bab i

Upload: anggi-purnamasari

Post on 16-Oct-2015

11 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

ppp

TRANSCRIPT

  • 5/26/2018 BAB I

    1/43

    1

    BAB I

    PENDAHULUAN

    Sensasi cemas atau anxietas sering dialami oleh hampir semua manusia. Perasaan

    tersebut ditandai oleh rasa ketakutan yang difus, tidak menyenangkan, seringkali disertai oleh

    gejala otonomik seperti: nyeri kepala, berkeringat, palpitasi, gelisah, dan sebagainya. Dalam

    peraktek sehari-hari anxietas sering dikenal dengan perasaan cemas, perasaan bingung, was-

    was, bimbang dan sebagainya, dimana istilah tersebut lebih merujuk pada kondisi normal,

    sedangkan gangguan anxietas merujuk pada kondisi patologik. Gangguan anxietas mencakup:

    gangguan panik, gangguan cemas menyeluruh, gangguan fobik, gangguan obsesif kompulsif,

    gangguan stress pasca trauma. Anxietas dapat bersifat akut atau kronik. Pada anxietas akut

    serangan datang mendadak dan cepat menghilang. Anxietas kronik biasanya berlalu untuk

    jangka waktu lama walaupun tidak seintensif anxietas akut, pengalaman penderitaan dari

    gejala cemas oleh pasien biasanya dirasakan cukup gawat untuk mempengaruhi prestasi

    kerjanya.

    Gangguan anxietas merupakan keadaan psikiatri yang paling sering ditemukan di

    Amerika Serikat dan di seluruh dunia. Studi menunjukkan bahwa gangguan ini meningkatkan

    morbiditas, penggunaan pelayanan kesehatan dan hendaya fungsional. National Comorbidity

    Study melaporkan bahwa satu diantara empat orang memenuhi kriteria untuk sedikitnya satu

    gangguan cemas dan terdapat angka prevalensi 12 bulan sebesar 17,7%. Perempuan lebih

    cenderung mengalami gangguan cemas dari pada laki-laki, rationya sekitar 2:1. Prevalensi

    gangguan anxietas menurun dengan meningkatnya status sosioekonomik. Di Indonesia

    prevalensinya secara pasti belum diketahui, namun diperkirakan 2%-5%.

    Pengobatan yang paling efektif untuk pasien dengan kecemasan adalah pengobatan

    yang mengkombinasikan psikoterapi dan farmakotrerapi. Anxietas tidak perlu segera

    dihilangkan dengan antianxietas, tetapi sebaiknya daya tahan psikologis digerakkan. Jika

    perlu dibantu dengan antianxietas, maka kita harus melihat dinamika gejala yang timbul

    supaya dapat diberi pengobatan yang dapat menghilangkan emosi primer yang menyebabkan

    gejala muncul.

  • 5/26/2018 BAB I

    2/43

    2

    BAB II

    PEMBAHASAN

    2.1 DEFINISI

    Anxietas adalah perasaan yang difus, yang sangat tidak menyenangkan, agak tidak

    menentu dan kabur tentang sesuatu yang akan terjadi. Perasaan ini disertai dengan suatu atau

    beberapa reaksi badaniah yang khas dan yang akan datang berulang bagi seseorang. Perasaan

    ini dapat berupa rasa kosong di perut, dada sesak, jantung berdebar, keringat berlebihan, sakit

    kepala atau rasa mau kencing atau buang air besar. Perasaan ini disertai dengan rasa ingin

    bergerak dan gelisah. ( Harold I. LIEF)

    Anxietas adalah perasaan tidak senang yang khas yang disebabkan oleh dugaan akanbahaya atau frustrasi yang mengancam yang akan membahayakan rasa aman, keseimbangan,

    atau kehidupan seseorang individu atau kelompok biososialnya. ( J.J GROEN).

    2.2 EPIDEMIOLOGI

    Kriteria yang diterima untuk prevalensi gangguan kecemasan umum satu tahun

    terentang dari 3 sampai 8 persen. Rasio wanita dan laki-laki adalah kira-kira 2:1, tetapi rasio

    wanita berbanding laki-laki yang mendapatkan perawatan rawat inap untuk gangguan

    tersebut, kira-kira adalah 1:1 usia onset adalah sukar untuk ditentukan, karena sebagian besar

    pasien melaporkan bahwa mereka mengalami kecemasan selama yang mendapat mereka

    ingat. Survei terkini di Amerika (1996) melaporkan bahwa 15 - 33% pasien yang datang

    berobat ke dokter non psikiater merupakan pasien dengan gangguan mental. Dari jumlah

    tersebut minimal sepertiganya menderita gangguan kecemasan.

    2.3 GEJALA UMUM ANXIETAS

    Gejala Psikologik

    Ketegangan, kekuatiran, panik, perasaan tak nyata, takut mati , takut gila , takut

    kehilangan kontrol dan sebagainya.

    Gejala F isik

    Gemetar, berkeringat, jantung berdebar, kepala terasa ringan, pusing, ketegangan otot,

    mual, sulit bernafas, baal, diare, gelisah, rasa gatal, gangguan di lambung dan lain-lain.

    Keluhan yang dikemukakan pasien dengan anxietas kronik seperti: rasa sesak nafas; rasa

    sakit dada; kadang-kadang merasa harus menarik nafas dalam; ada sesuatu yang menekan

    dada; jantung berdebar; mual; vertigo; tremor; kaki dan tangan merasa kesemutan; kaki dan

    tangan tidak dapat diam ada perasaan harus bergerak terus menerus; kaki merasa lemah,

  • 5/26/2018 BAB I

    3/43

    3

    sehingga berjalan dirasakan berat; kadang- kadang ada gagap dan banyak lagi keluhan yang

    tidak spesifik untuk penyakit tertentu.

