bab i
TRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sebenarnya, pembahasan masa khalifah Ali ra sudah banyak dilakukan oleh
para mu’arrikhin. Ada yang menganalisa masa khalifah Ali dari segi politiknya,
seperti yang dilakukan oleh dosen STID Mohammad Natsir, Jeje Zainudin Abu
Himam, MA, dalam buku yang berjudul “Akar Konflik Umat Islam; Sebuah
Pelajaran dari Konflik Politik Pada Zaman Sahabat”. Meskipun dalam judul
bukunya terdapat kata “Zaman Sahabat”, namun fokusnya adalah masa khalifah
Ali ra. Buku itu secara spesifik membahas tentang konflik politik yang terjadi
pada masa pemerintahan Ali bin Abi Thalib. Buku itu cukup representatif untuk
meng-counter buku-buku sejarah Islam yang ada di Indonesia yang tidak adil
dalam memaparkan sejarah tentang Ali ra. Ada juga yang membahas masa
khalifah Ali dengan tujuan memberikan deskripsi yang utuh dan menyeluruh,
seperti yang dilakukan Husain Haikal. Ada juga buku yang membahas Ali ra, -
yang menurut kami tidak proposional/subyektif– sebagai sosok yang telah
dicederai oleh para ulama Sunni, seperti yang dilakukan oleh George Jordac.
Jordac dalam bukunya tersebut menyebut bahwa Abdullah bin Saba yang sering
disebut Sunni sebagai tokoh fiktif yang sengaja dibuat-buat.
Tentunya, membahas khalifah Ali dalam sebuah makalah yang sederhana
tidaklah akan cukup dan memuaskan. Namun, belajar dari uraian buku-buku di
atas, kami berusaha untuk memberikan beberapa analisa dengan menggunakan
buku-buku itu, untuk kemudian menguatkan atau bahkan mengkritisi, bila
memang terdapat pernyataan-pernyataan yang tidak sesuai dengan data-data
sejarah yang ada. Kami akan mulai pembahasan ini dengan menganalisa situasi
di akhir pemerintahan Utsman bin Affan. Kemudian akan kami bahas tentang
pemerintahan Ali dan berbagai peristiwa penting yang terjadi. Adapun masalah
futuhat, di sini kami akan membahasnya secara sepintas. Di makalah ini juga,
kami tidak akan menhadirkan biografi Ali, sebab yang jadi fokusan kami adalah
1
masa kekhalifahannya. Ini sengaja kami lakukan agar tidak memperlebar
pembahasan.
B. Rumusan Masalah
Makalah ini membahas tentang :
1. Riwayat Hidup Ali Bin Abi Thalib
2. Bentuk Pemerintahan
3. Perang Saudara Yang Terjadi
4. Pengangkatan Hasan Bin Ali dab amul jamaah
C. Tujuan
Tujuan Penulisan makalah ini adalah untuk mengetahui lebih jauh tentang
1. Riwayat Hidup Ali Bin Abi Thalib
2. Bentuk Pemerintahan
3. Perang Saudara Yang Terjadi
4. Pengangkatan Hasan Bin Ali dab amul jamaah
2
BAB II
PEMBAHASAN
A. Riwayat Hidup
Alī bin Abī Thālib (599 – 661) adalah salah seorang pemeluk Islam
pertama dan juga keluarga dari Nabi Muhammad. Menurut Islam Sunni, ia
adalah Khalifah terakhir dari Khulafaur Rasyidin. Sedangkan Syi'ah
berpendapat bahwa ia adalah Imam sekaligus Khalifah pertama yang dipilih
oleh Rasulullah Muhammad SAW. Uniknya meskipun Sunni tidak mengakui
konsep Imamah mereka setuju memanggil Ali dengan sebutan Imam, sehingga
Ali menjadi satu-satunya Khalifah yang sekaligus juga Imam. Ali adalah
sepupu dari Muhammad, dan setelah menikah dengan Fatimah az-Zahra, ia
menjadi menantu Muhammad.
