bab i

55
BAB I TINJAUAN PUSTAKA 1. INTRA UTERINE FETAL DEATH 1.1. DEFINISI INTRA UTERI FETAL DEATH IUFD adalah keadaan tidak adanya tanda-tanda kehidupan janin dalam kandungan baik pada kehamilan yang besar dari 20 minggu atau kurang dari 20 minggu (Rustam Muchtar, 1998) IUFD adalah kematian hasil konsepsi sebelum dikeluarkan dengan sempurna dari rahim ibunya tanpa memandang tuanya kehamilan (Sarwono, 2005) Intra Uterine Fetal death ( IUFD) adalah terjadinya kematian janin ketika masih berada dalam rahim yang beratnya 500 gram dan atau usia kehamilan 20 minggu atau lebih. IUFD atau stilbirth adalah kelahiran hasil konsepsi dalam keadaan mati yang telah mencapai umur kehamilan 28 minggu (atau berat badan lahir lebih atau sama dengan 1000gr). IUFD adalah keadaan tidak adanya tanda-tanda kehidupan janin dalam kandungan. Kematian janin dalam kandungan (KJDK) atau intra uterine fetal deadth (IUFD). Kematian janin dapat terjadi dan biasanya berakhir dengan abortus. Bila hasil konsepsi yang sudah mati tidak dikeluarkan dan tetap tinggal dalam rahim disebut missed abortion. Sesudah 20 minggu biasanya ibu telah merasakan gerakan janin sejak kehamilan 20 minggu. Apabila wanita tidak merasakan gerakan janin dapat disangka terjadi kematian dalam rahim. 1

Upload: rifqizafril

Post on 20-Oct-2015

82 views

Category:

Documents


2 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB I

BAB I

TINJAUAN PUSTAKA

1. INTRA UTERINE FETAL DEATH

1.1. DEFINISI INTRA UTERI FETAL DEATH

IUFD adalah keadaan tidak adanya tanda-tanda kehidupan janin dalam

kandungan baik pada kehamilan yang besar dari 20 minggu atau kurang dari 20

minggu (Rustam Muchtar, 1998)

IUFD adalah kematian hasil konsepsi sebelum dikeluarkan dengan sempurna

dari rahim ibunya tanpa memandang tuanya kehamilan (Sarwono, 2005) Intra Uterine

Fetal death ( IUFD) adalah terjadinya kematian janin ketika masih berada dalam

rahim yang beratnya 500 gram dan atau usia kehamilan 20 minggu atau lebih.

IUFD atau stilbirth adalah kelahiran hasil konsepsi dalam keadaan mati yang

telah mencapai umur kehamilan 28 minggu (atau berat badan lahir lebih atau sama

dengan 1000gr). IUFD adalah keadaan tidak adanya tanda-tanda kehidupan janin

dalam kandungan. Kematian janin dalam kandungan (KJDK) atau intra uterine fetal

deadth (IUFD). Kematian janin dapat terjadi dan biasanya berakhir dengan abortus.

Bila hasil konsepsi yang sudah mati tidak dikeluarkan dan tetap tinggal dalam rahim

disebut missed abortion. Sesudah 20 minggu biasanya ibu telah merasakan gerakan

janin sejak kehamilan 20 minggu. Apabila wanita tidak merasakan gerakan janin

dapat disangka terjadi kematian dalam rahim.

IUFD menurut ICD 10 – International Statistical Classification of Disease and

Related Health Problems adalah kematian fetal atau janin pada usia gestasional ≥ 22

minggu. 2. WHO dan American College of Obstetricians and Gynecologist (1995)

menyatakan Intra Uterine Fetal Death ( IUFD ) ialah janin yang mati dalam rahim

dengan berat badan 500 gram atau lebih tau kematian janin dalam rahim pada

kehamilan 20 minggu atau lebih. 2,3 The US National Center for Health Statistics

menyatakan bahwa Intrauterine fetal death adalah kematian pada fetus dengan berat

badan 350 gram atau lebih dengan usia kehamilan 20 minggu atau lebih.

1.2. FAKTOR RESIKO

Beberapa studi yang dilakukan pada akhir-akhir ini melaporkan sejumlah

faktor risiko kematian fetal, khususnya IUFD. Peningkatan usia maternal juga akan

1

Page 2: BAB I

meningkatkan risiko IUFD. Wanita diatas usia 35 tahun memiliki risiko 40-50% lebih

tinggi akan terjadinya IUFD dibandingkan dengan wanita pada usia 20-29 tahun.

Risiko terkait usia ini cenderung lebih berat pada pasien primipara dibanding

multipara. Alasan yang mungkin dapat menjelaskan sebagian risiko terkait usia ini

adalah insiden yang lebih tinggi akan terjadinya kehamilan multiple, diabetes

gestasional, hipertensi, preeklampsia dan malformasi fetal pada wanita yang lebih tua.

Merokok selama kehamilan berhubungan dengan sejumlah risiko kematian fetal.

Sejumlah hubungan kausatif juga telah dideskripsikan. Merokok

meningkatkan risiko retardasi pertumbuhan intrauterine dan solusio plasenta.

Merokok menjadi faktor kausatif utama stillbirth khususnya pada kehamilan

prematur.Berat maternal pada kunjungan antenatal care juga mempengaruhi risiko

IUFD.

Hubungan antara indeks massa tubuh (IMT) dan IUFD telah dilaporkan oleh

Little dan Cnattingius. Stephansson dkk dalam studi kasus kontrol terhadap 700

primipara dengan IUFD dan 700 kontrol melaporkan bahwa primipara yang

mengalami kelebihan berat badan(IMT 25-29,9) ternyata memiliki risiko dua kali lipat

akan terjadinya IUFD dibandingkan wanita dengan IMT ≤ 19,9. Risiko ini akan jauh

berlipat pada primipara obesitas (IMT ≥ 30). Kenaikan berat badan yang terjadi

selama kehamilan tampaknya tidak memperngaruhi risiko IUFD. 2

Faktor sosial seperti status sosioekonomi dan edukasi juga mempengaruhi

risiko terjadinya IUFD. Mereka yang berada dalam status sosioekonomi rendah

ternyata memiliki risiko dua kali lipat menderita IUFD.2

1.3. ETIOLOGI INTRA UTERI FETAL DEATH

Pengetahuan akan etiologi stillbirth menjadi penting untuk mencapai

penurunan angka mortalitas perinatal. Pemahaman kausa IUFD yang lebih baik sangat

dibutuhkan untuk perencanaan kesehatan yang adekuat dan penentuan prioritas dalam

kesehatan perinatal. 2

1.4. KLASIFIKASI INTRA UTERI FETAL DEATH

Kematian janin dibagi menjadi 4 golongan: (wiknjosastro,2002)

a.       golongan I : kematian sebelum masa kehamilan mencapai 20 minggu

penuh

b.      golongan II   : kematian sesudah ibu hamil 20-28 minggu

2

Page 3: BAB I

c.       golongan III : kematian sesudah masa kehamilan  > 28 minggu (late fetal

death)

d.      golongan IV : kematian yang tidak dapat digolongkan pada ketiga golongan

diatas.

Bila janin mati dalam kehamilan yang telah lanjut terjadilah perubahan-

perubahan

sebagai berikut : 3,8

1. Rigor mortis (tegang mati) : Berlangsung 2,5 jam setelah mati, kemudian lemas

kembali.

2. Maserasi grade 0 (durasi < 8 jam) : kulit kemerahan ‘setengah matang’

3. Maserasi grade I (durasi > 8 jam) : Timbul lepuh-lepuh pada kulit, mula-mula

terisi cairan jernih tapi kemudian menjadi merah dan mulai mengelupas.

4. Maserasi grade II (durasi 2-7 hari) : kulit mengelupas luas, efusi cairan serosa di

rongga toraks dan abdomen. Lepuh-lepuh pecah dan mewarnai air ketuban menjadi

merah coklat.

1.5. PENYEBAB INTRA UTERI FETAL DEATH

Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kematian Janin Dalam Kandungan:

1.    Faktor Ibu 

a.    Umur

Bertambahnya usia ibu, maka terjadi juga perubahan perkembangan dari

organ-organ tubuh terutama organ reproduksi dan perubahan emosi atau kejiwaan

seorang ibu. Hal ini dapat mempengaruhi kehamilan yang tidak secara langsung 

dapat mempengaruhi kehidupan janin dalam rahim. Usia reproduksi yang baik untuk

seorang ibu hamil adalah usia 20-30 tahun (Wiknjosastro, 2005).

Pada umur ibu yang masih muda organ-organ reproduksi dan emosi belum

cukup matang, hal ini disebabkan adanya kemunduran organ reproduksi secara umum

(Wiknjosastro, 2005).

b.    Paritas 

Paritas yang baik adalah 2-3 anak, merupakan paritas yang aman terhadap

ancaman mortalitas dan morbiditas baik pada ibu maupun pada janin. Ibu hamil yang

telah melahirkan lebih dari 5 kali atau grandemultipara, mempunyai risiko tinggi

3

Page 4: BAB I

dalam kehamilan seperti hipertensi, plasenta previa, dan lain-lain yang akan dapat

mengakibatkan kematian janin (Saifuddin, 2002).

c.    Pemeriksaan Antenatal

Setiap wanita hamil menghadapi risiko komplikasi yang mengancam jiwa,

oleh karena itu, setiap wanita hamil memerlukan sedikitnya 4 kali kunjungan selama

periode antenatal.

