bab i
DESCRIPTION
docTRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pembangunan kesehatan pada hakekatnya adalah penyelenggaraan upaya kesehatan
oleh bangsa Indonesia untuk mencapai kemampuan untuk hidup sehat bagi setiap penduduk
agar dapat mewujudkan derajat kesaehatan masyarakat yang optimal, sebagai salah satu unsur
kesejahteraan umum dari tujuan nasional.(Depkes,1984)
Generasi muda merupakan factor yang penting untuk pencapaian tujuan pembangunan
kesehatan. Meningkatkan kesehatan pada anak-anak akan sangat membantu berhasilnya
upaya peningkatan kesehatan. (Depkes,1984)
Upaya untuk meningkatkan derajat kesehatan melalui pendidikan yang dimulai dari
tingkat dasar dan menengah secara keseluruhan diharapkan dapat dilaksanakan melalui usaha
kesehatan sekolah, sehingga penduduk usia sekolah keatas telah mengerti dan melaksanakan
dasar-dasar kebersihan dan makanan sehat. Untuk lebih meningkatkan pelayanan kesehatan
diharapkan lembaga-lembaga pendidikan tenaga kesehatan dapat menghasilkan jumlah dan
jenis tenaga yang berorientasi kepada kesehatan masyarakat (Depkes, 1984)
Awal masa sekolah merupakan periode dimana anak memasuki lingkungan baru,
berubah dari yang hanya bermain ke tahap belajar, perubahan ini sedikit banyak akan
berakibat pada nafsu makan yang berkurang Karena anak mungkin mengalami depresi.
Belum lagi kebiasaan anak yang sering mengkonsumsi makanan secara sembarangan
disekitar lingkungan sekolah seperti snack/makanan ringan, permen dan berbagai jenis
makanan lainnya. Di sekolah, pengawasan orang tua terhadap anak sedikit longgar, sehingga
salah satu pemecahannya yakni dengan mengurangi uang jajan pada anak, karena pada masa
ini anak belum bias memikul tanggung jawab sehingga apabila uang jajan terlampau banyak,
maka si anak akan menggunakan uang tersebut untuk hal-hal yang kurang berguna.
Anak usia sekolah adalah investasi bangsa, karena anak adalah generasi penerus bangsa.
Kualitas bangsa dimasa depan ditentukan kualitas anak-anak saat ini. Upaya peningkatan
kualitas sumber daya manusia harus dilakukan sejak dini, sistematis dan berkesinambungan.
Tumbuh berkembangnya anak usia sekolah yang optimal tergantung pemberian nutrisi
dengan kualitas dan kuantitas yang baik serta benar. Dalam masa tumbuh kembang tersebut
pemberian nutrisi atau asupan makanan pada anak tidak selalu dapat dilaksanakan dengan
sempurna. Sering timbul masalah terutama dalam pemberian makanan yang tidak benar dan
menyimpang. Penyimpangan ini mengakibatkan gangguan pada banyak organ-organ dan
system tubuh anak. Foodbone diseases atau penyakit bawaan makanan merupakan masalah
kesehatan masyarakat yang utama di banyak Negara. Penyakit ini dianggap bukan termasuk
penyakit yang serius untuk jangka pendek, sehinga seringkali kurang diperhatikan baik oleh
orang tua, masyarakat atau institusi yang terkait dengan masalah ini (Anonim, 2007).
Menurut Sampurno (2005), masalah keracunan makanan sudah menjadi langganan di
Indonesia. Hampir setiap tahun kasus keracunan selalu ada dan angka kejadiannya pun cukup
tinggi. Dari seluruh kasus keracunan makanan yang ada, semua bersumber pada pengolahan
makanan tidak higienis. Ironisnya makanan tidak higienis ini banyak dijual di kantin sekolah.
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan di Bogor, terbukti bahwa makanan
jajanan yang terkena cemaran mikrobiologis dan cemaran kimiawi yang umum ditemukan
pada jajanan kaki lima, yang disebabkan oleh penggunaan bahan tambahan pangan (BTP)
illegal seperti boraks (pengenyal yang mengandung logam berat boron), formalin (pengawet
yang digunakan untuk mayat), rhodamin B (pewarna merah untuk tekstil) dan methanol
yellow (pewarna kuning untuk tekstil) (Iswarawanti, dkk 2007).