Ali dilahirkan di Mekkah, daerah Hejaz, Jazirah Arab, pada tanggal 13
Rajab. Menurut sejarawan, Ali dilahirkan 10 tahun sebelum dimulainya
kenabian Muhammad, sekitar tahun 599 Masehi[1] atau 600[2](perkiraan).
Muslim Syi'ah percaya bahwa Ali dilahirkan di dalam Ka'bah. Usia Ali
terhadap Nabi Muhammad masih diperselisihkan hingga kini, sebagian riwayat
menyebut berbeda 25 tahun, ada yang berbeda 27 tahun, ada yang 30 tahun
bahkan 32 tahun.
Beliau bernama asli Haydar bin Abu Thalib, paman Nabi Muhammad
SAW. Haydar yang berarti Singa adalah harapan keluarga Abu Thalib untuk
mempunyai penerus yang dapat menjadi tokoh pemberani dan disegani
diantara kalangan Quraisy Mekkah.
Setelah mengetahui sepupu yang baru lahir diberi nama Haydar, Nabi
SAW terkesan tidak suka, karena itu mulai memanggil dengan Ali yang berarti
Tinggi(derajat di sisi Allah).
Dia adalah seorang shahabat Rasulullah saw yang mulia. Kita akan
berusaha memetik beberapa pelajaran penting dan ibroh dari perjalanan
kehidupannya. Shahabat yang satu ini lahir pada tahun kedua puluh sebelum
3
kenabian, tumbuh berkembang dalam didikan rumah tangga kenabian, dialah
orang pertama yang masuk Islam dari golongan anak keci;. Nabi saw bersabda
kepadanya: Tidakkah engkau rela jika kedudukan dirimu terhadapa diriku
sama seperti kedudukan Harun terhadap Musa as, hanya sanya tidak ada nabi
setelahku”.1
Dan beliau juga bersabda: Tidaklah orang yang mencintai kecuali dia
sebagai orang yang beriman dan tidaklah membencimu kecuali orang yang
munafiq”.2
Dia telah mengikuti semua peperangan bersama Rasulullah saw kecuali
perng Tabuk, dia terkenal dalam ketangguhan dalam menunggang kuda dan
keberanian, dia salah seorang yang diberi kabar gembira untuk memasuki
surga, pada saat dirinya masih hidup, dialah kesatria umat Islam ini, amirul
Mu’minin, pemimpin yang diberi petunjuk Ali bin Abi Thalib bin Abdul
Muththalib Al-Qurasy Al-Hasyimy, dia memiliki hubungan kekerabatan
dengan Nabi saw, sebagai anak dari paman beliau saw dan suami dari putri
Rasulullah saw, Fathimah ra.
Para sejarawan berpendapat bahwa kulit beliau berwarna hitam manis,
berjenggot tebal, lelaki kekar, berbadan besar, berwajah tampan, dan
kunyahnya adalah Abu Al-Hasan atau Abu Turob.
Shahabat yang satu ini memiliki memiliki citra kepahlawanan yang sangat
cemerlang sebagai bukti atas keberaniannya dalam membela agama ini. Di
antaranya, dia menginap di ranjang Rasulullah saw pada saat peristiwa hijrah,
dia mempersembahkan dirinya untuk sebuah kematian demi membela
Rasulullah saw, dialah orang pertama bersama Hamzah dan Ubaidah bin Al-
harits ra yang memenuhi panggilan perang tanding. Dan dia juga termasuk
kelompok kecil yang tetap tegar bersama Rasulullah saw pada perang Uhud.
Di antara bukti kepahlwanannya adalah apa yang tanpak jelas pada
perang Khandak, pada saat Amru bin Wud menyerang dengan kudanya, di
mana orang ini adalah salah seorang penunggang kuda tangguh terkenal suku
Quraisy, dia dengna bertopeng besai berseloroh meminta kepada kaum 1 Bagian dari hadits di dalam kitab shahih Muslim 4/1870 no: 24042 Shahih Muslim: 1/86 no: 78
4
muslimin untuk perang tanding. Dia berkata: Di manakah surga yang kalian
claim bahwa jika mati kalian pasti memasukinya?. Apakah kalian tidak
memberikan aku seorang lelaki untuk berperang melawanku?. Maka Ali bin
Abi Thalib keluar menghadapinya. Orang tersebut berkata: Kemblilah wahai
anak saudaraku, dan siapakah paman-pamanmu yang lebih tua darimu,
sesungguhnya aku tidak suka menumpahkan darah seorang lelaki sepertimu.
