bab i
TRANSCRIPT
BAB IPENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Pelayanan kontrasepsi merupakan salah satu komponen dalam
pelayanan Keluarga Berencana (KB) diharapkan sebanyak-banyaknya
pasangan usia subur (PUS) di Indonesia akan mengikuti gerakan
Keluarga Berencana (KB) secara dini dan lestari semua jenis metode
kontrasepsi telah tersedia di seluruh tempat pelayaan kesehatan dan
sangat mudah dijangkau oleh masyarakat, kecuali metode, kontrasepsi
mantap yang memerlukan tindakan operasi (BKKBN, 2002).
Penggunaan kontrasepsi hormonal sebagai salah satu alat
kontrasepsi meningkat tajam menurut WHO. Dewasa ini hampir 380 juta
pasangan menjalankan Keluarga Berencana dan 65 – 75 juta diantaranya
terutama di Negara berkembang menggunakan kontrasepsi hormonal.
Seperti kontrasepsi oral suntik dan implan kontrasepsi hormonal yang
digunakan dapat memiliki pengaruh positif ataupun negatif terhadap
berbagai organ wanita baik organ genetalia maupun non genetalia
(Prawiroharjo, 2002).
Secara nasional pencapaian peserta Keluarga Berencana aktif
sampai dengan Agustus 2001 sebanyak 26.792.374 peserta. Peserta
dilihat menurut kontrasepsinya maka suntikan mencapai presentasi
tertinggi yaitu 34,66% atau 9.287.147 peserta, pil 28,18% atau 7.551.015
peserta, IUD 20 % atau 5.360.522 peserta, implant 10,12% atau
2,712.065 peserta, medis operasi 5,77% atau 1,547.994 peserta, kondom
dan obat vaginal 1,24% atau 333.629 peserta (BKKBN, 2002).
Kesehatan reproduksi merupakan bagian penting dari
programkesehatandan merupakan titik pusat sumber daya manusia
mengingat pengaruhnyaterhadap setiap orang dan mencakup banyak
aspek kehidupan sejak dalamkandungan sampai pada kematian. Oleh
karena itu pelayanan kesehatanreproduksi harus mencakup empat
komponen esensial yang mampumemberikan hasil yang efektif dan efisien
baik dikemas dalam pelayanan yangterintegrasi. Salah satu komponen
esensial tersebut adalah KeluargaBerencana (KB). Pelayanan KB dan
kesehatan reproduksi yang berkualitastelah menjadi tuntutan masyarakat,
disamping merupakan kewajibanpemerintah dan pemberi pelayanan untuk
masyarakatnya. Tuntutan pelayananyang berkualitas ini dipengaruhi
dengan semakin meningkatnya pengetahuanmasyarakat terhadap
kesehatan, termasuk Keluarga Berencana dan kesehatanreproduksi
(Saifudin, 2003).
Pendidikan mendorong masyarakat untuk menyadari bahwa
pengendalian susunan dan jumlah keturunan, dapat meningkatkan
kesejahteraan sehingga lebih mampu menumbuhkan kualitas sumber
daya manusia secara nasional untuk dapat mengendalikan pertumbuhan
penduduk diperlukan keikutsertaan masyarakat. sekitar 80 – 85% PUS
dan keikutsertaannya sekitar 75% pasangan PUS mencapai pertumbuhan
penduduk sekitar 1% pertahun. Disadari bahwa pengendalian
pertumbuhan penduduk tidak mungkin dapat dilakukan. Bila tidak
ditunjang oleh pelaksanaan APM (Abortus Provokatus Meditinalis) dengan
indikasi sosial dalam gerakan Keluarga Berencana dicanangkan cegah
metodeefektif berkisar 75-80% termasuk 15 – 20% metode kontra kontra
sepsi mantap (Manuaba, 2001).
Banyak hal yang mempengaruhi akseptor dalam memilih alat
kontrasepsi antara lain adalah pertimbangan medis, latar belakang sosial
budaya, sosial ekonomi, pengetahun, pendidikan, dan jumlah anak yang
di inginkan. Disamping itu adanya efek samping yang merugikan dari
suatu alat kontrasepsi juga berpengaruh dalam menyebabkan bertambah
atau berkurangnya akseptor suatu alat kontrasepsi (Depkes RI, 2007).
Dalam memilih alat kontrasepsi sebaliknya mengetahui keuntungan
dan kerugian yang mungkin terjadi. Ciri-ciri suatu kontrasepsi yang ideal
meliputi daya guna, aman, murah, dan efek sampingannya minimal
(Prawiroharjo, 2005).
Kontrasepsi suntik memiliki keistimewaan sehingga ibu-ibu banyak
menggunakannya antara lain aman, sederhana, efektif, dapat dipakai
pasca persalinan (Siswosudarmo, 2001).
Sesuai namanya kontrasepsi hormonal menggunakan
hormonprogesteron atau kombinasi estrogen dan progesteron. Prinsip
kerjanya, hormon progesteron mencegah pengeluaran sel telur dari
kandung telur, mengentalkan cairan dileher rahim sehingga sulit ditembus
sperma, membuat lapisan dalam rahim mejadi tipis dan tidak layak untuk
tempat tumbuh hasil konsepsi, serta membuat sel telur berjalan lambat
sehingga mengganggu waktu pertemuan sperma dan sel telur. Mengingat
kontrasepsi suntik berperan besar dalam mengganggu kesuburan ibu
terutama pada saat menstruasi. Salah satu efek alat kontrasepsi suntik
pada saat menstruasi mngakibatkan lapisan lendir rahim akan menipis
(Uttiek, 2006).
Kontrasepsi suntik adalah kontrasepsi hormonal jenis suntikan
yang dibedakan menjadi dua macam yaitu DMPA (depot
medroksiprogesterone asetat) dan kombinasi. Suntik DMPA berisi depot
medroksiprogesterone asetat yang diberikan dalam suntikan tunggal 150
mg/ml secara intramuscular (IM) setiap 12 minggu (Baziad, 2002). Efek
samping penggunaan suntik DMPA adalah gangguan haid, penambahan
berat badan, kekeringan vagina, menurunkan libido, gangguan emosi,
sakit kepala, nervotaksis dan jerawat. Gangguan haid yang sering
ditemukan berupa siklus haid yang memendek atau memanjang,
perdarahan banyak atau sedikit, perdarahan yang tidak teratur atau
perdarahan bercak (spotting), tidak haid sama sekali (amenore)
(Susilowati, 2012).
Salah satu efek samping penggunaan KB suntik ialah gangguan
menstruasi, terutama berhentinya menstruasi. Tetapi berhentinya
menstruasi tidak menimbulkan akibat buruk atau bahaya bagi kesehatan
(Pangkahila, 2003).
