bab i

38
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pelayanan kontrasepsi merupakan salah satu komponen dalam pelayanan Keluarga Berencana (KB) diharapkan sebanyak-banyaknya pasangan usia subur (PUS) di Indonesia akan mengikuti gerakan Keluarga Berencana (KB) secara dini dan lestari semua jenis metode kontrasepsi telah tersedia di seluruh tempat pelayaan kesehatan dan sangat mudah dijangkau oleh masyarakat, kecuali metode, kontrasepsi mantap yang memerlukan tindakan operasi (BKKBN, 2002). Penggunaan kontrasepsi hormonal sebagai salah satu alat kontrasepsi meningkat tajam menurut WHO. Dewasa ini hampir 380 juta pasangan menjalankan Keluarga Berencana dan 65 – 75 juta diantaranya terutama di Negara berkembang menggunakan kontrasepsi hormonal. Seperti kontrasepsi oral suntik dan implan kontrasepsi hormonal yang digunakan dapat memiliki pengaruh positif ataupun negatif terhadap berbagai organ wanita baik organ genetalia maupun non genetalia (Prawiroharjo, 2002). Secara nasional pencapaian peserta Keluarga Berencana aktif sampai dengan Agustus 2001 sebanyak 26.792.374 peserta. Peserta dilihat menurut kontrasepsinya maka suntikan mencapai presentasi

Upload: fadil007

Post on 24-Oct-2015

44 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB I

BAB IPENDAHULUAN

   

1.1.    Latar Belakang

Pelayanan kontrasepsi merupakan salah satu komponen dalam

pelayanan Keluarga Berencana (KB) diharapkan sebanyak-banyaknya

pasangan usia subur (PUS) di  Indonesia akan mengikuti gerakan

Keluarga Berencana (KB) secara dini dan lestari semua jenis metode

kontrasepsi telah tersedia di seluruh tempat pelayaan kesehatan dan

sangat mudah dijangkau oleh masyarakat, kecuali metode, kontrasepsi

mantap yang memerlukan tindakan operasi (BKKBN, 2002).

Penggunaan kontrasepsi hormonal sebagai salah satu alat

kontrasepsi meningkat tajam menurut WHO. Dewasa ini hampir 380 juta

pasangan menjalankan Keluarga Berencana dan 65 – 75 juta diantaranya

terutama di Negara berkembang menggunakan kontrasepsi hormonal.

Seperti kontrasepsi oral  suntik dan implan kontrasepsi hormonal yang

digunakan dapat memiliki pengaruh positif ataupun negatif terhadap

berbagai organ wanita baik organ genetalia maupun non genetalia

(Prawiroharjo, 2002).

Secara nasional pencapaian peserta Keluarga Berencana aktif

sampai dengan Agustus 2001 sebanyak 26.792.374 peserta. Peserta

dilihat menurut kontrasepsinya maka suntikan mencapai presentasi

tertinggi yaitu 34,66% atau 9.287.147 peserta, pil 28,18% atau 7.551.015

peserta, IUD 20 % atau 5.360.522 peserta, implant 10,12% atau

2,712.065 peserta, medis operasi 5,77% atau 1,547.994 peserta, kondom

dan obat vaginal 1,24% atau 333.629 peserta (BKKBN, 2002).

Kesehatan reproduksi merupakan bagian penting dari

programkesehatandan merupakan titik pusat sumber daya manusia

Page 2: BAB I

mengingat pengaruhnyaterhadap setiap orang dan mencakup banyak

aspek kehidupan sejak dalamkandungan sampai pada kematian. Oleh

karena itu pelayanan kesehatanreproduksi harus mencakup empat

komponen esensial yang mampumemberikan hasil yang efektif dan efisien

baik dikemas dalam pelayanan yangterintegrasi. Salah satu komponen

esensial tersebut adalah KeluargaBerencana (KB). Pelayanan KB dan

kesehatan reproduksi yang berkualitastelah menjadi tuntutan masyarakat,

disamping merupakan kewajibanpemerintah dan pemberi pelayanan untuk

masyarakatnya. Tuntutan pelayananyang berkualitas ini dipengaruhi

dengan semakin meningkatnya pengetahuanmasyarakat terhadap

kesehatan, termasuk Keluarga Berencana dan kesehatanreproduksi

(Saifudin, 2003).

Pendidikan mendorong masyarakat untuk menyadari bahwa

pengendalian susunan dan jumlah keturunan, dapat meningkatkan

kesejahteraan sehingga lebih mampu menumbuhkan kualitas sumber

daya manusia secara nasional untuk dapat mengendalikan pertumbuhan

penduduk diperlukan keikutsertaan masyarakat. sekitar 80 – 85% PUS

dan keikutsertaannya sekitar 75% pasangan PUS mencapai pertumbuhan

penduduk sekitar 1% pertahun. Disadari bahwa pengendalian

pertumbuhan penduduk tidak mungkin dapat dilakukan. Bila tidak

ditunjang oleh pelaksanaan APM (Abortus Provokatus Meditinalis) dengan

indikasi sosial dalam gerakan Keluarga Berencana dicanangkan  cegah

metodeefektif berkisar 75-80% termasuk 15 – 20% metode kontra kontra

sepsi mantap (Manuaba, 2001).

Banyak hal yang mempengaruhi akseptor dalam memilih alat

kontrasepsi antara lain adalah pertimbangan medis, latar belakang sosial

budaya, sosial ekonomi, pengetahun, pendidikan, dan jumlah anak yang

di inginkan. Disamping itu adanya efek samping yang merugikan dari

Page 3: BAB I

suatu alat kontrasepsi juga berpengaruh dalam menyebabkan bertambah

atau berkurangnya akseptor suatu alat kontrasepsi (Depkes RI, 2007).

Dalam memilih alat kontrasepsi sebaliknya mengetahui keuntungan

dan kerugian yang mungkin terjadi. Ciri-ciri suatu kontrasepsi yang ideal

meliputi daya guna, aman, murah, dan efek sampingannya minimal

(Prawiroharjo, 2005).

Kontrasepsi suntik memiliki keistimewaan sehingga ibu-ibu banyak

menggunakannya antara lain aman, sederhana, efektif, dapat dipakai

pasca persalinan (Siswosudarmo, 2001).

Sesuai namanya kontrasepsi hormonal menggunakan

hormonprogesteron atau kombinasi estrogen dan progesteron. Prinsip

kerjanya, hormon progesteron mencegah pengeluaran sel telur dari

kandung telur, mengentalkan cairan dileher rahim sehingga sulit ditembus

sperma, membuat lapisan dalam rahim mejadi tipis dan tidak layak untuk

tempat tumbuh hasil konsepsi, serta membuat sel telur berjalan lambat

sehingga mengganggu waktu pertemuan sperma dan sel telur. Mengingat

kontrasepsi suntik berperan besar dalam mengganggu kesuburan ibu

terutama pada saat menstruasi. Salah satu efek alat kontrasepsi suntik

pada saat menstruasi mngakibatkan lapisan lendir rahim akan menipis

(Uttiek, 2006).

