bab i

50
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit Paru Obstruktif Kronik yang biasa dikenal sebagai PPOK merupakan penyakit kronik yang ditandai dengan keterbatasan aliran udara dalam saluran napas yang tidak sepenuhnya reversibel dan biasanya menimbulkan obstruksi. Gangguan yang bersifat progresif (cepat dan berat) ini disebabkan karena terjadinya Radang kronik akibat pajanan partikel atau gas beracun yang terjadi dalam kurun waktu yang cukup lama dengan gejala utama sesak napas, batuk, dan produksi sputum dan keterbatasan aktifitas. PPOK merupakan suatu istilah yang sering digunakan untuk sekelompok penyakit paru-paru yang berlangsung lama dan ditandai dengan peningkatan resistensi terhadap aliran udara sebagai gambaran patofisiologi yang utama. Ada tiga penyakit yang membentuk satu kesatuan yang dikenal sebagai PPOM tersebut yaitu brinkhitis kronis, emfisema paru, dan asma bronkhiale.(American Thoracic Society, 1962) B. Tujuan Makalah ini bertujuan untuk memberikan pengetahuan kepada mahasiswa keperawatan dalam menganalisa suatu penyakit PPOK(penyakit paru obstruktif kronik) merupakan suatu komplikasi penyakit seperti asma, emphiema, dan bronkus kronik. Dn nantinya pada saat terjun di lapangan,

Upload: gegodoh-mann

Post on 04-Dec-2015

219 views

Category:

Documents


2 download

DESCRIPTION

darma shdhstdye degfeufbefg

TRANSCRIPT

Page 1: BAB I

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Penyakit Paru Obstruktif Kronik yang biasa dikenal sebagai PPOK merupakan

penyakit kronik yang ditandai dengan keterbatasan aliran udara dalam saluran napas

yang tidak sepenuhnya reversibel dan biasanya menimbulkan obstruksi. Gangguan

yang bersifat progresif (cepat dan berat)  ini disebabkan karena terjadinya Radang

kronik akibat pajanan partikel atau gas beracun yang terjadi dalam kurun waktu yang

cukup lama dengan gejala utama sesak napas, batuk, dan produksi sputum dan

keterbatasan aktifitas.

PPOK merupakan suatu istilah yang sering digunakan untuk

sekelompok penyakit paru-paru yang berlangsung lama dan ditandai dengan

peningkatan resistensi terhadap aliran udara sebagai gambaran patofisiologi yang

utama. Ada tiga penyakit yang membentuk satu kesatuan yang dikenal sebagai

PPOM tersebut yaitu brinkhitis kronis, emfisema paru, dan asma bronkhiale.

(American Thoracic Society, 1962)

B. Tujuan

Makalah ini bertujuan untuk memberikan pengetahuan kepada mahasiswa

keperawatan dalam menganalisa suatu penyakit PPOK(penyakit paru obstruktif

kronik) merupakan suatu komplikasi penyakit seperti asma, emphiema, dan bronkus

kronik. Dn nantinya pada saat terjun di lapangan, parawat tidak ragu untuk melakukan

tindakan keperawatan dalam penyakit ini.

BAB II

PEMBAHASAN

Page 2: BAB I

A. Definisi

Penyakit Paru Obstruktif Kronik yang biasa dikenal sebagai PPOK merupakan

penyakit kronik yang ditandai dengan keterbatasan aliran udara dalam saluran napas

yang tidak sepenuhnya reversibel dan biasanya menimbulkan obstruksi. Gangguan

yang bersifat progresif (cepat dan berat)  ini disebabkan karena terjadinya Radang

kronik akibat pajanan partikel atau gas beracun yang terjadi dalam kurun waktu yang

cukup lama dengan gejala utama sesak napas, batuk, dan produksi sputum dan

keterbatasan aktifitas.

B. Etiologi

1. Asap rokok

Perokok aktif memiliki prevalensi lebih tinggi untuk mengalami gejala

respiratorik, abnormalitas fungsi paru, dan mortalitas yang lebih tinggi dari pada

orang yang tidak merokok. Resiko untuk menderita COPD bergantung pada “dosis

merokok”nya, seperti umur orang tersebut mulai merokok, jumlah rokok yang dihisap

per hari dan berapa lama orang tersebut merokok.Enviromental tobacco smoke (ETS)

atau perokok pasif juga dapat mengalami gejala-gejala respiratorik dan COPD

dikarenakan oleh partikel-partikel iritatif tersebut terinhalasi sehingga mengakibatkan

paru-paru “terbakar”.Merokok selama masa kehamilan juga dapat mewariskan faktor

resiko kepada janin, mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan paru-paru dan

perkembangan janin dalam kandungan, bahkan mungkin juga dapat mengganggu

sistem imun dari janin tersebut.

2. Polusi tempat kerja (bahan kimia, zat iritan, gas beracun)

3. ndoor Air Pollution atau polusi di dalam ruangan

Hampir 3 milyar orang di seluruh dunia menggunakan batubara, arang, kayu

bakar ataupun bahan bakar biomass lainnya sebagai penghasil energi untuk memasak,

pemanas dan untuk kebutuhan rumah tangga lainnya. Sehingga IAP memiliki

tanggung jawab besar jika dibandingkan dengan polusi di luar ruangan seperti gas

buang kendaraan bermotor. IAP diperkirakan membunuh 2 juta wanita dan anak-anak

setiap tahunnya.

4. Polusi di luar ruangan, seperti gas buang kendaraan bermotor dan debu

jalanan.

5. Infeksi saluran nafas berulang

6. Jenis kelamin

Page 3: BAB I

Dahulu, COPD lebih sering dijumpai pada laki-laki dibanding wanita. Karena

dahulu, lebih banyak perokok laki-laki dibanding wanita. Tapi dewasa ini prevalensi

pada laki-laki dan wanita seimbang. Hal ini dikarenakan oleh perubahan pola dari

merokok itu sendiri. Beberapa penelitian mengatakan bahwa perokok wanita lebih

rentan untuk terkena COPD dibandingkan perokok pria.

7. Status sosio ekonomi dan status nutrisi

8. Asma

9. Usia

C. Patofisiologi

Faktor resiko utama dari COPD ini adalah merokok. Komponen-komponen

asap rokok ini merangsang perubahan-perubahan pada sel-sel penghasil mukus

bronkus dan silia. Selain itu, silia yang melapisi bronkus mengalami kelumpuhan atau

disfungsional serta metaplasia. Perubahan-perubahan pada sel-sel penghasil mukus

dan sel-sel silia ini mengganggu sistem eskalator mukosiliaris dan menyebabkan

penumpukan mukus kental dalam jumlah besar dan sulit dikeluarkan dari saluran

nafas. Mukus berfungsi sebagai tempat persemaian mikroorganisme penyebab infeksi

dan menjadi sangat purulen. Timbul peradangan yang menyebabkan edema dan

pembengkakan jaringan. Ventilasi, terutama ekspirasi terhambat. Timbul hiperkapnia

akibat dari ekspirasi yang memanjang dan sulit dilakukan akibat mukus yang kental

dan adanya peradangan.

Komponen-komponen asap rokok tersebut juga merangsang terjadinya

peradangan kronik pada paru. Mediator-mediator peradangan secara progresif

merusak struktur-struktur penunjang di paru. Akibat hilangnya elastisitas saluran

udara dan kolapsnya alveolus, maka ventilasi berkurang. Saluran udara kolaps

terutama pada ekspirasi karena ekspirasi normal terjadi akibat pengempisan (recoil)

paru secara pasif setelah inspirasi. Dengan demikian, apabila tidak terjadi recoil pasif,

maka udara akan terperangkap di dalam paru dan saluran udara kolaps. Ada beberapa

karakteristik inflamasi yang terjadi pada pasien COPD, yakni : peningkatan jumlah

neutrofil (didalam lumen saluran nafas), makrofag (lumen saluran nafas, dinding

saluran nafas, dan parenkim), limfosit CD 8+ (dinding saluran nafas dan parenkim).

Yang mana hal ini dapat dibedakan dengan inflamasi yang terjadi pada penderita

asma.