Menurut Survey Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun
2007. PUS yang menggunakan metode kontrasepsi terus meningkat
mencapai 61,4%. Pola pemakaian kontrasepsi terbesar yaitu suntik
31,6%, Pil 13,2%, IUD 4,8%, implant 2,8%, kondom 1,3%, kontap 3,1%,
dan kontap pria 0,2 % dan metode lainnya 0,4%. Sebagai gambaran
metode kontrasepsi suntik pada tahun 1991 hanya 11,7%, 1994 menjadi
15,2%, 1997 menjadi 21,1%, 2003 menjadi 27,8% dan 2007 mencapai
31,6% (BKKBN., 2008).
Berdasarkan Profil Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota Tahun 2007,
jumlah penduduk Sumatera Utara terdiri dari 12.911.511 jiwa. Jumlah
PUS terdiri dari 1.863.147 jiwa. Dari seluruh akseptor KB aktif 1.107.634
orang dengan proporsi 59,45%, yang menggunakan suntik 399.256 orang
dengan proporsi 36,04%, Sedangkan akseptor KB baru terdiri dari
220.892 orang dengan proporsi 11,86%, yang menggunakan suntik
82.068 orang dengan proporsi 37,15% yang tidak menggunakan KB suntik
138.824 dengan proporsi 62.85% (Profil Kesehatan Tahun 2007).
Pada tahun 2008 PUS Sumatera Utara 2.046.122 orang, Dari
seluruh akseptor KB aktif terdiri dari 1.350.724 orang dengan proporsi
66,01%, penggunaan KB suntik 448.783 orang dengan proporsi 33,96%.
Sedangkan akseptor KB baru 345.271 orang dengan proporsi 16,87% dan
yang menggunakan suntik 137.127 orang dengan proporsi 42,32%. Dari
tahun 2007 sampai 2008 terjadi peningkatan penggunan alat kontrasepsi
suntik di Sumatera Utara (BKKBN., 2008).
Berdasarkan survey pendahuluan yang penulis lakukan di Klinik
Bersalin D. Damanik, diketahui jumlah ibu yang berkunjung periode
januari –Mei tahun 2012 sebanyak 196 orang dengan rata-rata tiap
bulannya sebanyak 39 orang (Prifil Kesehatan Klinik Bersalin Bidan D.
Damanik, 2012)
Dari uraian diatas, maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian
dengan judul “Hubungan Pemakaian Alat Kontrasepsi Suntik Dengan
Gangguan Menstruasi Pada Ibu di Klinik Bersalin D. Damanik Desa
Poriaha Kecamatan Tapian Nauli Tahun 2012”.
1.2. Perumusan masalah
Perumusan masalah dalam penelitian ini adalah : adakah
hubungan pemakaian alat kontrasepsi suntik dengan gangguan
menstruasi pada ibu di klinik bersalin D. Damanik Kecamatan Poriaha
Kabupaten Tapanuli Tengah.
1.3. Tujuan Penelitian
1.3.1. Tujuan umum
Untuk mengetahui hubungan pemakaian alat kontrasepsi suntik
dengan gangguan menstruasi pada ibu di klinik bersalin D. Damanik Desa
Poriaha Kecamatan Tapian Nauli Kabupaten Tapanuli Tengah.
1.3.2. Tujuan khusus
1. Untuk mengetahui pemakaian alat kontrasepsi suntik pada ibu di klinik
bersalin D. Damanik Desa Poriaha Kecamatan Tapian Nauli Kabupaten
Tapanuli Tengah.
2. Untuk mengetahui gangguan menstruasi pada ibu di klinik bersalin D.
Damanik Desa Poriaha Kecamatan Tapian Nauli Kabupaten Tapanuli
Tengah
1.4. Manfaat Penelitian
1.4.1. Manfaat teoritis
Untuk menambah pengetahuan penulis, para ibu, mahasiswa
kebidanan, petugas kesehatan dan para pembacanya tentang alat
kontrasepsi suntik.
1.4.2. Manfaat praktis
1. Bagi penulis
Sebagai pengalaman bagi penulis dalam mengaplikasi ilmu dan
pengetahuan yang telah dipelajari selama di bangku perkuliahan dalam
bentuk penelitian di bidang kesehatan.
2. Bagi pendidikan
Sebagai tambahan referensi bagi perpustakaan dan juga sebagai data
dasar bagi penelitian selajutnya terkait dengan topik penelitian.
3. Bagi pelayanan kebidanan
Sebagai bahan masukan bagi tenaga kesehatan, khususnya
bidan dalam memberikan intervensi terkait dengan pemakaian
alat kontrasepsi.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Alat Kontrasepsi
2.1.1. Pengertian Kontrasepsi
Kontrasepsi berasal dari kata kontra yang berarti mencegah atau
melawan, sedangkan konsepsi adalah pertemuan antara sel telur yang
matang dan sel sperma yang mengakibatkan kehamilan. Maksud dari
kontrasepsi adalah menghindari/mencegah terjadinya kehamilan sebagai
akibat pertemuan antara sel telur yang matang dengan sel sperma
(Siswosudarmo, dkk, 2001).
2.1.2. Prinsip kerja kontrasepsi
Prinsip kerja kontrasepsi adalah meniadakan pertemuan sel telur
dan sel sperma. Ada tiga cara untuk mencapai tujuan ini, baik yang
bekerja sendiri maupun bersamaan. Pertama adalah menekan keluarnya
sel telur (ovulasi), kedua menahan masuknya sperma kedalam saluran
kelamin wanita sampai mencapai ovum dan ketiga adalah menghalangi
nidasi (Siswosudarmo, dkk, 2001).
Cara/metode kontrasepsi dapat dibagi menjadi 2 bagian, yaitu :
1. Metode Sederhana
a. Tanpa alat/obat, antara lain senggama terputus, pantang berkala.
b. Dengan alat/obat, antara lain kondom. Diafragma, kream, jelli,
cairan busa, tablet berbusa (vaginal tablet), tissue KB
2. Metode Modern
Kontrasepsi hormonal, antara lain pil, suntik, implan, AKDR,
metode mantap yaitu sterilisasi antara lain vasektomi dan tubektomi.
(Arum, D., dkk. 2009).
2.1.3. Tujuan program keluarga berencana
Tujuan program keluarga berencana adalah untuk meningkatkan
kesehatan reproduksi yang berkualitas, menurunkan tingkat atau angka
kematian ibu dan bayi, mewujudkan keluarga kecil yang bahagia dan
sejahtera yang merupakan sumber daya manusia dengan mengendalikan
kelahiran dalam rangka menjamin terkendalinya pertumbuhan penduduk
Indonesia (Arum, D., dkk. 2009).