1)    Satu kali kunjungan selama trimester pertama (umur kehamilan 1-3 bulan)

2)    Satu kali kunjungan selama  trimester kedua (umur kehamilan 4-6 bulan).

3)    Dua kali kunjungan selama trimester ketiga (umur kehamilan 7-9 bulan).

Pemeriksaan antenatal yang teratur dan sedini mungkin  pada seorang wanita

hamil penting sekali sehingga kelainan-kelainan yang mungkin terdapat pada ibu

hamil dapat diobati dan ditangani dengan segera.

Pemeriksaan antenatal yang baik minimal 4 kali selama kehamilan dapat mencegah

terjadinya kematian janin dalam kandungan berguna untuk mengetahui pertumbuhan

dan  perkembangan dalam rahim, hal ini dapat dilihat melalui tinggi fungus uteri dan

terdengar  atau tidaknya denyut jantung janin (Saifuddin, 2002).

d.    Penyulit / Penyakit

1)    Anemia

Hasil konsepsi seperti janin, plasenta dan darah membutuhkan zat besi dalam

jumlah besar untuk pembuatan butir-butir darah pertumbuhannya, yaitu sebanyak

berat zat besi. Jumlah ini merupakan 1/10 dari seluruh zat besi dalam tubuh.

Terjadinya anemia dalam kehamilan bergantung dari jumlah persediaan zat besi

dalam hati, limpa dan sumsum tulang.

Selama masih mempunyai cukup persediaan zat besi, Hb tidak akan  turun dan

bila persediaan ini habis, Hb akan turun. Ini terjadi pada bulan kelima  sampai bulan

keenam kehamilan, pada waktu janin membutuhkan banyak zat besi. Bila terjadi

anemia, pengaruhnya terhadap hasil konsepsi salah satunya adalah kematian janin

dalam kandungan (Mochtar, 2004).

Menurut Manuaba (2003), pemeriksaan dan pengawasan Hb dapat dilakukan

dengan menggunakan alat sahli, dapat digolongkan sebagai berikut :

a)    Normal  : 11 gr%

b)    Anemia ringan  : 9-10 gr%

4

Page 5: BAB I

c)    Anemia sedang  : 7-8 gr%

d)    Anemia berat  : <7 gr%.

2)    Pre-eklampsi dan eklampsi

Pada pre-eklampsi terjadi spasme  pembuluh darah disertai dengan retensi

garam dan air. Jika semua arteriola dalam tubuh mengalami spasme, maka tekanan

darah akan naik, sebagai usaha untuk mengatasi kenaikan  tekanan perifer agar

oksigen jaringan dapat dicukupi. Maka aliran darah menurun ke plasenta dan

menyebabkan gangguan pertumbuhan janin dan karena kekurangan oksigen terjadi

gawat janin (Mochtar, 2004).

3)    Solusio plasenta 

Solusio plasenta adalah suatu keadaan dimana plasenta yang letaknya normal

terlepas dari perlekatannya sebelum janin lahir. Solusio plasenta dapat  terjadi akibat

turunnya darah secara tiba-tiba oleh spasme dari arteri yang menuju ke ruang

intervirale maka terjadilah anoksemia dari jaringan bagian distalnya. Sebelum ini

terjadi nekrotis, spasme hilang darah kembali mengalir ke dalam intervilli, namun

pembuluh darah distal tadi sudah demikian rapuh, mudah pecah terjadinya hematoma

yang lambat laun melepaskan plasenta dari rahim. Sehingga aliran darah ke janin

melalui plasenta tidak ada dan terjadilah kematian janin (Wiknjosastro, 2005).

4)    Diabetes Mellitus

Penyakit diabetes melitus merupakan penyakit keturunan dengan ciri-ciri

kekurangan atau tidak terbentuknya insulin, akibat kadar gula dalam darah yang tinggi

dan mempengaruhi metabolisme tubuh secara menyeluruh dan mempengaruhi

pertumbuhan dan perkembangan  janin. Umumnya wanita penderita diabetes

melarikan bayi yang besar (makrosomia). Makrosomia dapat terjadi karena glukosa

dalam aliran darahnya, pancreas yang menghasilkan lebih banyak insulin untuk

menanggulangi kadar gula yang tinggi. Glukosa berubah menjadi lemak dan bayi

menjadi besar. Bayi besar atau makrosomia menimbulkan masalah sewaktu

melahirkan dan kadang-kadang mati sebelum lahir (Stridje, 2000).

5

Page 6: BAB I

5)    Rhesus Iso-Imunisasi 

Jika orang berdarah rhesus negatif diberi darah rhesus positif, maka antigen

rhesus akan membuat penerima darah membentuk antibodi antirhesus.  Jika transfusi

darah rhesus positif yang kedua  diberikan, maka antibodi mencari dan menempel

pada sel darah rhesus negatif dan memecahnya sehingga terjadi anemia ini disebut

rhesus iso-imunisasi. Hal ini dapat terjadi begitu saja di awal kehamilan, tetapi

perlahan- lahan  sesuai perkembangan kehamilan. Dalam aliran darah, antibodi

antihresus bertemu dengan sel darah merah rhesus positif normal dan menyelimuti

sehingga pecah melepaskan zat bernama bilirubin, yang menumpuk dalam darah, dan

sebagian dieklaurkan ke kantong ketuban bersama urine bayi. Jika banyak sel darah

merah yang hancur maka bayi menjadi anemia sampai akhirnya mati (Llewelyn,

2005)

6)     Infeksi dalam kehamilan

Kehamilan tidak mengubah daya tahan tubuh seorang ibu terhadap infeksi,

namun keparahan setiap infeksi berhubungan dengan efeknya terhadap janin. Infeksi

mempunyai efek langsung dan tidak langsung pada janin. Efek tidak langsung timbul

karena mengurangi oksigen darah ke plasenta. Efek langsung tergantung pada

kemampuan organisme penyebab menembus plasenta dan menginfeksi janin,

sehingga dapat mengakibatkan kematian janin in utero (Llewellyn, 2001).

7)    Ketuban Pecah Dini

Ketuban pecah dini merupakan  penyebab terbesar persalinan prematur dan

kematian janin dalam kandungan. Ketuban pecah dini adalah pecahnya ketuban

sebelum terdapat tanda persalinan, dan ditunggu satu  jam belum dimulainya tanda

persalinan. Kejadian ketuban pecah dini mendekati 10% semua persalinan. Pada umur

kehamilan  kurang dari 34 mninggu, kejadiannya sekitar 4%. 

Ketuban pecah dini menyebabkan hubungan langsung antara dunia luar dan

ruangan dalam  rahim, sehingga memudahkan terjadinya infeksi. Salah satu fungsi

selaput ketuban adalah melindungi atau menjadi pembatas dunia luar dan ruangan

dalam rahim sehingga mengurangi kemungkinan infeksi. Makin lama periode laten,

makin besar kemungkinan infeksi dalam rahim, persalinan prematuritas dan

selanjutnya meningkatkan kejadian kesakitan dan kematian ibu dan kematian janin

dalam rahim (Manuaba, 2003).

6

Page 7: BAB I

8)    Letak lintang 

Letak lintang adalah suatu keadaan dimana janin melintang di dalam uterus

dengan kepala pada sisi yang satu sedangkan bokong berada pada sisi yang lain. Pada

letak lintang dengan ukuran panggul normal dan cukup bulan, tidak dapat terjadi

persalinan spontan. Bila persalinan dibiarkan tanpa pertolongan, akan menyebabkan

kematian janin. Bahu masuk ke dalam panggul sehingga rongga panggul seluruhnya

terisi bahu dan bagian-bagian tubuh lainnya. Janin tidak dapat turun lebih lanjut dan

terjepit dalam rongga panggul. Dalam usaha untuk mengeluarkan janin, segmen

bawah uterus melebar serta menipis, sehingga batas antara dua bagian ini makin lama

makin tinggi dan terjadi lingkaran retraksi patologik sehingga dapat mengakibatkan

kematian janin (Wiknjosastro, 2005). (4)

2.    Faktor Janin

Antara 25 dan 40 persen kasus lahir mati memiliki kausa janin dan mencakup

anomali kongenital, infeksi, malnutrisi, hidrops nonimun, dan isoimunisasi anti-D.

Insidensi malformasi kongenital mayor yang dilaporkan pada bayi lahir mati sangat

bervariasi, dan bergantung pada apakah dilakukan otopsi. Sekitar sepertiga kematian

janin disebabkan oleh anomali struktural, dan yang tersering karena cacat neural-tube,

hidrops, hidrosefalus terisolasi dan penyakit jantung kongenital kompleks. Anomali

struktural dan aneuploidi ini dapat didiagnosis secara antenatal. (williams)

Insidensi lahir mati akibat infeksi pada janin tampaknya sangat konsisten.

