agama bepergian
ke Arab Saudi untuk ibadah haji. Di beberapa bagian Afrika, epidemi luas meningitis
4
meningokokus terjadi secara teratur. Pada tahun 1996, gelombang terbesar wabah
meningitis meningokokus yang pernah tercatat muncul di Afrika Barat.
Diperkirakan 250.000 kasus dan 25.000 kematian terjadi di Niger, Nigeria, Burkina
Faso, Chad, dan Mali.3
Kejadian meningitis lebih sering terjadi pada musim panas dimana kasus-
kasus infeksi saluran pernafasan juga meningkat. Di Eropa dan Amerika utara
insidensi infeksi Meningococcus lebih tinggi pada musim dingin dan musim semi
sedangkan di daerah Sub-Sahara puncaknya terjadi pada musim kering.
D. Patofisiologi
Meningitis pada umumnya sebagai akibat dari penyebaran penyakit di organ
atau jaringan tubuh yang lain. Virus / bakteri menyebar secara hematogen sampai
ke selaput otak, misalnya pada penyakit Faringitis, Tonsilitis, Pneumonia,
Bronchopneumonia dan Endokarditis. Penyebaran bakteri/virus dapat pula secara
perkontinuitatum dari peradangan organ atau jaringan yang ada di dekat selaput
otak, misalnya Abses otak, Otitis Media, Mastoiditis, Trombosis sinus kavernosus
dan Sinusitis. Penyebaran kuman bisa juga terjadi akibat trauma kepala dengan
fraktur terbuka atau komplikasi bedah otak. Invasi kuman-kuman ke dalam ruang
subaraknoid menyebabkan reaksi radang pada pia dan araknoid, CSS (Cairan
Serebrospinal) dan sistem ventrikulus.4
Mula-mula pembuluh darah meningeal yang kecil dan sedang mengalami
hiperemi; dalam waktu yang sangat singkat terjadi penyebaran sel-sel leukosit
polimorfonuklear ke dalam ruang subarakhnoid, kemudian terbentuk eksudat.
Dalam beberapa hari terjadi pembentukan limfosit dan histiosit dan dalam minggu
5
kedua sel- sel plasma. Eksudat yang terbentuk terdiri dari dua lapisan, bagian luar
mengandung leukosit polimorfonuklear dan fibrin sedangkan di lapisaan dalam
terdapat makrofag.4
Proses radang selain pada arteri juga terjadi pada vena-vena di korteks dan dapat
menyebabkan trombosis, infark otak, edema otak dan degenerasi neuron- neuron.
Trombosis serta organisasi eksudat perineural yang fibrino-purulen menyebabkan
kelainan kraniales. Pada Meningitis yang disebabkan oleh virus, cairan
serebrospinal tampak jernih dibandingkan Meningitis yang disebabkan oleh
bakteri.4
E. Etiologi
Meningitis dapat disebabkan oleh bakteri, virus, jamur dan parasit5,3
1. Meningitis bacterial :
a. Bakteri non spesifik : Meningokokkus, H. Influenza, S. Pneumonia,
Stafilokokkus, Streptokokkus, E, Coli, S. Typhosa.
b. Bakteri spesifik : Micobacterium tuberkulosa.
2. Meningitis virus : Enterovirus, Virus Herpes Simpleks tipe I (HSV-I), Virus
Varisela-zoster (VVZ).
