bab i

Upload: dian-rachmat-saputro

Post on 17-Oct-2015

12 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

zxz

TRANSCRIPT

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Suatu tindakan ambulasi dapat diartikan sebagai suatu upaya mempertahankan kemandirian sedini mungkin dengan cara membimbing penderita untuk mempertahankan fungsi fisiologisnya. Kegiatannya meliputi latihan ROM aktif dan pasif, latihan fungsional dan rekreatif, latihan duduk dan keseimbangan, latihan aktivitas sehari-hari dan latihan berjalan dengan alat-alat mekanik (Carpenito, 2009) Ambulasi dini juga merupakan faktor yang menonjol dalam mempercepat pemulihan pasca bedah dan dapat mencegah komplikasi pasca bedah. Seperti atelektasis, pneumoniahipostatik, gangguan gastrointrestinal dan masalah sirkulasi. Kebanyakan pasien bedah diberikan dorongan untuk turun dari tempat tidur secepat mungkin. Hal ini ditentukan oleh kestabilan kardiovaskuler sistem dan neuromuscular pasien, tingkat aktivitas fisik pasien yang lazim dan sifat pembedahan yang dilakukan. Setelah anestesi spinal, bedah minor, bedah sehari pasien melakukan ambulasi dini pada hari ia dioperasi. Atelektasi dan pneumoniahipostatik secara relatif tidak sering terjadi jika pasien bebas bergerak, karena ambulasi meningkatkan ventilasi dan mengurangi stosis sekresi bronchial pada paru. Ambulasi juga mengurangi kemungkinan distensi abdomen pasca operasi karena hal ini membantu meningkatkan tonus saluran gastrointrestinal dan dinding abdomen serta menstimulasi peristaltik. Trombosis terjadi lebih jarang karena ambulasi dini mencegah stosis darah dengan meningkatkan kecepatan sirkulasi darah pada ekstremitas. Penelitian juga menunjukkan bahwa nyeri berkurang bila ambulasi dini diperbolehkan. Catatan perbandingan memperlihatkan frekuensi nadi dan suhu tubuh kembali normal lebih cepat bila pasien berupaya untuk mencapai tingkat aktivitas normal pasca operatif secepat mungkin. Akhirnya lama perawatan di rumah sakit akan memendek dan lebih murah yang lebih jauh lagi merupakan keuntungan bagi rumah sakit dan pasien (Brunner & Suddarth, 2002). Pengetahuan untuk membantu pasien mobilisasi mengalami peningkatan yang cukup pesat selama beberapa dasawarsa ini karena disadarinya kenyataan bahwa tirah baring yang lama ternyata mengandung komplikasi yang serius. Hal ini, dinyatakan bahwa otot yang tidak digunakan akan kehilangan tonusnya dan menjadi kendor dan menggantung. Otot ini tidak bisa berkontraksi untuk menghasilkan gerakan yang normal dan keadaan ini bisa mengakibatkan deformitas seperti footdrop. Sehingga ambulasi dini dipekenalkan untuk mencegah hal ini. Pada dasawarsa terakhir ini, semakin ditekankan agar orang lebih bertanggungjawab atas kesehatan mereka sendiri. Namun pada kenyataannya pelaksanaan ambulasi dini di rumah sakit masih perlu dipertanyakan apakah pasien sudah taat melaksanakannya atau belum. Kebanyakan pasien tidak melakukan ambulasi dini. Latihan ambulasi dinin juga jarang dilakukan pada 48 jam pasca operasi dan rata-rata mereka melakukan ambulasi dini setelah 4 atau 5 hari pasca operasi, bahkan ada yang sama sekali tidak melakukan ambulasi dini pasca operasi. Hal ini dumungkinkan karena adanya nyeri insisi, perasaan takut pasien bila merubah posisi maka jahitannya akan lepas, kurangnya motivasi keluarga dan persepsi yang keliru tentang manfaat ambulasi dini pasca operasi adapun diagnose keperawatan yang muncul bila tidak melakukan ambulasi dini antara lain: Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kesejajaran tubuh yg buruk, penurunan mobilisasi, Resiko cidera berhubungan dengan ketidaktepatan mekanik tubuh, posisi, dan teknik pemindahan, Hambatan mobilisasi fisik berhubungan dengan penurunan rentang gerak, tirah baring, penurunan kekuatan, Gangguan intregtas kulit berhubungan dengan keterbatasan mobilisasi, tekanan permukaan kulit, gaya gesek, Gangguan eliminasi urine berhubungan dengan keterbatasan mobiliasasi, resiko infeksi, retensi urine, Inkontnensia total berhubungan dengan perubahan pola eliminasi dan keterbatasan mobilisasi.. Evaluasi hasil yang diharapkan dari ambulasi dini ini adalah pasien dapat melakukan ambulasi dalam keterbatasan pasca operasi. Ambulasi dini harus jangan melebihi toleransi pasien. Kondisi pasien harus jadi faktor penentu dan kemajuan langkah diikuti dengan mobilisasi pasien (Brunner & Suddarth, 2002).Anggapan yang keliru tentang manfaat dan tujuan ambulasi dini serta ketaatan pasien untuk segera melakukan ambulasi merupakan masalah yang harus segera diselesaikan bersama. Di sinilah peran perawat sebagai edukator dan motivator kepada klien sehingga klien tidak mengalami suatu komplikasi yang tidak diinginkan. Peran perawat sebagai edukator yaitu dengan memberikan edukasi yang seharusnya menjadi bagian dari setiap fungsi pemberian asuhan. Perawatan diharapkan mampu memberi edukasi dan motivasi yang baik kepada pasien sehingga pasien memiliki tanggapan atau persepsi yang benar tentang pentingnya ambulasi dini dan meningkatkan ketaatannya terhadap terapi ambulasi dini. Pengaruh perawat yang besar pada ketaatan melakukan ambulasi dini berupa penjelasan, latihan, dukungan dan pemecahan masalah (Potter & Perry, 2006).Operasi, yang dimaksud dengan operasi atau pembedahan adalah semua tindakan pengobatan yang menggunakan cara infasif