bab i
DESCRIPTION
kesehatanTRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Undang-undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2009 Tentang
Kesehatan, Kesehatan adalah keadaan sehat, baik secara fisik, mental, spritual
maupun sosial yang memungkinkan setiap orang untuk hidup produktif secara
sosial dan ekonomis. Fasilitas pelayanan kesehatan adalah suatu alat dan
tempat yang digunakan untuk menyelenggarakan upaya pelayanan kesehatan,
baik promotif, preventif, kuratif maupun rehabilitatif yang dilakukan oleh
Pemerintah, pemerintah daerah, dan/atau masyarakat.
Upaya kesehatan adalah setiap kegiatan dan/atau serangkaian kegiatan
yang dilakukan secara terpadu, terintreggasi dan berkesinambungan untuk
memelihara dan meningkatkan derajat kesehatan masyarakat dalam bentuk
pencegahan penyakit, peningkatan kesehatan, pengobatan penyakit, dan
pemulihan kesehatan oleh pemerintah dan/atau masyarakat (Anonim, 2009)
Undang-undang Republik Indonesia Nomor 44 Tahun 2009 tentang
rumah sakit, rumah sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang
menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna yang
menyediakan pelayanan rawat inap, rawat jalan, dan gawat darurat.
RSUD Kasongan adalah rumah sakit satu-satunya yang ada di
Kabupaten Katingan dan berada di ibu kota Kabupaten, untuk itu RSUD
Kasongan merupakan tumpuan harapan bagi masyarakat Kabupaten Katingan
sebagai tempat rujukan yang terjangkau oleh masyarakat. Pelayanan prima
menjadi suatu tuntutan yang harus dilakukan dan diberikan oleh RSUD
Kasongan sehingga masyarakat/pengguna jasa rumah sakit akan terpuaskan.
Rumah Sakit Umum Daerah Kasongan ditetapkan sebagai rumah sakit kelas C
sesuai SK Menkes Nomor 659/Menkes/SK/VII/2008.
Inflamasi disebut juga dengan peradangan. Inflamasi atau radang
merupakan penyakit yang sering dialami oleh masyarakat, khususnya
masyarakat Indonesia. Peradangan tersebut merupakan respon tubuh terhadap
adanya kerusakan sel atau jaringan yang di sebabkan karena adanya bahan
1
1
kimia, ultraviolet, panas, atau adanya rangsangan agen berbahaya misalnya
virus, bakteri , antigen. Yang ditandai dengan tanda-tanda klasik pada proses
peradangan akut yaitu rubor, kalor, dolor, dan funfsia laesa. Sedangkan pada
peradangan kronis terjadi apabila proses inflamasi sudah berlangsung dalam
waktu lama (beberapa bulan, bahkan bisa menahun), sehingga terjadi
pergeseran progesif jenis sel yang hadir pada jaringan luka (Nugroho, 2012).
Peradangan dibagi menjadi dua yaitu peradangan akut dan peradangan
kronis. Peradanagan akut merupakan respon tubuh untuk ransangan
berbahaya, berlangsung dalam beberapa hari. Sedangkan proses peradangan
akut yang simultan akan menghasilkan peradangan kronis, yang bisa
berlangsung berbulan-bulan (Nugroho, 2012).
Anti-inflamasi nonsteroid (AINS) digunakan untuk peradangan hal ini
ditandai dengan banyaknya golongan AINS yang sering diresepkan oleh
dokter (Gunawan, 2011).
Penggunaan obat anti-inflamasi non steroid (OAINS) dapat meredakan
nyeri untuk waktu yang cukup signifikan (Katzung, 2010).
Obat AINS selain menimbulkan efek terapi, juga memiliki efek
samping, karena kebanyakan obat AINS bersifat asam sehingga lebih banyak
terkumpul dalam sel yang bersifat asam misalnya di lambung, yang
mengakibatkan meningkatnya asam lambung sehingga beresiko meningkatkan
kerusakan pada lambung (Gunawan, 2011).
Berdasarkan latar belakang di atas maka penulis tertarik untuk
melakukan penelitian tentang profil atau gambaran penggunaan obat anti-
inflamasi non steroid yang sering digunakan di RSUD Kasongan.
B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, dapat diidentifikasikan sebagai
berikut:
1. Berapa banyak obat Anti-Inflamasi Nonsteroid yang sering dikeluarkan
oleh Instalasi Farmasi Rawat Jalan di RSUD Kasongan?
2
2. Obat Anti-Inflamasi Nonsteroid jenis apa saja yang sering dikeluarkan
oleh Instalasi Farmasi Rawat Jalan di RSUD Kasongan?
C. Batasan Masalah
Agar dalam penlitian ini dapat terarah dan mendapat hasil yang
diinginkan maka peneliti hanya membatasi masalah pada Obat Anti-Inflamasi
Nonsteroid yang sering digunakan berdasarkan resep dokter untuk pasien di
Instalasi Farmasi Rawat Jalan RSUD Kasongan periode Juni 2012 sampai
Desember 2012.
D. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang dapat dibuat rumusan masalah tentang
Bagaimana gambaran penggunaan Obat Anti-Inflamasi Nonsteroid (AINS)
yang sering digunakan di RSUD Kasongan.
E. Tujuan Penelitian
Untuk mengetahui profil atau gambaran penggunaan obat AINS yang
sering digunakan di RSUD Kasongan.
F. Manfaat Penelitian
1. Manfaat praktis
1) Untuk membantu menentukan kebijakan pemakaian obat di pelayanan
kesehatan.
2) Sebagai sumber rujukan data dan informasi bagi penelitian lebih lanjut.
2. Manfaat teoritis
Dapat meningkatkan pengetahuan peneliti tentang obat anti-
inflamasi nonsteroid.
3
BAB II
TELAAH PUSTAKA
A. Rumah Sakit
1. Definisi Rumah sakit
Undang-undang Republik Indonesia Nomor 44 Tahun 2009
tentang rumah sakit, rumah sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang
menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna yang
menyediakan pelayanan rawat inap, rawat jalan, dan gawat darurat.
Menurut World Health Organization (WHO) rumah sakit adalah
bagian integral dari suatu organisasi sosial dan kesehatan dengan fungsi
menyediakan pelayanan paripurna (komprehensif), penyembuhan penyakit
(kuratif) dan pencegahan penyakit (preventif) kepada masyarakat dan
pelayanan rawat jalan yang di berikan menjangkau keluarga di rumah serta
merupakan pusat latihan bagi tenaga kesehatan dan pusat penelitian
biomedik.
2. Jenis dan Klasifikasi Rumah Sakit
a. Berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 44 Tahun
2009 tentang rumah sakit, rumah sakit dapat dibagi berdasarkan jenis
pelayanan dan pengelolaannya.
1) Berdasarkan jenis pelayanan
a) Rumah sakit umum
Memberikan pelayanan kesehatan pada semua
bidang dan jenis penyakit.
b) Rumah sakit khusus
Memberikan pelayanan utama pada satu
bidang atau satu jenis penyakit tertentu
berdasarkan disiplin ilmu, golongan umur,
organ, jenis penyakit, atau kekhususan lainnya.
4
2) Berdasarkan pengelolaannya
a) Rumah sakit publik
Dapat dikelola oleh Pemerintah, Pemerintah
Daerah, dan badan hukum yang bersifat
nirlaba.
b) Rumah sakit privat
Dikelola oleh badan hukum dengan tujuan
profit yang berbentuk Perseroan Terbatas atau
Persero.
b. Klasifikasi Rumah Sakit
Rumah sakit dapat diklasifikasikan berdasarkan kriteria sebagai
berikut:
1) Berdasarkan kepemilikan, terdiri dari:
a) Rumah sakit milik pemerintah
Rumah sakit yang langsung dikelola oleh Departemen
Kesehatan.
b) Rumah sakit pemerintah daerah, terdiri dari:
(1) Rumah sakit militer
(2) Rumah sakit Badan Usaha Milik Negara (BUMN).
c) Rumah sakit yang dikelola oleh masyarakat (swasta).
2) Berdasarkan afiliasi pendidikan, terdiri dari dua (2) jenis:
a) Rumah sakit pendidikan
Rumah sakit yang menyelenggarakan program latihan untuk
berbagai profesi.
b) Rumah sakit non pendidikan
Rumah sakit yang tidak memiliki program pelatihan profesi
dan tidak ada kerjasama rumah sakit dengan Universitas.
Rumah sakit umum pemerintah pusat dan daerah diklasifikasikan
menjadi rumah sakit kelas A, B, C, dan D. Klasifikasi tersebut didasarkan
4
5
pada unsur pelayanan, ketenagaan, fisik dan peralatan (Siregar dan
Amalia, 2004).
a. Rumah Sakit Tipe A
Rumah sakit umum yang mempunyai fasilitas dan kemampuan
pelayanan medik paling sedikit empat (4) spesialis dasar, lima (5)
spesialis penunjang medik, dua belas (12) spesialis lain dan tiga
belas (13) subspesialis.
b. Rumah Sakit Tipe B
Rumah sakit umum yang mempunyai fasilitas dan kemampuan
pelayanan medik paling sedikit empat (4) spesialis dasar, empat (4)
spesialis penunjang medik, delapan (8) spesialis lain dan dua (2)
subspesialis dasar.
c. Rumah Sakit Tipe C
Rumah sakit umum yang mempunyai fasilitas dan kemampuan
pelayanan medik paling sedikit empat (4) spesialis dasar dan empat
(4) spesialis penunjang medik.
d. Rumah Sakit Tipe D
Rumah sakit umum yang mempunyai fasilitas dan kemampuan
pelayanan medik sedikitnya dua (2) spesialis dasar.