3. Meningitis karena jamur.
4. Meningitis karena parasit, seperti toksoplasma, amoeba.
6
F. Gejala klinis
Meningitis ditandai dengan adanya gejala-gejala seperti panas mendadak,
letargi, muntah dan kejang. Diagnosis pasti ditegakkan dengan pemeriksaan cairan
serebrospinal (CSS) melalui pungsi lumbal.4,3
Meningitis karena virus ditandai dengan cairan serebrospinal yang jernih
serta rasa sakit penderita tidak terlalu berat. Pada umumnya, meningitis yang
disebabkan oleh Mumpsvirus ditandai dengan gejala anoreksia dan malaise,
kemudian diikuti oleh pembesaran kelenjer parotid sebelum invasi kuman ke
susunan saraf pusat. Pada meningitis yang disebabkan oleh Echovirus ditandai
dengan keluhan sakit kepala, muntah, sakit tenggorok, nyeri otot, demam, dan
disertai dengan timbulnya ruam makopapular yang tidak gatal di daerah wajah,
leher, dada, badan, dan ekstremitas. Gejala yang tampak pada meningitis
Coxsackie virus yaitu tampak lesi vasikuler pada palatum, uvula, tonsil, dan lidah
dan pada tahap lanjut timbul keluhan berupa sakit kepala, muntah, demam, kaku
leher, dan nyeri punggung.6
Meningitis bakteri biasanya didahului oleh gejala gangguan alat pernafasan
dan gastrointestinal. Meningitis bakteri pada neonatus terjadi secara akut dengan
gejala panas tinggi, mual, muntah, gangguan pernafasan, kejang, nafsu makan
berkurang, dehidrasi dan konstipasi, biasanya selalu ditandai dengan fontanella
yang mencembung. Kejang dialami lebih kurang 44 % anak dengan penyebab
Haemophilus influenzae, 25 % oleh Streptococcus pneumoniae, 21 % oleh
Streptococcus, dan 10 % oleh infeksi Meningococcus. Pada anak-anak dan
dewasa biasanya dimulai dengan gangguan saluran pernafasan bagian atas,
7
penyakit juga bersifat akut dengan gejala panas tinggi, nyeri kepala hebat,
malaise, nyeri otot dan nyeri punggung. Cairan serebrospinal tampak kabur, keruh
atau purulen.7
Meningitis Tuberkulosa terdiri dari tiga stadium, yaitu stadium I atau
stadium prodormal selama 2-3 minggu dengan gejala ringan dan nampak seperti
gejala infeksi biasa. Pada anak-anak, permulaan penyakit bersifat subakut, sering
tanpa demam, muntah-muntah, nafsu makan berkurang, murung, berat badan
turun, mudah tersinggung, cengeng, opstipasi, pola tidur terganggu dan gangguan
kesadaran berupa apatis. Pada orang dewasa terdapat panas yang hilang timbul,
nyeri kepala, konstipasi, kurang nafsu makan, fotofobia, nyeri punggung,
halusinasi, dan sangat gelisah.
Stadium II atau stadium transisi berlangsung selama 1 – 3 minggu dengan
gejala penyakit lebih berat dimana penderita mengalami nyeri kepala yang hebat
dan kadang disertai kejang terutama pada bayi dan anak-anak. Tanda-tanda
rangsangan meningeal mulai nyata, seluruh tubuh dapat menjadi kaku, terdapat
tanda-tanda peningkatan intrakranial, ubun-ubun menonjol dan muntah lebih
hebat. Stadium III atau stadium terminal ditandai dengan kelumpuhan dan
gangguan kesadaran sampai koma. Pada stadium ini penderita dapat meninggal
dunia dalam waktu tiga minggu bila tidak mendapat pengobatan sebagaimana
mestinya.8
8
G. Penegakan dignosis
Penegakan diagnosis meningitis sama halnya dengan penegakan diagnosis
penyakit lain, yaitu dimulai dengan Anamnesis, pemeriksaan fisis, dan
pemeriksaan penunjang.
Pada pemeriksaan fisis yang utama untuk penegakan diagnosis meningitis
adalah pemeriksaan rangsang menings yaitu :
1. Pemeriksaan kaku kuduk
Pasien berbaring terlentang dan dilakukan pergerakan pasif berupa fleksi
dan rotasi kepala. Tanda kaku kuduk positif (+) bila didapatkan kekakuan dan
tahanan pada pergerakan fleksi kepala disertai rasa nyeri dan spasme otot. Dagu
tidak dapat disentuhkan ke dada dan juga didapatkan tahanan pada hiperekstensi
dan rotasi kepala.9
2. Pemeriksaan tes kernig
Pada pemeriksaan ini, penderita yang sedang berbaring difleksikan pahanya
pada persendian panggul sampai membat sudut 90 derajat. Setelah itu tungkai
bawah diekstensikan pada persendian lutut. Biasanya kita dapat meakukan
9
ekstensi ini sampai sudut 135 derjat antara tungkai bawah dan tungkai atas. Bila
terdapat tahanan dan rasa nyeri sebelum tercapai sudut ini, maka dikatakan tanda
kernig positif. Pada meningitis biasanya positif bilateral.9
3. Pemeriksaan brudzinski I
Pasien berbaring terlentang dan pemeriksa meletakkan tangan kirinyadibawah
kepala dan tangan kanan diatas dada pasien kemudian dilakukan fleksi kepala
dengan cepat kearah dada sejauh mungkin. Tanda Brudzinski I positif (+) bila
pada pemeriksaan terjadi fleksi pada kedua tungkai.9
10
4. Pemeriksaan brudzinski II
Pada pasien yang sedang berbaring, satu tungkai difleksikan pada
persendian panggul, sedang tngkai yang satu lagi berada dalam keadaan ekstensi
(lurus). Bila tungkai yang satu ikut fleksi maka disebut tanda brudzinski II positif.
