bab i

26
BAB I PENDAHULUAN 1.1............................................ Latar Belakang Pembangunan kesehatan pada hakekatnya adalah penyelenggaraan upaya kesehatan oleh bangsa Indonesia untuk mencapai kemampuan untuk hidup sehat bagi setiap penduduk agar dapat mewujudkan derajat kesaehatan masyarakat yang optimal, sebagai salah satu unsur kesejahteraan umum dari tujuan nasional.(Depkes,1984) Generasi muda merupakan factor yang penting untuk pencapaian tujuan pembangunan kesehatan. Meningkatkan kesehatan pada anak-anak akan sangat membantu berhasilnya upaya peningkatan kesehatan. (Depkes,1984) Upaya untuk meningkatkan derajat kesehatan melalui pendidikan yang dimulai dari tingkat dasar dan menengah secara keseluruhan diharapkan dapat dilaksanakan melalui usaha kesehatan sekolah, sehingga penduduk usia sekolah keatas telah mengerti dan melaksanakan dasar-dasar kebersihan dan makanan sehat. Untuk lebih meningkatkan pelayanan kesehatan diharapkan lembaga-lembaga pendidikan tenaga kesehatan dapat menghasilkan jumlah dan jenis tenaga yang berorientasi kepada kesehatan masyarakat (Depkes, 1984) Awal masa sekolah merupakan periode dimana anak memasuki lingkungan baru, berubah dari yang hanya bermain ke tahap belajar, perubahan ini sedikit banyak akan berakibat pada nafsu makan yang berkurang Karena anak mungkin mengalami depresi. Belum lagi kebiasaan anak yang sering mengkonsumsi

Upload: rexy-nunuhitu

Post on 25-Oct-2015

10 views

Category:

Documents


2 download

DESCRIPTION

doc

TRANSCRIPT

Page 1: BAB I

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pembangunan kesehatan pada hakekatnya adalah penyelenggaraan upaya kesehatan

oleh bangsa Indonesia untuk mencapai kemampuan untuk hidup sehat bagi setiap penduduk

agar dapat mewujudkan derajat kesaehatan masyarakat yang optimal, sebagai salah satu unsur

kesejahteraan umum dari tujuan nasional.(Depkes,1984)

Generasi muda merupakan factor yang penting untuk pencapaian tujuan pembangunan

kesehatan. Meningkatkan kesehatan pada anak-anak akan sangat membantu berhasilnya

upaya peningkatan kesehatan. (Depkes,1984)

Upaya untuk meningkatkan derajat kesehatan melalui pendidikan yang dimulai dari

tingkat dasar dan menengah secara keseluruhan diharapkan dapat dilaksanakan melalui usaha

kesehatan sekolah, sehingga penduduk usia sekolah keatas telah mengerti dan melaksanakan

dasar-dasar kebersihan dan makanan sehat. Untuk lebih meningkatkan pelayanan kesehatan

diharapkan lembaga-lembaga pendidikan tenaga kesehatan dapat menghasilkan jumlah dan

jenis tenaga yang berorientasi kepada kesehatan masyarakat (Depkes, 1984)

Awal masa sekolah merupakan periode dimana anak memasuki lingkungan baru,

berubah dari yang hanya bermain ke tahap belajar, perubahan ini sedikit banyak akan

berakibat pada nafsu makan yang berkurang Karena anak mungkin mengalami depresi.

Belum lagi kebiasaan anak yang sering mengkonsumsi makanan secara sembarangan

disekitar lingkungan sekolah seperti snack/makanan ringan, permen dan berbagai jenis

makanan lainnya. Di sekolah, pengawasan orang tua terhadap anak sedikit longgar, sehingga

salah satu pemecahannya yakni dengan mengurangi uang jajan pada anak, karena pada masa

ini anak belum bias memikul tanggung jawab sehingga apabila uang jajan terlampau banyak,

maka si anak akan menggunakan uang tersebut untuk hal-hal yang kurang berguna.

Anak usia sekolah adalah investasi bangsa, karena anak adalah generasi penerus bangsa.

Kualitas bangsa dimasa depan ditentukan kualitas anak-anak saat ini. Upaya peningkatan

kualitas sumber daya manusia harus dilakukan sejak dini, sistematis dan berkesinambungan.