Kontrasepsi suntik adalah kontrasepsi hormonal jenis suntikan

yang dibedakan menjadi dua macam yaitu DMPA (depot

medroksiprogesterone asetat) dan kombinasi. Suntik DMPA berisi depot

medroksiprogesterone asetat yang diberikan dalam suntikan tunggal 150

mg/ml secara intramuscular (IM) setiap 12 minggu (Baziad, 2002). Efek

samping penggunaan suntik DMPA adalah gangguan haid, penambahan

berat badan, kekeringan vagina, menurunkan libido, gangguan emosi,

sakit kepala, nervotaksis dan jerawat. Gangguan haid yang sering

Page 4: BAB I

ditemukan berupa siklus haid yang memendek atau memanjang,

perdarahan banyak atau sedikit, perdarahan yang tidak teratur atau

perdarahan bercak (spotting), tidak haid sama sekali (amenore)

(Susilowati, 2012).

Salah satu efek samping penggunaan KB suntik ialah gangguan

menstruasi, terutama berhentinya menstruasi. Tetapi berhentinya

menstruasi tidak menimbulkan akibat buruk atau bahaya bagi kesehatan

(Pangkahila, 2003).

Menurut Survey Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun

2007. PUS yang menggunakan metode kontrasepsi terus meningkat

mencapai 61,4%. Pola pemakaian kontrasepsi terbesar yaitu suntik

31,6%, Pil 13,2%, IUD 4,8%, implant 2,8%, kondom 1,3%, kontap 3,1%,

dan kontap pria 0,2 % dan metode lainnya 0,4%. Sebagai gambaran

metode kontrasepsi suntik pada tahun 1991 hanya 11,7%, 1994 menjadi

15,2%, 1997 menjadi 21,1%, 2003 menjadi 27,8% dan 2007 mencapai

31,6% (BKKBN., 2008).

Berdasarkan Profil Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota Tahun 2007,

jumlah penduduk Sumatera Utara terdiri dari 12.911.511 jiwa. Jumlah

PUS terdiri dari 1.863.147 jiwa. Dari seluruh akseptor KB aktif 1.107.634

orang dengan proporsi 59,45%, yang menggunakan suntik 399.256 orang

dengan proporsi 36,04%, Sedangkan akseptor KB baru terdiri dari

220.892 orang dengan proporsi 11,86%, yang menggunakan suntik

82.068 orang dengan proporsi 37,15% yang tidak menggunakan KB suntik

138.824 dengan proporsi 62.85% (Profil Kesehatan Tahun 2007).

Pada tahun 2008 PUS Sumatera Utara 2.046.122 orang, Dari

seluruh akseptor KB aktif terdiri dari 1.350.724 orang dengan proporsi

66,01%, penggunaan KB suntik 448.783 orang dengan proporsi 33,96%.

Sedangkan akseptor KB baru 345.271 orang dengan proporsi 16,87% dan

Page 5: BAB I

yang menggunakan suntik 137.127 orang dengan proporsi 42,32%. Dari

tahun 2007 sampai 2008 terjadi peningkatan penggunan alat kontrasepsi

suntik di Sumatera Utara (BKKBN., 2008).

Berdasarkan survey pendahuluan yang penulis lakukan di Klinik

Bersalin D. Damanik, diketahui jumlah ibu yang berkunjung periode

januari –Mei tahun 2012 sebanyak 196 orang dengan rata-rata tiap

bulannya sebanyak 39 orang (Prifil Kesehatan Klinik Bersalin Bidan D.

Damanik, 2012)

Dari uraian diatas, maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian

dengan judul “Hubungan Pemakaian Alat Kontrasepsi Suntik Dengan

Gangguan Menstruasi Pada Ibu di Klinik Bersalin D. Damanik Desa

Poriaha Kecamatan Tapian Nauli Tahun 2012”.

 

1.2.    Perumusan masalah

   Perumusan masalah dalam penelitian ini adalah : adakah

hubungan pemakaian alat kontrasepsi suntik dengan gangguan

menstruasi pada ibu di klinik bersalin D. Damanik Kecamatan Poriaha

Kabupaten Tapanuli Tengah.

 

1.3.    Tujuan Penelitian

1.3.1. Tujuan umum

   Untuk mengetahui hubungan  pemakaian alat kontrasepsi suntik

dengan gangguan menstruasi pada ibu di klinik bersalin D. Damanik Desa

Poriaha Kecamatan Tapian Nauli Kabupaten Tapanuli Tengah.

1.3.2. Tujuan khusus

1.    Untuk mengetahui pemakaian alat kontrasepsi suntik pada ibu di klinik

bersalin D. Damanik Desa Poriaha Kecamatan Tapian Nauli Kabupaten

Tapanuli Tengah.

Page 6: BAB I

2.    Untuk mengetahui gangguan menstruasi pada ibu di klinik bersalin     D.

Damanik Desa Poriaha Kecamatan Tapian Nauli Kabupaten Tapanuli

Tengah 

1.4.    Manfaat Penelitian

1.4.1. Manfaat teoritis

            Untuk menambah pengetahuan penulis, para ibu, mahasiswa

kebidanan, petugas kesehatan dan para pembacanya tentang alat

kontrasepsi suntik.

1.4.2. Manfaat praktis

1.    Bagi penulis

Sebagai pengalaman bagi penulis dalam mengaplikasi ilmu dan

pengetahuan yang telah dipelajari selama di bangku perkuliahan dalam

bentuk penelitian di bidang kesehatan.

2.    Bagi pendidikan

Sebagai tambahan referensi bagi perpustakaan dan juga sebagai data

dasar bagi penelitian selajutnya terkait dengan topik penelitian.

3.    Bagi pelayanan kebidanan

            Sebagai bahan masukan bagi tenaga kesehatan, khususnya

bidan          dalam memberikan intervensi terkait dengan pemakaian

alat           kontrasepsi.

 BAB II

TINJAUAN PUSTAKA   

2.1. Alat Kontrasepsi

2.1.1. Pengertian Kontrasepsi

Page 7: BAB I

            Kontrasepsi berasal dari kata kontra yang berarti mencegah atau

melawan, sedangkan konsepsi adalah pertemuan antara sel telur yang

matang dan sel sperma yang mengakibatkan kehamilan. Maksud dari

kontrasepsi adalah menghindari/mencegah terjadinya kehamilan sebagai

akibat pertemuan antara sel telur yang matang dengan sel sperma

(Siswosudarmo, dkk, 2001).

2.1.2.  Prinsip kerja kontrasepsi

            Prinsip kerja kontrasepsi adalah meniadakan pertemuan sel telur

dan sel sperma. Ada tiga cara untuk mencapai tujuan ini, baik yang

bekerja sendiri maupun bersamaan. Pertama adalah menekan keluarnya

sel telur (ovulasi), kedua menahan masuknya sperma kedalam saluran

kelamin wanita sampai mencapai ovum dan ketiga adalah menghalangi

nidasi (Siswosudarmo, dkk, 2001).

Cara/metode kontrasepsi dapat dibagi menjadi 2 bagian, yaitu :

1. Metode Sederhana

     a. Tanpa alat/obat, antara lain senggama terputus, pantang berkala.

     b. Dengan alat/obat, antara lain kondom. Diafragma, kream, jelli,

cairan busa, tablet berbusa (vaginal tablet), tissue KB

2. Metode Modern

     Kontrasepsi hormonal, antara lain pil, suntik, implan, AKDR,

metode    mantap yaitu sterilisasi antara lain vasektomi dan tubektomi.

