bab i

49
BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Kejang demam adalah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu tubuh (suhu rektal lebih dari 38 0 C) akibat suatu proses ekstra kranial. 1 Dalam praktek sehari-hari orang tua sering cemas bila anaknya mengalami kejang, karena setiap kejang kemungkinan dapat menimbulkan epilepsi dan trauma pada otak. Kejang merupakan gangguan syaraf yang sering dijumpai pada anak. Insiden kejang demam 2,2-5% pada anak di bawah usia 5 tahun. Anak laki-laki lebih sering dari pada perempuan dengan perbandingan 1,2–1,6:1.1,2 Saing B (1999), menemukan 62,2%, kemungkinan kejang demam berulang pada 90 anak yang mengalami kejang demam sebelum usia 12 tahun, dan 45% pada 100 anak yang mengalami kejang setelah usia 12 tahun.1 Kejang demam kompleks dan khususnya kejang demam fokal merupakan prediksi untuk terjadinya epilepsi. Sebagian besar peneliti melaporkan angka kejadian epilepsi kemudian hari sekitar 2 – 5 %. 1 Sementara itu angka kejadian di belahan dunia lain sangatlah bervariasi. Dari penelitian didapatkan angka kejadian di Jepang adalah 8,8%, di Guam sebanyak 14%, di Hongkong 0,35% dan di China didapatkan sebanyak 0,5-1,5%. 1

Upload: atika-bashirati-ilman

Post on 08-Dec-2015

222 views

Category:

Documents


2 download

DESCRIPTION

Lupa

TRANSCRIPT

Page 1: BAB I

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Kejang demam adalah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu tubuh

(suhu rektal lebih dari 380C) akibat suatu proses ekstra kranial.1

Dalam praktek sehari-hari orang tua sering cemas bila anaknya mengalami kejang,

karena setiap kejang kemungkinan dapat menimbulkan epilepsi dan trauma pada otak.

Kejang merupakan gangguan syaraf yang sering dijumpai pada anak. Insiden kejang

demam 2,2-5% pada anak di bawah usia 5 tahun. Anak laki-laki lebih sering dari pada

perempuan dengan perbandingan 1,2–1,6:1.1,2 Saing B (1999), menemukan 62,2%,

kemungkinan kejang demam berulang pada 90 anak yang mengalami kejang demam

sebelum usia 12 tahun, dan 45% pada 100 anak yang mengalami kejang setelah usia 12

tahun.1 Kejang demam kompleks dan khususnya kejang demam fokal merupakan prediksi

untuk terjadinya epilepsi. Sebagian besar peneliti melaporkan angka kejadian epilepsi

kemudian hari sekitar 2 – 5 %.1

Sementara itu angka kejadian di belahan dunia lain sangatlah bervariasi. Dari

penelitian didapatkan angka kejadian di Jepang adalah 8,8%, di Guam sebanyak 14%, di

Hongkong 0,35% dan di China didapatkan sebanyak 0,5-1,5%. Sedangkan di Indonesia

disebutkan kejang demam terjadi pada 2-5% anak berumur 6 bulan sampai dengan 3 tahun

dan 30% diantaranya akan mengalami kejang demam berulang2

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 KEJANG DEMAM

1

Page 2: BAB I

2.1.1Definisi

Kejang demam ialah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhutubuh (suhu

rektal di atas 38oC) yang disebabkan oleh suatu proses ekstrakranium.4 Kejang demam

adalah kejang yang berhubungan dengan demam (suhu diatas 39oC per rektal) tanpa adanya

infeksi susunan saraf pusatatau gangguan elektrolit akut, terjadi pada anak berusia 1 bulan

dan tidak adariwayat kejang tanpa demam sebelumnya.5Menurut Consensus Statement on

Febrile Seizures (1980), kejang demama dalah suatu kejadian pada bayi dan anak,

biasanya terjadi antara umur 3 bulandan 5 tahun, berhubungan dengan demam tetapi tidak

pernah terbukti adanya infeksi intrakranial atau penyebab tertentu.6 Anak yang pernah kejang

tanpa demam, kemudian kejang demam kembali tidak termasuk dalam kejang demam.4,6

Kejang disertai demam pada bayi berumur kurang dari 4 minggu (1bulan) tidak

termasuk kejang demam.4,6 Kejang demam harus dibedakan dengan epilepsi, yaitu ditandai

dengan kejang berulang tanpa demam.5

Definisi ini menyingkirkan kejang yang disebabkan penyakit saraf seperti

meningitis, ensefalitis atau ensefalopati. Kejang pada keadaan ini mempunyai prognosis

yang berbeda dengan kejang demam karena keadaan yang mendasarinya mengenai susunan saraf pusat.6

Bila anak berumur kurang dari 6 bulan atau lebih dari 5 tahun menaglami kejang didahului

demam, pikirkan kemungkinan lain misalnya infeksi SSP atau epilepsi yang kebetulan

terjadi bersama demam.5

2.1.2Epidemiologi

Kejadian kejang demam diperkirakan 2-4% di Amerika Serikat, Amerika Selatan

dan Eropa Barat. Di Asia dilaporkan lebih tinggi. Kira-kira 20% kasus merupakan kejang

demam kompleks. Umumnya kejang demam timbul  pada tahun kedua kehidupan (17-23 bulan). Kejang

demam sedikit lebih sering pada laki-laki.6 Kejang demam terjadi pada 2-4% anak berumur 6bulan

samapi 5 tahun.4 Menurut IDAI, kejadian kejang demam pada anak usia6 bulan sampai 5 tahun hampir 2 -

5%. 5

2.1.3 Klasifikasi

Kejang demam diklasifikasikan menjadi dua :

a. Kejang Demam Sederhana ( Simple Febrile Seizure) Kejang demam yang berlangsung singkat,

kurang dari 15 menit dan umumnya akan berhenti sendiri. Kejang berbentuk umum tonik dan atau klonik,

2

Page 3: BAB I

tanpa gerakan fokal. Kejang tidak berulang dalam 24 jam. Kejang demam sederhana merupakan 80 %

diantara seluruh kejang demam.

b.Kejang Demam Kompleks (Complex Febrile Seizure) Kejang demam dengan salah satu ciri

berikut ini :

1.)Kejang lama > 15 menit

2.) Kejang fokal atau parsial satu sisi atau kejang umum didahului kejang parsial

3.)Berulang atau lebih dari 1 kali dalam 24 jam.8

2. 1.4 Faktor Resiko

Faktor resiko kejang demam pertama yang penting adalah demam. Selain itu terdapat faktor

riwayat kejang demam pada orang tua atau saudara kandung, perkembangan terlambat, problem masa

neonatus, anak dalam perawatan khusus, dan kadar natrium rendah. Setelah kejang demam pertama,kira-

kira 33% anak akan mengalami satu kali rekurensi atau lebih dan kira-kira 9% anak mengalami 3 kali

rekurensi atau lebih, resiko rekurensi meningkat dengan usia dini, usia dibawah 18 bulan, cepatnya anak

mendapat kejang setelah demam timbul, temperatur yang rendah saat kejang, riwayat keluarga kejang

demam dan riwayat keluarga epilepsi.5

 Faktor risiko terjadinya epilepsi dikemudian hari ialah adanya gangguan neuro developmental,

kejang demam kompleks, riwayat epilepsi dalam keluarga, lamanya demam saat awitan kejang dan lebih

dari satu kali demam kejang kompleks

2.1.5 Patofisiologi

Untuk mempertahankan kelangsungan hidup sel atau organ otak diperlukan suatu energi yang

didapat dari metabolisme. Bahan baku untuk metabolisme otak yang terpenting adalah glukosa. Sifat

proses itu adalah oksidasi dimana oksigen disediakan dengan perantaraan fungsi paru-paru dan diteruskan

ke otak melalui sistem kardiovaskuler. Jadi sumber energi otak adalah glukosa yang melalui proses

oksidasi dipecah menjadi CO2 dan air. Sel dikelilingi oleh suatu membran yang terdiri dari permukaan

dalam adalah lipoid dan permukaan luar adalah ionik. Dalam keadaan normal membran selneuron dapat

dilalui dengan mudah oleh ion kalium (K+) dan sangat sulitdilalui oleh ion Natrium (Na+) dan elektrolit

lainnya, kecuali ion Klorida (Cl-). Akibatnya konsentrasi K+ dalam sel neuron tinggi dan konsentrasi Na+

rendah, sedangkan diluar sel neuron terdapat keadaan sebaliknya.