Maka Ali bin Abi Thalib berkata: Namun demi Allah, aku tidak sedikitpun
merasa benci menumphkan darahmu. Maka musuhnyapun marah dan turun
lalu menghunus pedangnya yang seakan kilatan api, lalu bergegas menantang
Ali dengan emosi yang meluap. Maka Alipun menghadapinya dengan sebuah
perisai lalu Amru menyabetkan pedang nya hingga menancap pada perisai
tersebut dan melukai kepala Ali, kemudian Ali memukulkan pedangnya
kepundak musuhnya sehingga musuhnya tersungkur hingga terdengarlah suara
gaduh (para prajurit), Kemudian setelah Rasulullah saw mendengar suara
takbir maka beliau mengetahui bahwa Ali telah menewaskan musuhnya, lalu
Ali melantunkan sebuah syair:
Dia membela batu-batuan (berhala) karena kebodohannya
Dan aku membela Tuhan Muhammad dengan akal yang benar
Jangan kau menyangka bahwa Allah mengecewakan agamnya
Begitu juga NabiNya, hai bala tentara yang akan berperang
Dan di antara torehan sejarah hidupnya yang baik adalah pada saat
benteng Khaibar sangat sulit ditaklukkan oleh pasukan kaum muslimin,
maka Nabi saw bersabda: Aku pasti akan memberikan pedang ini kepada
seorang lelaki di mana Allah akan memenangkan agama ini di tangannya, dia
mencintai Allah dan RasulNya”. Maka para shahabatpun melalui malam
mereka dengan penuh tanda Tanya kepada siapakah panji Islam itu akan
diberikan?. Pada saat pagi tiba para shahabat mendatangi Nabi saw dan setiap
mereka ingin jika bendera tersebut diberikan kepada dirinya sendiri. Maka
Rasulullah saw bertanya: Di manakah Ali bin Abi Thalib, mereka menjawab:
Wahai Rasulullah dia sedang sakit mata. Rasulullah bertanya kembali:
Hendaklah ada orang yang pergi memberitahukan agar dia datang‘. Maka
5
diapun datang menghadap, lalu Rasulullah saw meludahi kedua matanya dan
akhirnya sembuh sehingga sekan tidak pernah terkena penyakit apapun,
barulah beliau saw memberikan bendera peperangan kepadanya, dan Ali
bertanya kepada Rasulullah saw: Wahai Rasullah apakah aku akan memerangi
mereka sehingga mereka masuk Islam seperti kita ini?. Maka Rasulullah saw
bersabda: Berjalanlah dengan pelan sehingga engkau mendatangi mereka pada
halaman rumah mereka, kemudian serulah mereka memeluk Islam, dan
beritahukanlah kepada mereka apa-apa yang wajib atas mereka dari hak-hak
Allah, demi Allah seandainya salah seseorang mendapat hidayah disebabkan
karena usahamu maka hal itu lebih baik dari onta merah”.3
Pada saat Ali sampai di wilayah musuh, maka raja mereka bernama
Murhib keluar sambil memainkan pedangnya dengan menyenandungkan
sebuah sya’ir :
Khaibar telah mengetahui diriku bahwa aku adalah Murhib
Senjata terhunus dan pahlawan yang berpengalaman
Pada saat peperangan telah berkobar
Lalu Ali berkata menjwabnya:
Aku telah diberi nama oleh ibuku nama Haidarah
Seperti singa hutan yang berperwakan menyeramkan
Aku akan menebas kalian secepat kilat dengan pedangku
Murhib dan Ali saling berduel dengan kedua pedang mereka, dan
tebasan pedang Ali lah yang mengahiri hidup musuhnya, sehingga Allah
memberikan kemenangan atas kaum muslimin.
