bab i

47
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hipertensi merupakan kelainan kardiovaskuler yang menjadi penyebab kematian utama di seluruh dunia. Hipertensi adalah keadaan meningkatnya tekanan darah sistolik lebih besar dari 140 mmHg, atau diastolik lebih besar dari 90 mmHg pada dua kali pengukuran dengan selang waktu 5 menit dalam keadaan cukup istirahat/ tenang (Kuswardhani, 2005). Menurut Khancit (2011), WHO mencatat ada satu miliar orang yang terkena hipertensi. Di Indonesia, angka penderita hipertensi mencapai 32 persen pada 2008 dengan kisaran usia di atas 25 tahun. Jumlah penderita pria mencapai 42,7 persen, sedangkan 39,2 persen adalah wanita. (Kompas, 2013). Hasil survei Direktorat Jenderal Bina Pelayanan Medik yang dilaksanakan pada tahun 2009 menunjukkan bahwa hipertensi termasuk dalam 10 penyakit yang paling sering dijumpai pada pasien-pasien rawat jalan, yaitu sebanyak 123.269 kasus, berjajar bersama penyakit menular lainnya seperti diare, infeksi saluran napas gastroenteritis, dan lain-lain. (Depkes, 2009). Hipertensi merupakan penyakit yang memerlukan terapi dalam pengobatannya, maka sangat diperlukan managemen hipertensi yang didasarkan pada kepatuhan terapi. Tujuan terapi hipertensi adalah mencapai dan

Upload: dewi-pradnyani

Post on 30-Nov-2015

147 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Hipertensi merupakan kelainan kardiovaskuler yang menjadi penyebab

kematian utama di seluruh dunia. Hipertensi adalah keadaan meningkatnya

tekanan darah sistolik lebih besar dari 140 mmHg, atau diastolik lebih besar dari

90 mmHg pada dua kali pengukuran dengan selang waktu 5 menit dalam keadaan

cukup istirahat/ tenang (Kuswardhani, 2005).

Menurut Khancit (2011), WHO mencatat ada satu miliar orang yang

terkena hipertensi. Di Indonesia, angka penderita hipertensi mencapai 32 persen

pada 2008 dengan kisaran usia di atas 25 tahun. Jumlah penderita pria mencapai

42,7 persen, sedangkan 39,2 persen adalah wanita. (Kompas, 2013).

Hasil survei Direktorat Jenderal Bina Pelayanan Medik yang dilaksanakan

pada tahun 2009 menunjukkan bahwa hipertensi termasuk dalam 10 penyakit

yang paling sering dijumpai pada pasien-pasien rawat jalan, yaitu sebanyak

123.269 kasus, berjajar bersama penyakit menular lainnya seperti diare, infeksi

saluran napas gastroenteritis, dan lain-lain. (Depkes, 2009).

Hipertensi merupakan penyakit yang memerlukan terapi dalam

pengobatannya, maka sangat diperlukan managemen hipertensi yang didasarkan

pada kepatuhan terapi. Tujuan terapi hipertensi adalah mencapai dan

mempertahankan tekanan darah sitolik di bawah 140 mmHg dan tekanan darah

diastolik di bawah 90 mmHg dan mengontrol faktor risiko (Ganiswarna, 2007).

Menurut Katzung & Bertram (2007), ada dua terapi yang dilakukan untuk

mengobati hipertensi yaitu terapi farmakologis dan terapi non farmakologis.

Terapi farmakologis yaitu dengan menggunakan obat-obatan antihipertensi yang

terbukti dapat menurunkan tekanan darah, sedangkan terapi non farmakologis atau

disebut juga dengan modifikasi gaya hidup yang meliputi berhenti merokok,

mengurangi kelebihan berat badan, menghindari alkohol, modifikasi diet serta

yang mencakup psikis antara lain mengurangi stress, olahraga, dan istirahat

(Astawan, 2002).

Keberhasilan suatu terapi tidak hanya ditentukan oleh diagnosis dan

pemilihan obat yang tepat, tetapi juga oleh kepatuhan (compliance) pasien untuk

melaksanakan terapi tersebut. Salah satu faktor yang mempengaruhi pasien

hipertensi dalam menjalankan program terapi adalah pengetahuan (Saputro,

2009). Menurut Irmalita (2003) kebanyakan pasien tidak meminum obat

antihipertensi sesuai dengan yang diresepkan dan menghentikannya setelah 1

tahun. Hal ini disebabkan karena kurangnya pengetahuan pasien tentang program

terapi hipertensi. Oleh karena itu, sangat penting memberikan edukasi tentang

manfaat pengontrolan tekanan darah dalam jangka panjang untuk mencapai hasil

terapi yang diinginkan (Kaplan, 2001). Pentingnya informasi mengenai hipertensi

akan menambah pengetahuan sehingga pasien hipertensi dapat mengendalikan

tekanan darahnya melalui program terapi yang diikutinya (Ragot, et al., 2005).

Kepatuhan mencakup kombinasi antara kontrol tekanan darah dan

penurunan faktor risiko yang dilakukan pasien. Keberhasilan dalam

mengendalikan tekanan darah tinggi merupakan usaha bersama antara pasien dan

dokter yang menanganinya. Kepatuhan seorang pasien yang menderita hipertensi

tidak hanya dilihat berdasarkan kepatuhan dalam meminum obat antihipertensi

tetapi juga dituntut peran aktif pasien dan kesediaannya untuk memeriksakan

kesehatannya ke dokter sesuai dengan jadwal yang ditentukan serta perubahan

gaya hidup sehat yang dianjurkan (Burnier, 2001).

Ketidakpatuhan pasien hipertensi terhadap program terapi merupakan

masalah yang besar pada penderita hipertensi. Diperkirakan 50% diantara mereka

menghentikan pengobatan dalam 1 tahun pemulihan. Pengontrolan tekanan darah

yang memadai hanya dapat dipertahankan pada 20%, namun bila pasien

berpartisipasi aktif dalam program terapi, termasuk pemantauan diri mengenai

tekanan darah dan diit, kepatuhan cenderung meningkat karena dapat segera

diperoleh umpan balik sejalan dengan perasaan semakin terkontrol (Brunner &

Suddarth, 2001).

Di Indonesia kesadaran dan pengetahuan tentang penyakit hipertensi

masih sangat rendah hal ini terbukti, masyarakat lebih memilih makanan siap saji

yang umumnya rendah serat, tinggi lemak, tinggi gula, dan mengandung banyak

garam. Pola makan yang kurang sehat ini merupakan pemicu penyakit hipertensi

(Austriani,2008).

Di negara Indonesia, penderita hipertensi yang berobat teratur di

Puskesmas sekitar 22,8% sedangkan yang tidak teratur mencapai 77,2%,

(Riskesdas) 2007. Hal ini terlihat dari hasil pengukuran tekanan darah pada usia

18 tahun ke atas ditemukan prevalensi (jumlah keseluruhan kasus penyakit yang

terjadi pada suatu waktu tertentu di suatu wilayah) hipertensi di Indonesia sebesar

31,7% (http://okezone.com).

Berdasarkan hal diatas peneliti merasa tertarik untuk meneliti “Gambaran

Tingkat Kepatuhan Pasien Hipertensi Dalam Pelaksanaan Program Terapi di

Poliklinik Interna RSUP Sanglah Tahun 2013”.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian dari latar belakang diatas, maka dapat dirumuskan

permasalahan penelitian :”Bagaimanakah gambaran tingkat kepatuhan pasien

hipertensi dalam pelaksanaan program terapi di Poliklinik Interna RSUP Sanglah

Tahun 2013?”

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Adapun tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk mengetahui gambaran

tingkat kepatuhan pasien hipertensi dalam pelaksanaan program terapi di

Poliklinik Interna RSUP Sanglah Tahun 2013.