B. Gambaran Umum RSUD Kasongan
1. Sejarah Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Kasongan
RSUD Kasongan adalah rumah sakit satu-satunya yang ada di
Kabupaten Katingan dan berada di ibu kota Kabupaten, untuk itu RSUD
Kasongan merupakan tumpuan harapan bagi masyarakat Kabupaten
Katingan sebagai tempat rujukan yang terjangkau oleh masyarakat.
Pelayanan prima menjadi suatu tuntutan yang harus dilakukan dan
diberikan oleh RSUD Kasongan sehingga masyarakat/pengguna jasa
rumah sakit akan terpuaskan.
6
Rumah Sakit Umum Daerah Kasongan ditetapkan sebagai rumah
sakit kelas C sesuai SK Menkes Nomor 659/Menkes/SK/VII/2008 Tanggal
16 Juli 2008, Tentang Pembentukan Susunan Organisasi dan Tata Kerja
Rumah Sakit Umum Daerah Kasongan. Struktur organisasi RSUD
Kasongan berdasarkan Peraturan Daerah tersebut maka formasi jabatan
struktural yang tersedia untuk Eselon III dan IV sebanyak 13 formasi
eselon. Eselon III adalah untuk jabatan Kepala RSUD, Bagian
Kesekretariatan, Kepala Bidang Perencanaan, Kepala Bidang Pelayanan,
Kepala Bidang Keuangan sedangkan eselon IV adalah untuk jabatan
Kepala Seksi Pelayanan Medis, Kepala Seksi Keperawatan, Kepala Seksi
Perencanaan, Kepala Seksi Rekam Medis, Kepala Seksi Verifikasi dan
Anggaran, Kepala Seksi Perbendaharaa dan Akutansi.
2. Struktur Organisasi
Struktur organisasi Rumah Sakit Umum daerah Kasongan terdiri
dari :
1) Direktur.
2) Bagian Kesekretariatan
a. Sub Bagian Kepegawaian dan Humas.
b. Sub Bagian Perlengkapan dan Rumah Tangga.
3) Bidang Pelayanan
a. Seksi Pelayanan dan Penunjang medik.
b. Seksi Keperawatan.
4) Bidang Perencanaan, Pengembangan dan Rekam Medis
a. Seksi Perencanaan dan Pengembangan
b. Seksi Rekam Medis
5) Bidang keuangan
a. Seksi Perbendaharaan dan Akutansi
b. Seksi Verifikasi dan Anggaran
3. Instalasi Farmasi di RSUD Kasongan
Kegiatan Instalasi Farmasi setiap tahun membuat usulan
perencanaan kebutuhan rutin obat-obatan, bahan habis pakai (BHP)
7
berdasarkan data pemakaian tiap tahun sebelumnya dan alokasi dana yang
tersedia. Pelayanan resep buka 24 jam meliputi resep umum, pasien Askes
PNS, pasien Jamkesmas, pasien Jamkesda, pasien PT. Bisma, dan pasien
Transmigrasi.
C. Inflamasi
1. Pengertian Inflamasi
Istilah Inflamasi berasal dari bahasa latin inflammare, yang berarti
“membakar”. Inflamasi disebut juga dengan peradangan, merupakan
respon biologis berupa reaksi vaskuler dengan manifestasi berupa
pengiriman cairan, senyawa terlarut maupun sel-sel dari sirkulasi darah
menuju ke jaringan interstisial pada daerah luka. Reaksi tersebut
terkoordinasi dengan baik, bersifat dinamis dan kontinyu (Nugroho, 2012).
Peradangan tersebut merupakan respon tubuh terhadap adanya
kerusakan sel atau adanya yang disebabkan karena bahan kimia,
ultraviolet, panas, atau adanya rangsangan agen berbahaya misalnya virus,
bakteri, antigen. Istilah inflamasi tidak identik dengan infeksi. Inflamasi
salah satunya disebabkan karena infeksi. Infeksi sendiri disebabkan karena
invasi mikroorganisme patogen yang mengakibatkan kerusakan sel sel
atau jaringan (Nugroho, 2012).
2. Jenis Inflamasi
Inflamasi atau peradangan dibagi menjadi dua yaitu peradangan
akut dan peradangan kronis. Peradangan akut merupakan respon awal
tubuh untuk ransangan berbahaya, berlangsung dalam beberapa hari.
Proses peradangan akut yang simultan akan menghasilkan peradangan
kronis, yang bisa berlangsung berbulan-bulan (Nugroho, 2012).
Pada peradangan akut, respon terjadi secara langsung terhadap
kerusakan sel atau jaringan yang terjadi yang melibatkan sistem vaskuler
lokal, sistem imun dan beberapa sel (Nugroho, 2012).
3. Tanda Inflamasi
Tanda-tanda klasik pada proses peradangan akut yaittu:
1. Rubor
8
Rubor disebut juga kemerahan, terjadi karena pembuluh darah arteriol
yang mensuplai darah ke daerah luka mengalami vasodilatasi sehingga
darah lebih banyak mengalir ke mikrosirkulasi lokal.
