bab i

Upload: gumam-m-bintang-ramanda

Post on 19-Oct-2015

87 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

h

TRANSCRIPT

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar belakang

Imunisasi merupakan usaha memberikan kekebalan pada bayi dan anak dengan memasukan vaksin kedalam tubuh agar membuat antibodi untuk mencegah penyakit tertentu. Vaksin adalah bahan yang dipakai untuk pembentukan zat antibodi yang dimasukan kedalam tubuh secara injeksi seperti vaksin BCG, DPT, Campak dan secara peroral seperti vaksin polio.

Pemberian imunisasi pada anak yang mempunyai tujuan agar tubuh kebal terhadap penyakit tertentu, kekebalan tubuh juga dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya terdapat tinggi kadar antibodi pada saat dilakukan imunisasi, potensi antigen yang disuntikan, waktu antara pemberian imunisasi. Keefektifan imunisasi tergantung dari faktor yang mempengaruhinya sehingga kekebalan tubuh dapat diharapkan pada diri anak.Efek samping vaksin bagi sebagian anak umumnya berupa reaksi ringan didaerah penyuntikan seperti, nyeri, bengkak dan kemerahan. Terkadang reaksi disertai demam ringan 1-2 hari setelah imunisasi, gejala tersebut umumnya tidak berbahaya dan akan hilang dengan cepat.Status imunisasi anak ditentukan tidak hanya oleh faktor-faktor yang terdapat di tingkat rumah tangga melainkan faktor-faktor yang berada di komunitas, geografis dan program imunisasi dinas kesehatan kabupaten/kota. Di tingkat rumah tangga berdasarkan penelitian, diketahui variable-variable yang mempengaruhi cangkupan imunisasi adalah pengetahuan ibu, pendidikan ibu, usia ibu dan jumlah kunjungan ibu antenatal dan status ekonomi rumah tangga. Menurut dr.Badriul Hegar, Sp.A, ketua umum PP IDAI (Pengurus Pusat Ikatan Dokter Anak Indonesia), keberhasilan upaya imunisasi telah terbukti dapat menyelamatkan jiwa manusia dari penyakit infeksi berat seperti polio, difeteri, pertusis tetanus, campak, hepatitis dan lain-lainnya.WHO (World Health Organization) dan UNICEF (United Nations International Childrens Emergency Fund) menetapkan indikator cakupan imunisasi adalah 90% ditingkat nasional dan 80% di semua kabupaten. Dalam rencana strategis departemen kesehatan republik indonesia tahun 2005 2009, target universal child immunization (UCI) desa sebesar 98% tercatat pada tahun 2009. Anak balita di indonesia tahun 1999/2000 sebesar 66,3% yang memiliki cakupan imunisasi lengkap, angka cakupan tersebut jauh dari target UCI sebesar 90%.

Peran seorang ibu dalam program imunisasi sangat penting, karena penggunaan saran kesehatan oleh anak berkaitan erat dengan perilaku dan kepercayaan ibu pada program imunisasi sangatlah penting. Imunisasi bukanlah hal yang baru dalam dunia kesehatan di Indonesia. Namun sampai saat ini banyak orang tua yang masih ragu dalam memutuskan apakah anaknya akan diimunisasi atau tidak.Menurut Survey Mawas Diri yang telah dilakukan sebelumnya di RW 19 kelurahan Sukamanah, salah satu masalah yang ada yaitu menyangkut tentang macam antigen yang sudah diberikan pada balita, dari data yang diperoleh tentang pemberian macam antigen imunisasi yang terdapat pada bulan November tahun 2013, diperoleh data total bayi seluruhnya adalah 78 balita. Data yang mengikuti program imunisasi sebanyak 77 balita (98,7%) dan 1 balita (1,3%) tidak diimunisasi. Dan 23 balita (29,5%) sudah diimunisasi lengkap, 54 balita (69,2%) baru diimunisasi sebagian dan 1 balita (1,3%) belum diimunisasi sama sekali.Keberhasilan imunisasi ditentukan oleh faktor yang berada ditingkat rumah tangga dan komunitas, bila faktor yang berada ditingkat komunitas tidak ada kendala dalam sarana dan prasarana. Maka faktor yang berada ditingkat rumah tanggalah yang sangat berpengaruh. Sehingga penulis tertarik untuk melakukan survey tentang Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Keberhasilan Program Imunisasi Balita di RW 19 Kelurahan Sukamanah.B. RUMUSAN MASALAH

Berdasarkan latar belakang diatas, maka rumusan masalah dalam laporan ini adalah Faktor Apa Yang Mempengaruhi Keberhasilan Program Imunisasi pada Balita di RW 19 Kelurahan Sukamanah?C. Tujuan

1. Umum

Untuk mengetahui faktor apa yang mempengaruhi keberhasilan program imunisasi pada balita di RW 19 Kelurahan Sukamanah.2. Khususa. Untuk mengetahui tingkat pengetahuan ibu tentang imunisasi pada balita di RW 19 kelurahan Sukamanah.b. Untuk mengetahui hal-hal yang membuat ibu khawatir membawa balita imunisasi.D. Manfaat1. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi tentang imunisasi kepada para ibu di RW 19 Kelurahan Sukamanah.

