bab i

44
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Appendiksitis adalah peradangan dari apendiks vermiformis dan merupakan penyebab penyakit abdomen akut yang sering terjadi di negara berkembang, penyakit ini dapat mengenai semua umur baik laki - laki maupun perempuan, tetapi lebih sering menyerang laki - laki berusia antara 10 sampai 30 tahun. Salah satu kelainan atau penyakit yang terjadi dalam sistem pencernaan yang membutuhkan pembedahan secara khusus adalah Appendiksitis Di Amerika serikat tahun 2009, dari 27 juta orang yang menjalani operasi setiap pelayanan kesehatan, pasien dengan infeksi pada daerah operasi abdomen akan menjalani perawatan dua kali lebih lama di rumah sakit daripada yang tidak mengalami infeksi. Kurangnya mobilisasi dini dapat menimbulkan lamanya hari perawatan dari pasien

Upload: pujiantoslamet

Post on 09-Dec-2015

219 views

Category:

Documents


7 download

DESCRIPTION

pendahuluan

TRANSCRIPT

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Appendiksitis adalah peradangan dari apendiks vermiformis dan

merupakan penyebab penyakit abdomen akut yang sering terjadi di negara

berkembang, penyakit ini dapat mengenai semua umur baik laki - laki

maupun perempuan, tetapi lebih sering menyerang laki - laki berusia antara

10 sampai 30 tahun. Salah satu kelainan atau penyakit yang terjadi dalam

sistem pencernaan yang membutuhkan pembedahan secara khusus adalah

Appendiksitis

Di Amerika serikat tahun 2009, dari 27 juta orang yang menjalani

operasi setiap pelayanan kesehatan, pasien dengan infeksi pada daerah

operasi abdomen akan menjalani perawatan dua kali lebih lama di rumah

sakit daripada yang tidak mengalami infeksi. Kurangnya mobilisasi dini

dapat menimbulkan lamanya hari perawatan dari pasien dengan

laparatomi, selain itu kurangnya mobilisasi dini pada pasien pasca operasi

laparatomi dapat menimbulkan adanya infeksi. Sementara untuk Indonesia

sendiri appendicitis merupakan penyakit dengan urutan keempat terbanyak

pada tahun 2006. Data yang dirilis oleh Departemen Kesehatan RI pada tahun

2008 jumlah penderita appendicitis di indonesia mencapai 591.819 orang dan

meningkat pada tahun 2009 sebesar 596.132 orang. Kelompok usia yang

umumnya mengalami appendicitis yaitu pada usia antara 10 - 30 tahun.

Dimana insiden laki - laki lebih tinggi daripada perempuan. (Eylin, 2009).

Laporan Departemen Kesehatan (Depkes) mengenai kejadian laparatomi

atas indikasi appendiksitis meningkat dari 162 pada tahun 2005 menjadi 983

kasus pada tahun 2006 dan 1.281 kasus pada tahun 2007. Berdasarkan Data

Tabulasi Nasional Departemen Kesehatan Republik Indonesia tahun 2009,

tindakan bedah menempati urutan ke 11 dari 50 pertama penyakit di

rumah sakit se-Indonesia dengan persentase 12,8% yang diperkirakan

32% diantaranya merupakan tindakan bedah laparatomi (Hajidah & Haskas,

2014).

Penelitian yang dilakukan oleh Ambarwati dalam Hajidah & Haskas

(2014) menemukan bahwa ada pengaruh mobilisasi dini dengan

pemulihan peristaltik usus pada klien pasca operasi laparatomi di Ruang

Perawatan Bedah RSU Dr. Soetomo Surabaya. Penelitian lain dilakukan

oleh Isrofi menemukan bahwa mobilisasi dini 2 jam pasca operasi lebih

efektif dari pada mobilisasi 6 jam pasca operasi terhadap pemulihan

peristaltik usus pasien pasca operasi apendictomy dengan anastesi

subarchnoid blok di RSI Jemursari Surabaya.

Hasil studi pendahuluan yang dilakukan di RSUD Wonogiri didapatkan

data bahwa 4 dari 5 pasien mengatakan takut untuk bergerak dalam waktu 1 x

24 jam setelah mengalami operasi appendiksitis dikarena merasa nyeri, takut

jahitannya lepas dan takut lukanya tidak kunjung sembuh.

Pelaksanaan mobilisasi dini sering tidak dihiraukan karena berbagai

faktor yang membuat seseorang tidak melakukannya sehingga peneliti tertarik

untuk melakukan penelitian dengan judul “Faktor – Faktor Yang

Mempengaruhi Pelaksanaan Mobilisasi Dini pada Pasien Post Appendiktomi

di Bangsal Anggrek RSUD dr. Soediran Mangun Sumarso Wonogiri”.