Tapi perlu diperhatikan dahulu apakah terdapat kelumpuhan pada tungkai.9
Selain dari pemeriksaan fisis yang dilakukan, juga perlu dilakukan
pemeriksaan penunjang, diantaranya yaitu :
1. Pemeriksaan Pungsi Lumbal
Lumbal pungsi biasanya dilakukan untuk menganalisa jumlah sel dan
protein cairan cerebrospinal, dengan syarat tidak ditemukan adanya peningkatan
tekanan intrakranial.
a. Pada Meningitis Serosa terdapat tekanan yang bervariasi, cairan jernih,
sel darah putih meningkat, glukosa dan protein normal, kultur (-).
b. Pada Meningitis Purulenta terdapat tekanan meningkat, cairan keruh,
jumlah sel darah putih dan protein meningkat, glukosa menurun, kultur (+)
beberapa jenis bakteri.
2. Pemeriksaan darah
Dilakukan pemeriksaan kadar hemoglobin, jumlah leukosit, Laju Endap
Darah (LED), kadar glukosa, kadar ureum, elektrolit dan kultur.
a. Pada Meningitis Serosa didapatkan peningkatan leukosit saja.
11
Disamping itu, pada Meningitis Tuberkulosa didapatkan juga peningkatan LED.
b. Pada Meningitis Purulenta didapatkan peningkatan leukosit.
3. Pemeriksaan Radiologis
a. Pada Meningitis Serosa dilakukan foto dada, foto kepala, bila mungkin
dilakukan CT Scan.
b. Pada Meningitis Purulenta dilakukan foto kepala (periksa mastoid, sinus
paranasal, gigi geligi) dan foto dada.
H. Prognosis
Prognosis meningitis tergantung kepada umur, mikroorganisme spesifik
yang menimbulkan penyakit, banyaknya organisme dalam selaput otak, jenis
meningitis dan lama penyakit sebelum diberikan antibiotik. Penderita usia
neonatus, anak-anak dan dewasa tua mempunyai prognosis yang semakin jelek,
yaitu dapat menimbulkan cacat berat dan kematian.
Pengobatan antibiotika yang adekuat dapat menurunkan mortalitas
meningitis purulenta, tetapi 50% dari penderita yang selamat akan mengalami
sequelle (akibat sisa). Lima puluh persen meningitis purulenta mengakibatkan
kecacatan seperti ketulian, keterlambatan berbicara dan gangguan perkembangan
mental, dan 5 – 10% penderita mengalami kematian.
Pada meningitis Tuberkulosa, angka kecacatan dan kematian pada
umumnya tinggi. Prognosa jelek pada bayi dan orang tua. Angka kematian
meningitis TBC dipengaruhi oleh umur dan pada stadium berapa penderita
mencari pengobatan. Penderita dapat meninggal dalam waktu 6-8 minggu.
Penderita meningitis karena virus biasanya menunjukkan gejala klinis yang lebih
ringan,penurunan kesadaran jarang ditemukan. Meningitis viral memiliki prognosis yang
jauh lebih baik. Sebagian penderita sembuh dalam 1 – 2 minggu dan dengan pengobatan
yang tepat penyembuhan total bisa terjadi.
12
I. Penatalaksanaan
Pemberian antibiotik sesuai dengan umur dan mengesampingkan kondisi fisik. Terapi
empirik juga tergantung pada prevalensi sefalosporin tahan S. pneumoniae (DRSP). 2-
5%).” Di Amerika Serikat, prevalensi dianggap tinggi (> 2-5%). Pasien dengan penisilin
parah (dan diduga sefalosporin) alergi sering membutuhkan terapi alternatif.