2.2. Alat Konstrasepsi Suntik
2.2.1. Sejarah Alat Kontrasepi Suntik
Keluarga berencana bukanlah hal baru, karena menurut catatan-
catatan dan tulisan-tulisan dari Yunani Kuno, Tiongkok Kuno dan India,
hal ini telah mulai dipraktekkan sejak berabad-abad yang lalu.Tetapi pada
waktu itu cara-cara yang dipakai masih kuno dan primitif (Arum, D., dkk.
2009).
Pada zaman Yunani Kuno, Soranus dan Ephenus telah membuat
tulisan ilmiah tentang cara menjarangkan kelahiran. Cara waktu itu adalah
mengeluarkan semen (air mani) dengan membersihkan vagina dengan
kain dan minyak setelah melakukan hubungan seksual. Adapula yang
memakai alat-alat yang dapat menghalangi masuknya sperma kedalam
rahim umpamanya dengan memasukkan rumput, daun-daunan ataupun
sepotong kain perca kedalam vagina sebelum melakukan hubungan
seksual. Pada zaman Tiongkok Kuno telah ada obat dan jamu yang
maksudnya untuk mencegah kehamilan.
Di Indonesia sejak zaman dulu telah dipakai obat dan jamu yang
maksudnya untuk mencegah kehamilan. Di Indonesia keluarga berencana
modren mulai dikenal pada tahun 1953. Pada waktu itu sekelompok ahli
kesehatan, kebidanan, dan tokoh masyarakat telah mulai membantu
masyarakat memecahkan masalah-masalah pertumbuhan penduduk
Secara ringkas, inovasi teknologi kontrasepsi dimulai dengan
cara sederhana seperti kondom, pil KB, suntik, susuk dan akhirnya cara
yang sangat mantap yaitu kontrasepsi pembedahan seperti tubektomi dan
vasektomi (BKKBN, 1998).
Suntikan progestin pertama di temukan pada awal tahun 1950 an,
yang pada mulanya digunakan untuk pengobatan endometriosis dan
kanker endometrium (carcinoma endometrii). Baru pada awal tahun 1960,
uji klinis penggunaan suntikan progestin untuk keperluan kontrasepsi
dilakukan.Terdapat dua jenis suntikan progestin yang dipakai, yakni depo
medroksiprogesteron asetat dan depo noretisteron enantat. Sedangkan
untuk suntikan depo estrogen-progesteron (Cyclofem) ditemukan pada
tahun 1960 an. Penambahan estrogen pada obat kontrasepsi progesteron
ternyata dapat memperbaiki siklus haid (BKKBN, 1998).
2.2.2. Jenis alat kontrasepsi suntik
Adapun jenis-jenis KB suntik yang hanya mengandung progestin yaitu:
1. Kontrasepsi Progestin
a. Depo medroksiprogesteron asetat
Mengandung 150 mg DMPA, yang diberikan setiap 3 bulan dengan
cara di suntik intramuskular. Setelah suntikan pertama, kadar DMPA
dalam darah mencapai puncak setelah 10 hari. DMPA dapat
memberi perlindungan dengan aman selama tiga bulan.
b. Depo noretisteron enantat
Mengandung 200 mg Noretdon Enantat, diberikan setiap 2 bulan
dengan cara disuntik intramuskular.
2. Kontrasepsi Kombinasi
Kombinasi Depo estrogen-progesteron. Jenis suntikan kombinasi ini
terdiri dari 25 mg Depo Medroksiprogesteron Asetat dan 5 mg Estrogen
Sipionat.
(Arum, D., dkk. 2009).
2.2.3. Mekanisme Kerja Kontrasepsi Suntik
Mekanisme kerja kontrasepsi suntikan pada suntukan progestin
dan suntikan kombinasi sama saja yaitu :
1. Mencegah ovulasi
Kadar progestin tinggi sehingga menghambat lonjakan luteinizing
hormone (LH) secara efektif sehingga tidak terjadi ovulasi. Kadar follicle-
stimulating hormone (FSH) dan LH menurun dan tidak terjadi
lonjakan LH (LH Surge). Menghambat perkembangan folikel dan
mencegah ovulasi. Progestogen menurunkan frekuensi pelepasan
(FSH) dan (LH) (Baziad, A., 2002).
2. Lendir serviks menjadi kental dan sedikit, mengalami penebalan
mukus serviks yang mengganggu penetrasi sperma. Perubahan –
perubahan siklus yang normal pada lendir serviks.Secret dari serviks
tetap dalam keadaan di bawah pengaruh progesteron hingga
menyulitkan penetrasi spermatozoa (BKKBN, 1998).
3. Membuat endometrium menjadi kurang layak/baik untuk implantasi
dari ovum yang telah di buahi, yaitu mempengaruhi perubahan-
perubahan menjelang stadium sekresi, yang diperlukan sebagai
persiapan endometrium untuk memungkinkan nidasi dari ovum yang
telah di buahi (BKKBN, 1998).
4. Mungkin mempengaruhi kecepatan transpor ovum di dalam tuba
fallopi atau memberikan perubahan terhadap kecepatan transportasi
ovum (telur) melalui tuba (BKKBN, 1998).
2.2.4. Keuntungan Kontrasepsi Suntik
Adapun keuntungan dalam menggunakan alat kontrasepsi suntik
sebagai berikut :
1. Sangat efektif , karena mudah digunakan tidak memerlukan aksi sehari
haridalam penggunaan kontrasepsi suntik ini tidak banyak di pengaruhi
kelalaian atau faktor lupa dan sangat praktis(BKKBN, 1998).
2. Meningkatkan kuantitas air susu pada ibu yang menyusui, Hormon
progesteron dapat meningkatkan kuantitas air susu ibu sehingga
kontrasepsi suntik sangat cocok pada ibu menyusui. Konsentrasi hormon
di dalam air susu ibu sangat kecil dan tidak di temukan adanya efek
hormon pada pertumbuhan serta perkembangan bayi.
3. Efek samping sangat kecil yaitu tidak mempunyai efek yang serius
terhadap kesehatan.
4. Tidak berpengaruh pada hubungan suami istri
5. Penggunaan jangka panjang
Sangat cocok pada wanita yang telah mempunyai cukup anak akan tetapi
masih enggan atau tidak bisa untuk dilakukan sterilisasi. Dapat digunakan
oleh perempuan usia > 35 tahun (Spreff, L., dkk. 2000).
2.2.5. Efek samping Kontrasepsi Suntik
Gangguan haid, ini yang paling sering terjadi dan yang paling
menggangu. Pola haid yang normal dapat berubah menjadi amenore,
perdarahan bercak, perubahan dalam frekuensi lama dan jumlah darah
yang hilang. Efek pada pola haid tergantung pada lama pemakaian.