    Keluhan yang dikemukakan disini tidak semua terdapat pada pasien dengan gangguan

    anxietas kronik, melainkan seseorang dapat saja mengalami hanya beberapa gejala 1 keluhan

    saja. Tetapi pengalaman penderitaan dan gejala ini oleh pasien yang bersangkutan biasanya

    dirasakan cukup gawat.

    2.4 ETIOLOGI

    Seperti pada sebagian besar gangguan mental, penyebab gangguan kecemasan umum

    adalah tidak diketahui. Seperti yang sekarang di definisikan gangguan kecemasan umum

    kemungkinan mempengaruhi kelompok pasien yang heterogen. Kemungkinan derajat

    kecemasan tertentu adalah normal dan adaptif, membedakan kecemasan normal dari

    kecemasan patologis dan membedakan faktor penyebab biologis dari faktor psikososial

    adalah sulit.

    Faktor Biologis

    Manfaat terapeutik benzodiazepine dan azapirone sebagai contoh, buspirone telah

    memusatkan usaha penelitian biologis pada sistem neurotransmiter, gama aminovutiric

    acid dan seretonin. Benzodiazepine diketahui menurunkan kecemasan sedangkan flumazeniledan beta karboline menginduksi kecemasan, walaupun tidak ada data yang menyakinkan,

    bahwa reseptor dizepine adalah abnormal pada pasien dengan gangguan kecemasan umum.

    Beberapa penelitian telah memusatkan pada lobus oksipitalis yang memiliki konsentrasi

    benzodiapine yang tinggi di otak. Daerah otak lain yang telah diduga terlibat dalam proses

    gangguan kecemasan adalah gangglia basalis , sistem limbik dan korteks frontalis.

    Hanya sejumlah terbatas penelitian pencitraan otak pada pasien dengan gangguan

    kecemasan umum telah dilakukan. Satu penelitian tomografi emisi positron. Melaporkan

    suatu penurunan kecepatan metabolik di ganglia basalis dan subsatnsi putih pada pasien

    gangguan kecemasan umum.

    Penelitian lain menunjukan genetika mungkin terjadi antara gangguan kecemasan

    umum dibandingkan kontrol normal.

  • 5/26/2018 BAB I

    4/43

    4

    Faktor Psikososial

    Dua bidang pikiran utama tentang faktor psikososial yang menyebabkan

    perkembangan gangguan kecemasan umum dan bidang psikoanalitik. Bidang kognitif prilaku

    menghipotesiskan bahwa pasien dengan gangguan kecemasan umum adalah berespon secara

    tidak tepat.

    Suatu hirarki kecemasan adalah berhubungan dengan berbagai tingkat perkembangan.

    Pada tingkat yang paling primitif, kecemasan mungkin berhubungan dengan dengan

    ketakutan akan penghancuran atau difusi dengan orang lain. Pada tingkat perkembangan yang

    lebih matur, kecemasan adalah berhubungan dengan perpisahan dari objek yang dic intai.

    Pada tingkat yang masih lebih matur adalah berhubungan dengan hilangnya dengan

    objek yang kita cintai. Kecemasan kastarsi adalah berhubungan dengan fase oedipal dari

    perkembangan dan dianggap merupakan satu tingkat tertinggi dari kecemasan.

    2.5 KLASIFIKASI GANGGUAN ANXIETAS

    2.5.1 GANGGUAN KECEMASAN UMUM/ MENYELURUH

    Kriteria diagnostik untuk gangguan kecemasan umum:

    A. Kecemasan atau kekhawatiran yang berlebihan(harapan yang mengkhawatirkan) yanglebih banyak dibandingkan tidak terjadi selama 6 bulan, tentang sejumlah kejadian

    atau aktifitas ( seperti pekerjaan dan prestasi sekolah )

    B. Orang yang merasa sulit mengendalikan ketakutanC. Kecemasan dan kekhawatiran adalah disertai oleh 3 ( atau lebih) dari gejala berikut

    ini :

    1. Kegelisah atau perasaan bersemgnat2. Merasa mudah lelah3. Sulit berkonsentrasi4. Iritabilitas5. Ketegangan otot6. Gangguan tidur

    D. Kecemasan, kekhawatiran atau gejala fisik yang menyebabkan penderitaan yangbermakna secara klinis atau gangguan pada fungsi sosial

    E.

    Gangguan bukan karena efek psikologis langsung dari suatu zat

  • 5/26/2018 BAB I

    5/43

    5

    DIAGNOSIS BANDING

    Diagnosis banding kecemasan umum adalah semua kondisi medis yang menyebabkan

    kecemasan . Pemeriksaan medis yang dimaksud adalah tes kimia, darah standar,

    elektrokardiogram , dan fungsi tiroid. Pemeriksaan status mental harus menggali

    kemungkinan gangguan panik, fobia, dan gangguan obsesif kompulsif, membedakan

    gangguan kecemasan umum dari gangguan depresif berat dan gangguan distimik pada

    kenyataannya, ganggguan tersebut seringkali terdapat bersama sama . kemungkinan

    dignosis lain adalah gangguan penyesuaian dengan kecemasan, hipokondriasi, gangguan

    hiperaktifitas dan gangguan kepribadian.

    TERAPI

    Farmakoterapi

    Neurotransmiter utama terhadap gangguan kecemasan dengan melihat hasil

    laboratorium dengan mencheck peningkatan norepinefrin, serotonin dangamma aminobutryc

    acid (GABA). Dengan positron emission tomography (PET) juga ditemukan kelainan

    (disregulasi) pembuluh darah serebral.