1.2. Rumusan Masalah

Faktor – Faktor Apa Saja Yang Mempengaruhi Pelaksanaan Mobilisasi

Dini pada Pasien Post Appendiktomi di Bangsal Anggrek RSUD dr. Soediran

Mangun Sumarso Wonogiri?

1.3. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Untuk mengetahui Faktor – Faktor Yang Mempengaruhi

Pelaksanaan Mobilisasi Dini pada Pasien Post Appendiktomi di Bangsal

Anggrek RSUD dr. Soediran Mangun Sumarso Wonogiri?

2. Tujuan Khusus

a. Untuk mengetahui Pelaksanaan Mobilisasi Dini pada Pasien Post

Appendiktomi di Bangsal Anggrek RSUD dr. Soediran Mangun

Sumarso Wonogiri.

b. Untuk mengidentifikasi Faktor – Faktor Yang Mempengaruhi

Pelaksanaan Mobilisasi Dini pada Pasien Post Appendiktomi di

Bangsal Anggrek RSUD dr. Soediran Mangun Sumarso Wonogiri

1.4. Manfaat Penelitian

1. Rumah Sakit

Sebagai acuan dalam mengidentifikasi faktor-faktor yang

mempengaruhi pelaksanaan mobilisasi dini.

2. Intitusi Pendidikan

Sebagi sumber pustaka tentang penelitian mobilisasi dini pada pasien

post operasi.

3. Peneliti Lain

Memberikan refrensi bagi peneliti lain yang akan meneliti tentang

penyakit appendiksitis serta memotivasi peneliti lain untuk dapatr

mengembangkan penelitian terkait dengan appendiksitis.

4. Peneliti

Memberikan pengalaman serta sebagai aplikasi praktik dari teori

yang sudah diapatkan serta menambah wawasan pengetahuan tentang

appendiksitis.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Konsep Teori

2.1.1. Appendiktomi

1. Pengertian

Apendisitis adalah peradangan pada apendiks vermiformis dan

merupakan penyebab abdomen akut yang paling sering. Penyakit ini

mengenai semua umur baik laki-laki maupun perempuan, tetapi lebih

sering menyerang laki-laki berusia 10 sampai 30 tahun (Mansjoer,

2000). Sedangkan menurut Smeltzer C. Suzanne (2001), Apendisitis

adalah penyebab paling umum inflamasi akut pada kuadran bawah

kanan dari rongga abdomen dan merupakan penyebab paling umum

untuk bedah abdomen darurat. Apendisitis adalah kondisi dimana

terjadi infeksi pada umbai apendiks dan merupakan penyakit bedah

abdomen yang paling sering terjadi.

Klasifikasi apendisitis terbagi menjadi dua yaitu, apendisitis

akut dan apendisitis kronik (Sjamsuhidayat, 2005).

a. Apendisitis akut.

Apendisitis akutsering tampil dengan gejala khas yang didasari

oleh radang mendadak umbai cacing yang memberikan tanda

setempat, disertai maupun tidak disertai rangsang peritonieumlokal.

Gajala apendisitis akuttalah nyeri samar-samar dan tumpul yang

merupakan nyeri viseral didaerah epigastrium disekitar umbilikus.

Keluhan ini sering disertai mual dan kadang muntah. Umumnya

nafsu makan menurun. Dalam beberapa jam nyeri akan berpindah

ketitik mcBurney.Disini nyeri dirasakan lebih tajam dan lebih jelas

letaknya sehingga merupakan nyeri somatik setempat

b. Apendisitis kronik

Diagnosis apendisitis kronis baru dapat ditegakkan jika

ditemukan adanya : riwayat nyeri perut kanan bawah lebih dari 2

minggu, radang kronik apendiks secara makroskopik dan

mikroskopik. Kriteria mikroskopik apendisitis kronik adalah

fibrosis menyeluruh dinding apendiks, sumbatan parsial atau

total lumen apendiks, adanya jaringan parut dan ulkus lama

dimukosa, dan adanya sel inflamasi kronik.Insiden apendisitis

kronikantara 1-5%.

2. Etiologi dan Predisposisi

Apendisitis akut merupakan merupakan infeksi bakteria. Berbagai

berperan sebagai faktor pencetusnya. Sumbatan lumen apendiks

merupakan faktor yang diajukan sebagai faktor pencetus disamping

hiperplasia jaringan limfe, fekalit, tumor apendiksdan cacing

askarisdapat pula menyebabkan sumbatan. Penyebab lain yang diduga

dapat menimbulkan apendisitis adalah erosi mukosa apendiks karena

parasitseperti E.histolytica. Penelitian epidemiologi menunjukkan peran

kebiasaan makan makanan rendah serat dan pengaruh konstipasi

terhadap timbulnya apendisitis. Konstipasi akan menaikkan tekanan

intrasekal yang berakibat timbulnya sumbatan fungsional apendiks

dan meningkatnya pertumbuhan kuman flora kolon biasa. Semuanya ini

mempermudah timbulnya apendisitis akut. (Sjamsuhidayat, 2005).