Selain sebagai seorang pemberani beliau juga seorang ulama bagi para
shahabat, seorang dari suku Arab yang cerdas, dan telah didatangkan kepada
Umar seorang wanita kepada Umar dan telah melahirkan seorang anak yang
telah berumur enam bulan lalu memerintahkan agar wanita tersebut direjam.
Maka Ali wa berkata kepada Umar: Wahai Amirul Mu’minin tidakkah
engakau mendengar firman Allah Ta’ala:
3 Shahih Muslim: 4/1872 no: 2406
6
Ali berkata: Masa kehamilan adalah enam bulan dan menyapihnya
dalam masa dua tahun.
Maka Umarpun menggagalkan eksekusi rejam dan dia berkomentar: Sebuah
perkara yang seandainya Abu Hasan tidak memberikan pendapat padanya
maka niscaya aku binasa.
Di antara ungkapannya yang agung adalah (Kebaikan itu bukanlah jika harta
dan anak-anakmu banyak, namun kebaikan yang sebenarnya adalah ilmumu
bertambah banyak, sikap santunmu agung, engkau berlomba-lomba dengan
orang lain dalam beribadah kepada Tuhanmu, jika kamu berlaku baik engkau
memuji Allah dan jika berlaku buruk engkau meminta ampun kepada Allah).
Di antara perkataannya adalah, “ambillah lima perkara dariku janganlah
seorang hamba mengharap kecuali kepada Tuahannya, tidak khawatir kecuali
terhadap dosa-dosanya, janganlah orang yang tidak mengetahui merasa malu
bertanya tentang apa yang tidak diketahuinya, dan janganlah orang yang alim
merasa malu mengatakan: “Allah yang lebih mengetahui” jika dia ditanya
tentang perkara yang tidak diketahuinya, kedudukan sabar terhadap keimanan
sama seperti kedudukan kepala dalam jasad dan tidak ada keimanan tanpa
kesabaran”.4
Dikatakan kepadanya: Wahai amirul Mu’minin berithaukanlah kami
tentang dunia, dia menjawab: “aku akan ceritakan kepada kalian tentang
sebuah kehidupan barangsiapa yang butuh kepadanya maka dia akan bersedih
dengannya, barangsiapa yang kaya padanya dia akan terfitnah dengannya,
orang yang sehat padanya dia akan merasa aman, yang halal darinya akan
dihisab dan yang haram akan diazab”.
Dia juga berkata: Balasan kemaksiatan adalah lemah dalam beribadah,
sempit dalam kehidupan, sedikit kenikmatan. Ditanyakan kepadanya apakah
yang dimaksud dengan kenikmatan yang sedikit?. “ Tidak akan terpenuhi
baginya keinginan yang halal kecuali akan dating kepadanya perkara yang
akan mengeruhkan kelezatannya”.5
4 Tarikhul Khulafa’ halaman: 1475 Tarikhul Khulafa’ halaman: 144
7
Ibnu Katsir berkata: Nabi saw telah memberitahukan kepada Ali bahwa dia
akan mati terbunuh, maka kewafatannya sama seperti apa yang diberitahukan
oleh Nabi saw.6
Dari Ammar bin Yasar ra bahwa Nabi saw bersabda: Tidakkah aku
mmberitahukan kepada kalian tentang dua orang yang paling buruk?. Kami
menjawab: Kami mau wahai Rasulullah. Beliau menjawab: Uhaimir Tsamud
yang telah menye,belih onta dan orang yang membunuhmu wahai Ali pada
bagian ini, (makasudnya adalah bahwa Nabi saw menyamakannya), sehingga
bagian ini menjadi berdarah, yaitu bagian jenggotnya.
Dan Ali terbunuh oleh seorang yang buruk dari golongan khawaraij,
Abdurrohman bin Muljim pada tahun keempat puluh hijriyah tanggal dua
puluh tujuh bulan ramadhan. Allah SWT berfirman:
Dan barang siapa yang membunuh seorang mukmin dengan sengaja,
maka balasannya ialah Jahanam, kekal ia di dalamnya dan Allah murka
kepadanya, dan mengutukinya serta menyediakan azab yang besar baginya.