Page 4: BAB I

D. Manifestasi Klinik

Gejala-gejala umum PPOK yaitu:

o Denyut jantung abnormal

o Sesak napas

o Henti nafas atau nafas tidak teratur dalam aktivitas sehari-hari.

o Kulit, bibir atau kku menjadi biru.

o Batuk menahun, atau disebut juga 'batuk perokok' (smoker cough)

o Batuk berdahak (batuk produktif)

PPOK ringan seringkali tidak menimbulkan gejala atau keluhan apapun.PPOK

disebabkan oleh 2 jenis penyakit yaitu Bronkitis Kronik dan Emfisema. Kedua

penyakit ini dapat terjadi bersamaan atau hanya salah satu saja. Gejala dan tanda

PPOK sangat bervariasi, mulai dari tanpa gejala, gejala ringan hingga berat. Pada

pemeriksaan fisis tidak ditemukan kelainan sampai kelainan jelas dan tanda inflasi

paru.

Riwayat merokok atau bekas perokok dengan atau tanpa gejala

pernapasan

Riwayat terpajan zat iritan yang bermakna di tempat kerja

Riwayat penyakit emfisema pada keluarga

Terdapat faktor predisposisi pada masa bayi/anak, mis berat badan

lahir rendah (BBLR), infeksi saluran napas berulang, lingkungan asap

rokok dan polusi udara

   Batuk berulang dengan atau tanpa dahak

   Sesak dengan atau tanpa bunyi mengi (ngik-ngik)

E. Klasifikasi

Berdasarkan Global Initiative for Chronic Obstructive Lung Disease (GOLD)

2007, dibagi atas 4 derajat:

Derajat I: COPD ringan

Page 5: BAB I

Dengan atau tanpa gejala klinis (batuk produksi sputum). Keterbatasan aliran

udara ringan (VEP1 / KVP < 70%; VEP1 > 80% Prediksi). Pada derajat ini,

orang tersebut mungkin tidak menyadari bahwa fungsi parunya abnormal.

Derajat II: COPD sedang

Semakin memburuknya hambatan aliran udara (VEP1 / KVP < 70%; 50% <

VEP1 < 80%), disertai dengan adanya pemendekan dalam bernafas. Dalam

tingkat ini pasien biasanya mulai mencari pengobatan oleh karena sesak nafas

yang dialaminya.

Derajat III: COPD berat

Ditandai dengan keterbatasan / hambatan aliran udara yang semakin

memburuk (VEP1 / KVP < 70%; VEP30% 1 < 50% prediksi). Terjadi sesak

nafas yang semakin memberat, penurunan kapasitas latihan dan eksaserbasi

yang berulang yang berdampak pada kualitas hidup pasien.

Derajat IV: COPD sangat berat

Keterbatasan / hambatan aliran udara yang berat (VEP1 / KVP < 70%; VEP1

< 30% prediksi) atau VEP1 < 50% prediksi ditambah dengan adanya gagal

nafas kronik dan gagal jantung kanan.

F. Penatalaksanaan Medis

1.   Tata laksana PPOK stabil

a.   Terapi farmakologis

1)   Bronkodilator

a)   Secara inhalasi (MDI), kecuali preparat tak tersedia / tak terjangkau

b)   Rutin (bila gejala menetap) atau hanya bila diperlukan (gejala intermitten)

c)   golongan :

-     Agonis -  fenopterol, salbutamol, albuterol, terbutalin, formoterol, salmeterol

-     Antikolinergik: ipratropium bromid, oksitroprium bromid

-     Metilxantin: teofilin lepas lambat, bila kombinasi  

steroid belum memuaskan

d)   Dianjurkan bronkodilator kombinasi daripada meningkatkan dosis   bronkodilator monoterapi

2)   Steroid

a)   PPOK yang menunjukkan respon pada uji steroid

b)   PPOK dengan VEP1 < 50% prediksi (derajat III dan IV)

c)   Eksaserbasi akut

Page 6: BAB I

3)   Obat-obat tambahan lain

a)   Mukolitik (mukokinetik, mukoregulator) : ambroksol, karbosistein,

gliserol iodida

-    Antioksidan : N-Asetil-sistein

-    Imunoregulator (imunostimulator, imunomodulator): tidak rutin

-    Antitusif : tidak rutin

-    Vaksinasi : influenza, pneumokokus

b.   Terapi non farmakologis

1)   Rehabilitasi : latihan fisik, latihan endurance, latihan pernapasan, rehabilitasi psikososial

2)   Terapi oksigen jangka panjang (>15 jam sehari): pada PPOK derajat IV, AGD.

a)   PaO2 < 55 mmHg, atau SO2 < 88% dengan atau tanpa hiperkapnia

b)   PaO2 55-60 mmHg, atau SaO2 < 88% disertai hipertensi pulmonal, edema perifer karena

gagal jantung, polisitemia.

Pada pasien PPOK, harus di ingat, bahwa pemberian oksigen harus dipantau  secara ketat.

Oleh karena, pada pasien PPOK terjadi hiperkapnia kronik yang menyebabkan adaptasi

kemoreseptor-kemoreseptor central yang dalam keadaan normal berespons terhadap karbon

dioksida. Maka yang menyebabkan pasien terus bernapas adalah rendahnya konsentrasi

oksigen di dalam darah arteri yang terus merangsang kemoreseptor-kemoreseptor perifer

yang relatif kurang peka. Kemoreseptor perifer ini hanya aktif melepaskan muatan apabila

PO2 lebih dari 50 mmHg, maka dorongan untuk bernapas yang tersisa ini akan hilang.

Pengidap PPOK biasanya memiliki kadar oksigen yang sangat rendah dan tidak dapat diberi

terapi dengan oksigen tinggi. Hal ini sangat mempengaruhi koalitas hidup. Ventimask adalah

cara paling efektif untuk memberikan oksigen pada pasien PPOK.

3)   Nutrisi

4)   Pembedahan: pada PPOK berat, (bila dapat memperbaiki fungís paru atau gerakan mekanik

paru)

Page 7: BAB I

KOMPLIKASI

1.   Bronchitis kronik

a.   Definisi

-     Bronchitis kronik adalah suatu peradangan bronkhiolus, bronkus dan trakea oleh berbagai

sebab. Biasnaya disebabkan oleh virus dan bakteri.(arif muttaqin,2008)

-     Bronchitis kronik didefinisikan sebagai adanya batuk produktif yang berlangsung 3 bulan

dalam satu tahun selama 2 tahun berturut-turut.penyebabnya adalah merokok dan pemajan

terhadap polusi. (brunner&suddarth,1997)

b.   Etiologi

1)   Merokok

2)   Polusi udara yang terus menerus

polusi memperlambat aktivitas silia dan fagositosis. Zat-zat kimia yang dapat juga

menyebabkan bronkitis adalah O2, N2O, hidrokarbon, aldehid, ozon

3)   Defisiensi-1 antitripsin adalah gangguan resesif yang terjadi pada sekitar 5% pasien

emfisema (dan sekitar 20% dari kolestasis neonatorum) karena protein alfa-1 antitripsin ini

memegang peranan penting dalam mencegah kerusakan alveoli oleh neutrofil elastase

4)   Riwayat infeksi saluran nafas

Infeksi saluran pernapasan bagian atas pada penderita bronkitis hampir selalu menyebabkan

infeksi paru bagian bawah, serta menyebabkan kerusakan paru bertambah.

Page 8: BAB I

5)   Virus, bakteri (Haemophilus influenzae, Streptococcus pneumoniae) dan organism lain

seperti Mycoplasma pneumoniae

c.   Patofisiologi

Pada bronkitis terjadi penyempitan saluran pernapasan. Penyempitan ini dapat menyebabkan

obstruksi jalan napas dan menimbulkan sesak. Pada bronkitis kronik, disebabkan karena

perubahan pada saluran pernapasan kecil, yang diameternya kurang dari 2 mm, menjadi lebih

sempit, berkelok-kelok dan kadang-kadang terjadi obliterasi. Penyempitan lumen terjadi juga

oleh metaplasia sel goblet. Saluran pernapasan besar juga menyempit karena hipertrofi dan

hiperplasia kelenjar mukus. Pada penderita bronkitis saat terjadi ekspirasi maksimal, saluran

pernapasan bagian bawah paru akan lebih cepat dan lebih banyak yang tertutup. Hal ini akan

mengakibatkan ventilasi dan perfusi yang tidak seimbang, sehingga penyebaran udara

pernapasan maupun aliran darah ke alveoli tidak merata. Timbul hipoksia dan sesak napas.

