bab i

Upload: sholihah-lituhayu

Post on 17-Oct-2015

11 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

bab 1

TRANSCRIPT

BAB IPENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang MasalahPenyakit tuberkulosis paru merupakan penyakit yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis yang telah menginfeksi hampir sepertiga penduduk dunia dan pada sebagian besar negara di dunia tidak dapat mengendalikan penyakit TBC ini disebabkan banyaknya penderita yang tidak berhasil disembuhkan. WHO dalam Annual Report on Global TB Control 2003 menyatakan terdapat 22 negara dikategorikan sebagai high burden countries terhadap TBC , termasuk Indonesia.Indonesia menduduki urutan ke 3 dunia setelah India dan Cina untuk jumlah penderita TBC di dunia. Dari hasil Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) Tahun 2001, menunjukkan bahwa penyakit TBC merupakan penyebab kematian nomor 3 setelah penyakit kardiovaskuler dan penyakit pernafasan pada semua kelompok usia, dan nomor 1 dari golongan penyakit infeksi.2) Tahun 1999 WHO memperkirakan, setiap tahun terjadi 583.000 kasus baru tuberkulosis, dengan kematian karena tuberkulosis sekitar 140.000, secara kasar diperkirakan setiap 100.000 penduduk Indonesia terdapat 130 penderita baru tuberkulosis paru BTA positif. Kasus TB Paru Jawa TimurKasus TB Paru PKM TanggulPenyakit tuberkulosis paru yang terjadi pada orang dewasa sebagian besar terjadi pada orang-orang yang mendapatkan infeksi primer pada waktu kecil yang tidak ditangani dengan baik. Beberapa faktor yang erat hubungannya dengan terjadinya infeksi basil tuberkulosis adalah adanya sumber penularan, tingkat paparan, virulensi, daya tahan tubuh yang erat kaitannya dengan faktor genetik, faktor faali, jenis kelamin, usia, status gizi, perumahan dan jenis pekerjaan.Hasil penelitian pada tahun 2007 di Kecamatan Paseh Kabupaten Sumedang menyiumpulkan bahwa ada hubungan antara variabel kelembaban rumah, kepadatan penghuni rumah, luas ventilasi rumah dan pencahayaan rumah dengan kejadian tuberkulosis pada anak. Penelitian pada tahun 2004 di Kabupaten Agam Sumatera Barat menyimpulkan bahwa ada hubungan yang bermakna antara kesehatan lingkungan rumah, status gizi dan sumber penularan dengan kejadian penyakit tuberculosis paru di kabupaten Agam Sumatera Barat. Penelitian pada tahun 2006 di Kabupaten Banyumas menyimpulkan bahwa ada asosiasi antara tuberkulosis paru dengan pencahayaan, kepadatan hunian rumah, ventilasi, keberadaan jendela ruang tidur, jenis lantai, pembagian ruang tidur, jenis dinding, kelembaban luar rumah, suhu luar rumah, kontak penderita dan status gizi.Faktor risiko yang berperan terhadap timbulnya kejadian penyakit tuberkulosis paru dikelompokkan menjadi 2 kelompok faktor risiko, yaitu faktor risiko kependudukan (jenis kelamin, umur, status gizi, kondisi sosial ekonomi) dan faktor risiko lingkungan (kepadatan, lantai rumah, ventilasi, pencahayaan, dan kelembaban). Berdasarkan uraian diatas maka akan dilakukan penelitian faktor-faktor kesehatan lingkungan rumah yang berhubungan dengan kejadian tuberculosis paru di wilayah Puskesmas Tanggul Kabubaten Jember.

1.2 Rumusan MasalahFaktor kesehatan lingkungan rumah apakah yang paling berpengaruh terhadap kejadian tuberkulosis paru di wilayah kerja Puskesmas Tanggul Kabupaten Jember.