2. Dari intervensi yang telah dilakukan diharapkan dapat meningkatkan pengetahuan ibu tentang imunisasi di RW 19 kelurahan Sukamanah.BAB IITINJAUAN PUSTAKAA. PENGERTIAN IMUNISASI

Kata imun berasal dari bahasa Latin (immunitas) yang berarti pembebasan (kekebalan) yang diberikan kepada para senator Romawi selama masa jabatan mereka terhadap kewajiban sebagai warganegara biasa dan terhadap dakwaan. Dalam sejarah, istilah ini kemudian berkembang sehingga pengertiannya berubah menjadi perlindungan terhadap penyakit, dan lebih spesifik lagi, terhadap penyakit menular (Theophilus, 2000; Mehl danMadrona, 2001). Sistem imun adalah suatu sistem dalam tubuh yang terdiri dari sel-sel serta produk zat-zat yang dihasilkannya, yang bekerja samasecara kolektif dan terkoordiniruntuk melawan benda asing seperti kuman-kuman penyakit atau racunnya, yang masuk ke dalam tubuh.Kuman termasuk antigen yang masuk ke dalam tubuh, maka sebagai reaksinya tubuh akan membuat zat anti yang disebut dengan antibodi. Pada umumnya, reaksi pertama tubuh untuk membentuk antibodi tidak terlalu kuat, karena tubuh belum mempunyai pengalaman. Pada reaksi yang ke-2, ke-3 dan seterusnya, tubuh sudah mempunyai memori untuk mengenali antigen tersebut sehingga pembentukan antibodi terjadi dalam waktu yang lebih cepat dan dalam jumlah yang lebih banyak. Itulah sebabnya, pada beberapa jenis penyakit yang dianggap berbahaya,perlu dilakukan tindakan imunisasi atau vaksinasi. Hal ini dimaksudkan sebagai tindakan pencegahan agar tubuh tidak terjangkit penyakit tersebut, atau seandainya terkena pun, tidak akan menimbulkan akibat yang fatal (Gordon, 2001).Di Indonesia imunisasi mempunyai pengertiansebagai tindakan untuk memberikan perlindungan (kekebalan) di dalam tubuh bayi dan anak, agar terlindung dan terhindar dari penyakit-penyakit menular dan berbahayabagi bayi dan anak (RSUD DR. Saiful Anwar,2002).

Imunisasi adalah suatu cara untuk meningkatkan kekebalan seseorang secara aktif terhadap suatu antigen, sehingga bila kelak ia terpajan pada antigen yang serupa, tidak terjadi penyakit. Imunisasi dasar adalah pemberian imunisasi awal untuk mencapai kadar kekebalan diatas ambang perlindungan (Depkes, 2005). Yang dimaksud dengan imunisasi dasar lengkap adalah pemberian imunisasi BCG 1x, Hepatitis B 4x, DPT 3x, Polio 4x, dan Campak 1x sebelum bayi berusia 1 tahun.Imunisasi merupakan program utama suatu negara. Bahkan merupakan salah satu alat pencegahan penyakit yang utama didunia. Penyelenggaraan imunisasi diatur secara universal melalui berbagai kesepakatan yang difasilitasi oleh badan dunia seperti WHO dan UNICEF. Pertemuan international biasanya diselenggarakan secara teratur baik untuk tukar menukar pengalaman, evaluasi, perlu tidaknya bantuan dan lain sebagainya.B. TUJUAN PEMBERIAN IMUNISASI

Untuk mencegah terjadinya penyakit tertentu pada seorang dan menghilangkan penyakit tertentu pada sekelompok masyarakat (populasi) atau bahkan menghilangkan penyakit tertentu dari dunia seperti pada imunisasi cacar (Ranuh dkk, 2001). Memberikan kekebalan terhadap penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi yaitu; Polio, Campak, Difteri, Pertusis, Tetanus, TBC, dan Hepatitis B (Depkes, 2000). Dari tujuan diatas dapat disimpulkan bahwa tujuan pemberian imunisasi adalah memberikan kekebalan pada bayi dan anak dengan maksud menurunkan kematian dan kesakitan serta mencegah akibat buruk lebih lanjut dari penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi.C. JENIS KEKEBALAN

Dilihat Dari Cara Timbulnya, Maka Dibagi Dua, Yaitu:

a. Kekebalan AktifKekebalan Yang Dibuat Tubuh Sendiri Akibat Terpajan Pada Antigen Seperti Pada Imunisasi, Atau Terpajan Secara Alamiah, Prosesnya Lambat Tetapi Dapat Bertahan Lama

Kekebalan Aktif Alamiah : Tubuh Membuat Kekebalan Itu Sendiri Setelah Sembuh Dari Suatu Penyakit.

b. Kekebalan Aktif Buatan : Kekebalan Yang Dibuat Tubuh Setelah Mendapatkan Vaksin

c. Kekebalan PasifKekebalan Yang Diperoleh Dari Luar Tubuh, Bukan Dibuat Oleh Individu Itu Sendiri Atau Setelah Mendapat Zat Penolak, Sehingga Prosesnya Cepat Tetapi Tidak Bertahan Lama. Kekebalan Pasif Alamiah : Kekebalan Yang Diperoleh Bayi Sejak Lahir Dari Ibunya.

Kekebalan Pasif Buatan : Kekebalan Didapat Setelah Memperoleh Suntikan Zat Penolak.D. FAKTOR FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEKEBALAN

Banyak faktor yang mempengaruhi kekebalan antara lain umur, gizi dan trauma.1. Umur

Untuk beberapa penyakit tertentu pada bayi (anak balita) dan orang tua lebih mudah terserang. Dengan kata lain orang pada usia sangat muda atau usia tua lebih rentan, kurang kebal terhadap penyakit-penyakit menular tertentu. Hal ini mungkin disebabkan karena kedua kelompok umur tersebut daya tahan tubuhnya rendah.2. GiziGizi yang baik pada umumnya akan meningkatkan resistensi tubuh terhadap penyakit-penyakit infeksi tetapi sebaliknya kekurangan gizi berakibat kerentanan seseorang terhadap penyakit infeksi.3. TraumaStres salah satu bentuk trauma adalah merupakan penyebab kerentanan seseorang terhadap suatu penyakit infeksi tertentu.