3. Patofisiologi

Apendisitis biasanya disebabkan oleh penyumbatan lumen

apendiks oleh hiperplasia folikel limfoid, fekalit, benda asing, striktur

karena fibrosis akibat peradangan sebelumnya, atau neoplasma.

Obstruksi tersebut menyebabkan mukus yang diproduksi mukosa

mengalami bendungan. Semakin lama mukus tersebut semakin banyak,

namun elastisitas dinding apendiks mempunyai keterbatasan sehingga

menyebabkan peningkatan tekanan intralumen. Tekanan yang

meningkat tersebut akan menghambat aliran limfe yang

mengakibatkan edema, diapedesis bakteri, dan ulserasi mukosa. Pada

saat inilah terjadi apendisitis akut lokal yang ditandai oleh nyeri

epigastrium. Bila sekresi mukus terus berlanjut, tekanan akan terus

meningkat. Hal tersebut akan menyebkan obstruksi vena, edema

bertambah, dan bakteri akan menembus dinding. Peradangan yang timbul

meluas dan mengenai peritoneum setempat sehingga menimbulkan

nyeri didaerah kanan bawah. Keadaan ini disebut apendisitis supuratif

akut. Bila kemudian aliran arteri terganggu akan terjadi infark dinding

apendiksyang diikuti dengan gangren.Stadium ini disebut dengan

apendisitis gangrenosa. Bila dinding yang telah rapuh itu pecah, akan

terjadi apendisitis perforasi. Bila semua proses diatas berjalan lambat,

omentum dan usus yang berdekatan akan bergerak kearah apendiks

hingga timbul suatu massa lokal yang disebut infiltrate

apendikularis.Peradangan pada apendiks tersebut dapat menjadi abses

atau menghilang. Pada anak-anak, kerena omentum lebih pendek

dan apendiks lebih panjang, maka dinding apendiks lebih tipis.

Keadaan tersebut ditambah dengan daya tahan tubuh yang masih kurang

sehingga memudahkan terjadinya perforasi. Sedangkan pada orang tua,

perforasi mudah terjadi karena telah ada gangguan pembuluh darah

(Mansjoer, 2000).

4. Manifestasi Klinik

Apendisitis akut sering tampil dengan gejala yang khas yang

didasari oleh radang mendadak umbai cacing yang memberikan tanda

setempat. nyeri kuadran bawah terasa dan biasanya disertai oleh

demam ringan, mual, muntah dan hilangnya nafsu makan. Pada

apendiks yang terinflamasi, nyeri tekan dapat dirasakan pada kuadran

kanan bawah pada titik Mc.Burney yang berada antara umbilikus dan

spinalis iliaka superior anterior . Derajat nyeri tekan, spasme otot dan

apakah terdapat konstipasiatau diare tidak tergantung pada beratnya

infeksi dan lokasi apendiks. Bila apendiks melingkar dibelakang sekum,

nyeri dan nyeri tekan terasa didaerah lumbal. Bila ujungnya ada pada

pelvis, tanda-tanda ini dapat diketahui hanya pada pemeriksaan rektal.

nyeri pada defekasimenunjukkan ujung apendiks berada dekat rektum.

nyeri pada saat berkemih menunjukkan bahwa ujung apendiks dekat

dengan kandung kemih atau ureter . Adanya kekakuan pada bagian

bawah otot rektus kanan dapat terjadi. Tandarovsing dapat timbul dengan

melakukan palpasi kuadran bawah kiri yang secara paradoksial

menyebabkan nyeri yang terasa dikuadran kanan bawah. Apabila

apendiks telah ruptur , nyeri menjadi menyebar. Distensi abdomen

terjadi akibat ileus paralitik dan kondisi pasien memburuk.

Pada pasien lansia, tanda dan gejala apendisitis dapat sangat

bervariasi. Tanda-tanda tersebut dapat sangat meragukan, menunjukkan

obstruksi usus atau proses penyakit lainnya. Pasien mungkin tidak

mengalami gejala sampai ia mengalami ruptur apendiks. Insidens

perforasi pada apendiks lebih tinggi pada lansia karena banyak dari

pasien-pasien ini mencari bantuan perawatan kesehatan tidak secepat

pasien-pasien yang lebih muda (Smeltzer C. Suzanne, 2002).

5. Penatalaksanaan

Pembedahan diindikasikan bila diagnosa apendisitis telah

ditegakkan. Antibiotik dan cairan IV diberikan serta pasien diminta untuk

membatasi aktivitas fisik sampai pembedahan dilakukan ( akhyar

yayan,2008 ). Analgetik dapat diberikan setelah diagnosa ditegakkan.