3

Page 4: BAB I

Karena perbedaan jenis dan konsentrasi ion di dalam dan diluar sel, maka terdapat perbedaan

potensial yang disebut potensial membran sel dari sel neuron. Untuk menjaga keseimbangan potensial

membran ini diperlukan energy dan bantuan enzim Na-KATPase yang terdapat pada permukaan

sel.Keseimbangan potensial membrane ini dapat dirubah oleh adanya :

a. Perubahan konsentrasi ion di ruang ekstraseluler.

b. Rangsangan yang datangnya mendadak misalnya mekanis, kimiawi ataualiran listrik dari sekitarnya.

c. Perubahan patofisiologi dari membran sendiri karena penyakit atauketurunan.

Pada keadaan demam kenaikan suhu 1oC akan mengakibatkan kenaikan metabolisme basal 10%-

15% dan kebutuhan oksigen akan meningkat 20%.Pada seorang anak berumur 3 tahun sirkulasi otak

mencapai 65% dari seluruh tubuh, dibandingkan dengan orang dewasa yang hanya 15%. Jadi pada

kenaikan suhu tubuh tertentu dapat terjadi perubahan keseimbangan dari membran sel neuron dan dalam

waktu singkat terjadi difusi dari ion Kalium maupun ion Natrium melalui membran tadi, dengan akibat

terjadinya lepas muatan listrik. Lepas muatan listrik ini demikian besarnya sehingga dapat meluas ke

seluruh sel maupun ke membran sel tetangganya dengan bantuan bahan yang disebut neurotransmitter dan

terjadilah kejang. Tiap anak mempunyai ambang kejang yang berbeda dan tergantung dari tinggi

rendahnya ambang kejang seseorang anak menderita kejang pada kenaikansuhu tertentu. Pada anak

dengan ambang kejang yang rendah, kejang telah terjadi pada suhu 38o C sedangkan pada anak dengan

ambang kejang yangtinggi, kejang baru terjadi pada suhu 40o C atau lebih.

Dari kenyataan ini dapatlah disimpulkan bahwa terulangnya kejang demam lebih sering terjadi

pada ambang kejang yang rendah sehingga dalam penanggulangannya perludiperhatikan pada tingkat

suhu berapa penderita kejang. Kejang demam yang berlangsung singkat biasanya tidak berbahaya dan

tidak menimbulkan gejala sisa. Tetapi pada kejang yang berlangsung lama (lebih dari 15 menit) biasanya

disertai gejala apnea, meningkatnya kebutuhan oksigen dan energy untuk kontraksi otot skelet yang

akhirnya terjadi hipoksemia, hiperkapnea, asidosis laktat disebabkan oleh metabolisme anaerobik,

hipotensi arterial disertai denyut jantung yang tidak teratur dan suhu tubuh makin meningkat disebkan oleh

meningkatnya aktivitas otot dan selanjutnya menyebabkanmetabolisme otak meningkat. Rangkaian

kejadian diatas adalah faktor penyebab hingga terjadinya kerusakan neuron otak selama berlangsungnya

kejang lama. Faktor terpenting adalah gangguan peredaran darah yang mengakibatkan hipoksia sehingga

meninggikan permeabilitas kapiler dan timbul edema otak yang mengakibatkan kerusakan sel neuron

otak.Kerusakan pada daerah mesial lobus temporalis setelah mendapat serangankejang yang berlangsung

4

Page 5: BAB I

lama dapat menjadi “matang” dikemudian hari, sehingga terjadi serangan epilepsi yang spontan. Jadi

kejang demam yangberlangsung lama dapat menyebabkan kelainan anatomis di otak sehinggaterjadi

epilepsi.1,8

2.1.6 Manifestasi Klinis

Terjadinya bangkitan kejang pada bayi dan anak kebanyakan bersamaan dengan kenaikan suhu

badan yang tinggi dan cepat yang disebabkan oleh infeksi diluar susunan saraf pusat, misalnya tonsilitis,

otitis media akut,bronkitis, furunkulosis dan lain-lain. Serangan kejang biasanya terjadi dalam24 jam

pertama sewaktu demam, berlangsung singkat dengan sifat bangkitan dapat berbentuk tonik  – klonik,

tonik, klonik, fokal atau akinetik. Postur tonik (kontraksi dan kekakuan otot menyeluruh yang biasanya

berlangsung selama10-20 detik), gerakan klonik (kontraksi dan relaksasi otot yang kuat dan berirama,

biasanya berlangsung selama 1-2 menit), lidah atau pipinya tergigit, gigi atau rahangnya terkatup rapat,

inkontinensia (mengeluarkan air kemihatau tinja diluar kesadarannya), gangguan pernafasan, apneu (henti

nafas),dan kulitnya kebiruan.1,8

Kejang umumnya berhenti sendiri. Begitu kejang berhenti, anak tidak memberi reaksi apapun

untuk sejenak, tetapi beberapa detik/menit kemudiananak akan terbangun dan sadar kembali tanpa

kelainan saraf. Kejang demam yang berlangsung singkat umumnya tidak berbahaya dan tidak

menimbulkan gejala sisa. Tetapi kejang yang berlangsung lama (> 15 menit) sangat berbahaya dan dapat

menimbulkan kerusakan permanen dari otak.7

2.1.7 Diagnosis

a. Anamnesis

1.) Adanya kejang , jenis kejang, kesadaran, lama kejang, suhusebelum/saat kejang, frekuensi, interval,

pasca kejang, penyebab demam diluar susunan saraf pusat.

2.) Riwayat perkembangan, kejang demam dalam keluarga, epilepsy dalam keluarga.

3.) Singkirkan penyebab kejang lainnya.

b.Pemeriksaan fisik : kesadaran, suhu tubuh, tanda rangsal meningeal, tanda peningkatan tekanan

intrakranial, tanda infeksi di luar SSP.5

c. Pemeriksaan Penunjang

1.)Pemeriksaan laboratorium5

Page 6: BAB I

Pemeriksaan laboratorium tidak dikerjakan secara rutin pada kejang demam, tetapi dapat dikerjakan

untuk mengevaluasi sumber infeksi penyebab demam, atau keadaan lain misalnya gastroenteritis dehidrasi

disertai demam. Pemeriksaan laboratorium yang dapat dikerjakan misalnya darah perifer, elektrolit dan

gula darah.8

2.) Pemeriksaan cairan serebrospinal dilakukan untuk menegakkan atau menyingkirkan

kemungkinan meningitis. Resiko terjadinya meningitisbakterialis adalah 0,6%-6,7%. Pada bayi kecil

seringkali sulit untuk menegakkan atau menyingkirkan diagnosis meningitis karena manifestasi klinisnya

tidak jelas. Oleh karena itu pungsi lumbal dianjurkan pada ; bayi kurng dari 12 bulan sangat dianjurkan

dilakukan, bayi antara 12-18 bulan dianjurkan, bayi > 19 bulan tidak rutin. Bila yakin bukan meningitis

secara klinis tidak perlu dilakukan pungsi lumbal.8

3.) Elektroensefalografi (EEG)

Pemeriksaan elektroensefalografi (EEG) tidak dapat memprediksi berulangnya kejang atau

memperkirakan kemungkinan kejadian epilepsi pada pasien kejang demam. Oleh karenanya tidak

direkomendasikan. Pemeriksaan EEG masih dapat dilakukan pada keadaan kejang demam tidak khas

misalnya kejang demam kompleks pada anak usia lebih dari 6 tahun atau kejang demam fokal.8

4.) PencitraanFoto X- ray kepala dan pencitraan seperti computed tomographyscan (CT-scan) atau

magnetic resonance imaging (MRI) jarang sekali dikerjakan, tidak rutin dan hanya atas indikasi seperti ;

kelainan neurologik fokal yang menetap (hemiparesis), paresis nervus VI, papiledema.8

2.1.8 Diagnosis Banding

Penyebab lain kejang yang disertai demam harus disingkirkan, khususnya meningitis atau

ensefalitis. Pungsi Lumbal teriondikasi bila ada kecurigaan klinis meningitis. Adanya sumber infeksi

seperti ototis media tidak menyingkirkan meningitis dan jika pasien telah mendapatkan antibiotikamaka

perlu pertimbangan pungsi lumbal.5

2.1.9 Penatalaksanaan

a. Penatalaksanaan saat kejang

Biasanya kejang demam berlangsung singkat dan pada waktu pasien datang kejang sudah berhenti.

