bab i
TRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Hipertensi merupakan kelainan kardiovaskuler yang menjadi penyebab
kematian utama di seluruh dunia. Hipertensi adalah keadaan meningkatnya
tekanan darah sistolik lebih besar dari 140 mmHg, atau diastolik lebih besar dari
90 mmHg pada dua kali pengukuran dengan selang waktu 5 menit dalam keadaan
cukup istirahat/ tenang (Kuswardhani, 2005).
Menurut Khancit (2011), WHO mencatat ada satu miliar orang yang
terkena hipertensi. Di Indonesia, angka penderita hipertensi mencapai 32 persen
pada 2008 dengan kisaran usia di atas 25 tahun. Jumlah penderita pria mencapai
42,7 persen, sedangkan 39,2 persen adalah wanita. (Kompas, 2013).
Hasil survei Direktorat Jenderal Bina Pelayanan Medik yang dilaksanakan
pada tahun 2009 menunjukkan bahwa hipertensi termasuk dalam 10 penyakit
yang paling sering dijumpai pada pasien-pasien rawat jalan, yaitu sebanyak
123.269 kasus, berjajar bersama penyakit menular lainnya seperti diare, infeksi
saluran napas gastroenteritis, dan lain-lain. (Depkes, 2009).
Hipertensi merupakan penyakit yang memerlukan terapi dalam
pengobatannya, maka sangat diperlukan managemen hipertensi yang didasarkan
pada kepatuhan terapi. Tujuan terapi hipertensi adalah mencapai dan
mempertahankan tekanan darah sitolik di bawah 140 mmHg dan tekanan darah
diastolik di bawah 90 mmHg dan mengontrol faktor risiko (Ganiswarna, 2007).
Menurut Katzung & Bertram (2007), ada dua terapi yang dilakukan untuk
mengobati hipertensi yaitu terapi farmakologis dan terapi non farmakologis.
Terapi farmakologis yaitu dengan menggunakan obat-obatan antihipertensi yang
terbukti dapat menurunkan tekanan darah, sedangkan terapi non farmakologis atau
disebut juga dengan modifikasi gaya hidup yang meliputi berhenti merokok,
mengurangi kelebihan berat badan, menghindari alkohol, modifikasi diet serta
yang mencakup psikis antara lain mengurangi stress, olahraga, dan istirahat
(Astawan, 2002).
Keberhasilan suatu terapi tidak hanya ditentukan oleh diagnosis dan
pemilihan obat yang tepat, tetapi juga oleh kepatuhan (compliance) pasien untuk
melaksanakan terapi tersebut. Salah satu faktor yang mempengaruhi pasien
hipertensi dalam menjalankan program terapi adalah pengetahuan (Saputro,
2009). Menurut Irmalita (2003) kebanyakan pasien tidak meminum obat
antihipertensi sesuai dengan yang diresepkan dan menghentikannya setelah 1
tahun. Hal ini disebabkan karena kurangnya pengetahuan pasien tentang program
terapi hipertensi. Oleh karena itu, sangat penting memberikan edukasi tentang
manfaat pengontrolan tekanan darah dalam jangka panjang untuk mencapai hasil
terapi yang diinginkan (Kaplan, 2001). Pentingnya informasi mengenai hipertensi
akan menambah pengetahuan sehingga pasien hipertensi dapat mengendalikan
tekanan darahnya melalui program terapi yang diikutinya (Ragot, et al., 2005).
Kepatuhan mencakup kombinasi antara kontrol tekanan darah dan
penurunan faktor risiko yang dilakukan pasien. Keberhasilan dalam
mengendalikan tekanan darah tinggi merupakan usaha bersama antara pasien dan
dokter yang menanganinya. Kepatuhan seorang pasien yang menderita hipertensi
tidak hanya dilihat berdasarkan kepatuhan dalam meminum obat antihipertensi
tetapi juga dituntut peran aktif pasien dan kesediaannya untuk memeriksakan
kesehatannya ke dokter sesuai dengan jadwal yang ditentukan serta perubahan
gaya hidup sehat yang dianjurkan (Burnier, 2001).
Ketidakpatuhan pasien hipertensi terhadap program terapi merupakan
masalah yang besar pada penderita hipertensi. Diperkirakan 50% diantara mereka
menghentikan pengobatan dalam 1 tahun pemulihan. Pengontrolan tekanan darah
yang memadai hanya dapat dipertahankan pada 20%, namun bila pasien
berpartisipasi aktif dalam program terapi, termasuk pemantauan diri mengenai
tekanan darah dan diit, kepatuhan cenderung meningkat karena dapat segera
diperoleh umpan balik sejalan dengan perasaan semakin terkontrol (Brunner &
Suddarth, 2001).
Di Indonesia kesadaran dan pengetahuan tentang penyakit hipertensi
masih sangat rendah hal ini terbukti, masyarakat lebih memilih makanan siap saji
yang umumnya rendah serat, tinggi lemak, tinggi gula, dan mengandung banyak
garam. Pola makan yang kurang sehat ini merupakan pemicu penyakit hipertensi
(Austriani,2008).
Di negara Indonesia, penderita hipertensi yang berobat teratur di
Puskesmas sekitar 22,8% sedangkan yang tidak teratur mencapai 77,2%,
(Riskesdas) 2007. Hal ini terlihat dari hasil pengukuran tekanan darah pada usia
18 tahun ke atas ditemukan prevalensi (jumlah keseluruhan kasus penyakit yang
terjadi pada suatu waktu tertentu di suatu wilayah) hipertensi di Indonesia sebesar
31,7% (http://okezone.com).
Berdasarkan hal diatas peneliti merasa tertarik untuk meneliti “Gambaran
Tingkat Kepatuhan Pasien Hipertensi Dalam Pelaksanaan Program Terapi di
Poliklinik Interna RSUP Sanglah Tahun 2013”.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian dari latar belakang diatas, maka dapat dirumuskan
permasalahan penelitian :”Bagaimanakah gambaran tingkat kepatuhan pasien
hipertensi dalam pelaksanaan program terapi di Poliklinik Interna RSUP Sanglah
Tahun 2013?”
C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Adapun tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk mengetahui gambaran
tingkat kepatuhan pasien hipertensi dalam pelaksanaan program terapi di
Poliklinik Interna RSUP Sanglah Tahun 2013.
2. Tujuan Khusus
a. Mengidentifikasi karakteristik pasien hipertensi yang menjalani program
terapi yang meliputi umur, jenis kelamin, pendidikan dan pekerjaan.
b. Mengidentifikasi kepatuhan pasien hipertensi yang menjalani program terapi
yang meliputi kepatuhan pada aktivitas, diet, obat dan ketiga program terapi
hipertensi.
D. Manfaat Penelitian
1. Segi Teoritis
Hasil penelitian ini dapat digunakan untuk mengembangkan ilmu pengetahuan
di bidang keperawatan dalam khususnya dalam masalah hipertensi dan bermanfaat
untuk memberikan materi tentang pelaksanaan program terapi kepada pasien.
2. Segi Praktis
Perawat dalam pemberian pendidikan kesehatan kepada pasien hipertensi
tentang pentingnya kepatuhan dalam menjalankan program terapi yang dianjurkan
oleh tim medis.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Konsep Hipertensi
1. Pengertian Hipertensi
Hipertensi dapat didefinisikan sebagai tekanan darah persisten dimana
tekanan sistoliknya di atas 140 mmHg dan tekanan diastoliknya di atas 90 mmHg.
Pada populasi manula, hipertensi didefinisikan sebagai tekanan sistolik 160
mmHg dan tekanan diastolik 90 mmHg (Brunner & Suddarth, 2002).
