bab i
DESCRIPTION
bab 1TRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pterigium merupakan suatu pertumbuhan fibrovaskular konjungtiva yang bersifat
degeneratif dan invasif. Pertumbuhan ini biasanya terletak pada celah kelopak bagian
nasal ataupun temporal konjungtiva yang meluas ke daerah kornea. (ilyas ijo)
Pterigium dapat tidak memberikan keluhan atau akan memberikan keluhan mata
iritatif, merah dan mungkin astigmat yang memberi keluhan gangguan mata. (ilyas ijo)
Pterigium merupakan penyakit okular mata yang terjadi pada sebagian besar populasi
di seluruh dunia. Angka prevalensi pterigium sangat besar (0,7–31%), berkisar 1,2%
ditemukan di daerah urban pada orang kulit putih dan 23,4% di daerah tropis barbados
pada orang kulit hitam. Di Amerika Serikat, angka prevalensi 2% (bagian utara) sampai
7% (bagian selatan). Prevalensi ini berbeda-beda di antara jenis ras, luas dan lamanya
paparan sinar matahari. Umumnya angka prevalensi pterigium pada daerah tropis lebih
tinggi dibandingkan daerah lainnya.
Di daerah tropis seperti Indonesia, dengan paparan sinar matahari tinggi, risiko
timbulnya pterigium 44× lebih tinggi dibandingkan daerah non-tropis, dengan prevalensi
untuk orang dewasa > 40 tahun adalah 16,8%; laki-laki 16,1% dan perempuan 17,6%.
Hasil survei morbiditas oleh departemen kesehatan republik indonesia pada tahun 1993–
1996, angka kejadian pterigium sebesar 13,9% dan menempati urutan kedua penyakit
mata. Di Sulawesi Selatan, pterigium menduduki peringkat kedua dari sepuluh macam
penyakit utama dengan insidens sekitar 8,2%.
G gizzard, Singapore nation eye centre, melakukan penelitian di daerah riau.
Pterigium berhubungan dengan umur dan pekerjaan di luar rumah (exposure sinar
matahari). Prevalensi pada usia diatas 21 tahun 10%, usia diatas 40 tahun 16,8%. (usu)
Menurut hasil riset kesehatan dasar tahun 2013 yang dilakukan oleh badan penelitian
dan pengembangan kesehatan kementerian kesehatan RI bahwa prevalensi pterigium
nasional adalah sebesar 8,3 persen dengan prevalensi tertinggi di temukan di Bali
(25,2%), diikuti Maluku (18,0%) dan Nusa Tenggara Barat (17,0%). Jakarta mempunyai
persentasi pterigium terendah yaitu 3,7%, dan diikuti oleh Banten 3,9 %. (riset)
Sehubungan dengan kenyataan yang dipaparkan di atas, penulis terdorong untuk
melakukan penelitian mengenai karakteristik penyakit pterigium di Rumah Sakit Haji
Medan.
1.2 Rumusan Masalah
Menentukan gambaran karakteristik penderita pterigium di Rumah Sakit Haji Medan
2012-2013
1.3 Tujuan Penelitian
1. Tujuan umum
Untuk mengetahui gambaran karakteristik penderita pterigium di Rumah Sakit Haji
Medan tahun 2012-2013
2. Tujuan khusus
a. Untuk mengetahui jenis kelamin penderita pterigium
b. Untuk mengetahui usia penderita pterigium
c. Untuk mengetahui stadium yang diderita pasien
d. Untuk lateralitasi pada pterigium
1.4 Manfaat Penelitian
a. Dengan adanya penelitian ini kita dapat mengetahui angka penderita pterigium di
Rumah Sakit Haji Medan tahun 2012-2013
b. Dapat menjadi masukan bagi pihak Rumah Sakit Haji Medan, sehingga mampu
memberikan penanganan penyakit pterigium dengan lebih baik
c. Dapat menambah ilmu pengetahuan mengenai penyakit pterigium khususnya cara
antisipasi agar terhindar dari penyakit pterigium
d. Dapat dijadikan sebagai data dasar atau tambahan informasi bagi penelitian
selanjutnya yang berhubungan dengan kasus pterigium
e. Dapat sebagai sarana pengalaman, menambah pengetahuan dan wawasan bagi
saya sendiri selaku penulis