Apabila datang dalam keadaan kejang obatyang paling cepat untuk menghentikan kejang adalah diazepam

intravena adalah 0,3 0,5 mg/kg perlahan – lahan dengan kecepatan 1-2 mg/menit atau dalam waktu 3-5

6

Page 7: BAB I

menit, dengan dosis maksimal 20 mg. Obat yang praktis dan dapat diberikan oleh orang tua atau dirumah

adalah diazepamrektal. Diazepam rectal adalah 0,5-0,75 mg/kg atau diazepam rektal 5 mg untuk anak

dengan berat badan kurang dari 10 kg dan 10 mg untuk berat badan lebih dari 10 kg. Atau Diazepam

rektal dengan dosis 5 mg untuk anak dibawah usia 3 tahun atau dosis 7,5 mg untuk anak diatas usia 3

tahun.8

Bila setelah pemberian Diazepam rektal kejang belum berhenti,dapat diulang lagi dengan cara dan

dosis yang sama dengan interval waktu 5 menit. Bila setelah 2 kali pemberian Diazepam rektal masih tetap

kejang, dianjurkan ke rumah sakit.

Di rumah sakit dapat diberikan Diazepam intravena dengan dosis 0,3-0,5 mg/kg. Bila kejang tetap

belum berhenti diberikan fenitoin secara intravena dengan dosis awal 10-20mg/kg/kali dengan kecepatan 1

mg/kg/menit atau kurang dari 50mg/menit. Bila kejang berhenti dosis selanjutnya adalah 4-8

mg/kg/hari,dimulai 12 jam setelah dosis awal. Bila dengan fenitoin kejang belum berhenti maka pasien

harus dirawat di ruang rawat intensif. Bila kejang berhenti, pemberian obat selanjutnya tergantung dari

jenis kejang demamapakah kejang demam sederhana atau kompleks dan faktor resikonya.8

b.Pemberian obat pada saat demam

1.Antipiretik

Tidak ditemukan bukti bahwa penggunaan antipiretik mengurangi resiko terjadinya kejang demam,

namun para ahli diIndonesia sepakat bahwa antipiretik tetap dapat diberikan. DosisParacetamol yang

digunakan adalah 10-15 mg/kg/kali diberikan 4kali sehari dan tidak lebih dari 5 kali. Dosis Ibuprofen 5-

10mg/kg/kali, 3-4 kali sehari. Meskipun jarang, asam asetilsalisilat dapat menyebabkan sindrom Reye

terutama pada anak kurang dari18 bulan, sehingga penggunaan asam asetilsalisilat tidak dianjurkan.5,6,8

2. Antikonvulsan

Pemakaian diazepam oral dosis 0,3 mg/kg setiap 8 jam pada saatdemam menurunkan resiko

berulangnya kejang pada 30% -60%kasus, begitu pula dengan diazepam rektal dosis 0,5 mg/kg setiap 8

jam pada suhu > 38,5oC. Dosis tersebut cukup tinggi danmenyebabkan ataksia, iritabel dan sedasi yang

cukup berat pada 25-39% kasus. Fenobarbital, karbamazepin dan fenitoin pada saatdemam tidak berguna

untuk mencegah kejang demam.

Penanganan kejang bisa dilihat pada algoritma penanganan kejang sebagai berikut :

7

Page 8: BAB I

c.Pemberian Obat Rumat

1. Indikasi Pemberian obat Rumat

Pengobatan rumat diberikan bila kejang demam menunjukkan ciri sebagai berikut (salah satu) ;

8

Page 9: BAB I

- Kejang lama > 15 menit

-Adanya kelainan neurologis yang nyata sebelum atau sesudah kejang, misalnya hemiparesis, paresis

Todd, cerebral palsy,retardasi mental, hidrocephalus.

-Kejang fokal

Pengobatan rumat dipertimbangkan bila ; kejang berulang dua kaliatau lebih dalam 24 jam, kejang

demam terjadi pada bayi kurang dari 12 bulan, kejang demam ≥ 4 kali per tahun.8

2. Jenis Antikonvulsan untuk Pengobatan Rumat

Pemberian obat fenobarbital atau asam valproat setiap hariefektif dalam menurunkan risiko

berulangnya kejang. Berdasarkan bukti ilmiah bahwa kejang demam tidak berbahaya dan penggunaan

obat dapat menyebabkan efek samping, maka pengobatan rumathanya diberikan terhadap kasus selektif

dan dalam jangka pendek.Pemakaian fenobarbital setiap hari dapat menimbulkan gangguan perilaku dan

kesulitan belajar pada 40-50% kasus. Obat pilihan saat ini adalah asam valproat. Pada sebagian kecil kasus,

terutama yang berumur kurang dari 2 tahun asam valproat dapat menyebabkan gangguan fungsi hati.

Dosis asam valproat 15-40 mg/kg/hari dalam2-3 dosis, dan fenobarbital 3-4 mg/kg per hari dalam 1-2

dosis.Pengobatan rumat diberikan selama 1 tahun bebas kejang, kemudian dihentikan secara bertahap

selama 1-2 bulan.8

2.1.10 Edukasi Pada Keluarga

Kejang selalu merupakan peristiwa yang menakutkan bagi orang tua. Padasaat kejang sebagian

besar orang tua beranggapan bahwa anaknya telah meninggal. Kecemasan ini harus dikurangi dengan

cara yang diantaranya :

a. Meyakinkan bahwa kejang demam umumnya mempunyai prognosisbaik 

b. Memberitahukan cara penanganan kejang

c. Memberikan informasi mengenai kemungkinan kejang kembali

d. Pemberian obat untuk mencegah rekurensi memang efektif tetapi harusdiingat adanya efek samping

obat.7,8

 Beberapa hal yang harus dikerjakan bila kembali kejang

a. Tetap tenang dan tidak panik.

9

Page 10: BAB I

b. Kendorkan pakaian yang ketat terutama disekitar leher.

c. Bila tidak sadar, posisikan anak terlentang dengan kepala miring.Bersihkan muntahan atau lendir di

mulut atau hidung. Walaupun kemungkinan lidah tergigit, jangan memasukkan sesuatu ke dalam

mulut.

d. Ukur suhu, observasi dan catat lama dan bentuk kejang.

 e.Tetap bersama pasien selama kejang.

f. Berikan diazepam rektal, dan jangan diberikan bila kejang telah berhenti.

g. Bawa ke dokter atau rumah sakit bila kejang berlangsung 5 menit atau lebih 8

2.1.11 Vaksinasi

Sejauh ini tidak ada kontra indikasi untuk melakukan vaksinasi terhadapanak yang mengalami

kejang demam. Kejang setelah demam karena vaksinasi jarang. Kejang demam pasca imunisasi tidak

memiliki kecenderungan berulang yang lebih besar daripada kejang demam padaumumnya. Dan kejang

demam pasca imunisasi kemungkinan besar tidak akan berulang pada imunisasi berikutnya. Angka

kejadian pasca vaksinasi DPTadalah 6-9 kasus per 100.000 anak yang divaksinasi, Risiko ini tinggi

padahari imunisasi, dan menurun setelahnya. 8

Sedangkan setelah vaksinasi MMR25-34 per 100.000, resiko meningkat pada hari 8-14 setelah

imunisasi. Dianjurkan untuk memberikan diazepam oral atau rektal bila anak demam,terutama setelah

vaksinasi DPT atau MMR. Beberapa dokter anak merekomendasikan parasetamol pada saat

vaksinasi hingga 3 hari kemudian. 8

2.1.12 Prognosis

Kejadian kecacatan sebagai komplikasi kejang demam tidak pernah dilaporkan. Perkembangan

mental dan neurologis umumnya tetap normal pada pasien yang sebelumnya normal. Penelitian lain secara

retrospektif melaporkan kelainan neurologis pada sebagian kecil kasus, dan kelainan ini biasanya terjadi

pada kasus dengan kejang lama atau kejang berulang baik umum atau fokal. Kematian karena kejang

demam tidak pernah dilaporkan

10

Page 11: BAB I

2.2. DIARE

2.2.1. Definisi

Diare adalah peningkatan pengeluaran tinja dengan konsistensi lebih lunak atau

lebih cair dari biasanya, dan terjadi paling sedikit 3 kali dalam 24 jam. Sementara untuk

bayi dan anak-anak, diare didefinisikan sebagai pengeluaran tinja >10 g/kg/24 jam,

sedangkan rata-rata pengeluaran tinja normal bayi sebesar 5-10 g/kg/ 24 jam.9

Menurut Simadibrata (2006) diare adalah buang air besar (defekasi) dengan tinja

berbentuk cair atau setengah cair (setengah padat), kandungan air tinja lebih banyak dari

biasanya lebih dari 200 gram atau 200 ml/24 jam.