    Biasanya untuk kecemasan dokter menganjurkan penggunaan obat psikoleptik, yaitu

    benzodiazepinesdalam dosis rendah. Jenis obat-obat ini adalah Diazepam, Klordiazepoksid,Lorazepam, Klobazam, Bromazepam, Oksazolam, Klorazepat, AlprazolamatauPrazepam.

    Penggunaan obat anti kecemasan haruslah melalui kontrol dari dokter secara ketat,

    penggunaan obat-obat antiansietas dapat mengakibatkan beberapa efek samping. Pasien

    dengan riwayat penyakit hati kronik, ginjal dan paru haruslah diperhatikan pemakaian obat-

    obatan ini. Pada anak dan orangtua dapat juga memberikan reaksi seperti yang tidak

    diharapkan (paradoxes reaction) seperti meningkatkan kegelisahan, ketegangan otot,

    disinhibisi atau gangguan tidur.

    Beberapa efek samping penggunaan obat antiansietas adalah:

    Sedative (rasa mengantuk, kewaspadaan menurun, kerja psikomotorik menurun, dankemampuan kognitif melemah)

    Rasa lemas dan cepat lelah Adiktif walaupun sifatnya lebih ringan dari narkotika. Ketergantungan obat biasanya

    terjadi pada individu peminum alkohol, pengguna narkoba (maksimum pemberian

    obat selama 3 bulan). Penghentian obat secara mendadak memberikan gejala putus

  • 5/26/2018 BAB I

    6/43

    6

    obat (rebound phenomenon) seperti kegelisahan, keringat dingin, bingung, tremor,

    palpitasi atau insomnia.

    Psikoterapi

    Dalam psikoterapi, psikolog, konselor dan ahli terapis berusaha menyusun terapi

    psikologis yang beragam untuk pengobatan yang disesuaikan dengan kepribadian klien.

    Penerapan metode dapat secara personal maupun group (perkelompok). Psikiater berusaha

    mengkombinasi pengobatan medis dan psikoterapi secara bersamaan. Perlu untuk diketahui

    bahwa tidak ada pengobatan jenis gangguan kecemasan ini hanya menggunakan satu cara

    saja, dibutuhkan lebih kombinasi untuk menyembuhkan gangguan kompleks ini.

    Terapi yang paling sering digunakan dalam perawatan kecemasan adalah cognitive-

    behavioural therapy (CBT). Pada CBT diberikan teknik pelatihan pernafasan atau meditasi

    ketika kecemasan muncul, teknik ini diberikan untuk penderita kecemasan yang disertai

    dengan serangan panik.

    Support group juga diberikan dalam CBT, individu ditempatkan dalam group support

    yang mendukung proses treatment. Group support dapat berupa sekelompok orang yang

    memang telah dipersiapkan oleh konselor/terapis untuk mendukung proses terapi atau

    keluarga juga dapat diambil sebagai group support ini.

    2.5.2 GANGGUAN KECEMASAN OBSESIF-KOMPULSIF

    DEFINISI

    Obsesi: pikiran yang berkali-kali datang yang mengganggu - tampak tidak rasional - tidak

    dapat dikontrol mengganggu hidup. dapat berbentuk keragu-raguan yang ekstrim,

    penangguhan tidak dapat membuat keputusan.pasien tidak dapat mengambil kesimpulan.

    Kompulsi: impuls yang tidak dapat ditolak mengulangi tingkah laku ritualistik berkali-kali.

    Kompulsi sering berhubungan dengan kebersihan dan keteraturan. Penderita merasa apa yang

    dilakukannya asing.

    Gangguan Obsesif-kompulsif (Obsessive-Compulsive Disorder, OCD) adalah kondisi

    dimana individu tidak mampu mengontrol dari pikiran-pikirannya yang menjadi obsesi yang

    sebenarnya tidak diharapkannya dan mengulang beberapa kali perbuatan tertentu untuk dapat

    mengontrol pikirannya tersebut untuk menurunkan tingkatkecemasannya.Gangguan obsesif-

    kompulsif merupakan gangguan kecemasan dimana dalam kehidupan individu didominasi

    oleh repetatif pikiran-pikiran (obsesi) yang ditindaklanjuti dengan perbuatan secara berulang-

    ulang (kompulsi) untuk menurunkan kecemasannya.

    http://www.pikirdong.org/psikologi/psi18axdi.phphttp://www.pikirdong.org/psikologi/psi18axdi.php
  • 5/26/2018 BAB I

    7/43

    7

    Penderita gangguan ini mungkin telah berusaha untuk melawan pikiran-pikiran

    menganggu tersebut yang timbul secara berulang-ulang akan tetapi tidak mampu menahan

    dorongan melakukan tindakan berulang untuk memastikan segala sesuatunya baik-baik saja.

    MANIFESTASI KLINIS

    Individu yang mengalami gangguan obsesif-kompulsif kadang memilki pikiran

    intrusif tanpa tindakan repetatif yang jelas akan tetapi sebagian besar penderita menunjukkan

    perilaku kompulsif sebagai bentuk lanjutan dari pikiran-pikiran negatif sebelumnya yang

    muncul secara berulang, seperti ketakutan terinfeksi kuman, penderita gangguan obsesif-

    kompulsif sering mencuci tangan (washer) dan perilaku umum lainnya adalah memeriksa

    (checker) seperti rasa cemas akan kemalingan, penderita gangguan obsesif-kompulsif sering

    memeriksa pintu apakah sudah dikunci apa belum.