2. Tujuan Khusus

a. Mengidentifikasi karakteristik pasien hipertensi yang menjalani program

terapi yang meliputi umur, jenis kelamin, pendidikan dan pekerjaan.

b. Mengidentifikasi kepatuhan pasien hipertensi yang menjalani program terapi

yang meliputi kepatuhan pada aktivitas, diet, obat dan ketiga program terapi

hipertensi.

D. Manfaat Penelitian

1. Segi Teoritis

Hasil penelitian ini dapat digunakan untuk mengembangkan ilmu pengetahuan

di bidang keperawatan dalam khususnya dalam masalah hipertensi dan bermanfaat

untuk memberikan materi tentang pelaksanaan program terapi kepada pasien.

2. Segi Praktis

Perawat dalam pemberian pendidikan kesehatan kepada pasien hipertensi

tentang pentingnya kepatuhan dalam menjalankan program terapi yang dianjurkan

oleh tim medis.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Hipertensi

1. Pengertian Hipertensi

Hipertensi dapat didefinisikan sebagai tekanan darah persisten dimana

tekanan sistoliknya di atas 140 mmHg dan tekanan diastoliknya di atas 90 mmHg.

Pada populasi manula, hipertensi didefinisikan sebagai tekanan sistolik 160

mmHg dan tekanan diastolik 90 mmHg (Brunner & Suddarth, 2002).

Menurut WHO hipertensi terjadi bila tekanan darah diatas 160/95 mmHg,

sementara itu Smelttzer & Bare (2002) mengemukakan bahwa hipertensi

merupakan tekanan darah persisten atau terus menerus sehingga melebihi batas

normal dimana tekanan sistolik diatas 140 mmHg dan tekanan diastole diatas 90

mmHg.

Hipertensi juga sering diartikan sebagai suatu keadaan dimana tekanan

darah sistolik lebih dari 120 mmHg dan tekanan diastolik lebih dari 80 mmHg

(Ardiansyah, 2012).

Dari beberapa definisi diatas maka dapat disimpulkan bahwa hipertensi

adalah suatu keadaan dimana terjadi peningkatan tekanan darah sistolik ≥140

mmHg dan tekanan diastoliknya ≥90 mmHg.

2. Etiologi

Hipertensi dibagi menjadi dua golongan berdasarkan penyebabnya

a. Hipertensi Primer/Hipertensi Esensial

Menurut Hananta (2011) faktor resiko terjadinya hipertensi primer adalah

sebagai berikut :

1) Faktor Keturunan (Genetik)

Faktor genetik dapat menyebabkan seseorang mengalami hipertensi,

efeknya tidak secara langsung namun melalui tingkat sensitivitas kita terhadap

garam atau Nacl. Berdasarkan penelitian eksperimental, diketahui bahwa respon

tekanan darah manusia terhadap garam diturunkan secara genetik. Maksudnya

adalah bahwa seseorang bisa saja mudah mengalami kenaikan tekanan darah bila

mengonsumsi makanan atau minuman yang banyak mengandung garam atau tidak

sama sekali.

2) Usia, Ras, dan Jenis Kelamin

Semakin lanjut usia seseorang, maka tekanan darah akan semakin tinggi

karena beberapa faktor : elastisitas pembuluh darah yang berkurang, fungsi ginjal

sebagai penyeimbang tekanan darah yang menurun. Jenis kelamin berpengaruh

terhadap kadar hormon yang dimiliki seseorang. Estrogen yang dominan dimiliki

wanita diketahui sebagai faktor protektif/perlindungan pembuluh darah, sehingga

penyakit jantung dan pembuluh darah (kardiovaskuler) lebih banyak ditemukan

pada pria yang kadar estrogennya lebih rendah daripada wanita.

Sedangkan seorang wanita yang telah menopause, dengan kata lain

produksi hormon estrogennya berkurang, lebih berisiko menderita penyakit

jantung dan pembuluh darah. Penyakit ini sering disebut “silent killer” atau

pembunuh yang diam karena orang yang mengalami hipertensi biasanya tidak

mengalami tanda atau gejala yang khusus. Penderita penyakit ini biasanya baru

menyadarinya saat tekanan darah sudah menjadi sangat tinggi dan mengarah pada

serangan jantung dan stroke. Hipertensi yang tidak ditangani dengan baik dapat

mengarah pada banyak penyakit degeneratif seperti gagal jantung kongestif, gagal

ginjal fase akhir, dan penyakit kardiovaskuler lainnya.

3) Berat Badan

Penelitian dan beberapa studi yang dilakukan dunia telah menemukan

bahwa orang gemuk lebih mudah terkena hipertensi. Berat badan berhubungan

dengan tekanan darah. Berdasarkan Framingham Heart Study, sebanyak 75% dan

65% kasus hipertensi yang terjadi pada pria dan wanita secara langsung berkaitan

dengan kelebihan berat badan dan obesitas. Namun tidak semua kegemukan

berhubungan dengan hipertensi. Ada dua jenis kegemukan, yaitu kegemukan

sentral dan perifer. Pada kondisi kegemukan sentral lemak mengumpul di sekitar

perut atau kata lain, buncit. Sedangkan kegemukan perifer adalah kegemukan

yang merata di seluruh tubuh. Artinya lemak menyebar rata di seluruh bagian

tubuh.

Kegemukan sentral merupakan faktor penentu yang lebih penting terhadap

peningkatan tekanan darah dibandingkan dengan kelebihan berat badan perifer.

Hipertensi lebih banyak ditemukan pada orang dengan kegemukan sentral.

4) Asupan Garam

Asupan garam yang berlebihan dapat meningkatkan tekanan darah kita.

Teori ini memang didukung bahwa faktanya semakin banyak orang mengonsumsi

garam (baik secara sengaja atau tidak) maka akan semakin tinggi tekanan

darahnya. Garam, yang secara kimiawi dirumuskan Nacl terdiri dari natrium (Na)

dan klor (Cl). Natrium yang beeredar dalam darahlah yang memiliki efek

langsung pada peningkatan tekanan darah ini dengan membentuk ikatan dengan

air (H2O) yang menyebabkan jumlah/volume cairan darah meningkat. Pada

kondisi peningkatan volume cairan darah, maka tubuh, dalam hal ini jantung,

merespons dengan meningkatkan tekanan darah untuk menjamin seluruh cairan

darah dapat beredar ke seluruh tubuh.

5) Stres

Stres yang akut dapat meningkatkan tekanan darah.

6) Gaya hidup yang kurang sehat

Orang normotensi serta kurang gerak dan tidak bugar mempunyai risiko 20

– 50% lebih besar untuk terkena hipertensi selama masa tindak lanjut jika

dibandingkan dengan orang yang lebih aktif dan bugar. Olahraga yang teratur,

yang cukup untuk mencapai sekurang – kurangnya atas kebugaran fisik sedang,

ternyata bermanfaat, baik untuk mencegah maupun untuk menangani hipertensi

(Laporan Komisi Pakar WHO,2001).

b. Hipertensi Sekunder/Hipertensi Renal

Menurut Ardiansyah (2012) hipertensi sekunder adalah jenis hipertensi

yang penyebabnya diketahui. Beberapa gejala atau penyakit yang menyebabkan

hipertensi jenis ini antara lain :

1) Coarctation aorta, yaitu penyempitan aorta congenital yang (mungkin) terjadi

pada beberapa tingkat aorta torasik atau aorta abdominal. Penyempitan ini

menghambat aliran darah melalui lengkung aorta dan mengakibatkan

peningkatan tekanan darah di atas area konstriksi.