Sedangkan menurut Boyle (2000), diare adalah keluarnya tinja air dan elektrolit

yang hebat. Pada bayi, volume tinja lebih dari 15 g/kg/24 jam disebut diare. Pada umur 3

tahun, yang volume tinjanya sudah sama dengan orang dewasa, volume >200 g/kg/24 jam

disebut diare. Frekuensi dan konsistensi bukan merupakan indikator untuk volume tinja.

2.2.2. Etiologi

Menurut World Gastroenterology Organization global guidelines 2005, etiologi

diare akut dibagi atas empat penyebab:

1. Bakteri : Shigella, Salmonella, E. Coli, Gol. Vibrio, Bacillus cereus, Clostridium

perfringens, Stafilokokus aureus, Campylobacter aeromonas

2. Virus : Rotavirus, Adenovirus, Norwalk virus, Coronavirus, Astrovirus

3. Parasit : Protozoa, Entamoeba histolytica, Giardia lamblia, Balantidium coli,

Trichuris trichiura, Cryptosporidium parvum, Strongyloides stercoralis

4. Non infeksi : malabsorpsi, keracunan makanan, alergi, gangguan motilitas,

imunodefisiensi, kesulitan makan, dll.9

2.2.3. Cara Penularan dan Faktor Risiko

Cara penularan diare melalui cara faecal-oral yaitu melalui makanan atau minuman

yang tercemar kuman atau kontak langsung tangan penderita atau tidak langsung melalui

lalat ( melalui 5F = faeces, flies, food, fluid, finger).

11

Page 12: BAB I

Faktor risiko terjadinya diare adalah:

1. Faktor perilaku

2. Faktor lingkungan

Faktor perilaku antara lain:

a. Tidak memberikan Air Susu Ibu/ASI (ASI eksklusif), memberikan Makanan

Pendamping/MP ASI terlalu dini akan mempercepat bayi kontak terhadap kuman

b. Menggunakan botol susu terbukti meningkatkan risiko terkena penyakit diare karena

sangat sulit untuk membersihkan botol susu

c. Tidak menerapkan Kebiasaaan Cuci Tangan pakai sabun sebelum memberi ASI/makan,

setelah Buang Air Besar (BAB), dan setelah membersihkan BAB anak

d. Penyimpanan makanan yang tidak higienis

Faktor lingkungan antara lain:

a. Ketersediaan air bersih yang tidak memadai, kurangnya ketersediaan Mandi Cuci Kakus

(MCK)

b. Kebersihan lingkungan dan pribadi yang buruk

Disamping faktor risiko tersebut diatas ada beberapa faktor dari penderita yang

dapat meningkatkan kecenderungan untuk diare antara lain: kurang gizi/malnutrisi

terutama anak gizi buruk, penyakit imunodefisiensi/imunosupresi dan penderita campak.12

2.2.4. Klasifikasi

Terdapat beberapa pembagian diare:

1. Berdasarkan lamanya diare:

a. Diare akut, yaitu diare yang berlangsung kurang dari 14 hari.

b. Diare kronik, yaitu diare yang berlangsung lebih dari 14 hari dengan kehilangan

berat badan atau berat badan tidak bertambah (failure to thrive) selama masa diare

tersebut. 13

2. Berdasarkan mekanisme patofisiologik:

a. Diare sekresi (secretory diarrhea)

b. Diare osmotic (osmotic diarrhea)13

12

Page 13: BAB I

2.2.5. Patofisiologi

Diare dapat disebabkan oleh satu atau lebih patofisiologi/patomekanisme dibawah

ini:

1. Diare sekretorik

Diare tipe ini disebabkan oleh meningkatnya sekresi air dan elektrolit dari usus,

menurunnya absorpsi. Yang khas pada diare ini yaitu secara klinis ditemukan diare dengan

volume tinja yang banyak sekali. Diare tipe ini akan tetap berlangsung walaupun

dilakukan puasa makan/minum.11

2. Diare osmotik

Diare tipe ini disebabkan meningkatnya tekanan osmotik intralumen dari usus halus

yang disebabkan oleh obat-obat/zat kimia yang hiperosmotik (antara lain MgSO4,

Mg(OH)2), malabsorpsi umum dan defek dalam absorpsi mukosa usus missal pada

defisiensi disakaridase, malabsorpsi glukosa/galaktosa.11

3. Malabsorpsi asam empedu dan lemak

Diare tipe ini didapatkan pada gangguan pembentukan/produksi micelle empedu dan

penyakit-penyakit saluran bilier dan hati.11

4. Defek sistem pertukaran anion/transport elektrolit aktif di enterosit

Diare tipe ini disebabkan adanya hambatan mekanisme transport aktif NA+ K+

ATPase di enterosit dan absorpsi Na+ dan air yang abnormal.11

5. Motilitas dan waktu transit usus yang abnormal

Diare tipe ini disebabkan hipermotilitas dan iregularitas motilitas usus sehingga

menyebabkan absorpsi yang abnormal di usus halus. Penyebabnya antara lain: diabetes

mellitus, pasca vagotomi, hipertiroid.11

6. Gangguan permeabilitas usus

Diare tipe ini disebabkan permeabilitas usus yang abnormal disebabkan adanya

kelainan morfologi membran epitel spesifik pada usus halus.11

13

Page 14: BAB I

7. Diare inflamasi

Proses inflamasi di usus halus dan kolon menyebabkan diare pada beberapa keadaan.

Akibat kehilangan sel epitel dan kerusakan tight junction, tekanan hidrostatik dalam

pembuluh darah dan limfatik menyebabkan air, elektrolit, mukus, protein dan seringkali

sel darah merah dan sel darah putih menumpuk dalam lumen. Biasanya diare akibat

inflamasi ini berhubungan dengan tipe diare lain seperti diare osmotik dan diare

sekretorik.11

8. Diare infeksi

Infeksi oleh bakteri merupakan penyebab tersering dari diare. Dari sudut kelainan

usus, diare oleh bakteri dibagi atas non-invasif dan invasif (merusak mukosa). Bakteri

non-invasif menyebabkan diare karena toksin yang disekresikan oleh bakteri tersebut.11

2.2.6 Manifestasi klinis

Infeksi usus menimbulkan gejala gastrointestinal serta gejala lainnya bila terjadi

komplikasi ekstra intestinal termasuk manifestasi neurologik. Gejala gastrointestinal bisa

berupa diare, kram perut, dan muntah. Sedangkan manifestasi sistemik bervariasi

tergantung pada penyebabnya.

Penderita dengan diare cair mengeluarkan tinja yang mengandung sejumlah ion

natrium, klorida, dan bikarbonat. Kehilangan air dan elektrolit ini bertambah bila ada

muntah dan kehilangan air juga meningkat bila ada panas. Hal ini dapat menyebabkan

dehidrasi, asidosis metabolik, dan hipovolemia. Dehidrasi merupakan keadaan yang paling

berbahaya karena dapat menyebabkan hipovolemia, kolaps kardiovaskuler dan kematian

bila tidak diobati dengan tepat. Dehidrasi yang terjadi menurut tonisitas plasma dapat

berupa dehidrasi isotonik, dehidrasi hipertonik (hipernatremik) atau dehidrasi hipotonik.