Salah satu faktor yang mempengaruhi pengetahuan gizi adalah kebiasaan makan. Anak
usia sekolah mempunyai kebiasaan jajan. Kebiasaan jajan cenderung menjadi bagian dari
budaya dari keluarga. Makanan jajanan yang kurang memenuhi syarat kesehatan dan gizi
akan mengancam kesehatan anak. Nafsu makan anak berkurang dan jika berlangsung lama
akan berpengaruh pada status gizi (Susanto, 2003).
Pengetahuan gizi anak sangat berpengaruh terhadap pemilihan makanan jajanan.
Pengetahuan anak dapat diperoleh baik secara internal maupun eksternal. Untuk pengetahuan
secara internal yaitu pengetahuan yang berasal dari dirinya sendiri berdasarkan pengalaman
hidup sedangkan secara eksternal yaitu pengetahuan yang berasal dari orang lain sehingga
pengetahuan anak tentang gizi bertambah (Solihin, 2005).
Salah satu sikap penting dan mendasar sebagai sebab timbulnya masalah gizi kurang
adalah adanya sikap pemilihan makanan jajanan individu yang tidak sesuai dengan kaidah
gizi, oleh karena itu upaya penyadaran akan gizi pada anak SD perlu ditingkatkan sehingga
anak SD mengetahui makanan jajanan yang baik dan bergizi (Susanto,2003). Dari segi gizi
sebelumnya makana jajanan belum tentu jelek, karena ternyata makanan jajanan kaki lima
menyumbang asupan energi bagi anak sekolah sebanyak 36%, protein 29%, dan zat besi
52%, tetapi keamanan jajanan tersebut baik dari segi mikrobiologis maupun kimiawi masih
dipertanyakan (Anonim, 2007).
1.2 Perumusan Masalah
Hubungan tingkat pengetahuan gizi dengan tingkat pemberian uang saku anak kelas 6
sekolah dasar dalam memilih makanan jajanan.
1.3 Tujuan Penelitian
1.3.1 Tujuan Umum
Untuk mengetahui apakah ada hubungan Pengetahuan Gizi Dengan tingkat pemberian
uang saku anak Kelas 6 SD dalam Memilih Makanan Jajanan.
1.3.2. Tujuan Khusus
1. Menegetahui pengetahuan orang tua tentang jajanan anak di sekolah.
2. Mengetahui tingkat pengetahuan gizi orang tua.
3. Mengetahui tingkat pemberian uang saku orang tua.
1.4 Hipotesis Penelitian
1.4.1 Ada hubungan tingkat pengetahuan gizi orang tua dengan pengetahuan gizi dengan
tingkat pemberian uang saku anak kelas 6 SD dalam memilih makanan jajanan.
1.5 Manfaat Penelitian
1.5.1 Bagi Responden
Hasil penelitian ini dapat memberikan pengetahuan kepada responden akan
pentingnya kesadaran dan mengkonsumsi makanan jajanan yang sehat dan bergizi, agar
responden dapat mengantisipasi dirinya sendiri untuk memilih makanan jajanan yang aman
dan sehat,sehingga kebutuhan zat gizinya dapat terpenuhi dan kesehatannya selalu terjaga.
1.5.2 Bagi Orang Tua
Dapat memberikan informasi pada Orang Tua yang berkaitan dengan pengetahuan
anak terhadap Status Gizi anak.