2) Penyakit parenkim dan vaskular ginjal. Penyakit ini merupakan penyebab

utama hipertensi sekunder. Hipertensi renovaskuler berhubungan dengan

penyempitan satu atau lebih arteri besar, yang secara langsung membawa

darah ke ginjal. Sekitar 90% lesi arteri renal pada pasien dengan hipertensi

disebabkan oleh arterosklerosis atau fibrous dysplasia (pertumbuhan

abnormal jaringan fibrous). Penyakit parenkim ginjal terkait dengan infeksi,

inflamasi, serta perubahan struktur serta fungsi ginjal.

3) Penggunaan kontrasepsi hormonal (esterogen). Oral kontrasepsi yang berisi

estrogen dapat menyebabkan hipertensi melalui mekanisme renin-aldosteron-

mediate volume expansion. Dengan penghentian oral kontrasepsi, tekanan

darah kembali normal setelah beberapa bulan.

4) Gangguan endokrin. Disfungsi medulla adrenal atau korteks adrenal dapat

menyebabkan hipertensi sekunder. Adrenal-mediate hypertension disebabkan

kelebihan primer aldosteron, kortisol, dan katekolamin. Pada aldosteron

primer, kelebihan aldosteron menyebabkan dan hipokalemia. Aldosteonisme

primer biasanya timbul dari adenoma korteks adrenal yang benign (jinak).

Pada sindrom cushing, terjadi kelebihan glukokortikoid yang diekskresi dari

korteks adrenal. Sindrom chusing mungkin disebabkan oleh hiperplasi

adrenokortikal atau adenoma adrenokortikal.

5) Kegemukan (obesitas) dan gaya hidup yang tidak aktif (malas berolahraga)

6) Stres, yang cenderung menyebabkan kenaikan tekanan darah untuk sementara

waktu. Jika stres telah hilang, maka tekanan darah biasanya akan kembali

normal.

7) Kehamilan

8) Luka bakar

9) Peningkatan volume intravaskular

10) Merokok. Nikotin dalam rokok dapat merangsang pelepasan katekolamin.

Peningkatan katekolamin ini mengakibatkan iritabilitas miokardial,

peningkatan denyut jantung, serta menyebabkan vasokontriksi yang

kemudian meningkatkan tekanan darah.

3. Klasifikasi Hipertensi

Menurut The Joint National Committee on Detection, Evaluation, and

Treatment of High Blood Pressure (1998), klasifikasi tekanan darah pada orang

dewasa terbagi menjadi kelompok normal, normal tinggi, hipertensi derajat 1,

derajat 2, derajat 3 dan derajat 4 :

Tabel 1

Klasifikasi Hipertensi

Kategori TDD (mmHg) TDS (mmHg)

Normal < 85 < 130

Normal tinggi 85-89 130-139

Hipertensi

tinggi 1 (ringan) 90-99 140-159

tinggi 2 (sedang) 100-109 160-179

tinggi 3 (berat) 110-119 180-210

tinggi 4 (sangat berat) ≥ 120 ≥ 210

Sumber : The Joint National Committee on Detection, Evaluation, and Treatment of High Blood Pressure (1998) dalam Buku Keperawatan Medikal Bedah (Ardiansyah, 2012)

4. Patofisiologi Hipertensi

Mekanisme yang mengontrol kontriksi dan relaksasi pembuluh darah

terletak di pusat vasomotor, pada medula di otak. Dari pusat vasomotor ini

bermula rajas saraf simpatis, yang berlanjut ke bawah ke korda spinalis dan keluar

dari kolumna medulla spinalis ke ganglia simpatis di toraks dan abdomen.

Rangsangan pusat vasomotor dihantarkan dalam bentuk impuls yang bergerak ke

bawah melalui sistem saraf simpatis ke ganglia simpatis. Pada titik ini, neuron

preganglion melepaskan asetilkolin, yang akan merangsang serabut saraf pasca

ganglion ke pembuluh darah, dimana dengan dilepaskannya norepinefrin

mengakibatkan kontriksi pembuluh darah. Berbagai factor seperti kecemasan dan

ketakutan dapat mempengaruhi resposns pembuluh darah terhadap rangsang

vasokonstriktor. Individu dengan hipertensi sangat sensitif terhadap norepinefrin,

meskipun tidak diketahui dengan jelas mengapa hal tersebut bisa terjadi.

Pada saat bersamaan dimana sistem saraf simpatis merangsang pembuluh

darah sebagai respons rangsang emosi, kelenjar adrenal juga terangsang,

mengakibatkan tambahan aktivitas vasokontriksi. Medula adrenal mensekresi

epinefrin, yang menyebabkan vasokontriksi. Korteks adrenal mensekresi kortisol

dan steroid lainnya, yang dapat memperkuat respons vasokonstriktor pembuluh

darah. Vasokontriksi yang mengakibatkan penurunan aliran darah ke ginal,

menyebabkan pelepasan renin. Renin merangsang pembentukan angiotensin I

yang kemudian diubah menjadi angiotensin II, suatu vasokonstriktor kuat, yang

pada gilirannya merangsang sekresi aldosteron oleh korteks adrenal. Hormon ini

menyebabkan retensi natrium dan air oleh tubulus ginjal, menyebabkan

peningkatan volume intravaskuler. Semua faktor tersebut cenderung mencetuskan

keadaan hipertensi (Brunner & Suddarth, 2002).

5. Tanda dan Gejala Hipertensi

Menurut Ardiansyah (2012), sebagian tanda dan gejala yang timbul setelah

penderita mengalami hipertensi selama bertahun-tahun. Gejalanya berupa :

a. Nyeri kepala saat terjaga, terkadang disertai mual dan muntah akibat

peningkatan tekanan darah interaknium

b. Penglihatan kabur karena terjadi kerusakan pada retina sebagai dampak dari

hipertensi

c. Ayunan langkah yang lemah karena terjadi kerusakan sususan saraf pusat

d. Noturia (sering berkemih di malam hari) karena adanya peningkatan aliran

darah ke ginjal dan filtrasi glomerulus

e. Edema dependen dan pembengkakan akibat peningkatan tekanan kapiler

Pada kasus hipertensi berat, gejala yang dialami pasien antara lain sakit

kepala (rasa berat di tengkuk), palpitasi, kelelahan, nausea, munyah-muntah,

kegugupan, keringat berlebih, tremor otot, nyeri dada, epistaksis, pandangan

kabur atau ganda, tinnitus (telinga mendenging), serta kesulitan tidur.

6. Penatalaksanaan Hipertensi

Penanggulangan hipertensi secara garis besar dibagi menjadi 2 jenis

penatalaksanaan yaitu penatalaksanaan non farmakologi dan penatalaksaan

farmakologi atau dengan obat (Suyono, 2001).

a. Penatalaksanan non farmakologi

1) Aktivitas Fisik / Olahraga

Bagi penderita hipertensi, kesehatan fisik dan psikis sangat diperlukan

untuk menjaga keseimbangan tekanan darah agar berada pada kisaran normal.

Olahraga adalah vasoaktif alami. Olahraga akan membuat pembuluh darah

menjadi lebar, sehingga sirkulasi darah menjadi lancar. Olahraga membantu

memompa darah ke seluruh sistem tubuh. Perbaikan kualitas otot meski hanya

sedikit cukup bermakna untuk memperbaiki keseimbangan sistem biologis yang

bekerja di dalam tubuh, termasuk sistem yang bekerja mengatur tekanan darah.

Jenis olahraga yang direkomendasikan untuk penderita hipertensi adalah aerobik.

Latihan aerobik ada bermacam-macam seperti jalan kaki, bersepeda, dan berenang

(Lingga, 2012).

Seorang pengidap hipertensi dianjurkan untuk menghindari kebiasaan

hidup tidak aktif seperti duduk lama menonton televisi, bermain game, atau

bermain internet terlalu lama. Rajin melakukan aktivitas fisik dan olahraga secara

teratur selama 30-45 menit sebanyak 3-5 kali per minggu dapat membantu

menurunkan bobot badan dan menurunkan risiko berbagai penyakit

kardiovaskular (Garnadi, 2012).