QS. Al-NIsa’: 93
Imam Al-Dzahabi rahimhullah berkata: Menurut orang-orang
rawafidh Ibnu Muljim di akherat kelak adalah orang yang paling sengsara, dan
menurut pendapat ahlis sunnah dia termasuk salah seorang yang kita harapkan
masuk neraka dan bisa jadi Allah mengampuninya, tidak seperti apa yang
dikatakan oleh Khawarij dan Rawafidh, dia sama seperti pembunuh Utsman,
Zubair, Thalhah, Sai’id bin Jubair, Ammar, Kharijah dan Al-Husain. Kita
berlepas idir dari semua orang ini dan kita membencinya karena Allah, namun
perkaranya tetap kita serahkan kepada Allah Azza Wa Jalla.7
B. Bentuk Pemerintahannya
Peristiwa pembunuhan terhadap Khalifah Utsman bin Affan
mengakibatkan kegentingan di seluruh dunia Islam yang waktu itu sudah
membentang sampai ke Persia dan Afrika Utara. Pemberontak yang waktu itu
menguasai Madinah tidak mempunyai pilihan lain selain Ali bin Abi Thalib 6 Al-Bidayah Wan Nihayah: 9/2047 Tarikhul Islam halaman: 654
8
sebagai khalifah, waktu itu Ali berusaha menolak, tetapi Zubair bin Awwam
dan Talhah bin Ubaidillah memaksa beliau, sehingga akhirnya Ali menerima
bai'at mereka. Menjadikan Ali satu-satunya Khalifah yang dibai'at secara
massal, karena khalifah sebelumnya dipilih melalui cara yang berbeda-beda.8
Sebagai Khalifah ke-4 yang memerintah selama sekitar 5 tahun. Masa
pemerintahannya mewarisi kekacauan yang terjadi saat masa pemerintah
Khalifah sebelumnya, Utsman bin Affan. Untuk pertama kalinya perang
saudara antara umat Muslim terjadi saat masa pemerintahannya, Perang Jamal.
20.000 pasukan pimpinan Ali melawan 30.000 pasukan pimpinan Zubair bin
Awwam, Talhah bin Ubaidillah, dan Ummul mu'minin Aisyah binti Abu
Bakar, janda Rasulullah. Perang tersebut dimenangkan oleh pihak Ali.
Ali bin Abi Thalib, seseorang yang memiliki kecakapan dalam
bidang militer dan strategi perang, mengalami kesulitan dalam administrasi
negara karena kekacauan luar biasa yang ditinggalkan pemerintahan
sebelumya. Ia meninggal di usia 63 tahun karena pembunuhan oleh
Abdrrahman bin Muljam, seseorang yang berasal dari golongan Khawarij
(pembangkang) saat mengimami shalat subuh di masjid Kufah, pada tanggal
19 Ramadhan, dan Ali menghembuskan nafas terakhirnya pada tanggal 21
Ramadhan tahun 40 Hijriyah. Ali dikuburkan secara rahasia di Najaf, bahkan
ada beberapa riwayat yang menyatakan bahwa ia dikubur di tempat lain.
Ketika itu wilayah kekuasaan Islam sangat luas. Ekspansi ke negeri-negeri
yang sangat jauh dari pusat kekuasaannya dalam waktu tidak lebih dari setengah
abad, merupakan kemenangan menakjubkan dari suatu bangsa yang sebelumnya
tidak pernah mempunyai pengalaman politik yang memadai. Faktor-faktor yang
menyebabkan ekspansi itu demikian cepat antara lain adalah:
1. Islam, disamping merupakan ajaran yang mengatur hubungan manusia
dengan Tuhan, juga agama yang mementingkan soal pembentukan
masyarakat.
8 Husein, Ahmad. Kekhalifaan Abu Bakar Ash-Shidiq, Jakarta, Media Da’wah, 1990.
9
2. Dalam dada para sahabat, tertanam keyakinan tebal tentang kewajiban
menyerukan ajaran-ajaran Islam (dakwah) ke seluruh penjuru dunia.
Disamping itu, suku-suku bangsa Arab gemar berperang. Semangat
dakwah dan kegemaran berperang tersebut membentuk satu kesatuan
yang padu dalam diri umat Islam.