E. SYARAT SYARAT IMUNISASI

Ada beberapa jenis penyakit yang dianggap berbahaya bagi anak, yang pencegahannya dapat dilakukan dengan pemberian imunisasi dalam bentuk vaksin. Dapat dipahami bahwa imunisasi hanya dilakukan pada tubuh yang sehat. Berikut ini keadaan yang tidak boleh memperoleh imunisasi yaitu:

1. Anak sakit keras

2. Keadaan fisik lemah, dalam masa tunas penyakit

3. Sedang mendapat pengobatan dengan sediaan kortikosteroid atau obat immunosupresif lainnya karena tubuh mampu membentuk zat anti yang cukup banyak ( Huliana, 2003)

Menurut Depkes RI tahun 2005, dalam pemberian imunisasi ada syarat yang harus diperhatikan yaitu;

1. Diberikan pada bayi atau anak yang sehat

2. Vaksin yang diberikan harus dalam keadaan baik

3. Disimpan dilemari es dan belum lewat masa berlakunya

4. Pemberian imunisasi dengan teknik yang tepat

5. Mengetahui jadwal imunisasi dengan melihat umur dan jenis imunisasi yang telah diterima

6. Meneliti jenis vaksin yang diberikan

7. Memberikan dosis yang akan diberikan

8. Mencatat nomor batch pada buku anak atau kartu imunisasi serta memberikan inform concent kepada orang tua atau keluarga sebelum melakukan tindakan imunisasi yang sebelumnya telah dijelaskan kepada orang tuanya tentang manfaat dan efek samping atau Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi (KIPI) yang dapat timbul setelah pemberian imunisasi.F. SUMBER IMUNISASI DAN JENIS IMUNISASI DASAR

Jenis-Jenis Vaksin Dalam Program Imunisasi Dan Cara PemberianImunisasi dasar harus diberikan terhadap 7 jenis penyakit utama yaitu TBC, difteri, tetanus, batuk rejan, poliomielitis, campak dan hepatitis B. Imunisasi dasar terdiri dari :a) Vaksin BCG (Bacillus Calmette Guerin)Berasal dari kuman Basillus Calmette Guerin yang telah dilemahkan. Memberikan kekebalan terhadap penyakit TBC. Efek samping dari vaksin BCG dapat menimbulkan pembengkakan pada bekas suntikan yang biasanya akan hilang dengan sendirinya, demam sampai 1-2 minggu. Vaksin BCG tidak dapat diberikan pada anak yang menderita TBC positif atau menunjukkan uji mantoux positif. Diberikan dengan cara disuntikkan secara intracutan (didalam kulit) di bagian lengan kanan atas (Inertio Musculus Deltoideus) 1 kali suntikan dosis 0,05 cc.

Gambar 1. Kemasan Vaksin BCGb) Vaksin DPT (Difteria Pertusis Tetanus) Berasal dari kuman Bordetella Pertusis yang telah dimatikan, dikemas dengan vaksin Diptheri dan Tetanus yang berasal dari racun kuman yang dilemahkan. Memberikan kekebalan terhadap penyakit difteria, pertusis (batuk rejan) dan tetanus. Efek samping vaksin DPT antara lain adalah lemas, kadang-kadang terjadi gejala demam tinggi, iritabilitas. Diberikan dengan cara disuntikkan secara intramuscular dengan membentuk sudut 450-600, di bagian paha sebelah luar (otot vastus lateralis) 3 kali suntikan dosis 0,5 cc. imunisasi DPT tidak dapat diberikan kepada anak yang sakit parah dan anak yang menderita penyakit kejang demam kompleks. Juga tidak dapat diberikan kepada anak dengn batuk yang diduga sedang menderita batuk rejan dalam tahap awal atau penyakit gangguan kekebalan (defisiensi imun). Sakit batuk, pilek, demam atau diare yang sifatnya ringan, bukan merupakan kontra indikasi yang mutlak.

Gambar 2. Kemasan Vaksin DPTc) Vaksin Polio Berasal dari kuman Polio yang dilemahkan. Memberikan kekebalan terhadap penyakit poliomyelitis. Vaksin polio pada umumnya tidak memiliki efek samping. Diberikan melalui mulut dengan cara diteteskan dengan pipet kedalam mulut anak sebanyak 2 tetes, 4 kali pemberian. Kontraindikasi dari vaksin polio adalah anak dengan diare berat dan defisiensi imun. Karena dapat memperberat terjadinya diare. Pada anak dengan penyakit batuk, pilek, demam atau diare ringan imunisasi polio dapat diberikan seperti biasanya.

Gambar 3. Kemasan Vaksin Poliod) Vaksin Campak Berasal dari virus Campak yang telah dilemahkan. Memberikan kekebalan terhadap penyakit campak. Efek sampingnya antara lain adalah demam atau kejang yang ringan dan tidak berbahaya pada hari ke-10 sampai ke-12 setelah penyuntikan, tetapi ini sangat jarang terjadi. Vaksin Campak tidak boleh diberikan pada anak dengan sakit parah, defisiensi imun dan defisiensi gizi. Diberikan dengan cara disuntikkan sub cutan dalam, membentuk sudut 300, di bagian lengan atas (Inertio Musculus Deltoideus) 1 kali suntikan dosis 0,5 cc.

Gambar 4. Kemasan Vaksin Campake) Vaksin Hepatitis B Berasal dari protein khusus kuman Hepatitis B. Memberikan kekebalan terhadap penyakit Hepatitis B. Semua bukti menunjukan bahwa vaksin Hepatitis B aman dan efektif serta efek sampingnya adalah reaksi lokal seperti rasa sakit, kemerahan, dan pembengkakan disekitar tempat penyuntikan. Diberikan dengan cara disuntikkan secara intramuscular dengan membentuk sudut 450 600, di bagian paha sebelah luar (otot vastus lateralis) 4 kali suntikan dosis 0,5 cc.