2) Diet makanan

a) Diet rendah garam

Diet hipertensi adalah mengurangi asupan garam harian kurang dari 2.400

gram. Ketidakpatuhan penderita hipertensi untuk melaksanakan diet rendah garam

merupakan salah satu penyebab kegagalan terapi hipertensi (Garnadi, 2012).

Pengurangan asupan garam terbukti dapat menurunkan tekanan darah.

Pada hipertensi derajat 1, pengurangan asupan garam dapat digunakan sebagai

langkah awal pengobatan hipertensi. Nasehat pengurangan asupan garam harus

memperhatikan kebiasaan makan pasien, dengan memperhitungkan jenis makanan

tertentu yang banyak mengandung garam. Di negara yang sedang berkembang

asupan garam tiap hari sekitar 150-200 mmol. Pengurangan garam sepertiganya

atau asupan garam sebanyak 90-100 mmol tiap hari terbukti cukup efektif dalam

menurunkan tekanan darah dan masih dapat diterima oleh pasien (Suyono, 2001).

Pengurangan garam dalam makanan menyebabkan pengurangan asupan

natrium yang akan mengakibatkan peningkatan asupan kalium karena akan dipilih

makanan tertentu yang sudah diproses lebih dahulu yang pada umumnya banyak

mengandung kalium. Penambahan kalium akan menurunkan natrium intrasel

dengan cara aktivasi pompa Na-K-ATP (sodium – potasium –

adenosinetriphosphatase pump) yang akan mengakibatkan pengurangan efek

peninggian tekanan darah yang disebabkan oleh asupan natrium yang banyak

(Suyono, 2001).

Menurut Garnadi (2012) dalam Buku Hidup Nyaman Dengan Hipertensi

disebutkan ada beberapa prinsip diet rendah garam sebagai berikut :

(1) Kurangi asupan garam tidak lebih dari 2.400 mg per hari (1-1 sendok teh).

Satu sendok teh garam mengandung 2.000 mg garam natrium.

(2) Kurangi penambahan garam sebagai bumbu masak.

(3) Kurangi konsumsi bahan makanan olahan yang diberi garam selama proses

pembuatannya, seperti kecap, saus, margarin, mentega, keju, terasi, dan petis.

(4) Hindari bahan makanan yang diawetkan dengan metode pengasinan, misalnya

ikan asin cumi asin.

(5) Hindari konsumsi makanan yang diawetkan, seperti sarden, kornet, hot dog,

dan sosis. Pilih daging segar untuk dikonsumsi sehari – hari.

(6) Hindari camilan berkadar garam cukup tinggi, seperti kue, biskut, dan

krakers. Camilan yang baik adalah buah – buahan segar.

(7) Perbanyak konsumsi buah – buahan segar, bukan buah yang diawetkan

seperti asinan buah – buahan.

(8) Hindari makanan atau minuman yang mengandung natrium glutamate. Bahan

pengawet tersebut biasanya ada pada makanan kalengan dan minuman soft drink.

(9) Hindari camilan yang mengandung MSG atau mono sodium glutamate. Ciri

makanan ber – MSG adalah cita rasa gurih, misalnya aneka keripik kemasan.

(10)Perhatikan informasi kandungan natrium (sodium) pada berbagai label

informasi makanan kemasan.

b) Diet sehat dan Diet DASH (Dietary Approaches to stop Hypertension)

Untuk menurunkan tekanan darah pengidap hipertensi tidak cukup hanya

membatasi asupan garam, tetapi juga mengubah pola makan menjadi pola makan

sehat. Pola makan sehat membantu menurunkan bobot badan. Beberapa prinsip

diet sehat adalah meningkatkan konsumsi buah – buahan dan sayuran,

menghindari konsumsi lemak jenuh dan makanan berkolesterol tinggi, serta tidak

mengonsumsi minuman beralkohol.

Banyak mengonsumsi sayuran dan buah – buahan sangat baik karena kaya

akan kalium, magnesium, dan kalsium yang baik bagi penurunan tekanan darah.

Pengidap hipertensi sebaiknya juga memperbanyak konsumsi sayuran dan buah –

buahan yang kaya akan serat (Garnadi, 2012).

Menurut Martha (2012), prinsip utama dalam melakukan pola makan sehat

adalah gizi seimbang, dimana mengonsumsi beragam makanan yang seimbang

yaitu :

(1)Sumber karbohidrat : biji – bijian.

(2)Sumber protein hewani : ikan, unggas, putih telor, dan susu bebas

lemak.

(3)Sumber protein nabati : kacang – kacangan dan kacang polong.

(4)Sumber vitamin dan mineral : sayur dan buah – buahan segar.

b. Penatalaksanaan farmakologi

Dalam semua jenis hipertensi, obat-obatan hanya bisa menghilangkan

gejalanya, tidak dapat mengobati penyebabnya. Jenis dan kuantitas obat yang

diresepkan dalam pengobatan hipertensi berbeda dari satu pasien ke pasien

lainnya. Jika tekanan darah hanya cukup tinggi, dokter mungkin meresepkan satu

jenis obat saja, sedangkan pada kasus hipertensi serius ia mungkin meresepkan

suatu kombinasi obat-obatan ( Wolff, 2006 ).

Contoh obat-obat yang sering digunakan adalah golongan diuretik.

Diuretik adalah golongan obat yang mekanisme kerjanya mengeluarkan cairan

dan garam dari dalam tubuh melalui ginjal. Gejala yang biasa ditemui adalah

peningkatan frekuensi miksi (berkemih). Contoh golongan obat diuretik adalah

HCT (Hydro Chloro Tiazid) dan furosemid (Garnadi, 2012).

Jenis obat lainnya adalah golongan ACE-Inhibitor. ACE-Inhibitor adalah

golongan obat yang bermanfaat mencegah timbulnya serangan jantung pada

pasien berisiko tinggi, pria lanjut usia, dan pengidap diabetes. Sekaligus

mencegah pembesaran jantung. Mekanisme kerja dari ACE-Inhibitor adalah

menurunkan tekanan darah dengan memblokade sistem renin-angiotensin-

aldosteron. Contoh golongan obat dari ACE-Inhibitor adalah kaptropril, lisinopril,

enalapril dan ramipril (Garnadi, 2012).

Obat jenis lainnya adalah golongan angiotensin II receptor blokers.

Angiotensin II receptor blokers adalah golongan obat yang bermanfaat mencegah

serangan jantung. Obat golongan ini lebih efektif dibandingkan dengan golongan

beta blockers. Mekanisme kerja dari obat golongan tersebut adalah menurunkan

tekanan darah dengan memblokade sistem renin-angiotensin-aldosteron di lokasi

yang lebih spesifik. Contoh golongan obat dari angiotensin II receptor blokers

adalah valsartan, termisartan, dan olmesartan (Garnadi, 2012).

Adapun jenis obat lainnya adalah golongan beta blocker (penyekat beta).

Beta blocker adalah golongan obat yang bermanfaat mengurangi beban jantung

dalam memompa darah. Mekanisme kerja dari golongan beta blocker adalah

menurunkan tekanan darah dengan memblokade aksi hormon adrenalin pada

sistem saraf otonom sehingga menurunkan frekuensi jantung (heart rate) dan

curah jantung (heart output). Contoh golongan obat ini adalah propanolol dan

atenolol (Garnadi, 2012).

Kemudian obat jenis golongan calcium channel blocker berfungsi untuk

menurunkan tekanan darah dengan memblokade kanal kalsium sehingga

pembuluh darah melebar dan tekanan pembuluh darah menurun (Garnadi, 2012).