Tumbuh berkembangnya anak usia sekolah yang optimal tergantung pemberian nutrisi

dengan kualitas dan kuantitas yang baik serta benar. Dalam masa tumbuh kembang tersebut

pemberian nutrisi atau asupan makanan pada anak tidak selalu dapat dilaksanakan dengan

sempurna. Sering timbul masalah terutama dalam pemberian makanan yang tidak benar dan

menyimpang. Penyimpangan ini mengakibatkan gangguan pada banyak organ-organ dan

Page 2: BAB I

system tubuh anak. Foodbone diseases atau penyakit bawaan makanan merupakan masalah

kesehatan masyarakat yang utama di banyak Negara. Penyakit ini dianggap bukan termasuk

penyakit yang serius untuk jangka pendek, sehinga seringkali kurang diperhatikan baik oleh

orang tua, masyarakat atau institusi yang terkait dengan masalah ini (Anonim, 2007).

Menurut Sampurno (2005), masalah keracunan makanan sudah menjadi langganan di

Indonesia. Hampir setiap tahun kasus keracunan selalu ada dan angka kejadiannya pun cukup

tinggi. Dari seluruh kasus keracunan makanan yang ada, semua bersumber pada pengolahan

makanan tidak higienis. Ironisnya makanan tidak higienis ini banyak dijual di kantin sekolah.

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan di Bogor, terbukti bahwa makanan

jajanan yang terkena cemaran mikrobiologis dan cemaran kimiawi yang umum ditemukan

pada jajanan kaki lima, yang disebabkan oleh penggunaan bahan tambahan pangan (BTP)

illegal seperti boraks (pengenyal yang mengandung logam berat boron), formalin (pengawet

yang digunakan untuk mayat), rhodamin B (pewarna merah untuk tekstil) dan methanol

yellow (pewarna kuning untuk tekstil) (Iswarawanti, dkk 2007).

Salah satu faktor yang mempengaruhi pengetahuan gizi adalah kebiasaan makan. Anak

usia sekolah mempunyai kebiasaan jajan. Kebiasaan jajan cenderung menjadi bagian dari

budaya dari keluarga. Makanan jajanan yang kurang memenuhi syarat kesehatan dan gizi

akan mengancam kesehatan anak. Nafsu makan anak berkurang dan jika berlangsung lama

akan berpengaruh pada status gizi (Susanto, 2003).

Pengetahuan gizi anak sangat berpengaruh terhadap pemilihan makanan jajanan.

Pengetahuan anak dapat diperoleh baik secara internal maupun eksternal. Untuk pengetahuan

secara internal yaitu pengetahuan yang berasal dari dirinya sendiri berdasarkan pengalaman

hidup sedangkan secara eksternal yaitu pengetahuan yang berasal dari orang lain sehingga

pengetahuan anak tentang gizi bertambah (Solihin, 2005).

Salah satu sikap penting dan mendasar sebagai sebab timbulnya masalah gizi kurang

adalah adanya sikap pemilihan makanan jajanan individu yang tidak sesuai dengan kaidah

gizi, oleh karena itu upaya penyadaran akan gizi pada anak SD perlu ditingkatkan sehingga

anak SD mengetahui makanan jajanan yang baik dan bergizi (Susanto,2003). Dari segi gizi

sebelumnya makana jajanan belum tentu jelek, karena ternyata makanan jajanan kaki lima

menyumbang asupan energi bagi anak sekolah sebanyak 36%, protein 29%, dan zat besi

52%, tetapi keamanan jajanan tersebut baik dari segi mikrobiologis maupun kimiawi masih

dipertanyakan (Anonim, 2007).

1.2 Perumusan Masalah

Page 3: BAB I

Hubungan tingkat pengetahuan gizi dengan tingkat pemberian uang saku anak kelas 6

sekolah dasar dalam memilih makanan jajanan.

1.3 Tujuan Penelitian

1.3.1 Tujuan Umum

Untuk mengetahui apakah ada hubungan Pengetahuan Gizi Dengan tingkat pemberian

uang saku anak Kelas 6 SD dalam Memilih Makanan Jajanan.

1.3.2. Tujuan Khusus

1. Menegetahui pengetahuan orang tua tentang jajanan anak di sekolah.

2. Mengetahui tingkat pengetahuan gizi orang tua.

3. Mengetahui tingkat pemberian uang saku orang tua.

1.4 Hipotesis Penelitian

1.4.1 Ada hubungan tingkat pengetahuan gizi orang tua dengan pengetahuan gizi dengan

tingkat pemberian uang saku anak kelas 6 SD dalam memilih makanan jajanan.