Menurut WHO hipertensi terjadi bila tekanan darah diatas 160/95 mmHg,
sementara itu Smelttzer & Bare (2002) mengemukakan bahwa hipertensi
merupakan tekanan darah persisten atau terus menerus sehingga melebihi batas
normal dimana tekanan sistolik diatas 140 mmHg dan tekanan diastole diatas 90
mmHg.
Hipertensi juga sering diartikan sebagai suatu keadaan dimana tekanan
darah sistolik lebih dari 120 mmHg dan tekanan diastolik lebih dari 80 mmHg
(Ardiansyah, 2012).
Dari beberapa definisi diatas maka dapat disimpulkan bahwa hipertensi
adalah suatu keadaan dimana terjadi peningkatan tekanan darah sistolik ≥140
mmHg dan tekanan diastoliknya ≥90 mmHg.
2. Etiologi
Hipertensi dibagi menjadi dua golongan berdasarkan penyebabnya
a. Hipertensi Primer/Hipertensi Esensial
Menurut Hananta (2011) faktor resiko terjadinya hipertensi primer adalah
sebagai berikut :
1) Faktor Keturunan (Genetik)
Faktor genetik dapat menyebabkan seseorang mengalami hipertensi,
efeknya tidak secara langsung namun melalui tingkat sensitivitas kita terhadap
garam atau Nacl. Berdasarkan penelitian eksperimental, diketahui bahwa respon
tekanan darah manusia terhadap garam diturunkan secara genetik. Maksudnya
adalah bahwa seseorang bisa saja mudah mengalami kenaikan tekanan darah bila
mengonsumsi makanan atau minuman yang banyak mengandung garam atau tidak
sama sekali.
2) Usia, Ras, dan Jenis Kelamin
Semakin lanjut usia seseorang, maka tekanan darah akan semakin tinggi
karena beberapa faktor : elastisitas pembuluh darah yang berkurang, fungsi ginjal
sebagai penyeimbang tekanan darah yang menurun. Jenis kelamin berpengaruh
terhadap kadar hormon yang dimiliki seseorang. Estrogen yang dominan dimiliki
wanita diketahui sebagai faktor protektif/perlindungan pembuluh darah, sehingga
penyakit jantung dan pembuluh darah (kardiovaskuler) lebih banyak ditemukan
pada pria yang kadar estrogennya lebih rendah daripada wanita.
Sedangkan seorang wanita yang telah menopause, dengan kata lain
produksi hormon estrogennya berkurang, lebih berisiko menderita penyakit
jantung dan pembuluh darah. Penyakit ini sering disebut “silent killer” atau
pembunuh yang diam karena orang yang mengalami hipertensi biasanya tidak
mengalami tanda atau gejala yang khusus. Penderita penyakit ini biasanya baru
menyadarinya saat tekanan darah sudah menjadi sangat tinggi dan mengarah pada
serangan jantung dan stroke. Hipertensi yang tidak ditangani dengan baik dapat
mengarah pada banyak penyakit degeneratif seperti gagal jantung kongestif, gagal
ginjal fase akhir, dan penyakit kardiovaskuler lainnya.
3) Berat Badan
Penelitian dan beberapa studi yang dilakukan dunia telah menemukan
bahwa orang gemuk lebih mudah terkena hipertensi. Berat badan berhubungan
dengan tekanan darah. Berdasarkan Framingham Heart Study, sebanyak 75% dan
65% kasus hipertensi yang terjadi pada pria dan wanita secara langsung berkaitan
dengan kelebihan berat badan dan obesitas. Namun tidak semua kegemukan
berhubungan dengan hipertensi. Ada dua jenis kegemukan, yaitu kegemukan
sentral dan perifer. Pada kondisi kegemukan sentral lemak mengumpul di sekitar
perut atau kata lain, buncit. Sedangkan kegemukan perifer adalah kegemukan
yang merata di seluruh tubuh. Artinya lemak menyebar rata di seluruh bagian
tubuh.
Kegemukan sentral merupakan faktor penentu yang lebih penting terhadap
peningkatan tekanan darah dibandingkan dengan kelebihan berat badan perifer.
Hipertensi lebih banyak ditemukan pada orang dengan kegemukan sentral.
4) Asupan Garam
Asupan garam yang berlebihan dapat meningkatkan tekanan darah kita.
Teori ini memang didukung bahwa faktanya semakin banyak orang mengonsumsi
garam (baik secara sengaja atau tidak) maka akan semakin tinggi tekanan
darahnya. Garam, yang secara kimiawi dirumuskan Nacl terdiri dari natrium (Na)
dan klor (Cl). Natrium yang beeredar dalam darahlah yang memiliki efek
langsung pada peningkatan tekanan darah ini dengan membentuk ikatan dengan
air (H2O) yang menyebabkan jumlah/volume cairan darah meningkat. Pada
kondisi peningkatan volume cairan darah, maka tubuh, dalam hal ini jantung,
merespons dengan meningkatkan tekanan darah untuk menjamin seluruh cairan
darah dapat beredar ke seluruh tubuh.
5) Stres
Stres yang akut dapat meningkatkan tekanan darah.
6) Gaya hidup yang kurang sehat
Orang normotensi serta kurang gerak dan tidak bugar mempunyai risiko 20
– 50% lebih besar untuk terkena hipertensi selama masa tindak lanjut jika
dibandingkan dengan orang yang lebih aktif dan bugar. Olahraga yang teratur,
yang cukup untuk mencapai sekurang – kurangnya atas kebugaran fisik sedang,
ternyata bermanfaat, baik untuk mencegah maupun untuk menangani hipertensi
(Laporan Komisi Pakar WHO,2001).
b. Hipertensi Sekunder/Hipertensi Renal
Menurut Ardiansyah (2012) hipertensi sekunder adalah jenis hipertensi
yang penyebabnya diketahui. Beberapa gejala atau penyakit yang menyebabkan
hipertensi jenis ini antara lain :
1) Coarctation aorta, yaitu penyempitan aorta congenital yang (mungkin) terjadi
pada beberapa tingkat aorta torasik atau aorta abdominal. Penyempitan ini
menghambat aliran darah melalui lengkung aorta dan mengakibatkan
peningkatan tekanan darah di atas area konstriksi.
2) Penyakit parenkim dan vaskular ginjal. Penyakit ini merupakan penyebab
utama hipertensi sekunder. Hipertensi renovaskuler berhubungan dengan
penyempitan satu atau lebih arteri besar, yang secara langsung membawa
darah ke ginjal. Sekitar 90% lesi arteri renal pada pasien dengan hipertensi
disebabkan oleh arterosklerosis atau fibrous dysplasia (pertumbuhan
abnormal jaringan fibrous). Penyakit parenkim ginjal terkait dengan infeksi,
inflamasi, serta perubahan struktur serta fungsi ginjal.
3) Penggunaan kontrasepsi hormonal (esterogen). Oral kontrasepsi yang berisi
estrogen dapat menyebabkan hipertensi melalui mekanisme renin-aldosteron-
mediate volume expansion. Dengan penghentian oral kontrasepsi, tekanan
darah kembali normal setelah beberapa bulan.
4) Gangguan endokrin. Disfungsi medulla adrenal atau korteks adrenal dapat
menyebabkan hipertensi sekunder. Adrenal-mediate hypertension disebabkan
kelebihan primer aldosteron, kortisol, dan katekolamin. Pada aldosteron
primer, kelebihan aldosteron menyebabkan dan hipokalemia. Aldosteonisme
primer biasanya timbul dari adenoma korteks adrenal yang benign (jinak).
