bab i

3
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Epistaksis atau perdarahan dari hidung banyak dijumpai sehari-hari baik pada anak maupun usia lanjut. Epistaksis merupakan kedaruratan dalam bidang Otolaryngologic (Awuah, P; Amedofu, G.K; Duah, M. 2012). Telah dilaporkan bahwa hingga 60% dari populasi umum akan mengalami setidaknya satu episode epistaksis dalam waktu hidup mereka, dan 6% akan mencari bantuan medis untuk itu (Kundi, N.A; Raza,M. 2015). Epistaksis sebagian besar kasus terjadi pada anak- anak usia dibawah 10 tahun dan remaja yang sebagian besar perdarahan episode kecil dan tidak tidak memerlukan perawatan medis sedangkan pada orang tua diatas 50 tahun biasanya perdarahan lebih berat dan memerlukan intervensi otolaryngologic (Yuksel, A et al. 2014). 1

Upload: ahmadnurwanto

Post on 09-Nov-2015

216 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

hijk

TRANSCRIPT

2

BAB IPENDAHULUAN1.1 Latar BelakangEpistaksis atau perdarahan dari hidung banyak dijumpai sehari-hari baik pada anak maupun usia lanjut. Epistaksis merupakan kedaruratan dalam bidang Otolaryngologic (Awuah, P; Amedofu, G.K; Duah, M. 2012). Telah dilaporkan bahwa hingga 60% dari populasi umum akan mengalami setidaknya satu episode epistaksis dalam waktu hidup mereka, dan 6% akan mencari bantuan medis untuk itu (Kundi, N.A; Raza,M. 2015).Epistaksis sebagian besar kasus terjadi pada anak-anak usia dibawah 10 tahun dan remaja yang sebagian besar perdarahan episode kecil dan tidak tidak memerlukan perawatan medis sedangkan pada orang tua diatas 50 tahun biasanya perdarahan lebih berat dan memerlukan intervensi otolaryngologic (Yuksel, A et al. 2014).Seringkali epistaksis timbul sepontan tanpa diketahui penyebabnya, kadang-kadang jelas disebabkan karena trauma. Epistaksis dapat disebabkan oleh kelainan local pada hidung atau kelainan sistemik (Hill, C.S; Hughes, O. 2009). Menurut lokasi perdarahan epistaksis anterior diamati pada sekitar 80% pasien perdarahan muncul dari anastomosis pleksus kiesselbach di bagian bawah septum anterior yang disebut daerah Little. Metode pengobatan konservatif sering cukup untuk sebagian besar pasien dengan anterior epistaksis. Metode ini meliputi tekanan lokal, kauter kimia, dan tampon hidung anterior. Epistaksis posterior terutama berasal dari arteri hidung posterior septum, cabang dari arteri sphenopalatina, dan cenderung lebih serius dibandingkan dengan epistaksis anterior. Metode pengobatan pasien dengan epistaksis posterior, yang sering membutuhkan intervensi lebih lanjut otolaryngological, pilihan perawatan lebih lanjut termasuk tampon posterior, ligasi arteri, dan embolisasi. Modalitas pengobatan berbeda karena faktor-faktor seperti lokasi dan keparahan perdarahan, kondisi predisposisi, dan pengalaman otolaryngologist tersebut (Gilyoma, J.M; Chalya, P.L, 2011).1.2 TujuanTujuan pembuatan referat ini untuk memenuhi persyaratan Kepanitraan Klinik di Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok dan Bedah Kepala Leher di Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten Jombang serta dapat memperluas pemahaman dokter muda tentang penyakit epistaksis.1.3 ManfaatManfaat pembuatan referat ini diharapkan dapat member informasi dan menambah pengetahuan bagi penulis dan pihak lain yang membacanya.

1