Menurut derajat dehidrasinya bisa tanpa dehidrasi, dehidrasi ringan, dehidrasi sedang atau

dehidrasi berat.9

2.2.7. Diagnosis

1. Anamnesis

Pasien dengan diare akut datang dengan berbagai gejala klinik tergantung penyebab

penyakit dasarnya. Keluhan diarenya berlangsung kurang dari 15 hari. Diare karena

14

Page 15: BAB I

penyakit usus halus biasanya berjumlah banyak, diare air, dan sering berhubungan dengan

malabsorpsi dan dehidrasi sering didapatkan. Diare karena kelainan kolon seringkali

berhubungan dengan tinja berjumlah kecil tetapi sering, bercampur darah dan ada sensasi

ingin ke belakang. Pasien dengan diare akut infektif datang dengan keluhan khas, yaitu

mual, muntah, nyeri abdomen, demam, dan tinja yang sering, malabsorptif, atau berdarah

tergantung bakteri patogen yang spesifik. Secara umum, pathogen usus halus tidak invasif,

dan patogen ileokolon lebih mengarah ke invasif. Muntah yang mulai beberapa jam dari

masuknya makanan mengarahkan kita pada keracunan makanan karena toksin yang

dihasilkan.11

2. Pemeriksaan Fisik

Pada pemeriksaan fisik perlu diperiksa: berat badan, suhu tubuh, frekuensi denyut

jantung dan pernapasan serta tekanan darah. Selanjutnya perlu dicari tanda-tanda utama

dehidrasi: kesadaran, rasa haus, dan turgor kulit abdomen dan tanda-tanda tambahan

lainnya: ubun-ubun besar cekung atau tidak, mata: cowong atau tidak, ada atau tidaknya

air mata, bibir, mukosa mulut dan lidah kering atau basah.9

Pernapasan yang cepat dan dalam indikasi adanya asidosis metabolik. Bising usus

yang lemah atau tidak ada bila terdapat hipokalemia. Pemeriksaan ekstremitas perlu

karena perfusi dan capillary refill dapat menentukan derajat dehidrasi yang terjadi.9

Penilaian beratnya atau derajat dehidrasi dapat ditentukan dengan cara: obyektif

yaitu dengan membandingkan berat badan sebelum dan selama diare. Subyektif dengan

menggunakan criteria WHO, Skor Maurice King, dan lain-lain.9

Tabel 2.1 Penentuan derajat dehidrasi menurut WHO 1995

Penilaian A B C

Lihat: Keadaan umum Baik, sadar *Gelisah, rewel *Lesu, lunglai, atau tidak sadar

Mata Normal Cekung Sangat cekung dan

kering

Air mata Ada Tidak ada

Mulut dan lidah Basah Kering Sangat Kering

15

Page 16: BAB I

Rasa haus Minum biasa tidak

haus

*haus, ingin minum

banyak

*malas minum atau

tidak bisa minum

Periksa: turgor kulit Kembali cepat *kembali lambat *kembali sangat

lambat

Hasil pemeriksaan: Tanpa Dehidrasi Dehidrasi

ringan/sedang Bila ada

1 tanda * ditambah 1

atau lebih tanda lain

Dehidrasi berat Bila

ada 1 tanda *

ditambah 1 atau

lebih tanda lain

Terapi Rencana Terapi Rencana Terapi A Rencana Terapi B Rencana Terapi C

Cara membaca tabel untuk menentukan kesimpulan derajat dehidrasi :

a. Baca tabel penilaian derajat dehidrasi dari kolom kanan ke kiri (C ke A)

b. Kesimpulan derajat dehidrasi penderita ditentukan dari adanya 1 gejala kunci

(yang diberi tanda bintang) ditambah minimal 1 gejala yang lain (minimal 1 gejala) pada

kolom yang sama.

3. Laboratorium

Pemeriksaan laboratorium lengkap pada diare akut umumnya tidak diperlukan,

Hanya pada keadaan tertentu mungkin diperlukan, misalnya penyebab dasarnya tidak

diketahui atau ada sebab-sebab lain selain diare akut atau pada penderita dengan dehidrasi

berat.9

Pemeriksaan tinja baik makroskopik maupun mikroskopik dapat dilakukan untuk

menentukan diagnosa yang pasti. Secara makroskopik harus diperhatikan bentuk, warna

tinja, ada tidaknya darah, lender, pus, lemak, dan lain-lain. Pemeriksaan mikroskopik

melihat ada tidaknya leukosit, eritrosit, telur cacing, parasit, bakteri, dan lain-lain.9

2.2.8. Penatalaksanaan

Menurut Kemenkes RI (2011), prinsip tatalaksana diare pada balita adalah LINTAS

DIARE (Lima Langkah Tuntaskan Diare), yang didukung oleh Ikatan Dokter Anak

Indonesia dengan rekomendasi WHO. Rehidrasi bukan satu-satunya cara untuk mengatasi

diare tetapi memperbaiki kondisi usus serta mempercepat penyembuhan/menghentikan

16

Page 17: BAB I

diare dan mencegah anak kekurangan gizi akibat diare juga menjadi cara untuk mengobati

diare. Adapun program LINTAS DIARE yaitu:

1. Rehidrasi menggunakan Oralit osmolalitas rendah

2. Zinc diberikan selama 10 hari berturut-turut

3. Teruskan pemberian ASI dan Makanan

4. Antibiotik Selektif

5. Nasihat kepada orang tua/pengasuh

1. Oralit

Untuk mencegah terjadinya dehidrasi dapat dilakukan mulai dari rumah tangga

dengan memberikan oralit osmolaritas rendah, dan bila tidak tersedia berikan cairan rumah

tangga seperti air tajin, kuah sayur, air matang. Oralit saat ini yang beredar di pasaran

sudah oralit yang baru dengan osmolaritas yang rendah, yang dapat mengurangi rasa mual

dan muntah. Oralit merupakan cairan yang terbaik bagi penderita diare untuk mengganti

cairan yang hilang. Bila penderita tidak bisa minum harus segera di bawa ke sarana

kesehatan untuk mendapat pertolongan cairan melalui infus. Pemberian oralit didasarkan

pada derajat dehidrasi.12

a. Diare tanpa dehidrasi Umur < 1 tahun : ¼ - ½ gelas setiap kali anak mencret Umur

1 – 4 tahun : ½ - 1 gelas setiap kali anak mencret Umur diatas 5 Tahun : 1 – 1½ gelas

setiap kali anak mencret

b. Diare dengan dehidrasi ringan sedang

Dosis oralit yang diberikan dalam 3 jam pertama 75 ml/ kg bb dan selanjutnya

diteruskan dengan pemberian oralit seperti diare tanpa dehidrasi. c. Diare dengan dehidrasi

berat Penderita diare yang tidak dapat minum harus segera dirujuk ke Puskesmas untuk di

infus.12

Tabel 2.2. Kebutuhan Oralit per Kelompok Umur

Umur Jumlah oralit yang diberikan Jumlah oralit yang disediakan di

17

Page 18: BAB I

tiap BAB rumah

< 12 bulan 50-100 ml 400 ml/hari ( 2 bungkus)

1-4 tahun 100-200 m 600-800 ml/hari ( 3-4 bungkus)

> 5 tahun 200-300 m 800-1000 ml/hari (4-5 bungkus)

Dewasa 300-400 m 1200-2800 ml/hari

Untuk anak dibawah umur 2 tahun cairan harus diberikan dengan sendok dengan

cara 1 sendok setiap 1 sampai 2 menit. Pemberian dengan botol tidak boleh dilakukan.

Anak yang lebih besar dapat minum langsung dari gelas. Bila terjadi muntah hentikan dulu

selama 10 menit kemudian mulai lagi perlahan-lahan misalnya 1 sendok setiap 2-3 menit.

Pemberian cairan ini dilanjutkan sampai dengan diare berhenti.12

2. Zinc

Zinc merupakan salah satu mikronutrien yang penting dalam tubuh. Zinc dapat

menghambat enzim INOS (Inducible Nitric Oxide Synthase), dimana ekskresi enzim ini

meningkat selama diare dan mengakibatkan hipersekresi epitel usus. Zinc juga berperan

dalam epitelisasi dinding usus yang mengalami kerusakan morfologi dan fungsi selama

kejadian diare.12

Pemberian Zinc selama diare terbukti mampu mengurangi lama dan tingkat

keparahan diare, mengurangi frekuensi buang air besar, mengurangi volume tinja, serta

menurunkan kekambuhan kejadian diare pada 3 bulan berikutnya. Berdasarkan bukti ini

semua anak diare harus diberi Zinc segera saat anak mengalami diare. Dosis pemberian

Zinc pada balita:

a. Umur < 6 bulan : ½ tablet (10 mg) per hari selama 10 hari

b. Umur > 6 bulan : 1 tablet (20 mg) per hari selama 10 hari.

Zinc tetap diberikan selama 10 hari walaupun diare sudah berhenti. Cara pemberian

tablet zinc : Larutkan tablet dalam 1 sendok makan air matang atau ASI, sesudah larut

berikan pada anak diare.12

3. Pemberian ASI/makanan

18

Page 19: BAB I

Pemberian makanan selama diare bertujuan untuk memberikan gizi pada penderita

terutama pada anak agar tetap kuat dan tumbuh serta mencegah berkurangnya berat badan.