Pada sindrom cushing, terjadi kelebihan glukokortikoid yang diekskresi dari
korteks adrenal. Sindrom chusing mungkin disebabkan oleh hiperplasi
adrenokortikal atau adenoma adrenokortikal.
5) Kegemukan (obesitas) dan gaya hidup yang tidak aktif (malas berolahraga)
6) Stres, yang cenderung menyebabkan kenaikan tekanan darah untuk sementara
waktu. Jika stres telah hilang, maka tekanan darah biasanya akan kembali
normal.
7) Kehamilan
8) Luka bakar
9) Peningkatan volume intravaskular
10) Merokok. Nikotin dalam rokok dapat merangsang pelepasan katekolamin.
Peningkatan katekolamin ini mengakibatkan iritabilitas miokardial,
peningkatan denyut jantung, serta menyebabkan vasokontriksi yang
kemudian meningkatkan tekanan darah.
3. Klasifikasi Hipertensi
Menurut The Joint National Committee on Detection, Evaluation, and
Treatment of High Blood Pressure (1998), klasifikasi tekanan darah pada orang
dewasa terbagi menjadi kelompok normal, normal tinggi, hipertensi derajat 1,
derajat 2, derajat 3 dan derajat 4 :
Tabel 1
Klasifikasi Hipertensi
Kategori TDD (mmHg) TDS (mmHg)
Normal < 85 < 130
Normal tinggi 85-89 130-139
Hipertensi
tinggi 1 (ringan) 90-99 140-159
tinggi 2 (sedang) 100-109 160-179
tinggi 3 (berat) 110-119 180-210
tinggi 4 (sangat berat) ≥ 120 ≥ 210
Sumber : The Joint National Committee on Detection, Evaluation, and Treatment of High Blood Pressure (1998) dalam Buku Keperawatan Medikal Bedah (Ardiansyah, 2012)
4. Patofisiologi Hipertensi
Mekanisme yang mengontrol kontriksi dan relaksasi pembuluh darah
terletak di pusat vasomotor, pada medula di otak. Dari pusat vasomotor ini
bermula rajas saraf simpatis, yang berlanjut ke bawah ke korda spinalis dan keluar
dari kolumna medulla spinalis ke ganglia simpatis di toraks dan abdomen.
Rangsangan pusat vasomotor dihantarkan dalam bentuk impuls yang bergerak ke
bawah melalui sistem saraf simpatis ke ganglia simpatis. Pada titik ini, neuron
preganglion melepaskan asetilkolin, yang akan merangsang serabut saraf pasca
ganglion ke pembuluh darah, dimana dengan dilepaskannya norepinefrin
mengakibatkan kontriksi pembuluh darah. Berbagai factor seperti kecemasan dan
ketakutan dapat mempengaruhi resposns pembuluh darah terhadap rangsang
vasokonstriktor. Individu dengan hipertensi sangat sensitif terhadap norepinefrin,
meskipun tidak diketahui dengan jelas mengapa hal tersebut bisa terjadi.
Pada saat bersamaan dimana sistem saraf simpatis merangsang pembuluh
darah sebagai respons rangsang emosi, kelenjar adrenal juga terangsang,
mengakibatkan tambahan aktivitas vasokontriksi. Medula adrenal mensekresi
epinefrin, yang menyebabkan vasokontriksi. Korteks adrenal mensekresi kortisol
dan steroid lainnya, yang dapat memperkuat respons vasokonstriktor pembuluh
darah. Vasokontriksi yang mengakibatkan penurunan aliran darah ke ginal,
menyebabkan pelepasan renin. Renin merangsang pembentukan angiotensin I
yang kemudian diubah menjadi angiotensin II, suatu vasokonstriktor kuat, yang
pada gilirannya merangsang sekresi aldosteron oleh korteks adrenal. Hormon ini
menyebabkan retensi natrium dan air oleh tubulus ginjal, menyebabkan
peningkatan volume intravaskuler. Semua faktor tersebut cenderung mencetuskan
keadaan hipertensi (Brunner & Suddarth, 2002).
5. Tanda dan Gejala Hipertensi
Menurut Ardiansyah (2012), sebagian tanda dan gejala yang timbul setelah
penderita mengalami hipertensi selama bertahun-tahun. Gejalanya berupa :
a. Nyeri kepala saat terjaga, terkadang disertai mual dan muntah akibat
peningkatan tekanan darah interaknium
b. Penglihatan kabur karena terjadi kerusakan pada retina sebagai dampak dari
hipertensi
c. Ayunan langkah yang lemah karena terjadi kerusakan sususan saraf pusat
d. Noturia (sering berkemih di malam hari) karena adanya peningkatan aliran
darah ke ginjal dan filtrasi glomerulus
e. Edema dependen dan pembengkakan akibat peningkatan tekanan kapiler
Pada kasus hipertensi berat, gejala yang dialami pasien antara lain sakit
kepala (rasa berat di tengkuk), palpitasi, kelelahan, nausea, munyah-muntah,
kegugupan, keringat berlebih, tremor otot, nyeri dada, epistaksis, pandangan
kabur atau ganda, tinnitus (telinga mendenging), serta kesulitan tidur.
6. Penatalaksanaan Hipertensi
Penanggulangan hipertensi secara garis besar dibagi menjadi 2 jenis
penatalaksanaan yaitu penatalaksanaan non farmakologi dan penatalaksaan
farmakologi atau dengan obat (Suyono, 2001).
a. Penatalaksanan non farmakologi
1) Aktivitas Fisik / Olahraga
Bagi penderita hipertensi, kesehatan fisik dan psikis sangat diperlukan
untuk menjaga keseimbangan tekanan darah agar berada pada kisaran normal.
Olahraga adalah vasoaktif alami. Olahraga akan membuat pembuluh darah
menjadi lebar, sehingga sirkulasi darah menjadi lancar. Olahraga membantu
memompa darah ke seluruh sistem tubuh. Perbaikan kualitas otot meski hanya
sedikit cukup bermakna untuk memperbaiki keseimbangan sistem biologis yang
bekerja di dalam tubuh, termasuk sistem yang bekerja mengatur tekanan darah.
Jenis olahraga yang direkomendasikan untuk penderita hipertensi adalah aerobik.
Latihan aerobik ada bermacam-macam seperti jalan kaki, bersepeda, dan berenang
(Lingga, 2012).
Seorang pengidap hipertensi dianjurkan untuk menghindari kebiasaan
hidup tidak aktif seperti duduk lama menonton televisi, bermain game, atau
bermain internet terlalu lama. Rajin melakukan aktivitas fisik dan olahraga secara
teratur selama 30-45 menit sebanyak 3-5 kali per minggu dapat membantu
menurunkan bobot badan dan menurunkan risiko berbagai penyakit
kardiovaskular (Garnadi, 2012).
2) Diet makanan
a) Diet rendah garam
Diet hipertensi adalah mengurangi asupan garam harian kurang dari 2.400
gram. Ketidakpatuhan penderita hipertensi untuk melaksanakan diet rendah garam
merupakan salah satu penyebab kegagalan terapi hipertensi (Garnadi, 2012).
Pengurangan asupan garam terbukti dapat menurunkan tekanan darah.
Pada hipertensi derajat 1, pengurangan asupan garam dapat digunakan sebagai
langkah awal pengobatan hipertensi. Nasehat pengurangan asupan garam harus
memperhatikan kebiasaan makan pasien, dengan memperhitungkan jenis makanan
tertentu yang banyak mengandung garam. Di negara yang sedang berkembang
asupan garam tiap hari sekitar 150-200 mmol. Pengurangan garam sepertiganya
atau asupan garam sebanyak 90-100 mmol tiap hari terbukti cukup efektif dalam
menurunkan tekanan darah dan masih dapat diterima oleh pasien (Suyono, 2001).