dengan cara membuka atau menampilkan bagian tubuh yang akan ditangani. Pembukaan bagian tubuh ini umumnya dilakukan dengan membuat sayatan. Setelah bagian yang ditangani ditampilkan dilakukan tindakan perbaikan yang diakhiri dengan penutupan dan penjahitan luka (Sjamsu. HR, 2004) Pasca operasi atau fase setelah operasi yang dimulai sejak pasien memasuki wilayah ruang pemulihan dan berakhir sampai evaluasi (Barbara C Long, 2002). Luka dapat digambarkan sebagai gangguan dalam kontinuitas sel-sel kemudian diikuti dengan penyembuhan luka yang merupakan pemulihan kontinuitas tersebut. Ketika terjadi luka, beragam efek dapat terjadi: Kehilangan segera semua atau sebagian fungsi organ, Respon stress simpatis, Hemoragi dan pembekuan darah, Kontaminasi dan Kematian sel. Psikis pasca operasi / abnormalitas mental dapat mempunyai asal fisiologi atau psikologi, anoksia cerebral, tromboembolisme dan ketidakseimbangan cairan dan elektrolit di vena sebagai faktor fisik pada stress dan kerusakan sistem saraf pusat pasca operasi. Faktor emosional seperti ketakutan, nyeri dan disorientasi dapat menunjang depresi pasca operasi dan ansietas. Pasien yang lebih tua, terutama manula dengan aterosklerosis serebrovasculer lebih rentan terhadap gangguan psikologis. Biasanya pasien ini dapat mengatasi dengan baik sampai mereka menjalani anastetik dan pembedahan. Setelah pembedahan mereka jadi sangat terganggu dan disorientasi. Pembedahan yang menyebabkan perubahan bentuk tubuh mencetuskan pasien kepada masalah-masalah emosional yang mendalam. Balutan yang menghalangi penglihatan atau terkurungnya tubuh dalam gips dapat mengakibatkan perubahan perilaku karena input sensori yang menurun (Brunner & Suddarth, 2002). Hasil penelitian mengatakan seringkali dengan keluhan nyeri di daerah operasi, klien tidak mau melakukan mobilisasi ataupun dengan alasan takut jahitan lepas, klien tidak berani merubah posisi. Kekhawatiran kalau tubuh yang digerakkan pada posisi tertentu pasca operasi akan mempengaruhi luka operasi yang belum sembuh, robekan di tempat luka serta pembedahan kembali jika terjadi pergeseran struktur tulang (Kusmawan, 2008).Ambulasi adalah jalan untuk melatih hampir semua otot tubuh dan meningkatkan fleksibilitas sendi. Banyak klien bedah diijinkan dan didorong untuk turun dari tempat tidur dan berjalan pada hari pertama post operasi. Persepsi adalah suatu proses seseorang menyeleksi, mengatur dan menginterpretasikan masukan-masukan informasi untuk menciptakan gambaran keseluruhan yang berarti (Kotler, 2006). Persepsi juga bisa diartikan suatu proses pemberian arti atau makna terhadap lingkungan yang mencakup penafsiran terhadap stimulus yang telah diorganisasikan dengan cara mempengaruhi perilaku dan pembentukan sikap (Mangkunegara & Arindita, 2002). Ketaatan adalah suka menurut perintah, menurut pada perintah atau aturan. Kepatuhan adalah perilaku sesuai aturan dan berdisiplin. Seseorang dikatakan taat berobat bila mau datang ke petugas kesehatan yang telah ditentukan sesuai dengan jadwal yang telah ditetapkan serta mau melaksanakan apa yang diajarkan oleh petugas kesehatan. Sebenarnya tidak ada data yang pasti berapa banyak jumlah pasien pasca operasi yang sudah melakukan ambulasi dini dan yang belum melaksanakan ambulasi dini. Hanya menurut pengamatan penelitian pada saat melakukan studi pendahuluan masih banyak ditemukan pasien tidak melakukan ambulasi dini. Latihan ambulasi dini jarang dilakukan pada 48 jam pasca operasi. Rata-rata mereka melakukan ambulasi setelah 4 atau 5 hari pasca operasi, bahkan beberapa pasien tidak melakukan ambulasi dini. Hal ini disebabkan karena nyeri insisi, ketakutan, kurang motivasi keluarga dan ketidaktahuan pasien manfaat ambulasi dini. Sebagai studi pendahuluan yang dilakukan pada 10 pasien operasi, 8 diantaranya mengatakan tidak mengetahui tentang pentingnya melakukan mobiliasasi dini setelah operasi. 8 pasien tersebut juga tidak melaksanakan mobilisasi dini setelah 48 jam pasca operasi, dari kedelapan pasien tersebut diantaranya 4 pasien dengan post operasi prostat, 2 post operasi mata dan 2 lagi dengan post operasi laparatomi. Kedepalan pasien yang belum melakukan ambulasi dini tersebut merasa takut bergerak karena mereka beranggapan bahwa bila bergerak dikhawatirkan jahitan akan lepas dan biaya akan bertambah sehingga rata-rata baru melakukan mobilisasi dini pada hari keempat dan kelima pasca operasi. Berdasarkan data dari bagian rekam medik Rumah Sakit Umum Daerah kabupaten Kudus pada periode September 2011 sampai dengan Februari 2012 pasien yang dilakukan pembedahan baik operasi kecil, sedang dan besar sebanyak 2143 pasien, sehingga rata-rata jumlah pasien dengan tindakan pembedahan per bulan 357 pasien. Dari keseluruhan data jumlah pasien operasi tersebut dapat diuraikan, pasien bedah umum 1092 pasien, bedah mata 244 pasien, bedah THT 228 pasien, bedah mulut 1 pasien, bedah syaraf 2 pasien, bedah ortopedi 150 pasien, bedah obsgyn 336 pasien, bedah kulit 10 pasien, bedah paru 80 pasien. Dari sejumlah klien tersebut rata-rata lama perawatan pada tindakan pembedahan besar 9 hari, tindakan pembedahan sederhana 3 hari. Berdasarkan uraian tersebut dapat diketahui bahwa pembedahan berdampak terhadap perubahan persepsi pasien, sedangkan ambulasi dini berpengaruh terhadap kesembuhan pasien yang lebih cepat.