Anak yang masih minum ASI harus lebih sering di beri ASI. Anak yang minum susu

formula juga diberikan lebih sering dari biasanya. Anak usia 6 bulan atau lebih termasuk

bayi yang telah mendapatkan makanan padat harus diberikan makanan yang mudah

dicerna dan diberikan sedikit lebih sedikit dan lebih sering. Setelah diare berhenti,

pemberian makanan ekstra diteruskan selama 2 minggu untuk membantu pemulihan berat

badan.12

4. Pemberian antibiotika hanya atas indikasi

Antibiotika tidak boleh digunakan secara rutin karena kecilnya kejadian diare pada

balita yang disebabkan oleh bakteri. Antibiotika hanya bermanfaat pada penderita diare

dengan darah (sebagian besar karena shigellosis), suspek kolera.12

Obat-obatan anti diare juga tidak boleh diberikan pada anak yang menderita diare

karena terbukti tidak bermanfaat. Obat anti muntah tidak dianjurkan kecuali muntah berat.

Obat-obatan ini tidak mencegah dehidrasi ataupun meningkatkan status gizi anak, bahkan

sebagian besar menimbulkan efek samping yang berbahaya dan bisa berakibat fatal. Obat

anti protozoa digunakan bila terbukti diare disebabkan oleh parasit (amuba, giardia).12

5. Pemberian Nasihat

Menurut Kemenkes RI (2011), ibu atau pengasuh yang berhubungan erat dengan

balita harus diberi nasehat tentang:

1. Cara memberikan cairan dan obat di rumah

2. Kapan harus membawa kembali balita ke petugas kesehatan bila :

a. Diare lebih sering

b. Muntah berulang

c. Sangat haus

d. Makan/minum sedikit

e. Timbul demam

f. Tinja berdarah

g. Tidak membaik dalam 3 hari.

2.2.9. Pencegahan

19

Page 20: BAB I

Pencegahan diare menurut Pedoman Tatalaksana Diare Depkes RI (2006) adalah

sebagai berikut:

1. Pemberian ASI

ASI mempunyai khasiat preventif secara imunologik dengan adanya antibodi dan

zatzat lain yang dikandungnya. ASI turut memberikan perlindungan terhadap diare pada

bayi yang baru lahir. Pemberian ASI eksklusif mempunyai daya lindung 4 kali lebih besar

terhadap diare daripada pemberian ASI yang disertai dengan susu botol. Flora usus pada

bayi-bayi yang disusui mencegah tumbuhnya bakteri penyebab diare.14

Pada bayi yang tidak diberi ASI secara penuh, pada 6 bulan pertama kehidupan

resiko terkena diare adalah 30 kali lebih besar. Pemberian susu formula merupakan cara

lain dari menyusui. Penggunaan botol untuk susu formula biasanya menyebabkan risiko

tinggi terkena diare sehingga bisa mengakibatkan terjadinya gizi buruk.14

2. Pemberian Makanan Pendamping ASI

Pemberian makanan pendamping ASI adalah saat bayi secara bertahap mulai

dibiasakan dengan makanan orang dewasa. Pada masa tersebut merupakan masa yang

berbahaya bagi bayi sebab perilaku pemberian makanan pendamping ASI dapat

menyebabkan meningkatnya resiko terjadinya diare ataupun penyakit lain yang

menyebabkan kematian.14

Ada beberapa saran yang dapat meningkatkan cara pemberian makanan

pendamping ASI yang lebih baik yaitu :

a) Memperkenalkan makanan lunak, ketika anak berumur 4-6 bulan tetapi masih

meneruskan pemberian ASI. Menambahkan macam makanan sewaktu anak berumur 6

bulan atau lebih. Memberikan makanan lebih sering (4 kali sehari) setelah anak berumur 1

tahun, memberikan semua makanan yang dimasak dengan baik 4-6 kali sehari dan

meneruskan pemberian ASI bila mungkin.

b) Menambahkan minyak, lemak dan gula ke dalam nasi/bubur dan biji-bijian untuk

energi. Menambahkan hasil olahan susu, telur, ikan, daging, kacang–kacangan, buah-

buahan dan sayuran berwarna hijau ke dalam makanannya. Mencuci tangan sebelum

menyiapkan makanan dan menyuapi anak, serta menyuapi anak dengan sendok yang

bersih.

20

Page 21: BAB I

c) Memasak atau merebus makanan dengan benar, menyimpan sisa makanan pada

tempat yang dingin dan memanaskan dengan benar sebelum diberikan kepada anak.14

3. Menggunakan air bersih yang cukup

Sebagian besar kuman infeksius penyebab diare ditularkan melalui jalur fecal-oral

mereka dapat ditularkan dengan memasukkan kedalam mulut, cairan atau benda yang

tercemar dengan tinja misalnya air minum, jari-jari tangan, makanan yang disiapkan dalam

panci yang dicuci dengan air tercemar.14

Masyarakat yang terjangkau oleh penyediaan air yang benar-benar bersih

mempunyai resiko menderita diare lebih kecil dibandingkan dengan masyarakat yang

tidak mendapatkan air bersih.14

Masyarakat dapat mengurangi resiko terhadap serangan diare yaitu dengan

menggunakan air yang bersih dan melindungi air tersebut dari kontaminasi mulai dari

sumbernya sampai penyimpanan di rumah.14

Yang harus diperhatikan oleh keluarga adalah:

a) Air harus diambil dari sumber terbersih yang tersedia.

b) Sumber air harus dilindungi dengan menjauhkannya dari hewan, membuat lokasi

kakus agar jaraknya lebih dari 10 meter dari sumber yang digunakan serta lebih

rendah, dan menggali parit aliran di atas sumber untuk menjauhkan air hujan dari

sumber.

c) Air harus dikumpulkan dan disimpan dalam wadah bersih. Dan gunakan gayung

bersih bergagang panjang untuk mengambil air.

d) Air untuk masak dan minum bagi anak harus dididihkan.14

4. Mencuci Tangan

Kebiasaan yang berhubungan dengan kebersihan perorangan yang penting dalam

penularan kuman diare adalah mencuci tangan. Mencuci tangan dengan sabun, terutama

sesudah buang air besar, sesudah membuang tinja anak, sebelum menyiapkan makanan,

21

Page 22: BAB I

sebelum menyuapi makanan anak dan sebelum makan, mempunyai dampak dalam

kejadian diare.14

5. Menggunakan Jamban

Pengalaman di beberapa negara membuktikan bahwa upaya penggunaan jamban

mempunyai dampak yang besar dalam penurunan resiko terhadap penyakit diare. Keluarga

yang tidak mempunyai jamban harus membuat jamban, dan keluarga harus buang air besar

di jamban.14

Yang harus diperhatikan oleh keluarga :

a) Keluarga harus mempunyai jamban yang berfungsi baik dan dapat dipakai oleh

seluruh anggota keluarga.

b) Bersihkan jamban secara teratur.

c) Bila tidak ada jamban, jangan biarkan anak-anak pergi ke tempat buang air besar

sendiri, buang air besar hendaknya jauh dari rumah, jalan setapak dan tempat anak-anak

bermain serta lebih kurang 10 meter dari sumber air, hindari buang air besar tanpa alas

kaki.14

6. Membuang Tinja Bayi yang Benar

Banyak orang beranggapan bahwa tinja anak bayi itu tidak berbahaya. Hal ini tidak

benar karena tinja bayi dapat pula menularkan penyakit pada anak-anak dan orangtuanya.

Tinja bayi harus dibuang secara bersih dan benar, berikut hal-hal yang harus diperhatikan:

a) Kumpulkan tinja anak kecil atau bayi secepatnya, bungkus dengan daun atau

kertas koran dan kuburkan atau buang di kakus.

b) Bantu anak untuk membuang air besarnya ke dalam wadah yang bersih dan

mudah dibersihkan. Kemudian buang ke dalam kakus dan bilas wadahnya atau

anak dapat buang air besar di atas suatu permukaan seperti kertas koran atau daun

besar dan buang ke dalam kakus. c) Bersihkan anak segera setelah anak buang air

besar dan cuci tangannya.14

7. Pemberian Imunisasi Campak

22

Page 23: BAB I

Diare sering timbul menyertai campak sehingga pemberian imunisasi campak juga

dapat mencegah diare oleh karena itu beri anak imunisasi campak segera setelah berumur

9 bulan.14

Anak harus diimunisasi terhadap campak secepat mungkin setelah usia 9 bulan.