Enam persen kasus bayi lahir mati disebabkan oleh infeksi. Sebagian besar

didiagnosis sebagai “korioamnionitis”, dan sebagian sebagai “sepsis janin atau

intrauterus”. Sifilis kongenital merupakan kausa kematian janin yang lebih sering

pada wanita dari golongan sosial ekonomi lemah. Infeksi lain yang berperan

menyebabkan kematian adalah infeksi sitomegalovirus. Parvovirus B19, rubela,

varisela, dan listeriosis. (williams)

a.    Kelainan congenital

Kelainan kongenital merupakan kelainan dalam pertumbuhan struktur bayi

yang timbul sejak kehidupan hasil konsepsi sel telur. Kelainan kongenital dapat

merupakan sebab penting terjadinya kematian janin dalam kandungan, atau lahir mati.

Bayi dengan kelainan kongenital, umumnya akan dilahirkan sebagai bayi berat lahir

rendah bahkan sering pula sebagai bayi kecil untuk masa kehamilannya. 

7

Page 8: BAB I

Dilihat dari bentuk morfologik, kelainan kongenital dapat berbentuk suatu

deformitas atau bentuk malformitas. Suatu kelainan kongenital yang berbentuk

deformitas secara anatomik mungkin susunannya masih sama tetapi bentuknya yang

akan tidak normal. Kejadian ini umumnya erat hubungannya dengan faktor penyebab

mekanik atau pada kejadian oligohidramnion. Sedangkan bentuk kelainan kongenital

malformitas, susunan anatomik maupun bentuknya akan berubah.

Kelainan kongenital dapat dikenali melalui pemeriksaan ultrasonografi,

pemeriksaan air ketuban, dan darah janin (Kadri, 2005).

b.    Infeksi intranatal

Infeksi melalui cara ini lebih sering terjadi daripada cara yang lain. Kuman

dari vagina naik dan masuk ke dalam rongga amnion setelah ketuban pecah. Ketuban

pecah dini mempunyai peranan penting dalam timbulnya plasentitis dan  amnionitis.

Infeksi dapat pula terjadi walaupun ketuban masih utuh,  misalnya pada partus lama

dan seringkali dilakukan pemeriksaan vaginal. Janin kena infeksi karena

menginhalasi  likuor yang septik, sehingga terjadi pneumonia kongenital atau karena

kuman-kuman yang memasuki peredaran darahnya dan menyebabkan septicemia.

Infeksi intranatal dapat juga terjadi dengan jalan kontak langsung dengan kuman yang

terdapat dalam vagina, misalnya blenorea dan oral thrush  (Monintja, 2006). 

c.    Kelainan Tali Pusat

Tali pusat sangat penting artinya sehingga janin bebas bergerak dalam cairan

amnion, sehingga pertumbuhan dan perkembangannya berjalan dengan baik. Pada

umumnya tali pusat mempunyai panjang sekitar 55 cm.

Tali pusat yang terlalu panjang dapat menimbulkan lilitan pada leher, sehingga

mengganggu aliran darah ke janin dan menimbulkan asfiksia sampai kematian janin

dalam kandungan. 

1)    Kelainan insersi tali pusat

Insersi tali pusat pada umumnya parasentral atau sentral. Dalam keadaan

tertentu terjadi  insersi tali pusat plasenta battledore dan insersi velamentosa. Bahaya

insersi velamentosa bila terjadi vasa previa, yaitu pembuluh darahnya melintasi

kanalis servikalis, sehingga saat ketuban pecah pembuluh darah yang berasal dari

janin ikut pecah. Kematian janin akibat pecahnya vase previa mencapai 60%-70%

8

Page 9: BAB I

terutama bila pembukaan masih kecil karena kesempatan seksio sesaria terbatas

dengan waktu (Wiknjosastro, 2005).

2)    Simpul tali pusat

Pernah ditemui kasus kematian janin dalam rahim akibat terjadi peluntiran

pembuluh darah umblikalis, karena selei Whartonnya sangat tipis. Peluntiran

pembuluh darah tersebut menghentikan aliran darah ke janin sehingga terjadi

kematian janin dalam rahim. Gerakan janin yang begitu aktif  dapat menimbulkan

simpul sejati sering juga dijumpai (Manuaba, 2002). 

3)    Lilitan tali pusat

Gerakan janin dalam rahim yang aktif pada tali pusat yang panjang besar

kemungkinan dapat terjadi lilitan tali pusat. Lilitan tali pusat pada leher sangat

berbahaya, apalagi bila terjadi lilitan beberapa kali. Tali pusat yang panjang

berbahaya karena dapat menyebabkan  tali pusat menumbung, atau tali pusat

terkemuka. Dapat diperkirakan bahwa makin masuk kepala janin ke dasar panggul,

makin erat lilitan tali pusat dan  makin terganggu aliran darah menuju dan dari janin

sehingga dapat menyebabkan kematian janin dalam kandungan (Wiknjosastro,

2005). (5)

1.6. EVALUASI KEMATIAN JANIN

Penyebab kematian janin dapat dibagi menjadi faktor ibu, janin, plasenta/tali

pusat dan faktor eksternal. Dalam beberapa kasus, kematian janin mungkin hasil dari

kombinasi penyebab tersebut. Secara signifikan, penyebab kematian tidak dapat

dijelaskan meskipun dengan pemeriksaan yang luas.

Penyebab umum kematian janin

Kondisi ibu: sepsis, diabetes dan preeklamsia.

Kondisi janin: malformasi, kromosom dan kelainan genetik, infeksi, pembatasan

pertumbuhan dan hidrops.

Komplikasi plasenta dan tali pusat: abrupsi, infark, simpul ketat pada tali pusat dan

lilitan tali pusat yang abnormal.

Kondisi Fetomaternal: fetomaternal pendarahan.

9

Page 10: BAB I

Penyebab lain (dan beberapa kasus eksternal): obesitas maternal, penyalahgunaan

obat, ibu lanjut usia >40 tahun, sosial rendah, trauma, faktor medis yang tidak

terkontrol termasuk masalah penyakit tiroid, kolestasis, sindrom antifosfolipid dan

trombofilia yang diwariskan. (Bode Williams and Sujata Datta)

1.7. MANIFESTASI KLINIS DAN DIAGNOSIS INTRA UTERI FETAL DEATH

1. Anamnesis :

Pasien mengaku tidak lagi merasakan gerakan janinnya.

Perut tidak bertambah besar, bahkan mungkin mengecil (kehamilan tidak seperti

biasanya )

Perut sering menjadi keras dan merasakan sakit seperti ingin melahirkan

Penurunan berat badan

2. Pemeriksaan Fisik :

Inspeksi : Tinggi fundus uteri berkurang atau lebih rendah dari usia kehamilannya.

Tidak terlihat gerakan-gerakan janin yang biasanya dapat terlihat pada ibu yang

kurus.

Palpasi : Tonus uterus menurun, uterus teraba flaksid. Tidak teraba gerakan-

gerakan janin.

Auskultasi : Tidak terdengarnya denyut jantung janin setelah usia kehamilan 10-12

minggu pada pemeriksaan ultrasonic Doppler merupakan bukti kematian janin

yang kuat.

3. Pada foto radiologik dapat dilihat adanya :

a. Tulang-tulang tengkorak tutup menutupi (tanda Spalding)

yaitu tumpang tindih (overlapping) secara ireguler tulang tengkorak, yang terjadi

akibat likuefaksi massa otak dan melemahnya struktur ligamentosa yang

membentuk tengkorak. Biasanya tanda ini muncul 7 hari setelah kematian.

Namun ciri-ciri yang sama dapat ditemukan pada kehamilan ekstrauterin dengan

janin hidup.

b. Tulang punggung janin sangat melengkung (tanda Naujokes)

c. Hiperekstensi kepala tulang leher janin (tanda Gerhard)

d. Ada gelembung-gelembung gas pada badan janin (tanda Robert)

e. Femur length yang tidak sesuai dengan usia kehamilan.

10

Page 11: BAB I

Digunakan untuk menentukan usia kehamilan dan adanya kelainan dari sistem Skelet.

4. Bila janin yang mati tertahan 5 minggu atau lebih,kemungkinan

hypofibrinogenemia 25%.

5. Untuk diagnosis pasti penyebab kematian sebaiknya dilakukan otopsi

janin,pemeriksaan plasenta serta selaput. Diperlukan evaluasi secara komprehensif

untuk mencari penyebab kematian janin termasuk hal-hal yang berhubungan dengan

penyakit maternal, yaitu perlunya diperiksa kadar TSH, HbA1c dan TORCH.

Sehingga dapat mengantisipasi pada kehamilan selanjutnya. 7

5.1. PROTOKOL PEMERIKSAAN PADA JANIN DENGAN IUFD MENURUT

CUNNINGHAM DAN HOLLIER:1

1. Deskripsi bayi

malformasi

bercak/ noda

warna kulit – pucat, pletorik

derajat maserasi

2. Tali pusat

prolaps

pembengkakan - leher, lengan, kaki

hematoma atau striktur

jumlah pembuluh darah

panjang tali pusat

3. Cairan Amnion

warna – mekoneum, darah

konsistensi

volume

4. Plasenta

berat plasenta

bekuan darah dan perlengketan

malformasi struktur – sirkumvalata, lobus aksesorius

edema – perubahan hidropik

11

Page 12: BAB I

5. Membran amnion

bercak/noda

ketebalan

5.2. PENATALAKSANAAN INTRA UTERI FETAL DEATH

Ketika bayi mati sebelum dilahirkan, untuk penatalaksanaannya adalah

menunggu saat persalinan atau induksi persalinan. Banyak wanita (90%) mulai

merasa kontraksi dan persalinan pada 3 minggu setelah bayi mati dalam kandungan,

tapi bila tidak ada tanda persalinan, ada resiko dari terjadinya disseminated

intravascular coagulopathy (DIC) berupa infeksi intra uterine jika membran rupture.