     (Arum, D., dkk. 2009).

2.1.3. Tujuan program keluarga berencana

            Tujuan program keluarga berencana adalah untuk meningkatkan

kesehatan reproduksi yang berkualitas, menurunkan tingkat atau angka

kematian ibu dan bayi, mewujudkan keluarga kecil yang bahagia dan

sejahtera yang merupakan sumber daya manusia dengan mengendalikan

Page 8: BAB I

kelahiran dalam rangka menjamin terkendalinya pertumbuhan penduduk

Indonesia (Arum, D., dkk. 2009). 

2.2. Alat Konstrasepsi Suntik

2.2.1. Sejarah Alat Kontrasepi Suntik

Keluarga berencana bukanlah hal baru, karena menurut catatan-

catatan dan tulisan-tulisan dari Yunani Kuno, Tiongkok Kuno dan India,

hal ini telah mulai dipraktekkan sejak berabad-abad yang lalu.Tetapi pada

waktu itu cara-cara yang dipakai masih kuno dan primitif (Arum, D., dkk.

2009).

Pada zaman Yunani Kuno, Soranus dan Ephenus telah membuat

tulisan ilmiah tentang cara menjarangkan kelahiran. Cara waktu itu adalah

mengeluarkan semen (air mani) dengan membersihkan vagina dengan

kain dan minyak setelah melakukan hubungan seksual. Adapula yang

memakai alat-alat yang dapat menghalangi masuknya sperma kedalam

rahim umpamanya dengan memasukkan rumput, daun-daunan ataupun

sepotong kain perca kedalam vagina sebelum melakukan hubungan

seksual. Pada zaman Tiongkok Kuno telah ada obat dan jamu yang

maksudnya untuk mencegah kehamilan.

Di Indonesia sejak zaman dulu telah dipakai obat dan jamu yang

maksudnya untuk mencegah kehamilan. Di Indonesia keluarga berencana

modren mulai dikenal pada tahun 1953. Pada waktu itu sekelompok ahli

kesehatan, kebidanan, dan tokoh masyarakat telah mulai membantu

masyarakat memecahkan masalah-masalah pertumbuhan penduduk

            Secara ringkas, inovasi teknologi kontrasepsi dimulai dengan

cara sederhana seperti kondom, pil KB, suntik, susuk dan akhirnya cara

yang sangat mantap yaitu kontrasepsi pembedahan seperti tubektomi dan

vasektomi (BKKBN, 1998).

Page 9: BAB I

            Suntikan progestin pertama di temukan pada awal tahun 1950 an,

yang pada mulanya digunakan untuk pengobatan endometriosis dan

kanker endometrium (carcinoma endometrii). Baru pada awal tahun 1960,

uji klinis penggunaan suntikan progestin untuk keperluan kontrasepsi

dilakukan.Terdapat dua jenis suntikan progestin yang dipakai, yakni depo

medroksiprogesteron asetat dan depo noretisteron enantat. Sedangkan

untuk suntikan depo estrogen-progesteron (Cyclofem) ditemukan pada

tahun 1960 an. Penambahan estrogen pada obat kontrasepsi progesteron

ternyata dapat memperbaiki siklus haid (BKKBN, 1998).

2.2.2. Jenis alat kontrasepsi suntik

Adapun jenis-jenis KB suntik yang hanya mengandung progestin yaitu:

1. Kontrasepsi Progestin

a. Depo medroksiprogesteron asetat

       Mengandung 150 mg DMPA, yang diberikan setiap 3 bulan dengan

cara di suntik intramuskular. Setelah suntikan pertama, kadar DMPA

dalam darah mencapai puncak setelah 10 hari. DMPA dapat

memberi perlindungan dengan aman selama tiga bulan.

b. Depo noretisteron enantat

Mengandung 200 mg Noretdon Enantat, diberikan setiap 2 bulan

dengan cara disuntik intramuskular.

2. Kontrasepsi Kombinasi

     Kombinasi Depo estrogen-progesteron. Jenis suntikan kombinasi ini

terdiri dari 25 mg Depo Medroksiprogesteron Asetat dan 5 mg Estrogen

Sipionat.

     (Arum, D., dkk. 2009).

2.2.3. Mekanisme Kerja Kontrasepsi Suntik

            Mekanisme kerja kontrasepsi suntikan pada suntukan progestin

dan suntikan kombinasi sama saja yaitu :

Page 10: BAB I

 

1. Mencegah ovulasi

     Kadar progestin tinggi sehingga menghambat lonjakan luteinizing

hormone  (LH) secara efektif sehingga tidak terjadi ovulasi. Kadar follicle-

stimulating        hormone (FSH) dan LH menurun dan tidak terjadi

lonjakan LH (LH Surge).    Menghambat perkembangan folikel dan

mencegah ovulasi. Progestogen            menurunkan frekuensi pelepasan

(FSH) dan (LH) (Baziad, A., 2002).

2. Lendir serviks menjadi kental dan sedikit, mengalami penebalan

mukus          serviks yang mengganggu penetrasi sperma. Perubahan –

perubahan      siklus yang normal pada lendir serviks.Secret dari serviks

tetap dalam    keadaan di bawah pengaruh progesteron hingga

menyulitkan penetrasi       spermatozoa (BKKBN, 1998).

3. Membuat endometrium menjadi kurang layak/baik untuk implantasi

dari           ovum yang telah di buahi, yaitu mempengaruhi perubahan-

perubahan   menjelang stadium sekresi, yang diperlukan sebagai

persiapan   endometrium untuk memungkinkan nidasi dari ovum yang

telah di buahi      (BKKBN, 1998).

4. Mungkin mempengaruhi kecepatan transpor ovum di dalam tuba

fallopi  atau memberikan perubahan terhadap kecepatan transportasi

ovum (telur) melalui tuba (BKKBN, 1998).

2.2.4. Keuntungan Kontrasepsi Suntik

Adapun keuntungan dalam menggunakan alat kontrasepsi suntik

sebagai berikut :

1.    Sangat efektif , karena mudah digunakan tidak memerlukan aksi sehari

haridalam penggunaan kontrasepsi suntik ini tidak banyak di pengaruhi

kelalaian atau faktor lupa dan sangat praktis(BKKBN, 1998).

Page 11: BAB I

2.    Meningkatkan kuantitas air susu pada ibu yang menyusui, Hormon

progesteron dapat meningkatkan kuantitas air susu ibu sehingga

kontrasepsi suntik sangat cocok pada ibu menyusui. Konsentrasi hormon

di dalam air susu ibu sangat kecil dan tidak di temukan adanya efek

hormon pada pertumbuhan serta perkembangan bayi.

3.    Efek samping sangat kecil yaitu tidak mempunyai efek yang serius

terhadap kesehatan.