2. Kalor
Kalor (panas) terjadi manakala aliran darah banyak yang tersuplai ke
jaringan luka pada proses peradangan. Kalor merupakan sifat
peradangan yang terjadi pada permukaan tubuh.
3. Dolor
Dolor (sakit atau nyeri) ditimbulkan karena adanya kerusakan jaringan,
yang melepaskan mediator nyeri yang akan merangsang reseptor nyeri.
4. Tumor
Tumor disebut juga dengan istilah pembengkakan. Ini disebabkan
karena adanya suplai cairan maupun sel darah merah maupun sel darah
putih dari sirkulasi darah menuju jaringan interstisial.
5. Fungsio laesa
Fungsi laesa (perubahan fungsi) merupakan dampak reaksi peradangan
yang berupa perubahan fungsi lokal yang abnormal (Nugroho, 2012).
Pada peradangan kronis, Inflamasi disebabkan karena adanya
kerusakan jaringan yang simultan. Peradangan kronis terjaadi apabila
proses inflamasi terjadi dalam waktu lama (beberapa bulan, bahkan
bisa menahun), terjadi pergeseran progesif jenis sel yang hadir pada
jaringan luka (Nugroho, 2012).
D. Pengobatan Inflamasi
Pengobatan penderita dengan inflamasi atau peradangan meliputi dua
sasaran utama : pertama, meredakan nyeri, yang sering kali merupakan gejala
yang membuat pasien berobat dan keluhan utama yang kontinu dari penderita;
dan kedua, perlambatan atau pada teorinya penghentian proses kerusakan
jaringan. Pengurangan peradanagan menggunakan obat anti-inflamasi
9
nonsteroid dapat meredakan nyeri untuk waktu yang cukup signifikan
(Katzung, 2010).
E. Obat
1. Pengertian Obat
Undang-undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan, yang
dimaksud dengan obat adalah bahan atau paduan bahan, termasuk produk
biologi yang digunakan untuk mempengaruhi atau menyelidiki sistem
fisiologi atau keadaan patologi dalam rangka penetapan diagnosis,
pencegahan, penyembuhan, pemulihan, peningkatan kesehatan dan
kontrasepsi, untuk manusia.
Pengertian obat secara khusus:
a. Obat jadi, adalah obat dalam keadaan murni atau campuran dalam
bentuk serbuk, tablet, pil, kapsul, suppositoria, cairan, salep atau
bentuk lainnya yang mempunyai teknis sesuai dengan FI atau buku
resmi lain yang di tetapkan pemerintah.
b. Obat paten yakni obat jadi dengan nama dagang yang terdaftar atas
nama sipembuat atau yang dikuasakannya dan dijual dalam bungkus
asli dari pabrik yang memproduksinya.
c. Obat baru, yaitu obat yang terdiri dari atau berisi zat yang berkhasiat
ataupun yang tidak berkhasiat, Misalnya lapisan, pengisi, pelarut, atau
komponen lain yang belum dikenal sehingga tidak diketahui khasiat
dan kegunaannya.
d. Obat asli, yaitu obat yabg didapat langsung dari bahan-bahan alami
Indonesia, terolah secara sederhana atas dasar pengalaman dan
digunakan dalam pengobatan tradisional.
e. Obat tradisional, yaitu obat yang didapat dari bahan alam (mineral,
tumbuhan atau hewan), terolah secara sederhana berdasarkan
pengalaman dan digunakan dalam pengobatan tradisional.
10
f. Obat esensial, yaitu obat yang paling dibutuhkan untuk pelaksanaan
pelayanan kesehatan masyarakat terbanyak Obat generik adalah obat
esensial yang tercantum dalam daftar dan tercantum dalam daftar obat
esensial (DOEN) yang ditetapkan oleh Menteri Kesehatan RI.
g. Obat generik, yaitu obat dengan nama resmi yang di tetapkan dalam FI
untuk zat berkhasiat yang dikandungnya (Syamsuni, 2006).
2. Penggolongan Obat
Macam-macam penggolongan obat:
a. Menurut kegunaan obat :
1) Untuk menyembuhkan (terapeutik)
2) Untuk mencegah (profilaksis)
3) Untuk diagnosis (diagnostik)
b. Menurut cara penggunaan obat:
1) Medicamentum ad usum internum (pemakaian dalam) melalui oral,
beretiket putih. melalui implantasi, injeksi, membrane mukosa,
rectal, vaginal, nasal, ophthalmic, aurical/ gargarisma/ gargle,
beretiket biru.
2) Medicamentum ad usum externum (pemakaian luar) melalui
implantasi, injeksi, membrane mukosa, rectal, vaginal, nasal,
ophthalmic, aurical/ gargarisma/ gargle, beretiket biru.
c. Menurut cara kerjanya :
1) Lokal : obat yang bekerja pada jaringan setempat seperti
pemakaian pada kulit, anus/dubur.