Pengurangan garam dalam makanan menyebabkan pengurangan asupan
natrium yang akan mengakibatkan peningkatan asupan kalium karena akan dipilih
makanan tertentu yang sudah diproses lebih dahulu yang pada umumnya banyak
mengandung kalium. Penambahan kalium akan menurunkan natrium intrasel
dengan cara aktivasi pompa Na-K-ATP (sodium – potasium –
adenosinetriphosphatase pump) yang akan mengakibatkan pengurangan efek
peninggian tekanan darah yang disebabkan oleh asupan natrium yang banyak
(Suyono, 2001).
Menurut Garnadi (2012) dalam Buku Hidup Nyaman Dengan Hipertensi
disebutkan ada beberapa prinsip diet rendah garam sebagai berikut :
(1) Kurangi asupan garam tidak lebih dari 2.400 mg per hari (1-1 sendok teh).
Satu sendok teh garam mengandung 2.000 mg garam natrium.
(2) Kurangi penambahan garam sebagai bumbu masak.
(3) Kurangi konsumsi bahan makanan olahan yang diberi garam selama proses
pembuatannya, seperti kecap, saus, margarin, mentega, keju, terasi, dan petis.
(4) Hindari bahan makanan yang diawetkan dengan metode pengasinan, misalnya
ikan asin cumi asin.
(5) Hindari konsumsi makanan yang diawetkan, seperti sarden, kornet, hot dog,
dan sosis. Pilih daging segar untuk dikonsumsi sehari – hari.
(6) Hindari camilan berkadar garam cukup tinggi, seperti kue, biskut, dan
krakers. Camilan yang baik adalah buah – buahan segar.
(7) Perbanyak konsumsi buah – buahan segar, bukan buah yang diawetkan
seperti asinan buah – buahan.
(8) Hindari makanan atau minuman yang mengandung natrium glutamate. Bahan
pengawet tersebut biasanya ada pada makanan kalengan dan minuman soft drink.
(9) Hindari camilan yang mengandung MSG atau mono sodium glutamate. Ciri
makanan ber – MSG adalah cita rasa gurih, misalnya aneka keripik kemasan.
(10)Perhatikan informasi kandungan natrium (sodium) pada berbagai label
informasi makanan kemasan.
b) Diet sehat dan Diet DASH (Dietary Approaches to stop Hypertension)
Untuk menurunkan tekanan darah pengidap hipertensi tidak cukup hanya
membatasi asupan garam, tetapi juga mengubah pola makan menjadi pola makan
sehat. Pola makan sehat membantu menurunkan bobot badan. Beberapa prinsip
diet sehat adalah meningkatkan konsumsi buah – buahan dan sayuran,
menghindari konsumsi lemak jenuh dan makanan berkolesterol tinggi, serta tidak
mengonsumsi minuman beralkohol.
Banyak mengonsumsi sayuran dan buah – buahan sangat baik karena kaya
akan kalium, magnesium, dan kalsium yang baik bagi penurunan tekanan darah.
Pengidap hipertensi sebaiknya juga memperbanyak konsumsi sayuran dan buah –
buahan yang kaya akan serat (Garnadi, 2012).
Menurut Martha (2012), prinsip utama dalam melakukan pola makan sehat
adalah gizi seimbang, dimana mengonsumsi beragam makanan yang seimbang
yaitu :
(1)Sumber karbohidrat : biji – bijian.
(2)Sumber protein hewani : ikan, unggas, putih telor, dan susu bebas
lemak.
(3)Sumber protein nabati : kacang – kacangan dan kacang polong.
(4)Sumber vitamin dan mineral : sayur dan buah – buahan segar.
b. Penatalaksanaan farmakologi
Dalam semua jenis hipertensi, obat-obatan hanya bisa menghilangkan
gejalanya, tidak dapat mengobati penyebabnya. Jenis dan kuantitas obat yang
diresepkan dalam pengobatan hipertensi berbeda dari satu pasien ke pasien
lainnya. Jika tekanan darah hanya cukup tinggi, dokter mungkin meresepkan satu
jenis obat saja, sedangkan pada kasus hipertensi serius ia mungkin meresepkan
suatu kombinasi obat-obatan ( Wolff, 2006 ).
Contoh obat-obat yang sering digunakan adalah golongan diuretik.
Diuretik adalah golongan obat yang mekanisme kerjanya mengeluarkan cairan
dan garam dari dalam tubuh melalui ginjal. Gejala yang biasa ditemui adalah
peningkatan frekuensi miksi (berkemih). Contoh golongan obat diuretik adalah
HCT (Hydro Chloro Tiazid) dan furosemid (Garnadi, 2012).
Jenis obat lainnya adalah golongan ACE-Inhibitor. ACE-Inhibitor adalah
golongan obat yang bermanfaat mencegah timbulnya serangan jantung pada
pasien berisiko tinggi, pria lanjut usia, dan pengidap diabetes. Sekaligus
mencegah pembesaran jantung. Mekanisme kerja dari ACE-Inhibitor adalah
menurunkan tekanan darah dengan memblokade sistem renin-angiotensin-
aldosteron. Contoh golongan obat dari ACE-Inhibitor adalah kaptropril, lisinopril,
enalapril dan ramipril (Garnadi, 2012).
Obat jenis lainnya adalah golongan angiotensin II receptor blokers.
Angiotensin II receptor blokers adalah golongan obat yang bermanfaat mencegah
serangan jantung. Obat golongan ini lebih efektif dibandingkan dengan golongan
beta blockers. Mekanisme kerja dari obat golongan tersebut adalah menurunkan
tekanan darah dengan memblokade sistem renin-angiotensin-aldosteron di lokasi
yang lebih spesifik. Contoh golongan obat dari angiotensin II receptor blokers
adalah valsartan, termisartan, dan olmesartan (Garnadi, 2012).
Adapun jenis obat lainnya adalah golongan beta blocker (penyekat beta).
Beta blocker adalah golongan obat yang bermanfaat mengurangi beban jantung
dalam memompa darah. Mekanisme kerja dari golongan beta blocker adalah
menurunkan tekanan darah dengan memblokade aksi hormon adrenalin pada
sistem saraf otonom sehingga menurunkan frekuensi jantung (heart rate) dan
curah jantung (heart output). Contoh golongan obat ini adalah propanolol dan
atenolol (Garnadi, 2012).
Kemudian obat jenis golongan calcium channel blocker berfungsi untuk
menurunkan tekanan darah dengan memblokade kanal kalsium sehingga
pembuluh darah melebar dan tekanan pembuluh darah menurun (Garnadi, 2012).