4.    Tidak berpengaruh pada hubungan suami istri

5.    Penggunaan jangka panjang

Sangat cocok pada wanita yang telah mempunyai cukup anak akan tetapi

masih enggan atau tidak bisa untuk dilakukan sterilisasi. Dapat digunakan

oleh perempuan usia > 35 tahun (Spreff, L., dkk. 2000).

2.2.5. Efek samping Kontrasepsi Suntik

Gangguan haid, ini yang paling sering terjadi dan yang paling

menggangu. Pola haid yang normal dapat berubah menjadi amenore,

perdarahan bercak, perubahan dalam frekuensi lama dan jumlah darah

yang hilang. Efek pada pola haid tergantung pada lama pemakaian.

Perdarahan inter-menstrual dan perdarahan bercak berkurang dengan

jalannya waktu, sedangkan kejadian amenore bertambah tetapi

sebenarnya efek ini memberikan keuntungan yakni mengurangi terjadinya

anemia. Tidak mnjadi masalah karena darah tidak akan menggumpal

didalam rahim.Amenore disebabkan perubahan hormon didalam tubuh

dan kejadian amenore biasa pada peserta kontrasepsi suntikan. Insidens

yang tinggi dari amenore diduga berhubungan dengan atrofi

endometrium(Kurniawati, Y., 2008).

Berat badan yang bertambah, umumnya pertambahan berat badan

tidak terlalu besar, bervariasi antara kurang dari 1 kg sampai 5 kg dalam

tahun pertama. Pertambahan berat badan tidak jelas. Tampaknya terjadi

Page 12: BAB I

karena bertambahnya lemak tubuh. Hipotesa para ahli ini diakibatkan

hormon merangsang pusat pengendali nafsu makan di hipotalamus yang

menyebabkan akseptor makan lebih banyak daripada biasanya.

Keluhan- keluhan lainnya berupa mual, muntah, sakit kepala,

panas dingin, pegal-pegal, nyeri perut dan lain-lain. Tidak dapat dihentikan

sewaktu-waktu sebelum suntikan berikut. Tidak menjamin perlindungan

terhadap penularan infeksi menular seksual, hepatitis B virus, atau infeksi

virus HIV. Terlambatnya kembali kesuburan setelah penghentian

pemakaian bukan karena terjadinya kerusakan atau kelainan pada organ

genitalia, melainkan karena belum habisnya pelepasan obat suntikan dari

deponya (tempat suntikan). Pada penggunaan jangka panjang yaitu diatas

3 tahun penggunaan dapat menurunkan kepadatan tulang, menimbulkan

kekeringan pada vagina, menurunkan libido.

2.2.6. Efektivitas Kontrasepsi Suntik

Pada suntikan kombinasi efektifitasnya 1 – 4 kehamilan per 1000

perempuan sebelum tahun pertama penggunaan, sedangkan suntikan

progestin 3 kehamilan per 1000 perempuan per tahun asal

penyuntikannya dilakukan secara teratur sesuai jadwal yang telah

ditentukan. Kegagalan yang terjadi pada umumnya dikarenakan oleh

ketidakpatuhan untuk datang pada jadwal suntikan yang telah di tentukan

atau teknik penyuntikan yang salah. Injeksinya harus benar-benar

intragluteal (Spreff, L., dkk. 2000).

2.2.7. Penggunaan Kontrasepsi Suntik

1. Boleh Menggunakan Kontrasepsi Suntikan Progestin

a.    Usia reproduksi

b.    Menghendaki kontrasepsi jangka panjang dan yang memiliki

efektifitas tinggi

c.    Menyusui

Page 13: BAB I

d.    Setelah melahirkan dan tidak mnyusui.

e.    Setelah abortus atau keguguran

f.     Tidak banyak anak, tetapi belum menghendaki tubektomi

g.    Perokok

h.    Tekanan darah < 180/110 mmHg, dengan masalah gangguan

pembekuan darah atau anemia.

i.      Tidak dapat memakai kontrasepsi yang mengandung estrogen

 

2. Tidak Boleh Menggunakan Kontrasepsi Suntikan Progestin

a.    Hamil atau dicurigai hamil

b.    Perdarahan pervaginam yang belum jelas penyebabnya

c.    Tidak dapat menerima terjadinya gangguan haid, terutama

amenorea

d.    Menderita kanker payudara atau riwayat kanker payudara

e.    Diabetes melitus disertai komplikasi.

3. Boleh Menggunakan Kontrasepsi Suntikan Kombinasi

a.    Usia reproduksi.

b.    Telah memiliki anak, ataupun yang belum memiliki anak.

c.    Ingin mendapatkan kontrasepsi dengan efektifitas yang tinggi.

d.    Menyusui diatas 6 minggu pascapersalinan dan tidak menyusui.

e.    Anemia.

f.     Haid teratur.

g.    Riwayat kehamilan ektopik.

4. Tidak Boleh Menggunakan Kontrasepsi Suntikan Kombinasi

a.    Hamil atau diduga hamil.

b.    Menyusui dibawah umur 6 minggu pasca persalinan.

c.    Perdarahan pervaginam yang belum jelas penyebabnya.

d.    Penyakit hati akut (virus hepatitis).

Page 14: BAB I

e.    Usia > 35 tahun

f.     Riwayat penyakit jantung, stroke, atau dengan tekanan darah tinggi

(180/110 mmHg)

g.    Riwayat kelainan tromboemboli atau dengan kencing manis > 20

tahun

h.    Kelainan pembuluh darah yang menyebabkan sakit kepala atau

migrain

i.      Keganasan pada payudara

     (Arum, D., dkk. 2009).

2.2.8. Waktu Mulai Menggunakan Kontrasepsi Suntik

1.   Waktu Mulai Menggunakan Kontrasepsi Suntikan Progestin

Adapun waktu mulai menggunakan kontrasepsi suntikan progestin

adalah sebagai berikut:

a.    Mulai hari pertama sampai hari ke 7 siklus haid.

b.    Pada ibu yang tidak haid, injeksi pertama dapat diberikan setiap saat,

asalkan saja ibu tersebut tidak hamil. Selama 7 hari setelah suntikan tidak

boleh melakukan hubungan seksual.

c.    Ibu yang menggunakan kontrasepsi hormonal lain dan ingin mengganti

dengan kontrasepsi suntikan. Bila ibu telah menggunakan kontrasepsi

hormonal sebelumnya secara benar, dan ibu tersebut tidak hamil,

suntikanpertama dapat segera diberikan. Tidak perlu menunggu sampai

haid berikutnya datang.

d.    Bila ibu sedang menggunakan jenis kontrasepsi jenis lain dan ingin

menggantinya dengan jenis kontrasepsi suntikan yang lain lagi,

kontrasepsi suntikan yang akan diberikan dimulai pada saat jadwal

kontrasepsi suntikan sebelumnya.

e.    Ibu yang menggunakan kontrasepsi non hormonal dan ingin

menggantinya dengan kontrasepsi hormonal, suntikan pertama

Page 15: BAB I

kontrasepsi hormonal yang akan diberikan dapat segera diberikan, asal

saja ibu tersebut tidak hamil, dan pemberiannya tidak perlu menunggu

haid berikutnya datang. Bila ibu disuntik setelah hari ke 7 haid, ibu

tersebut selama 7 hari setelah suntikan tidak boleh melakukan hubungan

seksual.