Apendiktomi (pembedahan untuk mengangkat apendiks) dilakukan

sesegera mungkin untuk menurunkan resiko perforasi. Apendiktomi

dapat dilakukan dibawah anestesi umum umum atau spinal,secara

terbuka ataupun dengan caralaparoskopiyang merupakan metode terbaru

yang sangat efektif. Bila apendiktomi terbuka, insisi Mc.Burney banyak

dipilih oleh para ahli bedah. Pada penderita yang diagnosisnya tidak jelas

sebaiknya dilakukan observasi dulu. Pemeriksaan laboratorium dan

ultrasonografi bisa dilakukan bila dalam observasi masih terdapat

keraguan. Bila terdapat laparoskop, tindakan laparoskopi diagnostik

pada kasus meragukan dapat segera menentukan akan dilakukan operasi

atau tidak (Smeltzer C. Suzanne, 2002).

6. Komplikasi

Komplikasi utama apendisitis adalah perforasi apendiks yang

dapat berkembang menjadi peritonitis atau abses. Insidens perforasi

adalah 10% sampai 32%. Insidens lebih tinggi pada anak kecil dan

lansia. Perforasi secara umum terjadi 24 jam setelah awitan nyeri. Gejala

mencakup demam dengan suhu 37,70 C atau lebih tinggi, penampilan

toksik,dan nyeri atau nyeri tekan abdomen yang kontinyu (Smeltzer

C.Suzanne, 2002).

2.1.2. Mobilisasi Dini

1. Pengertian

Mobilisasi adalah jalan untuk melatih hampir semua otot tubuh

dan meningkatkan fleksibilitas sendi ( Rasjad, 1998 ). Tahap-tahap

dalam melakukan mobilisasi adalah latihan ambulasi dilakukan lebih

baik setelah 12 - 24 jam pertama dan harus dibawah pengawasan

perawat untuk memastikan bahwa latihan tersebut dilakukan dengan

tepat dan dengan cara yang aman. Latihan tersebut melalui tahap-tahap

yaitu:

a. Setelah 12-24 jam pertama postoperasi pasien berpindah posisi

setiap 1-2 jam. Melakukan latihankaki setiap jam jika pasien terjaga.

b. Jika pasien mampu beradaptasi untuk melakukan miring kiri dan

kanan, 6 – 12 jam berikutnya pasien dibantu untuk bergerak secara

bertahap dari posisi berbaring ke posisi duduk sampai semua tanda

pusing hilang. Posisi ini dapat dicapai dengan menaikan bagian

kepala tempat tidur.

c. Apabila pasien dapat duduk di tempat tidur tanpa mengeluh pusing

hari ketiga post operasi anjurkan untuk menjuntai kaki di samping

tempat tidur, jika tanda-tanda vital normal dan pasien tidak

mengeluh pusing bantu pasien untuk berdiri disamping tempat tidur

dan bantu pasien untuk berjalan perlahan dalam jarak pendek ± 2-3

meter.

d. Hari keempat pasien dibantu untuk berjalan kekamar mandi dan jika

luka operasi kering, pemenuhan nutrisi baik, hasil pemeriksaan

penunjang baik, tidak ada komplikasi lainnya, perawat dapat

memberitahukan kepada dokter agar pasien boleh dipulangkan

(Perry dan Poter, 2001 )

Jenis-jenis latihan :

a. Kontraksi otot

1) Latihan isotonik

2) Latihan isometrik

3) Latihan isokinetik

b. Pergerakan tubuh

1) Latihan aerobik

2) Latihan peregangan

3) Latihan kekuatan dan penahanan

4) Pergerakan dan aktifitas sehari-hari

Jenis bantuan untuk mobilisasi :

a. Dengan bantuan satu perawat

b. Dengan bantuan dua perawat

c. Dengan bantuan alat lain :

1) Walker

2) Cane ( tongkat )

3) Brace ( penyangga )

4) Crutch

Jenis tindakan range of motion :

a. Range of motion pasif

b. Range of motion aktif

c. Continuos passive motion machine

1) Metode nafas dalam dan latihan batuk

2) Tidur pada posisi semi fowler atau fowler, lutut dilipat untuk

memekarkan otot dada sepenuhnya.

3) Tempatkan tangan yang ringan diatas perut.

4) Tarik nafas perlahan-lahan melalui hidung, membiarkan dada

mekar dan rasakan perut naik menekan tangan.

5) Tahan nafas selama 3 detik.

6) Keluarkan nafas dengan mulut dimoncongkan ( perut dapat

berkontraksi ).

7) Tarik nafas dan keluarkan nafas 3 kali lagi. Setelah nafas terakhir

batuk dengan mengeluarkan lendir.