Perdarahan inter-menstrual dan perdarahan bercak berkurang dengan
jalannya waktu, sedangkan kejadian amenore bertambah tetapi
sebenarnya efek ini memberikan keuntungan yakni mengurangi terjadinya
anemia. Tidak mnjadi masalah karena darah tidak akan menggumpal
didalam rahim.Amenore disebabkan perubahan hormon didalam tubuh
dan kejadian amenore biasa pada peserta kontrasepsi suntikan. Insidens
yang tinggi dari amenore diduga berhubungan dengan atrofi
endometrium(Kurniawati, Y., 2008).
Berat badan yang bertambah, umumnya pertambahan berat badan
tidak terlalu besar, bervariasi antara kurang dari 1 kg sampai 5 kg dalam
tahun pertama. Pertambahan berat badan tidak jelas. Tampaknya terjadi
karena bertambahnya lemak tubuh. Hipotesa para ahli ini diakibatkan
hormon merangsang pusat pengendali nafsu makan di hipotalamus yang
menyebabkan akseptor makan lebih banyak daripada biasanya.
Keluhan- keluhan lainnya berupa mual, muntah, sakit kepala,
panas dingin, pegal-pegal, nyeri perut dan lain-lain. Tidak dapat dihentikan
sewaktu-waktu sebelum suntikan berikut. Tidak menjamin perlindungan
terhadap penularan infeksi menular seksual, hepatitis B virus, atau infeksi
virus HIV. Terlambatnya kembali kesuburan setelah penghentian
pemakaian bukan karena terjadinya kerusakan atau kelainan pada organ
genitalia, melainkan karena belum habisnya pelepasan obat suntikan dari
deponya (tempat suntikan). Pada penggunaan jangka panjang yaitu diatas
3 tahun penggunaan dapat menurunkan kepadatan tulang, menimbulkan
kekeringan pada vagina, menurunkan libido.
2.2.6. Efektivitas Kontrasepsi Suntik
Pada suntikan kombinasi efektifitasnya 1 – 4 kehamilan per 1000
perempuan sebelum tahun pertama penggunaan, sedangkan suntikan
progestin 3 kehamilan per 1000 perempuan per tahun asal
penyuntikannya dilakukan secara teratur sesuai jadwal yang telah
ditentukan. Kegagalan yang terjadi pada umumnya dikarenakan oleh
ketidakpatuhan untuk datang pada jadwal suntikan yang telah di tentukan
atau teknik penyuntikan yang salah. Injeksinya harus benar-benar
intragluteal (Spreff, L., dkk. 2000).
2.2.7. Penggunaan Kontrasepsi Suntik
1. Boleh Menggunakan Kontrasepsi Suntikan Progestin
a. Usia reproduksi
b. Menghendaki kontrasepsi jangka panjang dan yang memiliki
efektifitas tinggi
c. Menyusui
d. Setelah melahirkan dan tidak mnyusui.
e. Setelah abortus atau keguguran
f. Tidak banyak anak, tetapi belum menghendaki tubektomi
g. Perokok
h. Tekanan darah < 180/110 mmHg, dengan masalah gangguan
pembekuan darah atau anemia.
i. Tidak dapat memakai kontrasepsi yang mengandung estrogen
2. Tidak Boleh Menggunakan Kontrasepsi Suntikan Progestin
a. Hamil atau dicurigai hamil
b. Perdarahan pervaginam yang belum jelas penyebabnya
c. Tidak dapat menerima terjadinya gangguan haid, terutama
amenorea
d. Menderita kanker payudara atau riwayat kanker payudara
e. Diabetes melitus disertai komplikasi.
3. Boleh Menggunakan Kontrasepsi Suntikan Kombinasi
a. Usia reproduksi.
b. Telah memiliki anak, ataupun yang belum memiliki anak.
c. Ingin mendapatkan kontrasepsi dengan efektifitas yang tinggi.
d. Menyusui diatas 6 minggu pascapersalinan dan tidak menyusui.
e. Anemia.
f. Haid teratur.
g. Riwayat kehamilan ektopik.
4. Tidak Boleh Menggunakan Kontrasepsi Suntikan Kombinasi
a. Hamil atau diduga hamil.
b. Menyusui dibawah umur 6 minggu pasca persalinan.
c. Perdarahan pervaginam yang belum jelas penyebabnya.
d. Penyakit hati akut (virus hepatitis).
e. Usia > 35 tahun
f. Riwayat penyakit jantung, stroke, atau dengan tekanan darah tinggi
(180/110 mmHg)
g. Riwayat kelainan tromboemboli atau dengan kencing manis > 20
tahun
h. Kelainan pembuluh darah yang menyebabkan sakit kepala atau
migrain
i. Keganasan pada payudara
(Arum, D., dkk. 2009).
2.2.8. Waktu Mulai Menggunakan Kontrasepsi Suntik
1. Waktu Mulai Menggunakan Kontrasepsi Suntikan Progestin
Adapun waktu mulai menggunakan kontrasepsi suntikan progestin
adalah sebagai berikut:
a. Mulai hari pertama sampai hari ke 7 siklus haid.
b. Pada ibu yang tidak haid, injeksi pertama dapat diberikan setiap saat,
asalkan saja ibu tersebut tidak hamil. Selama 7 hari setelah suntikan tidak
boleh melakukan hubungan seksual.
c. Ibu yang menggunakan kontrasepsi hormonal lain dan ingin mengganti
dengan kontrasepsi suntikan. Bila ibu telah menggunakan kontrasepsi
hormonal sebelumnya secara benar, dan ibu tersebut tidak hamil,
suntikanpertama dapat segera diberikan. Tidak perlu menunggu sampai
haid berikutnya datang.
d. Bila ibu sedang menggunakan jenis kontrasepsi jenis lain dan ingin
menggantinya dengan jenis kontrasepsi suntikan yang lain lagi,
kontrasepsi suntikan yang akan diberikan dimulai pada saat jadwal
kontrasepsi suntikan sebelumnya.
e. Ibu yang menggunakan kontrasepsi non hormonal dan ingin
menggantinya dengan kontrasepsi hormonal, suntikan pertama
kontrasepsi hormonal yang akan diberikan dapat segera diberikan, asal
saja ibu tersebut tidak hamil, dan pemberiannya tidak perlu menunggu
haid berikutnya datang. Bila ibu disuntik setelah hari ke 7 haid, ibu
tersebut selama 7 hari setelah suntikan tidak boleh melakukan hubungan
seksual.