7. Komplikasi Hipertensi

Menurut Ardiansyah (2012), komplikasi dari penyakit hipertensi adalah

sebagai berikut :

a. Stroke

Stroke dapat timbul akibat perdarahan karena tekanan darah tinggi di otak

atau akibat embolus yang terlepas dari pembuluh nonotak. Stroke dapat terjadi

pada hipertensi kronis apabila arteri-arteri yang memperdarahi otak mengalami

hipertrofi dan menebal, sehingga aliran darah ke daerah-daerah yang

diperdarahinya menjadi berkurang. Arteri-arteri otak yang mengalami

arterosklerosis dapat melemah, sehingga meningkatkan kemungkinan

terbentuknya aneurisma.

b. Infark Miokardium

Dapat juga terjadi infark miokardium apabila arteri koroner yang

mengalami aterosklerotik tidak dapat menyuplai cukup oksigen ke miokardium

atau apabila terbentuk thrombus yang dapat menghambat aliran darah melalui

pembuluh tersebut. Karena terjadi hipertensi kronik dan hipertrofi ventrikel, maka

kebutuhan oksigen miokardium tidak dapat dipenuhi dan dapat terjadi iskemia

jantung yang menyebabkan infark. Demikian juga, hipertrofi ventrikel dapat

menimbulkan perubahan-perubahan waktu hantaran listrik saat melintasi

ventrikel, sehingga terjadi disritmia, hipoksia jantung, dan peningkatan risiko

pembentukan pembekuan darah.

c. Gagal Ginjal

Dapat terjadi gagal ginjal karena kerusakan progresif akibat tekanan tinggi

kapiler-kapiler glomerulus. Dengan rusaknya glomerulus, darah akan mengalir ke

unit-unit fungsional ginjal, neuron akan terganggu, dan dapat berlanjut menjadi

hipoksik dan kematian. Dengan rusaknya membrane glomerulus, protein akan

keluar melalui urine, sehingga tekanan osmotic koloid plasma berkurang. Hal ini

menyebabkan edema yang sering dijumpai pada hipertensi kronik.

d. Ensefalopati

Ensefalopati (kerusakan otak) dapat terjadi terutama pada hipertensi

maligna (hipertensi yang meningkat cepat). Tekanan yang sangat tinggi akibat

kelainan ini menyebabkan peningkatan tekanan kapiler dan mendorong cairan ke

dalam ruang intertisium di seluruh susunan saraf pusat. Akibatnya, neuron-neuron

di sekitarnya menjadi kolaps dan terjadi koma serta kematian.

e. Disfungsi Ereksi

Salah satu keluhan yang dilontarkan kaum pria penderita hipertensi adalah

disfungsi ereksi yang mereka alami. Penurunan fungsi seksual tersebut kondisi ini

bertambah parah jika pria yang bersangkutan juga menderita diabetes dan

mengalami obesitas (Lingga, 2012).

B. Konsep Kepatuhan

1. Definisi Kepatuhan

Kepatuhan adalah suatu kondisi yang tercipta dan berbentuk melalui

proses dari serangkaian perilaku yang menunjukkan nilai-nilai ketaatan,

kepatuhan, kesetiaan, keteraturan dan ketertiban. Sikap atau perbuatan yang

dilakukan bukan lagi atau sama sekali tidak dirasakan sebagai beban, bahkan

sebaliknya akan mebebani dirinya bila mana ia tidak dapat berbuat sebagaimana

lazimnya (http://pengertian-kepatuhan.html).

Kepatuhan adalah istilah yang menggambarkan penggunaan terapi obat

kita persis sesuai dengan petunjuk pada resep. Ini mencakup penggunaan obat

pada waktu yang benar dan mengikuti aturan makan tertentu (misalnya harus

dipakai dengan perut kosong). (Ardinata, 2011).

Jadi, jika dilihat dari kedua pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa

kepatuhan memiliki arti serangkaian perilaku yang menunjukkan nilai-nilai

ketaatan, kepatuhan yang menggambarkan penggunaan terapi obat kita persis

sesuai dengan petunjuk pada resep. Ini mencakup penggunaan obat pada waktu

yang benar dan mengikuti aturan makan tertentu.

2. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Tingkat Kepatuhan

Berikut ini ditampilkan beberapa faktor yang mendukung kepatuhan

pasien, jika faktor ini lebih besar dari pada hambatannya. Faktor-faktor tersebut

diantaranya adalah :

a. Pendidikan

Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana

belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan

potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri,

kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan

dirinya, masyarakat, bangsa dan negara. Pendidikan pasien dapat meningkatkan

kepatuhan, sepanjang bahwa pendidikan tersebut merupakan pendidikan yang

aktif seperti penggunaan buku-buku oleh pasien secara mandiri (Niven, 2002).

b. Akomodasi

Suatu usaha harus dilakukan untuk memahami ciri kepribadian pasien

yang dapat mempengaruhi kepatuhan. Sebagai contoh, pasien yang lebih mandiri

harus dapat merasakan bahwa ia dilibatkan secara aktif dalam program

pengobatan, sementara pasien yang lebih mengalami anseitas dalam menghadapi

sesuatu, harus diturunkan dahulu tingkat anseitasnya dengan cara meyakinkan

diaatau dengan teknik-teknik lain sehingga ia termotivasi untuk mengikuti anjuran

pengobatan (Niven, 2002).

c. Modifikasi faktor lingkungan dan sosial

Hal ini berarti membangun dukungan sosial dari keluarga dan teman-

teman. Kelompok-kelompok pendukung dapat dibentuk untuk membantu

kepatuhan terhadap program pengobatan seperti pengurangan berat badan,

berhenti merokok dan menurunkan konsumsi alcohol (Niven, 2002).

d. Perubahan model terapi

Program pengobatan dapat dibuat sesederhana mungkin, dan pasien

terlibat aktif dalam pembuatan program tersebut. Dengan cara ini komponen-

komponen sederhana dalam program pengobatan dapat diperkuat, untuk

selajutnya dapat mematuhi komponen-komponen yang lebih kompleks (Niven,

2002).

e. Meningkatkan interaksi profesional kesehatan dengan pasien

Meningkatkan interaksi profesional kesehatan dengan pasien adalah suatu

hal penting untuk memberikan umpan balik pada pasien setelah memperoleh

infomasi tentang diagnosis. Suatu penjelasan penyebab penyakit dan bagaimana

pengobatannya, dapat membantu meningkatkan kepercayaan pasien. Untuk

melakukan konsultasi dan selanjutnya dapat membantu meningkatkan kepatuhan.

Semakin baik pelayanan yang diberikan tenaga kesehatan, semakin teratur pula

pasien melakukan pengobatan (Niven, 2002).

f. Pengetahuan

Pengetahuan merupakan hasil tahu dan ini terjadi setelah orang melakukan

pengindraan terhadap suatu obyek tertentu, dari pengalaman dan penelitian

terbukti bahwa perilaku yang didasari oleh pengetahuan akan lebih langgeng dari

pada perilaku yang tidak didasari oleh pengetahuan. Menurut fungsinya

pengetahuan merupakan dorongan dasar untuk ingin tahu, untuk mencari

penalaran, dan untuk mengorganisasikan pengalamannya. Adanya unsur

pengalaman yang semula tidak konsisten dengan apa yang diketahui oleh individu

akan disusun, ditata kembali atau diubah sedemikian rupa, sehingga tercapai suatu

konsistensi (Ardinata, 2011).

g. Usia

Usia adalah umur yang terhitung mulai saat dilahirkan sampai saat akan

berulang tahun. Semakin cukup umur, tingkat kematangan dan kekuatan

seseorang akan lebih matang dalam berpikir dan bekerja. Dari segi kepercayaan,

masyarakat yang lebih dewasa akan lebih dipercaya daripada orang yang belum

cukup tinggi tingkat kedewasaannya. Hal ini sebagai akibat dari pengalaman dan

kematangan jiwanya (Ardinata, 2011).

h. Dukungan Keluarga

Keluarga adalah unit terkecil masyarakat yang terdiri atas 2 orang atau

lebih, adanya ikatan persaudaraan atau pertalian darah, hidup dalam satu rumah

tangga berinteraksi satu sama lain, mempertahankan satu kebudayaan (Ardinata,

2011).