Gambar 5. Kemasan Vaksin Hepatitis BG. IMUNISASI ULANG1. BCG

BCG ulangan tidak dianjurkan oleh karena manfaatnya diragukan mengingat:a. Efektifitas perlindungan hanya 40%b. 70% kasus TB berat (ex meningitis) ternyata mempunyai parut BCGc. Kasus dewasa dengan BTA positif di Indonesia cukup tinggi (25-36%) walaupun mereka telah mendapatkan BCG pada masa kanak-kanak.2. Hepatitis BImunisasi hepatitis B dapat dipertimbangkan pada umur 10-12 tahun. Penelitian kohort multisenter di Thailand dan Taiwan terhadap bayi dari ibu yang mengidap hepatitis B yang telah memperoleh imunisasi dasar 4X pada masa bayi, dapat diulangi pada umur 5 tahun, 90,7% diantaranya masih memiliki titer antibody anti HBs yang protektif (titer anti HBs >10 mlU/ml). mengingat pola apidemiologi hepatitis B di Indonesia mirip dengan Negara tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa imunisasi ulang pada umur 5 tahun tidak diperlukan kecuali apabila titer anti HbsAg < 10mlU/ml. 3. DPTImunisasi ulang yang pertama dilakukan pada usia 1,5 - 2 tahun atau kurang lebih 1 tahun setekah penyuntikan imunisasi dasar ketiga. Imunisasi ulang berikutnya dilakukan pada usia 6 tahun atau saat kelas 1 SD. Pada saat kelas 6 SD diberikan lagi imunisasi ulang dengan vaksin DT (tanpa P). Vaksin pertusis (batuk rejan) tidak dianjurkan untuk anak yang berusia lebih dari 7 tahun karena reaksi yang timbul dapat lebih hebat, selain itu juga karena perjalanan penyakit pertusis pada anak lebih dari 5 tahun tidak parah.4. Tetanus ToksoidTetanus kelima diberikan pada usia masuk sekolah akan memperpanjang imunitas 10 tahun lagi sampai umur 17-18 tahun. Dengan 5 dosis toksoid tetanus pada anak dihitung setara dengan 4 dosis toksoid dewasa.5. PolioImunisasi polio ulangan diberikan 1 tahun sejak imunisasi polio 4, selanjutnya saat masuk sekolah (5-6 tahun).6. CampakPenelitian titer antibody campak pada anak usia 6-11 tahun oleh badan penelitian dan pengembangan DepKes dan KeSos tahun 1999 mendapatkan hanya 71,9% anak yang masih mempunyai antibodi campak diatas ambang pencegahan, sedangkan 28,3% diantaranya kelompok usia 5-7 tahun parnah menderita campak walaupun sudah diimunisasi campak saat bayi. Bedasarkan penelitian tersebut dianjurkan pemberian imunisasi campak ulang pada saat masuk sekolah dasar (5-6 tahun, guna mempertinggi serokonversi).H. IMUNISASI KOMBOVaksin kombo adalah gabungan beberapa antigen tunggal menjadi satu jenis produk antigen untuk mencegah penyakit yang berbeda atau gabungan dengan beberapa antigen dari galur multipel yang berasal dari organisme penyebab penyakit yang sama. Gabungan vaksin tersebut telah dikemas dipabrik dan bukan dicampur oleh sendiri oleh petugas. The Admivisory Committee On Immunization Practice (ACIP), The American Academy Of Pediatrics (AAP) dan The American Academy Of Family Physicians (AAFP) merekomendasikan bahwa lebih baik mempergunakan vaksin kombo yang telah dikemas dari pabrik dari pada memberikan 2 jenis vaksin monovalen yang diberikan secara terpisah pada saat bersamaan. Vaksin kombo dianjurkan adalah yang telah mendapatkan persetujuan dari pemerintah Negara masing-masing, di Indonesia melalui izin dari Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan Departemen Kesehatan RI. Di Indonesia saat ini telah beredar 2 jenis vaksin kombo yaitu DPwT Hep B dan DPwTHib. Adapun dasar utama dan alasan pembuatan vaksin kombo adalah untuk :1. Mengurangi jumlah suntikan2. Mengurangi jumlah kunjungan ke fasilitas kesehatan3. Lebih praktis dari pada vaksin terpisah4. Mempermudah penambahan vaksin lain kedalam program imunisasi yang telah ada5. Mempersingkat waktu untuk mengejar imunisasi yang terlambat6. Mengurangi kebutuhan alat suntik dan tempat penyimpanan vaksin7. Mengurangi biaya pengobatanDisamping keuntungan tersebut diatas vaksin kombo mempunyai beberapa kekurangan yaitu :1. Terjadi kesetidakserasian kimiawi/fisis sebagai akibat percampuran beberapa antigen beserta ajuvannya.

2. Sulit dihindari adanya perubahan respons imun sebagai akibat interaksi antara antigen dengan antigen lain atau antara antigen dengan anjuvan yang berbeda3. Dapat membingungkan para dokter dalam penyusunan jadwal imunisasi apalagi bila dipergunakan vaksin dari pabrik yang berbeda.Vaksin DPwT adalah salah satu vaksin kombo yang paling tua sehingga dikenal vaksin kombo tradisional dan merupakan tulang punggung (back bone) pembuatan vaksin kombo. Vaksin kombo diproduksikan berdasarkan mempunyai komponen dasar yang berasal dari gabungan suatu vaksin dengan DPwT, DPaT atau Hepatitis B, MMR atau campak atau vaksin lain seperti meningokokus dan pneumokokus. Daya proteksi vaksin dinilai dari serokonversi sebelum dan setelah diberikan imunisasi. Untuk mendapatkan kepastian mengenai daya proteksi ini perlu dilakukan uji klinis secara random dan tersamar. Daya proteksi vaksin kombo DPwT-Hep B tampak mempunyai efektifitas yang sama pada berbagai jadwal imunisasi.