1.5 Manfaat Penelitian

1.5.1 Bagi Responden

Hasil penelitian ini dapat memberikan pengetahuan kepada responden akan

pentingnya kesadaran dan mengkonsumsi makanan jajanan yang sehat dan bergizi, agar

responden dapat mengantisipasi dirinya sendiri untuk memilih makanan jajanan yang aman

dan sehat,sehingga kebutuhan zat gizinya dapat terpenuhi dan kesehatannya selalu terjaga.

1.5.2 Bagi Orang Tua

Dapat memberikan informasi pada Orang Tua yang berkaitan dengan pengetahuan

anak terhadap Status Gizi anak.

.1.5.3 Bagi Sekolah

Hasil penelitian ini dapat menjadi masukan bagi para guru dalam menghimbau dan

menetapkan peraturan mengenai makanan jajanan yang sehat bagi para anak didiknya dalam

rangka mengantisipasi munculnya masalah gizi khususnya kejadian infeksi atau angka

kesakitan pada anak sekolah, karena pada dasarnya, penindak lanjutan masalah keamanan

jajanan anak sekolah tidak lepas dari partisipasi pihak sekolah

1.5.4 Bagi peneliti

mendapatkan pengalaman dan pengetahuan dalam pelaksanaan penelitian serta dapat

dijadikan acuan bagi penelitian selanjutnya.

Page 4: BAB I

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengetahuan Gizi

Pengetahuan Gizi adalah kepandaian memilih makanan yang merupakan sumber zat-

zat gizi dan kepandaian dalam memilih makanan jajanan yang sehat. Pengetahuan

(knowledge) adalah hasil pengetahuan dari manusia, yang sekedar menjawab pertanyaan

”What”, misalnya apa air, apa manusia, apa alam dan sebagainya. Pengetahuan secara

perorangan maupun bersama ternyata langsung dalam dua bentuk dasar yang sulit ditentukan

mana kiranya yang paling “asli” atau mana yang paling berharga dan yang paling manusiawi.

Bentuk satu adalah mengetahui saja dan untuk menikmati pengetahuan itu demi memuaskan

hati manusia (Notoatmojo, 2003).

Menurut kamus bahasa Indonesia tahun 1995 pengertian pengetahuan adalah segala

sesuatu yang diketahui adalah kepandaian, jadi pengertian pengatahuan gizi adalah segala

sesuatu yang diketahui tentang makanan dalam hubungannya dengan kesehatan.

Salah satu faktor penting dalam masalah kurang gizi adalah kurangnya pengetahuan

tentang gizi atau kemampuan menerapkan informasi tersebut dalam kehidupan sehari-hari.

(Suhardjo,dkk,1989).

Rendahnya pendidikan dan pengetahuan gizi merupakan salah satu faktor penghambat dalam

usaha perbaikan gizi. (Sayogyo,dkk,1986).

Pengetahuan dasar tentang penganeka ragaman bahan makanan berdasarkan slogan

empat sehat lima sempurna dan kecukupan gizi keluarga diperlukan sebagai pedoman untuk

menyusun pola konsumsi terutama di tingkat keluarga. (Direktorat Bina Gizi

Masyarakat,1991).

Namun, sebagai alat memberikan penyuluhan pangan dan gizi kepada masyarakat

luas dalam rangka memasyarakatkan gizi seimbang, pada tahun 1995 Direktorat Gizi Depkes

telah mengeluarkan pedoman umum gizi seimbang (PUGS). Pedoman ini disusun dalam

rangka memenuhi salah satu rekomendasi konferensi gizi internasional di Roma pada tahun

1992 untuk mencapai dan memelihara kesehatan dan kesejahteraan gizi (nutritional well-

being) semua penduduk yang merupakan prasyarat untuk pembangunan sumberdaya

manusia. PUGS merupakan penjabaran lebih lanjut dari pedoman 4 sehat 5 semprna yang

memuat pesan-pesan yang berkaitan dengan pencegahan masalah gizi kurang, maupun

masalah gizi lebih yang selama 20 tahun terakhir telah mulai menampakkan diri di Indonesia.