C. Kepatuhan Dalam Melaksanakan Program Terapi

Pengertian dari tingkat kepatuhan pasien Hipertensi terhadap program

terapi adalah usaha keras yang diperlukan pada pasien hipertensi untuk menjaga

gaya hidup atau diit, aktivitasnya dan minum obat yang diresepkan oleh dokter

secara teratur (Brunner & Suddarth, 2002).

1. Kepatuhan terhadap Olahraga

Usaha yang dilakukan pasien hipertensi berupa aktivitas aerobik yang

teratur guna memperbaiki perfoma jantung dan pembuluh darah, mengendalikan

tekanan darah dan menjaga kestabilan tekanan darah. Durasi olahraga untuk setiap

orang harus disesuaikan dengan kondisi fisik dari masing-masing orang. Lakukan

aktivitas aerobik selama 30 menit dengan kondisi stamina tetap stabil (Lingga,

2012).

Adapun kriteria kepatuhan pasien hipertensi dalam menjalankan program

terapi aktivitas fisik dan olahraga yaitu :

a) Menyelingi kerja dengan istirahat dan bermain

b) Cukup tidur

c) Berolahraga

d) Mengatur jadwal kerja untuk menghilangkan tekanan yang terlalu banyak serta

jam-jam yang panjang dan tidak teratur.

e) Menghindari stres ektra dan pengeluaran tenaga berlebihan

f) Menghindari jam-jam kerja yang panjang, bekerja pada malam hari, atau kerja

shift

g) Menyelingi dengan berjalan biasa, kira-kira 20-30 langkah, dengan 20-30

langkah jogging

h) Mengendalikan reaksi seseorang terhadap faktor pencetus stres yang diketahui.

i) Minum air putih yang banyak setelah berolahraga.

2. Kepatuhan terhadap Diet Hipertensi

Salah satu cara yang harus ditaati oleh pasien hipertensi untuk mengatasi

hipertensi tanpa efek samping yang serius, karena dengan melakukan diet

hipertensi seperti mengkonsumsi buah-buahan, sayuran, biji-bijian dan

dikombinasikan dengan pengurangan konsumsi natrium dapat menurunkan

tekanan darah lebih optimal.

Adapun kriteria kepatuhan pasien hipertensi dalam menjalankan program

terapi diet hipertensi yaitu :

a) Lebih mudah makan dengan baik bila kita merencanakan hidangan yang akan

kita makan, membaca label makanan dan menyimpan bahan-bahan yang sehat.

b) Ketika masak, kurangi penggunaan garam (12 gr sehari) dan pakai sedikit atau

tanpa lemak sama sekali (2 gr sehari). Gunakan cara lain untuk menambah rasa

pada makanan seperti bawang, jamu, rempah-rempah.

c) Ketika makan diluar, carilah hidangan yang rendah lemak dan garam, dan

jangan takut mengajukan permintaan khusus.

d) Menghindari makanan yang digoreng dan porsi berukuran ekstra besar, pilihlan

satuan menu yang direbus atau dibakar.

e) Memperbanyak mengkonsumsi buah dan sayuran segar guna memperoleh

khasiat vitamin yang terkandung di dalamnya.

f) Mengurangi minum-minuman beralkohol dan gula yang diproses, jika memilih

minum alkohol, batasi jumlahnya menjadi satu kali minum per hari bila seorang

wanita dan dua kali minum bila seorang laki-laki.

g) Menghentikan atau mengurangi merokok.

h) Mengurangi konsumsi kopi.

i) Menjaga berat badan ideal atau berusaha menghindari pertambahan berat

badan

3. Kepatuhan terhadap Obat-obatan Hipertensi

Mengikuti pengobatan yang diresepkan secara lebih taat bagi pasien

hipertensi yang menjalani terapi obat jangka panjang atau permanen. Pasien tahu

efek samping dari pengobatan. Selain itu pasien juga harus tahu apa yang akan

terjadi jika pasien mengabaikan atau melupakan terapi obat hipertensi yang

diajalaninya (Wolff, 2006).

Salah satu penilaian kepatuhan minum obat adalah dengan skala Morisky.

Pada pertengahan 1980-an, Morisky dan rekan mengembangkan kuesioner singkat

untuk membantu praktisi dalam prospektif memprediksi kepatuhan dengan obat

antihipertensi (Morisky, 1983). Adapun tingkat kepatuhan minum obat menurut

Morisky adalah :

a. Kepatuhan tinggi

b. Kepatuhan sedang

c. Kepatuhan rendah

Adapun kriteria kepatuhan pasien hipertensi dalam menjalankan program

terapi obat yaitu:

a) Minum sesuai dengan waktu yang dianjurkan (setelah makan atau sebelum

makan)

b) Tidak menghentikan minum obat sebelum mendapat indikasi dari dokter

c) Tidak mengubah dosis obat tanpa izin dokter

Tidak berhenti minum obat antihipertensi secara tiba-tiba.

BAB III

KERANGKA KONSEP

A. Kerangka Konsep

Kerangka konsep penelitian adalah suatu hubungan atau ikatan antara

konsep satu terhadap konsep lainnya dari masalah yang ingin di teliti (Setiadi,

2013). Kerangka konsep penelitian dijabarkan sebagai berikut :

Gambar 1

Kerangka Konsep Gambaran Tingkat Kepatuhan Pasien Hipertensi dalam

Pelaksanaan Program Terapi di Poliklinik Interna RSUP Sanglah Tahun 2013

Hipertensi Primer

Program terapi hipertensi:

1. Olahraga2. Diet Makanan3. Obat-obat

Faktor yg mempengaruhi tk. kepatuhan :

1. Pendidikan2. Akomodasi3. Modifikasi faktor

lingkungan dan sosial4. Perubahan model

terapi5. Meningkatkan

interaksi profesional kesehatan dengan pasien

6. Pengetahuan7. Usia8. Dukungan keluarga

Karakteristik px HT:

1. Umur2. Jenis Kelamin3. Pendidikan4. Pekerjaan

1.

Faktor-faktor yang menyebabkan timbulnya hipertensi primer :1. Genetik2. Usia, ras dan jenis

kelamin3. Berat badan4. Asupan garam

5. Stres

6. Gaya hidup yang kurang sehat

Kepatuhan terhadap program terapi hipertensi

Keterangan :

= Variabel yang diteliti

= Varibel yang tidak diteliti

= Alur pikir

B. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional

1. Variabel Penelitian

Variabel merupakan karakteristik yang diamati yang mempunyai variasi

nilai dan merupakan operasionalisasi dari suatu konsep agar dapat diteliti secara

empiris atau ditentukan tingkatannya (Setiadi, 2013). Variabel pada penelitian ini

adalah tingkat kepatuhan pasien hipertensi dalam pelaksanaan program terapi di

Poliklinik Interna RSUP Sanglah Tahun 2013.

2. Definisi Operasional

Definisi operasional adalah penjelasan semua variabel dan istilah yang

akan digunakan dalam penelitian secara operasional sehingga akhirnya

mempermudah pembaca dalam mengartikan makna penelitian (Setiadi, 2013).

