bab i

9
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Krisis ekonomi sejak tahun 1997 yang melanda Indonesia telah membawa dampak pada berbagai aspek atau sektor kehidupan. Dampak tersebut tidak hanya melanda sektor privat, tetapi juga sektor publik (pemerintah). Dampak tersebut lebih bersifat negatif seperti bertambahnya tingkat pengangguran dan kemiskinan, meskipun tidak dipungkiri ada juga yang bersifat positif misalnya meningkatnya ekspor beberapa komoditi yang tentunya akan meningkatkan pendapatan para penghasil komoditi tersebut. Dampak negatif dari krisis ekonomi pada sektor publik (pemerintah) di antaranya terjadi pada sektor APBN, yaitu akan mempengaruhi sektor pendapatan dan pengeluaran APBN tersebut. Pendapatan dan pengeluaran dalam APBN menjadi labil dalam arti kata tingkat ketidakpastiannya menjadi tinggi. Ketidakpastian dalam penerimaan APBN ini tentu pada gilirannya akan mempengaruhi Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD), karena sebagian besar daerah kabupaten/kota di Indonesia tingkat ketergantungan keuangan kepada pemerintah pusat tinggi. Sejalan dengan terjadinya krisis ekonomi tahun 1997 tersebut, tuntutan reformasi di segala bidangpun digulirkan oleh masyarakat. Salah satunya adalah tuntutan otonomi daerah yang luas serta perimbangan keuangan yang lebih adil, proporsional dan transparan antar pemerintah pusat dan daerah. Guna mencermati tuntutan tersebut maka MPR menghasilkan suatu ketetapan yang berkaitan 1

Upload: agus-kurniawan

Post on 14-Nov-2015

215 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

ANALISIS KEMAMPUAN KEUANGAN DAERAHDALAM MEMBIAYAI PENGELUARAN DAERAHDI KABUPATEN KLUNGKUNG

TRANSCRIPT

  • BAB I

    PENDAHULUAN

    1.1 Latar Belakang

    Krisis ekonomi sejak tahun 1997 yang melanda Indonesia telah membawa

    dampak pada berbagai aspek atau sektor kehidupan. Dampak tersebut tidak hanya

    melanda sektor privat, tetapi juga sektor publik (pemerintah). Dampak tersebut

    lebih bersifat negatif seperti bertambahnya tingkat pengangguran dan kemiskinan,

    meskipun tidak dipungkiri ada juga yang bersifat positif misalnya meningkatnya

    ekspor beberapa komoditi yang tentunya akan meningkatkan pendapatan para

    penghasil komoditi tersebut.

    Dampak negatif dari krisis ekonomi pada sektor publik (pemerintah) di

    antaranya terjadi pada sektor APBN, yaitu akan mempengaruhi sektor pendapatan

    dan pengeluaran APBN tersebut. Pendapatan dan pengeluaran dalam APBN

    menjadi labil dalam arti kata tingkat ketidakpastiannya menjadi tinggi.

    Ketidakpastian dalam penerimaan APBN ini tentu pada gilirannya akan

    mempengaruhi Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD), karena

    sebagian besar daerah kabupaten/kota di Indonesia tingkat ketergantungan

    keuangan kepada pemerintah pusat tinggi.

    Sejalan dengan terjadinya krisis ekonomi tahun 1997 tersebut, tuntutan

    reformasi di segala bidangpun digulirkan oleh masyarakat. Salah satunya adalah

    tuntutan otonomi daerah yang luas serta perimbangan keuangan yang lebih adil,

    proporsional dan transparan antar pemerintah pusat dan daerah. Guna mencermati

    tuntutan tersebut maka MPR menghasilkan suatu ketetapan yang berkaitan

    1

  • dengan penyelenggaraan otonomi daerah, yaitu Ketetapan MPR Nomor

    XV/MPR/1998 tentang Penyelenggaraan Otonomi Daerah; Pengaturan dan

    Pemanfaatan Sumber Daya Nasional Yang Berkeadilan; serta Perimbangan

    Keuangan Pusat dan Daerah.