Induksi persalinan pada kasus IUFD mungkin melibatkan penggunaan

oksitosin atau prostaglandin. Persoalan yang berkaitan dengan jenis dan dosis agen

induksi sedikit berbeda bagi wanita yang mengalami induksi untuk IUFD

dibandingkan dengan induksi persalinan aterm dengan adanya janin hidup. Sementara

efek samping (termasuk uterus hiper-stimulasi, mual, muntah, dan diare) dan

keamanan (komplikasi seperti ruptur uterus) adalah pertimbangan penting bagi

wanita. Selain itu, perlu untuk mempertimbangkan penerimaan dari rahim untuk obat

prostaglandin, terutama pada usia kehamilan awal, di mana penggunaan dosis rendah

mungkin efektif dalam menginduksi persalinan, atau dikaitkan dengan interval

induksi.

1. Jika pemeriksaan Radiologik tersedia, konfirmasi kematian janin setelah 5 hari.

Tanda-tandanya berupa overlapping tulang tengkorak, hiperfleksi columna vertebralis,

gelembung udara didalam jantung dan edema scalp.

2. USG merupakan sarana penunjang diagnostik yang baik untuk memastikan

kematian janin dimana gambarannya menunjukkan janin tanpa tanda kehidupan, tidak

ada denyut jantung janin, ukuran kepala janin dan cairan ketuban berkurang.

3. Dukungan mental emosional perlu diberikan kepada pasien. Sebaiknya pasien

selalu didampingi oleh orang terdekatnya. Yakinkan bahwa kemungkinan besar dapat

lahir pervaginam.

4. Pilihan cara persalinan dapat secara aktif dengan induksi maupun ekspektatif, perlu

dibicarakan dengan pasien dan keluarganya sebelum keputusan diambil.

5. Bila pilihan penanganan adalah ekspektatif maka tunggu persalinan spontan hingga

2 minggu dan yakinkan bahwa 90 % persalinan spontan akan terjadi tanpa komplikasi

12

Page 13: BAB I

6. Jika trombosit dalam 2 minggu menurun tanpa persalinan spontan, lakukan

penanganan aktif.

7. Jika penanganan aktif akan dilakukan, nilai servik yaitu :

a. Jika servik matang, lakukan induksi persalinan dengan oksitosin atau

prostaglandin.

b. Jika serviks belum matang, lakukan pematangan serviks dengan prostaglandin

atau kateter foley, dengan catatan jangan lakukan amniotomi karena berisiko

infeksi

c. Persalinan dengan seksio sesarea merupakan alternatif terakhir

8. Jika persalinan spontan tidak terjadi dalam 2 minggu, trombosit menurun dan

serviks belum matang, matangkan serviks dengan misoprostol:

a. Tempatkan misoprostol 25 mcg dipuncak vagina, dapat diulang sesudah 6 jam

b. Jika tidak ada respon sesudah 2x25 mcg misoprostol, naikkan dosis menjadi

50mcg setiap 6 jam. Jangan berikan lebih dari 50 mcg setiap kali dan jangan

melebihi 4 dosis.

9. Jika ada tanda infeksi, berikan antibiotika untuk metritis.

10. Jika tes pembekuan sederhana lebih dari 7 menit atau bekuan mudah pecah,

waspada koagulopati

11. Berikan kesempatan kepada ibu dan keluarganya untuk melihat dan melakukan

kegiatan ritual bagi janin yang meninggal tersebut.

12.Pemeriksaan patologi plasenta adalah untuk mengungkapkan adanya patologi

plasenta dan infeksi.

5.3. METODE-METODE TERMINASI

1. Terminasi harus selalu dilakukan dengan induksi, yaitu :

a. Infus Oksitosin

Cara ini sering dilakukan dan efektif pada kasus-kasus dimana telah terjadi

pematangan serviks. Pemberian dimulai dengan 5-10 unit oksitosin dalam 500 ml

larutan Dextrose 5% melalui tetesan infus intravena. Dua botol infus dapat diberikan

dalam waktu yang bersamaan. Pada kasus yang induksinya gagal, pemberian

dilakukan dengan dosis oksitosin dinaikkan pada hari berikutnya. Infus dimulai

dengan 20 unit oksitosin dalam 500 ml larutan Dextrose 5% dengan kecepatan 30

tetes per menit. Bila tidak terjadi kontraksi setelah botol infus pertama, dosis

dinaikkan menjadi 40 unit. Resiko efek antidiuretik pada dosis oksitosin yang tinggi

13

Page 14: BAB I

harus dipikirkan, oleh karena itu tidak boleh diberikan lebih dari dua botol pada waktu

yang sama. Pemberian larutan ringer laktat dalam volume yang kecil dapat

menurunkan resiko tersebut.

Apabila uterus masih refrakter, langkah yang dapat diulang setelah pemberian

prostaglandin pervaginam. Kemungkinan terdapat kehamilan sekunder harus

disingkirkan bila upaya berulang tetap gagal menginduksi persalinan.

b. Prostaglandin

Pemberian gel prostaglandin (PGE2) per vaginam di daerah forniks posterior

sangat efektif untuk induksi pada keadaan dimana serviks belum matang. Pemberian

dapat diulang setelah 6-8 jam. Langkah induksi ini dapat ditambah dengan pemberian

oksitosin.

2. Operasi Sectio Caesaria (SC)

Pada kasus IUFD jarang dilakukan. Operasi ini hanya dilakukan pada kasus

yang dinilai dengan plasenta praevia, bekas SC ( dua atau lebih) dan letak lintang.

5.4. PENCEGAHAN

Upaya mencegah kematian janin, khususnya yang sudah atau mendekati aterm

adalah bila ibu merasa gerakan janin menurun, tidak bergerak, atau gerakan janin

terlalu keras, perlu dilakukan pemeriksaan ultrasonografi. Perhatikan adanya solusio

plasenta. Pada gemelli dengan T+T (twin to twin transfusion) percegahan dilakukan

dengan koagulasi pembuluh anastomosis.

Resiko kematian janin dapat sepenuhnya dihindari dengan antenatal care yang

baik. Ibu menjauhkan diri dari penyakit infeksi, merokok, minuman beralkohol atau

penggunaan obat-obatan.

Tes-tes antepartum misalnya USG, tes darah alfa-fetoprotein, dan non-stress

test fetal elektronik dapat digunakan untuk mengevaluasi kegawatan janin sebelum

terjadi kematian dan terminasi kehamilan dapat segera dilakukan bila terjadi gawat

janin.

14

Page 15: BAB I

6. PIJAT PADA KEHAMILAN

6.1. DEFINISI PIJAT PADA KEHAMILAN

Pijat kehamilan adalah istilah untuk penekanan dengan tangan selama atau setelah

kehamilan (prenatal atau pijat setelah melahirkan).

Sebuah pijat kehamilan biasanya berlangsung satu jam. Beberapa praktisi

menggunakan meja pijat kehamilan. Itu meja dirancang untuk mengakomodasi perut

hamil wanita. Lainnya menggunakan bantal yang dirancang khusus yang disebut

guling untuk posisi seorang wanita nyaman di sisinya. Ini membantu terutama selama

tahap akhir kehamilan. Berbaring pada posisi yang paling nyaman.

6.2. MANFAAT PIJAT PADA KEHAMILAN

Pijat kehamilan umumnya sangat aman dan memuaskan, tetapi tidak untuk

semua orang di semua tahap kehamilan. Itulah mengapa penting untuk menggunakan

terapis pijat prenatal.

Pijat pada titik reflek di mata kaki-daerah pergelangan kaki yang sesuai

dengan rahim dan ovarium- harus dihindari kecuali seorang wanita pada masa

menjelang melahirkan. Pijat langsung di atas varises adalah bukan sesuatu yang baik,

tetapi perawatan yang dilakukan ke daerah-daerah sekitarnya akan meningkatkan

sirkulasi dan meredakan ketegangan dalam jaringan varises .

Secara umum, beberapa pembengkakan normal terjadi pada kehamilan, dan

pijat dapat membantu meringankan beberapa ketidaknyamanan. Namun,

pembengkakan yang terjadi cukup cepat dan/atau berat pada tangan dan wajah pada

akhir kehamilan dapat menjadi tanda kondisi yang berpotensi berbahaya dan

membutuhkan perawatan medis segera, pijat bukanlah terapi yang tepat dalam kasus

ini .

Jika memiliki kondisi lain, penting bahwa harus berbicara dengan dokter

sebelum menjadwalkan janji dengan terapis pijat. Sebagai contoh, jika memiliki

kehamilan berisiko tinggi, tekanan darah tinggi, atau pre-eclampsia, dapatkan nasihat

dari dokter terlebih dahulu. Jika mengalami persalinan prematur, pijat dapat

membantu meningkatkan sirkulasi, tapi pijat perut harus dihindari.