2.     Waktu Mulai Menggunakam Kontrasepsi Suntikan Kombinasi

a.    Suntikan pertama dapat diberikan dalam waktu 7 hari siklus haid. Tidak

diperlukan kontrasepsi tambahan.

b.    Bila suntikan pertama diberikan setelah haid ke 7 siklus haid, tidak boleh

melakukan hubungan seksual selama 7 hari atau menggunakan metode

kontrasepsi yang lain selama masa waktu 7 hari

c.    Bila Ibu tersebut pasca persalinan 6 bulan, menyusui, serta belum haid,

suntikan pertama dapat diberikan, asal saja dapat dipastikan tidak hamil

d.    Bila pasca persalinan > 6 bulan, menyusui, serta telah mendapat haid,

maka suntikan pertama diberikan pada siklus haid hari 1 dan 7.Bila pasca

persalinan < 6 bulan dan menyususi, jangan diberi suntikan kombinasi.

e.    Pasca keguguran, suntikan kombinasi dapat segera diberikan atau dalam

waktu 7 hari

f.     Ibu yang menggunakan kontrasepsi hormonal lain dan ingin mengganti

dengan kontrasepsi suntikan. Bila ibu telah menggunakan kontrasepsi

hormonal sebelumnya secara benar, dan ibu tersebut tidak hamil, suntikan

pertama dapat segera diberikan. Tidak perlu menunggu sampai haid

berikutnya datang.

g.    Bila ibu sedang menggunakan jenis kontrasepsi jenis lain dan ingin

menggantinya dengan jenis kontrasepsi suntikan yang lain lagi,

kontrasepsi suntikan yang akan diberikan dimulai pada saat jadwal

kontrasepsi suntikan sebelumnya. Ibu yang menggunakan kontrasepsi

non hormonal dan ingin menggantinya (Arum, D., dkk. 2009).

Page 16: BAB I

2.2.9.  Cara Penggunaan Kontrasepsi Suntik

Kontrasepsi suntikan progestin jenis DMPA di berikan setiap 3

bulan dengan cara di suntik intramuskular dalam di daerah glutea. Apabila

suntikan di berikan terlalu dangkal, penyerapan kontrasepsi suntikan akan

lambat dan tidak bekerja segera dan tidak efektif. Suntikan di berikan

setiap 90 hari. Pemberian kontrasepsi suntikan Noristerat diberikan setiap

8 minggu (Siswosudarmo, dkk., 2001).

Sedangkan untuk suntikan kombinasi di berikan setiap bulan

dengan intramuskular dalam dan datang kembali setiap 4 minggu.

Suntikan ulang di berikan7 hari lebih awal, dengan kemungkinan terjadi

gangguan perdarahan. Dapat juga di berikan setelah 7 hari dari jadwal

yang telah di tentukan, asal saja di yakini ibu tersebut tidak hamil

(Saifuddin., 2003).

2.3. Gangguan Menstruasi

2.3.1. Pengertian menstruasi

Menstruasi merupakan siklus yang kompleks dan berkaitan dengan

psikologis-pancaindra, korteks serebri, aksis hipotalamus-hipofisis-ovarial,

dan endrogen (uterus-endometrium dan alat seks sekunder).Pola haid

merupakan suatu siklus menstruasi normal, dengan menarche sebagai

titik awal. Pada umumnya menstruasi akan berlangsung setiap 28 hari

selama lebih kurang 7 hari. Lama perdarahannya sekitar 3-5 hari, ada

yang 1-2 hari diikuti darah yang sedikit-sedikit dan tidak terasa nyeri.

Jumlah darah yang hilang sekitar 30-40 cc. Puncaknya hari ke-2 atau ke-3

dengan jumlah pemakaian pembalut sekitar 2-3 buah (Manuaba, 2008).

Panjang siklus haid ialah jarak antara tanggal mulainya haid yang

lalu dan mulainya haid berikutnya. Hari mulainya perdarahan dinamakan

hari pertama siklus (Sarwono, 2002). Menurut Bobak (2000), menstruasi

atau haid adalah perdarahan periodik pada uterus yang dimulai sekitar 14

Page 17: BAB I

hari setelah ovulasi. menstruasi ini merupakan peristiwa yang dialami

setiap perempuan. Seorang perempuan yang pertama kali mendapat haid

adalah pertanda bahwa ia siap bereproduksi atau menghasilkan

keturunan.

Perubahan siklus haid merupakan suatu keadaan siklus haid yang

berbeda dengan yang sebelumnya, yang diukur mulai dari siklus

menstruasi normal, dengan menarche sebagai titik awal, yang dapat

berkisar kurang dari batas normal sekitar 22– 35 hari (Varney, 2007).

2.3.2.   Siklus Menstruasi

Ciri khas kedewasaan wanita ditandai dengan adanya perubahan-

perubahan siklius pada alat kandungan sebagai persiapan untuk suatu

kehamilan. Peristiwa penting tersebut ditandai dengan datangnya haid

yaitu pengeluaran darah tiap bulan dari rahim. Ada pameo yang

mengatakan, ketika haid, rahim menangis karena pembuahan tidak

kunjung terjadi. Pendarahan akibat runtuhnya dinding lapisan dalam rahim

adalah puncak dari serangkaian peristiwa saling berkaitan, yang bertujuan

mempersiapkan rahim menampung sel telur yang dibuahi. Bila kehamilan

tidak terjadi, dinding yang sudah dipersiapkan itu mengelupas. Siklus baru

yang sama dimulai lagi.

Pengendali utama dari semua peristiwa itu ialah hipotalamus.

Bagian otak itu pun masih dapat dipengaruhi oleh emosi dan kekecewaan.

Terbukti dari kenyataan, haid dapat dipengaruhi oleh pikiran yang kacau,

atau perjalanan, dan pindah pekerjaan. Lamanya haid terhenti tidak selalu

dapat dipastikan. Ada yang dua atau tiga bulan kemudian datang kembali,

dan ada pula yang sampai setahun penuh, bahkan dapat pula lebih.

Wanita yang mengalami hal ini, memerlukan pemeriksaan yang cermat

terhadap kemungkinan menderita penyakit yang dapat menyebabkan

amenorea.

Page 18: BAB I

1. Gambaran Klinis Menstruasi

Sebagian besar wanita pertengahan usia reproduktif, perdarahan

menstruasi terjadi setiap 25-35 hari dengan median panjang siklus adalah

28 hari. Wanita dengan siklus ovulatorik, selang waktu antara awal

menstruasi hingga ovulasi – fase folikular – bervariasi lamanya. Siklus

yang diamati terjadi pada wanita yang mengalami ovulasi. Selang waktu

antara awal perdarahan menstruasi – fase luteal − relatif konstan dengan

rata-rata 14 ± 2 hari pada kebanyakan wanita (Hanafi, 2002).