3. Bizantium dan Persia, dua kekuatan yang menguasai Timur Tengah pada
waktu itu, mulai memasuki masa kemunduran dan kelemahan, baik
karena sering terjadi peperangan antara keduanya maupun karena
persoalan-persoalan dalam negeri masing-masing.
4. Pertentangan aliran agama di wilayah Bizantium mengakibatkan
hilangnya kemerdekaan beragama bagi rakyat. Rakyat tidak senang
karena pihak kerajaan memaksakan aliran yang dianutnya. Mereka juga
tidak senang karena pajak yang tinggi untuk biaya peperangan melawan
Persia.
5. Islam datang ke daerah-daerah yang dimasukinya dengan sikap simpatik
dan toleran, tidak memaksa rakyat untuk mengubah agamanya dan masuk
Islam.
6. Bangsa Sami di Syria dan Palestina dan bangsa Hami di Mesir
memandang bangsa Arab lebih dekat kepada mereka daripada bangsa
Eropa, Bizantium, yang memerintah mereka.
7. Mesir, Syria dan Irak adalah daerah-daerah yang kaya. Kekayaan itu
membantu penguasa Islam untuk membiayai ekspansi ke daerah yang
lebih jauh.
C. Perang Saudara Yang Terjadi
Peperangan ini berlangsung imbang sehingga kemudian kedua belah pihak
setuju untuk berunding dengan ditengahi seorang juru runding. Pertempuran dan
perundingan membuat posisi Ali bin Abi Talib melemah tetapi tidak membuat
ketegangan yang melanda kekhalifahan mereda. Oleh penganut aliran Syiah ,
Ali bin Abi Talib dianggap sebagai Imam pertama. Oleh penganut aliran Suni ,
Ali bin Abi Talib adalah khulafaur rasyidin yang ke empat dan Muawiyah
adalah khalifah pertama dari Dinasti Ummayyah. Kejadian kejadian disekitar
10
pertempuran Shiffin sangatlah kontroversial untuk Suni dan Syiah dan menjadi
salah satu penyebab perpecahan di antara keduanya.
Awalnya, Imam Ali berusaha melakukan perundingan demi mencegah
pertumpahan darah di antara sesama muslim. Namun, Muawiyah tetap
membangkang dan pecahlah perang di sebuah daerah bernama Shiffin di tepi
sungai Furat, Irak. Ketika pasukan Imam Ali hampir mencapai kemenangan,
penasehat Muawiyah bernama Amru bin Ash memerintahkan pasukannya agar
menancapkan Al-Quran di tombak mereka dan menyerukan gencatan senjata
atas nama Al-Quran. Imam Ali yang memahami tipuan ini memerintahkan
pasukannya agar terus bertempur, namun sebagian kelompok menolak.
Kelompok ini kemudian dikenal sebagai kelompok Khawarij. Atas desakan
kelompok Khawarij pula, perang dihentikan dan diadakan perundingan antara
kedua pihak. Dalam perundingan ini, delegasi Muawiyah melakukan tipuan.
Akibatnya, kekhalifahan kaum muslimin direbut dari tangan Imam Ali dan jatuh
ke tangan Muawiyah.