    Berdasarkan ketetapan MPR ini maka dikeluarkan satu paket kebijakan

    tentang otonomi daerah, yaitu: Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 Junto

    Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004, tentang Pemerintahan Daerah sebagai

    pengganti Undang-Undang Nomor 5 tahun 1974 tentang Pokok-Pokok

    Pemerintahan di Daerah dan Undang-Undang Nomor 5 tahun 1979 tentang

    Pemerintahan Desa; Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1999 Junto Undang-

    Undang Nomor 33 Tahun 2004, tentang Perimbangan Keuangan antara

    Pemerintah Pusat dan Daerah sebagai pengganti Undang-Undang Nomor 32

    Tahun 1956 tentang Perimbangan Keuangan antara Negara dengan daerah-daerah

    yang berhak mengurus rumah tangganya sendiri.

    Dengan terbitnya Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 Junto Undang-

    Undang Nomor 32 Tahun 2004, Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1999 Junto

    Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004, Pemerintah harus mampu

    mengembangkan otonomi daerah secara luas, nyata dan bertanggungjawab dalam

    rangka pemberdayaan masyarakat, lembaga ekonomi, lembaga politik, lembaga

    hukum, lembaga keagamaan, lembaga adat dan LSM serta seluruh potensi

    masyarakat dalam wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia. Kenyataan yang

    terjadi selama ini adalah rendahnya proporsi PAD terhadap APBD, sehingga

    daerah sangat bergantung kepada sumber dana dari pemerintah pusat yaitu

    2

  • bantuan dan subsidi, baik untuk pengeluaran rutin maupun pengeluaran

    pembangunan. Salah satu konsekuensi pelaksanaan otonomi daerah adalah adanya

    sumber-sumber keuangan daerah yang memadai untuk membiayai

    penyelenggaraan otonomi.

    Pembangunan daerah sebagai bagian dari integral dari pembangunan

    nasional dilaksanakan berdasarkan prinsip otonomi daerah dan pengaturan sumber

    daya nasional yang memberikan kesempatan bagi peningkatan demokrasi dan

    kinerja daerah untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat menuju masyarakat

    madani yang bebas korupsi, kolusi, dan nepotisme. Penyelenggaraan

    pemerintahan daerah sebagai sub sistem pemerintahan negara dimaksudkan untuk

    meningkatkan daya guna dan hasil guna penyelenggaraan pemerintahan dan

    pelayanan masyarakat. Sebagai daerah otonom, daerah mempunyai kewenangan

    dan tanggung jawab menyelenggarakan kepentingan masyarakat berdasarkan

    prinsip-prinsip keterbukaan, partisipasi masyarakat, dan pertanggung-jawaban

    kepada masyarakat. Dalam rangka penyelengaraan pemerintahan, maka

    pemerintahan suatu negara pada hakekatnya mengemban tiga fungsi utama yakni

    fungsi alokasi; fungsi distribusi dan fungsi stabilisasi. Fungsi alokasi, antara lain

    meliputi: sumber-sumber ekonomi dalam bentuk barang dan jasa pelayanan

    masyarakat, fungsi distribusi, antara lain meliputi: pendapatan dan kekayaan

    masyarakat, pemerataan pembangunan, dan fungsi stabilisasi, antara lain meliputi:

    pertahanan keamanan, ekonomi, dan moneter. Fungsi distribusi dan fungsi

    stabilisasi pada umumnya lebih efektif dilaksanakan oleh Pemerintah Pusat

    sedangkan fungsi alokasi pada umumnya lebih efektif dilaksanakan oleh

    3

  • Pemerintah Daerah, karena daerah pada umumnya lebih mengetahui kebutuhan

    serta standar pelayanan masyarakatnya. Namun dalam pelaksanaannya perlu

    diperhatikan kondisi dan situasi yang berbeda-beda dari masing-masing wilayah.

    Dengan demikian, pembagian ketiga fungsi dimaksud sangat penting sebagai

    landasan dalam penentuan dasar-dasar perimbangan keuangan antara Pemerintah

    Pusat dan Daerah secara jelas dan tegas.

    Adapun ciri utama yang menunjukkan suatu daerah otonom mampu

    berotonomi, terletak pada kemampuan keuangan daerah untuk membiayai

    penyelenggaraan pemerintah daerahnya, artinya tingkat ketergantungan kepada

    pemerintah pusat mempunyai proporsi yang semakin kecil dan diharapkan

    Pendapatan Asli Daerah (PAD) harus menjadi bagian terbesar dalam

    memobilisasi dana penyelenggaraan pemerintah daerah. Oleh karena itu sudah

    sewajarnya PAD dijadikan salah satu tolok ukur dalam pelaksanaan otonomi

    daerah karena PAD sekaligus dapat meningkatkan kemandirian daerah.