Diare dan disentri sering terjadi dan berakibat berat pada anak-anak yang sedang

menderita campak dalam 4 mingggu terakhir. Hal ini sebagai akibat dari penurunan

kekebalan tubuh penderita. Selain imunisasi campak, anak juga harus mendapat imunisasi

dasar lainnya seperti imunisasi BCG untuk mencegah penyakit TBC, imunisasi DPT untuk

mencegah penyakit diptheri, pertusis dan tetanus, serta imunisasi polio yang berguna

dalam pencegahan penyakit polio (Depkes RI, 2006).

23

Page 24: BAB I

BAB III

LAPORAN KASUS

3.1 IDENTITAS

Nama : An. M Arjuno Zakaria

Umur : 4 tahun 6 bulan

Jenis kelamin : Laki-laki

Agama : Islam

Ayah : Tn. Suwandi, 32 tahun, Swasta

Ibu : Ny. Minarsih, 23 tahun, IRT

Alamat : Dsn. Krayah RT 10 RW 3 Palang Besi

Tanggal masuk : 22 Januari 2015 (18.40 WIB)

Ruangan : Mawar Kelas III

3.2 SUBJEKTIF

Keluhan utama: Kejang

Riwayat penyakit sekarang (RPS):

- Kejang 1 kali setelah maghrib selama kurang lebih 5 menit, saat kejang tubuh kaku

mata mendelik ke atas, tapi tidak mengeluarkan busa.

- Panas sejak tadi pagi. Tidak pilek, tidak batuk, tidak mual, tidak muntah, dan tidak

sesak nafas.

- Diare 5 kali sejak tadi pagi, cair warna kuning, ada lendir, tidak ada darah.

- Kencing, jumlah normal, kuning, jernih, tidak berbuih, tidak merah.

- Makan minum baik

Riwayat penyakit dahulu:

- Pernah Kejang Demam pada Usia 8,9 dan 12.

- Tidak ada riwayat sesak napas

- Tidak ada riwayat alergi

24

Page 25: BAB I

Riwayat penyakit keluarga:

- Tidak ada keluarga yang sakit seperti ini

- Tidak riwayat sesak napas

- Tidak ada riwayat alergi

- Tidak ada riwayat kejang.

Riwayat imunisasi: Imunisasi Lengkap

Riwayat diet:

Bayi : ASI selang seling dengan susu formula dari awal lahir sampai anak berumur 1

tahun lebih

Makanan tambahan (bubur susu, buah) mulai umur 6 bulan

Anak : Makanan utama makan nasi biasa 3 kali sehari

Kesan makanan dan minuman : kuantitas cukup, kualitas cukup

Riwayat kehamilan ibu: Selama hamil ibu tidak pernah menderita penyakit berat dan

kontrol secara teratur ke bidan. Usia kehamilan 9 bulan.

Riwayat kelahiran: Anak lahir normal di bantu bidan

Riwayat pertumbuhan dan perkembangan:

Anak laki-laki 4 tahun, berat badan 12 kg, panjang badan 96 cm.

Perkembangan: senyum 2 bulan, miring 3 bulan, tengkurap 4 bulan, duduk 6 bulan, gigi

keluar 7 bulan, merangkak 8 bulan, berdiri 10 bulan, berjalan 15 bulan.

Kesan: pertumbuhan dan perkembangan sesuai umur.

3.3 OBJEKTIF

Keadaan umum : Lemah

Kesadaran : Compos Mentis

Tekanan darah : 110/70 mmHg

25

Page 26: BAB I

Nadi : 96 x/menit

RR : 24 x/menit

Suhu : 37,7oC

Berat badan : 12 kg

Panjang badan : 96 cm

Status gizi

BB/PB = 80 %

Kesan: Mild malnutrision

Kepala : a/i/c/d: -/-/-/-

Telinga tidak ada kelainan

Hidung tidak ada kelainan (PCH -)

Leher :Tidak ada pembesaran kelenjar getah bening

Tidak ada tortikolis

Dada :Simetris kanan kiri

Tidak ada retraksi

Jantung :S1 S2 tunggal

Murmur -

Paru-paru :Vesikuler kanan kiri

Wheezing -, rhonki -

Abdomen :Soefl, meteorismus -, bising usus +

Hepar dan lien tidak teraba

Genetalia :Laki-laki, tidak ditemukan kelainan, belum sunat

Ekstremitas :akral hangat, oedema pada kedua tangan dan kaki, CRT < 2 detik

Status neurologis :GCS 456, kaku kuduk -

PEMERIKSAAN LABORATORIUM

Tanggal 22 Januari 2015

GDA : 175

Darah Lengkap (DL)

Hemoglobin : 12,2

PVC : 36

Leukosit : 7.340

26

Page 27: BAB I

Hitung Jenis

Eosinofil : 3

Basofil : 0

Neutrofil : 59

Limfosit : 31

Monosit : 7

Trombosit : 212.000

Eritrosit : 4,6

Total Eusinofil : 190

Widal Test

S Typhi – O : Negatif

S Typhi – H : Negatif

S ParaTyphi A : Negatif

S ParaTyphi B : Negatif

Tanggal 23 Januari 2015

Urine Lengkap

Kimia Urine

Albumin : Negatif

Reduksi : Negatif

Nitrit : Negatif

Keton : Negatif

Urubilin : Negatif

Bilirubin : Negatif

Mikroskopis Urine

Lekosit : 2-3

Eritrosit : o-2

Epitel : 1-2

Kristal : Negatif

Silinder/cast : Negatif

Lain Lain : Negatif

27

Page 28: BAB I

Feses Lengkap

Makroskopis feses

Warna : Coklat

Bentuk : Lembek

Lendir : Positif

Darah : Negatif

Mikroskopis Feses

Amoeba : Negatif

Ascaris L : Negatif

Ancylos : Negatif

Cyste : Negatif

Trichosephalus : Negatif

Lekosit :1-2

Eritrosit : 3-4

Lain lain : Negatif

3.4 ASSESSMENT

Diagnosis: Kejang Demam Sederhana + Diare Akut

3.5 PLANNING

Terapi:

Bed rest

Inf. KaEN 3B 1100 cc/24 jam

Inj. Ceftriaxone 2 x 600 mg/iv

Inf. Sanmol 4 x 120 mg jika panas

Inj. Ranitidin 2 x ¼ amp

Inj Diazepam 4mg pelan jika kejang

L-Bio 2 x 1 sach

Oralit

Zinc 1x 1 tab

Rawat inap di Mawar

Lab:

DL, UL FL

28

Page 29: BAB I

FOLLOW UP

22 Januari 2015

Sakit hari ke: 1

23 Januari 2015

Sakit hari ke: 2

24 Januari 2015

Sakit hari ke: 3

Subjektif

Keluarga mengatakan anak panas bengkak

Kejang 1 kali setelah maghrib selama kurang lebih 5 menit, saat kejang tubuh kaku mata mendelik ke atas, tapi tidak mengeluarkan busa. Batuk (-) Pilek (-) Muntah (-) Sesak (-)

BAK + , jernih

BAB + , mencret 5x cair ada ampas, lender (+), darah (-)

Makan/minum +/+

Subjektif

Keluarga mengatakan anak sudah tidak kejang lagi. Panas (-) Batuk (-) Pilek (-) Muntah (-) Sesak (-)

BAK + , jernih

BAB + 2x lembek kuning , lendir (-) mencret-

Makan/minum +/+

Subjektif

Keluarga mengatakan anak tidak ada keluhan. Panas (-) Batuk (-) Pilek (-) Muntah (-) Sesak (-)