15

Page 16: BAB I

Hanya sedikit dari penelitian yang fokus pada pemijatan pada kehamilan.

Tidak ada manfaat pasti yang ditetapkan.tapi satu penelitian dari University of Miami

School of Medicine mengusulkan mungkin memiliki beberapa efek positif yang

meliputi:

- Menurunkan kecemasan

- Mengurangi nyeri pada punggung dan kaki

- Memperbaiki pola tidur

- Mengurangi kadar hormon stress norepinephrine

Pada penelitian lain dari pijat kehamilan pada wanita dengan depresi,

didapatkan hasil:

- Peningkatan kadar hormon dopamin dan serotonin yang membuat “merasa nyaman”

- Penurunan kadar hormon kortisol, sebuah indikator dari stress

- Memperbaiki suasana hati secara menyeluruh

Penelitian telah menunjukan, pada populasi secara umum, pemijatan memiliki

manfaat potensial lain. Antara lain mengatasi nyeri, atau memperbaiki sistem imun

untuk melawan virus dan tumor.

Dari sudut pandang ilmu pengetahuan, mekanisme untuk terapi pemijatan

masih banyak tidak diketahui. Banyak penelitian yang perlu pemahaman bagaimana

menerima jenis yang berbeda-beda dari penekanana manual pada tubuh sebagai:

- Pereda nyeri

- Merangsang pelepasan hormon tertentu seperti serotonin

- Memperbaiki kualitas tidur

- Meningkatkan respon relaksasi fisiologis

Terapis pijat mengadopsi teknik pijat tradisional untuk mengatasi perubahan

tubuh wanita dalam kehamilan. Misalnya, tekanan darah meningkat secara drastis –

mencapai 50%- dalam kehamilan. Aliran darah ke kaki menjadi lamban. Dan kadar

antikoagulan di darah –yang dirancang untuk mencegah perdarahan saat persalinan-

secara alami meningkat.

16

Page 17: BAB I

Banyak terapis pijat tidak bersedia melakukan pemijatan pada trimester

pertama. Alasannya karena potensial untuk terjadinya keguguran. Beberapa terapis

pijat kehamilan berpendapat bahwa pemijatan kehamilan itu sendiri tidak

menyebabkan keguguran, tetapi tidak ada penelitian yang menunjukkan bahwa pijat

kehamilan dan keguguran saling berhubungan.

Karena penelitian tentang pijat kehamilan kurang, banyak dokter yang

menyarankan pendekatan konservatif. Mereka bahkan mungkin menyarankan semua

wanita hamil untuk menghindari pijat. Namun secara ilmiah tidak ada di dalam

pedoman. Pastikan mendapatkan izin dari dokter sebelum mencoba pijat, terutama

jika:

1. Mengalami mual, muntah, atau morning sickness

2. Beresiko tinggi terjadi abortus

3. Memiliki kehamilan berisiko tinggi seperti solusio plasenta atau persalinan

prematur

6.3. TEKNIK AMAN PIJAT PADA KEHAMILAN

6.3.1. PIJAT TANGAN

Persiapan:

Minta ibu hamil duduk atau berbaring. Sementara pemijat duduk atau berdiri di

sebelahnya.

Caranya:

1. Gunakan telapak tangan dan dorong telapak pemijat dari pergelangan tangan

sampai ke bahu. Lakukan pijatan dengan gerakan memutar kecil dengan ibu jari

dan telunjuk.

2. Gerakan yang sama bisa juga diterapkan di sekitar pergelangan tangan.

3. Pada bagian bawah lengan dan telapak tangan, pemijat bisa meremas-remas dengan

memberikan tekanan lebih kuat. (ayahbunda)

6.3.2. PIJAT KAKI

Persiapan: 

17

Page 18: BAB I

Minta ibu hamil berbaring miring atau duduk bersandar. Sementara pemijat

duduk atau berdiri di sampingnya.

Caranya:

1. Letakkan tangan kanan atau kiri pemijat di atas kaki ibu hamil yang sebelah kiri atau

kanan dengan posisi telapak telentang.  Pijatllah kaki dari bawah ke atas.

2. Masih dengan telapak tangan, pijat secara memutar besar-besar,  lalu turun perlahan

sampai ke betis.

3. Pijat bagian paha dan betis seperti mengusap-usap dengan gerakan naik turun.

Lakukan bergantian antara tangan kanan dan kiri.

4. Pijat bagian ruas-ruas jari kaki dengan ibu jari dan jari telunjuk.

5. Hindari memijat bagian paha atau menekan kaki terlalu keras apalagi jika ibu hamil

memiliki varises karena dikhawatirkan akan memecahkan gumpalan darah tersebut.

(ayahbunda)

6.4. VERSI LUAR DALAM SUNGSANG

6.4.1. DEFINISI VERSI

Prosedur untuk melakukan perubahan presentasi janin melalui manipulasi

fisik dari satu kutub ke kutub lain yang lebih menguntungkan bagi

berlangsungnya proses persalinan pervaginam dengan baik.

Versi luar pada 2 dekade terakhir ini menjadi populer kembali seiring

dengan adanya penggunaan yang luas dari alat ultrasonografi, peralatan

elektronik untuk pengamatan kesehatan janin (electronic fetal monitoring) dan

obat-obat tokolitik yang efektif.

American College Of Obstetrics and Gynecology (2001), memberikan

rekomendasi usaha untuk mengurangi kejadian presentasi sungsang dengan

tindakan versi luar bilamana memungkinkan.

Keberhasilan tindakan versi luar berkisar antara 35-85% atau rata-rata 60%.

(American College of Obstericians and Gynecologist 2000)

18

Page 19: BAB I

Chan dkk (2004) dan Vezina dkk (2004) : keberhasilan tindakan versi luar

tidak selalu diikuti dengan penurunan angka kejadian sectio caesar. Distosia,

kelainan presentasi kepala, gawat janin sering terjadi pasca keberhasilan versi

luar dan hal ini pada akhirnya memerlukan tindakan sectio caesar.

Batasan : proses pemutaran kutub tubuh janin dimana proses manipulasi

seluruhnya dilakukan diluar cavum uteri.

6.4.2. KLASIFIKASI

1. Berdasarkan arah pemutaran

1. Versi Sepalik : merubah bagian terendah janin menjadi presentasi kepala

2. Versi Podalik : merubah bagian terendah janin menjadi presentasi bokong

2. Berdasarkan cara pemutaran

1. Versi luar (external version)

2. Versi internal ( internal version)

3. Versi Bipolar ( “Braxton Hicks” version)

6.4.3. SYARAT VERSI LUAR

1. Janin dapat lahir pervaginam atau diperkenankan untuk lahir pervaginam ( tak

ada kontraindikasi )

2. Bagian terendah janin masih dapat dikeluarkan dari pintu atas panggul (belum

engage)

3. Dinding perut ibu cukup tipis dan lentur sehingga bagian-bagian tubuh janin

dapat dikenali (terutama kepala) dan dapat dirasakan dari luar dengan baik

4. Selaput ketuban utuh.

5. Pada parturien yang sudah inpartu : dilatasi servik kurang dari 4 cm dengan

selaput ketuban yang masih utuh.

6. Pada ibu yang belum inpartu :

1. Pada primigravida : usia kehamilan 34 – 36 minggu.

2. Pada multigravida : usia kehamilan lebih dari 38 minggu.

19

Page 20: BAB I

6.4.4. INDIKASI DAN KONTRAINDIKASI

Indikasi :

1. Letak bokong.

2. Letak lintang.

3. Letak kepala dengan talipusat atau tangan terkemuka.

4. Penempatan dahi.

Kontra indikasi :

1. Perdarahan antepartum.

o Pada plasenta praevia atau plasenta letak rendah, usaha memutar janin

dikhawatirkan akan menyebabkan plasenta lepas dari insersionya sehingga

akan menambah perdarahan.

2. Hipertensi.

o Pada penderita hipertensi pada umumnya sudah terjadi perubahan pembuluh

arteriole plasenta sehingga manipulasi eksternal dapat semakin merusak

pembuluh darah tersebut sehingga terjadi solusio plasenta.

3. Cacat uterus.

o Jaringan parut akibat sectio caesar atau miomektomi pada mioma intramural

merupakan locus minoris resistancea yang mudah mengalami ruptura uteri.

4. Kehamilan kembar.

5. Primitua, nilai sosial anak yang tinggi atau riwayat infertilitas

6. Insufisiensi plasenta atau gawat janin.

Faktor yang menentukan keberhasilan tindakan versi luar :

1. Paritas.

2. Presentasi janin.

3. Jumlah air ketuban.

Faktor yang mempengaruhi terjadinya kegagalan tindakan versi luar:

20

Page 21: BAB I

1. Bagian terendah janin sudah engage .

2. Bagian janin sulit diidentifikasi (terutama kepala).

3. Kontraksi uterus yang sangat sering terjadi.

4. Hidramnion.

5. Talipusat pendek.

6. Kaki janin dalam keadaan ekstensi (“frank breech”)

6.4.5. TEKNIK VERSI LUAR

1. Versi Luar harus dilakukan di rumah sakit dengan fasilitas tindakan SC emergensi

dan dilakukan atas persetujuan penderita setelah mendapatkan informasi yang

memadai dari dokter.