Perang ini terjadi setelah Muhammad meninggal dan Ali bin Abi Thalib
menjabat kekhalifahan dan memaksa Abu Sufyan untuk mengakui
kekhalifahannya, dan perang ini terjadi di bukit Shiffin. Ali bin Abi Thalib
berhadapan dengan Amru bin Ash dan Ali berhasil menjatuhkan dan
melemparkan pedang Amru bin Ash, namun Amru yang menyadari kekalahan
dan kematiannya, Amru dengan nekad membuka celananya, sehingga Ali yang
akan menghujamkan pedang kearah Amar dan melihat perbuatan Amru, Ali bin
Abi Thalib segera memalingkan wajahnya dan meninggalkan Amru yang
telanjang. Sehingga Amru dengan perbuatan memalukannya itu selamat dari
tebasan pedang Ali dan Zulfiqar dan juga selamat dari kematian.9
D. Pengangkatan Hasab Bin Ali dan Amul Jamaah
Pasca Ali bin Abi Thalib syahid dibunuh oleh Abdurrahman bin Muljam
dengan pedang pada waktu subuh tanggal 17 Ramadhan tahun 40 H/24 Januari
661 M, Hasan bin Ali dibaiat dan pertempuran pertempuran dengan Mu’awiyah
berlanjut. Namun pada pertengahan Jumadil Awal tahun 41 H/I6 September 661
M tercapai persetujuan damai antara Hasan bin Ali dan Mu’awiyah yang dikenal
dengan “Aamul Jama’ah”, yaitu tahun bersatunya ummat islam dibawah satu
9 Abdullah Mu’in, M. Thalib. Aliran Islam Pada Masa Khalifah, Yogyakarta, Widjaya, 1978. Hal 89
11
pucuk kekhalifahan yaitu dibawah pimpinan Mu’awiyah. Dan sebagaimana biasa
(seperti yang terjadi pada peristiwa tahkim) Mu’awiyah melanggar janji.
Selain itu mu’awiyah juga sangat sering mengutuk Ali dan keluarganya dalam
berbagai kesempatan termasuk dalam khutbah-khutbahnya, dan ini juga
merupakan salah satu butir (isi) perjanjian antara Hasan dengan Mu’awiyah agar
Mu’awiyah menghentikan tindakan tersebut. Meskipun keberhasilan banyak
dicapai dinasti bani umayyah ini, namun tidak berarti bahwa politik dalam negeri
dapat dianggap stabil. Hal ini tidak terlepas dari sikap
Muawiyah tidak mena’ati isi perjanjiannya dengan Hasan ibn Ali ketika dia
naik tahta, yang menyebutkan bahwa persoalan penggantian pemimpin setelah
Muawiyah diserahkan kepada pemilihan umat Islam. Akan tetapi kenyataan
menunjukkan bahwa setelah 20 tahun berkuasa Mu’awiyah tidak melakukannya,
tetapi sebaliknya ia mengajukan anaknya Yazid bin Mu’awiyah sebagai putra
mahkota (calon penggantinya), disinilah bermula perobahan bentuk pemerintahn
menjadi sistem monarki (kerajaan), meskipun masih diidentikkan dengan
khalifah, tetapi pengertian khalifah disini telah bergeser menjadi penguasa yang
turun temurun (raja) bukan lagi atas dasar pemilihan yang dilakukan oleh ummat.
Deklarasi pengangkatan anaknya Yazid bin Mu’awiyah sebagai putera
mahkota menyebabkan munculnya gerakan-gerakan oposisi di kalangan rakyat
yang mengakibatkan terjadinya perang saudara berkali-kali dan berkelanjutan.
Dan ini menunjukkan bahwa sistem pergantian pemerintahan tidak dilakukan lagi
dengan pemilihan tapi lewat garis keturunan.
Ketika Yazid bin Mu’awiyah naik tahta, sejumlah tokoh terkemuka di Madinah
tidak mau menyatakan setia kepadanya. Yazid bin Mu’awiyah kemudian
mengirim surat kepada gubernur Madinah, memintanya untuk memaksa
penduduk mengambil sumpah setia kepadanya. Dengan cara ini, semua orang
terpaksa tunduk, kecuali Husein ibn Ali dan Abdulah ibn Zubair. Bersamaan
dengan itu, Syi'ah (pengikut Ali) melakukan konsolidasi (penggabungan)
kekuatan kembali.
Dengan kata lain salah satu penyebab kalau tidak bisa dikatakan sebagi
penyebab langsung tergulingnya kekuasaan dinasti Bani Umayyah adalah
12
munculnya kekuatan baru yang dipelopori oleh keturunan al-Abbas ibn Abd al-
Muthalib. Gerakan ini mendapat dukungan penuh dari Bani Hasyim dan golongan
Syi'ah, dan kaum mawali (non arab) yang merasa dikelas duakan oleh
pemerintahan Bani Umayyah.10
10 A. Nasir, Sahilun. Pengantar Ilmu Tauhid, Rajawali, Jakarta, 1991, hal 59
13
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Ali bin Abi Thalib, seseorang yang memiliki kecakapan dalam bidang
militer dan strategi perang, ia mengalami kesulitan dalam administrasi negara
karena kekacauan luar biasa yang ditinggalkan pemerintahan sebelumya.