Lama keluarnya darah menstruasi juga bervariasi; pada umumnya

lamanya 4 sampai 6 hari, tetapi antara 2 sampai 8 hari masih dapat

dianggap normal. Pengeluaran darah menstruasi terdiri dari fragmen-

fragmen kelupasan endrometrium yang bercampur dengan darah yang

banyaknya tidak tentu. Biasanya darahnya cair, tetapi apabila kecepatan

aliran darahnya terlalu besar, bekuan dengan berbagai ukuran sangat

mungkin ditemukan. Ketidakbekuan darah menstruasi yang biasa ini

disebabkan oleh suatu sistem fibrinolitik lokal yang aktif di dalam

endometrium.

Rata-rata banyaknya darah yang hilang pada wanita normal selama

satu periode menstruasi telah ditentukan oleh beberapa kelompok peneliti,

yaitu 25-60 ml. Konsentrasi Hb normal 14 gr per dl dan kandungan besi

Hb 3,4 mg per g, volume darah ini mengandung 12-29 mg besi dan

menggambarkan kehilangan darah yang sama dengan 0,4 sampai 1,0 mg

besi untuk setiap hari siklus tersebut atau 150 sampai 400 mg per tahun

(Bobak, 2004).

2. Aspek Hormonal Selama Siklus Menstruasi

Mamalia, khususnya manusia, siklus reproduksinya melibatkan

berbagai organ, yaitu uterus, ovarium, vagina, dan mammae yang

berlangsung dalam waktu tertentu atau adanya sinkronisasi, maka hal ini

Page 19: BAB I

dimungkinkan adanya pengaturan koordinasi yang disebut hormon.

Hormon adalah zat kimia yang dihasilkan oleh kelenjar endokrin, yang

langsung dialirkan dalam peredaran darah dan mempengaruhi organ

tertentu yang disebut organ target. Hormon-hormon yang berhubungan

dengan siklus menstruasi ialah :

a. Hormon-hormon yang dihasilkan gonadotropin hipofisis :

1)    Luteinizing Hormon (LH)

2)    Folikel Stimulating Hormon (FSH)

3)    Prolaktin Releasing Hormon (PRH)

b. Steroid ovarium

Ovarium menghasilkan progestrin, androgen, dan estrogen. Banyak

dari steroid yang dihasilkan ini juga disekresi oleh kelenjar adrenal

atau dapat dibentuk di jaringan perifer melalui pengubahan

prekursor-prekursor steroid lain; konsekuensinya, kadar plasma dari

hormon-hormon ini tidak dapat langsung mencerminkan aktivitas

steroidogenik dari ovarium.

3. Fase-fase dalam Siklus Menstruasi

Setiap satu siklus menstruasi terdapat 4 fase perubahan yang

terjadi dalam uterus. Fase-fase ini merupakan hasil kerjasama yang

sangat terkoordinasi antara hipofisis anterior, ovarium, dan uterus (Bobak,

2004).

Fase-fase tersebut adalah :

a.    Fase menstruasi atau deskuamasi

Fase ini endometrium terlepas dari dinding uterus dengan disertai

pendarahan dan lapisan yang masih utuh hanya stratum basale. Fase ini

berlangsung selama lima hari (rentang tiga sampai enam hari). Pada awal

fase menstruasi kadar estrogen, progeseron, LH (Luteinizing Hormon)

Page 20: BAB I

menurun atau pada kadar terendahnya selama siklus dan kadar FSH

(Folikel Stimulating Hormon) baru mulai meningkat.

b.    Fase pascamenstruasi atau fase regenerasi

Fase ini, terjadi penyembuhan luka akibat lepasnya endometrium. Kondisi

ini mulai sejak fase menstruasi terjadi dan berlangsung selama ± 4 hari.

c.     Fase intermenstum atau fase proliferasi

Fase ini merupakan periode pertumbuhan cepat yang berlangsung sejak

sekitar hari kelima ovulasi, misalnya hari ke-10 siklus 24 hari, hari ke-15

siklus 28 hari, hari ke-18 siklus 32 hari. Permukaan endometrium secara

lengkap kembali normal dalam sekitar empat hari atau menjelang

perdarahan berhenti. Sejak saat ini, terjadi penebalan 8-10 kali lipat, yang

berakhir saat ovulasi. Fase intermenstum atau fase proliferasi tergantung

pada stimulasi estrogen yang berasal dari folike ovarium.

 

Fase proliferasi dibagi menjadi 3 tahap, yaitu :

1)      Fase proliferasi dini, terjadi pada hari ke-4 sampai hari ke-7.

Fase ini dapat dikenali dari epitel permukaan yang tipis dan

adanya regenerasi epitel.

2)      Fase proliferasi madya, terjadi pada hari ke-8 sampai hari ke-

10. Fase ini merupakan bentuk transisi dan dapat dikenali dari

epitel permukaan yang berbentuk torak yang tinggi.

3)      Fase proliferasi akhir, berlangsung antara hari ke-11 sampai

hari ke-14. Fase ini dapat dikenali dari permukaan yang tidak

rata dan dijumpai banyaknya mitosis.

d.   Fase pramenstruasi atau fase sekresi

Fase ini berlangsung dari hari ke-14 sampai ke-28. Fase ini endometrium

kira-kira tetap tebalnya, tetapi bentuk kelenjar berubah menjadi panjang

berkelok-kelok dan mengeluarkan getah yang makin lama makin nyata.

Page 21: BAB I

Bagian dalam sel endometrium terdapat glikogen dan kapur yang

diperlukan sebagai bahan makanan untuk telur yang dibuahi.

Fase sekresi dibagi dalam 2 tahap, yaitu :

1)      Fase sekresi dini, pada fase ini endometrium lebih tipis dari

fase sebelumnya karena kehilangan cairan.

2)      Fase sekresi lanjut, pada fase ini kelenjar dalam endometrium

berkembang dan menjadi lebih berkelok-kelok dan sekresi

mulai mengeluarkan getah yang mengandung glikogen dan

lemak. Endometrium menjadi kaya dengan darah dan sekresi

kelenjar. Akhir masa ini, stroma endometrium berubah kearah

sel-sel; desidua, terutama yang ada di seputar pembuluh-

pembuluh arterial. Keadaan ini memudahkan terjadinya nidasi

(Hanafiah, 1997).

4. Mekanisme siklus menstruasi

Selama haid, pada hari bermulanya diambil sebagai hari pertama

dari siklus yang baru. Akan terjadi lagi peningkatan dari FSH sampai

mencapai kadar 5 mg/ml (atau setara dengan 10 mUI/ml), dibawah

pengaruh sinergis kedua gonadotropin, folikel yang berkembang ini

menghasilkan estradiol dalam jumlah yang banyak. Peningkatan serum

yang terus-menerus pada akhir fase folikuler akan menekan FSH dari

hipofisis. Dua hari sebelum ovulasi, kadar estradiol mencapai 150-400

pg/ml. Kadar tersebut melebihi nilai ambang rangsang untuk pengeluaran

gonadotropin praovulasi. Akibatnya FSH dan LH dalam serum akan

meningkat dan mencapai puncaknya satu hari sebelum ovulasi. Saat yang

sama pula, kadar estradiol akan kembali menurun. Kadar maksimal LH

berkisar antara 8 dan 35 ng/ml atau setara dengan 30-40 mUI/ml, dan

FSH antara 4-10 ng/ ml atau setara dengan 15-45 mUI/ml.