2. Sebelum melakukan tindakan VL, lakukan pemeriksaan ultrasonografi untuk:

Memastikan jenis presentasi.

Jumlah cairan amnion.

Kelainan kongenital.

Lokasi plasenta.

(ada tidaknya lilitan talipusat).

3. Sebelum melakukan tindakan VL, harus dilakukan pemeriksaan kardiotokografi

(non-stress test) untuk memantau keadaan janin.

4. Pasang “intravenous line” sambil dilakukan pengambilan darah darah untuk

pemeriksaan darah lengkap (persiapan bilamana harus segera dilakukan tindakan

sectio caesar).

5. Pasien diminta untuk mengosongkan kandung kemih.

6. (berikan terbutaline 0.25 mg subcutan sebagai tokolitik).

7. Tahapan versi luar :

1. Tahap mobilisasi : mengeluarkan bagian terendah janin dari panggul

1. Ibu berbaring telentang atau posisi Trendelenburg ringan dengan posisi tungkai

dalam keadaan fleksi pada sendi paha dan lutut.

21

Page 22: BAB I

2. Perut ibu diberi bedak (talcum) atau jelly.

3. Penolong berdiri disamping kanan dan menghadap kearah kaki ibu.

4. Dengan kedua telapak tangan diatas simfisis menghadap kebagian kepala ibu,

bokong anak dibawa keluar dari panggul.

2. Tahap eksenterasi : membawa bagian terendah ke fossa iliaca

a) Setelah diluar panggul, bokong ditempatkan pada salah satu dari fossa iliaca

agar radius putaran tidak terlalu jauh.

Tahap rotasi : memutar janin ke kutub yang dikehendaki.

a. Pada waktu akan melakukan rotasi, penolong menghadap kearah muka ibu.

b. Satu tangan memegang bokong (bagian terendah) dan tangan lain memegang

kepala; dengan gerakan bersamaan dilakukan rotasi sehingga janin berada

presentasi yang dikehendaki.

Catatan :

Pemutaran dilakukan kearah dimana tahanannya paling rendah (kearah perut

janin) atau presentasi yang paling dekat (bila VL dilakukan pada presentasi lintang

atau oblique)

Bila pemutaran kearah perut janin gagal maka dapat diusahakan pemutaran

pada arah sebaliknya.

Setelah tahap rotasi, dilakukan pemeriksaan NST ulang (baik pada tindakan

VL yang berhasil maupun gagal) ; bila kondisi janin baik maka dilanjutkan dengan

tahap fiksasi.

Tahap fiksasi : mempertahankan presentasi janin agar tidak kembali presentasi

semula (pemasangan gurita)

Catatan : Versi Luar pada letak lintang dilakukan hanya melalui 2 tahap yaitutahap

rotasi dan tahap fiksasi.

Kriteria Versi Luar dianggap gagal:

1. Ibu mengeluh nyeri saat dilakukan pemutaran.

22

Page 23: BAB I

2. Terjadi gawat janin atau hasil NST memperlihatkan adanya gangguan terhadap

kondisi janin.

3. Bagian janin tidak dapat diidentifikasi dengan baik oleh karena sering terjadi

kontraksi uterus saat dilakukan palpasi.

4. Terasa hambatan yang kuat saat melakukan rotasi.

Masalah kontroversial dalam tindakan versi luar :

1. Penggunaan tokolitik

2. Penggunaan analgesia epidural

6.4.5.KOMPLIKASI VERSI LUAR

1. Solusio plasenta

2. Ruptura uteri

3. Emboli air ketuban

4. Hemorrhagia fetomaternal

5. Isoimunisasi

6. Persalinan Preterm

7. Gawat janin dan IUFD

7. TALI PUSAT DAN KELAINANNYA

7.1. ANATOMI STRUKTUR TALI PUSAT

Pembuluh darah tali pusat berbeda dalam struktur dan fungsi dibandingkan

dengan pembuluh darah besar di dalam tubuh. Kedua arteri tali pusat melilit dalam

model putaran. Darah mengalir dengan cara yang berdenyut dari janin ke plasenta

melalui arteri. Sebuah pulsasi kecil dalam transpor pasif di dalam darah masuk ke

janin melalui vena umbilikalis. Vinci mempostulatkan bahwa panjang tali pusat

seiring dengan bertambahnya usia kehamilan memiliki panjang rata-rata sesuai

23

Page 24: BAB I

dengan panjang janin sendiri. Tali pusat terdiri dari lapisan luar dari epitel amnion,

dengan massa internal mesodermal, wharton’s jelly. Dalam wharton’s jelly terdapat

dua saluran endodermal, yaitu : duktus allantois dan duktus vitellini, serta pembuluh

darah umbilikalis.5

Struktur tali pusat normal terdiri dari dua arteri umbilikalis, dan satu vena

umbilikalis yang dikelilingi oleh wharton jelly lapisan luar, dan lapisan tunggal

selaput amnion. Arteri tali pusat timbul dari aorta embrio setelah berdiferensiasi dan

mengalami pertumbuhan, mereka menjadi cabang-cabang arteri iliaka interna pada

janin.5

Tali pusat dan jaringan penyusunnya terdiri dari : lapisan luar amnion,

wharton’s jelly, dua arteri umbilikalis dan satu vena umbilikalis, yang dirancang

untuk melindungi aliran darah ke janin selama masa kehamilan sampai aterm. Lapisan

luar amnion dapat mengatur tekanan fluida di dalam tali pusat. Wharton's jelly diisi

cairan jelly untuk mencegah kompresi pembuluh darah. Aliran darah diatur oleh otot

polos di sekitar arteri yang bercampur dengan kolagen berdasarkan matriks

ekstraseluler.

7.2. FUNGSI TALI PUSAT

Tali pusat berfungsi untuk mengalirkan darah ke janin untuk pertumbuhan dan

perkembangan janin. Jaringan dari tali pusat harus bekerja untuk mempertahankan

aliran darah selama perkembangan janin dengan gerakan yang normal. Tali pusat

merupakan perpanjangan dari sistem kardiovaskular janin sehingga memiliki potensi

besar dalam mempelajari dan menilai perubahan dalam jaringan pembuluh darah

janin.

7.3. KELAINAN PLASENTA DAN TALI PUSAT

Penyebab kematian janin terkait dengan adanya abnormalitas pada plasenta,

tali pusat dan membran plasenta.

1. Plasenta : Pada kehamilan, janin yang normal mendapatkan sirkulasi dari

pembuluh darah umbilikal dengan jumlah 350 – 400 ml/menit. 8,19

24

Page 25: BAB I

2. Tali Pusat : terdiri dari 2 arteri umbilikalis dan 1 vena umbilikalis allantois dan

mesoderm primer. Panjang tali pusat N ialah 50 – 60 cm dengan diameter 12 mm.

Hal ini berkaitan dengan aktivitas janin di dalam dua trimeter pertama.

1. Tali pusat abnormal : Tali pusat panjang : > 100 cm

2. Tali pusat pendek : < 30 cm.

Sejumlah kelainan plasenta berhubungan dengan IUFD misalnya inflamasi

membran, kompresi tali pusat, lesi akibat insufisiensi vaskular uteroplasental yang

tampak sebagai infark dan arteriopati desidua dan tanda adanya solusio. Komplikasi

talipusat juga dilaporkan memicu IUFD secara langsung. 2 Kompresi tali pusat dapat

menghambat aliran darah dan oksigen ke janin,sehingga dapat menyebabkan

iskemik, hipoksia dan kematian.

Perdarahan fetomaternal masif (FMH) juga berhubungan dengan IUFD dan

anomali fetal. Samadi dkk melaporkan angka kejadian IUFD akibat FMH sebesar

4%.2

Trauma terhadap uterus dan solusio plasenta dapat memicu terjadinya transfusi

fetomaternal. Solusio plasenta atau disebut juga abruptio placenta atau ablasio

placenta adalah separasi prematur plasenta dengan implantasi normalnya di uterus,

dilaporkan sebanyak 12 % menyebabkan IUFD. 10

7.3.1. TALI PUSAT PENDEK

Kadang tali pusat sedemikian pendeknya hingga perut anak berhubungan

dengan plasenta, dalam hal ini selalu disertai hernia umbilikaslis. Tali pusat harus

lebih panjang dari 20-35 cm untuk memungkinkan kelahiran anak, bergantung pada

apakah plasenta terletak di bawah atau di atas. Tali pusat itu dapat pendek absolut

disebabkan ukurannya memang mutlak kurang, tetapi mungkin juga pendek relatif,

artinya panjangnya cukup, tetapi menjadi pendek karena adanya lilitan tali pusat.

(william)

Tali pusat yang terlalu pendek dapat menimbulkan hernia umbilikalis, solusio

plasenta, persalinan tak maju dalam kala pengeluaran dan karena tali pusat tertarik

mungkin bunyi jantung menjadi buruk dan inversio uteri. (pajajaran)

7.3.2. TALI PUSAT TERLALU PANJANG

25

Page 26: BAB I

Memudahkan terjadinya lilitan tali pusat, tali pusat yang menumbung, dan simpul

benar.