    Beberapa bentuk perilaku gangguan obsesif-kompulsif lainnya adalah;

    Mandi dan menggosok badannya secara berkali-kali dengan sabun disinfektan (cemasakan bakteri atau kuman yang dapat membuatnya terinfeksi)

    Memeriksa kompor berulang-ulang apakah sudah dimatikan (cemas akan kebakaran) Memeriksa toilet apakah ada binatang atau serangga hidup di dalamnya atau terjatuh

    kedalam toilet (cemas untuk membunuh makhluk hidup)

    Mengulang pekerjaannya berkali-kali apakah sudah bagus (kecemasan perfeksionis) Memeriksa mobilnya berkali-kali selama perjalanan (kecemasan unutuk tidak melukai

    orang lain)

    Menyisir berkali-kali di depan cermin (cemas akan penampilan tidak rapi) Mengulang berhitung berkali-kali (cemas akan kesalahan pada urutan bilangan)

    Gangguan obsesif-kompulsif tidak ada kaitan dengan bentuk karakteristik kepribadian

    seseorang, pada individu yang memiliki kepribadian obsesif-kompulsif cenderung untuk

    bangga dengan ketelitian, kerapian dan perhatian terhadap hal-hal kecil, sebaliknya pada

    gangguan obsesif-kompulsif, individu merasa tertekan dengan kemunculan perilakunya yang

    tidak dapat dikontrol. Mereka merasa malu bila perilaku-perilaku tersebut dipertanyakan oleh

    orang yang melihatnya karena melakukan pekerjaan yang secara berulang-ulang. Mereka

    berusaha mati-matian untuk menghilangkan kebiasaan tersebut.

    Gangguan obsesif-kompulsif erat kaitan dengan depresi, atau riwayat kecemasan

    sebelumnya. Beberapa gejala penderita obsesif-kompulsif seringkali juga menunjukkan

    gejala yang mirip dengan depresi. Perilaku yang obsesif pada ibu depresi berusaha berkali-

    kali atau berkeinginan untuk membunuh bayinya.

    http://www.pikirdong.org/psikologi/psi36ocpd.phphttp://www.pikirdong.org/psikologi/psi10depr.phphttp://www.pikirdong.org/psikologi/psi10depr.phphttp://www.pikirdong.org/psikologi/psi36ocpd.php
  • 5/26/2018 BAB I

    8/43

    8

    Temuan fisik (Gejala)

    Gejala ditandai dengan pengulangan (repetatif) pikiran dan tindakan sedikitnya 4 kali

    untuk satu kompulsi dalam sehari dan berlangsung selama 1 sampai 2 minggu selanjutnya.

    Gejala utama obsesi-kompulsif harus memenuhi kriteria;

    1) Perilaku dan pikiran yang muncul tersebut disadari sepenuhnya oleh individu ataudidasarkan pada impuls dalam dirinya sendiri. Individu juga menyadari bahwa

    perilakunya itu tidak rasional, namun tetap dilakukan untuk mengurangi kecemasan.

    2) Beberapa perilaku yang muncul disadari oleh oleh individu dan berusaha melawankebiasaan dan pikiran-pikiran rasa cemas tersebut sekuat tenaga, namun tidak berhasil

    3) Pikiran dan tindakan tersebut tidak memberikan perasaan lega, rasa puas ataukesenangan, melainkan disebabkan oleh rasa khawatir secara berlebihan dan

    mengurangi stres yang dirasakannya.

    4) Obsesi (pikiran) dan kompulsi (perilaku) sifatnya berulang-ulang secara terus-menerusdalam beberapa kali setiap harinya.

    FAKTOR RISIKO

    Individu yang beresiko mengalami gangguan obsesif-kompulsif adalah;

    Individu yang mengalami permasalahan dalam keluarga dari broken home,kesalahan atau kehilangan masa kanak-kanaknya. (teori ini masih dianggap lemah

    namun masih dapat diperhitungkan)

    Faktor neurobilogi dapat berupa kerusakan pada lobus frontalis, ganglia basalis dansingulum

    Individu yang memilki intensitasstress yang tinggi Riwayat gangguan kecemasan Depresi Individu yang mengalami gangguan seksual

    TATALAKSANA

    Psikoterapi

    Psikoterapi untuk gangguan obsesif-kompulsif umumnya diberikan hampir sama

    dengan gangguan kecemasan lainnya. Ada beberapa faktor OCD sangat sulit untuk

    disembuhkan, penderita OCD kesulitan mengidentifikasi kesalahan (penyimpangan perilaku)

    dalam mempersepsi tindakannya sebagai bentuk penyimpangan perilaku yang tidak normal.

    http://www.pikirdong.org/psikologi/psi08stre.phphttp://www.pikirdong.org/psikologi/psi08stre.php
  • 5/26/2018 BAB I

    9/43

    9

    Individu beranggapan bahwa ia normal-normal saja walaupun perilakunya itu diketahui pasti

    sangat menganggunya. Baginya, perilaku kompulsif tidak salah dengan perilakunya tapi

    bertujuan untuk memastikan segala sesuatunya berjalan dengan baik-baik saja. Faktor lain

    adalah kesalahan dalam penyampaian informasi mengenai kondisi yang dialami oleh individu

    oleh praktisi secara tidak tepat dapat membuat individu merasa enggan untuk mengikuti

    terapi.

    Cognitive-behavioural therapy (CBT) adalah terapi yang sering digunakan dalam

    pemberian treatment berbagai gangguan kecemasan termasuk OCD. Dalam CBT penderita

    OCD pada perilaku mencuci tangan diatur waktu kapan ia mesti mencuci tangannya secara

    bertahap. Bila terjadi peningkatan kecemasan barulah terapis memberikan izin untuk individu

    OCD mencuci tangannya. Terapi ini efektif menurunkan rasa cemas dan hilang secara

    perlahan kebiasaan-kebiasaannya itu. Dalam CBT terapis juga melatih pernafasan, latihan

    relaksasi dan manajemen stres pada individu ketika menghadapi situasi konflik yang

    memberikan kecemasan, rasa takut atau stres muncul dalam diri individu. Pemberian terapi

    selama 3 bulan atau lebih.