2. Waktu Mulai Menggunakam Kontrasepsi Suntikan Kombinasi
a. Suntikan pertama dapat diberikan dalam waktu 7 hari siklus haid. Tidak
diperlukan kontrasepsi tambahan.
b. Bila suntikan pertama diberikan setelah haid ke 7 siklus haid, tidak boleh
melakukan hubungan seksual selama 7 hari atau menggunakan metode
kontrasepsi yang lain selama masa waktu 7 hari
c. Bila Ibu tersebut pasca persalinan 6 bulan, menyusui, serta belum haid,
suntikan pertama dapat diberikan, asal saja dapat dipastikan tidak hamil
d. Bila pasca persalinan > 6 bulan, menyusui, serta telah mendapat haid,
maka suntikan pertama diberikan pada siklus haid hari 1 dan 7.Bila pasca
persalinan < 6 bulan dan menyususi, jangan diberi suntikan kombinasi.
e. Pasca keguguran, suntikan kombinasi dapat segera diberikan atau dalam
waktu 7 hari
f. Ibu yang menggunakan kontrasepsi hormonal lain dan ingin mengganti
dengan kontrasepsi suntikan. Bila ibu telah menggunakan kontrasepsi
hormonal sebelumnya secara benar, dan ibu tersebut tidak hamil, suntikan
pertama dapat segera diberikan. Tidak perlu menunggu sampai haid
berikutnya datang.
g. Bila ibu sedang menggunakan jenis kontrasepsi jenis lain dan ingin
menggantinya dengan jenis kontrasepsi suntikan yang lain lagi,
kontrasepsi suntikan yang akan diberikan dimulai pada saat jadwal
kontrasepsi suntikan sebelumnya. Ibu yang menggunakan kontrasepsi
non hormonal dan ingin menggantinya (Arum, D., dkk. 2009).
2.2.9. Cara Penggunaan Kontrasepsi Suntik
Kontrasepsi suntikan progestin jenis DMPA di berikan setiap 3
bulan dengan cara di suntik intramuskular dalam di daerah glutea. Apabila
suntikan di berikan terlalu dangkal, penyerapan kontrasepsi suntikan akan
lambat dan tidak bekerja segera dan tidak efektif. Suntikan di berikan
setiap 90 hari. Pemberian kontrasepsi suntikan Noristerat diberikan setiap
8 minggu (Siswosudarmo, dkk., 2001).
Sedangkan untuk suntikan kombinasi di berikan setiap bulan
dengan intramuskular dalam dan datang kembali setiap 4 minggu.
Suntikan ulang di berikan7 hari lebih awal, dengan kemungkinan terjadi
gangguan perdarahan. Dapat juga di berikan setelah 7 hari dari jadwal
yang telah di tentukan, asal saja di yakini ibu tersebut tidak hamil
(Saifuddin., 2003).
2.3. Gangguan Menstruasi
2.3.1. Pengertian menstruasi
Menstruasi merupakan siklus yang kompleks dan berkaitan dengan
psikologis-pancaindra, korteks serebri, aksis hipotalamus-hipofisis-ovarial,
dan endrogen (uterus-endometrium dan alat seks sekunder).Pola haid
merupakan suatu siklus menstruasi normal, dengan menarche sebagai
titik awal. Pada umumnya menstruasi akan berlangsung setiap 28 hari
selama lebih kurang 7 hari. Lama perdarahannya sekitar 3-5 hari, ada
yang 1-2 hari diikuti darah yang sedikit-sedikit dan tidak terasa nyeri.
Jumlah darah yang hilang sekitar 30-40 cc. Puncaknya hari ke-2 atau ke-3
dengan jumlah pemakaian pembalut sekitar 2-3 buah (Manuaba, 2008).
Panjang siklus haid ialah jarak antara tanggal mulainya haid yang
lalu dan mulainya haid berikutnya. Hari mulainya perdarahan dinamakan
hari pertama siklus (Sarwono, 2002). Menurut Bobak (2000), menstruasi
atau haid adalah perdarahan periodik pada uterus yang dimulai sekitar 14
hari setelah ovulasi. menstruasi ini merupakan peristiwa yang dialami
setiap perempuan. Seorang perempuan yang pertama kali mendapat haid
adalah pertanda bahwa ia siap bereproduksi atau menghasilkan
keturunan.
Perubahan siklus haid merupakan suatu keadaan siklus haid yang
berbeda dengan yang sebelumnya, yang diukur mulai dari siklus
menstruasi normal, dengan menarche sebagai titik awal, yang dapat
berkisar kurang dari batas normal sekitar 22– 35 hari (Varney, 2007).
2.3.2. Siklus Menstruasi
Ciri khas kedewasaan wanita ditandai dengan adanya perubahan-
perubahan siklius pada alat kandungan sebagai persiapan untuk suatu
kehamilan. Peristiwa penting tersebut ditandai dengan datangnya haid
yaitu pengeluaran darah tiap bulan dari rahim. Ada pameo yang
mengatakan, ketika haid, rahim menangis karena pembuahan tidak
kunjung terjadi. Pendarahan akibat runtuhnya dinding lapisan dalam rahim
adalah puncak dari serangkaian peristiwa saling berkaitan, yang bertujuan
mempersiapkan rahim menampung sel telur yang dibuahi. Bila kehamilan
tidak terjadi, dinding yang sudah dipersiapkan itu mengelupas. Siklus baru
yang sama dimulai lagi.
Pengendali utama dari semua peristiwa itu ialah hipotalamus.
Bagian otak itu pun masih dapat dipengaruhi oleh emosi dan kekecewaan.
Terbukti dari kenyataan, haid dapat dipengaruhi oleh pikiran yang kacau,
atau perjalanan, dan pindah pekerjaan. Lamanya haid terhenti tidak selalu
dapat dipastikan. Ada yang dua atau tiga bulan kemudian datang kembali,
dan ada pula yang sampai setahun penuh, bahkan dapat pula lebih.
Wanita yang mengalami hal ini, memerlukan pemeriksaan yang cermat
terhadap kemungkinan menderita penyakit yang dapat menyebabkan
amenorea.
1. Gambaran Klinis Menstruasi
Sebagian besar wanita pertengahan usia reproduktif, perdarahan
menstruasi terjadi setiap 25-35 hari dengan median panjang siklus adalah
28 hari. Wanita dengan siklus ovulatorik, selang waktu antara awal
menstruasi hingga ovulasi – fase folikular – bervariasi lamanya. Siklus
yang diamati terjadi pada wanita yang mengalami ovulasi. Selang waktu
antara awal perdarahan menstruasi – fase luteal − relatif konstan dengan
rata-rata 14 ± 2 hari pada kebanyakan wanita (Hanafi, 2002).
Lama keluarnya darah menstruasi juga bervariasi; pada umumnya
lamanya 4 sampai 6 hari, tetapi antara 2 sampai 8 hari masih dapat
dianggap normal. Pengeluaran darah menstruasi terdiri dari fragmen-
fragmen kelupasan endrometrium yang bercampur dengan darah yang
banyaknya tidak tentu. Biasanya darahnya cair, tetapi apabila kecepatan
aliran darahnya terlalu besar, bekuan dengan berbagai ukuran sangat
mungkin ditemukan. Ketidakbekuan darah menstruasi yang biasa ini
disebabkan oleh suatu sistem fibrinolitik lokal yang aktif di dalam
endometrium.