Simpul tali pusat ada 2 macam, yaitu:

1. Simpul yang palsu – Bagian yang menonjol dari tali pusat yang menyerupai

simpul itu dibentuk oleh penumpukan sele Wharton atau variks dari vena

umbilikalis.

2. Simpul yang benar – Biasanya tidak mempunyai arti klinis, tetapi kadang simpul

dapat tertarik sedemikian eratnya hingga menyebabkan kematian janin.

Hal ini paling besar kemungkinan dalam kala pengeluaran. (pajajaran)

7.3.3. LILITAN TALI PUSAT

Biasanya terdapat pada leher anak. Lilitan tali pusat menyebabkan tali pusat

menjadi relatif pendek dan mungkin juga menyebabkan letak defleksi. Setelah

kepala anak lahir, lilitan perlu segera dibebaskan melalui kepala atau digunting

antara 2 kocher. (william)

7.3.4. TALI PUSAT TERKEMUKA DAN TALI PUSAT MENUMBUNG

Dikatakan bahwa tali pusat menumbung jika tali pusat teraba disamping atau

lebih rendah pada bagian depan, sedangkan ketuban sudah pecah. Apabila tali pusat

teraba di dalam ketuban, disebut tali pusat terkemuka. Tali pusat menumbung dan

tali pusat terkemuka menyebabkan penyulit di dalam persalinan, akan dibicarakan

lebih lanjut dalam patologi persalinan. (william)

26

Page 27: BAB I

BAB II

LAPORAN KASUS

I. IDENTITAS

Nama : Ny. Lisa Pujiastutik

Umur : 17 tahun

Pekerjaan : ibu rumah tangga

Alamat : jl. Tambak Sari Dringu

Agama : Islam

Bangsa : Indonesia/ Jawa

RM : 481207

Nama Suami : Tn. Samsul Arifin

Umur : 23 tahun

Pekerjaan : Buruh Tani

II. ANAMNESA (tanggal : 13-12-2013 pukul 09.15 WIB)

Keluhan Utama :

Pasien dirujuk dari Sp.OG dengan diagnosa G1P0-0Ab0 umur kehamilan 25-26

minggu + IUFD. Janin tidak bergerak sejak 1 bulan yang lalu.

RPP (Riwayat Perjalanan Penyakit) :

Pasien merasa hamil 7 bulan. Tapi janin tidak bergerak sejak 1 bulan yang lalu.

Sebulan lalu pasien melakukan pijat perut di dukun pijat karena khawatir bayinya

sungsang. Sehari setelah dipijat, pasien merasa bayinya tidak lagi bergerak. 5 hari

kemudian pasien periksa ke bidan, namun dikatakan tidak ada masalah pada

kehamilannya. Saat itu pasien hanya dilakukan pemeriksaan dengan perabaan di

perut. 1 hari sebelum ke RS, pasien periksa ke bidan dan dirujuk ke dokter

spesialis kandungan. Saat dilakukan pemeriksaan oleh spesialis kandungan,

dinyatakan bahwa janin telah mati.

Riwayat Penyakit Dahulu :

27

Page 28: BAB I

Pasien rajin kontrol ke bidan setiap bulan, janin dinyatakan sehat sebelum

dilakukan pemijatan perut, pasien tidak pernah mengkonsumsi jamu dan obat

tanpa sepengetahuan bidan, dan selama kehamilan pasien tidak mengalami

masalah dengan rasa mual dan muntah yang berlebihan. Tekanan darah pasien

normal. Tidak bermasalah dengan sesak nafas selama kehamilan.

Riwayat Kehamilan Sekarang :

Pasien memiliki riwayat muntah pada awal kehamilan namun tidak terlalu sering

dan masih dapat menerima asupan makanan dengan baik. Riwayat kaki bengkak,

penglihatan terganggu, sakit kepala, kencing terlalu sering, defekasi tidak teratur,

keluar darah dari jalan lahir, tekanan darah tinggi dan kejang disangkal oleh

pasien.

Pemeriksaan Ante Natal :

Pasien memeriksakan kehamilannya ke bidan setiap bulan sejak bulan kedua

kehamilan. Dan 1 kali ke dokter spesialis kandungan sebelum dirujuk ke RS.

Riwayat Penyakit Keluarga :

Hipertensi (-), Diabetes melitus (-), Asma (-)

Riwayat Alergi :

Tidak ada

Anamnesa Umum :

- Haid : teratur

Sebulan : 1 kali

Selama : 7 hari

Nyeri pada saat haid , darah banyak pada hari pertama sampai hari ketiga.

- Menarche : 12 tahun

- Hari pertama haid terakhir :

- Fluor albus : -

- Tidak pernah mengikuti program KB

III. ANAMNESA OBSTETRIK

- G1P000Ab0

- Bersuami : 1 kali, lama pernikahan ± 1 tahun.

- Jumlah anak : 0

Anak Suami Tempat Bersalin Tahun Jenis persalinan

28

Page 29: BAB I

ke- ke-

- 1 - - -

- Kelainan lain :

- Nafsu makan : biasa

- Berat badan : tetap

- BAB : biasa

- BAK : biasa

- Batuk-batuk : -

- Sesak : -

- Berdebar-debar : -

- Pusing : -

- Mata kabur : -

- Epigastric pain : -

- Anamnesa keluarga :

- Tumor : -

- Gemeli : -

- Operasi : -

IV. STATUS PRAESENS

Keadaan umum : Cukup

Kesadaran : Compos mentis

- a/i/c/d : -/-/-/-

- Gizi : cukup

- Tensi : 100/60

- Nadi : 84 x/menit

- Respirasi : 20x/menit

- Suhu : 36,6o C

Kepala

- Bentuk : simetris

- Tumor : -

- Rambut :

29

Page 30: BAB I

- Mata :

Conjungtiva : konjungtiva anemis -/-, skelra ikterik -/-

Sklera : ikterik (-)

Pupil : Bulat/isokor : ( )/( )

- Telinga dan hidung : sekret -/-

- Mulut :

Gigi sakit : -

Lidah tumor : -

Beslag : -

Hipersalivasi : -

Leher

- Struma : -

- Bendungan vena : -

Thorax

- Jantung :

- Paru-paru : suara nafas vesikuler, wheezing/rhonki -/-

- Payudara :

Abdomen

- Hepar : Tidak teraba

- Lien : Tidak teraba

Genetalia externa : DBN

Extremitas

- Oedema : (-)

- Reflex fisiologis : (+)

- Reflex patologis : (-)

- Reflex orthopaedic : (-)

V. STATUS OBSTETRI (Tanggal 13-12-2013 pukul 10.00 WIB)

Muka

- Chloasma gravidarum : -

- Exopthalmus : -

Leher

30

Page 31: BAB I

- Struma : -

Thorax

- Mammae :

Membesar : +

Hyperpigmentasi : +

Lembek/ tegang : Lembek

Colostrum : -

Abdomen

- Inspeksi :

Perut membesar : +

Striae gravidarum alba : +

Hyperpigmentasi linea alba : +

- Palpasi :

Leopold I :

TFU 3 jari bawah pusat (21 cm) , teraba massa lunak

Leopold II :

Teraba massa panjang keras pada sisi kanan ibu

Leopold III :

Tidak teraba massa di bagian bawah ibu

Leopold IV :

Belum masuk pintu atas panggul

- Auskultasi

Cortonen : tidak ada

- Genetalia eksterna

Fluor : -

Fluksus : -

- Perineum

Cicatrix : - , sepanjang – cm

- Anus

Haemorrhoid externa : -

VI. PEMERIKSAAN LABORATORIUM

- Darah :

Diff. Count :-/-/6/66/26/2

31

Page 32: BAB I

Hb : 11,3 gr/ dl

Lekosit : 8.100

PVC : 34

Trombosit : 234.000

- Faal :

Bleeding time : 1,00

Cloting time : 6,00

VII. DIAGNOSA

G1P0-0Ab0 UK 25-26 minggu belum inpartu janin intra uterine tunggal mati

VIII. PENATALAKSANAAN

- MRS

- USG

- Pemeriksaan laboratorium

- Terminasi kehamilan dengan drip sintosinon bertingkat

32

Page 33: BAB I

BAB III

PEMBAHASAN

1. PENYEBAB TERJADINYA INTRA UTERI FETAL DEATH

Dari faktor ibu adalah Usia ibu saat hamil, paritas, pemeriksaan antenatal,

trauma eksternal, dan penyulit lain selama kehamilan (anemia, pre-eklamsia dan

eklamsia, solusio plasenta, diabetes melitus, rhesus iso-imunisasi, infeksi dalam

kehamilan, ketuban pecah dini, letak lintang).

Dari faktor janin adalah kelainan kongenital, infeksi intranatal, kelainan tali

pusat (kelainan insersi tali pusat, simpul tali pusat, lilitan tali pusat).

Pada kasus ini, terjadi intra uteri fetal death di mungkinkan karena faktor eksternal

dari ibu, dalam kasus ini pijat pada abdomen yang dilakukan ibu pada usia kehamilan

20-21 minggu (5 bulan) dan usia kehamilan 21-22 minggu. Serta diakibatkan karena

adanya kelainan simpul tali pusat. Sehingga oksigenansi pada janin terhambat. Janin

menjadi asfiksia dan mati dalam kandungan.