    Farmakoterapi

    Pemberian obat-obatan medis berserta psikoterapi sering dilakukan secara bersamaan

    dalam masa perawatan penderita OCD. Pemberian obat medis hanya bisa dilakukan oleh

    dokter atau psikiater atau social worker yang terjun dalam psikoterapi. Pemberian obat-

    obatan haruslah melalui kontrol yang ketat karena beberapa dari obat tersebut mempunyai

    efek samping yang merugikan.

    Obat medis yang digunakan dalam pengobatan OCD seperti;

    Selective serotonin reuptake inhibitors(SSRIs) yang dapat mengubah level serotonin dalam

    otak, jenis obat SSRIs ini adalah Fluoxetine (Prozac), sertraline (Zoloft), escitalopram

    (Lexapro),paroxetine(Paxil), dan citalopram(Celexa).

    Trisiklik (Tricyclics). Obat jenis trisiklik berupa clomipramine(Anafranil). Trisiklik

    merupakan obat-obatan lama dibandingkan SSRIs dan bekerja sama baiknya dengan SSRIs.

    Pemberian obat ini dimulai dengan dosis rendah. Beberapa efek pemberian jenis obat ini

    adalah peningkatan berat badan, mulut kering, pusing dan perasaan mengantuk.

    Monoamine oxidase inhibitors (MAOIs). Jenis obat ini adalah phenelzine (Nardil),

    tranylcypromine (Parnate) dan isocarboxazid (Marplan). Pemberian MAOIs harus diikuti

    pantangan makanan yang berkeju atau anggur merah, penggunaan pil KB, obat penghilang

    rasa sakit (sepertiAdvil, Motrin, Tylenol), obat alergi dan jenis suplemen. Kontradiksi dengan

    MOAIs dapat mengakibatkan tekanan darah tinggi.

  • 5/26/2018 BAB I

    10/43

    10

    2.5.3 GANGGUAN STRESS PASCA TRAUMA / POST TRAUMATIC STRESS

    DISORDER ( PTSD )

    DEFINISI

    Gangguan stress pascatrauma (PTSD) dapat didefinisikan sebagai keadaan yang

    melemahkan fisik dan mental secara ekstrim yang timbul setelah seseorang melihat,

    mendengar, atau mengalami suatu kejadian trauma yang hebat dan atau kejadian yang

    mengancam kehidupannya. Keadaan ini ditandai dengan suasana perasaan murung, sedih,

    kurangnya semangat dalam melakukan kegiatan sehari-hari maupun kegiatan yang

    menimbulkan kesenangan, kadang-kadang disertai dengan waham dan bila sudah berat dapat

    menimbulkan gangguan dalam fungsi peran dan kehidupan sosial.

    PTSD merupakan kecemasan akibat peristiwa traumatik yang biasanya dialami oleh

    veteran perang atau orang-orang yang mengalami bencana alam. PTSD biasnya muncul

    beberapa tahun setelah kejadian dan biasanya diawali dengan ASD, jika lebih dari 6 bulan

    maka orang tersebut dapat mengembangkan PTSD.

    EPIDEMIOLOGI

    Secara umum, prevalensi seumur hidup gangguan stress pascatrauma sebesar 8%

    sementara 5-15% mengalami bentuk subklinis. Pada kelompok yang pernah mengalami

    trauma sebelumnya, prevalensinya antara 5-75%. Wanita memiliki risiko yang lebih tinggi

    (10-12%) dibandingkan pria (5-6%) pada kelompok usia dewasa muda. Selain itu, wanita

    memiliki kecenderungan untuk mengalami gangguan yang lebih berat. Beberapa faktor yang

    dapat berperan dalam timbulnya depresi, antara lain: (1) jenis kelamin, (2) dukungan keluarga

    yang kurang, dan (3) penggunaan alkohol dan zat addiktif lainnya. Seseorang yang memiliki

    faktor-faktor tersebut lebih berisiko untuk mengalami gangguan stress pascatrauma dengan

    gejala utamanya berupa depresi. Gangguan stress pascatrauma memiliki komorbiditas tinggi

    dengan gangguan psikiatri lainnya. Dua pertiga kasus menunjukkan komorbiditas dengan

    lebih dari dua gangguan psikiatri lain. Gangguan yang yang paling sering timbul bersama-

    sama dengan gangguan stress pascatrauma ini adalah gangguan depresif, kecemasan,

    gangguan yang berkaitan dengan pengguanan zat, dan gangguan bipolar. Komorbiditas ini

    mengakibatkan seseorang lebih rentan terhadap gangguan stress pascatrauma

    http://medlinux.blogspot.com/2007/08/gangguan-stress-pasca-trauma.htmlhttp://medlinux.blogspot.com/2007/08/gangguan-stress-pasca-trauma.html
  • 5/26/2018 BAB I

    11/43

    11

    ETIOLOGI

    Stresor adalah penyebab utama dalam perkembangan gangguan stress pasca trauma.

    Tetapi tidak semua orang akan mengalami gangguan stress pascatrauma setelah suatu

    peristiwa traumatik. Walaupun stressor diperlukan, namun stressor tidak cukup untuk

    menyebabkan gangguan. Faktor-faktor yang harus ikut dipertimbangkan adalah faktor

    biologis individual, faktor psikososial sebelumnya dan peristiwa yang terjadi setelah trauma.