8) Istirahat

9) Ulangi langkah 3 sampai ke 7 untuk 2 kali lagi ( Long, 1996 ).

d. Prosedur latihan kaki pasca bedah adalah :

1) Latihan memompa otot.

a) Kontraksikan otot betis dan paha.

b) Mengistirahatkan otot kaki .

c) Istirahat .

d) Ulangi sekurang-kurangnya 10 kali.

2) Latihan quadrisep

a) Bengkokkan lutut, rata dengan tempat tidur.

b) Luruskan kaki pada tempat tidur .

c) Angkat kaki dengan tangan, lipatkan lutut rata pada tempat

tidur.

d) Ulangi sekurang-kurangnya 5 kali .

3) Latihan mengencangkan gluteal

a) Tekan otot pantat dengan tangan .

b) Coba menggerakkan kaki ke tepi tempat tidur .

c) Istirahat .

d) Ulangi sekurang-kurangnya 5 kali .

e. Dampak mobilisasi post operasi

1) Peningkatan kecepatan dan kedalaman pernafasan

a) Mencegah atelektasis dan pnemonia hipostasis .

b) Peningkatan kesasadaran mental dampak dari peningkatan

oksigen ke otak .

2) Peningkatan sirkulasi

a) Nutrisi untuk penyembuhan mudah didapat pada daerah luka

b) Mencegah trombophlebitis

c) Peningkatan kelancaran fungsi ginjal

d) Pengurangan rasa nyeri

3) Peningkatan berkemih

Mencegah retensi urine

4) Peningkatan metabolisme

a) Mencegah berkurangnya tonus otot

b) Mengembalikan keseimbangan nitrogen

5) Peningkatan peristaltik

a) Memudahkan terjadinya flatus

b) Mencegah distensi abdominal dan nyeri akibat gas

c) Mencegah konstipasi

d) Mencegah illeus paralitik

Mobilisasi Dini menurut Marlitasari, Ummah & Iswati (2010) meliputi :

1. Perencanaan Mobilisasi dini

Mobilisasi dini yang dilakukan pada pasien post appendiktomi

adalah untuk membantu penyembuhan pada pasien post

appendiktomy. Kategori ini diperinci dengan jawaban Ya = 90%, dan

Tidak = 10%. Hal ini dikarenakan pendidikan perawat sangat

mendukung dalam hal memberikan pendidikan kesehatan. Rata-rata

pendidikan perawat di ruang rawat inap adalah D3 keperawatan,

namun hal itu tidak menjadi masalah karena mereka dapat

melaksanakan instruksi kerja yaitu dalam memberikan asuhan

keperawatan maupun tindakan keperawatan khususnya mobilisasi dini

dengan cukup baik. Tujuan dari adanya mobilisasi dini bagi pasien

post appendiktomy adalah untuk memperlancar peredaran darah,

mencegah komplikasi pasca operasi seperti ateletaksis, pneumonia

hipostatik, gangguan gastrointestinal, dan masalah sirkulasi

(tromboplebitis, dekubitus). Manfaat mobilisasi bagi pasien post

operasi adalah penderita merasa lebih sehat dan kuat dengan ambulasi

dini (early ambulation). Pergerakan yang dilakukan dapat membuat

otot-otot perut dan panggul akan kembali normal sehingga otot

perutnya menjadi kuat kembali dan dapat mengurangi rasa sakit,

mempercepat kesembuhan. Faal usus dan kandung kencing lebih baik.

Mobilisasi dini dengan bergerak akan merangsang peristaltik usus

kembali normal. Aktifitas ini juga membantu mempercepat organ-

organ tubuh bekerja seperti semula. Mencegah terjadinya trombosis

dan tromboemboli, dengan mobilisasi sirkulasi darah normal/lancar

sehingga resiko terjadinya trombosis dan tromboemboli dapat

dihindarkan. Mobilisasi terdapat tiga rentang gerak yaitu rentang

gerak pasif. Rentang gerak pasif ini berguna untuk menjaga kelenturan

otot-otot dan persendian dengan menggerakkan otot orang lain secara

pasif misalnya perawat mengangkat dan menggerakkan kaki pasien.

Rentang gerak aktif untuk melatih kelenturan dan kekuatan otot serta

sendi dengan cara menggunakan otot-ototnya secara aktif misalnya

berbaring pasien menggerakkan kakinya. Rentang gerak fungsional

berguna untuk memperkuat otot-otot dan sendi dengan melakukan

aktifitas yang diperlukan.

2. Pelaksanaan Mobilisasi dini

Teknik mobilisasi berupa miring kanan miring kiri,

menggerakkan ekstremitas atas dan bawah secara bergantian, serta

menganjurkan pasien untuk duduk semi fowler diatas tempat tidur.

Sehingga hanya sebagian saja teknik mobilisasi dini yang dilakukan

pasien.