- Meningitis bakterial, umur <2 bulan :
1. Cephalosporin Generasi ke 3, atau
2. Kombinasi Ampicilin 150-200 mg (400 mg)/KgBB/hari IV
dibagi dalam 4-6 kali dosis sehari dan Chloramphenicol 50
mg/KgBB/hari IV dibagi dalam 4 dosis(12)
- Meningitis bakterial, umur >2 bulan:
1. Kombinasi Ampicilin 150-200 mg (400 mg)/KgBB/hari IV
dibagi dalam 4-6 kali dosis sehari dan Chloramphenicol 50
mg/KgBB/hari IV dibagi dalam 4 dosis, atau
2. Sefalosporin Generasi ke 3
3. Dexamethasone dosis awal 0,5 mg/KgBB IV dilanjutkan
dengan dosis rumatan 0,5 mg/KgBB IV dibagi dalam 3
dosis, selama 3 hari. Diberikan 30 menit sebelum
pemberian antibiotika.
13
1. Antimikroba Agen
Agen ini digunakan untuk mengobati atau mencegah infeksi
yang disebabkan oleh patogen paling mungkin dicurigai atau
diidentifikasi. (12)
- Ceftriaxone (Rocephin) Ceftriaxone adalah generasi ketiga
sefalosporin dengan spektrum luas gram negatif aktivitas. Ini
memiliki khasiat lebih rendah terhadap organisme gram positif
namun memiliki aktivitas yang sangat baik terhadap organisme
pneumokokus rentan. Itu diberikannya efek antimikroba dengan
mengganggu sintesis peptidoglikan, komponen struktural utama
dari dinding sel bakteri. Ini adalah antibiotik yang sangat baik
untuk pengobatan empiris meningitis bakteri.
- Sefotaksim (Claforan) Sefotaksim adalah generasi ketiga
cephalosporin yang digunakan untuk mengobati meningitis
bakteri dicurigai atau didokumentasikan disebabkan oleh
organisme rentan, seperti H influenzae atau meningitidis N.
Seperti beta-laktam antibiotik, sefotaksim menghambat
pertumbuhan bakteri dengan menangkap sintesis dinding sel
bakteri.
- Ampisilin (Omnipen, Polycillin) Sebuah antibiotik beta-laktam
bakterisida, ampisilin menghambat sintesis dinding sel dengan
mengganggu pembentukan peptidoglikan. Obat ini diindikasikan
14
untuk monocytogenes L dan S meningitis agalactiae, biasanya
dalam kombinasi dengan gentamisin.
- Gentamicin (Garamycin) Antibiotik yang tersedia, tetapi
aminoglikosida, seperti gentamisin, tetap signifikan dalam
mengobati infeksi berat. Aminoglikosida menghambat sintesis
protein oleh ireversibel mengikat ribosom 30-an. Dalam
meningitides meningitis atau gram negatif, mengelola
intrathecal karena penetrasi SSP miskin. Rejimen dosis sangat
banyak; menyesuaikan dosis berdasarkan CrCl dan perubahan
volume distribusi.
- Ciprofloxacin (Cipro) Ciprofloxacin adalah fluorokuinolon
yang menghambat sintesis DNA bakteri dan, akibatnya,
pertumbuhan oleh DNA girase menghambat dan topoisomerase,
yang dibutuhkan untuk replikasi, transkripsi, dan translasi bahan
genetik. Kuinolon memiliki aktivitas luas terhadap organisme
gram positif aerobik dan gram-negatif. Ciprofloxacin tidak
memiliki aktivitas terhadap anaerob. Teruskan pengobatan
untuk minimal 2 hari (7-14 d khas) setelah tanda dan gejala
hilang.
2. Antivirus Agen
Agen ini mengganggu replikasi virus, mereka melemahkan /
meniadakan aktivitas virus.
15
- Acyclovir (Zovirax) Prodrug Sebuah diaktifkan oleh enzim
selular, asiklovir menghambat aktivitas, HSV-1 HSV-2, dan
virus varicella-zoster dengan bersaing untuk polimerase DNA
virus dan penggabungan ke dalam DNA virus. Acyclovir
digunakan dalam HSV meningitis.
- Gansiklovir (Cytovene) Gansiklovir merupakan turunan
sintetis guanin aktif terhadap CMV. Analog nukleosida asiklik
dari 2′-deoxyguanosine, menghambat replikasi virus herpes in
vitro dan in vivo. tingkat gansiklovir-trifosfat adalah sebanyak
100 kali lipat lebih besar dalam sel yang terinfeksi CMV
daripada di sel yang tidak terinfeksi, mungkin karena fosforilasi
preferensial gansiklovir dalam sel yang terinfeksi virus.
3. Antitubercular Agen untuk Meningitis tuberkulosa:
Agen ini digunakan dalam pengelolaan penyakit mikobakteri
dalam kombinasi dengan agen antitubercular lainnya.
