bab i

14
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Anak merupakan anugerah yang diberikan Tuhan pada setiap umat manusia. Setiap anak dilahirkan dengan berbagai kemampuan, bahkan ketika ia dilahirkan. Orang tua yang diberi anugerah anak kemudian mempunyai tanggung jawab yang besar agar mampu menjaga dan mendidik anak sehingga dapat tumbuh kembang sebagaimana mestinya. Tidak dapat disangkal lagi, orang tua merupakan pemberi stimulus pertama kali yang akan menunjang segala kemampuan anak dikemudian hari, terutama dalam usia satu sampai enam tahun yang sering kali disebut sebagai “usia emas” (the golden age) karena pentingnya usia ini dalam tahap perkembangan seorang anak (Gunarsa, 2006). Pada usia inilah perkembangan anak terjadi dengan pesatnya, segala kemampuan yang ada dalam diri anak akan segera berkembang dalam usia ini. Pada usia ini umumnya seorang anak disebut juga sebagai usia pra sekolah, karena dalam rentang perkembangan usia ini seorang anak umumnya diikutsertakan oleh orang tua dalam

Upload: rika-gusneri-part-ii

Post on 22-Oct-2015

13 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB I

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Anak merupakan anugerah yang diberikan Tuhan pada setiap umat manusia. Setiap anak

dilahirkan dengan berbagai kemampuan, bahkan ketika ia dilahirkan. Orang tua yang diberi

anugerah anak kemudian mempunyai tanggung jawab yang besar agar mampu menjaga dan

mendidik anak sehingga dapat tumbuh kembang sebagaimana mestinya. Tidak dapat disangkal

lagi, orang tua merupakan pemberi stimulus pertama kali yang akan menunjang segala

kemampuan anak dikemudian hari, terutama dalam usia satu sampai enam tahun yang sering kali

disebut sebagai “usia emas” (the golden age) karena pentingnya usia ini dalam tahap

perkembangan seorang anak (Gunarsa, 2006).

Pada usia inilah perkembangan anak terjadi dengan pesatnya, segala kemampuan yang

ada dalam diri anak akan segera berkembang dalam usia ini. Pada usia ini umumnya seorang

anak disebut juga sebagai usia pra sekolah, karena dalam rentang perkembangan usia ini seorang

anak umumnya diikutsertakan oleh orang tua dalam program pendidikan pra sekolah baik itu

formal, non formal, maupun pendidikan program pra sekolah informal (Gunasa, 2006).

Karakteristik anak usia prasekolah meliputi: 1) pertumbuhan fisik dan jasmani seperti

pertumbuhan tinggi badan, pertumbuhan gigi, berat badan, motorik kasar dan motorik halus, 2)

perkembangan intelektual dan emosional anak usia prasekolah yang normal biasanya telah dapat

berfikir secara logis untuk hal-hal nyata, sehingga dapat mengontrol emosinya dengan baik, 3)

karakteristik perkembangan bahasa pada anak usia prasekolah yang diajarkan cara berbahasa

yang baik sehingga anak akan berinteraksi dengan baik kepada orang lain, 4) perkembangan

Page 2: BAB I

sikap anak biasanya anak meniru perbuatan dan sikap orang tuanya, apabila orang tuanya

bersikap baik dengan didikan yang baik, anak tentu akan tumbuh menjadi anak yang baik

(Rasyid, 2009).

Kemampuan berbahasa merupakan indikator seluruh perkembangan anak. Kemampuan

berbahasa sensitif terhadap keterlambatan atau kerusakan pada sistem lainnya, sebab melibatkan

kemampuan kognitif, sensori motor, psikologis, emosi dan lingkungan disekitar anak

(Soetjiningsih, 2003).

Anak yang tumbuh dan berkembang dengan baik ditandai dengan perkembangan bahasa

yang meningkat baik. Hal ini juga ditunjukkan dengan kemampuan anak secara bertahap berubah

dari melakukan ekspresi suara kemudian berekspresi dengan berkomunikasi dan dari hanya

berkomunikasi dengan menggunakan gerakan dan isyarat untuk menunjukkan kemauan,

berkembang menjadi komunikasi melalui perkataan yang tepat dan jelas (Patmodewo, 2003).

Anak pra sekolah biasanya telah mampu mengembangkan keterampilan berbahasa

melalui percakapan yang dapat menarik perhatian orang lain. Mereka dapat menggunakan bahasa

dengan berbagai cara, antara lain dengan bertanya, melakukan dialog dan bernyanyi. Sejak

berusia dua tahun anak memiliki minat yang tinggi untuk menyebut berbagai nama benda. Minat

tersebut akan terus berlangsung dan meningkat bersamaan dengan bertambahnya perbendaharaan

kata dari yang telah dimiliki sebelumnya (Patmodewo, 2003).