Gambar 6. Kemasan vaksin Combo (DPT-HB)I. IMUNISASI PENTAVALENRekomendasi Komite Ahli Penasihat Imunisasi Nasional/Indonesian Technical Advisory Group on Imumunization (ITAGI) tahun 2010 vaksin Hib diintegrasikan ke dalam program imunisasi nasional untuk menurunkan angka kesakitan, kematian dan kecacatan bayi dan balita akibat pneumonia dan meningitis. Rekomendasi SAGE (Strategic Advisory Group of Expert on Immunizatio) tentang kombinasi vaksin Hib dengan DPT-HB menjadi Vaksin DPT-HB-Hib (pentavalen) untuk mengurangi jumlah suntikan pada bayi. Imunisasi pentavalen adalah gabungan vaksin dasarDPT-HB-HiB yang baru diresmikan tahun 2013 ini oleh Kementerian Kesehatan RI dalam rangka meningkatkan harapan cakupan imunisasi dan menekan angka kematian bayi dan anak balita di Indonesia.Sebelum adanya penggabungan vaksinasi Pentavalen, setiap bayi setidaknya harus mengalami 9 kali suntikan untuk mendapatkan vaksin DPT, HB, dan HiB, yang pada setiap jenisnya harus dilakukan pengulangan 3 kali setiap 1 bulan, pada saat anak berumur 2, 3, dan 4 bulan. Dengan adanya penggabungan ini, bayi hanya perlu mengalami 3 kali suntikan dalam jangka waktu yang sama.

Hib adalah singkatan dari Haemophilus Influenza type B. Penyakit Hib merupakan penyebab utama radang selaput otak (meningitis) pada anak di bawah 5 tahun. Meningitis menyebabkan kerusakan otak dan medulla spinalis. Hib juga menyebabkan pneumonia, infeksi berat di tenggorokan, infeksi pada persendian, tulang dan selaput jantung, bahkan kematian.Vaksin DPT-HB-Hib dikemas dalam vial 5 dosis yang berisikan :

Difteri murni

Toxoid tetanus

Bakteri pertusis inaktif

Antigen permukaan hepatitis B (HBsAg) murni yang tidak infeksius

Komponen Hib sebagai vaksin bakteri sub unit berupa kapsul polisakarida Haemophilus Influenzae tipe b (Hib) tidak infeksius yang dikonjungasikan kepada protein toksoid tetanus.

Penyimpanan vaksin ini harus disimpan pada suhu antara 20-80C. Vaksin ini golongan freeze sensitive sehingga penyimpanannya harus jauh dari evaporator/freezer.

Gambar 7. Kemasan Vaksin Pentavalen (DPT-HB-Hib)J. RANTAI VAKSINRantai Vaksin atau Cold Chain adalah Pengelolaan vaksin sesuai dengan prosedur untuk menjaga vaksin tersimpan pada suhu dan kondisi yang telah ditetapkan.

a. Peralatan Rantai VaksinPeralatan rantai vaksin adalah seluruh peralatan yang digunakan dalam pengelolaan vaksin sesuai dengan prosedur untuk menjaga vaksin pada suhu yang telah ditetapkan. Sarana rantai vaksin atau cold chain dibuat secara khusus untuk menjaga potensi vaksin dan setiap jenis sarana cold chain mempunyai kelebihan dan kekurangan masing-masing.1. Lemari es

Gambar 8. Lemari Es Penyimpanan Vaksin2. Mini FreezerSebagai sarana untuk membekukan cold pack.

Gambar 9. Mini Freezer Penyimpanan Vaksin3. Vaccine CarrierVaccine carrier biasanya di tingkat puskesmas digunakan untuk pengambilan vaksin ke kabupaten/kota. Untuk daerah yang sulit, vaccine carrier sangat cocok digunakan ke lapangan, mengingat jarak tempuh maupun sarana jalan, sehingga diperlukan vaccine carrier yang dapat mempertahankan suhu relatif lebih lama.

Gambar 10. Vaccine Carier Penyimpanan Vaksin4. Thermos

Thermos digunakan untuk membawa vaksin ke lapangan/posyandu. Setiap thermos dilengkapi dengan cool pack minimal 4 buah @ 0,1 liter. Mengingat daya tahan untuk mempertahankan suhu hanya kurang lebih 10 jam, maka thermos sangat cocok digunakan untuk daerah yang transportasinya mudah dijangkau.5. Cold Box

Cold Box di tingkat puskesmas digunakan apabila dalam keadaan darurat seperti listrik padam untuk waktu cukup lama, atau lemari es sedang mengalami kerusakan yang bila diperbaiki memakan waktu lama.6. Freeze Tag/Freeze WatchFreeze Tag untuk memantau suhu dari kabupaten ke puskesmas pada waktu membawa vaksin, serta dari puskesmas sampai lapangan/posyandu dalam upaya peningkatan kualitas rantai vaksin.

Gambar 11. Freeze tag untuk memantau suhu7. Kotak dingin cair (Cool Pack)Kotak dingin cair (Cool Pack) adalah wadah plastik berbentuk segi empat, besar ataupun kecil yang diisi dengan air yang kemudian didinginkan pada suhu 2C dalam lemari es selama 24 jam. Bila kotak dingin tidak ada, dibuat dalam kantong plastik bening8. Kotak dingin beku (Cold Pack)Kotak dingin beku (Cold pack) adalah wadah plastik berbentuk segi empat, besar ataupun kecil yang diisi dengan air yang kemudian pada suhu -5C 15C dalam freezer selama 24 jam. Bila kotak dingin tidak ada, dibuat dalam kantong plastik bening.

Gambar 12. Cold Packb. Pengelolaan Vaksin

1. Penerimaan /pengambilan vaksin (transportasi) Pengambilan vaksin dari Puskesmas ke kabupaten/kota dengan menggunakan peralatan rantai vaksin yang sudah ditentukan. Misalnya cold box atau vaccine carrier. Jenis peralatan pembawa vaksin disesuaikan dengan jumlah vaksin yang akan diambil. Sebelum memasukkan vaksin ke dalam alat pembawa, periksa indikator vaksin (VVM). Vaksin yang boleh digunakan hanya bila indikator VVM tingkat A atau B. Sedangkan bila VVM pada tingkat C atau D tidak usah diterima karena tidak dapat digunakan lagi.