Faktor pendidikan pasien juga mempengaruhi dalm pelaksanaan

mobilisasi dini. Pasien tak banyak tahu tentang pentingnya mobilisasi

dini post operasi. Kadang pasien hanya menjawab saja tanpa

melakukan mobilisasi dini sesuai anjuran perawat. Jadi dalam hal ini

sulit untuk menyalahkan pihakpihak yang terkait. Pelaksanaan

mobilisasi dini yang dilakukan perawat dalam memberikan tindakan

keperawatan berupa latihan miring kanan miring kiri sejak 6-10 jam

setelah pasien sadar, latihan menggerakkan ekstremitas atas dan

bawah, latihan pernafasan yang dapat dilakukan pasien sambil tidur

telentang, latihan duduk selama 5 menit, latihan nafas dalam dan

batuk efektif, dan mampu merubah posisi tidur telentang menjadi

setengah duduk/semi fowler.

Mobilisasi dini merupakan faktor yang menonjol dalam

mempercepat pemulihan pasca bedah dan dapat mencegah komplikasi

pasca bedah. Banyak keuntungan bisa diraih dari latihan ditempat

tidur dan berjalan pada periode dini pasca bedah. Mobilisasi sangat

penting dalam percepatan hari rawat dan mengurangi resikoresiko

karena tirah baring lama seperti terjadinya dekubitus,

kekakuan/penegangan otot-otot seluruh tubuh dan sirkulasi darah dan

pernapasan terganggu, juga adanya gangguan peristaltik maupun

berkemih. Sering kali dengan keluhan nyeri di daerah operasi klien

tidak mau melakukan mobilisasi ataupun dengan alasan takut jahitan

lepas klien tidak berani merubah posisi. Disinilah peran perawat

sebagai edukator dan motivator kepada klien sehingga klien tidak

mengalami suatu komplikasi yang tidak diinginkan.

2.1.3. Motivasi

1. Pengertian

Menurut Setiawati & Dermawan (2008) motivasi merupakan

perubahan perubahan energi dalam diri seseorang berupa tindakan

dalam pencapaian tujuan. Menurut Jahja (2011) motivasi merupakan

keadaan dalam diri individu atau organisme yang mendorong perilaku

ke arah tujuan.

2. Fungsi

Menurut Setiawati dan Dermawan (2008) motivasi erat kaitannya

dengan tujuan, apapun bentuk kegiatanya akan dengan mudah tercapai

jika diawali dengan sebuah motivasi yang jelas. Untuk itu dalam proses

pembelajaran dan pembentukan perilaku, motivasi memiliki beberapa

fungsi antara lain :

a. Motivasi sebagai pendorong individu untuk berbuat

Fungsi motivasi dipandang sebagai pendorong seseorang

untuk berbuat sesuatu. Dengan motivasi individu dituntut untuk

melepaskan energi dalam kegiatannya.

b. Motivasi sebagai penentu arah tujuan

Motivasi akan menuntun seseorang untuk melakukan

kegiatan yang benar-benar sesuai dengan arah dan tujuan yang

ingin dicapainya.

c. Motivasi sebagai proses seleksi perbuatan

Motivasi akan memberikan dasar pemikiran bagi individu

untuk memprioritaskan kegiatan mana yang harus dilakukan.

d. Motivasi sebagai pendorong pencapaian prestasi

Prestasi dijadikan motivasi utama bagi seseorang dalam

melakukan. kegiatan.

3. Jenis

Menurut Setiawati dan Dermawan (2008) motivasi dibedakan

menjadi beberapa jenis antara lain :

a. Motivasi bawaan

Motivasi jenis ini ada sebagai insting manusia sebagai

mahkluk hidup. Motivasi individu untuk memenuhi kebutuhan

hidup.

b. Motivasi yang dipelajari

Motivasi jenis ini akan ada dan berkembang karena adanya

keingintahuan seseorang dalam proses pembelajarannya. Seseorang

akan belajar tentang pengobatan dan perawatan sebuah penyakit

jika orang tersebut atau keluarganya menderita sebuah penyakit.

c. Motivasi kognitif

Motivasi kognitif bermakna bahwa motivasi akan muncul karena

adanya desakan proses pikir, sehingga motivasi ini sangat

individualistik

d. Motivasi ekspresi diri

Motivasi individu dalam melakukan aktivitas atau kegiatan bukan

hanya untuk memuaskan kebutuhannya saja tetapi ada kaitannya

dengan bagaimana individu tersebut berhasil menampilkan diri

dengan kegiatan tersebut.

e. Motivasi aktualisasi diri

Tulisan yang telah dibuat sendiri dapat bermakna bagi

pembaca dan pemerhati film. Tulisan menjadi sumber inspirasi

ribuan bahkan jutaan orang bahwa motivasi menulis bukan semata

memuaskan hobi saja melainkan bisa dijadikan sebagai bentuk

aktualisasi diri.