BAK + , jernih

BAB - , mencret -

Makan/minum +/+

Objektif

KU: cukup

Kesadaran: CM

Suhu: 37,7oC

RR: 24 x/menit

HR: 96 x/menit

TD: 100/70 mmHg

K/L: a/i/c/d: -/-/-/-

Pembesaran KGB -

PCH -

Dada: simetris, retraksi -

Pulmo: vesikuler, wh -, rh -

Jantung: S1 S2 tunggal, murmur -

Abdomen: Supp, met -, bising usus +, hepar dan lien tidak teraba, turgor baik

Objektif

KU: baik

Kesadaran: CM

Suhu: 36,6oC

RR: 20 x/menit

HR: 90 x/menit

TD: 100/60 mmHg

K/L: a/i/c/d: -/-/-/-

Pembesaran KGB -

PCH -

Dada: simetris, retraksi -

Pulmo: vesikuler, wh -, rh -

Jantung: S1 S2 tunggal, murmur -

Abdomen: supp, met -, bising usus +, hepar dan lien tidak teraba,

Objektif

KU: baik

Kesadaran: CM

Suhu: 36,5oC

RR: 24 x/menit

HR: 90 x/menit

TD: 110/70 mmHg

K/L: a/i/c/d: -/-/-/-

Pembesaran KGB -

PCH -

Dada: simetris, retraksi -

Pulmo: vesikuler, wh -, rh -

Jantung: S1 S2 tunggal, murmur -

Abdomen: supp, met -, bising usus +, hepar dan lien tidak teraba,

29

Page 30: BAB I

Genitalia: DBN

Ektremitas: akral hangat, oedema -, CRT < 2 detik

Status neurologis: GCS 456, kaku kuduk -

turgor baik

Genitalia: DBN

Ektremitas: akral hangat, oedema -, CRT < 2 detik

Status neurologis: GCS 456, kaku kuduk -

turgor baik

Genitalia: DBN

Ektremitas: akral hangat, oedema -, CRT < 2 detik

Status neurologis: GCS 456, kaku kuduk -

Pemeriksaan Lab

GDA : 175

Darah Lengkap (DL)

Hemoglobin : 12,2

PVC : 36

Leukosit : 7.340

Hitung Jenis

Eosinofil : 3

Basofil : 0

Neutrofil : 59

Limfosit : 31

Monosit : 7

Trombosit : 212.000

Eritrosit : 4,6

Total Eusinofil : 190

Widal Test

S Typhi – O : Negatif

S Typhi – H : Negatif

S ParaTyphi A : Negatif

S ParaTyphi B : Negatif

Pemeriksaan Lab

Urine Lengkap

Kimia Urine

Albumin : Negatif

Reduksi : Negatif

Nitrit : Negatif

Keton : Negatif

Urubilin : Negatif

Bilirubin : Negatif

Mikroskopis Urine

Lekosit : 2-3

Eritrosit : o-2

Epitel : 1-2

Kristal : Negatif

Silinder/cast : Negatif

Lain Lain : Negatif

Feses Lengkap

Makroskopis feses

Warna : Coklat

Bentuk : Lembek

Lendir : Positif

Darah : Negatif

Mikroskopis Feses

Pemeriksaan Lab

30

Page 31: BAB I

Amoeba : Negatif

Ascaris L : Negatif

Ancylos : Negatif

Cyste : Negatif

Trichosephalus : Negatif

Lekosit :1-2

Eritrosit : 3-4

Lain lain : Negatif

Berat badan

12 kg

Berat badan

12 kg

Berat badan

12 kg

Assessment

KD + Diare akut

Assessment

KDS +Diare Akut

Assessment

KDS +Diare akut

Planning

Terapi:

Bed rest

Inf. KaEN 3B 1100 cc/24 jam

Inf. Sanmol 3 x 200 mg jika panas

Inj. Ranitidin 2 x ¼ amp

Diazepam 4mg supp jika kejang

Observasi

Lab: UL , FL

Planning

Terapi:

Bed rest

Inf. KaEN 3B 1100 cc/24 jam

Inj. Ceftriaxone 2 x 600 mg/iv

Inf. Sanmol 4 x 120 mg jika panas

Inj. Ranitidin 2 x ¼ amp

Inj Diazepam 4mg pelan jika kejang

L-Bio 2 x 1 sach

Oralit

Zinc 1x 1 tab

Planning

Terapi:

Bed rest

Inf. KaEN 3B 1000 cc/24 jam

Inj. Ceftriaxone 2 x 600 mg/iv

Inf. Sanmol 4 x 120 mg jika panas

Inj. Ranitidin 2 x ¼ amp

Inj Diazepam 4mg pelan jika kejang

L-Bio 2 x 1 sach

Oralit

Zinc 1x 1 tab

Rawat Jalan

31

Page 32: BAB I

BAB IV

PEMBAHASAN

4.1. RESUME

Laki-laki, 4 th, datang bersama orang tua dengan keluhan post kejang, kejang 1

kali setelah maghrib selama kurang lebih 5 menit, saat kejang tubuh kaku mata mendelik

ke atas, tapi tidak mengeluarkan busa. Panas sejak tadi pagi. Diare 5 kali sejak tadi pagi,

cair warna kuning, ada lendir, tidak ada darah. Kencing, jumlah normal, kuning, jernih,

tidak berbuih, tidak merah. Makan minum baik Tidak pilek, tidak batuk, tidak mual,

tidak muntah, dan tidak sesak nafas. Pasien memiliki riwayat kejang demam, sempat

kejang pada usia 8, 9 dan 12 bulan, namun tidak ada riwayat alergi dan sesak napas.

Keluarga pasien tidak ada yang menderita sakit seperti ini, tidak ada yang memiliki

riwayat alergi, sesak napas, atau kejang. Imunisasi pasien lengkap.

Dari pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum pasien lemah, kesadaran

compos mentis, tensi 100/70, nadi 96x/menit, RR 24x/menit, Tax 37,7oC. BB 12 kg dan

PB 96 cm. Dari status general tidak didapatkan kelainan

Dari pemeriksaan penunjang yang menunjukkan kelainan adalah: Dari hasil lab

darah lengkap (22/1/15) didapatkan penurunan hematokrit yaitu 36% dan Hemoglobin

12,2 g/dl. Dari urinalisis dan feses (23/1/15) tidak didapatkan kelainan

Pasien dirawat di RSUD Moh. Saleh sejak 22 Januari 2015 sampai 24 Januari

2015.

32

Page 33: BAB I

DAFTAR PUSTAKA

1. Saing B. Faktor pada kejang demam pertama yang berhubungan dengan terjadinya kejang

demam berulang (Studi selama 5 tahun). Medan: Balai Penerbit FK-USU, 1999:1–44

2. Kejang Demam Pada Anak 2004 .Diakses dari www. IDAI.org.id, Tanggal 1 Februari

2015.

3. Sari Pediatri, Vol. 4, No. 2, September 2002: hal 59 – 62

4. Arif Mansjoer., d.k.k,. 2000. Kejang Demam di Kapita Selekta Kedokteran. Media

Aesculapius FKUI. Jakarta.2.

5. Behrem RE, Kliegman RM,. 1992 .  Nelson  Texbook  of  Pediatrics.

WBSauders .Philadelpia .3.

6. Hardiono D. Pusponegoro, Dwi Putro Widodo dan Sofwan Ismail. 2006.Konsensus

Penatalaksanaan Kejang Demam. Badan Penerbit IDAI. Jakarta

7. Hardiono D. Pusponegoro, dkk,.2005. Kejang Demam di Standar Pelayanan

MedisKesehatan Anak. Badan penerbit IDAI. Jakarta5.

8. Staf Pengajar IKA FKUI. 1985. Kejang Demam di Ilmu Kesehatan Anak 2. FKUI.Jakarta.

9. Juffrie, M., et al, 2010. Buku Ajar Gastroenterologi - Hepatologi Jilid 1. Jakarta : Balai

Penerbit IDAI.

10. Boyle, J.T., 2000. Diare Kronis. In : Behrman, Kliegman & Alvin, Nelson, ed. Ilmu

Kesehatan Anak Vol.2 Edisi 15. Jakarta : EGC, 1354-1361

11. Simadibrata, M., Daldiyono. 2006. Diare Akut. In: Sudoyo, Aru W, et al, ed. Buku Ajar

Ilmu Penyakit Dalam Jilid I Edisi VI. Jakarta : Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam

Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 408-413.

12. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2011. Situasi Diare di Indonesia. Buletin

Jendela, Data dan Informasi Kesehatan.

13. Suraatmaja, S., 2007. Kapita Selekta Gastroenterologi Anak. Jakarta : Sagung Seto.

14. Departemen Kesehatan Repubik Indonesia, 2006. Pedoman Tatalaksana Diare. Available

from:http://dinkessulsel.go.id/new/images/pdf/pedoman/pedoman%20tatalaksana

%20diare.pdf [ Accessed 11 February 2015 ]

33