Page 5: BAB I

Dalam PUGS susunan makanan yang dianjurkan adalah yang menjamin

keseimbangan Zat-zat gizi.hal ini dapat dicapai dengan mengkonsumsi beraneka ragam

makanan tiap hari.Tiap makanan dapat saling melengkapi dalam zat-zat gizi yang

dikandungnya.Pengelompokkan bahan makanan disederhanakan,yaitu didasarkan pada tiga

fungsi zat gizi,yaitu sebagai sumber energi atau tenaga,sumber zat pembangun,dan sumber

zat pengatur.

Dari tiap kelompok dipilih satu atau lebih jenis makanan sesuai dengan ketersediaan

bahan makanan tersebut dipasar,keadaan sosial ekonomi,nilai gizi,dan kebiasaan

makanan.PUGS diharapkan dapat digunakan masyarakat luas sebagai pedoman praktis untuk

mengatur makanan sehari-hari yang seimbang dan aman guna mencapai dan

mempertahankan status gizi dan kesehatan yang optimal.(Sunita Almatsier,2009)

2.1.1 Tingkat Pengetahuan.

Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting untuk

terbentuknya tindakan seseorang (ovent behavior) dari pengalaman dan penelitian ternyata

perilaku yang didasari oleh pengetahuan akan lebih langgeng daripada perilaku yang tidak

didasari oleh pengetahuan. Pengetahuan yang cukup didalam domain kognitif mempunyai 6

tingkat yaitu; (Notoadmodjo,2003).

a.       Tahu (know)

Diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya.

b.      Memahami (comprehention)

Artinya sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan secara benar tentang objek yang

diketahui dan dimana dapat menginterprestasikan secara benar.

c. Aplikasi (Application)

Diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi

atau kondisi yang sebenarnya.

d. Analisis (Analysis)

Suatu kemampuan untuk menyatakanm meteri atau suatu objek kedalam komponen-

komponen tetapi masih dalam struktur organisasi tersebut dan masih ada kaitannya satu sama

lain.

e. Sintesis (Syntesis)

Sintesis yang dimaksud menunjukkan pada suatu kemampuan untuk menunjukkan atau

menghubungkan bagian-bagian didalam suatu keseluruhan yang baru.

f. Evaluasi (Evaluation)

Page 6: BAB I

Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi atau penilaian

terhadap suatu materi atau objek.

2.1.2 Faktor – Faktor yang mempengaruhi pengetahuan.

Faktor yang mempengaruhi pengetahuan menurut (Solihin, 2005) bahwa ada 2 faktor

yang mempengaruhi pengetahuan seseorang yaitu, faktor internal dan faktor eksternal yaitu:

1.            Faktor internal meliputi:

a)      Kesehatan

Status kesehatan sangat mempengaruhi status gizi seseorang. Infeksi dan demam dapat

menyebabkan merosotnya nafsu makan atau menimbulkan kesulitan menelan dan

mencernakan makanan. Parasit dalam usus, seperti cacing gelang dan cacing pita bersaing

dalam tubuh dalam memperoleh makan dan dengan demikian menghalangi zat gizi ke dalam

arus darah. Keadaan gizi yang demikian membantu terjadinya kurang gizi. Sehat berarti

keadaan fisik, mental dan sosial anak berfungsi secara optimal dan seimbang, keseimbangan

ini akan terganggu jika seseorang anak berada dalam keadaan yang tidak optimal baik fisik,

mental maupun sosial.

b)      Intelegensi

Intelegensi sangat besar sekali pengaruh terhadap pengetahuan anak yang mempunyai

intelegensi yang lebih tinggi akan lebih berhasil dari pada yang mempunyai intelegensi

rendah.

c)      Perhatian

Keaktifan jika yang tinggi yang semata-mata setuju pada suatu obyek. Jika perhatian

anak kurang terhadap suatu materi, maka pemahaman terhadap materi tersebut akan

berkurang dan menurun.

d)     Minat

Kecenderungan yang tetap untuk memperhatikan dan mengenang berbagai kegiatan

yang diminati anak, diperhatikan 12 terus-menerus disertai rasa senang berbeda dengan

perhatian yang sifatnya sementara.

e)      Bakat

Kemampuan untuk belajar, kemampuan itu akan terealisasi menjadi kecakapan nyata

sesudah belajar/ berlatih.