Gambar 13. Kondisi VVM (Vaccine Vial Monitor) Masukkan kotak cair dingin (cool pack) ke dalam alat pembawa dan di bagian tengah diletakkan thermometer Muller, untuk jarak jauh bila freeze tag/watch tersedia dapat dimasukkan ke dalam alat pembawa.

Alat pembawa vaksin yang sudah berisi vaksin, selama perjalanan dari kabupaten/kota ke puskesmas tidak boleh kena sinar matahari langsung.

Catat dalam buku stok vaksin : tanggal menerima vaksin, jumlah, nomor batch dan tanggal kadaluarsa.c. Penyimpanan Vaksin Vaksin disimpan pada suhu 20C-80C.

Bagian bawah lemari es diletakkan kotak dingin cair (cool pack) sebagai penahan dingin dan kestabilan suhu.

Beri jarak antara kotak vaksin minimal 1-2 cm atau satu jari tangan agar terjadi sirkulasi udara yang baik.

Letakkan 1 buah thermometer Muller di bagian tengah lemari es.

Penyimpanan vaksin harus dicatat 2 kali sehari pada grafik yaitu saat datang pagi hari dan menjelang pulang siang/sore hari. d. Pemantauan Suhu

Tujuan pemantauan adalah untuk mengetahui suhu vaksin selama pendistribusian dan penyimpanan, apakah vaksin pernah terpapar/terkena panas yang berlebih atau suhu yang terlalu dingin (beku). Sehingga petugas mengetahui kondisi vaksin yang digunakan dalam keadaan baik atau tidak.Adapun alat pemantau suhu vaksin antara lain : VVM (Vaccine Vial Monitor ) Setiap lemari es dipantau dengan 1 buah thermometer Dial/Muller Sebuah freeze tag atau freeze watch Sebuah buku grafik pencatatan suhu.e. Sisa Vaksin1. BCG setelah dilarutkan harus segera diberikan dalam 8 jam (simpan dalam suhu 28oC)2. Polio setelah dibuka harus segera diberikan dalam 7 hari ( simpan dalam suhu 2 8 oC)

3. DPT bila ada pengumpalan atau partikel yang tidak hilang setelah dikocok maka jangan dipakai

4. Campak setelah dilarutkan harus diberikan dalam 8 jam (simpan dalam suhu 2 3oC)

BAB III

PEMBAHASANA. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang dilakukan adalah Survey Mawas Diri (SMD). Survey Mawas Diri yaitu survey yang dilakukan secara rutin untuk mengetahui permasalahan kesehatan di masyarakat. Informasi yang didapatkan melalui survey ini sangat berguna bagi identifikasi masalah dan masukan untuk pemecahan masalah kesehatan di masyarakat.B. Lokasi dan Waktu PenelitianPenelitian ini dilakukan pada bulan Desember 2013. Tempat penelitian di RW 19 Kecamatan Cigeureung Kelurahan Sukamanah Kota Tasikmalaya Jawa Barat.C. Subjek PenelitianSubjek dalam penelitian ini adalah seluruh balita di RW 10 yang berjumlah 78 balita.D. Hasil Penelitian

Dari hasil kegiatan Survey Mawas Diri yang telah dilakukan sebelumnya diketahui jumlah macam antigen yang sudah diberikan pada balita adalah sebagai berikut:Tabel 3.1 Macam Antigen yang Sudah Diberikan di RW 19 Kelurahan Sukamanah Bulan November 2013NoAnak Balita yang Sudah DiimunisasiJumlahPersentase

1Lengkap2329,5%

2Sebagian5469,2%

3Tidak Sama Sekali11,3%

Total78100%

Dari tabel 3.1 dapat diketahui bahwa macam antigen yang sudah diberikan pada balita yang ada di wilayah kerja RW 19 kelurahan Sukamanah tahun 2013 adalah 23 balita (29,5%) sudah diimunisasi lengkap, 54 balita (69,2%) baru diimunisasi sebagian dan 1 balita (1,3%) belum diimunisasi sama sekali.

Grafik 3.1 Macam Antigen yang Sudah Diberikan Pada Balita di RW 19 KelurahanSukamanah bulan November 20131. Gambaran Pendidikan Terakhir Yang Pernah Ditempuh Ibu

Tabel 3.2 Gambaran Pendidikan Terakhir Yang Ditenpuh Ibu di RW 19 Kelurahan SukamanahNoPendidikan TerakhirJumlahPersentase

1Lulus SD4557,7 %

2Lulus SMP1620,5 %

3Lulus SMA1519,2 %

4Lulus PT/Diploma22,6 %

Jumlah78100%

Dari tabel 3.2 dapat diketahui bahwa pendidikan terakhir yang pernah ditempuh ibu yang mempunyai balita di wilayah kerja RW 19 kelurahan Sukamanah adalah 45 orang (57,7%) lulus SD, 16 orang (20,5%) lulus SMP, 15 orang (19,2%) lulus SMA, dan 2 orang (2,6%) lulus perguruan tinggi atau diploma.

Grafik 3.2 Pendidikan Terakhir Yang Ditenpuh Ibu di RW 19 Kelurahan Sukamanah

2. Gambaran Pengetahuan Ibu Tentang ImunisasiTabel 3.3 Gambaran pengetahuan ibu tentang Imunisasi di RW 19 Kelurahan Sukamanah

NoPengetahuanJumlahPersentase

1Tahu1519,2%

2Tidak6380,2%

Jumlah78100%

Dari tabel 3.3 dapat diketahui bahwa pengetahuan ibu tentang imunisasi di wilayah kerja RW 19 kelurahan Sukamanah adalah 15 orang (19,2%) mengetahui tentang imunisasi dan 63 orang (80,2%) tidak mengetahui tentang imunisasi.