Lebih jauh lagi hipoksia alveoli menyebabkan vasokonstriksi pembuluh darah paru dan

polisitemia. Terjadi hipertensi pulmonal yang dalam jangka lama dapat menimbulkan kor

pulmonal

d.   Manifestasi klinik

1)   Batuk berdahak.

Batuk biasanya merupakan tanda dimulainya bronkitis. Pada awalnya pasien mengalami

batuk produktif di pagi hari dan tidak berdahak, tetapi 1-2 hari kemudian akan mengeluarkan

dahak berwarna putih atau mukoid, jika ada infeksi menjadi purulen atau mukopurulen.

2)   Sesak nafas

Bila timbul infeksi, sesak napas semakin lama semakin hebat. Terutama pada musim dimana

udara dingin dan berkabut.

3)   Sering menderita infeksi pernafasan (misalnya flu).

4)   Wheezing (mengi). Saluran napas menyempit dan selama bertahun-tahun terjadi sesak

progresif lambat disertai mengi yang semakin hebat pada episode infeksi akut   

5)   Pembengkakan pergelangan kaki dan tungkai kiri dan kanan.

6)   Wajah, telapak tangan atau selaput lendir yang berwarna kemerahan.

Bronkitis infeksiosa seringkali dimulai dengan gejala seperti pilek, yaitu hidung meler, lelah,

menggigil, sakit punggung, sakit otot, demam ringan dan nyeri tenggorokan. Pada bronkitis

berat, setelah sebagian besar gejala lainnya membaik, kadang terjadi demam tinggi selama 3-

5 hari dan batuk bisa menetap selama beberapa minggu

Page 9: BAB I

e.   Diagnosis

1)   Anamnesis : riwayat penyakit yang ditandai tiga gejala klinis utama (batuk, sputum, sesak)

dan faktor-faktor penyebabnya.

2)   Pemeriksaan fisik.

3)   Bila ada keluhan sesak, akan terdengar ronki pada waktu ekspirasi maupun inspirasi disertai

bising mengi.

4)   Pasien biasanya tampak kurus dengan barrel-shape chest (diameter anteroposterior dada

meningkat).

5)   Iga lebih horizontal dan sudut subkostal bertambah.

6)   Perkusi dada hipersonor, peranjakan hati mengecil, batas paru hati lebih rendah, pekak

jantung berkurang.

7)   Pada pembesaran jantung kanan, akan terlihat pulsasi di dada kiri bawah di pinggir sternum.

8)   Pada kor pulmonal terdapat tanda-tanda payah jantung kanan dengan peninggian tekanan

vena, hepatomegali, refluks hepato jugular dan edema kaki.

f.    Pemeriksaan penunjang

1)   Pemeriksaan radiologi.

2)   Ada hal yang perlu diperhatikan yaitu adanya tubular shadow berupa bayangan garis-garis

yang paralel keluar dari hilus menuju apeks paru dan corakan paru yang bertambah.

3)   Pemeriksaan fungsi paru.

4)   Terdapat VEP1 dan KV yang menurun, VR yang bertambah dan KTP yang normal. Sedang

KRF sedikit naik atau normal. Diagnosis ini dapat ditegakkan dengan spirometri, yang

menunjukkan (VEP) volume ekspirasi paksa dalam 1 detik < 80% dari nilai yang

diperkirakan, dan rasio VEP1 : KVP <70% (Rubenstein, et al., 2007).

5)   Pemeriksaan gas darah.

6)   Penderita bronkitis kronik tidak dapat mempertahankan ventilasi dengan baik sehingga

PaCO2 naik dan PO2 turun, saturasi hemoglobin menurun dan timbul sianosis, terjadi juga

vasokonstriksi pembuluh darah paru dan penambahan eritropoeisis.

7)   Pemeriksaan EKG.

8)   Pemeriksaan ini mencatat ada tidaknya serta perkembangan kor pulmonal (hipertrofi atrium

dan ventrikel kanan)

9)   Pemeriksaan laboratorium

g.   Penatalaksanaan medis

Page 10: BAB I

Tujuan pengobatan adalah menjaga agar bronkhiolus tetap terbuka dan berfungsi, untuk

memudahkan pembuangan sekresi bronchial dan mencegah infeksi.

1)   Pemberian antibiotic berdasarkan hasil pemeriksaan kultur dan sensitifitas

2)   Terapi oksigen

3)   Fisisoterapi untuk mengeluarkan sputum

4)   Bronkodilator: menghilangkan bronkospasme dan mnegurangi obstruksi jalan nafas

2.   Empisema

a.   Definisi

-     Emfisema paru adalah suatu keadaan abnormal pada anatomi paru dengan adanya kondisi

klinis berupa melebarnya saluran udara bagian distal bronkhiolus terminal dan disertai

dengan kerusakan dinding alveoli.( arif muttaqin, 2008)

-     Empisema adalah kolapsnya saluran pernapasan halus dan rusaknya dinding alveolus yang

disebabkan oleh asap rokok, udara polusi dan allergen. Ini terjadi penyempitan saluran nafas

akibat edematosik dan peningkatan produksi mucus yang kental

b.   Etiologi

1)   Merokok

2)   Keturunan

3)   Infeksi

4)   Hipotesis elastase-antielatase

c.   Patofisiologi

Pada emfisema, beberapa factor penyebab obstruksi jalan nafas yaitu: inflamasi dan

pembengkakan bronki, produksi lender yang berlebihan, kehilangan recoil elastic jalan napas,

dan kolaps bronkiolus serta redistribusi udara kealveoli yang berfungsi.Karena dinding

alveoli mengalami kerusakan, area permukaan alveolar yang kontak langsungdengan kapiler

paru secara kontinu berkurang, menyebabkan peningkatan ruang rugi ( area paru dimana

tidak ada pertukaran gas yang dapat terjadi) dan megakibatkan kerusakan difusi oksigen.

Kerusakan difusi oksigen mengakibatkan hipoksemia. Pada tahap akhir penyakit, eliminasi

karbondioksida mengalami kerusakan, mengakibatkan peningkatan tekanan karbondioksida

dalam darah arteri (hiperkapnia) dan menyebabkan asidosis respiratorius.

Karena dinding alveolar terus mengalami kerusakan, jarring-jaring kalpiler pulmonal

berkurang. Aliran darah pulmonal meningkat dan ventrikel kanan dipaksa untuk

mempertahankan tekanan darah yang tinggi dalam arteri pulmonal. Dengan demikian , gagal

jantung sebelah kanan (kor pulmonal) adalah salah satu komplikasi emfisema. Sekres

Page 11: BAB I

meningkat dan tertahan menyebabkan individu tidak mampu untuk membangkitka batuk

yang kuat untuk mengeluarkan sekresi. Infeksi akut dan kronis dengan demikian menetap

dalam paru-paru yang mengalami emfisema dan memperberat masalah.

Individu dengan emfisema mengalami obstruksi kronik (ditandai dengan peningkatan

tahanan jalan napas) kealiran masuk dan aliran keluar dari paru-paru. Paru-paru dalam

keadaan hiperekspansi kronik. Untuk mengalirkan udara keluar dan kedalam paru-paru,

dibutuhkan tekanan negative selama inspirasi dan tekanan positif dalam tingkat yang adekuat

harus dicapai dan dipertahankan selama ekspirasi.Ekspirasi menjadi aktif dan membutuhkan

upaya otot-otot. Sesak nafas pasien terus meningkat, dada menjadi kaku dn iga-iga terfiksasi

persendiannya. Dada seperti tong (Barrel chest) pada banyak pasien ini terjadi akibat

kehilangan elastisitas paru  karena kecenderungan yang berkelanjutan dari dinding dada

untuk mengembang.

d.   Manifestasi klinik

1)   Dispnea adalah gejala utama emfisema. Pada inspeksi pasien terlihat barrel chest akibat udara

terperangkap, penipisan masa otot.