7. Komplikasi Hipertensi
Menurut Ardiansyah (2012), komplikasi dari penyakit hipertensi adalah
sebagai berikut :
a. Stroke
Stroke dapat timbul akibat perdarahan karena tekanan darah tinggi di otak
atau akibat embolus yang terlepas dari pembuluh nonotak. Stroke dapat terjadi
pada hipertensi kronis apabila arteri-arteri yang memperdarahi otak mengalami
hipertrofi dan menebal, sehingga aliran darah ke daerah-daerah yang
diperdarahinya menjadi berkurang. Arteri-arteri otak yang mengalami
arterosklerosis dapat melemah, sehingga meningkatkan kemungkinan
terbentuknya aneurisma.
b. Infark Miokardium
Dapat juga terjadi infark miokardium apabila arteri koroner yang
mengalami aterosklerotik tidak dapat menyuplai cukup oksigen ke miokardium
atau apabila terbentuk thrombus yang dapat menghambat aliran darah melalui
pembuluh tersebut. Karena terjadi hipertensi kronik dan hipertrofi ventrikel, maka
kebutuhan oksigen miokardium tidak dapat dipenuhi dan dapat terjadi iskemia
jantung yang menyebabkan infark. Demikian juga, hipertrofi ventrikel dapat
menimbulkan perubahan-perubahan waktu hantaran listrik saat melintasi
ventrikel, sehingga terjadi disritmia, hipoksia jantung, dan peningkatan risiko
pembentukan pembekuan darah.
c. Gagal Ginjal
Dapat terjadi gagal ginjal karena kerusakan progresif akibat tekanan tinggi
kapiler-kapiler glomerulus. Dengan rusaknya glomerulus, darah akan mengalir ke
unit-unit fungsional ginjal, neuron akan terganggu, dan dapat berlanjut menjadi
hipoksik dan kematian. Dengan rusaknya membrane glomerulus, protein akan
keluar melalui urine, sehingga tekanan osmotic koloid plasma berkurang. Hal ini
menyebabkan edema yang sering dijumpai pada hipertensi kronik.
d. Ensefalopati
Ensefalopati (kerusakan otak) dapat terjadi terutama pada hipertensi
maligna (hipertensi yang meningkat cepat). Tekanan yang sangat tinggi akibat
kelainan ini menyebabkan peningkatan tekanan kapiler dan mendorong cairan ke
dalam ruang intertisium di seluruh susunan saraf pusat. Akibatnya, neuron-neuron
di sekitarnya menjadi kolaps dan terjadi koma serta kematian.
e. Disfungsi Ereksi
Salah satu keluhan yang dilontarkan kaum pria penderita hipertensi adalah
disfungsi ereksi yang mereka alami. Penurunan fungsi seksual tersebut kondisi ini
bertambah parah jika pria yang bersangkutan juga menderita diabetes dan
mengalami obesitas (Lingga, 2012).
B. Konsep Kepatuhan
1. Definisi Kepatuhan
Kepatuhan adalah suatu kondisi yang tercipta dan berbentuk melalui
proses dari serangkaian perilaku yang menunjukkan nilai-nilai ketaatan,
kepatuhan, kesetiaan, keteraturan dan ketertiban. Sikap atau perbuatan yang
dilakukan bukan lagi atau sama sekali tidak dirasakan sebagai beban, bahkan
sebaliknya akan mebebani dirinya bila mana ia tidak dapat berbuat sebagaimana
lazimnya (http://pengertian-kepatuhan.html).
Kepatuhan adalah istilah yang menggambarkan penggunaan terapi obat
kita persis sesuai dengan petunjuk pada resep. Ini mencakup penggunaan obat
pada waktu yang benar dan mengikuti aturan makan tertentu (misalnya harus
dipakai dengan perut kosong). (Ardinata, 2011).
Jadi, jika dilihat dari kedua pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa
kepatuhan memiliki arti serangkaian perilaku yang menunjukkan nilai-nilai
ketaatan, kepatuhan yang menggambarkan penggunaan terapi obat kita persis
sesuai dengan petunjuk pada resep. Ini mencakup penggunaan obat pada waktu
yang benar dan mengikuti aturan makan tertentu.
2. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Tingkat Kepatuhan
Berikut ini ditampilkan beberapa faktor yang mendukung kepatuhan
pasien, jika faktor ini lebih besar dari pada hambatannya. Faktor-faktor tersebut
diantaranya adalah :
a. Pendidikan
Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana
belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan
potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri,
kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan
dirinya, masyarakat, bangsa dan negara. Pendidikan pasien dapat meningkatkan
kepatuhan, sepanjang bahwa pendidikan tersebut merupakan pendidikan yang
aktif seperti penggunaan buku-buku oleh pasien secara mandiri (Niven, 2002).
b. Akomodasi
Suatu usaha harus dilakukan untuk memahami ciri kepribadian pasien
yang dapat mempengaruhi kepatuhan. Sebagai contoh, pasien yang lebih mandiri
harus dapat merasakan bahwa ia dilibatkan secara aktif dalam program
pengobatan, sementara pasien yang lebih mengalami anseitas dalam menghadapi
sesuatu, harus diturunkan dahulu tingkat anseitasnya dengan cara meyakinkan
diaatau dengan teknik-teknik lain sehingga ia termotivasi untuk mengikuti anjuran
pengobatan (Niven, 2002).
c. Modifikasi faktor lingkungan dan sosial
Hal ini berarti membangun dukungan sosial dari keluarga dan teman-
teman. Kelompok-kelompok pendukung dapat dibentuk untuk membantu
kepatuhan terhadap program pengobatan seperti pengurangan berat badan,
berhenti merokok dan menurunkan konsumsi alcohol (Niven, 2002).
d. Perubahan model terapi
Program pengobatan dapat dibuat sesederhana mungkin, dan pasien
terlibat aktif dalam pembuatan program tersebut. Dengan cara ini komponen-
komponen sederhana dalam program pengobatan dapat diperkuat, untuk
selajutnya dapat mematuhi komponen-komponen yang lebih kompleks (Niven,
2002).
e. Meningkatkan interaksi profesional kesehatan dengan pasien
Meningkatkan interaksi profesional kesehatan dengan pasien adalah suatu
hal penting untuk memberikan umpan balik pada pasien setelah memperoleh
infomasi tentang diagnosis. Suatu penjelasan penyebab penyakit dan bagaimana
pengobatannya, dapat membantu meningkatkan kepercayaan pasien. Untuk
melakukan konsultasi dan selanjutnya dapat membantu meningkatkan kepatuhan.
Semakin baik pelayanan yang diberikan tenaga kesehatan, semakin teratur pula
pasien melakukan pengobatan (Niven, 2002).
f. Pengetahuan
Pengetahuan merupakan hasil tahu dan ini terjadi setelah orang melakukan
pengindraan terhadap suatu obyek tertentu, dari pengalaman dan penelitian
terbukti bahwa perilaku yang didasari oleh pengetahuan akan lebih langgeng dari
pada perilaku yang tidak didasari oleh pengetahuan. Menurut fungsinya
pengetahuan merupakan dorongan dasar untuk ingin tahu, untuk mencari
penalaran, dan untuk mengorganisasikan pengalamannya. Adanya unsur
pengalaman yang semula tidak konsisten dengan apa yang diketahui oleh individu
akan disusun, ditata kembali atau diubah sedemikian rupa, sehingga tercapai suatu
konsistensi (Ardinata, 2011).
g. Usia
Usia adalah umur yang terhitung mulai saat dilahirkan sampai saat akan
berulang tahun. Semakin cukup umur, tingkat kematangan dan kekuatan
seseorang akan lebih matang dalam berpikir dan bekerja. Dari segi kepercayaan,
masyarakat yang lebih dewasa akan lebih dipercaya daripada orang yang belum
cukup tinggi tingkat kedewasaannya. Hal ini sebagai akibat dari pengalaman dan
kematangan jiwanya (Ardinata, 2011).
h. Dukungan Keluarga
Keluarga adalah unit terkecil masyarakat yang terdiri atas 2 orang atau
lebih, adanya ikatan persaudaraan atau pertalian darah, hidup dalam satu rumah
tangga berinteraksi satu sama lain, mempertahankan satu kebudayaan (Ardinata,
2011).