.1.5.3 Bagi Sekolah
Hasil penelitian ini dapat menjadi masukan bagi para guru dalam menghimbau dan
menetapkan peraturan mengenai makanan jajanan yang sehat bagi para anak didiknya dalam
rangka mengantisipasi munculnya masalah gizi khususnya kejadian infeksi atau angka
kesakitan pada anak sekolah, karena pada dasarnya, penindak lanjutan masalah keamanan
jajanan anak sekolah tidak lepas dari partisipasi pihak sekolah
1.5.4 Bagi peneliti
mendapatkan pengalaman dan pengetahuan dalam pelaksanaan penelitian serta dapat
dijadikan acuan bagi penelitian selanjutnya.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pengetahuan Gizi
Pengetahuan Gizi adalah kepandaian memilih makanan yang merupakan sumber zat-
zat gizi dan kepandaian dalam memilih makanan jajanan yang sehat. Pengetahuan
(knowledge) adalah hasil pengetahuan dari manusia, yang sekedar menjawab pertanyaan
”What”, misalnya apa air, apa manusia, apa alam dan sebagainya. Pengetahuan secara
perorangan maupun bersama ternyata langsung dalam dua bentuk dasar yang sulit ditentukan
mana kiranya yang paling “asli” atau mana yang paling berharga dan yang paling manusiawi.
Bentuk satu adalah mengetahui saja dan untuk menikmati pengetahuan itu demi memuaskan
hati manusia (Notoatmojo, 2003).
Menurut kamus bahasa Indonesia tahun 1995 pengertian pengetahuan adalah segala
sesuatu yang diketahui adalah kepandaian, jadi pengertian pengatahuan gizi adalah segala
sesuatu yang diketahui tentang makanan dalam hubungannya dengan kesehatan.
Salah satu faktor penting dalam masalah kurang gizi adalah kurangnya pengetahuan
tentang gizi atau kemampuan menerapkan informasi tersebut dalam kehidupan sehari-hari.
(Suhardjo,dkk,1989).
Rendahnya pendidikan dan pengetahuan gizi merupakan salah satu faktor penghambat dalam
usaha perbaikan gizi. (Sayogyo,dkk,1986).
Pengetahuan dasar tentang penganeka ragaman bahan makanan berdasarkan slogan
empat sehat lima sempurna dan kecukupan gizi keluarga diperlukan sebagai pedoman untuk
menyusun pola konsumsi terutama di tingkat keluarga. (Direktorat Bina Gizi
Masyarakat,1991).
Namun, sebagai alat memberikan penyuluhan pangan dan gizi kepada masyarakat
luas dalam rangka memasyarakatkan gizi seimbang, pada tahun 1995 Direktorat Gizi Depkes
telah mengeluarkan pedoman umum gizi seimbang (PUGS). Pedoman ini disusun dalam
rangka memenuhi salah satu rekomendasi konferensi gizi internasional di Roma pada tahun
1992 untuk mencapai dan memelihara kesehatan dan kesejahteraan gizi (nutritional well-
being) semua penduduk yang merupakan prasyarat untuk pembangunan sumberdaya
manusia. PUGS merupakan penjabaran lebih lanjut dari pedoman 4 sehat 5 semprna yang
memuat pesan-pesan yang berkaitan dengan pencegahan masalah gizi kurang, maupun
masalah gizi lebih yang selama 20 tahun terakhir telah mulai menampakkan diri di Indonesia.
Dalam PUGS susunan makanan yang dianjurkan adalah yang menjamin
keseimbangan Zat-zat gizi.hal ini dapat dicapai dengan mengkonsumsi beraneka ragam
makanan tiap hari.Tiap makanan dapat saling melengkapi dalam zat-zat gizi yang
dikandungnya.Pengelompokkan bahan makanan disederhanakan,yaitu didasarkan pada tiga
fungsi zat gizi,yaitu sebagai sumber energi atau tenaga,sumber zat pembangun,dan sumber
zat pengatur.
Dari tiap kelompok dipilih satu atau lebih jenis makanan sesuai dengan ketersediaan
bahan makanan tersebut dipasar,keadaan sosial ekonomi,nilai gizi,dan kebiasaan
makanan.PUGS diharapkan dapat digunakan masyarakat luas sebagai pedoman praktis untuk
mengatur makanan sehari-hari yang seimbang dan aman guna mencapai dan
mempertahankan status gizi dan kesehatan yang optimal.(Sunita Almatsier,2009)
2.1.1 Tingkat Pengetahuan.
Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting untuk
terbentuknya tindakan seseorang (ovent behavior) dari pengalaman dan penelitian ternyata
perilaku yang didasari oleh pengetahuan akan lebih langgeng daripada perilaku yang tidak
didasari oleh pengetahuan. Pengetahuan yang cukup didalam domain kognitif mempunyai 6
tingkat yaitu; (Notoadmodjo,2003).