2)   Mengi saat ekspirasi

3)   Anoreksia, penurunan berat badan dan kelemahan

e.   Pemeriksaan dignostik

1)   Rontgen dada: hiperinflasi paru, pendataran diafragma

2)   Uji fungsi paru: volume residual meningkat

3)   AGD: PaO2 menurun, PaCo2 meningkat atau normal, pH normal atau asidosis

4)   Kimia darah: pemeriksaan antitripsin-1

3.   Asma bronchial

1.   Definisi

-     Asma bronkhial adalah penyakit jalan nafas obstruktif intermitten, reversible dimana

trakeobronkial berespon secara hiperaktif terhadap stimuli tertentu (brunner&suddarth,1997)

-     Asma adalah suatu penyakit dengan ciri meningkatnya respon trakea dan bronkhus terhadap

berbagai rangsangan dengan manifestasi adanya penyempitan jalan nafas yang luas dan

derajatnya dapat berubah-ubah secara spontan maupun dengan hasil pengobatan. (arif

muttaqin, 2008)

2.   Klasifikasi

Page 12: BAB I

Ada tiga tipe asma berdasarkan penyebabnya:

a.   Asma intrinsic

Ditandai dengan reaksi alergik yang disebabkan oleh faktor faktor pencetus yang spesifik,

seperti debu, serbuk bunga, bulu binatang, obat-obatan (antibiotic dan aspirin) dan spora

jamur. Asma ekstrinsik sering dihubungkan dengan adanya suatu predisposisi genetik

terhadap alergi. Oleh karena itu jika ada faktor-faktor pencetus spesifik seperti yang

disebutkan di atas, maka akan terjadi serangan asma ekstrinsik

b.   Asma ekstrinsik

Ditandai dengan adanya reaksi non alergi yang bereaksi terhadap pencetus yang  tidak

spesifik atau tidak diketahui, seperti udara dingin atau bisa juga disebabkan oleh adanya

infeksi saluran pernafasan dan emosi. Serangan asma ini menjadi lebih berat dan sering

sejalan dengan berlalunya waktu dan dapat berkembang menjadi bronkhitis kronik dan

emfisema.

c.   Asma gabungan

Bentuk asma yang paling umum. Asma ini mempunyai karakteristik dari bentuk alergik dan

non-alergik.

3.   Patofisiologi

Asma ditandai dengan kontraksi spastic dari otot polos bronkhiolus yang menyebabkan

sukar bernafas. Penyebab yang umum adalah hipersensitivitas bronkhioulus terhadap benda-

benda asing di udara. Reaksi yang timbul pada asma tipe alergi diduga terjadi dengan cara

sebagai berikut : seorang yang alergi mempunyai kecenderungan untuk membentuk sejumlah

antibody Ig E abnormal dalam jumlah besar dan antibodi ini menyebabkan reaksi alergi bila

reaksi dengan antigen spesifikasinya. Pada asma, antibody ini terutama melekat pada sel mast

yang terdapat pada interstisial paru yang berhubungan erat dengan brokhiolus dan bronkhus

kecil.

Bila seseorang menghirup alergen maka antibody Ig E orang tersebut meningkat, alergen

bereaksi dengan antibodi yang telah terlekat pada sel mast dan menyebabkan sel ini akan

mengeluarkan berbagai macam zat, diantaranya histamin, zat anafilaksis yang bereaksi

lambat (yang merupakan leukotrient), faktor kemotaktik eosinofilik dan bradikinin. Efek

Page 13: BAB I

gabungan dari semua faktor-faktor ini akan menghasilkan adema lokal pada dinding

bronkhioulus kecil maupun sekresi mucus yang kental dalam lumen bronkhioulus dan spasme

otot polos bronkhiolus sehingga menyebabkan tahanan saluran napas menjadi sangat

meningkat. Pada asma , diameter bronkiolus lebih berkurang selama ekspirasi daripada

selama inspirasi karena peningkatan tekanan dalam paru selama eksirasi paksa menekan

bagian luar bronkiolus. Karena bronkiolus sudah tersumbat sebagian, maka sumbatan

selanjutnya adalah akibat dari tekanan eksternal yang menimbulkan obstruksi berat terutama

selama ekspirasi. Pada penderita asma biasanya dapat melakukan inspirasi dengan baik dan

adekuat, tetapi sekali-kali melakukan ekspirasi. Hal ini menyebabkan dispnea. Kapasitas

residu fungsional dan volume residu paru menjadi sangat meningkat selama serangan asma

akibat kesukaran mengeluarkan udara ekspirasi dari paru. Hal ini bisa menyebabkan barrel

chest.

4.   Manifestasi klinik

Biasanya pada penderita yang sedang bebas serangan tidak ditemukan gejala klinis, tapi pada

saat serangan penderita tampak bernafas cepat dan dalam, gelisah, duduk dengan menyangga

ke depan, serta tanpa otot-otot bantu pernafasan bekerja dengan keras. Gejala klasik dari

asma bronkial ini adalah sesak nafas, mengi ( whezing ), batuk, dan pada sebagian penderita

ada yang merasa nyeri di dada. Gejala-gejala tersebut tidak selalu dijumpai bersamaan. Pada

serangan asma yang lebih berat , gejala-gejala yang timbul makin banyak, antara lain : silent

chest, sianosis, gangguan kesadaran, hyperinflasi dada, tachicardi dan pernafasan cepat

dangkal . Serangan asma seringkali terjadi pada malam hari.

5.   Pemeriksaan laboratorium

a.   AGD

b.   Sputum

c.   Sel eosinofil

d.   Pemeriksaan darah rutin dan kimia

6.   Penatalaksaan medis

a.   Pengobatan non farmakologi

-     Penyuluhan

-     Menghindari faktor pencetus

-     fisioterapi

b.   Pengobatan farmakologi

Page 14: BAB I

-     Agonis beta

-     Metilxantin

-     Kortikosteroid

-     Kromolin dan atroven

G.  Penatalaksanaan Medis

1.   Tata laksana PPOK stabil

a.   Terapi farmakologis

1)   Bronkodilator

a)   Secara inhalasi (MDI), kecuali preparat tak tersedia / tak terjangkau

b)   Rutin (bila gejala menetap) atau hanya bila diperlukan (gejala intermitten)

c)   golongan :

-     Agonis -  fenopterol, salbutamol, albuterol, terbutalin, formoterol, salmeterol

-     Antikolinergik: ipratropium bromid, oksitroprium bromid

-     Metilxantin: teofilin lepas lambat, bila kombinasi  

steroid belum memuaskan

d)   Dianjurkan bronkodilator kombinasi daripada meningkatkan dosis   bronkodilator monoterapi

2)   Steroid

a)   PPOK yang menunjukkan respon pada uji steroid

b)   PPOK dengan VEP1 < 50% prediksi (derajat III dan IV)

c)   Eksaserbasi akut

3)   Obat-obat tambahan lain

a)   Mukolitik (mukokinetik, mukoregulator) : ambroksol, karbosistein,

gliserol iodida

-    Antioksidan : N-Asetil-sistein

-    Imunoregulator (imunostimulator, imunomodulator): tidak rutin

-    Antitusif : tidak rutin

-    Vaksinasi : influenza, pneumokokus

b.   Terapi non farmakologis

1)   Rehabilitasi : latihan fisik, latihan endurance, latihan pernapasan, rehabilitasi psikososial

2)   Terapi oksigen jangka panjang (>15 jam sehari): pada PPOK derajat IV, AGD.

a)   PaO2 < 55 mmHg, atau SO2 < 88% dengan atau tanpa hiperkapnia

b)   PaO2 55-60 mmHg, atau SaO2 < 88% disertai hipertensi pulmonal, edema perifer karena

gagal jantung, polisitemia.

Page 15: BAB I

Pada pasien PPOK, harus di ingat, bahwa pemberian oksigen harus dipantau  secara ketat.

Oleh karena, pada pasien PPOK terjadi hiperkapnia kronik yang menyebabkan adaptasi

kemoreseptor-kemoreseptor central yang dalam keadaan normal berespons terhadap karbon

dioksida. Maka yang menyebabkan pasien terus bernapas adalah rendahnya konsentrasi

oksigen di dalam darah arteri yang terus merangsang kemoreseptor-kemoreseptor perifer

yang relatif kurang peka. Kemoreseptor perifer ini hanya aktif melepaskan muatan apabila

PO2 lebih dari 50 mmHg, maka dorongan untuk bernapas yang tersisa ini akan hilang.

Pengidap PPOK biasanya memiliki kadar oksigen yang sangat rendah dan tidak dapat diberi

terapi dengan oksigen tinggi. Hal ini sangat mempengaruhi koalitas hidup. Ventimask adalah

cara paling efektif untuk memberikan oksigen pada pasien PPOK.