Rata-rata banyaknya darah yang hilang pada wanita normal selama
satu periode menstruasi telah ditentukan oleh beberapa kelompok peneliti,
yaitu 25-60 ml. Konsentrasi Hb normal 14 gr per dl dan kandungan besi
Hb 3,4 mg per g, volume darah ini mengandung 12-29 mg besi dan
menggambarkan kehilangan darah yang sama dengan 0,4 sampai 1,0 mg
besi untuk setiap hari siklus tersebut atau 150 sampai 400 mg per tahun
(Bobak, 2004).
2. Aspek Hormonal Selama Siklus Menstruasi
Mamalia, khususnya manusia, siklus reproduksinya melibatkan
berbagai organ, yaitu uterus, ovarium, vagina, dan mammae yang
berlangsung dalam waktu tertentu atau adanya sinkronisasi, maka hal ini
dimungkinkan adanya pengaturan koordinasi yang disebut hormon.
Hormon adalah zat kimia yang dihasilkan oleh kelenjar endokrin, yang
langsung dialirkan dalam peredaran darah dan mempengaruhi organ
tertentu yang disebut organ target. Hormon-hormon yang berhubungan
dengan siklus menstruasi ialah :
a. Hormon-hormon yang dihasilkan gonadotropin hipofisis :
1) Luteinizing Hormon (LH)
2) Folikel Stimulating Hormon (FSH)
3) Prolaktin Releasing Hormon (PRH)
b. Steroid ovarium
Ovarium menghasilkan progestrin, androgen, dan estrogen. Banyak
dari steroid yang dihasilkan ini juga disekresi oleh kelenjar adrenal
atau dapat dibentuk di jaringan perifer melalui pengubahan
prekursor-prekursor steroid lain; konsekuensinya, kadar plasma dari
hormon-hormon ini tidak dapat langsung mencerminkan aktivitas
steroidogenik dari ovarium.
3. Fase-fase dalam Siklus Menstruasi
Setiap satu siklus menstruasi terdapat 4 fase perubahan yang
terjadi dalam uterus. Fase-fase ini merupakan hasil kerjasama yang
sangat terkoordinasi antara hipofisis anterior, ovarium, dan uterus (Bobak,
2004).
Fase-fase tersebut adalah :
a. Fase menstruasi atau deskuamasi
Fase ini endometrium terlepas dari dinding uterus dengan disertai
pendarahan dan lapisan yang masih utuh hanya stratum basale. Fase ini
berlangsung selama lima hari (rentang tiga sampai enam hari). Pada awal
fase menstruasi kadar estrogen, progeseron, LH (Luteinizing Hormon)
menurun atau pada kadar terendahnya selama siklus dan kadar FSH
(Folikel Stimulating Hormon) baru mulai meningkat.
b. Fase pascamenstruasi atau fase regenerasi
Fase ini, terjadi penyembuhan luka akibat lepasnya endometrium. Kondisi
ini mulai sejak fase menstruasi terjadi dan berlangsung selama ± 4 hari.
c. Fase intermenstum atau fase proliferasi
Fase ini merupakan periode pertumbuhan cepat yang berlangsung sejak
sekitar hari kelima ovulasi, misalnya hari ke-10 siklus 24 hari, hari ke-15
siklus 28 hari, hari ke-18 siklus 32 hari. Permukaan endometrium secara
lengkap kembali normal dalam sekitar empat hari atau menjelang
perdarahan berhenti. Sejak saat ini, terjadi penebalan 8-10 kali lipat, yang
berakhir saat ovulasi. Fase intermenstum atau fase proliferasi tergantung
pada stimulasi estrogen yang berasal dari folike ovarium.
Fase proliferasi dibagi menjadi 3 tahap, yaitu :
1) Fase proliferasi dini, terjadi pada hari ke-4 sampai hari ke-7.
Fase ini dapat dikenali dari epitel permukaan yang tipis dan
adanya regenerasi epitel.
2) Fase proliferasi madya, terjadi pada hari ke-8 sampai hari ke-
10. Fase ini merupakan bentuk transisi dan dapat dikenali dari
epitel permukaan yang berbentuk torak yang tinggi.
3) Fase proliferasi akhir, berlangsung antara hari ke-11 sampai
hari ke-14. Fase ini dapat dikenali dari permukaan yang tidak
rata dan dijumpai banyaknya mitosis.
d. Fase pramenstruasi atau fase sekresi
Fase ini berlangsung dari hari ke-14 sampai ke-28. Fase ini endometrium
kira-kira tetap tebalnya, tetapi bentuk kelenjar berubah menjadi panjang
berkelok-kelok dan mengeluarkan getah yang makin lama makin nyata.
Bagian dalam sel endometrium terdapat glikogen dan kapur yang
diperlukan sebagai bahan makanan untuk telur yang dibuahi.
Fase sekresi dibagi dalam 2 tahap, yaitu :
1) Fase sekresi dini, pada fase ini endometrium lebih tipis dari
fase sebelumnya karena kehilangan cairan.
2) Fase sekresi lanjut, pada fase ini kelenjar dalam endometrium
berkembang dan menjadi lebih berkelok-kelok dan sekresi
mulai mengeluarkan getah yang mengandung glikogen dan
lemak. Endometrium menjadi kaya dengan darah dan sekresi
kelenjar. Akhir masa ini, stroma endometrium berubah kearah
sel-sel; desidua, terutama yang ada di seputar pembuluh-
pembuluh arterial. Keadaan ini memudahkan terjadinya nidasi
(Hanafiah, 1997).
4. Mekanisme siklus menstruasi
Selama haid, pada hari bermulanya diambil sebagai hari pertama
dari siklus yang baru. Akan terjadi lagi peningkatan dari FSH sampai
mencapai kadar 5 mg/ml (atau setara dengan 10 mUI/ml), dibawah
pengaruh sinergis kedua gonadotropin, folikel yang berkembang ini
menghasilkan estradiol dalam jumlah yang banyak. Peningkatan serum
yang terus-menerus pada akhir fase folikuler akan menekan FSH dari
hipofisis. Dua hari sebelum ovulasi, kadar estradiol mencapai 150-400
pg/ml. Kadar tersebut melebihi nilai ambang rangsang untuk pengeluaran
gonadotropin praovulasi. Akibatnya FSH dan LH dalam serum akan
meningkat dan mencapai puncaknya satu hari sebelum ovulasi. Saat yang
sama pula, kadar estradiol akan kembali menurun. Kadar maksimal LH
berkisar antara 8 dan 35 ng/ml atau setara dengan 30-40 mUI/ml, dan
FSH antara 4-10 ng/ ml atau setara dengan 15-45 mUI/ml.
Terjadinya puncak LH dan FSH pada hari ke-14, maka pada saat
ini folikel akan mulai pecah dan satu hari kemudian akan timbul ovulasi.