Hal-hal disekitar anak akan mempunyai arti apabila anak mengenal nama diri.

Pengalaman dan situasi yang dihadapi anak akan mempunyai arti apabila anak mampu

menggunakan kata-kata untuk menyebut benda-benda atau menjelaskan peristiwa. Dengan

demikian akan membantu anak untuk membentuk gagasan yang dapat dikomunikasikan kepada

orang lain. Pendengar ataupun penerima berita akan mampu memahami apa yang dimaksudkan

Page 3: BAB I

oleh pengirim berita melalui bahasa yang digunakan. Anak-anak dapat menggunakan bahasa

dengan ungkapan yang lain, misalnya bermain peran, isyarat yang ekspresif, dan melalui bentuk

seni contohnya menggambar. Ungkapan tersebut dapat merupakan petunjuk bagaimana anak

memandang lingkungan sekitarnya dalam kaitan dirinya dengan orang lain (Patmodewo, 2003).

Beberapa data menunjukkan angka kejadian anak dengan keterlambatan bicara (speech

delay) cukup tinggi. Gangguan komunikasi dan gangguan kognitif merupakan bagian dari

gangguan perkembangan anak, terjadi pada sekitar 8%. Menurut NCHS (National Center for

Health Statistics AS), berdasarkan atas laporan orang tua (diluar gangguan pendengaran dan

celah pada palatum) angka kejadiannya 0,9 % pada anak dibawah umur 5 tahun dan 1,94% pada

anak usia 5 sampai dengan 14 tahun. Dari hasil evaluasi langsung terhadap anak usia sekolah,

angka kejadiannya 3,8 kali lebih tinggi dari yang berdasarkan hasil wawancara. Berdasarkan hal

ini diperkirakan gangguan bicara dan bahasa pada anak adalah sekitar 4% sampai dengan 5%

(Soetjiningsih, 2003). Berdasarkan data kunjungan pasien di ruang poli tumbuh kembang RS Dr.

Kariadi Semarang selama bulan Juni sampai November 2004 dimana 100 dari 250 jumlah

kunjungan melakukan pemeriksaan Denver Developmental Screening Test (DDST) dan dari 100

ditemukan gangguan bahasa sebanyak 75% kasus lain antara lain malnutrisi, retardasi mental dan

ADHD (hiperaktif dan autisme). Hartanto (2011), menerangkan selama tahun 2007 di poliklinik

tumbuh kembang anak RS Dr. Kariadi Semarang didapatkan 22,9% dari 436 kunjungan baru

datang dengan keluhan terlambat bicara, 13 (2,98%) di antaranya didapatkan gangguan

perkembangan bahasa. Yuli (2010), gangguan wicara pada anak adalah salah satu kelainan yang

sering dialami oleh anak-anak dan terjadi pada 1 dari 12 anak atau 5% sampai 8% dari anak-anak

prasekolah. Hal ini mencakup gangguan berbicara 3% dan gagap 1%.

Page 4: BAB I

Di Indonesia masalah keterlambatan perkembangan masih sangat banyak padahal

program peningkatan kualitas anak di Indonesia menjadi salah satu prioritas pemerintah. Sampai

saat ini belum ada data pasti mengenai jumlah anak Indonesia yang mengalami keterlambatan

perkembangan. Anak Indonesia yang kurang dari dua tahun, 6,5% mengalami keterlambatan

perkembangan bahasa (Alisjahbana, 2003). Apabila masalah tersebut tidak segera ditangani,

maka anak tersebut akan mengalami ganggguan dalam berkomunikasi dengan keluarga, dan

orang lain disekitar lingkungannya. Hal ini juga dapat menimbulkan terjadinya kekerasan fisik

kepada temannya untuk mengungkapkan ketidakmampuan berbahasanya (Hidayatullah, 2004).

Anak yang mengalami kelainan bahasa pada prasekolah 40% hingga 60% akan

mengalami kesulitan belajar dalam bahasa tulisan dan mata pelajaran akademik. Sidiarto (2002)

menyebutkan bahwa anak yang dirujuk dengan kesulitan belajar spesifik, lebih dari 60%

mempunyai keterlambatan bicara. Rice (2007) menyebutkan, apabila disfasia perkembangan

tidak diatasi secara dini, 40% sampai dengan 75% anak akan mengalami kesulitan untuk

membaca.