2) Sistemik : obat yang sebelum bereaksi ke tempat yang sakit harus
melalui sirkulasi darah terlebih dahulu dan digunakan melalui
mulut/oral.
d. Menurut sumber obat:
Obat yang kita gunakan dapat bersumber dari :
1) Tumbuhan (flora, nabati)
2) Hewan (fauna, nabati)
3) Mineral (pertambangan)
11
4) Sintesis (tiruan/buatan)
5) Mikroba/fungi/jamur
e. Menurut bentuk sediaan obat
1) Bentuk padat, contohnya serbuk, tablet, pil, kapsul dan supositoria.
2) Bentuk setengah padat, contohnya salep, krim, pasta, cerata, gel,
dan salep mata.
3) Bentuk cair/larutan contohnya potio, sirup, eliksir, obat tetes,
gargarisma, clisma, epithema, injeksi, infuse intravena, douche,
dan lation.
4) Bentuk gas contohnya inhalasi/spray/aerosol.
f. Menurut proses fisiologi dan biokimia dalam tubuh
1) Obat farmakodinamika, bekerja terhadap inang (host) dengan jalan
mempercepat atau memperlambat proses fisiologi atau fungsi
biokimia dalam tubuh, misalnya hormon, diuretik, hipnotik dan
obat otonom.
2) Obat kemoterapeutik, obat ini dapat membunuh parasit dan kuman
di dalam tubuh inang. Obat ini hendaknya memiliki kegiatan
farmakodinamika sekecil-kecilnya terhadap organisme inang untuk
melawan sebanyak mungkin parasit (cacing, protozoa) dan
mikroorganisme (bakter, virus). Obat-obatan neoplasma
(onkolitika, sitostatika, atau obat kanker) juga dianggap termasuk
golongan ini.
3) Obat diagnostik yaitu obat yang membantu dalam mendiagnosi
(pengenalan penyakit) misalnya barium sulfat untuk membantu
diagnosis pada saluran lambung usus, serta natriumioponat dan
asam iod organik lainnya untuk membantu diagnosis pada saluaran
empedu.
g. Menurut undang-undang
1) Narkotika
12
Logo obat narkotika
Narkotik (obat bius atau daftar O = opium) merupakan obat yang
diperlukan dalam bidang pengobatan dan IPTEKdan dapat
menimbulkan ketergantungan dan ketagihan (adiksi) yang sangat
merugikan masyarakat dan individu jika dipergunakan tanpa
pembatasan dan pengawasan dokter. Misalnya candu/opium,
morfin, petidin, metadon, kodein dan lain-lain.
2) Psikotropika
Psikotropika (obat berbahaya)merupakan obat yang memengaruhi
proses mental, merangsang atau menenangkan, mengubah pikiran
perasaan atau kelakuan orang. Misalnya golongan ekstaksi,
diazepam, barbital/luminal.
3) Obat keras
Logo obat keras
Obat keras (daftar G = geverlijk = berbahaya), adalah semua obat
yang:
a) Mempunyai takaran/dosis maksimum (DM) atau yang
tercantum dalam daftar obat keras yang ditetapkan pemerintah.
b) Diberi tanda khusus lingkaran bulat berwarna merah dengan
garis tepi hitam dan huruf “K” yang menyentuh garis tepinya.
c) Semua obat baru, kecuali dinyatakan oleh pemerintah (Depkes
RI) tidak membahayakan.
d) Semua sediaan parenteral/injeksi/infus intravena.
4) Obat bebas terbatas
13
Logo obat bebas terbatas
Obat bebas terbatas (daftar W = waarschuwing = peringatan ),
adalah obat keras yang dapat diserahkan tanpa resep dokter dalam
bungkus aslinya dari produsen/pabriknya dan diberi tanda
lingkaran bulat berwarna biru dengan garis tepi hitam serta
diberikan tanda peringatan (P No.1 s/d P No.6, misalnya P No.1:
Awas obat keras, bacalah aturan pakainya).
5) Obat bebas
Logo obat bebas
Obat bebas adalah obat yang dapat dibeli secara bebas dan tidak
membahayakan bagi si pemakai dlam batas dosis yang dianjurkan,
diberi tanda lingkaran bulat berwarna hijau dengan garis tepi hitam
(Syamsuni, 2006).
F. Obat Anti-Inflamasi Non Steroid
Obat anti-inflamasi non steroid (AINS) adalah suatu golongan obat
yang memiliki khasiat analgesik (pereda nyeri), antipiretik (penurun panas),
dan anti-inflamasi (anti radang) (Sudjadi dan Rohman, 2012).