B. Masalah Penelitian Pembedahan merupakan prosedur penatalaksanaan medis yang mengakibatkan trauma dan perubahan faali baik fisik maupun psikis salah satunya adalah perubahan persepsi dari keadaan post operasi sebagai respon terhadap trauma. Disebutkan faktor-faktor yang berpengaruh terhadap ketaatan pasien melakukan ambulasi dini post operasi diantaranya persepsi. Diketahui pula persepsi tentang berbagai hal yang dialami pasien setelah operasi baik dari pasien dan keluarga pasien sangat berpengaruh dalam percepatan pemulihan pasien dari trauma akibat operasi kemudian pasien mengerti pentingnya melakukan ambulasi dini setelah operasi, yang pada akhirnya setelah operasi pasien dapat segera dan taat melakukan latihan ambulasi dini. Oleh karena hal tersebut peneliti ingin mengetahui hubungan persepsi dengan ketaatan melakukan ambulasi dini pada pasien post operasi. Sehingga pertanyaan penelitian yang dapat dirumuskan adalah bagaimana hubungan persepsi dengan ketaatan melakukan ambulasi dini pada pasien post operasi di Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten Kudus.

C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum Untuk mengetahui hubungan persepsi dengan ketaatan melakukan ambulasi dini pada pasien post operasi di Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten Kudus.

2. Tujuan Khusus a. Mendeskripsikan persepsi klien pada keadaan post operasi di Rumah Sakit Umum Derah kabupaten Kudus b. Mendiskripsikan ketaatan dalam melaksanakan ambulasi dini setelah operasi di Rumah Sakit Umum Daerah kabupaten Kudus c. Menganalisa hubungan persepsi dengan ketaatan melakukan ambulasi dini pada pasien post operasi di Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten Kudus

D. Manfaat Penelitian Manfaat penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Bagi Peneliti Memperoleh pengetahuan dan pengalaman dalam riset (penelitian) di bidang keperawatan dasar manusia khususnya perubahan persepsi yang adaptif dan keperawatan medical bedah tentang proses ambulasi dini pada pasien post operasi.2. Bagi Keperawatan Memperoleh pengetahuan dan gambaran tentang hubungan persepsi dengan ketaatan melakukan ambulasi dini pada pasien post operasi. Dengan demikian diharapkan perawat dapat melakukan pengkajian dan intervensi keperawatan yang tepat dan optimal dalam memberikan asuhan keperawatan pada klien pre dan post operasi berkaitan dengan penilaian persepsi dan ketaatan melakukan ambulasi dini pada klien post operasi.3. Bagi Institusi Sebagai wacana ilmiah, data dan acuan untuk melaksanakan penelitian selanjutnya.