C. Kepatuhan Dalam Melaksanakan Program Terapi
Pengertian dari tingkat kepatuhan pasien Hipertensi terhadap program
terapi adalah usaha keras yang diperlukan pada pasien hipertensi untuk menjaga
gaya hidup atau diit, aktivitasnya dan minum obat yang diresepkan oleh dokter
secara teratur (Brunner & Suddarth, 2002).
1. Kepatuhan terhadap Olahraga
Usaha yang dilakukan pasien hipertensi berupa aktivitas aerobik yang
teratur guna memperbaiki perfoma jantung dan pembuluh darah, mengendalikan
tekanan darah dan menjaga kestabilan tekanan darah. Durasi olahraga untuk setiap
orang harus disesuaikan dengan kondisi fisik dari masing-masing orang. Lakukan
aktivitas aerobik selama 30 menit dengan kondisi stamina tetap stabil (Lingga,
2012).
Adapun kriteria kepatuhan pasien hipertensi dalam menjalankan program
terapi aktivitas fisik dan olahraga yaitu :
a) Menyelingi kerja dengan istirahat dan bermain
b) Cukup tidur
c) Berolahraga
d) Mengatur jadwal kerja untuk menghilangkan tekanan yang terlalu banyak serta
jam-jam yang panjang dan tidak teratur.
e) Menghindari stres ektra dan pengeluaran tenaga berlebihan
f) Menghindari jam-jam kerja yang panjang, bekerja pada malam hari, atau kerja
shift
g) Menyelingi dengan berjalan biasa, kira-kira 20-30 langkah, dengan 20-30
langkah jogging
h) Mengendalikan reaksi seseorang terhadap faktor pencetus stres yang diketahui.
i) Minum air putih yang banyak setelah berolahraga.
2. Kepatuhan terhadap Diet Hipertensi
Salah satu cara yang harus ditaati oleh pasien hipertensi untuk mengatasi
hipertensi tanpa efek samping yang serius, karena dengan melakukan diet
hipertensi seperti mengkonsumsi buah-buahan, sayuran, biji-bijian dan
dikombinasikan dengan pengurangan konsumsi natrium dapat menurunkan
tekanan darah lebih optimal.
Adapun kriteria kepatuhan pasien hipertensi dalam menjalankan program
terapi diet hipertensi yaitu :
a) Lebih mudah makan dengan baik bila kita merencanakan hidangan yang akan
kita makan, membaca label makanan dan menyimpan bahan-bahan yang sehat.
b) Ketika masak, kurangi penggunaan garam (12 gr sehari) dan pakai sedikit atau
tanpa lemak sama sekali (2 gr sehari). Gunakan cara lain untuk menambah rasa
pada makanan seperti bawang, jamu, rempah-rempah.
c) Ketika makan diluar, carilah hidangan yang rendah lemak dan garam, dan
jangan takut mengajukan permintaan khusus.
d) Menghindari makanan yang digoreng dan porsi berukuran ekstra besar, pilihlan
satuan menu yang direbus atau dibakar.
e) Memperbanyak mengkonsumsi buah dan sayuran segar guna memperoleh
khasiat vitamin yang terkandung di dalamnya.
f) Mengurangi minum-minuman beralkohol dan gula yang diproses, jika memilih
minum alkohol, batasi jumlahnya menjadi satu kali minum per hari bila seorang
wanita dan dua kali minum bila seorang laki-laki.
g) Menghentikan atau mengurangi merokok.
h) Mengurangi konsumsi kopi.
i) Menjaga berat badan ideal atau berusaha menghindari pertambahan berat
badan
3. Kepatuhan terhadap Obat-obatan Hipertensi
Mengikuti pengobatan yang diresepkan secara lebih taat bagi pasien
hipertensi yang menjalani terapi obat jangka panjang atau permanen. Pasien tahu
efek samping dari pengobatan. Selain itu pasien juga harus tahu apa yang akan
terjadi jika pasien mengabaikan atau melupakan terapi obat hipertensi yang
diajalaninya (Wolff, 2006).
Salah satu penilaian kepatuhan minum obat adalah dengan skala Morisky.
Pada pertengahan 1980-an, Morisky dan rekan mengembangkan kuesioner singkat
untuk membantu praktisi dalam prospektif memprediksi kepatuhan dengan obat
antihipertensi (Morisky, 1983). Adapun tingkat kepatuhan minum obat menurut
Morisky adalah :
a. Kepatuhan tinggi
b. Kepatuhan sedang
c. Kepatuhan rendah
Adapun kriteria kepatuhan pasien hipertensi dalam menjalankan program
terapi obat yaitu:
a) Minum sesuai dengan waktu yang dianjurkan (setelah makan atau sebelum
makan)
b) Tidak menghentikan minum obat sebelum mendapat indikasi dari dokter
c) Tidak mengubah dosis obat tanpa izin dokter
Tidak berhenti minum obat antihipertensi secara tiba-tiba.
BAB III
KERANGKA KONSEP
A. Kerangka Konsep
Kerangka konsep penelitian adalah suatu hubungan atau ikatan antara
konsep satu terhadap konsep lainnya dari masalah yang ingin di teliti (Setiadi,
2013). Kerangka konsep penelitian dijabarkan sebagai berikut :
Gambar 1
Kerangka Konsep Gambaran Tingkat Kepatuhan Pasien Hipertensi dalam
Pelaksanaan Program Terapi di Poliklinik Interna RSUP Sanglah Tahun 2013
Hipertensi Primer
Program terapi hipertensi:
1. Olahraga2. Diet Makanan3. Obat-obat
Faktor yg mempengaruhi tk. kepatuhan :
1. Pendidikan2. Akomodasi3. Modifikasi faktor
lingkungan dan sosial4. Perubahan model
terapi5. Meningkatkan
interaksi profesional kesehatan dengan pasien
6. Pengetahuan7. Usia8. Dukungan keluarga
Karakteristik px HT:
1. Umur2. Jenis Kelamin3. Pendidikan4. Pekerjaan
1.
Faktor-faktor yang menyebabkan timbulnya hipertensi primer :1. Genetik2. Usia, ras dan jenis
kelamin3. Berat badan4. Asupan garam
5. Stres
6. Gaya hidup yang kurang sehat
Kepatuhan terhadap program terapi hipertensi
Keterangan :
= Variabel yang diteliti
= Varibel yang tidak diteliti
= Alur pikir
B. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional
1. Variabel Penelitian
Variabel merupakan karakteristik yang diamati yang mempunyai variasi
nilai dan merupakan operasionalisasi dari suatu konsep agar dapat diteliti secara
empiris atau ditentukan tingkatannya (Setiadi, 2013). Variabel pada penelitian ini
adalah tingkat kepatuhan pasien hipertensi dalam pelaksanaan program terapi di
Poliklinik Interna RSUP Sanglah Tahun 2013.
2. Definisi Operasional
Definisi operasional adalah penjelasan semua variabel dan istilah yang
akan digunakan dalam penelitian secara operasional sehingga akhirnya
mempermudah pembaca dalam mengartikan makna penelitian (Setiadi, 2013).