a. Tahu (know)
Diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya.
b. Memahami (comprehention)
Artinya sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan secara benar tentang objek yang
diketahui dan dimana dapat menginterprestasikan secara benar.
c. Aplikasi (Application)
Diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi
atau kondisi yang sebenarnya.
d. Analisis (Analysis)
Suatu kemampuan untuk menyatakanm meteri atau suatu objek kedalam komponen-
komponen tetapi masih dalam struktur organisasi tersebut dan masih ada kaitannya satu sama
lain.
e. Sintesis (Syntesis)
Sintesis yang dimaksud menunjukkan pada suatu kemampuan untuk menunjukkan atau
menghubungkan bagian-bagian didalam suatu keseluruhan yang baru.
f. Evaluasi (Evaluation)
Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi atau penilaian
terhadap suatu materi atau objek.
2.1.2 Faktor – Faktor yang mempengaruhi pengetahuan.
Faktor yang mempengaruhi pengetahuan menurut (Solihin, 2005) bahwa ada 2 faktor
yang mempengaruhi pengetahuan seseorang yaitu, faktor internal dan faktor eksternal yaitu:
1. Faktor internal meliputi:
a) Kesehatan
Status kesehatan sangat mempengaruhi status gizi seseorang. Infeksi dan demam dapat
menyebabkan merosotnya nafsu makan atau menimbulkan kesulitan menelan dan
mencernakan makanan. Parasit dalam usus, seperti cacing gelang dan cacing pita bersaing
dalam tubuh dalam memperoleh makan dan dengan demikian menghalangi zat gizi ke dalam
arus darah. Keadaan gizi yang demikian membantu terjadinya kurang gizi. Sehat berarti
keadaan fisik, mental dan sosial anak berfungsi secara optimal dan seimbang, keseimbangan
ini akan terganggu jika seseorang anak berada dalam keadaan yang tidak optimal baik fisik,
mental maupun sosial.
b) Intelegensi
Intelegensi sangat besar sekali pengaruh terhadap pengetahuan anak yang mempunyai
intelegensi yang lebih tinggi akan lebih berhasil dari pada yang mempunyai intelegensi
rendah.
c) Perhatian
Keaktifan jika yang tinggi yang semata-mata setuju pada suatu obyek. Jika perhatian
anak kurang terhadap suatu materi, maka pemahaman terhadap materi tersebut akan
berkurang dan menurun.
d) Minat
Kecenderungan yang tetap untuk memperhatikan dan mengenang berbagai kegiatan
yang diminati anak, diperhatikan 12 terus-menerus disertai rasa senang berbeda dengan
perhatian yang sifatnya sementara.
e) Bakat
Kemampuan untuk belajar, kemampuan itu akan terealisasi menjadi kecakapan nyata
sesudah belajar/ berlatih.
2. Faktor eksternal yang mempengaruhi pengetahuan seseorang meliputi:
a) Keluarga
Keluarga sangat menentukan dalam pendidikan anak karena keluarga adalah lembaga
pendidikan yang utama dan pertama. Secara tradisional, ayah mempunyai prioritas utama atas
jumlah dan jenis makanan tertentu dalam keluarga, dan justru golongan yang rawan terhadap
masalah gizi mempunyai prioritas paling akhir yaitu wanita dan anak-anak. Jika kebiasaan
budaya pembagian kebiasaan budaya pembagian pangan yang tidak merata dalam unit
keluarga terus diterapkan, maka akan menyebabkan bencana baik bagi kesehatan maupun
kehidupan.
b) Metode pembelajaran
Metode mengajar adalah suatu cara yang harus dilalui didalam mengajar, untuk
menghindari pelaksanaan cara belajar yang salah perlu suatu pembinaan. Dengan metode
belajar yang tepat dan efektif, akan efektif pula hasil belajar anak.
c) Masyarakat
Masyarakat merupakan faktor eksternal yang juga mempengaruhi belajar anak.