Keterlambatan anak dalam kemampuan berbahasa dapat dipengaruhi oleh beberapa hal

seperti tingkat ekonomi orang tua, lingkungan, pendidikan, status gizi, dan pengetahuan orang

tua. Pengetahuan orang tua sangat berperan penting dalam pengembangan bahasa terhadap anak.

Sebelum anak memasuki lingkungan sosial yang lebih luas, masa bermain dan bersekolah,

lingkungan keluarga seharusnya bisa menjadi arena yang menyenangkan bagi proses

perkembangan anak (Hurlock, 2005). Syamsu Yusuf (2004) mengatakan bahwa perkembangan

bahasa dipengaruhi oleh 5 faktor, yaitu: faktor kesehatan, intelegensi, status sosial ekonomi, jenis

kelamin, dan hubungan keluarga.

Page 5: BAB I

Menurut Gunarsa (2000) dorongan terhadap kemampuan berbahasa anak berhubungan

erat dengan pembinaan dari keluarga. Keluarga dan suasana keluarga memegang peran utama

untuk menanamkan dan mengembangkan kemampuan berbahasa anak. Bagaimana orang tua

bersikap, berhubungan dan menerapkan keterlibatannya terhadap anak memegang peranan

penting dalam menanamkan dan membina kemampuan berbahasa.

Pola asuh merupakan sikap orang tua dalam berhubungan dengan anaknya, sikap ini

dapat dilihat dari berbagai segi, antara lain dari cara orang tua memberikan peraturan kepada

anak, cara memberikan hadiah dan hukuman, cara orang tua menunjukkan otoritas dan cara

orang tua memberikan perhatian atau tanggapan terhadap keinginan anak. Dengan demikian

yang disebut dengan pola asuh orang tua adalah bagaimana cara mendidik orang tua terhadap

anak, baik secara langsung maupun tidak langsung (Chabib Thoha, 2000).

Pola asuh pada prinsipnya merupakan parental control. Hal senada juga dikemukakan

oleh Kohn yang menyatakan bahwa pola asuh merupakan cara orangtua berinteraksi dengan

anaknya, meliputi; pemberian aturan, hadiah, hukuman dan pemberian perhatian, serta tanggapan

terhadap perilaku anak (Baumrind, dikutip oleh Wawan Junaidi, 2010).

Menurut Theresi (2009) pola asuh adalah pola interaksi antara orang tua dan anak yaitu

bagaimana cara bersikap atau perilaku orang tua saat berinteraksi dengan anak, termasuk cara

penerapan aturan, mengajarkan nilai/norma, memberikan perhatian dan kasih sayang serta

menunjukkan sikap dan perilaku baik sehingga dijadikan panutan bagi anaknya

Pada penelitian oleh Diana Baumrind di bedakan adanya pola pengasuhan orangtua yang

bersikap Authoritarian, permissive, authotaritative. Pada penelitian yangdilakukan oleh hurlock,

shneiders dibedakan pola perilaku orang tua kedalam 7 kriteria yaitu: overprotective, permissive,

rejection, acceptance, domination, submission, puniveness (overdisipline). (Yusuf ,2005)

Page 6: BAB I

Dari survey penilaian tumbuh kembang anak melalui DDTK(deteksi dini tumbuh

kembang anak) di Dinas Kesehatan Kabupaten Solok tahun 2009-2010 terhadap penilaian bahasa

dan bicara anak dari ± 750 anak pada usia pra sekolah didapatkan sekitar 5% mengalami

keterlambatan bahasa dan bicara pada umur 3-10 tahun dan pada tahun 2011-2012 meningkat

sekitar 7% anak mengalami keterlambatan bahasa.

Sesuai dengan hasil penelitian sebelumnya yang diteliti oleh Lidya Maryeni Fitri yang

berjudul Gambaran Pola Asuh Ibu Dengan Tingkat Perkembangan Bahasa pada anak Usia

Prasekolah di Taman Kanak-Kanak AL Falah Bukittinggi Tahun 2009 yaitu dari hasil analisa

data terlihat Ada Hubungan Antara Pola Asuh Ibu Dengan tingkat Perkembangan Bahasa Pada

Anak Usia Prasekolah.

Berdasarkan study awal yang di lakukan di Taman Kanan-kanak Nagari Koto Anau

Kecamatan Lembang Jaya Kabupaten Solok didapatkan gambaran data anak didik lokal A untuk

playgroup yang berjumlah 6 orang anak didik dan lokal B untuk taman kanak-kanak yang terdiri

dari 3 lokal yang masing-masing lokal terdiri dari 22 orang anak didik. Jadi jumlah anak didik

yang ada ditaman kanak-kanak Nagari Koto Anau Kecamatan Lembang Jaya Kabupaten Solok

adalah sebanyak 72 orang.