Grafik 3.3 Gambaran pengetahuan ibu tentang Imunisasi di RW 19 Kelurahan Sukamanah3. Gambaran Pengetahuan Ibu Tentang Manfaat Imunisasi

Tabel 3.4 Gambaran pengetahuan ibu tentang Manfaat Imunisasi di RW 19 Kelurahan Sukamanah

NoPengetahuan Manfaat ImunisasiJumlahPersentase

1Tahu1823,1%

2Tidak6076,9%

Jumlah78100%

Dari tabel 3.4 dapat diketahui bahwa pengetahuan ibu tentang manfaat imunisasi di wilayah kerja RW 19 kelurahan Sukamanah adalah 18 orang (23,1%) mengetahui manfaat dari imunisasi dan 60 orang (76,9%) tidak mengetahui manfaat dari imunisasi.

Grafik 3.4 Gambaran pengetahuan ibu tentang Manfaat Imunisasi di RW 19 Kelurahan Sukamanah4. Gambaran Pengetahuan Ibu Tentang Jenis-jenis Imunisasi

Tabel 3.5 Gambaran pengetahuan ibu tentang Jenis-jenis Imunisasi di RW 19 Kelurahan Sukamanah

NoPengetahuan Tentang Jenis ImunisasiJumlahPersentase

1Tahu2329,5%

2Tidak5570,5%

Jumlah78100%

Dari tabel 3.5 dapat diketahui bahwa pengetahuan ibu tentang jenis-jenis imunisasi di wilayah kerja RW 19 kelurahan Sukamanah adalah 23 orang (29,5%) mengetahui jenis-jenis imunisasi dan 55 orang (70,5%) tidak mengetahui jenis-jenis imunisasi.

Grafik 3.5 Gambaran pengetahuan ibu tentang Jenis-jenis Imunisasi di RW 19 Kelurahan Sukamanah

5. Gambaran Jumlah Macam Antigen yang Sudah Diberikan Kepada Balita

Tabel 3.6 Gambaran Jumlah Macam Antigen Yang Sudah Diberikan Kepada Balita di RW 19 Kelurahan SukamanahNoJumlah Antigen Yang Sudah DiberikanJumlahPersentase

13 kali22,6 %

24 kali22,6 %

35 kali33,8 %

4Lebih dari 5 kali1519,2%

5Tidak pernah11,3 %

6Tidak tahu5570,5 %

Jumlah78100 %

Dari tabel 3.6 dapat diketahui bahwa jumlah macam antigen yang sudah diberikan kepada balita di wilayah kerja RW 19 kelurahan Sukamanah adalah sebanyak 2 balita (2,6%) sudah diberikan 3 kali, 2 balita (2,6%) sudah diberikan 4 kali, 3 balita (3,8%) sudah diberikan 5 kali, 15 balita (19,2%) sudah diberikan lebih dari 5 kali, 1 balita (1,3%) tidak pernah diberikan sama sekali antigen, dan 55 balita (70,5%) tidak tahu sudah diberikan berapa kali.

Grafik 3.6 Gambaran Jumlah Macam Antigen Yang sudah Diberikan Kepada Balita di RW 19 Kelurahan Sukamanah6. Gambaran Ibu Yang Membawa Balita Untuk Imunisasi

Tabel 3.7 Gambaran Ibu Yang Membawa Balita Untuk Imunisasi di RW 19 Kelurahan SukamanahNoIbu Yang Membawa Balita Untuk ImunisasiJumlahPersentase

1Pernah7798,7%

2Tidak Pernah11,3%

Jumlah78100%

Dari tabel 3.7 dapat diketahui bahwa ibu yang membawa balitanya untuk diimunisasi di wilayah kerja RW 19 kelurahan Sukamanah adalah 77 orang (98,7%) pernah membawa balitanya untuk imunisasi dan 1 orang (1,3%) tidak pernah membawa anaknya untuk imunisasi.

Grafik 3.7 Gambaran Ibu Yang Membawa Balita Untuk Imunisasi di RW 19 Kelurahan Sukamanah7. Gambaran Hal-hal Yang Membuat Ibu Khawatir Untuk Membawa Balitanya Diimunisasi

Tabel 3.8 Gambaran Hal-hal Yang Membuat Ibu Khawatir Untuk Membawa Balitanya Diimunisasi di RW 19 Kelurahan SukamanahNoIbu Yang Membawa Balita Untuk ImunisasiJumlahPersentase

1Balita Sakit6583,3%

2Tidak Ada1215,4%

3Balita Meninggal11,3%

Jumlah78100%

Dari tabel 3.8 dapat diketahui bahwa hal-hal yang membuat ibu khawatir membawa balitanya untuk diimunisasi di wilayah kerja RW 19 kelurahan Sukamanah adalah 65 orang (83,3%) takut balitanya sakit, 12 orang (15,4%) tidak ada yang dikhawatirkan dan 1 orang (1,3%) takut balitanya meninggal.

Grafik 3.8 Gambaran Hal-hal Yang Membuat Ibu Khawatir Untuk Membawa Balitanya Diimunisasi di RW 19 Kelurahan SukamanahE. Pembahasan

Dari Survey Mawas diri yang dilakukan di RW 19 Kelurahan Sukamanah pada bulan November 2013 diketahui jumlah balita umur 0-5 bulan berjumlah 6 balita, 6-11 bulan berjumlah 11 balita, 12-23 bulan berjumlah 13 balita, 12-23 bulan berjumlah 13 balita, 24-35 bulan berjumlah 18 balita, 36-47 bulan berjumlah 21 orang, dan 48-59 bulan berjumlah 9 orang. Salah satu masalah kesehatan yang ada di RW 19 adalah macam antigen yang sudah diberikan kepada balita. Dari 78 Balita, hanya 23 balita (29,5%) yang sudah diimunisasi lengkap, 54 balita (69,2%) yang masih diimunisasi sebagian dan 1 balita (1,3%) tidak diimunisasi sama sekali.