1.3 Tujuan Penelitian1.3.1. Tujuan UmumMengetahui hubungan faktor-faktor kesehatan lingkungan rumah, dengan kejadian tuberkulosis paru, dan besar risiko kejadian tuberkulosis paru di wilayah kerja Puskesmas Tanggul Kabupaten Jember.1.3.2. Tujuan Khususa. Mengidentifikasi masing-masing faktor risiko terhadap kejadian tuberkulosis paru.b. Menganalisis hubungan dan besar risiko faktor kelembaban rumah dengan kejadian tuberkulosis paru di wilayah Puskesmas Tanggul.c. Menganalisis hubungan dan besar risiko faktor luas ventilasi rumah dengan kejadian tuberkulosis paru di wilayah Puskesmas Tanggul.d. Menganalisis hubungan dan besar risiko intensitas pencahayaan rumah dengan kejadian tuberkulosis paru di wilayah Puskesmas Tanggul.e. Menganalisis hubungan dan besar risiko kepadatan hunian rumah dengan kejadian tuberkulosis paru di wilayah Puskesmas Tanggul.f. Menganalisis hubungan dan besar risiko jenis lantai rumah dengan kejadian tuberkulosis paru di wilayah Puskesmas Tanggul.g. Menganalisis hubungan dan besar risiko cara pembuangan sampah harian dengan kejadian tuberkulosis paru di wilayah Puskesmas Tanggul.

1.4. Manfaat Penelitian1.4.1. Bagi MasyarakatMenambah pengetahuan masyarakat tentang penyakit tuberkulosis paru terutama faktor kesehatan lingkungan rumah apa saja yang berhubungan cara penularan, pencegahan, dan pengobatannya.1.4.2. Bagi Instansi Terkait (Puskesmas dan Dinas Kesehatan)Sebagai bahan pertimbangan dan pemikiran bagi program pemberantasan penyakit tuberkulosis paru terutama untuk menentukan kebijakan dalam perencanaan, pelaksanaan serta evaluasi program.1.4.3. Bagi PenelitiMenambah pengetahuan, wawasan, dan pengalaman langsung dalam pelaksaan penelitian, serta merupakan pengetahuan yang di peroleh dalam melaksanakan penelitian di lapangan.

BAB IITINJAUAN PUSTAKA

2.1. Tuberkulosis2.1.1. Definisi Tuberkulosis adalah penyakit menular langsung yang disebabkan oleh kuman Tuberkulosis (Mycobacterium tuberculosa) yang ditularkan melalui udara (droplet nuclei) saat seorang pasien Tuberkulosis batuk dan percikan ludah yang mengandung bakteri tersebut terhirup oleh orang lain saat bernapas.(Widoyono, 2008).2.1.2. EtiologiPenyebab terjadinya penyakit tuberkulosis adalah basil tuberkulosis yangtermasuk dalam genus Mycobacterium, suatu anggota dari famili Mycobacteriaceae dantermasuk dalam ordo Actinomycetalis. Ditemukan pertama kali oleh Robert Koch pada tahun 1882.Karakteristik kuman Mycobacterium Tuberculosa adalah mempunyai ukuran 0,5-4 mikron x 0,3-0,6 mikron dengan bentuk batang tipis, lurus atau agak bengkok, bergranular atau tidak mempunyai selubung, tetapi mempunyai lapisan luar tebal yang terdiri dari lipoid (terutama asam mikolat). Dapat bertahan terhadap pencucian warna dengan asam dan alkohol, sehingga disebut basil tahan asam (BTA), tahan terhadap zat kimia dan fisik, serta tahan dalam keadaan kering dan dingin, bersifat dorman (dapat tertidur lama) dan aerob. Bakteri tuberkulosis ini mati pada pemanasan 100C selama 5-10 menit atau pada pemanasan 60C selama 30 menit, dan dengan alkohol 70-95% selama 15-30 detik. Bakteri ini tahan selama 1-2 jam di udara, di tempat yang lembab dan gelap bisa berbulan-bulan namun tidak tahan terhadap sinar matahari atau aliran udara. Mycobacterium tuberculosis masuk ke dalam jaringan paru melalui saluran napas ( droplet infection ) sampai alveoli, terjadilah infeksi primer. Selanjutnya menyebar ke getah bening setempat dan terbentuklah primer kompleks. Infeksi primer dan primer kompleks dinamakan TB primer, yang dalam perjalanan lebih lanjut sebagian besar akan mengalami penyembuhan.

2.1.3. PatogenesisPenularan biasanya melalui udara, yaitu secara inhalasi droplet nucleus yang mengandung basil TB. Droplet dengan ukuran 1 5 mikron yang dapat melewati atau menembus sistem mukosilier saluran nafas kemudian mencapai danbersarang di bronkiolus dan alveolus. Beberapa penelitian menyebutkan 25 % - 50 % angka terjadinya infeksi pada kontak tertutup. Karena di dalam tubuh pejamu belum ada kekebalan awal, hal ini memungkinkan basil TB tersebut berkembang biak dan menyebar melalui saluran limfe dan aliran darah. Kuman tuberkulosis yang masuk melalui saluran napas akan bersarang di jaringan paru sehingga akan terbentuk suatu sarang pneumonik, yang disebut sarang primer atau afek primer. Sarang primer ini mungkin timbul di bagian mana saja dalam paru, berbeda dengan sarang reaktivasi. Dari sarang primer akan kelihatan peradangan saluran getah bening menuju hilus (limfangitis lokal). Peradangan tersebut diikuti oleh pembesaran kelenjar getah bening di hilus (limfadenitis regional).Cari lebih lengkap