Page 22: BAB I

Terjadinya puncak LH dan FSH pada hari ke-14, maka pada saat

ini folikel akan mulai pecah dan satu hari kemudian akan timbul ovulasi.

Bersamaan dengan ini dimulailah pembentukan dan pematangan korpus

luteum yang disertai dengan meningkatnya kadar progesteron, sedangkan

gonadotropin mulai turun kembali. Peningkatan progesteron tersebut tidak

selalu memberi arti, bahwa ovulasi telah terjadi dengan baik, karena pada

beberapa wanita yang tidak terjadi ovulasi tetap dijumpai suhu basal

badan dan endometrium sesuai dengan fase luteal.

2.3.3.   Gangguan menstruasi

Menstruasi pada awalnya terjadi secara tidak teratur sampai

mencapai umur 18 tahun setelah itu harus sudah teratur. Menstruasi

dianggap normal jika terjadi dengan interval 22-35 hari (dari hari pertama

menstruasi sampai pada permulaan periode menstruasi berikutnya) dan

pengeluaran darah menstruasi berlangsung 1-8 hari. Jumlah rata-rata

hilangnya darah selama menstruasi adalah 50 ml (rentang 20-80 ml), atau

2-5 kali pergantian pembalut/hari. (Manuaba, 1999).

Gangguan menstruasi paling umum terjadi pad awal dan akhir

masa reproduktif, yaitu di bawah usia 19 tahun dan di atas 39 tahun.

Gangguan ini mungkin berkaitan dengan lamanya siklus haid, atau jumlah

dan lamanya menstruasi. Seorang wanita dapat mengalami kedua

gangguan itu (Jones, 2002).

Gangguan haid dan siklusnya khususnya dalam masa reproduksi

dapat digolongkan dalam :

1. Perubahan pada siklus haid

a. Polimenorea

Yaitu siklus haid pendek dari biasanya (kurang dari 21 hari

pendarahan).

Page 23: BAB I

Polimenorea dapat disebabkan oleh gangguan hormonal yang

mengakibatkan gangguan ovulasi, akan menjadi pendeknya masa

luteal. Penyebabnya ialah kongesti ovarium karena peradangan,

endometritis, dan sebagainya.

b.    Oligomenorea

Yaitu siklus haid lebih panjang, lebih dari 35 hari. Perdarahan pada

oligomenorea biasanya berkurang. Penyebabnya adalah gangguan

hormonal, ansietas dan stress, penyakit kronis, obat-obatan tertentu,

bahaya di tempat kerja dan lingkungan, status penyakit nutrisi yang

buruk, olah raga yang berat, penurunan berat badan yang signifikan.

c. Amenorea

Merupakan perubahan umum yang terjadi pada beberapa titik dalam

sebagian besar siklus menstruasi wanita dewasa. Sepanjang

kehidupan individu, tidak adanya menstruasi dapat berkaitan dengan

kejadian hidup yang normal seperti kehamilan, menopause, atau

penggunaan metode pengendalian kehamilan. Selain itu, terdapat

beberapa keadaan atau kondisi yang berhubungan dengan

amenorea yang abnormal.

Amenorea dibagi menjadi dua bagian besar :

1)    Amenorea primer di mana seorang wanita tidak pernah

mendapatkan sampai umur 18 tahun. Terutama gangguan poros

hipotalamus, hipofisis, ovarium, dan tidak terbentuknya alat

genitalia.

2)    Amenorea sekunder, pernah beberapa kali mendapat menstruasi

sampai umur 18 tahun dan diikuti oleh kegagalan menstruasi

dengan melewati waktu 3 bulan atau lebih. Penyebabnya

sebagian besar bersumber dari penyebab yang mungkin dapat

ditegakkan.

Page 24: BAB I

Sebab terjadinya amenorea:

a)      Fisiologis : sebelum menarche,  hamil dan laktasi dan

menopause senium

b)      Kelainan congenital

c)      Didapatkan : infeksi genitalia, tindakan tertentu, kelainan

hormonal, tumor pada poros hipotalamus-hipofisis atau

ovarium, kelainan dan kekurangan gizi (Manuaba, 2008).

2. Perubahan jumlah darah haid

a.      Hipermenorea atau menoragia

Hipermenorea adalah pendarahan haid yang lebih banyak dari normal

(lebih dari 8 hari). Terjadinya pada masa haid yang mana haid itu sendiri

teratur atau tidak. Pendarahan semacam ini sering terjadi dan haidnya

biasanya anovoasi penyebab terjadinya menoragia kemungkinan terdapat

mioma uteri, polip endometrium atau hyperplasia endometrium (penebalan

dinding rahim, dan biasanya terjadi pada ketegangan psikologi (Chalik,

1998).

b.      Hipomenorea

Hipomenorea adalah pendarahan haid yang lebih pendek dari biasa

dan/atau lebih kurang dari biasa penyebabnya kemungkinan gangguan

hormonal, kondisi wanita dengan penyakit tertentu.

3. Gangguan pada siklus dan jumlah darah haid

Pada keadaan ini terdapat gangguan siklus menstruasi, perdarahan

terjadi dengan interval yang tidak teratur, dengan jumlah darah

menstruasi bervariasi, pola menstruasi ini disebut metrorargia (Jones,

2002).

2.3.4.   Penyebab Terganggunya Menstruasi

Banyak penyebab kenapa siklus haid menjadi panjang atau

sebaliknya. Penanganan kasus dengan siklus haid yang tidak normal,

Page 25: BAB I

tidak berdasarkan kepada panjang atau pendeknya sebuah siklus haid,

melainkan berdasarkan kelainan yang dijumpai :

1. Fungsi hormon terganggu

Haid terkait erat dengan sistem hormon yang diatur di otak, tepatnya di

kelenjar hipofisa. Sistem hormonal ini akan mengirim sinyal ke indung

telur untuk memproduksi sel telur. Bila sistem pengaturan ini terganggu,

otomatis siklus haid pun akan terganggu.

 

 

2. Kelainan Sistemik

Tubuhnya sangat gemuk atau kurus dapat mempengaruhi siklus

haidnya karena sistem metabolisme di dalam tubuhnya tak bekerja

dengan baik, atau wanita yang menderita penyakit diabetes, juga akan

mempengaruhi sistem metabolisme sehingga siklus haidnya pun tak

teratur.

3. Stress

Stress akan mengganggu sistem metabolisme di dalam tubuh, karena

stress, wanita akan menjadi mudah lelah, berat badan turun drastis,

bahkan sakit-sakitan, sehingga metabolisme terganggu. Bila

metabolisme terganggu, siklus haid pun ikut terganggu.

4. Kelenjar Gondok

Terganggunya fungsi kelenjar gondok/tiroid juga bias menjadi penyebab

tidak teraturnya siklus haid. Gangguan bisa berupa produksi kelenjar

gondok yang terlalu tinggi (hipertiroid) maupun terlalu rendah

(hipertiroid), yang dapat mengakibatkan sistem hormonal tubuh ikut

terganggu.