1. Klasifikasi obat Anti-Inflamasi Nonsteroid (AINS)
Klasifikasi obat anti-inflmasi nonsteroid (AINS) menurut Farmakologi dan
Terapi edisi 5:
1) Salisilat, Salisilamid, Diflunisal
a) Salisilat
Asam asetil salisilat yang lebih dikenal sebagai asetosal atau
aspirin adalah analgesik antipiretik dan anti-inflamasi yang luas
digunakan dan digolongkan dalam obat bebas. Aspirin dosisi
terapi bekerja cepat dan efektif sebagai antipiretik. Pada demam
reumatik, aspirin masih belum dapat digantikan oleh AINS yang
14
lain dan masih dianggap sebagai standar dalam studi perbandingan
penyakit artritis reumatoid.
b) Salisilamid
Salisilamid adalah amida asam salisilat yang memperlihatkan efek
analgesik dan antipiretik mirip asetoal, walaupun dalam badan
salisilamid tidak diubah menjadi salisilat. Efek analgesik
antipiretik salisilamid lebih lemah dari salisilat, karena salisilamid
dalam mukosa usus mengalami metabolisme lintas pertama,
sehingga hanya sebagian salisilamid yang di berikan masuk
sirkulasi sebagai zat aktif.
c) Diflunisal
Obat ini merupakan derivat difluorenil dari asam salisilat. Bersifat
analgesik dan anti-inflamasi tetapi hampir tidak bersifat
antipiretik. Efek sampingnya lebih ringan daripada asetosal dan
tidak dilaporkan menyebabkan gangguan pendengaran.
2) Para Amino Fenol
a) Fanasetin
Fanasetin tidak lagi digunakan dalam pengobatan karena
penggunaannya dikaitkan dengan terjadinya analgesik nefropati,
anemia hemolitik, dan mungkin kanker kandung kemih.
b) Asetaminofen (Parasetamol)
Asetaminofen di indonesia dikenal dengan nama parasetamol, dan
tersedia sebagai obat bebas. Terapi perlu diperhatikan pemakai
maupun dokter bahwa efek anti-inflamasi parasetamol hampir
tidak ada. Efek antiinflamasinya sangat lemah, oleh karena itu
parasetamol tidak digunakan sebagai antireumatik.
3) Derivat Pirazolon
a) Dipiron
Saat ini dipiron hanya digunakan sebagai analgesik antipiretik
karena efek anti-inflamasinya lemah. Karena keamanan obat ini di
ragukan, sebaiknya dipiron hanya diberikan bila dibutuhkan
15
analgesik antipiretik suntikan atau bila pasien tidak tahan
analgesik antipiretik yang lebih aman.
b) Antipirin
Antipirin tidak dianjurkan digunakan lagi karena bersifat lebih
toksik.
c) Aminopirin
Tidak lagi diizinkan beredar di Indonesia sejak tahun 1977 atas
dasar kemungkinan membentuk nitrosamin yang bersifat
karsinogenik.
d) Fenilbutazon dan Oksifenbutazon
Dengan adanya AINS yang lebih aman fenilbutazon dan
oksifenbutazon tidak lagi dianjurkan digunakan sebagai anti-
inflamasi kecuali obat lain tidak efektif.
4) Analgesik Anti-Inflamasi Lainnya
a) Asam Mefenamat
Asam mefenamat digunakan sebagai analgesik, sebagai anti-
inflamasi, asam mefenamat kurang efektif dibandingkan aspirin.
b) Diklofenak
Absorpsi obat ini melalui saluran cerna berlangsung cepat dan
lengkap.
c) Ibuprofen
Ibuprofen merupakan derivat asam propionat yang diperkenalkan
pertama kali di banyak negara. Obat ini bersifat analgesik dengan
daya anti-inflamasi yang tidak terlalu kuat.
d) Ketoprofen
Derivat asam propionat ini memiliki efektivitas seperti ibuprofen
dengan sifat anti-inflamasi sedang. Absorpsi berlagsung baik dari
lambung dan waktu paruh plasma sekitar 2 jam. Efek samping
sama dengan AINS lain terutama menyebabkan gangguan saluran
cerna dan reaksi hipersensitivitas.
e) Naproksen
16
Merupakan salah satu derivat asam propionat yang efektif dan
insiden efek samping obat ini lebih rendah dibandingkan derivat
asam propionat lain. Absorpsi obat ini berlanfsung baik melalui
lambung.
f) Indometasin
Indometasin memiliki efek anti-inflamasi dan analgesik antipiretik
yang kira-kira sebanding dengan aspirin.
g) Piroksikam
Piroksikam merupakan salah satu AINS dengan struktur baru yaitu
oksikam, derivat asam enolat. Absorbsi berlangsung cepat di
lambung. Frekuensi kejadian efek samping dengan piroksikam
mencapai 11-46%, dan 4-12% dari jumlah pasien terpaksa
menghentikan obat ini. Efek samping tersering adalah gangguan
saluran cerna, antara lain yang berat adalah tukak lambung.