- Isoniazid 10-20 mg/KgBB/hari PO dibagi dalam 2 dosis
(maksimal 500 mg/hari) selama 1½ tahun
- Rifampicin 10-15 mg/KgBB/hari PO dosis tunggal selama 1
tahun
- Streptomycin sulphate 20-40 mg/KgBB/hari IM dosis tunggal
atau dibagi dalam 2 dosis selama 3 bulan
16
- Rifampisin (Rifadin, Rimactane) Rifampisin digunakan dalam
kombinasi dengan obat antituberkulosis lainnya. Menghambat
DNA-dependent bakteri, tetapi tidak mamalia, RNA polimerase.
Resistansi silang dapat terjadi.
- Isoniazid (Laniazid, Nydrazid) Isoniazid adalah obat
antituberkulosis lini pertama yang digunakan dalam kombinasi
dengan obat antituberkulosis lain untuk mengobati meningitis.
Hal ini biasanya diberikan selama minimal 12-24 bulan. Dosis
profilaksis piridoksin (6-50 mg / hari) dianjurkan jika neuropati
perifer sekunder terhadap terapi isoniazid berkembang.
- Pirazinamid (PZA) Pirazinamid adalah analog pyrazine dari
nikotinamida; mungkin bakteriostatik atau bakterisidal terhadap
M tuberculosis, tergantung dari konsentrasi obat dicapai pd
tempat infeksi. Mekanisme pirazinamid tentang tindakan tidak
diketahui.
- Etambutol (Myambutol) Etambutol berdifusi ke dalam sel
aktif mikobakteri tumbuh (misalnya, basil tuberkel). Ini merusak
metabolisme sel dengan menghambat sintesis 1 atau lebih
metabolit, yang pada gilirannya menyebabkan kematian sel.
Tidak ada resistansi silang telah dibuktikan. Resistensi
mikobakteri adalah sering dengan terapi sebelumnya. Gunakan
pada pasien dalam kombinasi dengan obat lini kedua yang
17
belum diberikan sebelumnya. Diberikan setiap 24 jam sampai
konversi bakteriologis permanen & perbaikan klinis maksimal
diamati.Absorpsi tdk signifikan diubah oleh makanan.
- Streptomisin Streptomisin memiliki efek bakterisida dan
menghambat sintesis protein bakteri. Organisme rentan
termasuk M tuberculosis, Pasteurella pestis, Pasteurella
tularensis, H influenzae, Haemophilus ducreyi, donovanosis
(granuloma inguinale), spesies Brucella, Klebsiella pneumonia,
Escherichia coli, Proteus spesies, spesies Aerobacter,
Enterococcus faecalis, dan Streptococcus viridans (dalam
endokarditis, dengan penisilin). Streptomisin selalu diberikan
sebagai bagian dari total anti-TB rejimen.
4. Kortikosteroid
Penggunaan steroid telah terbukti meningkatkan hasil
keseluruhan dari pasien dengan beberapa jenis meningitis bakteri,
seperti H influenzae, tuberkulosis, dan meningitis pneumokokus. Jika
steroid diberikan, mereka harus diberikan sebelum atau selama
pemberian terapi antimikroba.
- Deksametason Deksametason memiliki manfaat farmakologis
banyak seperti menstabilkan membran sel dan lisosomal. Hal ini
meningkatkan sintesis surfaktan, meningkatkan serum
konsentrasi vitamin A, menghambat prostaglandin dan sitokin
18
proinflamasi (misalnya TNF-alfa, IL-6, IL-2, dan IFN-gamma).
Waktu pemberian deksametason sangat penting. Jika digunakan,
harus diberikan sebelum atau dengan dosis pertama terapi
antibakteri. Hal ini untuk menangkal ledakan inflamasi awal
konsekuen untuk antibiotik yang dimediasi membunuh bakteri.
5. Diuretik Agen
Agen ini digunakan untuk mengurangi tekanan intrakranial dan
mengobati edema otak.
- Manitol (Osmitrol) Manitol dapat mengurangi tekanan
subarachnoid-ruang dengan menciptakan gradien osmotik antara
cairan cerebrospinal di arachnoid-ruang dan plasma. Dosis 1 g /
kg IV telah digunakan.