Bersamaan dengan ini dimulailah pembentukan dan pematangan korpus
luteum yang disertai dengan meningkatnya kadar progesteron, sedangkan
gonadotropin mulai turun kembali. Peningkatan progesteron tersebut tidak
selalu memberi arti, bahwa ovulasi telah terjadi dengan baik, karena pada
beberapa wanita yang tidak terjadi ovulasi tetap dijumpai suhu basal
badan dan endometrium sesuai dengan fase luteal.
2.3.3. Gangguan menstruasi
Menstruasi pada awalnya terjadi secara tidak teratur sampai
mencapai umur 18 tahun setelah itu harus sudah teratur. Menstruasi
dianggap normal jika terjadi dengan interval 22-35 hari (dari hari pertama
menstruasi sampai pada permulaan periode menstruasi berikutnya) dan
pengeluaran darah menstruasi berlangsung 1-8 hari. Jumlah rata-rata
hilangnya darah selama menstruasi adalah 50 ml (rentang 20-80 ml), atau
2-5 kali pergantian pembalut/hari. (Manuaba, 1999).
Gangguan menstruasi paling umum terjadi pad awal dan akhir
masa reproduktif, yaitu di bawah usia 19 tahun dan di atas 39 tahun.
Gangguan ini mungkin berkaitan dengan lamanya siklus haid, atau jumlah
dan lamanya menstruasi. Seorang wanita dapat mengalami kedua
gangguan itu (Jones, 2002).
Gangguan haid dan siklusnya khususnya dalam masa reproduksi
dapat digolongkan dalam :
1. Perubahan pada siklus haid
a. Polimenorea
Yaitu siklus haid pendek dari biasanya (kurang dari 21 hari
pendarahan).
Polimenorea dapat disebabkan oleh gangguan hormonal yang
mengakibatkan gangguan ovulasi, akan menjadi pendeknya masa
luteal. Penyebabnya ialah kongesti ovarium karena peradangan,
endometritis, dan sebagainya.
b. Oligomenorea
Yaitu siklus haid lebih panjang, lebih dari 35 hari. Perdarahan pada
oligomenorea biasanya berkurang. Penyebabnya adalah gangguan
hormonal, ansietas dan stress, penyakit kronis, obat-obatan tertentu,
bahaya di tempat kerja dan lingkungan, status penyakit nutrisi yang
buruk, olah raga yang berat, penurunan berat badan yang signifikan.
c. Amenorea
Merupakan perubahan umum yang terjadi pada beberapa titik dalam
sebagian besar siklus menstruasi wanita dewasa. Sepanjang
kehidupan individu, tidak adanya menstruasi dapat berkaitan dengan
kejadian hidup yang normal seperti kehamilan, menopause, atau
penggunaan metode pengendalian kehamilan. Selain itu, terdapat
beberapa keadaan atau kondisi yang berhubungan dengan
amenorea yang abnormal.
Amenorea dibagi menjadi dua bagian besar :
1) Amenorea primer di mana seorang wanita tidak pernah
mendapatkan sampai umur 18 tahun. Terutama gangguan poros
hipotalamus, hipofisis, ovarium, dan tidak terbentuknya alat
genitalia.
2) Amenorea sekunder, pernah beberapa kali mendapat menstruasi
sampai umur 18 tahun dan diikuti oleh kegagalan menstruasi
dengan melewati waktu 3 bulan atau lebih. Penyebabnya
sebagian besar bersumber dari penyebab yang mungkin dapat
ditegakkan.
Sebab terjadinya amenorea:
a) Fisiologis : sebelum menarche, hamil dan laktasi dan
menopause senium
b) Kelainan congenital
c) Didapatkan : infeksi genitalia, tindakan tertentu, kelainan
hormonal, tumor pada poros hipotalamus-hipofisis atau
ovarium, kelainan dan kekurangan gizi (Manuaba, 2008).
2. Perubahan jumlah darah haid
a. Hipermenorea atau menoragia
Hipermenorea adalah pendarahan haid yang lebih banyak dari normal
(lebih dari 8 hari). Terjadinya pada masa haid yang mana haid itu sendiri
teratur atau tidak. Pendarahan semacam ini sering terjadi dan haidnya
biasanya anovoasi penyebab terjadinya menoragia kemungkinan terdapat
mioma uteri, polip endometrium atau hyperplasia endometrium (penebalan
dinding rahim, dan biasanya terjadi pada ketegangan psikologi (Chalik,
1998).
b. Hipomenorea
Hipomenorea adalah pendarahan haid yang lebih pendek dari biasa
dan/atau lebih kurang dari biasa penyebabnya kemungkinan gangguan
hormonal, kondisi wanita dengan penyakit tertentu.
3. Gangguan pada siklus dan jumlah darah haid
Pada keadaan ini terdapat gangguan siklus menstruasi, perdarahan
terjadi dengan interval yang tidak teratur, dengan jumlah darah
menstruasi bervariasi, pola menstruasi ini disebut metrorargia (Jones,
2002).
2.3.4. Penyebab Terganggunya Menstruasi
Banyak penyebab kenapa siklus haid menjadi panjang atau
sebaliknya. Penanganan kasus dengan siklus haid yang tidak normal,
tidak berdasarkan kepada panjang atau pendeknya sebuah siklus haid,
melainkan berdasarkan kelainan yang dijumpai :
1. Fungsi hormon terganggu
Haid terkait erat dengan sistem hormon yang diatur di otak, tepatnya di
kelenjar hipofisa. Sistem hormonal ini akan mengirim sinyal ke indung
telur untuk memproduksi sel telur. Bila sistem pengaturan ini terganggu,
otomatis siklus haid pun akan terganggu.
2. Kelainan Sistemik
Tubuhnya sangat gemuk atau kurus dapat mempengaruhi siklus
haidnya karena sistem metabolisme di dalam tubuhnya tak bekerja
dengan baik, atau wanita yang menderita penyakit diabetes, juga akan
mempengaruhi sistem metabolisme sehingga siklus haidnya pun tak
teratur.
3. Stress
Stress akan mengganggu sistem metabolisme di dalam tubuh, karena
stress, wanita akan menjadi mudah lelah, berat badan turun drastis,
bahkan sakit-sakitan, sehingga metabolisme terganggu. Bila
metabolisme terganggu, siklus haid pun ikut terganggu.
4. Kelenjar Gondok
Terganggunya fungsi kelenjar gondok/tiroid juga bias menjadi penyebab
tidak teraturnya siklus haid. Gangguan bisa berupa produksi kelenjar
gondok yang terlalu tinggi (hipertiroid) maupun terlalu rendah
(hipertiroid), yang dapat mengakibatkan sistem hormonal tubuh ikut
terganggu.