Pengaruh ini terjadi karena keberadaannya dalam masyarakat adalah berhubungan dengan
media massa, teman bergaul, dan bentuk kehidupan masyarakat.
2.2 Uang Saku
Pemberian uang saku tak hanya mengenalkan kemampuan mengelola keuangan.
Menuntut tanggung jawab,komitmen dan kedipsiplinan anak.
Mengenalkan pengelolaan uang berarti juga memperkenalkan nilai uang, cara
membuat anggaran,serta menabung.semakin cepat diperkenalkan anak akan semakin siap
mengelola keuangannya secara mandiri.Untuk itu orang tua perlu mendidik anak mulai dari
hal yang sederhana terlebih dulu yaitu bagaimana manfaat uang saku.
Menurut konsultan keuangan dari safir senduk dan rekan, Ahmad Gozali mengatakan
pemberian uang merupakan sarana pembelajaran anak terhadap tanggung jawab,komitmen,
dan matematika sederhana. Tanggung jawab untuk membuat keputusan sendiri penggunaan
uangnya. Agar tujuan tersebut tercapai, anak harus memberikan pengertian terlebih dahulu
bahwa uang yang diterima memiliki jangka waktu tertentu (mingguan/bulanan).Dengan
demikian ia harus berkomitmen untuk tidak meminta uang lagi sebelum waktunya tiba, meski
uangnya sudah habis.
Tingkat jumlah uang saku yang diberikan orang tua kepada anak tentu saja berkaitan
dengan jumlah pendapatan perekonomian keluarga.
Pada umumnya ,jika tingkat pendapatan keluarga naik, jumlah dan jenis makanan
cenderung membaik juga. Tingkat pendapatan menentukan pola makanan apa saja yang
dibeli dengan uang tersebut. Orang yang penghasilannya rendah, biasanya akan
membelanjakan pendapatannya untuk makan, sedang yang penghasilannya tinggi sudah tentu
akan lebih dari itu. Bentuk makan-makanan padi akan menurun dan untuk makanan yang
dibuat dari susu akan bertambah jika keluarga beranjak kependapatan tingkat menengah.
Semakin tinggi pendapatan, semakin bertambah pula persentase pertambahan
pembelanjaannya termasuk untuk buah-buahan, sayur-sayuran dan jenis-jenis makanan
lainnya. (Suhardjo,dkk. 1985).
2.3 Makanan Jajanan
Pengertian Makanan jajanan yang dijual oleh pedagang kaki lima atau dalam
bahasa Inggris disebut street food menurut FAO didefinisikan sebagai makanan dan
minuman yang dipersiapkan dan atau dijual oleh pedagang kaki lima di jalanan dan di
tempat-tempat keramaian umum lain yang langsung dimakan tanpa pengolahan atau
persiapan lebih lanjut (Iswaranti dkk, 2007).
2.3.1 Jenis Makanan Jajanan
Jenis makanan jajanan menurut Winarno dalam Mulyati (2003:22) dibagi menjadi 4
kelompok, yaitu:
1) Makanan utama, seperti rames, nasi pecel, bakso, mie ayam, dan sebagainya.
2) Snack atau penganan seperti kue-kue, onde-onde, pisang goreng, dan sebagainya.
3) Golongan minuman seperti cendol, es krim, es teler, es buah, es teh, dawet dan sebagainya.
4) Buah-buahan segar.
2.3.2 Fungsi Makanan Jajanan
Jajanan bagi anak sekolah dapat berfungsi sebagai upaya untuk memenuhi kebutuhan
energi karena aktivitas fisik di sekolah yang tinggi (apalagi bagi anak yang tidak sarapan
pagi). Pengenalan berbagai jenis makanan jajanan akan menumbuhkan penganekaragaman
pangan sejak kecil (Ali Khomsan, 2003:16).