Untuk menghindari perbedaan persepsi, maka perlu disusun definisi operasional
yang merupakan penjelasan lanjut dari variabel sebagai berikut:
Tabel 2
Definisi Operasional Variabel Penelitian
Gambaran Tingkat Kepatuhan Pasien Hipertensi dalam Pelaksanaan Program
Terapi di Poliklinik Interna RSUP Sanglah Tahun 2013
VariabelDefinisi Operasional
VariabelAlat Ukur Skala
1 2 3 5
Tingkat
Kepatuhan Pasien
Hipertensi dalam
Kepatuhan yang
dilakukan pasien
hipertensi dalam
Kuisioner Ordinal
a. Kepatuhan tinggi,
jika jumlah skor
Pelaksanaan
Program Terapi
menjalankan program
terapi berupa :
a. Kepatuhan dalam
terapi olahraga yang
meliputi aktivitas
aerobik yang teratur
(jalan kaki, jogging,
bersepeda dan
berenang) yang dapat
menimbulkan kesan
refreshing dan
menyenangkan guna
menjaga kestabilan
tekanan darah dan
membantu
memperlancar aliran
darah
jawaban kuesioner
tentang kepatuhan
olahraga 6-8 poin
b. Kepatuhan
sedang, jika jumlah
skor jawaban
kuesioner tentang
kepatuhan olahraga
3-5 poin
c. Kepatuhan
rendah, jika jumlah
skor jawaban
kuesioner tentang
kepatuhan olahraga
0-2 poin
b. Kepatuhan dalam
terapi diet hipertensi
yang meliputi diet
rendah garam dan diet
sehat dan diet DASH
(Dietary Approaches
to stop Hypertension)
yaitu mengonsumsi
makanan yang rendah
garam dan
mengonsumsi buah-
buahan dan sayuran
untuk mengatasi
hipertensi tanpa efek
samping yang serius
Kuisioner Ordinal
a. Kepatuhan tinggi,
jika jumlah skor
jawaban kuesioner
tentang kepatuhan
diet 6-8 poin
b. Kepatuhan
sedang, jika jumlah
skor jawaban
keisioner tentang
kepatuhan diet 3-5
poin
c. Kepatuhan
rendah, jika jumlah
skor jawaban
kuesioner tentang
kepatuhan diet 0-2
poin
c. Kepatuhan dalam
terapi obat-obatan
yang meliputi
mengikuti pengobatan
yang diresepkan
secara lebih taat bagi
pasien hipertensi yang
menjalani terapi obat
jangka panjang atau
permanen yang
meliputi dosis, jadwal,
dan tidak
menghentikan
pengobatan tiba-tiba
Kuisioner Ordinal
a. Kepatuhan tinggi,
jika jumlah skor
jawaban kuesioner
tentang kepatuhan
minum obat 3-4 poin
b. Kepatuhan
sedang, jika jumlah
skor jawaban
kuesioner tentang
kepatuhan minum
obat 1-2 poin
c. Kepatuhan
rendah, jika jumlah
skor jawaban
kuesioner tentang
kepatuhan minum
obat 0 poin
BAB IV
METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
Dalam penelitian ini menggunakan ‘desain penelitian deskriptif’ dimana
penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan (memaparkan) peristiwa-peristiwa
urgen yang terjadi pada masa kini. Deskripsi peristiwa dilakukan secara sistematik
dan lebih menekankan pada data faktual daripada penyimpulan. Dalam penelitian
ini tidak diperlukan adanya hipotesis karena peneliti hanya menyajikan fenomena
secara apa adanya dan tidak mencoba menganalisis bagaimana dan mengapa
fenomena tersebut bisa terjadi (Nursalam, 2003)
B. Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini akan dilaksanakan di Poliklinik Interna RSUP Sanglah.
Tempat ini dipilih karena memenuhi kriteria sampel penelitian. Penelitian ini akan
dilakukan pada bulan September sampai dengan Oktober tahun 2013.
C. Populasi dan Sampel Penelitian
1. Populasi Penelitian
Populasi adalah keseluruhan dari subyek dan objek dengan karakteristik
yang dimiliki oleh populasi (Nursalam, 2003). Populasi dalam penelitian ini
adalah semua pasien Hipertensi yang berkunjung di Poliklinik Interna RSUP
Sanglah.
2. Sampel Penelitian
Sampel merupakan bagian dari populasi yang akan diteliti atau sebagian
jumlah dari karakteristik yang dimiliki oleh populasi (Nursalam, 2003). Kriteria
inklusi merupakan kriteria dimana subjek penelitian dapat mewakili dalam sampel
penelitian yang memenuhi syarat sebagai sampel. Sedangkan kriteria eksklusi
adalah mengeluarkan karakteristik-karakteristik sampel yang tidak kita harapkan
(Nursalam, 2003).
Kriteria Inklusi dalam penelitian ini adalah :
a. Pasien hipertensi dengan jenis hipertensi primer
b. Pasien yang mendapatkan program terapi hipertensi di Poliklinik Interna RSUP
Sanglah.
c. Pasien hipertensi yang umurnya 25 sampai lebih dari 65 tahun
d. Pasien hipertensi yang bersedia untuk diteliti
e. Pasien hipertensi yang dapat membaca dan menulis
Kriteria eksklusi dalam penelitian ini adalah :
a. Pasien hipertensi dengan penyakit penyerta lain atau komplikasi seperti :
penyakit ginjal dan jantung
b. Pasien hipertensi yang tidak bersedia diteliti
c. Pasien hipertensi yang tidak bisa baca dan tulis
3. Sampling
Sampling adalah suatu proses dalam menyeleksi porsi dari suatu populasi
untuk dapat mewakili populasi. Teknik sampling merupakan cara-cara yang
ditempuh dalam pengambilan sampel, agar memperoleh sampel yang benar-benar
sesuai dengan keseluruhan subjek penelitian (Nursalam, 2003).
Teknik sampling yang digunakan dalam penelitian ini adalah Non
Probability Sampling yaitu Consecutive Sampling, di mana sampel yang dipilih
adalah setiap pasien hipertensi yang memenuhi kriteria inklusi dimasukkan
sebagai sampel penelitian sampai kurun waktu tertentu hingga jumlah responden
yang diperlukan terpenuhi (Nursalam, 2003). Menurut Notoatmodjo (2005), untuk
populasi kecil atau lebih kecil dari 10.000, dapat menggunakan formula :
Keterangan :
N = Besar Populasi
n = Besar Sampel
d = Tingkat kepercayaan / ketepatan yang diinginkan (0,05)
Berdasarkan data dari RSUP Sanglah didapatkan data jumlah penderita
hipertensi tahun 2012 sebanyak 663 orang. Jadi rata-rata jumlah penderita
hipertensi dalam satu bulan adalah 55 orang. Jika data tersebut dimasukan ke
dalam formula di atas, maka :
= 48,35
= 48 responden
Dalam penelitian ini, peneliti menentukan jumlah sampel sebanyak 48
responden yang terdiri dari seluruh pasien yang melakukan rawat jalan di
Poliklinik Interna RSUP Sanglah yang memenuhi kriteria inklusi.
D. Jenis dan Cara Pengumpulan Data
1. Jenis Data yang Dikumpulkan
Dalam penelitian ini data yang dikumpulkan adalah data primer berupa
data kepatuhan pada terapi olahraga, diet hipertensi, dan obat-obatan yang
diperoleh melalui pengisian kuesioner oleh responden.
2. Cara Pengumpulan Data
Data dikumpulkan langsung dengan menggunakan angket. Langkah-
langkah pengumpulan data yaitu dengan pendekatan formal kepada petugas di
Poliklinik Interna RSUP Sanglah dalam mencari sampel penelitian, kemudian
melakukan pemilihan kriteria inklusi dan terakhir pendekatan secara informal
kepada sampel yang diteliti dengan menjelaskan maksud dan tujuan penelitian,
memberikan lembar persetujuan dan jika subjek bersedia untuk diteliti maka harus
menandatangani lembar persetujuan dan jika subjek menolak untuk diteliti maka
peneliti tidak akan memaksa dan menghormati hak responden.