Empat kondisi yang membentuk motivasi pada manusia adalah

(Setiawan & Dermawan, 2008) :

a. Timbulnya alasan

b. Memilih

c. Memutuskan

d. Timbulnya keamanan

4. Bentuk-bentuk

Menurut Setiwati & Dermawan (2008) motivasi dapat dibedakan

menjadi beberapa bentuk antara lain :

a. Memberi angka

Angka hanyalah sebuah simbol yang harus dimaknai oleh

pasien dalam konteks pencapaian hasil apapun.

b. Memberi hadiah

Hadiah bisa dijadikan sebagai motivasi bagi individu atau

pasien untuk melakukan suatu kegiatan.

c. Menjadikan kompetisi

Kompetisi atau persaingan dalam proses belajar sangatlah

dibutuhkan.

d. Memberikan evaluasi

Evaluasi atau lebih dikenal dengan ulangan merupakan satu

hal yang akan memotivasi pasien untuk dapat rutin minum obat dan

melakukan mobilisasi dini.

e. Memberikan pujian

Pujian merupakan bentuk reinforcement bagi pasien yang

telah berhasil melalui suatu kegiatan pembelajaran mobilisasi dini.

f. Memberikan hukuman

Hukuman adalah bentuk reinforcement negatif sari sebuah

kegiatan yang harusnya dikerjakan namun tidak dilakukan.

5. Klasifikasi

Berdasarkan atas jalarannya motivasi dibedakan menjadi motivasi

instrinsik dan motivasi ekstrinsik.

a. Motivasi instrinsik

Motivasi-motivasi yang dapat berfungsi tanpa harus ada

rangsangan dari luar misalnya membaca, menulis.

b. Motivasi ekstrinsik

Motivasi-motivasi yang berfungsi karena ada rangsangan dari luar

misalnya melakukan sesuatu karena ada hadiahnya.

2.2. Keaslian Penelitian

2.3. Kerangka Teori

Appendisitis1. Pengertian 2. Penyebab3. Tanda gejala

Penatalaksanaan Appendiktomi

Mobilisasi dini

2.4. Kerangka Konsep

Faktor-faktor Mobilisasi Dini

Instrinsik

Ekstrinsik

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1. Jenis dan Rancangan Penelitian

Jenis penelitian ini adalah penelitian semi kuanitatif dengan rancangan

penelitian Deskriptif Kuantitatif yaitu mendisrpsikan (memaparkan)

peristiwa-peristiwa penting yang terjadi pada masa kini. Penelitian ini akan

mendiskripsikan tentang faktor-faktor yang mempengaruhi pelaksanaan

mobilisasi dini pada pasien post operasi appendiktomi ( Nursalam, 2014).

3.2. Populasi dan Sampel

Populasi adalah kumpulan subjek yang dijadikan sebagai responden

suatu penelitian (Nursalam, 2014). Populasi dalam penelitian ini adalah

semua pasien yang telah melakukan appendiktomi di RSUD DR. Soediran

Mangun Sumarso Wonogiri. Hasil studi pendahuluan yang dilakukan

didapatkan data bahwa dalam 1 bulan diperkirakan terdapat 20 pasien yang

melakukan operasi appediktomi.

Sampel adalah beberapa subjek yang dijadikan sebagai responden

penelitian. Pada penelitian ini menggunakan teknik pengambilan sampel

purposive sampling yaitu responden dipilih berdasarkan atas kriteria yang

ditetapkan oleh peneliti ( Nursalam, 2014). Kriteria-kriteria sampel pada

penelitian ini adalah :

Kriteria Inklusi :

1. Pasien yang telah menjalani operasi appendiktomi

2. Pasien yang mau menjadi responden

Kriteria Eksklusi :

1. Pasien yang tidak sadar penuh

Rumus Penghitungan Sampel

n¿N

1+N (d2)

Keterangan :

n : Sampel

N : Populasi

d : Konstanta tingkat kesalah (0,05)

n¿20

1+20(0,052) = 19 Responden

sampel pada penetian ini menggunakan 19 Responden yang telah

melakukan operasi appendiktomi dan dalam keadaan composmentis.

3.3. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di RSUD DR.Soediran Mangun Sumarso

Wonogiri pada bulan September-Oktober 2015.

3.4. Variabel, Definisi Operasional, dan Skala Pengukuran

Variabel Definisi Alat ukur Penilaian SkalaFaktor-faktor Semua hal Kuesioner 1. Faktor Nominal

Mobilisasi Dini

yang mempengaruhi seseorang dalam melakukan mobilisasi dini baik dari faktor dalam maupun dari luar.