-
6. Menghentikan kejang:
1. Diazepam 0,2-0,5 mg/KgBB/dosis IV atau 0,4-0,6 mg/KgBB/dosis
REKTAL SUPPOSITORIA, kemudian dilanjutkan dengan:
2. Phenytoin 5 mg/KgBB/hari IV/PO dibagi dalam 3 dosis atau
-Phenobarbital 5-7 mg/Kg/hari IM/PO dibagi dalam 3 dosis.
Lorazepam (Ativan) Lorazepam adalah obat penenang hipnotis
dengan onset singkat efek dan relatif panjang paruh. Dengan
19
meningkatkan tindakan gamma-aminobutyric acid (GABA),
yang merupakan neurotransmitter inhibisi utama di otak,
mungkin menekan semua tingkat SSP, termasuk pembentukan
limbic dan reticular. Dosis lorazepam 0,1 mg / kg IV telah
digunakan untuk mengontrol kejang.
- Fenitoin (Dilantin) Fenitoin bekerja pada korteks motor, di
mana ia dapat menghambat penyebaran aktivitas kejang.
Kegiatan pusat batang otak yang bertanggung jawab untuk fase
tonik dari kejang grand mal juga dapat terhambat. Dosis harus
individual. Dosis 15 mg / kg telah digunakan.
- Fenobarbital Fenobarbital mengangkat ambang kejang,
membatasi penyebaran aktivitas kejang, adalah obat penenang.
Dosis 5-10 mg / kg telah direkomendasikan.
7. Menurunkan panas:
- Antipiretika: Paracetamol 10 mg/KgBB/dosis PO atau
Ibuprofen 5-10 mg/KgBB/dosis PO diberikan 3-4 kali sehari
- Kompres air hangat/biasa
20
BAB III
KESIMPULAN
Meningitis atau radang selaput otak adalah infeksi pada cairan serebsrospinal
(CSS) disertai radang pada Piamater, arachnoid, ruang subarachnoid, jaringan superficial
otak dan medulla spinalis.
Meningitis ditandai dengan adanya gejala-gejala seperti panas mendadak, letargi,
muntah dan kejang. Diagnosis pasti ditegakkan dengan pemeriksaan cairanserebrospinal
(CSS) melalui pungsi lumbal.
Untuk menentukan diagnosis meningitis dilakukan tes laboratorium. Tes ini
memakai darah atau cairan sumsum tulang belakang. Cairan sumsum tulang belakang
diambil dengan proses pungsi lumbal (lumbar puncture atau spinal tap). Sebuah jarum
ditusukkan pada pertengahan tulang belakang, pas diatas pinggul jarum menyedap cairan
smsum tulang belakang. Tekanan sumsum cairan tulang belakang juga dapat diukur. Bila
tekanan terlalu tinggi sebagian cairan tersebut dapat disedot. Tes ini aman dan biasanya
tidak terlalu menyakitkan.
21
DAFTAR PUSTAKA
1. Harsono. BUKU AJAR NEUROLOGI KLINIS. Perhimpunan Dokter
Spesialis Syaraf Indonesia bekerja sama dengan Universitas Gadjah Mada.
2005. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.
2. Iskandar. J, 2002, “Cairan Serebrospinal” bagian bedah Universitas
Sumatra utara, USU digital library. Sumatra Utara.
3. Hasbun. R, 2014, “Meningitis”, Medscape drugs and diseases,
http://emedicine.medscape.com/article/232915-overview#showall. Diakses
tangal 27 desember 2014.
4. Suwono, W., 1996. Diagnosis Topik Neurologi, Edisi Kedua. Buku
Kedokteran EGC, Jakarta.
5. Japardi, Iskandar. 2002. Meningitis Meningococcus. USU digital library
URL:.http://library.usu.ac.id/download/fk/bedahiskandar%20japardi23.pdf
6. Harsono, 1996. Buku Ajar Neurologi Klinis, Edisi Pertama. Gadjah Mada
University Press, Yogyakarta.
7. Soegijanto, S., 2002. Ilmu Penyakit Anak: Diagnosa dan Penatalaksanaan,
Edisi Pertama. Salemba Medika, Jakarta.
8. Musfiroh, S., dkk., 2000. Tuberkulosis Sistem Saraf Pusat di RSUP
Dr.Sardjito Yogyakarta. Berkala Ilmu Kedokteran, Vol.32, No.3, FK
Universitas Gadjah Mada.
9. Lumbantobing. S, 2014, “Neurologi klinik pemeriksaan fisik dan mental”,
badan penerbit FKUI, Jakarta.
22