3)   Nutrisi

4)   Pembedahan: pada PPOK berat, (bila dapat memperbaiki fungís paru atau gerakan mekanik

paru)

2.   Tata laksana PPOK berdasarkan derajat

DERAJAT KARAKTERISTIK REKOMENDASI PENGOBATAN

Semua

derajat

Hindari faktor pencetus

Vaksinasi influenza

Derajat I

(PPOK

Ringan)

VEP1  / KVP < 70 %

VEP1 80% Prediksi

a.Bronkodilator kerja singkat (SABA,

antikolinergik kerja pendek) bila perlu

b.Pemberian antikolinergik kerja lama

sebagai terapi pemeliharaan

Derajat II

(PPOK

sedang)

VEP1  / KVP < 70 %

50%  VEP1  80% Prediksi

dengan atau tanpa gejala

1. Pengobatan reguler

dengan bronkodilator:

a.  Antikolinergik kerja

lama sebagai terapi

pemeliharaan

b. LABA

c. Simptomatik

 Rehabilitasi

Kortikosteroid

inhalasi bila uji

steroid positif

Derajat III VEP1 / KVP < 70%;  Pengobatan reguler Kortikosteroid

Page 16: BAB I

(PPOK

Berat)

30%      VEP 1     50% prediksi

Dengan atau tanpa gejala

dengan 1 atau lebih

bronkodilator:

a. Antikolinergik kerja

lama sebagai terapi

pemeliharaan

b.LABA

c. Simptomatik

 Rehabilitasi

inhalasi bila uji

steroid positif

atau eksaserbasi

berulang

Derajat IV

(PPOK

sangat berat)

VEP1 / KVP < 70%; VEP1 <

30% prediksi atau gagal nafas

atau gagal jantung kanan

1.Pengobatan reguler dengan 1 atau lebih

bronkodilator:

a.Antikolinergik kerja lama sebagai terapi

pemeliharaan

b.LABA

c. Pengobatan komplikasi

d. Kortikosteroid inhalasi bila memberikan

respons klinis atau eksaserbasi berulang

2. Rehabilitasi

3.Terapi oksigen jangka panjang bila gagal

nafas

pertimbangkan terapi bedah

3.   Tata laksana PPOK eksaserbasi

Penatalaksanaan PPOK eksaserbasi akut di rujmah : bronkodilator seperti pada PPOK

stabil, dosis 4-6 kali 2-4 hirup sehari. Steroid oral dapat diberikan selama 10-14 ahri. Bila

infeksi: diberikan antibiotika spektrum luas (termasuk S.pneumonie, H influenzae, M

catarrhalis).

   Terapi eksaserbasi akut di rumah sakit:

a.   Terapi oksigen terkontrol, melalui kanul nasal atau venturi mask

2 (dosisb.   Bronkodilator: inhalasi agonis & frekwensi ditingkatkan) + antikolinergik. Pada

eksaserbasi akut berat: + aminofilin (0,5 mg/kgBB/jam)

c.   Steroid: prednisolon 30-40 mg PO selama 10-14 hari.

Steroid intravena: pada keadaan berat

Antibiotika terhadap S pneumonie, H influenza, M catarrhalis.

Page 17: BAB I

d.   Ventilasi mekanik pada: gagal akut atau kronik

   Indikasi rawat inap :

a.   Eksaserbasi sedang dan berat

b.   Terdapat  komplikasi

c.   Infeksi saluran napas berat

d.   Gagal napas akut pada gagal napas kronik

e.   Gagal jantung kanan

   Indikasi rawat ICU :

Sesak berat setelah penanganan adekuat di ruang gawat darurat atau ruang rawat.

a.   Kesadaran menurun, letargi, atau kelemahan otot-otot respirasi

b.   Setelah pemberian oksigen tetapi terjadi hipoksemia atau perburukan PaO2 > 50 mmHg

memerlukan ventilasi mekanik (invasif atau non invasif)

H.  Asuhan Keperawatan

Kasus :

Ny. H masuk ke instalasi rawat inap suatu Rumah Sakit swata dengan keluhan batuk

dengan sputum putih (mukoid), sesak nafas (takipnea). Dilakukan pemeriksaan fisik dengan

hasil: pernapasan pursed lis, dada emfisemtous (barrel chest), pelebaran sela costae, hipertrofi

otot bantu pernapasan, bunyi nafas veskuler tapi melemah, ekspirasi memanjang, bunyi

jantung menjauh, terdapat ronkhi dan wheezing, tampilan fisiknya pink puffer, Ny. H

mengatakan punya penyakit asma dan pernah didiagnosa dokter menderita bronkitis kronis

lebih kurang satu tahun yang lalu.

Data subyektif Data obyektif

1.     Klien mengeluh batuk 1.     Adanya sputum putih

Page 18: BAB I

2.     Klien mengeluh sesak nafas 2.     Pernafasan pursid lis

3.     Dada emfisemtous

4.     Pelebaran sela iga

5.     Hipertrofi otot bantu nafas

6.     Napas vesikuler tapi lemah

7.     Ekspirasi memanjang

8.     Bunyi jantujng menjauh

9.     Terdapat ronkhi dan wheezing

10.  Fisik pink puffer

Data yang perlu di kaji

Data subyektif Data obyektif

3.     Kemungkinan klien mengeluh banyak dahak

4.     Kemungkinan klien mengeluh nafas cepat dan

dangkal

11.  Kemungkinan di temukan TTV:

- RR : 26 kali/menit

- HR : 96 kali/menit

12.  Kemungkinan di temukan menggunakan

otot bantu pernafasan

13.  Kemungkinan di temukan sianosis

14.  Kemungkinan akral dingin

B. ANALISA DATA

DATA PROBLEM ETIOLOGI

Ds : 3

Do : 1, 2, 3, 4, 5, 9, 12

bersihan jalan nafas tidak

efektif

penumpukan secret

Ds : 2, 4

Do : 5, 11

Pola nafas tidak efektif Obstruksi trachea

Ds : 2

Do : 8, 9, 10, 13, 14

Gangguan pertukaran gas penumpukan cairan dalam

alveoli

Ds : -

Do : 10, 13, 14

Risiko gangguan perfusi

jaringan

Gangguan pertukaran gas

Page 19: BAB I

C. DIAGNOSA

NO Tgl di temukan Diagnosa

1 23 0kt 2012 bersihan jalan nafas tidak efektif b.d adanya penumpukan secret

2 23 0kt 2012 Pola nafas tidak efektif b.d obstruksi trachea

3 23 0kt 2012 Gangguan pertukaran gas b.d penumpukan cairan dalam rongga

alveoli

4 23 0kt 2012 Risiko gangguan perfusi jaringan b.d gangguan pertukaran gas

D. INTERVENSI KEPERWATAN

NO. Dx Tujuan dan criteria hasil Inytervensi dan rasional

1.       Setelah di lakukan tindakan keperwatan

selama 3 X 24 jam di harapkan masalah

keperwatan klien teratasi, di tandai

dengan:

1.     Klien tidak mengeluh sesak

2.     Klien tidak mengeluh adanya dahak

3.     Bersihan jalan nafas kembali efektif

Mandiri:

1. Auskultasi bunyi nafas dan catat

hasil auskultasi

rasional: mengetahui keadaan

kebersihan jalan nafas

2.      Kaji atau pantau frekuensi

pernafasan

rasional: frekuensi pernafasan

adalah sebagai indicator adanya

obstruksi

3.      Berikan posisi nyaman untuk

klien

rasional: peninggian kepala tempat

tidur mempermudah fungsi

Page 20: BAB I

pernafasan atau memaksimalkan

ekspansi paru

4.      Pertahankan polusi linngkungan

minimum

rasional: polusi adalah pencetus

reaksi alergi

5.      Bantu latihan nafas bibir

rasional: memberikan pasien

beberapa cara untuk mengatasi dan

mengontrol dispnea

Kolaborasi

1. Berikan obat sesuai indikasi

(bronchodilator, antimikrobakterial,

analgesic)

rasional: merilekan otot halus,

menurunkan edema mukosa dan

spasme otot polos

2. bantu pengobatan pernafasan

(fisioterafi dada)

rasional : membantu klien mampu

untuk mengeluarkan secret

3. berikan oksigen sesuai indikasi

rasional: membantu memenuhi

kebutuhan oksigenasi

2 Setelah di lakukan tindakan keperwatan

selama 3 X 24 jam di harapkan masalah

keperwatan klien teratasi, di tandai

dengan:

1.     Klien tidak lagi mengeluh sesak nafas

2.     Nafas normal (vesikuler dan kuat)

Mandiri

1.     Kaji frekuensi, kedalaman

pernafasan dan ekspansi dada. Catat

upaya pernafasan, termasuk

penggunaan otot bantu pernafasan

rasional: ekspansi dada menandakan

Page 21: BAB I

upaya klien untuk memenuhi

kebutuhan pernafasan

2.     Auskultasi bunyi nafas dan catat

adanya bunyi nafas

rasional: bunyi nfasa

menurun/melemah saat terjadi

obstruksi

3.     Atur posisi semi fowler untuk

klien

rasional: member rasa nyaman dan

memaksimalkan ekspansi paru

4.     Ajarkan klien untuk nafas dalam

dan batuk efektif

rasional: meminimalkan obstruksi

saluran pernafasan

5.     Bantu klien mengatasi

takut/ansietas

rasional: perasaan takut akan

ketidakmampuan bernafas akan

meningkatkan konsumsi oksigen

Kolaborasi

1.     Berikan oksigen tambahan sesuai

indikasi

rasional: memenuhi kebutuhan

oksigen dan menurunkan kerja

nafas

2.     Bantu humidifikasi tambahan

rasional : memberikan kelembaban

pada membrane mukosa dan

membantu pengenceran secret

3.     Bantu fisioterafi dada

rasional: memudahkan pengeluaran

Page 22: BAB I

dahak pada klien

3 Setelah di lakukan tindakan keperwatan

selama 3 X 24 jam di harapkan masalah

keperwatan klien teratasi, di tandai

dengan:

1.     Klien tidak mengeluh sesak

2.     Tidak terlihat menggunakan otot bantu

pernafasan

3.     Tidak terdapat tanda-tanda saturasi

oksigen berkurang

Mandiri

1.     Catat frekuensi dan kedalaman

pernafasan, penggunaan otot bantu

nafas

rasional: takipnea menyertai

obstruksi paru

2.     Observasi fisik klien menyeluruh

rasional: kemungkinan di temukan

adanya sianosis yang menandakan

adanya gangguamn pertukaran gas

3.     Tinggikan kepala tempat tidur

sesuai kebutuhan klien

rasional: meningkatkan ekspansi

dada maksimal, membuat mudah

bernafas, meningkatkan

kenyamanan

4.     Awasi tanda-tanda vital

rasional: biasanya takipnea dan

perubahan pada tanda vital terjadi

oleh karena adanya hipoksemia dan

asidodis

5.     Kaji tingkat kesadaran

rasional: hipoksia sistemik dapat di

tunjukan  pertama kali oleh gelisah

dan peka rangsang

Kolaborasi:

1.     Awasi hasil AGD klien

rasional: kadar PaO2 rendah

menandakan adanya  gangguan

pertukaran gas

2.     Berikan oksigen dengan metode

yang tepat

rasional: memaksimalkan sediaan

Page 23: BAB I

oksigen maksimal untuk pertukaran

gas

4 Setelah di lakukan tindakan keperwatan

selama 3 X 24 jam di harapkan masalah

keperwatan klien teratasi, di tandai

dengan:

1.     Tidak terjadi risiko gangguan perfusi

jaringan

Mandiri

1.     Auskultasi frekuensi dan irama

jantung

rasional: takikrdi sebagai akibat

hipoksemia dan kompensasi

peningkatan aliran darah dan perfusi

jaringan

2.     Observasi status mental

rasional: gelisah, disorientasi

menunjukan gangguan aliran darah,

hipoksia.

3.     Observasi warna dan suhu kulit

rasional: kulit pucat atau sianosis

menunjukan vasokontriksi perifer

dan gangguan aliran darah

Kolaborasi:

1.     Berikan cairan oral/IV sesuai

indikasi

rasional: peningkatan cairan di

perlukan untuk menurunkan

pembentukan thrombus

2.     Berikan terapi oksigen sesuai

indikasi

rasioanl: maksimalkan perfusi

jaringan perifer

1.   Pengkajian

Pengkajian mencakup pengumpulan informasi tentang gejala-gejala terakhir juga manifestasi

penyakit sebelumnya.Hal yang dikaji dari pasien adalah sebagai berikut:

Page 24: BAB I

   Aktivitas/Istirahat

   Sirkulasi

   Integritas ego

   Makanan/Cairan

   Higiene

   Pernapasan

   Keamanan

   Seksualitas

   Interaksi social

   Penyuluhan dan pembelajaran

Berikut ini adalah daftar pertanyaan yang bias digunakan sebagai pedoman untuk

mendapatkan riwayat kesehatan yang jelas dari proses penyakit :

   Sudah berapa lama pasien mengalami kesulitan bernapas ?

   Apakah aktivitas meningkatkan dispnea ? Jenis  aktivitas apa ?

   Berapa jauh batasan pasien terhadap toleransi aktivitas ?

   Kapan selama siang hari pasien mengeluh paling letih dan sesak napas ?

   Apakah kebiasaan makan dan tidur terpengaruh ?

   Apa yang pasien ketahui tentang penyakit dan kondisinya ?

Data tambahan dikumpulkan melalui observasidan pemeriksaan; pertanyaan yang patut

dipertimbangkan untuk mendapatkan data lebih lanjut termasuk :

   Berapa frekuensi nadi dan pernapasan pasien ?

   Apakah pernapasan sama dan tanpa upaya ?

   Apakah pasien mengkontraksi otot-otot abdomen selama inspirasi ?

   Apakah pasien mneggunakan otot-otot aksesori pernapasan selama pernapasan ?

   Apakah tampak sianosis ?

   Apakah vena leher pasien tampak membesar ?

   Apakah pasien mengalami edema perifer ?

   Apakah pasien batuk ?

   Apa warna, jumlah, dan konsistensi sputum pasien ?

   Bagaimana status sensorium pasien ?

   Apakah terdapat peningkatan stupor ? kegelisahan ?

2.   Diagnosa

-  Gangguan pertukaran gas b.d ketidaksamaan ventilasi-perfusi.

Page 25: BAB I

-  Bersihan jalan napas tidak efektif b.d bronkokonstriksi, peningkatan pembentukan mukus,

batuk tidak efektif, dan infeksi bronkopulmonal.

-  Pola napas tidak efektif b.d napas pendek, mukus, bronkokonstriksi, dan iritan jalan napas.

-  Kurang perawatan diri b.d keletihan sekunder akibat peningkatan upaya pernapasan dan

insufisiensi ventilasi dan oksigenasi.

-  Intoleransi aktivitas b.d keletihan, hipoksemia, dan pola pernapasan tidak efektif

-  Koping individu tidak efektif b.d kutang sosialisasi, ansietas, depresi, tingkat aktivitas

rendah, ketidakmampuan untuk

3.   Intervensi

Diagnosa 1: Gangguan pertukaran gas b.d ketidaksamaan ventilasi-perfusi

Tujuan : Perbaikan dalam pertukaran gas.

Kriteria hasil :

   Klien mengungkapkan pentingnya bronkodilator dan penggunaannya dalam jadwal yang

diharuskan.

   Klien menunjukkan efek samping minimal; frekuensi jantung mendekati normal, tidak

terdapatnya disritmia, fungsi mental normal.

   Klien melaporkan penurunan dispnea.

   Klien menunjukkan perbaikan dalam laju aliran ekspirasi.

   Klien menggunakan dan membersihkan perlatan terapi sesuai yang diharuskan.

   Klien memperagakan pernapasan diafragmatik dan batuk.

   Klien menggunakan peralatan oksigen dengan tepat ketika dibutuhkan.

   Menunjukkan gas-gas darah arteri yang normal.

Intervensi :

1.   Berikan bronkodilator sesuai yang diharuskan :

a.   Dapat diberikan per oral, intravena, atau dengan inhalasi.

b.   Berikan bronkodilator oral atau inttravena pada waktu yang berselingan dengan tindakan

nebuliser, inhaler dosis terukur untuk memperpanjang keefektifan obat.

c.   Observasi efek samping : takikardia, disritmia, eksitasi system saraf pusat, mual dan muntah.

Rasional:  Bronkodilator mendilatasi jalan napas dan membantu melawan edema mukosa bronchial dan

spasme muskular. Karena efek samping biasa terjadi pada tindakan ini, dosis obat disesuaikan

dengan cermat untuk setiap pasien, sesuai dengan toleransi dan respons kinisnya.