Sejak Juni 2007 karena efek samping serius di saluran cerna
lambung dan reaksi kulit yang hebat, EMEA (badan POM se
Eropa) dan pabrik penemunya, piroksikam hanya dianjurkan
penggunaannya oleh para spesialis rematologis, inipun sebagai
terapi lini kedua bila obat lain tidak berhasil.
h) Meloksikam
Penelitian terbatas menyimpulkan efek samping meloksikam (7,5
mg per hari) terhadap saluran cerna kurang dari piroksikam (20
mg per hari) .
i) Nabumeton
Dikatakan bahwa efek samping yang timbul selama pengobatan
relatif lebih sedikit, terutama efek samping terhadap saluran cerna.
Penjelasannya ialah karena nabumeton merupakan pro-drug yang
baru aktif setelah absorpsi dan mengalami konversi, juga karena
nabumeton tidak bersifat asam.
j) Nimesulide
17
Tahun 1999 WHO pernah menganjurkan penarikan obat ini tetapi
tahun 2003 diperbolehkan beredar kembali dengan pembatasan
pemakaian serta dosis.
Bulan Mei 2007, Irlandia melarang obat ini lagi, disusul
Singapore. September 2007, EMEA (European Medicines Agency)
merekomendasi agar nimesulide di batasi penggunaanya tidak
lebih dari 1 x 200 mg, selama 15 hari.
k) Refekoksib
Tahun 2004 refekoksib diarik dari peredaran karena peningkatan
resiko kardiovaskular.
5) Obat Pirai
a) Kolkisin
Kolkisin adalah suatu anti-inflamasi yang unik yang terutama
diindikasikan pada penyakit pirai. Sifat anti radang kolkisin
spesifik terhadap penyakit pirai dan beberapa artritis lainnya
sedang sebagai anti radang umum kolkisin tidak efektif. Kolkisin
tidak memiliki efek analgesik.
Absorbsi melalui saluran cerna baik. Efek samping kolkisin yang
peling sering adalah muntah, mual dan diare, dapat sangat
mengganggu terutama dengan dosis maksimal.
b) Alopurinol
Alopurinol berguna untuk mengobati penyakit pirai karena
menurunkan kadar asam urat. Efek samping yang sering terjadi
adalah reaksi kulit. Bila kemerahan kulit timbul, obat harus
dihentikan karena gangguan mungkin menjadi lebih berat.
c) Probenesid
Probenesid berefek mencegah dan mengurangi kerusakan sendi
serta pembentukkan tofi pada penyakit pirai, tidak efektif untuk
mengatasi serangan akut. Efek samping yang paling sering ialah
gangguan saluran cerna, nyeri kepala dan reaksi aleregi.
d) Sulfinpirazon
18
Sulfinpirazon mencegah dan mengurangi kelainan sendidan tofi
pada penyakit pirai kronik. Berdasarkan hambatan absorpsi
tubular asam urat. Tidak boleh diberikan pada pasien dengan
riwayat ulkus peptik.
e) Keterolak
Keterolak merupakan analgesik poten dengan efek anti-inflamasi
sedang. Keterolak merupakan satu dari sedikit AINS yang
tersedia untuk pemberian parenteral. Absorbsi oral dan
intramuskular berlangsung cepat mencapai puncak dalam 30-50
menit.
f) Etedolak
Etedolak merupakan AINS kelompok asam piranokarboksilat.
Masa kerjanya pendek sehingga harus diberikan 3-4 kali sehari.
Berguna untuk analgesik pasca bedah koroner.
2. Efek Farmakodinamik Obat Anti-Inflamasi Non steroid
a. Efek Analgesik
Sebagai analgesik, obat mirip-aspirin hanya efektif terhadap
nyeri dengan intensitas rendah sampai sedang misalnya sakit kepala,
mialgia, artralgia, dan nyeri lain yang berasal dari integumen, terutama
terhadap nyeri yang berkaitan dengan inflamasi. Efek analgesiknya
jauh lebih lemah dari pada efek analgesik opiat. Tetapi berbeda dengan
opiat, obat mirip-aspirin tidak menimbulkan ketagihan dan tidak
menimbulkan efeksamping sentralyang merugikan. Obat mirip-aspirin
hanya mengubah persepsi modalitas sensorik nyeri, tidak
mempengaruhi sensorik lain. Nyeri akibat terpotongnya saraf eferen,
tidak teratasi dengan obat mirip-aspirin. Sebaliknaya nyeri kronis
pascabedah dapat diatasi dengan obat mirip-aspirin (Gunawan S.G.,
2011).
b. Efek Antipiretik
19
Sebagai antipiretik, obat mirip-aspirin akan menurunkan suhu
badan hanya pada keadaan demam. Walaupun kebanyakan obat ini
memperlihatkan efek antipiretik in vitro, tidak semuanya berguna
sebagai antipiretik karena bersifat toksik bila digunakan secara rutin
atau terlalu lama (Gunawan S.G., 2011).
c. Efek Anti-Inflamasi
Kebanyakan obat mirip-aspirin, terutama yang baru, lebih
dimanfaatkan sebagai anti-inflamasi pada pengobatan kelainan
muskuloskeletal, misalnya atritis reumatoid, asteo-artritis dan
spondilitis ankilosa. Tetapi harus diingat bahwa obat mirip-aspirin ini
hanya meringankan gejala nyeri dan inflamasi yang berkaitan dengan
penyakitnya secara simtomatik, tidak menghentikan, memperbaiki atau
mencegah kerusakan jaringan pada kelainan muskuloskeletal ini
(Gunawan S.G., 2011).