2. HUBUNGAN PIJAT PADA KEHAMILAN DENGAN INTRA UTERI FETAL

DEATH

Tidak ada manfaat pasti dari intra uteri fetal death yang ditetapkan.tapi satu

penelitian dari University of Miami School of Medicine mengusulkan mungkin

memiliki beberapa efek positif yang meliputi:

- Menurunkan kecemasan

- Mengurangi nyeri pada punggung dan kaki

- Memperbaiki pola tidur

- Mengurangi kadar hormon stress norepinephrine

Karena penelitian tentang pijat kehamilan kurang, banyak dokter yang

menyarankan pendekatan konservatif. Mereka bahkan mungkin menyarankan semua

33

Page 34: BAB I

wanita hamil untuk menghindari pijat. Namun secara ilmiah tidak ada di dalam

pedoman. Pastikan mendapatkan izin dari dokter sebelum mencoba pijat, terutama jika:

- Mengalami mual, muntah, atau morning sickness

- Beresiko tinggi terjadi abortus

- Memiliki kehamilan berisiko tinggi seperti solusio plasenta atau persalinan prematur

Banyak terapis pijat tidak bersedia melakukan pemijatan pada trimester pertama.

Alasannya karena potensial untuk terjadinya keguguran. Beberapa terapis pijat

kehamilan berpendapat bahwa pemijatan kehamilan itu sendiri tidak menyebabkan

keguguran, tetapi tidak ada penelitian yang menunjukkan bahwa pijat kehamilan dan

keguguran saling berhubungan.

Namun, jika memiliki kehamilan berisiko tinggi, tekanan darah tinggi, atau

pre-eclampsia, dapatkan nasihat dari dokter terlebih dahulu. Jika mengalami

persalinan prematur, pijat dapat membantu meningkatkan sirkulasi, tapi pijat perut

harus dihindari.

Dalam kasus ini ibu pernah melakukan pijat sebanyak 2 kali sebelum pada

akhirnya merasakan gerakan janinnya tidak ada. Pasien melakukan pijat pada perutnya

dengan dilakukan oleh dukun pijat. Pada tinjauan teori pijat perut harus dihindari

karena dikhawatirkan bisa mencederakan janin.

3. KELAINAN TALI PUSAT YANG TERJADI

Ada beberapa kelainan pada tali pusat yang bisa mengakibatkan IUFD, antara lain

lilitan tali pusat, simpul tali pusat, dan tali pusat menumbung.

Pada kasus ini di dapatkan simpul tali pusat pada janin yang masihterselubung

plasenta setelah dibuka terdapat simpul dengan panjang ± 1,5 cm yang dapat

menyebabkan janin menjadi asfiksia. Kematian janin dapat terjadi akibat simpul tali

pusat ini, karena selain asfiksia, nutrisi untuk janin juga terhambat.

4. MENGAPA JANIN HARUS DIKELUARKAN?

Kematian janin dalam kandungan 3 – 4 minggu, biasanya tidak membahayakan

ibu. Setelah lewat 4 minggu maka kemungkinan terjadinya kelainan darah

(hipofibrinogenemia) akan lebih besar. Kematian janin akan menyebabkan desidua

34

Page 35: BAB I

plasenta menjadi rusak menghasilkan tromboplastin masuk ke dalam peredaran darah

ibu, pembekuan intravaskuler yang dimulai dari endotel pembuluh darah oleh trombosit

terjadilah pembekuan darah yang meluas menjadi disseminated intravascular

coagulation hipofibrinogenemia (kadar fibrinogen  < 100 mg%). Kadar normal

fibrinogen pada wanita hamil adalah 300-700 mg%. Akibat kekurangan fibrinogen

maka dapat terjadi hemoragik postpartum. Partus biasanya berlangsung 2-3 minggu

setelah janin mati. Karena itu pemeriksaan pembekuan darah harus dilakukan setiap

minggu setelah diagnosa ditegakan jika terjadi hipofibrigemia, bahayanya adalah

perdarahan postpartum.

Disamping itu juga dapat menyebabkan trauma emosional yang berat terjadi bila

waktu antara kematian janin dan persalinan cukup bulan. Dapat juga terjadi infeksi bila

air ketuban pecah, serta dapat terjadi koagulasi bila kematian janin berlangsung lebih

dari 2 minggu.

Kematian janin pada pasien telah terjadi sejak 4 minggu sebelum pasien datang

ke RS. Dan tidak didapatkan tanda pasien akan partus, sehingga di induksi dengan

oksitosin untuk merangsang terjadinya persalinan. Pada pasien tidak didapatkan

perdarahan post partum yang bisa menjadi komplikasi dari IUFD.

5. APA PENATALAKSANAAN PADA KASUS INI?

Drip oksitosin sering dilakukan dan efektif pada kasus-kasus dimana telah

terjadi pematangan serviks. Pemberian dimulai dengan 5-10 unit oksitosin dalam 500

ml larutan Dextrose 5% melalui tetesan infus intravena. Dua botol infus dapat

diberikan dalam waktu yang bersamaan. Pada kasus yang induksinya gagal,

pemberian dilakukan dengan dosis oksitosin dinaikkan pada hari berikutnya. Infus

dimulai dengan 20 unit oksitosin dalam 500 ml larutan Dextrose 5% dengan

kecepatan 30 tetes per menit. Bila tidak terjadi kontraksi setelah botol infus pertama,

dosis dinaikkan menjadi 40 unit. Resiko efek antidiuretik pada dosis oksitosin yang

tinggi harus dipikirkan, oleh karena itu tidak boleh diberikan lebih dari dua botol pada

waktu yang sama. Pemberian larutan ringer laktat dalam volume yang kecil dapat

menurunkan resiko tersebut.

Apabila uterus masih refrakter, langkah yang dapat diulang setelah pemberian

prostaglandin pervaginam. Kemungkinan terdapat kehamilan sekunder harus

disingkirkan bila upaya berulang tetap gagal menginduksi persalinan.

35

Page 36: BAB I

Pada kasus ini juga digunakan drip oksitosin bertingkat sebagai penatalaksanaan.

Dilakukan dengan pemberian 10 unit oksitosin dalam 500 ml ringer laktat dengan

kecepatan 20 tetes per menit. Bila sampai dengan 100 ml his tidak adekuat maka

tambahkan oksitosin 10 ml dengan kecepatan tetesan tetap. Pemberian maksimal 40

unit. Bila dam 500 ml belum terjadi proses kelahiran maka pemberian diulang dengan

pemberian 40 unit dalam 500 ml ringer laktat dengan kecepatan 20 tetes per menit.

36

Page 37: BAB I

DAFTAR PUSTAKA

1. Wiknjosastro, Hanifa. 2007. Pelayanan Kesehatan Maternal Dan Neonatal. Jakarta :

YBP-SP

Moechtar R. Pedarahan Antepartum. Dalam: Synopsis Obstetri, Obstetri Fisiologis

dan Obstetri Patologis, Edisi II. Jakarta:Penerbit Buku Kedokteran EGC, 1998; 279

Cunningham, F. Gary [et.al..]. 2005. Obstetri Williams. Jakarta : EGC

2. Mansjoer A,et al. 2001. Kapita Selekta. Jakarta : Penerbit Media Aesculapius FKUI

3. WHO. Managing Complications in Pregnancy and Childbirth. Geneva: WHO, 2003.

518-20

4. Winknjosastro H. Ilmu Kebidanan Edisi III,cetakan enam. Yayasan Bina Pustaka

Sarwono Prawirohardjo. Balai Penerbit FK UI. Jakarta. 2008. 732-35.5. Patel PK. Profile of Fetal Deaths in Dhahira Region, Oman. Oman Medical6. Journal 2008, ;23(1)7. Mu J, Kanzaki T, Si X, Tomimatsu T, Fukuda H, Shioji M. Apoptosis and Related8. Proteins in Placenta of Intrauterine Fetal Death in Prostaglandin F Receptor Deficient9. Mice. Biology or Reproduction 2003;68:1968-7410. Ezechi OC, Kalu Bke, Ndububa VI, Nwokoro CA. Induction of Labour by11. Vaginal Misoprostol for Intrauterine Fetal Death. J Obstet Gynecol Ind

2004;54(6):561-312. James L Lindsey, MD. Evaluation of Fetal Death. Stanford School of Medicine,13. Department of Obstetrics and Gynecology, Santa Clara Valley Medical Center. 200814. Cuningham FG., Gant NF, Leveno KJ, Gilstrap III LC, Hauth, JC., Wenstrom15. KD. Williams Obstetrics Edisi ke 21. New York : McGraw-Hill 2001

16. Weeks A. Misoprostol in obstetrics and gynecology. International Journal of Gynecology and Obstetrics 2007 99 : S156–S159

17. Gibbs RS, Roberts DJ. Case 27-2007: A 30-Year-Old Pregnant Woman with18. Intrauterine Fetal Death. N Engl J Med 2007;357:918-25.

19. Field, T. (2004). Massage Therapy Effects on Depressed Pregnant Women. Journal of

Psychosomatic Obstetrics and Gynaecology, Jun;25(2):115-22.

37