Page 7: BAB I

2.            Faktor eksternal yang mempengaruhi pengetahuan seseorang meliputi:

a)      Keluarga

Keluarga sangat menentukan dalam pendidikan anak karena keluarga adalah lembaga

pendidikan yang utama dan pertama. Secara tradisional, ayah mempunyai prioritas utama atas

jumlah dan jenis makanan tertentu dalam keluarga, dan justru golongan yang rawan terhadap

masalah gizi mempunyai prioritas paling akhir yaitu wanita dan anak-anak. Jika kebiasaan

budaya pembagian kebiasaan budaya pembagian pangan yang tidak merata dalam unit

keluarga terus diterapkan, maka akan menyebabkan bencana baik bagi kesehatan maupun

kehidupan.

b)      Metode pembelajaran

Metode mengajar adalah suatu cara yang harus dilalui didalam mengajar, untuk

menghindari pelaksanaan cara belajar yang salah perlu suatu pembinaan. Dengan metode

belajar yang tepat dan efektif, akan efektif pula hasil belajar anak.

c)      Masyarakat

Masyarakat merupakan faktor eksternal yang juga mempengaruhi belajar anak.

Pengaruh ini terjadi karena keberadaannya dalam masyarakat adalah berhubungan dengan

media massa, teman bergaul, dan bentuk kehidupan masyarakat.

2.2 Uang Saku

Pemberian uang saku tak hanya mengenalkan kemampuan mengelola keuangan.

Menuntut tanggung jawab,komitmen dan kedipsiplinan anak.

Mengenalkan pengelolaan uang berarti juga memperkenalkan nilai uang, cara

membuat anggaran,serta menabung.semakin cepat diperkenalkan anak akan semakin siap

mengelola keuangannya secara mandiri.Untuk itu orang tua perlu mendidik anak mulai dari

hal yang sederhana terlebih dulu yaitu bagaimana manfaat uang saku.

Menurut konsultan keuangan dari safir senduk dan rekan, Ahmad Gozali mengatakan

pemberian uang merupakan sarana pembelajaran anak terhadap tanggung jawab,komitmen,

dan matematika sederhana. Tanggung jawab untuk membuat keputusan sendiri penggunaan

uangnya. Agar tujuan tersebut tercapai, anak harus memberikan pengertian terlebih dahulu

bahwa uang yang diterima memiliki jangka waktu tertentu (mingguan/bulanan).Dengan

demikian ia harus berkomitmen untuk tidak meminta uang lagi sebelum waktunya tiba, meski

uangnya sudah habis.

Tingkat jumlah uang saku yang diberikan orang tua kepada anak tentu saja berkaitan

dengan jumlah pendapatan perekonomian keluarga.

Page 8: BAB I

Pada umumnya ,jika tingkat pendapatan keluarga naik, jumlah dan jenis makanan

cenderung membaik juga. Tingkat pendapatan menentukan pola makanan apa saja yang

dibeli dengan uang tersebut. Orang yang penghasilannya rendah, biasanya akan

membelanjakan pendapatannya untuk makan, sedang yang penghasilannya tinggi sudah tentu

akan lebih dari itu. Bentuk makan-makanan padi akan menurun dan untuk makanan yang

dibuat dari susu akan bertambah jika keluarga beranjak kependapatan tingkat menengah.

Semakin tinggi pendapatan, semakin bertambah pula persentase pertambahan

pembelanjaannya termasuk untuk buah-buahan, sayur-sayuran dan jenis-jenis makanan

lainnya. (Suhardjo,dkk. 1985).

2.3 Makanan Jajanan

Pengertian Makanan jajanan yang dijual oleh pedagang kaki lima atau dalam

bahasa Inggris disebut street food menurut FAO didefinisikan sebagai makanan dan

minuman yang dipersiapkan dan atau dijual oleh pedagang kaki lima di jalanan dan di

tempat-tempat keramaian umum lain yang langsung dimakan tanpa pengolahan atau

persiapan lebih lanjut (Iswaranti dkk, 2007).

2.3.1 Jenis Makanan Jajanan

Jenis makanan jajanan menurut Winarno dalam Mulyati (2003:22) dibagi menjadi 4

kelompok, yaitu:

1) Makanan utama, seperti rames, nasi pecel, bakso, mie ayam, dan sebagainya.

2) Snack atau penganan seperti kue-kue, onde-onde, pisang goreng, dan sebagainya.

3) Golongan minuman seperti cendol, es krim, es teler, es buah, es teh, dawet dan sebagainya.

4) Buah-buahan segar.