2.1.4. Diagnosis Tuberkulosis ParuGejala klinik tuberkulosis dapat dibagi menjadi 2 golongan, yaitu gejala lokal dan gejala sistemik, bila organ yang terkena adalah paru maka gejala lokal ialah gejala respiratorik (gejala lokal sesuai organ yang terlibat)1. Gejala respiratorik- batuk berdahak selama 2-3 minggu atau lebih.- batuk darah- sesak napas- nyeri dadaGejala respiratorik ini sangat bervariasi, dari mulai tidak ada gejala sampai gejala yang cukup berat tergantung dari luas lesi. Kadang pasien terdiagnosis pada saat medical check up. Bila bronkus belum terlibat dalam proses penyakit, maka pasien mungkin tidak ada gejala batuk. Batuk yang pertama terjadi karena iritasi bronkus, dan selanjutnya batuk diperlukan untuk membuang dahak ke luar.2. Gejala sistemik- Demam- Gejala sistemik lain: malaise, keringat malam, anoreksia, berat badan menurunDengan strategi yang baru (DOTS, directly observed treatment shortcourse) gejala utamanya adalah batuk berdahak dan/atau terus-menerus selama tiga minggu atau lebih. Berdasarkan keluhan tersebut, seseorang sudah dapat ditetapkan sebagai tersangka. Gejala lainnya adalah gejala tambahan. Dahak penderita harus diperiksa dengan pemeriksaan mikroskopis.(Widoyono, 2008).Klasifikasi penyakit Tuberkulosis paru berdasarkan pemeriksaan dahak menurut Depkes RI (2008), dibagi dalam : 1. Tuberkulosis paru BTA positif. a. Sekurang-kurangnya 2 dari 3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif. b. 1 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif dan foto toraks dada menunjukkan gambaran tuberkulosis. c. 1 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif dan biakan kuman Tuberkulosis positif. d. 1 atau lebih spesimen dahak hasinya positif setelah 3 spesimen dahak SPS pada pemeriksaan sebelumnya hasilnya BTA negatif dan tidak ada perbaikan setelah pemberian antibiotika non OAT. 2. Tuberkulosis paru BTA negatif. Kasus yang tidak memenuhi definisi pada Tuberkulosis paru BTA positif. Kriteria diagnostik Tuberkulosis paru BTA negatif harus meliputi : a. Paling tidak 3 spesimen dahak SPS hasilnya negative. b. Foto toraks abnormal menunjukkan gambaran Tuberkulosis. c. Tidak ada perbaikan setelah pemberian antibiotika non OAT. d. Ditentukan (dipertimbangkan) oleh dokter untuk diberi pengobatan.

2.1.5. Cara Penularan Tuberkulosis ParuPenularan penyakit Tuberkulosis disebabkan oleh kuman Mycobacteriun tuberculosis ditularkan melalui udara (droplet nuclei) saat seorang pasien Tuberkulosis batuk dan percikan ludah yang mengandung bakteri terhirup oleh orang lain saat bernapas. Sumber penularan adalah pasien Tuberkulosis paru BTA positif, bila penderita batuk, bersin atau berbicara saat berhadapan dengan orang lain, basil Tuberkulosis tersembur dan terhisap ke dalam paru orang sehat dan bisa menyebar ke bagian tubuh lain melalui peredaran darah pembuluh limfe atau langsung ke organ terdekat. Sekali batuk dapat menghasilkan sekitar 3000 percikan dahak. Masa inkubasinya selama 3-6 bulan. (Widoyono, 2008) Lingkungan yang kurang baik sebagai salah satu reservoir atau tempat baik dalam menularkan penyakit menular seperti penyakit tuberkulosis. Menurut Azwar (1990), peranan faktor lingkungan sebagai predisposing artinya berperan dalam menunjang terjadinya penyakit pada manusia, misalnya sebuah keluarga yang berdiam dalam suatu rumah yang berhawa lembab dalam daerah yang endemis terhadap penyakit tuberkulosis. Umumnya penularan terjadi dalam ruangan dimana percikan dahak berada dalam waktu yang lama. Ventilasi dapat mengurangi jumlah percikan, sementara sinar matahari langsung dapat membunuh kuman. Menurut Depkes RI (2008), risiko tertular tergantung dari tingkat pajanan dengan percikan dahak. Pasien Tuberkulosis paru dengan BTA positif memberikan risiko penularan lebih besar dari pasien Tuberkulosis Paru dengan BTA negatif.