Untuk menghindari perbedaan persepsi, maka perlu disusun definisi operasional

yang merupakan penjelasan lanjut dari variabel sebagai berikut:

Tabel 2

Definisi Operasional Variabel Penelitian

Gambaran Tingkat Kepatuhan Pasien Hipertensi dalam Pelaksanaan Program

Terapi di Poliklinik Interna RSUP Sanglah Tahun 2013

VariabelDefinisi Operasional

VariabelAlat Ukur Skala

1 2 3 5

Tingkat

Kepatuhan Pasien

Hipertensi dalam

Kepatuhan yang

dilakukan pasien

hipertensi dalam

Kuisioner Ordinal

a. Kepatuhan tinggi,

jika jumlah skor

Pelaksanaan

Program Terapi

menjalankan program

terapi berupa :

a. Kepatuhan dalam

terapi olahraga yang

meliputi aktivitas

aerobik yang teratur

(jalan kaki, jogging,

bersepeda dan

berenang) yang dapat

menimbulkan kesan

refreshing dan

menyenangkan guna

menjaga kestabilan

tekanan darah dan

membantu

memperlancar aliran

darah

jawaban kuesioner

tentang kepatuhan

olahraga 6-8 poin

b. Kepatuhan

sedang, jika jumlah

skor jawaban

kuesioner tentang

kepatuhan olahraga

3-5 poin

c. Kepatuhan

rendah, jika jumlah

skor jawaban

kuesioner tentang

kepatuhan olahraga

0-2 poin

b. Kepatuhan dalam

terapi diet hipertensi

yang meliputi diet

rendah garam dan diet

sehat dan diet DASH

(Dietary Approaches

to stop Hypertension)

yaitu mengonsumsi

makanan yang rendah

garam dan

mengonsumsi buah-

buahan dan sayuran

untuk mengatasi

hipertensi tanpa efek

samping yang serius

Kuisioner Ordinal

a. Kepatuhan tinggi,

jika jumlah skor

jawaban kuesioner

tentang kepatuhan

diet 6-8 poin

b. Kepatuhan

sedang, jika jumlah

skor jawaban

keisioner tentang

kepatuhan diet 3-5

poin

c. Kepatuhan

rendah, jika jumlah

skor jawaban

kuesioner tentang

kepatuhan diet 0-2

poin

c. Kepatuhan dalam

terapi obat-obatan

yang meliputi

mengikuti pengobatan

yang diresepkan

secara lebih taat bagi

pasien hipertensi yang

menjalani terapi obat

jangka panjang atau

permanen yang

meliputi dosis, jadwal,

dan tidak

menghentikan

pengobatan tiba-tiba

Kuisioner Ordinal

a. Kepatuhan tinggi,

jika jumlah skor

jawaban kuesioner

tentang kepatuhan

minum obat 3-4 poin

b. Kepatuhan

sedang, jika jumlah

skor jawaban

kuesioner tentang

kepatuhan minum

obat 1-2 poin

c. Kepatuhan

rendah, jika jumlah

skor jawaban

kuesioner tentang

kepatuhan minum

obat 0 poin

BAB IV

METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Dalam penelitian ini menggunakan ‘desain penelitian deskriptif’ dimana

penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan (memaparkan) peristiwa-peristiwa

urgen yang terjadi pada masa kini. Deskripsi peristiwa dilakukan secara sistematik

dan lebih menekankan pada data faktual daripada penyimpulan. Dalam penelitian

ini tidak diperlukan adanya hipotesis karena peneliti hanya menyajikan fenomena

secara apa adanya dan tidak mencoba menganalisis bagaimana dan mengapa

fenomena tersebut bisa terjadi (Nursalam, 2003)

B. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini akan dilaksanakan di Poliklinik Interna RSUP Sanglah.

Tempat ini dipilih karena memenuhi kriteria sampel penelitian. Penelitian ini akan

dilakukan pada bulan September sampai dengan Oktober tahun 2013.

C. Populasi dan Sampel Penelitian

1. Populasi Penelitian

Populasi adalah keseluruhan dari subyek dan objek dengan karakteristik

yang dimiliki oleh populasi (Nursalam, 2003). Populasi dalam penelitian ini

adalah semua pasien Hipertensi yang berkunjung di Poliklinik Interna RSUP

Sanglah.

2. Sampel Penelitian

Sampel merupakan bagian dari populasi yang akan diteliti atau sebagian

jumlah dari karakteristik yang dimiliki oleh populasi (Nursalam, 2003). Kriteria

inklusi merupakan kriteria dimana subjek penelitian dapat mewakili dalam sampel

penelitian yang memenuhi syarat sebagai sampel. Sedangkan kriteria eksklusi

adalah mengeluarkan karakteristik-karakteristik sampel yang tidak kita harapkan

(Nursalam, 2003).

Kriteria Inklusi dalam penelitian ini adalah :

a. Pasien hipertensi dengan jenis hipertensi primer

b. Pasien yang mendapatkan program terapi hipertensi di Poliklinik Interna RSUP

Sanglah.

c. Pasien hipertensi yang umurnya 25 sampai lebih dari 65 tahun

d. Pasien hipertensi yang bersedia untuk diteliti

e. Pasien hipertensi yang dapat membaca dan menulis

Kriteria eksklusi dalam penelitian ini adalah :

a. Pasien hipertensi dengan penyakit penyerta lain atau komplikasi seperti :

penyakit ginjal dan jantung

b. Pasien hipertensi yang tidak bersedia diteliti

c. Pasien hipertensi yang tidak bisa baca dan tulis

3. Sampling

Sampling adalah suatu proses dalam menyeleksi porsi dari suatu populasi

untuk dapat mewakili populasi. Teknik sampling merupakan cara-cara yang

ditempuh dalam pengambilan sampel, agar memperoleh sampel yang benar-benar

sesuai dengan keseluruhan subjek penelitian (Nursalam, 2003).

Teknik sampling yang digunakan dalam penelitian ini adalah Non

Probability Sampling yaitu Consecutive Sampling, di mana sampel yang dipilih

adalah setiap pasien hipertensi yang memenuhi kriteria inklusi dimasukkan

sebagai sampel penelitian sampai kurun waktu tertentu hingga jumlah responden

yang diperlukan terpenuhi (Nursalam, 2003). Menurut Notoatmodjo (2005), untuk

populasi kecil atau lebih kecil dari 10.000, dapat menggunakan formula :

Keterangan :

N = Besar Populasi

n = Besar Sampel

d = Tingkat kepercayaan / ketepatan yang diinginkan (0,05)

Berdasarkan data dari RSUP Sanglah didapatkan data jumlah penderita

hipertensi tahun 2012 sebanyak 663 orang. Jadi rata-rata jumlah penderita

hipertensi dalam satu bulan adalah 55 orang. Jika data tersebut dimasukan ke

dalam formula di atas, maka :

= 48,35

= 48 responden

Dalam penelitian ini, peneliti menentukan jumlah sampel sebanyak 48

responden yang terdiri dari seluruh pasien yang melakukan rawat jalan di

Poliklinik Interna RSUP Sanglah yang memenuhi kriteria inklusi.

D. Jenis dan Cara Pengumpulan Data

1. Jenis Data yang Dikumpulkan

Dalam penelitian ini data yang dikumpulkan adalah data primer berupa

data kepatuhan pada terapi olahraga, diet hipertensi, dan obat-obatan yang

diperoleh melalui pengisian kuesioner oleh responden.

2. Cara Pengumpulan Data

Data dikumpulkan langsung dengan menggunakan angket. Langkah-

langkah pengumpulan data yaitu dengan pendekatan formal kepada petugas di

Poliklinik Interna RSUP Sanglah dalam mencari sampel penelitian, kemudian

melakukan pemilihan kriteria inklusi dan terakhir pendekatan secara informal

kepada sampel yang diteliti dengan menjelaskan maksud dan tujuan penelitian,

memberikan lembar persetujuan dan jika subjek bersedia untuk diteliti maka harus

menandatangani lembar persetujuan dan jika subjek menolak untuk diteliti maka

peneliti tidak akan memaksa dan menghormati hak responden.