2.3.2 Fungsi Makanan Jajanan

Jajanan bagi anak sekolah dapat berfungsi sebagai upaya untuk memenuhi kebutuhan

energi karena aktivitas fisik di sekolah yang tinggi (apalagi bagi anak yang tidak sarapan

pagi). Pengenalan berbagai jenis makanan jajanan akan menumbuhkan penganekaragaman

pangan sejak kecil (Ali Khomsan, 2003:16).

2.3.3 Kandungan Zat Gizi dan Zat kimia Makanan Jajanan

1) Kandungan Zat Gizi

Dari segi gizi sebenarnya makanan jajanan belum tentu jelek, karena ternyata

makanan jajanan kaki lima menyumbang asupan energi bagi anak sekolah sebanyak 36%,

protein 29% dan zat besi 52%, tetapi keamanan jajanan tersebut baik dari segi mikrobiologis

maupun kimiawi masih dipertanyakan (Anonim, 2007). Makanan jajanan umumnya

Page 9: BAB I

mengandung zat tepung, gula, garam, lemak dan kolesterol, hal ini menyebabkan risiko tinggi

terjadinya hipertensi, Diabetes Militus ataupun penyakit lain yang berhubungan dengan

penyakit jantung (Didinkaem, 2006).

2)      Kandungan Zat Kimia

Boraks, zat pengawet, dan pewarna berbahya, merupakan bahan aditif (tambahan)

makanan. Sementara bahan aditif terutama yang terbuat dari bahan kimia harus dibatasi

penggunaannya. Jika tidak dikendalikan, dalam jangka panjang, bahan-bahan aditif tersebut

bisa menjadi bersifat karsinogenik (memicu timbulnya kanker) (Baliwati dkk, 2004).

Sedikitnya 19.465 jenis makanan yang dijadikan sampel pengujian dalam penelitian

BPOM tahun 2006, ditemukan 5,6% sampel tidak layak diedarkan. Sebanyak 185 item

mengandung pewarna berbahaya, 94 item mengandung boraks, 74 item mengandung

formalin, dan 52 item mengandung benzoate atau pengawet dalam kadar berlebih. Badan

POM kemudian menariknya dari peredaran untuk dimusnahkan. Disamping itu, Badan POM

juga memeriksa sebanyak 36 dari 267 industri yang terdaftar produknya, belum memenuhi

persyaratan. Dari 927 unit industri rumah tangga berizin SP (Sertifikat Penyuluhan) yang

diperiksa, ternyata ditemukan sebanyak 542 unit sarana belum memenuhi persyaratan

(Anonim, 2007).

2.3.4 Kelebihan dan Kekurangan Makanan Jajanan

Jajanan bagi anak sekolah merupakan fenomena yang menarik untuk ditelah karena

beberapa kelebihan yaitu:

1) Merupakan upaya untuk memenuhi kebutuhan energi karena aktivitas fisik di sekolah yang

tinggi (apalagi bagi anak yang tidak sarapan pagi).

2) Pengenalan berbagai jenis makanan jajanan akan menumbuhkan penganekaragaman pangan

sejak kecil.

3) Meningkatkan perasaan gengsi anak pada teman-temannya di sekolah. Adapun kekurangan

atau aspek negatif dari makanan jajanan yaitu bahwa jajan yang terlalu sering dapat

mengurangi nafsu makan anak di rumah. Selain itu banyak makanan jajanan yang kurang

memenuhi syarat kesehatan, sehingga dapat menyebabkan gangguan kesehatan pada anak

(Ali Khomsan, 2003:16).

Sebagian besar makanan jajanan hanya mengandung karbohidrat yang membuat anak

cepat kenyang. Hal ini dapat mengganggu nafsu makan, sehingga apabila dibiarkan akan

mengganggu pertumbuhan tubuh anak. Apabila keseimbangan gizi tidak dipenuhi, dan ini

berjalan terus-menerus menjadi kebiasaan, anak akan kekurangan zat gizi seperti zat besi

Page 10: BAB I

yang dapat mengakibatkan anemia serta berbagai penyakit lain akibat kekurangan salah satu

atau lebih zat gizi. Selain hal tersebut di atas, makanan jajanan juga masih berisiko terhadap

kesehatan karena penanganannya yang tidak higienis, yang mengakibatkan keracunan karena

terkontaminasinya makanan jajanan oleh mikroba beracun maupun penggunaan bahan

tambahan pangan (BTP) yang tidak diizinkan.