    Kemandirian daerah menunjukkan kemampuan pemerintah daerah dalam

    membiayai sendiri kegiatan pemerintah, pembangunan dan pelayanan kepada

    masyarakat. Kemandirian daerah juga menggambarkan tingkat partisipasi

    masyarakat dalam pembangunan daerah, semakin mandiri suatu daerah, semakin

    tinggi partisipasi masyarakat dalam membayar pajak dan retribusi daerah yang

    merupakan komponen utama PAD. Tolok ukur kemandirian keuangan daerah

    dalam pembiayaan pembangunan dan penyelenggaraan pemerintah adalah

    seberapa besar ketergantungan daerah terhadap pusat yang ditunjukkan oleh

    Derajat Desentraslisasi Fiskal (DDF). DDF adalah salah satu aspek untuk bisa

    4

  • mengetahui seberapa besar kemampuan keuangan daerah dalam membiayai

    pengeluaran daerahnya yaitu dengan membandingkan antara Pendapatan Asli

    Daerah dan Total Pendapatan Daerah, dimana semakin besar DDF, semakin

    mandiri daerah tersebut.

    Setelah otonomi daerah, pemerintah daerah memiliki kesempatan besar

    untuk mengelola keuangan daerahnya termasuk membuat Peraturan daerah

    (Perda) yang dapat berubah setiap saat. Kondisi ini telah menimbulkan ekonomi

    biaya tinggi dan menimbulkan ego daerah dalam meningkatkan pendapatan

    daerahnya.

    Penerimaan Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kabupaten/kota di Bali sangat

    bervariasi yang dipengaruhi oleh potensi wilayahnya, terutama sektor pariwisata.

    Kemandirian Kabupaten/kota di Bali dalam melaksanakan otonomi daerah dengan

    indikator kemampuan keuangannya dilihat dari kontribusi PAD terhadap APBD

    tahun 2001 2008 dapat dilihat pada Tabel 1.1

    Berdasarkan Tabel 1.1 diketahui bahwa kontribusi PAD terhadap total

    penerimaan APBD selama kurun waktu 2001-2008 di 6 (enam) kabupaten/kota di

    Provinsi Bali rata-rata di bawah 15 persen. Hanya Kabupaten Badung mencapai

    rata-rata 55,97 persen dan Kota Denpasar rata-rata 24,13 persen. Dilihat dari

    sebaran antar Kabupaten tersebut, Kabupaten Badung memegang peringkat

    tertinggi, sedangkan Kabupaten Bangli terendah. Perbedaan range yang relatif

    tinggi dan semakin meningkat tersebut merupakan salah satu indikator

    kesenjangan pendapatan antar daerah Kabupaten/Kota se-Bali baik sebelum

    maupun setelah otonomi daerah. Hal ini menunjukkan bahwa otonomi daerah

    5

  • belum mampu mengatasi kesenjangan pendapatan daerah dalam usaha

    meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

    Kondisi ini juga terjadi di Kabupaten Klungkung yang berada pada urutan ke

    enam. Rendahnya kontribusi PAD terhadap total penerimaan APBD di Kabupaten

    Klungkung tersebut mengindikasikan bahwa masih dominannya peranan bantuan

    dana dari pemerintah pusat di dalam penyelenggaraan pemerintahan dan

    pembangunan daerah di Kabupaten Klungkung. Ketergantungan daerah yang

    tinggi terhadap pusat tersebut tentu pada gilirannya akan membuka peluang yang

    besar bagi pemerintah pusat melakukan intervensi dalam berbagai kebijakan

    pengelolaan keuangan dan pembangunan daerah. Hal ini tentunya dapat

    membatasi pemberdayaan masyarakat, prakarsa dan kreatifitas dan peran serta

    masyarakat dalam pembangunan.

    Tabel 1.1Kontribusi PAD Terhadap APBD Kabupaten/Kota

    di Provinsi Bali, 2001 - 2008( %)