2.   Evaluasi efektifitas tindakan nebuliser, inhaler dosis terukur.

Page 26: BAB I

a.   Kaji penurunan sesak napas,penurunan mengi atau krekels, kelonggaran sekresi, penuruna

ansietas.

b.   Pastikan bahwa tindakan diberikan sebelum makan untuk menghindari mual dan untuk

mengurangi keletihan yang menyertai aktivitas makan.

Rasional: Mengkombinasikan medikasi dengan aerosolized bronkodilator nebulisasi biasanya digunakan

untuk mengendallikan bronkokonstriksi. Pemberian tindakan yang tidak tepat akan

mengurangi keefektifannya. Aerolisasi memudahkan clearance bronchial, membantu

mengendalikan proses inflamasi, dan memperbaiki fungsi ventilasi.

3.  Instruksikan dan berikan dorongan pada pasien pada pernapasan diafragmatik dan batuk yang

efektif.

Rasional: Teknik ini memperbaiki ventilasi dengan membuka jalan napas dan membersihkan jalan napas

dari sputum. Penukaran gas diperbaiki.

4.  Berikan oksigen dengan metode yang diharuskan :

a.   Jelaskan pentingnya tindakan ini pada pasien.

b.   Evaluasi efektifitas, amati tanda-tanda hipoksia. Ingatkan dokter jika timbul gelisah, ansietas,

somnolen, sianosis, atau takikardia.

c.   Analisa gas darah arteri dan bandingkan dengan nilai-nilai dasar. Bila pungsi arteri dilakukan

dan sampai darah diambil, tekan tempat pungsi selama 5 menit untuk mencegah perdarahan

arteri.

d.   Lakukan oksimetri nadi untuk memantau saturasi oksigen.

e.   Jelaskan bahw atidak merokok dianjurkan pada pasien atau pengunjung ketika oksigen

digunakan.

Rasional : Oksigen akan memperbaiki hipoksemia. Diperlukan observasi yang cermat

terhadap aliran atau persentase yang diberikan dan efeknya pada pasien. Jika pasien

mengalami retensi karbondioksida kronis, maka hipoksia dirangsang untuk bernapas.

Kelebihan oksigen dapat menekan dorongan hipoksik dan dapat terjadi kematian. Pasien ini

umumnya membutuhkan laju aliran oksigen yang rendah 1-2 l/menit. Gas darah arteri

periodik dan oksimetri nadi membantu untuk mengevaluasi keadekuatan oksigenasi

Diagnosa 2: Bersihan jalan napas tidak efektif b.d bronkokonstriksi, peningkatan

pembentukan mukus, batuk tidak efektif, dan infeksi bronkopulmonal.

Tujuan : Pencapaian clearance jalan napas.

Kriteria hasil :

   Klien mengungkapkan pentingnya untuk minum 6-8 gelas cairan/hari.

   Klien dapat memperagakan pernapasan diafragmatik dan batuk.

Page 27: BAB I

   Klien dapat melakukan drainase postural dengan tepat.

   Batuk klien berkurang.

   Kien tidak merokok.

   Kien mengungkapkan bahwa serbuk sari, asap, gas, debu, dan suhu yang ekstrem serta

kelembaban adalah iritan yang harud dihindari.

   Klien dapat mengidentifikasi tanda-tanda infeksi dini.

   Klien bebas dari infeksi (tidak ada demam, tidak ada perubahan dalam sputum, mengalami

dispnes lebih ringan.

   Klien dapat mengungkapkan bahwa penting untuk memberitahukan dokter saat ditemukan

tanda-tanda dini infeksi.

   Klien dapat mengungkapkan pentingnya untuk menjauhi kerumunan atau individu dengan

demam pada musim flu.

Kiien dapat merencanakan untuk mendiskusikan tentang vaksinasi flu dan pneumonia dengan

dokter untuk membantu mencegah infeksi

Intervensi :

1.   Beri pasien 6-8 gelas cairan per hari kecuali terdapat kor pulmonal.

Rasional : Hidrasi sistemik menjaga sekresi tetap lembab dan memudahkan untuk

pengeluaran. Cairan harus diberikan dengan kewaspadaan jika terdapat gagal jantung sebelah

kanan.

2.   Ajarkan dan berikan dorongan penggunaan teknik pernapsan diafragmatik dan batuk.

Rasional : Teknik ini akan membantu memperbaiki ventilasi dan untuk menghasilkan sekresi

tanpa menyebabkan sesak napas dan keletihan.

3.   Bantu dalam pemberian tindakan nebuliser, inhaler dosis terukur.

Rasional : Tindakan ini menmabahkan air ke dalam percabangan bronkial dan apda sputum,

menurunkan kekentalannya, sehingga memudahkan evakuasi sekresi.

4.   Lakukan drainase postural dengan perkusi dan vibrasi pada pagi hari dan malam hari sesuai

yang diharuskan.

Rasional : Menggunakan gaya gravitasi untuk membantu membangkitkan sekresi sehingga

sekresi dapat lebih mudah dibatukkan atau diisap

5.   Instruksikan pasien untuk menghindari iritan seperti asap rokok, aerosol, suhu yang ekstrem,

dan asap.

Rasional : Iritan bronkial menyebabkan bronkokonstriksi dan meningkatkan pembentukkan

lendir, yang kemudian mengganggu clearance jalan napas.

6.   Ajarkan tentang tanda-tanda dini infeksi yang harus dilaporkan pada dokter dengan segera :

Page 28: BAB I

a.   Peningkatan sputum

b.   Perubahan dalam warna sputum

c.   Peningkatan kekentalan sputum

d.   Peningkatan napas pendek, rasa sesak di dada, keletihan,

e.   Peningkatan batuk

Rasional : Infeksi pernapasan minor yang tidak memberikan konsekuensi pada individu

dengan paru-paru yang normal dapat menyebabkan gangguan fatal bagi individu dengan

emfisema. Pengenalan dini amat penting.

7.   Berikan antibiotik sesuai yang diharuskan.

Rasional : Antibiotik mungkin diresepkan untuk mncegah atau mengatasi infeksi.

8.   Berikan dorongan pada pasien untuk melakukan imunisasi terhadap influenza dan

Streptococcus pneumoniae.

Rasional : Individu dengan kondisi pernapasan rentan terhadap infeksi dan diberikan

dorongan untuk melakukan

Diagnosa 3: Pola napas tidak efektif b.d napas pendek, mukus, bronkokonstriksi, dan iritan

jalan napas.

Tujuan : Perbaikan dalam pola pernapasan

Kriteria hasil :

   Klien dapat melatih pernapasan dirapatkan dan diafragmatik serta menggunakannnya ketika

sesak napas dan saat melakukan aktivitas.

   Klien memperlihatkan tanda-tanda penurunan upaya bernapas dan membuat jarak dalam

aktovotas.

   Klien dapat menggunakan pelatihan otot-otot inspirasi, seperti yang diharuskan, selama 10

menit setiap hari.

Intervensi :

1.   Ajarkan pasien pernapasan diafragmatik dan pernapasan bibir dirapatkan.

Rasional: Mambantu pasien memperpanjang waktu ekspirasi. Dengan teknik ini, pasien akan

bernapas lebih efisien dan efektif.

2.   Berikan dorongan untuk menyelingi aktivitas dengan periode istirahat. Biarkan pasien

membuat beberapa keputusan (mandi, bercukur) tentang perawatannya berdasarkan pada

tingkat toleransi pasien.

Rasional : Memberikan jeda aktivitas akan memungkinkan pasien untuk melakukan aktivitas

tanpa distress berlebihan.

Page 29: BAB I

3.   Berikan dorongan penggunaan pelatihan otot-otot pernapasan jika diharuskan.

Rasional : Menguatkan dan mnegkondisikan otot-otot pernapasan.

Diagnosa 4: Kurang perawatan diri b.d keletihan sekunder akibat peningkatan upaya

pernapasan dan insufisiensi ventilasi dan oksigenasi.

Tujuan : Kemandirian dalam aktivitas perawatan diri.

Kriteria hasil :

   Klien dapat menggunakan pernapasan terkontrol ketika mandi, membungkuk, dan berjalan.

   Klien dapat membuat  jarak aktivitas kehidupan sehari-hari dan menyelinginya dengan

periode istirahat untuk mengurangi keletihan dan dispnea.