3. Efek Samping Obat Anti-Inflamasi Non Steroid
Obat AINS menimbulkan efek terapi yang sama, AINS juga
memiliki efek samping yang serupa, karena didasari oleh hambatan pada
sisitem biosintesis PG. Selain itu kebanyakan obat bersifat asam sehingga
lebih banyak terkumpul dalam sel yang bersifat asam misalnya di
lambung, ginjal dan jaringan inflamasi. Jelas bahwa efek obat maupun
efek sampingnya akan lebih nyata di tempat dengan dengan kadar yang
lebih tinggi (Gunawan S.G., 2011).
Obat AINS pada umumnya berpotensi menyebabkan efek samping
pada 3 sistem organ yaitu saluran cerna, ginjal dan hati. Klinisi sering lupa
bahwa AINS dapat menyebabkan kerusakan hati. Efek samping terutama
meningkat pada pasien usia lanjut. Kelompok ini paling sering
membutuhkan AINS dan umumnya membutuhkan banyak obat-obatan
karena menderita berbagai penyakit (Gunawan S.G., 2011).
Efek samping yang paling sering terjadi adalah induksi tukak
peptik (tikak duodenum dan tukak lambung) yang kadang-kadang disertai
20
anemia sekunder akibat perdarahan saluran cerna. Beratnya efek samping
ini berbeda antar obat (Gunawan S.G., 2011).
Efek obat AINS pada beberapa orang dapat terjadi reaksi
hipersensitivitas terhadap aspirin dan obat mirip-aspirin. Reaksi ini
umumnya berupa rinitis vasomotor, edema angioneurotik, urtikaria luas,
asma bronkial, hipotensi, sampai keadaan presyok dan syok. Di antara
aspirin dan obat mirip-aspirin dapat terjadi reaksi hiipersensitif silang
(Gunawan S.G., 2011).
21
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Rumah Sakit Umum Daerah Kasongan
Kabupaten Katingan.
Jenis KegiatanFebruari Maret April Mei Juni
3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4
Penerimaan
Judulx x
Observasi x x
Penyusunan
Proposalx x x x x x
Pembimbingan
proposalx x x x x x x
Pengumpulan
Datax x x x
Penyusunan
Laporan dan
Ujian
x x x x x x
B. Metodologi Penelitian
Kompilasi retrospektif adalah data yang diambil setelah peristiwa yang
terjadi atau setelah pelayanan dilakukan (Notoatmodjo, 2005).
Metodologi yang digunakan dalam penelitian ini adalah kompilasi
retrospektif yang dilakukan untuk mengumpul data penggunaan obat anti-
inflamasi nonsteroid yang sering digunakan di RSUD Kasongan Periode Juni
– Desember 2012.
22
22
C. Populasi dan Sampel Penelitian
1. Populasi
Populasi merupakan keseluruhan sumber daya yang diperlukan dalam
suatu penelitian. Penentuan sumber data dalam suatu penelitian sangat
penting dan menentukan keakuratan hasil penelitian (Arikunto, 2005).
Semua populasi dalam penelitian ini adalah semua resep rawat jalan
yang masuk ke IFRS di RSUD Kasongan selama periode Juni – Desember
2012.
2. Sampel
Sampel Menurut Arikunto (2005) adalah sebagian anggota populasi
yang memberikan keterangan atau data yang diperlukan dalam suatu
penelitian. Teknik pengambilan data sampel pada penelitian ini adalah
menggunakan teknik sampling yang dimaksud adalah purposive sampling.
Purposive Sampling adalah teknik sampling yang didasarkan pada
suatu pertimbangan tertentu yang dibuat oleh peneliti sendiri, berdasarkan
ciri atau sifat-sifat populasi yang sudah diketahui sebelumnya.
Sampel dalam penelitian ini adalah semua resep rawat jalan yang
mencantumkan sediaan obat anti-inflamasi nonsteroid di IFRS RSUD
Kasongan periode Juni - Desember 2012.
D. Teknik Pengumpulan data
Teknik pengumpulan datanya dengan mengumpulkan semua resep
rawat jalan yang telah dilayani, kemudian dipisah resep yang mencantumkan
sediaan obat anti-inflamasi nonsteroid di IFRS RSUD Kasongan periode Juni -
Desember 2012.
E. Analisis Data
Analisis data penelitian menggunakan “teknik analisis kuantitatif yang
mengolah data bentuk angka” (Notoatmodjo, 2005)
Hasil analisis secara deskriptif dengan menggunakan tabulasi dan
histogram sebagai dasar komparasi (perbandingan) antara skor yang
diperoleh, digunakan rumus sebagai berikut:
23