5. Hormon prolakin berlebih

Page 26: BAB I

Hormon prolaktin dapat menyebabkan seorang wanita tidak haid,

karena memang hormon ini menekan tingkat kesuburan. Pada wanita

yang tidak sedang menyusui hormone prolaktin juga bisa tinggi,

buasanya disebabkan kelainan pada kelenjar hipofisis yang terletak di

dalam kepala (Sahara, 2009).

 

2.4. Kerangka konsep penelitian

            Sesuai dengan tujuan penelitian, maka kerangka konsep

penelitian ini dapat digambarkan sebagai berikut :Skema 2.1.

Kerangka Konsep Penelitian

 

 

Pemakaian alat kontrasepsi suntikGangguan Menstruasi

 

 

 

 

 

2.5. Hipotesa penelitian

            Hipotesa yang digunakan dalam penelitian ini adalah :

Page 27: BAB I

1.    Hipotesa alternatif (Ha), yaitu : adanya hubungan  pemakaian alat

kontrasepsi suntik dengan gangguan menstruasi pada ibu di klinik bersalin

D. Damanik Kecamatan Poriaha Kabupaten Tapanuli Tengah

2.    Hipotesa nol (Ho), yaitu : tidak ada hubungan  pemakaian alat kontrasepsi

suntik dengan gangguan menstruasi pada ibu di klinik bersalin D.

Damanik Kecamatan Poriaha Kabupaten Tapanuli Tengah

 

 

 

 

 BAB III

METODE PENELITIAN   

3.1. Jenis dan rancangan penelitian

            Penelitian ini merupakan jenis penelitian deskriptif korelatif

dengan rancangan penelitian cross sectional yang bertujuan untuk

mengetahui hubungan antara variabel independen (pemakaian alat

kontrasepsi suntik) dengan variabel dependen (gangguan menstruasi). 

3.2. Lokasi dan waktu penelitian

3.2.1. Lokasi penelitian

            Penelitian dilaksanakan di klinik bersalin D. Damanik Kecamatan

Poriaha Kabupaten Tapanuli Tengah.

3.2.2. Waktu penelitian

            Penelitian dilaksanakan pada bulan Juli 2012.

 

3.3. Populasi dan sampel penelitian

Page 28: BAB I

3.3.1. Populasi penelitian

            Populasi penelitian ini adalah seluruh ibu yang pernah memakai

alat kontrasepsi suntik di klinik bersalin D. Damanik Kecamatan Poriaha

Kabupaten Tapanuli Tengah pada bulan Juni sampai Juli 2012 berjumlah

39 ibu.

3.3.2. Sampel penelitian

            Pengambilan sampel dilakukan secara total sampling atau total

populasi yaitu seluruh ibu yang pernah memakai alat kontrasepsi suntik di

klinik bersalin D. Damanik Kecamatan Poriaha Kabupaten Tapanuli

Tengah pada bulan Juni sampai Juli 2012 berjumlah 39 ibu. 

3.4. Metode pengumpulan data

            Penelitian ini menggunakan data primer yaitu melalui kuesioner

peneltian. Kuesioner penelitian terdiri dari 3 bagian, yaitu data demografi

responden, pertanyaan tentang pemakaian alat kontrasepsi dan

pertanyaan tentang gangguan menstruasi.          

            Penelitian ini juga menggunakan data sekunder yaitu data

tentang jumlah ibu yang pernah memakai alat kontrasepsi suntik di klinik

bersalin D. Damanik Kecamatan Poriaha Kabupaten Tapanuli Tengah

pada bulan Juni sampai Juli 2012. 

3.5. Defenisi operasional variabel penelitian

3.5.1. Variabel Independen

            Pemakaian alat kontrasepsi suntik adalah tindakan ibu dalam

memilih jenis kontrasepsi suntik yang digunakan :

a. Cyclofem

b. Depoprogestron

3.5.2. Variabel dependen

Page 29: BAB I

            Gangguan menstruasi adalah keluhan terkait menstruasi yang

dirasakan oleh ibu selama memakai alat kontrasepsi suntik. 

3.6. Aspek pengkuran

3.6.1. Variabel Independen

            Pemakaian alat kontrasepsi suntik diukur dengan menggunakan

kuesioner penelitian. Kuesioner penelitian berisi tentang pertanyaan

tentang pemakaian alat kontrasepsi suntik.

            Hasil ukur :

a.    User Depo medroksiprogesteron asetat, yaitu jika ibu diberikan DMPA

yang diberikan setiap 3 bulan.

b.    User Depo noretisteron enantat, yaitu jika ibu diberikan Noretdon Enantat

diberikan setiap 2 bulan.

3.6.2. Variabel dependen

            Gangguan menstruasi diukur menggunakan kuesioner penelitian.

Kuesioner penelitian berisi pertanyaan tentang gangguan mentruasi yang

dialami oleh si ibu setelah menggunakan alat kontrasepsi suntik.

            Hasil ukur :

a.    Terjadi ganggaun menstruasi : jika ibu mengalami gangguan mentruasi

setelah menggunakan alat kontrasepsi suntik. Tandanya adalah ibu

mengalami

b.    Terjadi ada ganggaun menstruasi : jika ibu tidak mengalami gangguan

mentruasi setelah menggunakan alat kontrasepsi suntik. 

3.7. Tehnik Analisa Data

            Setelah data dikumpulkan, maka dilakukan pengolahan data

dengan langkah-langkah sebagai berikut (Ali, 2010).

1.    Editing (Pengeditan)

Page 30: BAB I

       Setelah daftar pertanyaan yang sudah di isi diterima kembali, maka

perlu     dibaca kembali, yang kurang jelas diperbaiki, kalau masih ada

yang belum sesuai dan belum konsisten jawaban dan

pertanyaan    dikembalikan dengan responden untuk diperbaiki atau di isi

kembali.        Dengan demikian bahan tersebut sudah diterima baik/tidak

ada          kesalahan.

2.    Coding (pengkodean)

       Setelah lembar data/pertanyaan itu benar akan dilakukan

pengkodean.        Pengkodean disini dimaksudkan pemberian kode

jawaban secara angka           atau kode tertentu sehingga lebih mudah

ditabulasi.

3.    Transfering

       Transfering disini dimaksudkan memudahkan jawaban/kode jawaban

ke      dalam media tertentu, misalnya master tabel.

 

 

4.    Tabulasi data

       Data yang sudah dikumpulkan tadi dimasukkan ke dalam daftar

tabel            yang telah disiapkan.      

Analisa data yang dilakukan pada penelitian ini adalah (Aziz Alimul,

2007):

1.    Analisa univariat

Analisa univariat dilakukan untuk membuat gambaran atau deskripsi suatu

variabel penelitian yang disajikan dalam distribusi frekuensi dan

persentase. Pada penelitian ini bertujuan untuk mengetahui distribusi

Page 31: BAB I

frekuensi dan persentase pemakaian alat kontrasepsi suntik dan distribusi

frekuensi danpersentase  gangguan menstruasi.

2.    Analisa Bivariat

Analisa bivariat digunakan untuk mengetahui hubungan atau pengaruh

variabel independen terhadap perilaku dependen. Pada penelitian ini

untuk mengetahui hubungan pemakaian alat kontrasepsi

suntik terhadap gangguan menstruasi. Uji statistik yang digunakan adalah

uji chi-square dengan rumus :