    Kabupaten/Kota 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008Rata-rata

    Kabupaten Buleleng 5,13 6,09 5,65 5.64 6.07 4.80 6.02 7.21 5.83

    Kabupaten Jembrana 4,31 3,75 3,97 4.70 4.47 3.72 4.30 4.67 4.24

    Kabupaten Tabanan 8,65

    12,4

    4

    10,6

    3 13.60 12.35 9.26 8.87

    13.79

    11.20

    Kabupaten Badung 64,48

    58,3

    4

    42,0

    3 57.90 59.62 51.90

    52.8

    8

    60.61

    55.97

    Kabupaten Gianyar 11,93

    17,1

    3

    11,9

    4 16.65 17.75 14.74

    13.6

    7

    14.86

    14.83

    Kabupaten Bangli 3,96 3,31 3,41 4.06 3.77 3.01 2.99 2.93 3.43

    Kabupaten Klungkung 7.88 7.52 7.01 6.47 7.67 5.63 6.54 6.86 6.95

    Kabupaten Karangasem 8,18 8,33 6,43 7.80 8.76 6.57 7.00 7.03 7.51

    6

  • Kota Denpasar 21,23

    23,9

    7

    22,2

    4 26.00 28.03 23.12

    22.8

    2

    25.66

    24.13 Sumber Data : BPS Pusat, Statistik Keuangan Daerah Tingkat II 2001-2008 (diolah)

    Kabupaten Klungkung sebagai salah satu Kabupaten yang memiliki wilayah

    dengan pulau-pulau kecil yang ada di Provinsi Bali yang memiliki konsekuensi

    dan tanggung jawab, dituntut untuk mampu memberikan pelayanan terhadap

    perkembangan kota dan regional. Kondisi kontribusi PAD terhadap total

    penerimaan APBD yang masih rendah tersebut tentunya dapat menjadi suatu

    hambatan dalam penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan. Untuk itu

    diperlukan upaya peningkatan penerimaan PAD dengan tingkat pertumbuhannya

    lebih tinggi daripada tingkat pertumbuhan APBD, sehingga proporsi PAD

    terhadap total penerimaan APBD meningkat.

    Berdasarkan uraian-uraian yang telah disebutkan sebelumnya di mana

    kontribusi PAD terhadap total penerimaan APBD Kabupaten Klungkung masih

    rendah, sehingga di dalam pembiayaan penyelenggaraan pemerintahan dan

    pembangunan di Kabupaten Klungkung tersebut sangat tergantung kepada

    pemerintah pusat. Kemampuan keuangan pemerintah pusat sendiri terbatas dan

    bahkan semakin terbatas. Di sisi lain otonomi daerah itu sendiri menuntut daerah

    agar mandiri, oleh karena itu permasalahan yang timbul di era otonomi daerah

    yang berdampak pada kemampuan kemandirian Keuangan daerah Kabupaten

    Klungkung dan prospek 2009 sampai 2011, menyebabkan penting untuk dikaji

    dalam sebuah penelitian.

    1.2 Rumusan Masalah

    7

  • Berdasarkan fenomena serta uraian dalam latar belakang, permasalahan yang

    akan dikaji dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

    1) Bagaimana kemampuan keuangan daerah dalam membiayai pengeluaran

    daerah Kabupaten Klungkung 2001-2008 dan trend kontribusinya selama

    tahun 2009-2011?

    2) Bagaimanakah derajat desentralisasi fiskal daerah Kabupaten Klungkung serta

    trend masing-masing selama tahun anggaran 20012008 ?

    3) Bagaimana prospek PAD di Kabupaten Klungkung tahun 2009- 2011 ?

    1.3 Tujuan Penelitian

    Bertolak dari perumusan masalah tersebut, maka tujuan penelitian ini adalah

    sebagai berikut.

    1) Untuk mengetahui kemampuan keuangan daerah dalam membiayai

    pengeluaran daerah Kabupaten Klungkung 2001-2008 dan trend dari

    kontribusi tersebut selama tahun 2009-2011;

    2) Untuk mengetahui derajat desentralisasi fiskal daerah Kabupaten

    Klungkung serta trend masing-masing selama tahun anggaran 2001-2008;

    3) Untuk mengetahui prospek PAD Kabupaten Klungkung selama tahun anggaran

    20092011.

    1.4 Manfaat Penelitian

    Manfaat dan kegunaan dari penelitian ini diharapkan dapat menjadi :

    a. Bahan masukan kepada Pemerintah Kabupaten Klungkung dalam

    perencanaan peningkatan PAD dan agar dapat diketahui efektivitas

    kebijakan yang telah ditetapkan.

    8

  • b. Bahan acuan bagi Pemerintah Kabupaten Klungkung dalam merumuskan

    dan menetapkan kebijakan dimasa yang akan datang.

    c. Untuk pengembangan serta menjadi media pengaplikasian berbagai teori

    yang pernah peneliti pelajari.

    9