2.2. Lingkungan2.2.1. Definisi LingkunganLingkungan adalah segala sesuatu baik fisik, biologis, maupun sosial yangberada di sekitar manusia serta pengaruh-pengaruh luar yang mempengaruhi kehidupan dan perkembangan manusia (lennihan dan Fletter, 1989). Unsur-unsur lingkungan adalah sebagai berikut:2.2.2. Lingkungan FisikLingkungan fisik adalah segala sesuatu yang berada di sekitar manusia yang bersifat tidak bernyawa, misalnya air, tanah, kelembaban udara, suhu, angin, rumah dan benda mati lainnya.2.2.3 Lingkungan BiologisLingkungan biologis adalah segala sesuatu yang bersifat hidup seperti tumbuhtumbuhan, hewan, termasuk mikroorganisme.2.2.4 Lingkungan SosialLingkungan sosial adalah segala sesuatu tindakan yang mengatur kehidupanmanusia dan usaha-usahanya untuk mempertahankan kehidupan, seperti pendidikanpada tiap individu, rasa tanggung jawab, pengetahuan keluarga, jenis pekerjaan, jumlah penghuni dan keadaan ekonomi.

2.3 Lingkungan RumahLingkungan rumah adalah segala sesuatu yang berada di dalam rumah (Walton, 1991). Lingkungan rumah terdiri dari lingkungan fisisk yaitu ventilasi, suhu, kelembaban, lantai, dinding serta lingkungan sosial yaitu kepadatan penghuni.Lingkungan rumah menurut WHO adalah suatu struktur fisik dimana orang menggunakannya untuk tempat berlindung. Lingkungan dari struktur tersebut juga semua fasilitas dan pelayanan yang diperlukan, perlengkapan yang berguna untuk kesehatan jasmani dan rohani serta keadaan sosial yang baik untuk keluarga dan individu.Lingkungan rumah yang sehat dapat diartikan sebagai lingkungan yang dapatmemberikan tempat untuk berlindung atau bernaung dan tempat untuk bersitirahat serta dapat menumbuhkan kehidupan yang sempurna baik fisik, psikologis maupun social (Lubis, 1989). Lingkungan rumah merupakan salah satu faktor yang memberikan pengaruh besar terhadap status kesehatan penghuninya. Adapun syarat-syarat yang dipenuhi oleh rumah sehat secara fisiologis yang berpengaruh terhadap kejadian tuberkulosis paru antara lain :a. Kelembaban UdaraKelembaban udara adalah prosentase jumlah kandungan air dalam udara (Depkes RI, 1989). Kelembaban terdiri dari 2 jenis, yaitu 1) Kelembaban absolut, yaitu berat uap air per unit volume udara; 2) Kelembaban nisbi (relatif), yaitu banyaknya uap air dalam udara pada suatu temperatur terhadap banyaknya uap air pada saat udara jenuh dengan uap air pada temperatur tersebut. Secara umum penilaian kelembaban dalam rumah dengan menggunakan hygrometer. Menurut indikator pengawasan perumahan, kelembaban udara yang memenuhi syarat kesehatan dalam rumah adalah 40-60 % dan kelembaban udara yang tidak memenuhi syarat kesehatan adalah < 40 % atau > 60 % (Depkes RI, 1989). Rumah yang tidak memiliki kelembaban yang memenuhi syarat kesehatan akan membawa pengaruh bagi penghuninya. Rumah yang lembab merupakan media yang baik bagi pertumbuhan mikroorganisme, antara lain bakteri, spiroket, ricketsia dan virus. Mikroorganisme tersebut dapat masuk ke dalam tubuh melalui udara. Selain itu kelembaban yang tinggi dapat menyebabkan membran mukosa hidung menjadi kering sehingga kurang efektif dalam menghadang mikroorganisme. Bakteri mycobacterium tuberculosa seperti halnya bakteri lain, akan tumbuh dengan subur pada lingkungan dengan kelembaban tinggi karena air membentuk lebih dari 80 % volume sel bakteri dan merupakan hal yang essensial untuk pertumbuhan dan kelangsungan hidup sel bakteri (Gould & Brooker, 2003). Selain itu menurut Notoatmodjo (2003), kelembaban udara yang meningkat merupakan media yang baik untuk bakteri-bakteri patogen termasuk bakteri tuberkulosis.b. Ventilasi