    Faktor kerentanan yang merupakan predisposisi tampaknya memainkan peranan penting

    dalam menentukan apakah gangguan akan berkembang yaitu :

    1. Adanya trauma masa anak-anak2. Sifat gangguan kepribadian ambang, paranoid, dependen, atau anti social3. Sistem pendukung yang tidak adekuat4. Kerentanan konstitusional genetika pada penyakit psikiatrik5. Perubahan hidup penuh stress yang baru terjadi6. Persepsi lokus kontrol eksternal7. Penggunaan alkohol, walaupun belum sampai pada taraf ketergantunganJika trauma terjadi pada masa anak-anak maka akan terjadi penghentian

    perkembangan emosional, sedangkan jika terjadi pada masa dewasa akan terjadi regresi

    emosional.

    Faktor Psikodinamika

    Model kognitif dari gangguan stress pascatraumatik menyatakan bahwa orang yang

    terkena stress pascatraumatik tidak mampu memproses atau merasionalkan trauma yang

    mencetuskan gangguan. Mereka terus mengalami stress dan berusaha untuk tidak mengalami

    kembali stress dengan teknik menghindar. Sesuai dengan kemampuan parsial mereka untuk

    mengatasi peristiwa secara kognitif, pasien mengalami periode mengakui peristiwa dan

    menghambatnya secara berganti-ganti.

    Model perilaku dari gangguan stress pascatraumatik menyatakan bahwa gangguan

    memiliki dua fase dalam perkembangannya. Pertama, trauma (stimulus yang tidak

    dibiasakan) adalah dipasangkan, melalui pembiasaan klasik dengan stimulus yang dibiasakan

    (pengingat fisik atau mental terhadap trauma). Kedua, melalui pelajaran instrumental, pasien

    mengambangkan pola penghindaran terhadap stimulus yang dibiasakan maupun stimulus

    yang tidak dibiasakan.

  • 5/26/2018 BAB I

    12/43

    12

    Model psikoanalitik dari gangguan menghipotesiskan bahwa trauma telah

    mereaktivasi konflik psikologis yang sebelumnya diam dan belum terpecahkan. Penghidupan

    kembali trauma masa anak-anak menyebabkan regresi dan penggunaan mekanisme

    pertahanan represi, penyangkalan, dan meruntuhkan (undoing). Ego hidup kembali dan

    dengan demikian berusaha menguasai dan menurunkan kecemasan. Pasien juga mendapatkan

    tujuan sekunder dari dunia luar, peningkatan perhatian atau simpati, dan pemuasan kebutuhan

    ketergantungan. Tujuan tersebut mendorong gangguan dan persistensinya. Suatu pandangan

    kognitif tentang gangguan stress pascatraumatik adalah bahwa otak mencoba untuk

    memproses sejumlah besar informasi yang dicetuskan oleh trauma dengan periode menerima

    dan menghambat peristiwa secara berganti-ganti.

    Faktor Biologis

    Teori biologis tentang gangguan stress pascatraumatik telah dikembangkan dari

    penelitian pra klinik dari model stress pada binatang dan dari pengukuran variabel biologis

    dari populasi klinis dengan gangguan stress pascatraumatik. Banyak sistem neurotransmitter

    telah dilibatkan dalam kumpulan data tersebut. Model praklinik pada binatang tentang

    ketidakberdayaan, pembangkitan, dan sensitasi yang dipelajari telah menimbulkan teori

    tentang norepinefrin, dopamine, opiat endogen, dan reseptor benzodiazepine dan sumbu

    hipotalamus, hipofisis adrenal. Pada populasi klinis, data telah mendukung hipotesis bahwa

    system noradrenergik dan opiat endogen, dan juga sumbu hipotalamus-hipofisis adrenal,

    adalah hiperaktif pada sekurangnya beberapa pasien dengan gangguan stress pascatrauamtik.

    Temuan biologis utama lainnya adalah peningkatan aktivitas dan responsivitas sistem

    saraf otonom, seperti yang dibuktikan oleh peninggian kecepatan denyut jantung dan

    pembacaan tekanan darah, dan arsitektur tidur yang abnormal (sebagai contohnya,

    fragmentasi tidur dan peningkatan latensi tidur). Gejala penyerta yang sering dari gangguan

    stress pascatraumatik adalah depresi, kecemasan dan gangguan kognitif. Di dalam DSM-IV,

    lama gejala minimal untuk gangguan stress pasca traumatik adalah 1 bulan. DSM-IV

    memperkenalkan diagnostik baru, gangguan stress akut, bagi pasien dengan gejala yang

    terjadi dalam 4 minggu peristiwa traumatik dan pada mereka yang gejalanya berlangsung

    selama 2 hari sampai 4 minggu

  • 5/26/2018 BAB I

    13/43

    13

    MANIFESTASI KLINIS

    Manifestasi klinis utama pada gangguan stress pascatrauma adalah kembalinya

    pengalaman menyakitkan yang terus menerus dalam pikiran korban, pola penghindaran

    terutama terhadap hal-hal yang mengingatkan korban pada pengalaman traumatisnya, dan

    tumpulnya emosi. Keadaan-keadaan di atas mungkin segera setelah trauma, namun gejala

    lengkapnya baru timbul setelah beberapa waktu. Perasaan bersalah, penghindaran, dan rasa

    dipermalukan kadang-kadang dapat ditemukan dalam anamnesis psikiatri. Adanya

    penghindaran dan tumpulnya emosi merupakan hal yang penting dalam diagnosis menurut

    DSM-IV.

    Gejala kecemasan patologis antara lain rasa was-was yang berlebihan, ketakutan,

    penarikan diri dari masyarakat dan lingkungan, kesukaran konsentrasi dan berfikir, gejala-

    gejala somatik seperti tremor, panas dingin, berkeringat, sesak napas, jantung berdebar, serta

    dapat pula ditemui gejala gangguan persepsi seperti depersonalisasi, derealisasi dan mungkin

    terdapat gejala yang lain.