2.3.3 Kandungan Zat Gizi dan Zat kimia Makanan Jajanan
1) Kandungan Zat Gizi
Dari segi gizi sebenarnya makanan jajanan belum tentu jelek, karena ternyata
makanan jajanan kaki lima menyumbang asupan energi bagi anak sekolah sebanyak 36%,
protein 29% dan zat besi 52%, tetapi keamanan jajanan tersebut baik dari segi mikrobiologis
maupun kimiawi masih dipertanyakan (Anonim, 2007). Makanan jajanan umumnya
mengandung zat tepung, gula, garam, lemak dan kolesterol, hal ini menyebabkan risiko tinggi
terjadinya hipertensi, Diabetes Militus ataupun penyakit lain yang berhubungan dengan
penyakit jantung (Didinkaem, 2006).
2) Kandungan Zat Kimia
Boraks, zat pengawet, dan pewarna berbahya, merupakan bahan aditif (tambahan)
makanan. Sementara bahan aditif terutama yang terbuat dari bahan kimia harus dibatasi
penggunaannya. Jika tidak dikendalikan, dalam jangka panjang, bahan-bahan aditif tersebut
bisa menjadi bersifat karsinogenik (memicu timbulnya kanker) (Baliwati dkk, 2004).
Sedikitnya 19.465 jenis makanan yang dijadikan sampel pengujian dalam penelitian
BPOM tahun 2006, ditemukan 5,6% sampel tidak layak diedarkan. Sebanyak 185 item
mengandung pewarna berbahaya, 94 item mengandung boraks, 74 item mengandung
formalin, dan 52 item mengandung benzoate atau pengawet dalam kadar berlebih. Badan
POM kemudian menariknya dari peredaran untuk dimusnahkan. Disamping itu, Badan POM
juga memeriksa sebanyak 36 dari 267 industri yang terdaftar produknya, belum memenuhi
persyaratan. Dari 927 unit industri rumah tangga berizin SP (Sertifikat Penyuluhan) yang
diperiksa, ternyata ditemukan sebanyak 542 unit sarana belum memenuhi persyaratan
(Anonim, 2007).
2.3.4 Kelebihan dan Kekurangan Makanan Jajanan
Jajanan bagi anak sekolah merupakan fenomena yang menarik untuk ditelah karena
beberapa kelebihan yaitu:
1) Merupakan upaya untuk memenuhi kebutuhan energi karena aktivitas fisik di sekolah yang
tinggi (apalagi bagi anak yang tidak sarapan pagi).
2) Pengenalan berbagai jenis makanan jajanan akan menumbuhkan penganekaragaman pangan
sejak kecil.
3) Meningkatkan perasaan gengsi anak pada teman-temannya di sekolah. Adapun kekurangan
atau aspek negatif dari makanan jajanan yaitu bahwa jajan yang terlalu sering dapat
mengurangi nafsu makan anak di rumah. Selain itu banyak makanan jajanan yang kurang
memenuhi syarat kesehatan, sehingga dapat menyebabkan gangguan kesehatan pada anak
(Ali Khomsan, 2003:16).
Sebagian besar makanan jajanan hanya mengandung karbohidrat yang membuat anak
cepat kenyang. Hal ini dapat mengganggu nafsu makan, sehingga apabila dibiarkan akan
mengganggu pertumbuhan tubuh anak. Apabila keseimbangan gizi tidak dipenuhi, dan ini
berjalan terus-menerus menjadi kebiasaan, anak akan kekurangan zat gizi seperti zat besi
yang dapat mengakibatkan anemia serta berbagai penyakit lain akibat kekurangan salah satu
atau lebih zat gizi. Selain hal tersebut di atas, makanan jajanan juga masih berisiko terhadap
kesehatan karena penanganannya yang tidak higienis, yang mengakibatkan keracunan karena
terkontaminasinya makanan jajanan oleh mikroba beracun maupun penggunaan bahan
tambahan pangan (BTP) yang tidak diizinkan.