RumahVentilasi dapat dibagi ke dalam dua jenis, yaitu: Ventilasi alam. Ventilasi alam berdasarkan pada tiga kekuatan, yaitu: daya difusi dari gas-gas, gerakan angin dan gerakan massa di udara karena perubahan temperatur. Ventilasi alam ini mengandalkan pergerakan udara bebas (angin), temperatur udara dan kelembabannya. Selain melalui jendela, pintu dan lubang angin, maka ventilasi pun dapat diperoleh dari pergerakan udara sebagai hasil sifat porous dinding ruangan, atap dan lantai. Ventilasi buatanPada suatu waktu, diperlukan juga ventilasi buatan dengan menggunakan alat mekanis maupun elektrik. Alat-alat tersebut diantarana adalah kipas angin, exhauster dan AC (air conditioner). Persyaratan ventilasi yang baik adalah sebagai berikut:1) Luas lubang ventilasi tetap minimal 5 % dari luas lantai ruangan, sedangkan luas lubang ventilasi insidentil (dapat dibuka dan ditutup) minimal 5 % dari luas lantai. Jumlah keduanya menjadi 10% dari luas lantai ruangan.2) Udara yang masuk harus bersih, tidak dicemari asap dari sampah atau pabrik, knalpot kendaraan, debu dan lain-lain.3) Aliran udara diusahakan cross ventilation dengan menempatkan lubang ventilasi berhadapan antar dua dinding. Aliran udara ini jangan sampai terhalang oleh barang barang besar, misalnya lemari, dinding, sekat dan lain-lain.Rumah dengan luas ventilasi yang tidak memenuhi syarat kesehatan akan membawa pengaruh bagi penghuninya. Menurut Azwar (1990) dan Notoatmodjo (2003), salah satu fungsi ventilasi adalah menjaga aliran udara di dalam rumah tersebut tetap segar. Luas ventilasi rumah yang tidak memenuhi syarat kesehatan akan mengakibatkan berkurangnya konsentrasi oksigen dan bertambahnya konsentrasi karbondioksida yang bersifat racun bagi penghuninya. Disamping itu, tidak cukupnya ventilasi akan menyebabkan peningkatan kelembaban ruangan karena terjadinya proses penguapan cairan dari kulit dan penyerapan. Kelembaban ruangan yang tinggi akan menjadi media yang baik untuk tumbuh dan berkembang biaknya bakteri-bakteri patogen termasuk kuman tuberkulosis. Selain itu, fungsi kedua ventilasi adalah untuk membebaskan udara ruangan dari bakteri-bakteri, terutama bakteri patogen seperti tuberkulosis, karena di situ selalu terjadi aliran udara yang terus menerus. Bakteri yang terbawa oleh udara akan selalu mengalir (Notoatmodjo, 2003). c. Suhu RumahSuhu adalah panas atau dinginnya udara yang dinyatakan dengan satuan derajat tertentu. Suhu udara dibedakan menjadi: 1). Suhu kering, yaitu suhu yang ditunjukkan oleh termometer suhu ruangan setelah diadaptasikan selama kurang lebih sepuluh menit, umumnya suhu kering antara 24 34 C2) Suhu basah, yaitu suhu yang menunjukkan bahwa udara telah jenuh oleh uap air, umumnya lebih rendah daripada suhu kering, yaitu antara 20-25 C.Secara umum, penilaian suhu rumah dengan menggunakan termometer ruangan. Berdasarkan indikator pengawasan perumahan, suhu rumah yang memenuhi syarat kesehatan adalah antara 20-25 C, dan suhu rumah yang tidak memenuhi syarat kesehatan adalah < 20 C atau > 25 C .d. Pencahayaan Rumah Pencahayaan alami ruangan rumah adalah penerangan yang bersumber dari sinar matahari (alami), yaitu semua jalan yang memungkinkan untuk masuknya cahaya matahari alamiah, misalnya melalui jendela atau genting kaca (Depkes RI, 1989; Notoatmodjo, 2003). Cahaya berdasarkan sumbernya dibedakan menjadi dua jenis, yaitu: a. Cahaya AlamiahCahaya alamiah yakni matahari. Cahaya ini sangat penting, karena dapat membunuh bakteri-bakteri patogen di dalam rumah, misalnya kuman TBC (Notoatmodjo, 2003). Oleh karena itu, rumah yang cukup