5. Hormon prolakin berlebih
Hormon prolaktin dapat menyebabkan seorang wanita tidak haid,
karena memang hormon ini menekan tingkat kesuburan. Pada wanita
yang tidak sedang menyusui hormone prolaktin juga bisa tinggi,
buasanya disebabkan kelainan pada kelenjar hipofisis yang terletak di
dalam kepala (Sahara, 2009).
2.4. Kerangka konsep penelitian
Sesuai dengan tujuan penelitian, maka kerangka konsep
penelitian ini dapat digambarkan sebagai berikut :Skema 2.1.
Kerangka Konsep Penelitian
Pemakaian alat kontrasepsi suntikGangguan Menstruasi
2.5. Hipotesa penelitian
Hipotesa yang digunakan dalam penelitian ini adalah :
1. Hipotesa alternatif (Ha), yaitu : adanya hubungan pemakaian alat
kontrasepsi suntik dengan gangguan menstruasi pada ibu di klinik bersalin
D. Damanik Kecamatan Poriaha Kabupaten Tapanuli Tengah
2. Hipotesa nol (Ho), yaitu : tidak ada hubungan pemakaian alat kontrasepsi
suntik dengan gangguan menstruasi pada ibu di klinik bersalin D.
Damanik Kecamatan Poriaha Kabupaten Tapanuli Tengah
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1. Jenis dan rancangan penelitian
Penelitian ini merupakan jenis penelitian deskriptif korelatif
dengan rancangan penelitian cross sectional yang bertujuan untuk
mengetahui hubungan antara variabel independen (pemakaian alat
kontrasepsi suntik) dengan variabel dependen (gangguan menstruasi).
3.2. Lokasi dan waktu penelitian
3.2.1. Lokasi penelitian
Penelitian dilaksanakan di klinik bersalin D. Damanik Kecamatan
Poriaha Kabupaten Tapanuli Tengah.
3.2.2. Waktu penelitian
Penelitian dilaksanakan pada bulan Juli 2012.
3.3. Populasi dan sampel penelitian
3.3.1. Populasi penelitian
Populasi penelitian ini adalah seluruh ibu yang pernah memakai
alat kontrasepsi suntik di klinik bersalin D. Damanik Kecamatan Poriaha
Kabupaten Tapanuli Tengah pada bulan Juni sampai Juli 2012 berjumlah
39 ibu.
3.3.2. Sampel penelitian
Pengambilan sampel dilakukan secara total sampling atau total
populasi yaitu seluruh ibu yang pernah memakai alat kontrasepsi suntik di
klinik bersalin D. Damanik Kecamatan Poriaha Kabupaten Tapanuli
Tengah pada bulan Juni sampai Juli 2012 berjumlah 39 ibu.
3.4. Metode pengumpulan data
Penelitian ini menggunakan data primer yaitu melalui kuesioner
peneltian. Kuesioner penelitian terdiri dari 3 bagian, yaitu data demografi
responden, pertanyaan tentang pemakaian alat kontrasepsi dan
pertanyaan tentang gangguan menstruasi.
Penelitian ini juga menggunakan data sekunder yaitu data
tentang jumlah ibu yang pernah memakai alat kontrasepsi suntik di klinik
bersalin D. Damanik Kecamatan Poriaha Kabupaten Tapanuli Tengah
pada bulan Juni sampai Juli 2012.
3.5. Defenisi operasional variabel penelitian
3.5.1. Variabel Independen
Pemakaian alat kontrasepsi suntik adalah tindakan ibu dalam
memilih jenis kontrasepsi suntik yang digunakan :
a. Cyclofem
b. Depoprogestron
3.5.2. Variabel dependen
Gangguan menstruasi adalah keluhan terkait menstruasi yang
dirasakan oleh ibu selama memakai alat kontrasepsi suntik.
3.6. Aspek pengkuran
3.6.1. Variabel Independen
Pemakaian alat kontrasepsi suntik diukur dengan menggunakan
kuesioner penelitian. Kuesioner penelitian berisi tentang pertanyaan
tentang pemakaian alat kontrasepsi suntik.
Hasil ukur :
a. User Depo medroksiprogesteron asetat, yaitu jika ibu diberikan DMPA
yang diberikan setiap 3 bulan.
b. User Depo noretisteron enantat, yaitu jika ibu diberikan Noretdon Enantat
diberikan setiap 2 bulan.
3.6.2. Variabel dependen
Gangguan menstruasi diukur menggunakan kuesioner penelitian.
Kuesioner penelitian berisi pertanyaan tentang gangguan mentruasi yang
dialami oleh si ibu setelah menggunakan alat kontrasepsi suntik.
Hasil ukur :
a. Terjadi ganggaun menstruasi : jika ibu mengalami gangguan mentruasi
setelah menggunakan alat kontrasepsi suntik. Tandanya adalah ibu
mengalami
b. Terjadi ada ganggaun menstruasi : jika ibu tidak mengalami gangguan
mentruasi setelah menggunakan alat kontrasepsi suntik.
3.7. Tehnik Analisa Data
Setelah data dikumpulkan, maka dilakukan pengolahan data
dengan langkah-langkah sebagai berikut (Ali, 2010).
1. Editing (Pengeditan)
Setelah daftar pertanyaan yang sudah di isi diterima kembali, maka
perlu dibaca kembali, yang kurang jelas diperbaiki, kalau masih ada
yang belum sesuai dan belum konsisten jawaban dan
pertanyaan dikembalikan dengan responden untuk diperbaiki atau di isi
kembali. Dengan demikian bahan tersebut sudah diterima baik/tidak
ada kesalahan.
2. Coding (pengkodean)
Setelah lembar data/pertanyaan itu benar akan dilakukan
pengkodean. Pengkodean disini dimaksudkan pemberian kode
jawaban secara angka atau kode tertentu sehingga lebih mudah
ditabulasi.
3. Transfering
Transfering disini dimaksudkan memudahkan jawaban/kode jawaban
ke dalam media tertentu, misalnya master tabel.
4. Tabulasi data
Data yang sudah dikumpulkan tadi dimasukkan ke dalam daftar
tabel yang telah disiapkan.
Analisa data yang dilakukan pada penelitian ini adalah (Aziz Alimul,
2007):
1. Analisa univariat
Analisa univariat dilakukan untuk membuat gambaran atau deskripsi suatu
variabel penelitian yang disajikan dalam distribusi frekuensi dan
persentase. Pada penelitian ini bertujuan untuk mengetahui distribusi
frekuensi dan persentase pemakaian alat kontrasepsi suntik dan distribusi
frekuensi danpersentase gangguan menstruasi.
2. Analisa Bivariat
Analisa bivariat digunakan untuk mengetahui hubungan atau pengaruh
variabel independen terhadap perilaku dependen. Pada penelitian ini
untuk mengetahui hubungan pemakaian alat kontrasepsi
suntik terhadap gangguan menstruasi. Uji statistik yang digunakan adalah
uji chi-square dengan rumus :