    DIAGNOSIS

    Kr iter ia diagnostik untuk gangguan stress pascatraumati k

    A. Orang telah terpapar dengan suatu kejadian traumatik dimana kedua dari berikut initerdapat :

    1) Orang mengalami, menyaksikan, atau dihadapkan dengan suatu kejadian ataukejadian-kejadian yang berupa ancaman kematian atau kematian yang

    sesungguhnya atau cedera yang serius, atau ancaman kepada integritas fisik diri

    atau orang lain.

    2) Respon orang tersebut berupa rasa takut yang kuat, rasa tidak berdaya atau horor.Catatan: pada anakanak hal ini dapat diekspresikan dengan prilaku yang kacau

    dan terintegrasi.

    B. Kejadian traumatik secara menetap dialami kembali dalam satu (atau lebih) cara berikut :1) Rekoleksi yang menderitakan, rekuren, dan mengganggu tentang kejadian,

    termasuk angan pikiran atau persepsi. Catatan : pada anak kecil, dapat

    menunjukkan permainan berulang dengan tema aspek trauma.

    2) Mimpi menakutkan yang berulang tentang kejadian.3) Berkelakuan atau merasa seakan-akan kejadian traumatik terjadi kembali.

  • 5/26/2018 BAB I

    14/43

    14

    4) Penderitaan psikologis yang kuat saat terpapar dengan tanda internal ataueksternal yang menyimbolkan atau menyerupai suatu aspek kejadian traumatik.

    5) Reaktivitas psikologis saat terpapar dengan tanda internal atau eksternal yangmenyimbolkan atau menyerupai suatu aspek kejadian traumatik.

    C. Penghindaran stimulus yang persisten yang berhubungan dengan trauma dan kaku karenaresponsivitas umum (tidak ditemukan sebelum trauma), seperti yang ditunjukkan oleh

    tiga (atau lebih) berikut ini :

    1) Usaha untuk menghindari pikiran, perasaan atau percakapan yang berhubungandengan trauma.

    2) Tidak mampu untuk mengingat aspek penting dari trauma3) Hilangnya minat atau peran serta yang jelas dalam aktivitas yang bermakna.4) Perasaan terlepas atau asing dari orang lain5) Rentang afek yang terbatas6) Perasaan bahwa masa depan menjadi pendek.

    D. Gejala menetap adanya peningkatan kesadaran yang ditunjukkan oleh dua (atau lebih)berikut :

    1) Kesulitan untuk tidur atau tetap tidur2) Iritabilitas atau ledakan kemarahan3) Sulit berkonsentrasi4) Kewaspadaan berlebihan5) Respon kejut yang berlebihan

    E. Lama gangguan (gejala dalam kriteria b, c, d) adalah lebih dari satu bulanF. Gangguan menyebabkan penderitaan yang bermakna secara klinis atau gangguan dalam

    fungsi sosial, pekerjaan atau fungsi penting lain.

    Sebutkan jika :

    Akut : jika lama gejala adalah kurang dari 3 bulan

    Kronis : jika lama gejala adalah 3 bulan atau lebih

    Sebutkan jika :

    Dengan onset lambat : onset gejala sekurangnya enam bulan setelah stressor

  • 5/26/2018 BAB I

    15/43

    15

    Kriteria diagnostik untuk Gangguan Stress Akut

    A. Orang telah terpapar dengan suatu kejadian traumatik dimana kedua dari berikut iniditemukan :

    1) Orang mengalami, menyaksikan, atau dihadapkan dengan suatu kejadian ataukejadian-kejadian yang berupa ancaman kematian atau kematian yang

    sesungguhnya atau cedera yang serius, atau ancaman kepada integritas diri

    atau orang lain.

    2) Respon orang tersebut berupa rasa takut yang kuat, rasa tidak berdaya atauhoror.

    B. Salah satu selama mengalami atau setelah mengalami kejadian yang menakutkan,individu tiga (atau lebih) gejala disosiatif berikut :

    1) perasaan subyektif kaku, terlepas, atau tidak ada responsivitas emosi2) penurunan kesadaran terhadap sekelilingnya (misalnya, berada dalam keadaan

    tidak sadar)

    3) derelisasi4) depersonalisasi5) amnesia disosiatif (yaitu, ketidakmampuan untuk mengingat aspek penting

    dari trauma)C. Kejadian traumatik secara menetap dialami kembali sekurangnya satu cara berikut:

    bayangan, pikiran, mimpi, ilusi, episode kilas balik yang rekuren, atau suatu perasaan

    hidupnya kembali pengalaman atau penderitaan saat terpapar dengna pengingat

    kejadian traumatic

    D. Penghindaran jelas terhadap stimuli yang menyadarkan rekoleksi trauma (misalnya,pikiran, perasaan, percakapan, aktivitas, tempat, orang).

    E. Gejala kecemasan yang nyata atau pengingat kesadaran (misalnya, sulit tidur,iritabilias, konsentrasi buruk, kewaspadaan berlebihan, respon kejut yang berlebihan,

    dan kegelisahan motorik).

    F. Gangguan menyebabkan penderitaan yang bermakna secara klinis atau gangguandalam fungsi sosial, pekerjaan atau fungsi penting lain, menganggu kemampuan

    individu untuk mengerjakan tugas yang diperlukan, seperti meminta bantuan yang

    diperlukan atau menggerakan kemampuan pribadi dengan menceritakan kepada

    anggota keluarga tentang pengalaman traumatic.

  • 5/26/2018 BAB I

    16/43

    16

    G. Gangguan berlangsung selama minimal 2 hari dan maksimal 4 minggu dan terjadidalam 4 minggu setelah traumatic

    H. Tidak karena efek fisiologis langsung dari suatu zat (misalnya, obat yangdisalahgunakan, medikasi) atau kondisi medis umum, tidak lebih baik diterangkan

    oleh gangguan psikotik singkat dan tidak semata-mata suatu eksaserbasi gangguan

    Aksis I atau Aksis II dan telah ada sebelumnya.