Instrinsik2. Faktor

Ekstrinsik

3.5. Alat Penelitian dan Cara Pengumpulan Data

3.5.1. Alat penelitian

Alat penelitan yang digunakan meliputi kuesioner tentang

faktor-faktor yang mempengaruhi mobilisasi dini. Alat pendukung

penelitian lainnya adalah bolpoin, kertas.

3.5.2. Cara Pengumpulan Data

Pengumpulan data dilakukan saat pasien sudah melakukan

operasi tetapi sudah di Ruang. Data diambil dalam satu waktu dengan

memberikan kuesioner sebagai alat pengambilan data.

3.6. Teknik Pengolahan dan Analisa Data

3.6.1. Pengolahan Data

Dalam penelitian ini dilakukan pengolahan data dengan tahap

sebagai berikut :

1. Editing

Pada tahap ini peneliti melakukan koreksi data untuk melihat

kebenaran pengisian dan kelengkapan jawaban kuesioner dari

responden. Hal ini dilakukan di tempat pengumpulan data sehingga

bila ada kekurangan segera dapat dilengkapi. Selama proses

penelitian ada beberapa data yang tidak terisi sehingga peneliti

meminta responden untuk melengkapinya sehingga didapatkan data

yang lengkap.

2. Coding

Peneliti melakukan pemberian kode pada data untuk

mempermudah mengolah data, hanya 1 variabel diberi kode yaitu

variabel dependen (Nursalam 2013). Tingkat kecemasan ada tiga

kategori yaitu 1 untuk kurang, 2 untuk sedang dan 3 untuk berat.

3. Entry data

Merupakan suatu proses pemasukan data kedalam komputer

untuk selanjutnya dilakukan analisa data dengan menggunakan

program komputer.

4. Cleaning

Cleaning adalah memastikan bahwa seluruh data yang

dimasukkan kedalam mesin pengolah data sudah sesuai dengan

sebenarnya atau proses pembersihan data. Dalam proses ini peneliti

melakukan pengecekan ulang untuk memastikan bahwa semua data

yang dimasukkan dalam program komputer telah sesuai dengan

data asli yang didapat di lapangan.

5. Tabulating

Kegiatan memasukkan data hasil penelitian kedalam tabel

kemudian diolah dengan bantuan komputer.

3.6.2. Analisa Data

Analisa data dilakukan untuk menjawab hipotesis penelitian.

Data yang diperoleh dianalisa dengan menggunakan teknik statistik

kuantitatif dengan menggunakan analisis deskriptif. Analisa deskriptif

adalah suatu prosedur pengolahan data dengan menggambarkan dan

meringkas data secara ilmiah dalam bentuk tabel dan grafik.data yang

disajikan meliputi frekuensi, proporsi dan rasio. Pada penelitian ini

data yang disajikan adalah frekuensi dari karakteistik responden yang

meliputi jenis kelamin, umur, dan faktor-faktor yang mempengaruhi

mobilisasi dini.

3.7. Etika Penelitian

Ada beberapa etika yang dilakukan untuk mendukung kelancaran

penelitian ini antara lain sebagai berikut :

1. Informed consent (Lembar Persetujuan)

Informed consent merupakan cara persetujuan antara peneliti dengan

calon responden dengan memberikan lembar persetujuan. Peneliti

menjelaskan tujuan penelitian kepada calon responden. Calon responden

bersedia menjadi responden maka dipersilahkan menandatangani lembar

persetujuan.

2. Anonimity (Kerahasiaan Identitas)

Anonimity merupakan etika penelitian dimana peneliti tidak

mencantumkan nama responden dan tanda tangan pada lembar alat ukur,

tetapi hanya menuliskan kode pada lembar pengumpulan data. Kode yang

digunakan berupa nama responden.

3. Confidentiality (Kerahasiaan Informasi)

Peneliti menjamin kerahasiaan hasil penelitian baik informasi atau

masalah lain yang menyangkut privacy klien. Hanya kelompok data

tertentu yang dilaporkan pada hasil penelitian.

Daftar Pustaka

Marlitasari,Hesti, Ummah,Basirun Al & Iswati,Ning.2010. Gambaran

Penatalaksanaan Mobilisasi Dini Oleh Perawat Pada Pasien Post

Appendiktomy Di Rs Pku Muhammadiyah Gombong. Jurnal Ilmiah

Kesehatan Keperawatan, Volume 6, No. 2

Sjamsuhidayat & De Jong.2005.Buku Ajar Ilmu Bedah Edisi 2.Jakarta : EGC

Setiawati & Dermawan.2008.Proses Pendekatan Dalam Pendidikan

Kesehatan.Jakarta : Trans Info Media

Jitowiyono & Kristiyanasari.2010.Asuhan Keperawatan Post Operasi Pendekatan

Nanda, NIC NOC.Yogyakarta : Nuha Medika