sehat seyogyanya harus mempunyai jalan masuk yang cukup (jendela), luasnya sekurang-kurangnya 15 % - 20 %. Perlu diperhatikan agar sinar matahari dapat langsung ke dalam ruangan, tidak terhalang oleh bangunan lain. Fungsi jendela disini selain sebagai ventilasi, juga sebagai jalan masuk cahaya. Selain itu jalan masuknya cahaya alamiah juga diusahakan dengan genteng kaca.b. Cahaya BuatanCahaya buatan yaitu cahaya yang menggunakan sumber cahaya yang bukan alamiah, seperti lampu minyak tanah, listrik, api dan lain-lain. Kualitas dari cahaya buatan tergantung dari terangnya sumber cahaya (brightness of the source).Menurut Lubis dan Notoatmodjo (2003), cahaya matahari mempunyai sifat membunuh bakteri, terutama kuman mycobacterium tuberculosa. Menurut Depkes RI (2002), kuman tuberkulosa hanya dapat mati oleh sinar matahari langsung. Oleh sebab itu, rumah dengan standar pencahayaan yang buruk sangat berpengaruh terhadap kejadian tuberkulosis. Menurut Atmosukarto dan Soeswati (2000), kuman tuberculosis dapat bertahan hidup pada tempat yang sejuk, lembab dan gelap tanpa sinar matahari sampai bertahun-tahun lamanua, dan mati bila terkena sinar matahari, sabun, lisol, karbol dan panas api. Menurut Girsang (1999), kuman mycobacterium tuberculosa akan mati dalam waktu 2 jam oleh sinar matahari; oleh tinctura iodii selama 5 menit dan juga oleh ethanol 80% dalam waktu 2-10 menit serta mati oleh fenol 5% dalam waktu 24 jam. Menurut Atmosukarto & Soeswati (2000), rumah yang tidak masuk sinar matahari mempunyai resiko menderita tuberkulosis 3-7 kali dibandingkan dengan rumah yang dimasuki sinar matahari.e. Kepadatan Penghuni RumahKepadatan penghuni adalah perbandingan antara luas lantai rumah dengan jumlah anggota keluarga dalam satu rumah tinggal (Lubis, 1989). Persyaratan kepadatan hunian untuk seluruh perumahan biasa dinyatakan dalam m per orang. Luas minimum per orang sangat relatif, tergantung dari kualitas bangunan dan fasilitas yang tersedia. Untuk perumahan sederhana, minimum 10 m/orang. Untuk kamar tidur diperlukan minimum 3 m/orang. Kamar tidur sebaiknya tidak dihuni > 2 orang, kecuali untuk suami istri dan anak dibawah dua tahun. Apabila ada anggota keluarga yang menjadi penderita penyakit tuberkulosis sebaiknya tidak tidur dengan anggota keluarga lainnya. Secara umum penilaian kepadatan penghuni dengan menggunakan ketentuan standar minimum, yaitu kepadatan penghuni yang memenuhi syarat kesehatan diperoleh dari hasil bagi antara luas lantai dengan jumlah penghuni _ 10 m/orang dan kepadatan penghuni tidak memenuhi syarat kesehatan bila diperoleh hasil bagi antara luas lantai dengan jumlah penghuni _10 m/orang (Lubis, 1989). Luas rumah yang tidak sebanding dengan jumlah penghuninya akan menyebabkan perjubelan (overcrowded). Hal ini tidak sehat karena disamping menyebabakan kurangnya konsumsi oksigen, juga bila salah satu anggota keluarga terkena penyakit infeksi, terutama tuberkulosis akan mudah menular kepada anggota keluarga yang lain (Lubis, 1989; Notoatmodjo, 2003). Menurut penelitian Atmosukarto dari Litbang Kesehatan (2000), didapatkan data bahwa : 1) rumah tangga yang penderita mempunyai kebiasaan tidur dengan balita mempunyai resiko terkena TB 2,8 kali dibanding dengan yang tidur terpisah; 2) Tingkat penularan TB di lingkungan keluarga penderita cukup tinggi, dimana seorang penderita rata-rata dapat menularkan kepada 2-3 orang di dalam rumahnya; 3) besar resiko terjadinya penularan untuk tangga dengan penderita lebih dari 1 orang adalah 4 kali dibanding rumah tangga dengan hanya 1 orang penderita TB.

BAB IIIMETODE PENELITIAN