2.3.5 Kandungan Gizi Berbagai Jenis Jajanan

Tabel 2

Kandungan Gizi Berbagai Jenis Jajanan

NO Jajanan UkuranBerat

(g)

Energi

(Kalori)

Protein

(Gram)

1 Bakwan 1 Buah 40 100 1,7

2 Bakso 1 Porsi 250 100 10,3

3 Chiki 1 Bungkus 16 80 0,9

4 Coklat 1 Bungkus 16 472 2,0

5 Es Mambo 1 Bungkus 25 152 0,0

6 Gado – Gado 1 Porsi 150 203 6,7

7 Klepon 4 Buah 50 107 0,6

8 Misro 1 Buah 50 109 0,4

9 Pisang Goreng 1 Buah 60 132 1,4

10 Permen 1 Buah 2 100 0,0

11 Risoles 1 Buah 40 134 2,1

12 Siomai 1 Porsi 170 95 4,4

Sumber: I Dewa Nyoman Supariasa, dkk (2001:308)

2.4 Kerangka Konsep

Anak Sekolah

 

Makanan

jajanan

 

Pengetahuan gizi

 

Tingkat

pemberian uang

saku

 

Page 11: BAB I

 

 

2.5 DEFINISI OPERASIONAL

No Variabel Definisi Cara Ukur Alat Ukur Kategori Skala

1. Pendapatan

Keluarga

Semua pendapatan atau

penghasilan yang

diterima ayah dan ibu

anak SD dari pekerjaan

yang menghasilkan

uang selama satu bulan

dibagi jumlah anggota

keluarga.

wawancara kuesioner Baik :

> 3.500.000

Sedang :

1.500.000 –

3.500.000

Kurang :

< 1.500.000

Ordinal

2. Pengetahuan

Gizi

Pengetahuan Gizi

adalah menggali apa

yang anak tahu tentang

apa yang dia ajukan

misalnya tentang zat

gizi dan menu

seimbang. Misalnya

menjawab pertanyaan

tentang telur

merupakan sumber

protein nabati.

wawancara Kuesioner Baik =

> 80 %

Sedang=

60 – 80 %

Buruk =

< 60 %

(Djiteng, 1989)

Ordinal

3. Tingkat

pemberian

Tingkat pemberian

uang saku adalah

mengenalkan

Wawancara Kuesioner Baik :

> Rp.7000

Nominal

Page 12: BAB I

uang saku kemampuan mengelola

keuangan. Menuntut

tanggung

jawab,komitmen dan

kedipsiplinan anak.

Sedang :

Rp.2000 – Rp.7000

Kurang :

< Rp.2000

(Februhartanti.2004

)

4. Makanan

Jajanan

Makanan jajanan yang dijual

oleh pedagang kaki lima atau

dalam bahasa Inggris disebut

street food menurut FAO

didefinisikan sebagai makanan

dan minuman yang

dipersiapkan dan atau dijual

oleh pedagang kaki lima di

jalanan dan di tempat-tempat

keramaian umum lain yang

langsung dimakan tanpa

pengolahan atau persiapan

lebih lanjut. Iswarawanti dkk,

2007.

Page 13: BAB I

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 RANCANGAN PENELITIAN

Penelitian ini termasuk jenis explanatory research (penelitian penjelasan) dengan

pendekatan cross sectional yaitu melakukan pengumpulan data yang menyangkut variabel

bebas dan variabel terikat pada suatu saat yang bersamaan atau penelitian penjelasan karena

menjelaskan hubungan antar variabel yaitu variabel bebas pengetahuan gizi (Soekidjo

Notoatmojo, 2002:26).

Variebel bebas yaitu pengetahuan gizi anak. Variabel terikat yaitu tingkat pemberian

uang saku anak dan berdasarkan jenis penelitian termasuk penelitian observasional yang

bertujuan untuk mengetahui hubungan antara pengetahuan gizi dan tingkat pemberian uang

saku anak di SDN Sungai Besar 8 Banjarbaru.

3.2 JENIS DAN CARA PENGUMPULAN DATA

3.2.1 JENIS DATA

a.       Data primer

1)      Identitas sampel, yaitu nama, jenis kelamin dan umur.

2)      Data mengenai pengetahuan gizi dan tingkat pemberian uang saku anak Sekolah Dasar

dalam memilih makanan jajanan yamg diperoleh dengan koesioner.

b.      Data sekunder

1)      Data geografi sekolah.

2)      Data jumlah keseluruhan anak kelas 6 SDN Sungai Besar 8 Banjarbaru.