3. Instrumen Pengumpulan Data

Data kepatuhan pada olahraga, kepatuhan pada diet hipertensi, kepatuhan

pada program pengobatan dikumpulkan dengan kuesioner. Kuesioner

dikembangkan berdasarkan konsep kepatuhan pada olahraga menurut Lingga

(2012), konsep kepatuhan pada diet hipertensi menurut Lingga (2012), dan konsep

kepatuhan pada program pengobatan menurut Wolff (2006).

Dalam kuesioner tersebut terdiri dari dua bagian yaitu karakteristik

responden dan daftar pertanyaan tentang kepatuhan dalam menjalankan program

terapi. Dalam kuesioner tentang karakteristik responden memuat tentang umur,

jenis kelamin, pendidikan dan pekerjaan. Sedangkan daftar pertanyaan tentang

kepatuhan dalam menjalankan program terapi pada pasien hipertensi memuat 20

pertanyaan dengan bentuk pertanyaan tertutup dan menggunakan skala Gutman

dengan dua alternative jawaban yaitu ”ya” dan ”tidak” dimana responden

menjawab sesuai dengan pendapatnya sendiri. Pertanyaan nomor 1-8 memuat

pertanyaan tentang kepatuhan dalam terapi olahraga, pertanyaan nomor 9-16

memuat pertanyaan tentang kepatuhan dalam terapi diet hipertensi, dan

pertanyaan nomor 17-20 memuat pertanyaan tentang kepatuhan dalam terapi

pengobatan.

Untuk pertanyaan positif masing-masing jawaban memiliki skor, ya = 1

dan tidak = 0 sedangkan untuk pertanyaan negatif masing-masing jawaban

memiliki skor, ya = 0 dan tidak = 1.

Setelah responden mengisi kuesioner sesuai dengan penelitian responden

tentang dirinya dan sesuai dengan petunjuk yang telah diberikan maka didapatkan:

1. Kepatuhan terhadap olahraga

a. Kepatuhan tinggi, jika jumlah skor jawaban kuesioner tentang kepatuhan

olahraga 6-8 poin

b. Kepatuhan sedang, jika jumlah skor jawaban kuesioner tentang kepatuhan

olahraga 3-5 poin

c. Kepatuhan rendah, jika jumlah skor jawaban kuesioner tentang kepatuhan

olahraga 0-2 poin

2. Kepatuhan terhadap diet hipertensi

a. Kepatuhan tinggi, jika jumlah skor jawaban kuesioner tentang diet hipertensi 6-

8 poin

b. Kepatuhan sedang, jika jumlah skor jawaban kuesioner tentang diet hipertensi

3-5 poin

c. Kepatuhan rendah, jika jumlah skor jawaban kuesioner tentang diet hipertensi

0-2 poin

3. Kepatuhan terhadap pengobatan

a. Kepatuhan tinggi, jika jumlah skor jawaban kuesioner tentang pengobatan 3-4

poin

b. Kepatuhan sedang, jika jumlah skor jawaban kuesioner tentang pengobatan 1-2

poin

c. Kepatuhan rendah, jika jumlah skor jawaban kuesioner tentang pengobatan 0

poin

4. Kepatuhan terhadap ketiga program terapi

a. Kepatuhan tinggi, jika jumlah skor jawaban kuesioner 14-20 poin atau 80-

100%

b. Kepatuhan sedang, jika jumlah skor jawaban kuesioner 7-13 poin atau 40-70%

c. Kepatuhan rendah, jika jumlah skor jawaban kuesioner 0-6 poin atau 0-30%

E. Pengolahan dan Analisa Data

1. Teknik pengolahan data

Langkah-langkah teknik pengolahan data yaitu (Setiadi, 2013) :

a. Editing

Dengan memeriksa dan menyesuaikan data-data yang telah diperoleh yaitu

mengecek dan memperjelas nama dan kelengkapan data identitas responden, isi

instrumen pengisian kuesioner.

b. Coding

Dengan memberikan kode-kode pada data-data yang diperoleh sesuai

dengan rencana yaitu tiap responden diberikan kode R dari nomor 1,2,3...dst

(misalnya : responden nomor 3 diberi kode R3).

c. Entry

Kegiatan memasukkan data ke dalam program komputer untuk

memudahkan mencari data bila data tersebut diperlukan lagi dan mencegah risiko

kehilangan data.

d. Cleaning

Kuesioner yang sudah terkumpul diberi kode selanjutnya dientry untuk

diperiksa kembali. Bila ditemukan kesalahan maka dicocokan kembali dengan

melihat variabel apakah data sudah benar atau belum.

2. Analisa Data

Teknik analisa data yang digunakan adalah analisa statistik deskriptif.

Frekuensi distribusi digunakan untuk mengorganisasi data secara sistematis dalam

bentuk angka yang paling rendah ke yang paling tinggi. Jawaban dari responden

pada kuesioner tingkat kepatuhan terapi dilakukan scoring. Pemberian skor dari

tingkat kepatuhan untuk masing-masing pertanyaan tersebut berdasarkan skala

Guttman yaitu :

1. Kepatuhan terhadap terapi olahraga memuat 8 pertanyaan positif :

a. Skor 0 : bila responden menjawab “tidak”

b. Skor 1 : bila responden menjawab “ya”

2. Kepatuhan terhadap diet hipertensi memuat 8 pertanyaan positif :

a. Skor 0 : bila responden menjawab “tidak”

b. Skor 1 : bila responden menjawab “ya”

3. Kepatuhan terhadap pengobatan memuat 4 pertanyaan negatif :

a. Skor 0 : bila responden menjawab “ya”

b. Skor 1 : bila responden menjawab “tidak”

Penilaian pada masing-masing item kepatuhan terapi dilakukan dengan rumus

sebagai berikut :

P = x 100 %

Keterangan :

P = persentase hasil kepatuhan pasien terhadap pengobatan

a = jumlah jawaban yang benar

b = jumlah pertanyaan

(Setiadi, 2007)

1. Kepatuhan terhadap olahraga

a. Kepatuhan tinggi, jika jumlah skor jawaban kuesioner tentang kepatuhan

olahraga 6-8 poin

b. Kepatuhan sedang, jika jumlah skor jawaban kuesioner tentang kepatuhan

olahraga 3-5 poin

c. Kepatuhan rendah, jika jumlah skor jawaban kuesioner tentang kepatuhan

olahraga 0-2 poin

2. Kepatuhan terhadap diet hipertensi

a. Kepatuhan tinggi, jika jumlah skor jawaban kuesioner tentang diet hipertensi 6-

8 poin

b. Kepatuhan sedang, jika jumlah skor jawaban kuesioner tentang diet hipertensi

3-5 poin

c. Kepatuhan rendah, jika jumlah skor jawaban kuesioner tentang diet hipertensi

0-2 poin

3. Kepatuhan terhadap pengobatan

a. Kepatuhan tinggi, jika jumlah skor jawaban kuesioner tentang pengobatan 3-4

poin

b. Kepatuhan sedang, jika jumlah skor jawaban kuesioner tentang pengobatan 1-2

poin

c. Kepatuhan rendah, jika jumlah skor jawaban kuesioner tentang pengobatan 0

poin

4. Kepatuhan terhadap ketiga program terapi

a. Kepatuhan tinggi, jika jumlah skor jawaban kuesioner 14-20 poin atau 80-

100%

b. Kepatuhan sedang, jika jumlah skor jawaban kuesioner 7-13 poin atau 40-70%

c. Kepatuhan rendah, jika jumlah skor jawaban kuesioner 0-6 poin atau 0-30%