Sedangkan dari data sekunder yang dimiliki kader didapatkan hasil dari 78 balita, 64 balita (82,1 %) yang sudah diimunisasi lengkap, 13 balita (16,7 %) diimunisasi sebagian, dan 1 balita (1,3%) tidak diimunisasi sama sekali. Dari hasil ini didapatkan tidak adanya kesamaan hasil data yang didapat melalui hasil survey mawas diri dengan data sekunder yang dimiliki kader.Hal tersebut dikarenakan kurangnya tingkat pengetahuan ibu yang telah di survey melalui penyebaran kuisoner kedua. Hal ini dapat dilihat dari hasil penyebaran kuisoner yang kedua didapat, pendidikan ibu yang masih rendah dapat dilihat dari hasil penyebaran kuisioner didapat sekitar 45 orang (57,7%) hanya lulusan SD. Hal ini juga dibuktikan dengan rendahnya pengetahuan ibu tentang pengetian imunisasi yang didapatkan hasil sekitar 63 orang (80,2%) tidak mengetahui pengertian dari imunisasi, didapat juga sekitar 60 orang (76,9%) tidak mengetahui manfaat dari imunisasi, dan didapatkan 55 orang (70,5%) tidak mengetahui jenis-jenis imunisasi, serta didapatkan sekitar 55 orang (70,5%) tidak mengetahui balitanya sudah berapa kali balita mereka mendapatkan imunisasi.

Didukung dengan adanya kekhawatiran para ibu tentang pemahaman ibu bahwa balita mereka selalu sakit setelah diberikan imunisasi, didapatkan hasil sekitar 65 orang (83,3%) yang kurang memahami tentang efek samping yang akan terjadi kepada bayi mereka setelah diberikan imunisasi. Dan didapatkan 1 orang (1,3%) yang tetap tidak melakukan imunisasi kepada anaknya dikarenakan ketakutan yang berlebihan terhadap efek samping dari imunisasi.Faktor-faktor tersebut sesuai dengan teori menurut Green tentang faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku masyarakat yaitu, 1) faktor presdiposisi : pengetahuan,, sikap, kepercayaan, keyakinan, umur, jenis kelamin; 2) faktor pendukung : sumber daya kesehatan, keterjangkauan, komitmen; 3) faktor penguat : sikap dan perilaku.

Dari teori yang dikemukan Green, faktor presdiposisi merupakan masalah yang terjadi di RW 19 kelurahan Sukamanah sehingga tidak adanya kesamaan data dari hasil survey dengan data yang dimiliki kader. Dari faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat pengetahuan ibu, penulis mengadakan intervensi penyuluhan interpersonal langsung pada ibu yang datang ke posyandu dan saat penulis mendatangi rumah mereka serta penulis menempelkan poster jadwal imunisasi dan penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi di rumah para ibu serta penulis juga menempel poster tersebut di posyandu.

Tabel 3.9 Permasalahan yang terdapat di RW 19 Kelurahan Sukamanah

MasalahPenyebabPemecahan

Kelengkapan macam antigen yang diberikan kepada balitaTingkat pengetahuan ibu yang masih kurang tentang imunisasi, baik itu definisi, manfaat, jenis serta ketidaktahuan ibu tentang imunisasi yang dikatakan lengkap dan masih sebagian Memberikan penyuluhan interpersonal kepada ibu

Menempelkan poster jadwal imunisasi dan penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi

Tujuan dilakukannya intervensi tersebut agar tingkat pengetahuan ibu bertambah tentang imunisasi yang dikatakan sudah lengkap dan sebagian dan para ibu tidak khawatir lagi membawa anaknya untuk imunisasi serta para ibu mengetahui manfaat dan jenis-jenis dari imunisasi.BAB IVKESIMPULAN DAN SARANA. Kesimpulan

Berdasarkan hasil survey di RW 19 Kelurahan Sukamanah, penulis dapat memberikan kesimpulan sebagai berikut:1. Rendahnya pengetahuan ibu tentang imunisasi yaitu, sebesar 80,2% ibu tidak mengetahui pengertian imunisasi, 76,9% ibu tidak mengetahui manfaat dari imunisasi, 70,5% ibu tidak mengetahui jenis-jenis imunisasi serta 70,5% ibu tidak mengetahui sudah berapa kali anaknya mendapatkan imunisasi, ini menjadi salah satu faktor yang menyebabkan tidak adanya kesamaan data antara hasil survey dengan data sekunder yang dimiliki kader.2. Tingkat pengetahuan ibu yang masih kurang tentang efek samping dari imunisasi sebesar 83,3% , ini yang menyebabkan para ibu khawatir balitanya akan sakit jika membawa balitanya untuk imunisasi, tetapi walaupun khawatir balita mereka akan sakit para ibu tetap membawa balitanya untuk imunisasi karena para kader selalu mengingatkan pentingnya imunisasi walaupun sebagian besar ibu tidak tahu manfaatnya.

3. Masih adanya ibu yang tidak ingin membawa anaknya imunisasi sebesar 1,3% dikarenakan ketakutan yang berlebihan terhadap efek samping dari imunisasi.B. Saran

1. Bagi Puskesmas : sebaiknya dilakukan upaya promosi kesehatan yang berkelanjutan mengenai pentingnya imunisasi di setiap RW.

2. Bagi Pemegang Program: sebaiknya dilakukan penyuluhan dan pendekatan interpersonal yang berekelanjutan bagi ibu yang tidak ingin membawa balitanya untuk imunisasi.3. Bagi Bidan : sebaiknya ketika posyandu atau sedang imunisasi memberikan penyuluhan interpersonal kepada para ibu untuk meningkatkan pengetahuan ibu tentang imunisasi.4. Bagi Kader : sebaiknya dilakukan evaluasi dan post test untuk mengetahui tingkat pengetahuan ibu tentang imunisasi sudah terjadi peningkatan atau belum.4