   Klien dapat menguraikan strategi penghematan energi.

   Klien dapat melakukan aktivitas perawatan diri yang sama seperti sebelumnya.

   Klien dapat melakukan drainase postural dengan benar.

   Klien dapat menggali sumber-sumber yang tersedia untuk modifikasi pekerjaan.

Intervensi :

1.   Ajarkan pasien untuk mengkoordinasikan pernapasan diafragmatik dengan aktivitas (misal :

berjalan, membungkuk).

Rasional : Akan memungkinkan pasien untuk lebih aktif dan untuk menghindari keletihan

yang berlebihan aatau dispnea selama aktivitas.

2.   Berikan pasien dorongan untuk mulai mandi sendiri, berpakaian sendiri, berjalan, dan minum

cairan. Bahas tentang tindakan penghematan energi.

Rasional : Sejalan dengan teratasinya kondisi pasien akan mampu melakukan lebih banyak

namun perlu didorong untuk menghindari peningkatan   ketergantungan.

3.   Ajarkan tentang drainase postural bila memungkinkan.

Rasional : Memberikan dorongan pada pasien untuk terlibat dalam perawatan dirinya.

Membangun harga diri dan menyiapkan pasien untuk mengatasinya di rumah.

Diagnosa 5: Intoleransi aktivitas b.d keletihan, hipoksemia, dan pola pernapasan tidak efektif

Tujuan : Perbaikan dalam toleransi aktivitas.

Kriteria hasil :

   Klien dapat melakukan aktivitas dengan napas pendek lebih sedikit.

   Klien dapat mengungkapkan perlunya untuk melakukan latihan setiap hari dan memperagakan

rencana latihan yang akan dilakukan di rumah.

Page 30: BAB I

   Klien dapat berjalan dan secara bertahap meningkatkan waktu dan jarak berjalan untuk

memperbaiki kondisi fisik.

Intervensi :

1.   Dukung pasien dalam menegakkan regimen latihan teratur dengan mengguanakan treadmill

dan exercise, berjalan atau latihan lainnya yang sesuai, seperti berjalan perlahan.

a.   Kaji tingkat fungsi pasien yang terakhir dan kembangkan rencana latihan berdasarkan pada

status fungsi dasar.

b.   Sarankan konsultasi dengan ahli terapi fisik untuk menentukan program latihan spesifik

terhadap kemampuan pasien. Siapkan unit oksigen portable untuk berjaga-jaga jika

diperlukan selama latihan.

Rasional : Otot-otot yang mengalami konyaminasi membutuhkan lebih banyak oksigen dan

memberikan beban tambahan pada paru-paru. Melalui latihan yang teratur, bertahap,

kelompok otot ini menjadi lebih terkondisi, dan pasien dapat melakukan lebih banyak tanpa

mengalami napas pendek. Latihan yang bertahap memutus siklus yang melemahkan ini.

Diagnosa 6: Koping individu tidak efektif b.d kutang sosialisasi, ansietas, depresi, tingkat

aktivitas rendah, ketidakmampuan untuk bekerja.

Tujuan : Pencapaian tingkat koping yang optimal.

Kriteria hasil :

   Klien dapat mengekspresikan minat di masa depan.

   Klien dapat ikut serta dalam rencana pemulangan.

   Klien dapat mendiskusikan aktivitas dan metode yang dapat delakukan untuk menghilangkan

sesak napas.

   Klien dapat menggunakan teknik relaksasi dengan sesuai.

   Klien dapat mengekspresikan minat dalam program rehabilitasi paru.

Intervensi :

1.   Mengadopsi sikap yang penuh harapan dan memberikan semangat yang dilakukan pada

pasien.

Rasional : Suatu perasaan harapan akan memberikan sesuatu yang dapat dikerjakan,

ketimbang  sikap yang merasa kalah, tidak berdaya.

2.   Dorong aktivitas sampai tingkat toleransi gejala.

Page 31: BAB I

Rasional : Aktivitas mengurangi ketegangan dan mengurangi tingkat dispnea sejalan dengan

pasien menjadi terkondisi.

3.   Ajarkan teknik relaksasi atau berikan rekaman untuk relaksasi bagi pasien.

Rasional : Relaksasi mengurangi stress dan ansietas dan membantu apsien untuk mengatasi

ketidakmampuannya.

4.   Daftarkan pasien pada program rehabilitasi pulmonari bila tersedia.

Rasional : Program rehabilitasi paru telah menunjukkan dapat meningkatkan perbaikan

subjektif status dan harga diri pasien juga meningkatkan toleransi latihan serta mengurangi

hospitaslisasi.

5.   Sarankan konseling vokasional untuk menggali kesempatan altenatif pekerjaan (jika

memungkinkan).

Rasional : Modifikasi pekerjaan mungkin harus dibuat dan sumber-sumber yang sesuai

digunakan untuk mencapai tujuan ini

4.   Evaluasi

Hasil yang diharapkan :

1.   Menunjukkan perbaikan pertukaran gas dengan menggunakan bronkodilator dan terapi

oksigen sesuai yang diresepkan.

a. Tidak menunjukkan tanda-tanda kegelisahan, konfusi, atau agitasi.

b. Mempunyai nilai-nilai gas darah arteri yang stabil.

2.   Mencapai bersihan jalan napas.

a. Berhenti merokok

b. Menghindari bahan-bahan yang merangsang dan suhu ekstrem.

c. Meningkatkan masukan cairan hingga 6-8 gelas per hari

d. Melakukan drainase postural dengan benar

e.Mengetahui tanda-tanda dini infeksi dan wasapada terhadap pentingnya melaporkan tanda-

tanda ini jika terjadi.

3.   Memperbaiki pola pernapasan

a.  Berlatih dan menggunakan pernapasan diafragmatis dan bibir dirapatkan.

b.  Menunjukkan penurunan tanda-tanda upaya bernapas.

4.   Melakukan aktivitas perawatan diri dalam batasan toleransi

a.  Mengatur aktivitas untuk menghindari keletihan dan dispnea.

b.  Menggunakan pernapasan terkendali ketika melakukan aktivitas.

Page 32: BAB I

5.   Mencapai toleransi aktivitas, dan melakukan latihan serta melakukan aktivitas dengan sesak

naps lebih sedikit.

6.   Mendapatkan mekanisme koping yang efektif serta ikut serta dalam program rehabilitasi

paru.

BAB III

PENUTUP

A.    Kesimpulan

Penyakit Paru Obstruktif Kronik yang biasa dikenal sebagai PPOK merupakan penyakit

kronik yang ditandai dengan keterbatasan aliran udara dalam saluran napas yang tidak

sepenuhnya reversibel dan biasanya menimbulkan obstruksi. Gangguan yang bersifat

progresif (cepat dan berat)  ini disebabkan karena terjadinya Radang kronik akibat pajanan

partikel atau gas beracun yang terjadi dalam kurun waktu yang cukup lama dengan gejala

utama sesak napas, batuk, dan produksi sputum dan keterbatasan aktifitas.

Penyebab dari penyakit ini yaitu dari kebiasaan sehari-hari seperti merokok, lingkungn

yang tidak bersih, mempunyai penyakit saluran pernfasan, dll. Penyakit ini tidak dapat

disembuhkan secara total karena penyakit ini merupakan penyakit komplikasi seperti asma,

emphiema, bronkus kritis dll. Hanya saja akan berkurang secara bertahap apabila rutin

berkonsultasi dengan dokter, mengubah pola hidup sehari-hari dan sering berolahraga.

                                   

DAFTAR PUSTAKA

Marilynn doenges. 1999. Rencana asuhan keperawatan. Jakarta. Egc

Aziz alimul hidayat.2008. pengantar kebutuhan dasar manusia. Jakarta. Salemba medika

Jackson marilynn.2009. clinical nursing. Erlangga

Page 33: BAB I

Riyanto BS, Hisyam B.2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Edisi 4 Obstruksi Saluran

Pernafasan Akut. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen IPD FKUI

GOLD. Pocket Guide to COPD Diagnosis, Management and Prevention. USA: 2007. p. 6.

[serial online] 2007. [Cited] 20 Juni 2008. Didapat dari :

http://www.goldcopd.com/Guidelineitem.asp?l1=2&l2=1&intId=989

Dicatat oleh dwi sulistyo widiastuti di 6:29 PG