3. Instrumen Pengumpulan Data
Data kepatuhan pada olahraga, kepatuhan pada diet hipertensi, kepatuhan
pada program pengobatan dikumpulkan dengan kuesioner. Kuesioner
dikembangkan berdasarkan konsep kepatuhan pada olahraga menurut Lingga
(2012), konsep kepatuhan pada diet hipertensi menurut Lingga (2012), dan konsep
kepatuhan pada program pengobatan menurut Wolff (2006).
Dalam kuesioner tersebut terdiri dari dua bagian yaitu karakteristik
responden dan daftar pertanyaan tentang kepatuhan dalam menjalankan program
terapi. Dalam kuesioner tentang karakteristik responden memuat tentang umur,
jenis kelamin, pendidikan dan pekerjaan. Sedangkan daftar pertanyaan tentang
kepatuhan dalam menjalankan program terapi pada pasien hipertensi memuat 20
pertanyaan dengan bentuk pertanyaan tertutup dan menggunakan skala Gutman
dengan dua alternative jawaban yaitu ”ya” dan ”tidak” dimana responden
menjawab sesuai dengan pendapatnya sendiri. Pertanyaan nomor 1-8 memuat
pertanyaan tentang kepatuhan dalam terapi olahraga, pertanyaan nomor 9-16
memuat pertanyaan tentang kepatuhan dalam terapi diet hipertensi, dan
pertanyaan nomor 17-20 memuat pertanyaan tentang kepatuhan dalam terapi
pengobatan.
Untuk pertanyaan positif masing-masing jawaban memiliki skor, ya = 1
dan tidak = 0 sedangkan untuk pertanyaan negatif masing-masing jawaban
memiliki skor, ya = 0 dan tidak = 1.
Setelah responden mengisi kuesioner sesuai dengan penelitian responden
tentang dirinya dan sesuai dengan petunjuk yang telah diberikan maka didapatkan:
1. Kepatuhan terhadap olahraga
a. Kepatuhan tinggi, jika jumlah skor jawaban kuesioner tentang kepatuhan
olahraga 6-8 poin
b. Kepatuhan sedang, jika jumlah skor jawaban kuesioner tentang kepatuhan
olahraga 3-5 poin
c. Kepatuhan rendah, jika jumlah skor jawaban kuesioner tentang kepatuhan
olahraga 0-2 poin
2. Kepatuhan terhadap diet hipertensi
a. Kepatuhan tinggi, jika jumlah skor jawaban kuesioner tentang diet hipertensi 6-
8 poin
b. Kepatuhan sedang, jika jumlah skor jawaban kuesioner tentang diet hipertensi
3-5 poin
c. Kepatuhan rendah, jika jumlah skor jawaban kuesioner tentang diet hipertensi
0-2 poin
3. Kepatuhan terhadap pengobatan
a. Kepatuhan tinggi, jika jumlah skor jawaban kuesioner tentang pengobatan 3-4
poin
b. Kepatuhan sedang, jika jumlah skor jawaban kuesioner tentang pengobatan 1-2
poin
c. Kepatuhan rendah, jika jumlah skor jawaban kuesioner tentang pengobatan 0
poin
4. Kepatuhan terhadap ketiga program terapi
a. Kepatuhan tinggi, jika jumlah skor jawaban kuesioner 14-20 poin atau 80-
100%
b. Kepatuhan sedang, jika jumlah skor jawaban kuesioner 7-13 poin atau 40-70%
c. Kepatuhan rendah, jika jumlah skor jawaban kuesioner 0-6 poin atau 0-30%
E. Pengolahan dan Analisa Data
1. Teknik pengolahan data
Langkah-langkah teknik pengolahan data yaitu (Setiadi, 2013) :
a. Editing
Dengan memeriksa dan menyesuaikan data-data yang telah diperoleh yaitu
mengecek dan memperjelas nama dan kelengkapan data identitas responden, isi
instrumen pengisian kuesioner.
b. Coding
Dengan memberikan kode-kode pada data-data yang diperoleh sesuai
dengan rencana yaitu tiap responden diberikan kode R dari nomor 1,2,3...dst
(misalnya : responden nomor 3 diberi kode R3).
c. Entry
Kegiatan memasukkan data ke dalam program komputer untuk
memudahkan mencari data bila data tersebut diperlukan lagi dan mencegah risiko
kehilangan data.
d. Cleaning
Kuesioner yang sudah terkumpul diberi kode selanjutnya dientry untuk
diperiksa kembali. Bila ditemukan kesalahan maka dicocokan kembali dengan
melihat variabel apakah data sudah benar atau belum.
2. Analisa Data
Teknik analisa data yang digunakan adalah analisa statistik deskriptif.
Frekuensi distribusi digunakan untuk mengorganisasi data secara sistematis dalam
bentuk angka yang paling rendah ke yang paling tinggi. Jawaban dari responden
pada kuesioner tingkat kepatuhan terapi dilakukan scoring. Pemberian skor dari
tingkat kepatuhan untuk masing-masing pertanyaan tersebut berdasarkan skala
Guttman yaitu :
1. Kepatuhan terhadap terapi olahraga memuat 8 pertanyaan positif :
a. Skor 0 : bila responden menjawab “tidak”
b. Skor 1 : bila responden menjawab “ya”
2. Kepatuhan terhadap diet hipertensi memuat 8 pertanyaan positif :
a. Skor 0 : bila responden menjawab “tidak”
b. Skor 1 : bila responden menjawab “ya”
3. Kepatuhan terhadap pengobatan memuat 4 pertanyaan negatif :
a. Skor 0 : bila responden menjawab “ya”
b. Skor 1 : bila responden menjawab “tidak”
Penilaian pada masing-masing item kepatuhan terapi dilakukan dengan rumus
sebagai berikut :
P = x 100 %
Keterangan :
P = persentase hasil kepatuhan pasien terhadap pengobatan
a = jumlah jawaban yang benar
b = jumlah pertanyaan
(Setiadi, 2007)
1. Kepatuhan terhadap olahraga
a. Kepatuhan tinggi, jika jumlah skor jawaban kuesioner tentang kepatuhan
olahraga 6-8 poin
b. Kepatuhan sedang, jika jumlah skor jawaban kuesioner tentang kepatuhan
olahraga 3-5 poin
c. Kepatuhan rendah, jika jumlah skor jawaban kuesioner tentang kepatuhan
olahraga 0-2 poin
2. Kepatuhan terhadap diet hipertensi
a. Kepatuhan tinggi, jika jumlah skor jawaban kuesioner tentang diet hipertensi 6-
8 poin
b. Kepatuhan sedang, jika jumlah skor jawaban kuesioner tentang diet hipertensi
3-5 poin
c. Kepatuhan rendah, jika jumlah skor jawaban kuesioner tentang diet hipertensi
0-2 poin
3. Kepatuhan terhadap pengobatan
a. Kepatuhan tinggi, jika jumlah skor jawaban kuesioner tentang pengobatan 3-4
poin
b. Kepatuhan sedang, jika jumlah skor jawaban kuesioner tentang pengobatan 1-2
poin
c. Kepatuhan rendah, jika jumlah skor jawaban kuesioner tentang pengobatan 0
poin
4. Kepatuhan terhadap ketiga program terapi
a. Kepatuhan tinggi, jika jumlah skor jawaban kuesioner 14-20 poin atau 80-
100%
b. Kepatuhan sedang, jika jumlah skor jawaban kuesioner 7-13 poin atau 40-70%
c. Kepatuhan rendah, jika jumlah skor jawaban kuesioner 0-6 poin atau 0-30%