Ada yang menyatakan bahwa Ali belum pantas untuk menyandang jabatan
Khalifah karena umurnya yang masih muda, ada pula yang menyatakan bahwa
kekhalifahan dan kenabian sebaiknya tidak berada di tangan Bani Hasyim.
Ali bin Abi Thalib meninggal di usia 63 tahun karena pembunuhan oleh
Abdrrahman bin Muljam, seseorang yang berasal dari golongan Khawarij
(pembangkang) saat mengimami shalat subuh di masjid Kufah, pada tanggal 19
Ramadhan, dan Ali menghembuskan nafas terakhirnya pada tanggal 21
Ramadhan tahun 40 Hijriyah. Ali dikuburkan secara rahasia di Najaf, bahkan ada
beberapa riwayat yang menyatakan bahwa ia dikubur di tempat lain.
Pada masa pemerintahan Ali tidak begitu banyak mengalami kemajuan,
karena perang terjadi dimana-mana.
B. Saran
Demikian makalah yang dapat kami sampaikan. Semoga sedikit uraian
kami ini dapat memberikan manfaat bagi kita semua. Penulis sangat menyadari,
bahwa makalah ini jauh dari kesempurnaan. Maka dari itu penulis sangat
mengharapkan adanya kritikan yang konstruktif dan sistematis dari pembaca
yang budiman, guna melahirkan sebuah perbaikan dalam penyusulan makalah
selanjutnya yang lebih baik
14
DAFTAR PUSTAKA
Ibnu Katsir, al-Bidayah wan-Nihayah, hal. 166, sebagaimana dikutip dari buku
“Akar Konflik Umat Islam”, oleh Jeje Zainudin Abu Himam
Husein, Ahmad. Kekhalifaan Abu Bakar Ash-Shidiq, Jakarta, Media Da’wah, 1990.
Raji Abdullah, M. Sufyan. Lc, Mengenal Aliran-Aliran Dalam Islam Dan Ciri-Ciri
Ajarannya, Jakarta, Pustaka Al-Riyadl, 2006.
Abdullah Mu’in, M. Thalib. Aliran Islam Pada Masa Khalifah, Yogyakarta,
Widjaya, 1978.
A. Nasir, Sahilun. Pengantar Ilmu Tauhid, Rajawali, Jakarta, 1991
15
iii
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis ucapkan atas rahmat yang diberikan Allah SWT sehingga
penulis dapat menyelesaikan makalah ini
Penulis mengucapkan terima kasih kepada dosen pembimbing yang telah
membantu penulis dalam membuat makalah ini dan teman-teman yang telah
memberi motivasi dan dorongan serta semua pihak yang berkaitan sehingga penulis
dapat menyelesaikan makalah dengan baik dan tepat pada waktunya.
Penulis menyadari bahwa dalam pembuatan makalah ini masih banyak
terdapat kesalahan dan kekurangan maka dari itu penulis mengharapkan kritik dan
saran dari semua pihak demi perbaikan makalah ini dimasa yang akan datang.
Bengkulu, November 2013
Penyusun
16
i
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL .......................................................................................
KATA PENGANTAR...................................................................................... i
DAFATR ISI.................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang...................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah................................................................................. 2
C. Tujuan ......................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN
A. Riwayat Hidup ..................................................................................... 3
B. Bentuk Pemerintahannya...................................................................... 8
C. Perang Saudara Yang Terjadi .............................................................. 9
D. Pengangkatan Hasab Bin Ali dan Amul Jamaah ................................ 10
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan........................................................................................... 14
B. Kritik dan Saran ................................................................................... 14
DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................... iii
17 ii
MAKALAHSEJARAH PERADABAN ISLAM
Ali Bin Abi Thalib
Oleh Vety Yunita
Novita Wulandari
DosenDr. Munawaratul Ardi
FAKULTAS TARBIYAH DAN TADRISPRODI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN)BENGKULU
2013
18
19