2.3.5 Kandungan Gizi Berbagai Jenis Jajanan
Tabel 2
Kandungan Gizi Berbagai Jenis Jajanan
NO Jajanan UkuranBerat
(g)
Energi
(Kalori)
Protein
(Gram)
1 Bakwan 1 Buah 40 100 1,7
2 Bakso 1 Porsi 250 100 10,3
3 Chiki 1 Bungkus 16 80 0,9
4 Coklat 1 Bungkus 16 472 2,0
5 Es Mambo 1 Bungkus 25 152 0,0
6 Gado – Gado 1 Porsi 150 203 6,7
7 Klepon 4 Buah 50 107 0,6
8 Misro 1 Buah 50 109 0,4
9 Pisang Goreng 1 Buah 60 132 1,4
10 Permen 1 Buah 2 100 0,0
11 Risoles 1 Buah 40 134 2,1
12 Siomai 1 Porsi 170 95 4,4
Sumber: I Dewa Nyoman Supariasa, dkk (2001:308)
2.4 Kerangka Konsep
Anak Sekolah
Makanan
jajanan
Pengetahuan gizi
Tingkat
pemberian uang
saku
2.5 DEFINISI OPERASIONAL
No Variabel Definisi Cara Ukur Alat Ukur Kategori Skala
1. Pendapatan
Keluarga
Semua pendapatan atau
penghasilan yang
diterima ayah dan ibu
anak SD dari pekerjaan
yang menghasilkan
uang selama satu bulan
dibagi jumlah anggota
keluarga.
wawancara kuesioner Baik :
> 3.500.000
Sedang :
1.500.000 –
3.500.000
Kurang :
< 1.500.000
Ordinal
2. Pengetahuan
Gizi
Pengetahuan Gizi
adalah menggali apa
yang anak tahu tentang
apa yang dia ajukan
misalnya tentang zat
gizi dan menu
seimbang. Misalnya
menjawab pertanyaan
tentang telur
merupakan sumber
protein nabati.
wawancara Kuesioner Baik =
> 80 %
Sedang=
60 – 80 %
Buruk =
< 60 %
(Djiteng, 1989)
Ordinal
3. Tingkat
pemberian
Tingkat pemberian
uang saku adalah
mengenalkan
Wawancara Kuesioner Baik :
> Rp.7000
Nominal
uang saku kemampuan mengelola
keuangan. Menuntut
tanggung
jawab,komitmen dan
kedipsiplinan anak.
Sedang :
Rp.2000 – Rp.7000
Kurang :
< Rp.2000
(Februhartanti.2004
)
4. Makanan
Jajanan
Makanan jajanan yang dijual
oleh pedagang kaki lima atau
dalam bahasa Inggris disebut
street food menurut FAO
didefinisikan sebagai makanan
dan minuman yang
dipersiapkan dan atau dijual
oleh pedagang kaki lima di
jalanan dan di tempat-tempat
keramaian umum lain yang
langsung dimakan tanpa
pengolahan atau persiapan
lebih lanjut. Iswarawanti dkk,
2007.
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 RANCANGAN PENELITIAN
Penelitian ini termasuk jenis explanatory research (penelitian penjelasan) dengan
pendekatan cross sectional yaitu melakukan pengumpulan data yang menyangkut variabel
bebas dan variabel terikat pada suatu saat yang bersamaan atau penelitian penjelasan karena
menjelaskan hubungan antar variabel yaitu variabel bebas pengetahuan gizi (Soekidjo
Notoatmojo, 2002:26).
Variebel bebas yaitu pengetahuan gizi anak. Variabel terikat yaitu tingkat pemberian
uang saku anak dan berdasarkan jenis penelitian termasuk penelitian observasional yang
bertujuan untuk mengetahui hubungan antara pengetahuan gizi dan tingkat pemberian uang
saku anak di SDN Sungai Besar 8 Banjarbaru.
3.2 JENIS DAN CARA PENGUMPULAN DATA
3.2.1 JENIS DATA
a. Data primer
1) Identitas sampel, yaitu nama, jenis kelamin dan umur.
2) Data mengenai pengetahuan gizi dan tingkat pemberian uang saku anak Sekolah Dasar
dalam memilih makanan jajanan yamg diperoleh dengan koesioner.
b. Data sekunder
1) Data geografi sekolah.
2) Data jumlah keseluruhan anak kelas 6 SDN Sungai Besar 8 Banjarbaru.