Dari hasil observasi dan wawancara pada survey awal pada tanggal 2 januari 2013

observasi dari hasil raport 85 anak didik didapatkan anak mengalami keterlambatan

perkembangan bahasa 7 orang anak didik dan hasil observasi langsung dengan anak didik

didapatkan ada anak yang hanya diam ketika ditanya dan diminta untuk mengulangi kalimat dan

juga ada anak yang bingung dan bicara tidak jelas dalam menjawab dan mengulangi kalimat

yang sudah beberapa kali diterangkan. Dari hasil wawancara dengan guru kelas didapatkan 7

orang anak didik mengalami keterlambatan bahasa saat anak diminta untuk

Page 7: BAB I

berhitung,mengulangi sebuah kalimat dan menerangkan sebuah gambar,mungkin disini

dikarenakan pola asuh orang tua yang kurang efektif terhadap anak seperti orang tua yang kurang

berinteraksi dengan anak dan kurang melatih anak dalam memperkenalkan kosakata.

Berdasarkan uraian di atas peneliti telah meneliti tentang Hubungan Pola Asuh Orang

Tua dengan Perkembangan Bahasa Pada Anak Prasekolah di Taman Kanak-Kanak Nagari Koto

Anau Kecamatan Lembang Jaya Kabupaten Solok Tahun 2013.

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang maka dapat dirumuskan permasalahan, yaitu apakah terdapat

hubungan pola asuh orang tua dengan perkembangan bahasa pada anak prasekolah di Taman

Kanak-Kanak Nagari Koto Anau Kecamatan Lembang Jaya Kabupaten Solok Tahun 2013

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Untuk mengetahui hubungan pola asuh orang tua dengan perkembangan bahasa pada

anak usia prasekolah di Taman Kanak-Kanak Nagari Koto Anau Kecamatan Lembang

Jaya Kabupaten Solok tahun 2013.

2. Tujuan Khusus

a. Diketahui distribusi frekuensi perkembangan bahasa pada anak usia prasekolah di

Taman Kanak-Kanak Nagari Koto Anau Kecamatan Lembang Jaya Kabupaten Solok

tahun 2013.

Page 8: BAB I

b. Diketahui distribusi frekuensi pola asuh orang tua di Taman Kanak-Kanak Nagari

Koto Anau Kecamatan Lembang Jaya Kabupaten Solok tahun 2013.

c. Diketahui distribusi frekuensi pola asuh orang tua dengan perkembangan bahasa pada

anak prasekolah di Taman Kanak-Kanak Nagari Koto Anau Kecamatan Lembang

Jaya Kabupaten Solok tahun 2013.

D. Manfaat Penelitian

1. Bagi Peneliti

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah pengalaman dan wawasan ilmu

pengetahuan khususnya dalam bidang pola asuh anak dan perkembangan bahasa anak

prasekolah, serta dapat menyampaikan pada masyarakat umumnya dan keluarga terdekat

khususnya mengenai hubungan pola asuh dengan perkembangan bahasa anak usia

prasekolah.

2. Bagi Institusi Pendidikan

Hasil penelitian ini dapat menambah sumber referensi bagi mahasiswa STIKES

Indonesia, khususnya materi perkembangan bahasa anak prasekolah.

3. Bagi Taman Kanak-Kanak Nagari Kecamatan Lembang Jaya

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi pedoman bagi sekolah, khususnya para

guru dalam membantu mengatasi anak dengan keterlambatan/gangguan perkembangan

bahasa dengan bekerjasama dengan orang tua murid.

4. Bagi Peneliti Selanjutnya

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi salah satu pedoman bagi peneliti

selanjutnya yang berminat untuk meneliti masalah perkembangan bahasa anak prasekolah

dengan variabel yang lebih luas.

Page 9: BAB I

E. Ruang Lingkup Penelitian

Ruang lingkup penelitian ini adalah hubungan pola asuh orang tua dengan tingkat

perkembangan bahasa pada anak usia prasekolah di Taman Kanak-Kanak Nagari Koto Anau

Kecamatan Lembang Jaya Kabupaten Solok. Dengan variabel dependen adalah perkembangan

bahasa anak prasekolah dan variabel independen adalah pola asuh orang tua. Jumlah populasi

adalah 72 orang tua siswa. Sampel berjumlah 72 orang yang diambil secara Total Sampling.