3.2.2 CARA PENGUMPULAN DATA

a.       Wawancara melalui kuesioner pengetahuan gizi dan tingkat pemberian uang saku anak

sekolah dasar dalam memilih makanan jajanan di sekolah.

b.      Pengamatan langsung terhadap anak Sekolah Dasar dalam memilih makanan jajanan. .

3.3 PENGOLAHAN DATA

1. Pengolahan Data

Page 14: BAB I

1.      Data Pengetahuan Gizi

Untuk mengetahui tingkat pengetahuan responden masing-masing pertannyaan di beri nilai 1

( satu ) untuk jawaban yang benar dan 0 ( nol ) untuk jawaban yang salah dengan

perhitungan.

Kemudian hasilnya dikategorilan dan ditabulasikan sebagai berikut :

Tabel 3 : Distribusi Tingkat Pengetahuan Gizi

No Tingkat pengetahuan N %

1. Baik

2. Sedang

3. Kurang

Jumlah 100

2. Data Tingkat Pemberian Uang Saku

Untuk mengetahui Tingkat pendapatan orang tua responden dengan menggunakan

kuesioner dan ditabulasikan sebagai berikut :

Tabel 4 : Distribusi tingkat pemberian uang saku

No Jumlah uang saku N %

1. Tinggi

2. Sedang

3. Rendah

Jumlah 100

3. Data Jumlah Pendapatan Orangtua Responden

Untuk mengetahui tingkat pendapatan orangtua responden dengan menggunakan

kuesioner dan ditabulasikan sebagai berikut :

Tabel 5 : Distribusi pendapatan keluarga responden

No Jumlah pendapatan N %

Page 15: BAB I

keluarga

1. Tinggi

2. Sedang

3. Rendah

Jumlah 100

3.4 ANALISA DATA

Dari hasil pengolahan data, maka dapat dianalisa dengan cara Univariat dan Bivariat.

1. Analisa Univariat

Analisa ini bertujuan untuk mengetahui gambaran identitas anak sekolah dasar,

Tingkat pendapatan keluarga, tingkat pengetahuan gizi anak, tingkat pemberian uang saku

anak. Data ditampilkan dengan menggunakan tabel frekuensi dua kolom, angka disajikan

dalam tabel bersifat absolut dan relatif (persentasi).

2. Analisa Bivariate

Analisa ini bertujuan untuk menilai hubungan antara, tingkat pendapatan, tingkat

pengetahuan, tingkat pemberian uang saku anak-anak kelas 6 SDN Sungai besar 8

Banjarbaru.Uji statistik yang digunakan adalah Chi square dengan menggunakan program

komputer.

Page 16: BAB I

Daftar pustaka

Bungin, Burhan. (2006). Analisa Data Penelitian Kualitatif. Rajawali Pers, Jakarta.

Andarwulan N, Madanijah S, & Zulaikhah. 2009. Laporan Penelitian: Monitoring dan

Verifikasi Profil Keamanan Pangan Jajanan Anak Sekolah (PJAS) Nasional 2008. Bogor:

Southeast Asian Food and Agricultural Science and Technology (SEAFAST) Center IPB dan

Direktorat Surveilan Penyuluhan dan Keamanan Pangan BPOM-RI.

Atmarita, Fallah TS. 2004. Analisis Situasi Gizi dan Kesehatan Masyarakat. Dalam: Widya

Karya Pangan dan Gizi VIII. Jakarta: Lembaga Penelitian Indonesia

Bahaya Keamanan Makanan. http://www.softwarelabs.com [18 Desember 2011] Februhartanty J, Iswarawanti. 2004. Amankah Makanan Jajanan Siswa Sekolah di Indonesia. http://www.Gizi.net [20 Oktober 2011]

Haryanto T. 2002. Pola Makan Anak Sekolah. http://gizi.net [17 Februari 2011]

Judarwanto, W. 2006. Antisipasi Perilaku Makan Anak di Sekolah. http://www.pdpersi.co.id [20 Oktober 2011] Perilaku Makan Anak Sekolah. http://ludruk.com [20 Oktober 2011].

Page 17: BAB I

Proposal

Hubungan Pengetahuan Gizi Dengan tingkat pemberian uang saku anak Kelas 6 SD dalam Memilih Makanan

Jajanan

Jefry Taek1007011120

Page 18: BAB I

Fakultas Kesehatan Masyarakat

Universitas Nusa Cendana

2013