3.2.2 CARA PENGUMPULAN DATA
a. Wawancara melalui kuesioner pengetahuan gizi dan tingkat pemberian uang saku anak
sekolah dasar dalam memilih makanan jajanan di sekolah.
b. Pengamatan langsung terhadap anak Sekolah Dasar dalam memilih makanan jajanan. .
3.3 PENGOLAHAN DATA
1. Pengolahan Data
1. Data Pengetahuan Gizi
Untuk mengetahui tingkat pengetahuan responden masing-masing pertannyaan di beri nilai 1
( satu ) untuk jawaban yang benar dan 0 ( nol ) untuk jawaban yang salah dengan
perhitungan.
Kemudian hasilnya dikategorilan dan ditabulasikan sebagai berikut :
Tabel 3 : Distribusi Tingkat Pengetahuan Gizi
No Tingkat pengetahuan N %
1. Baik
2. Sedang
3. Kurang
Jumlah 100
2. Data Tingkat Pemberian Uang Saku
Untuk mengetahui Tingkat pendapatan orang tua responden dengan menggunakan
kuesioner dan ditabulasikan sebagai berikut :
Tabel 4 : Distribusi tingkat pemberian uang saku
No Jumlah uang saku N %
1. Tinggi
2. Sedang
3. Rendah
Jumlah 100
3. Data Jumlah Pendapatan Orangtua Responden
Untuk mengetahui tingkat pendapatan orangtua responden dengan menggunakan
kuesioner dan ditabulasikan sebagai berikut :
Tabel 5 : Distribusi pendapatan keluarga responden
No Jumlah pendapatan N %
keluarga
1. Tinggi
2. Sedang
3. Rendah
Jumlah 100
3.4 ANALISA DATA
Dari hasil pengolahan data, maka dapat dianalisa dengan cara Univariat dan Bivariat.
1. Analisa Univariat
Analisa ini bertujuan untuk mengetahui gambaran identitas anak sekolah dasar,
Tingkat pendapatan keluarga, tingkat pengetahuan gizi anak, tingkat pemberian uang saku
anak. Data ditampilkan dengan menggunakan tabel frekuensi dua kolom, angka disajikan
dalam tabel bersifat absolut dan relatif (persentasi).
2. Analisa Bivariate
Analisa ini bertujuan untuk menilai hubungan antara, tingkat pendapatan, tingkat
pengetahuan, tingkat pemberian uang saku anak-anak kelas 6 SDN Sungai besar 8
Banjarbaru.Uji statistik yang digunakan adalah Chi square dengan menggunakan program
komputer.
Daftar pustaka
Bungin, Burhan. (2006). Analisa Data Penelitian Kualitatif. Rajawali Pers, Jakarta.
Andarwulan N, Madanijah S, & Zulaikhah. 2009. Laporan Penelitian: Monitoring dan
Verifikasi Profil Keamanan Pangan Jajanan Anak Sekolah (PJAS) Nasional 2008. Bogor:
Southeast Asian Food and Agricultural Science and Technology (SEAFAST) Center IPB dan
Direktorat Surveilan Penyuluhan dan Keamanan Pangan BPOM-RI.
Atmarita, Fallah TS. 2004. Analisis Situasi Gizi dan Kesehatan Masyarakat. Dalam: Widya
Karya Pangan dan Gizi VIII. Jakarta: Lembaga Penelitian Indonesia
Bahaya Keamanan Makanan. http://www.softwarelabs.com [18 Desember 2011] Februhartanty J, Iswarawanti. 2004. Amankah Makanan Jajanan Siswa Sekolah di Indonesia. http://www.Gizi.net [20 Oktober 2011]
Haryanto T. 2002. Pola Makan Anak Sekolah. http://gizi.net [17 Februari 2011]
Judarwanto, W. 2006. Antisipasi Perilaku Makan Anak di Sekolah. http://www.pdpersi.co.id [20 Oktober 2011] Perilaku Makan Anak Sekolah. http://ludruk.com [20 Oktober 2011].
Proposal
Hubungan Pengetahuan Gizi Dengan tingkat pemberian uang saku anak Kelas 6 SD dalam Memilih Makanan
Jajanan
Jefry Taek1007011120
Fakultas Kesehatan Masyarakat
Universitas Nusa Cendana
2013