    Pasien dengan gangguan disosiatif biasanya tidak memiliki derajat perilaku

    menghindar, kesadaran berlebih (hiperarousal) otonomik, atau riwayat trauma yang

    dilaporkan oleh pasien gangguan stress pascatraumatik. Sebagian karena publikasi yang luas

    dan telah diterima, istilah gangguan stress pascatraumatik dalam berita popular, klinisi harus

    juga mempertimbangkan kemungkinan suatu gangguan buatan atau berpura-pura.

    DIAGNOSIS BANDING

    Pertimbangan utama dalam diagnosis banding gangguan stress pascatraumatik dengan

    kemungkinan bahwa pasien juga mengalami cedera kepala selama trauma. Pertimbangan

    organik lainnya yang dapat menyebabkan atau mengeksaserbasi gejala adalah epilepsi,

    gangguan penggunaan alkohol dan gangguan yang berhubungan dengan zat lainnya.

    Intoksikasi akut atau putus dari suatu zat mungkin juga menunjukkan gambaran klinis yang

    sulit dibedakan dari gangguan stress pascatraumatik sampai efek zat hilang.

    Gangguan stress pascatraumatik pada umumnya sering keliru didiagnosis sebagai

    gangguan mental lain, yang menyebabkan pengobatan yang tidak tepat. Klinisi harus

    mempertimbangkan gangguan stress pasca traumatic pada pasien yang menderita gangguan

    nyeri, penyalahgunaan zat, gangguan kecemasan lain, dan gangguan mood. Pada umumnya,

    gangguan stress pascatraumatik dapat dibedakan dari gangguan mental organik dengan

    mewawancarai pasien tentang peristiwa traumatik sebelumnya dan melalui sifat gejala

    sekarang ini. Gangguan kepribadian ambang, gangguan disosiatif, gangguan buatan atau

    berpura-pura juga harus dipertimbangkan. Gangguan kepribadian ambang mungkin sulit

    dibedakan dari gangguan stress pascatraumatik. Dua gangguan tersebut dapat terjadi

    bersama-sama atau bahkan saling berhubungan sebab akibat. Kemungkinan, anak kecil masih

    belum memiliki mekanisme untuk mengatasi kerugian fisik dan emosional akibat trauma.

    Demikian juga orang lanjut usia, jika dibandingkan dengan orang dewasa yang lebih muda,

    kemungkinan memiliki mekanisme mengatasi yang lebih kaku dan kurang mampu

    mengadakan pendekatan fleksibel untuk mengatasi efek trauma, terutama terjadi penurunan

  • 5/26/2018 BAB I

    17/43

    17

    darah, penurunan penglihatan, palpitasi dan aritmia. Tersedianya dukungan sosial juga

    mempengaruhi perkembangan, keparahan, dan durasi gangguan stress pascatraumatik. Pada

    umumnya, pasien yang mendapat dukungan sosial yang baik kemungkinan tidak menderita

    gangguan atau tidak mengalami gangguan dalam bentuk yang parah.

    PENATALAKSANAAN

    Penatalaksanaan Gangguan Kecemasan khususnya Gangguan Stres Pascatrauma.

    Terdapat tiga pendekatan terapeutik untuk mengatasi gejala berhubungan dengan kecemasan

    yaitu :

    1. Manajemen krisis2. Psikoterapi3. Farmakoterapi

    Tujuan utama dari Manajemen Krisis adalah :

    1. Peredaan gejala2. pencegahan konsekuensi yang merugikan dari krisis tersebut untuk jangka pendek3. Suportif (dukungan)

    Psikoterapi

    Psikoterapi harus dilakukan secara individual, karena beberapa pasien ketakutan akan

    pengalaman ulang trauma. Intervensi psikodinamika untuk gangguan stres pascatraumatik

    adalah terapi perilaku, terapi kognitif dan hypnosis. Banyak klinisi menganjurkan psikoterapi

    singkat untuk korban trauma. Terapi tersebut biasanya menggunakan pendekatan kognitif dan

    juga memberikan dukungan dan jaminan. Sifat jangka pendek dari psikoterapi menekan

    risiko ketergantungan dan kronisitas. Masalah kecurigaan, paranoia, dan kepercayaan

    seringkali merugikan kepatuhan. Ahli terapi harus mengatasi penyangkalan pasien tentang

    peristiwa traumatic, mendorong mereka untuk santai, dan mengeluarkan mereka dari sumber

    stress. Pasien harus didorong untuk tidur, menggunakan medikasi jika dilakukan. Dukungan

    dari lingkungan (seperti teman-teman dan sanak saudara) harus disediakan. Pasien harus

    didorong untuk mengingat dan melepaskan perasaan emosional yang berhubungan dengan

    peristiwa traumatic dan merencanakan pemulihan di masa depan. Psikoterapi setelah

    peristiwa traumatic harus mengikuti suatu model intervensi krisis dengan dukungan,

    pendidikan, dan perkembangan mekanisme mengatasi dan penerimaan peristiwa. Jika

    gangguan stress pascatraumatik telah berkembang, dua pendekatan psikoterapetik utama

  • 5/26/2018 BAB I

    18/43

    18

    dapat diambil. Pertama adalah pemaparan dengan peristiwa traumatic melalui teknik

    pembayangan (imaginal technique) atau pemaparan in vivo. Pemaparan dapat kuat, seperti

    pada terapi implosif, atau bertahap. Seperti pada desensitisasi sitematik. Pendekatan kedua

    adalah mengajarkan pasien metoda penatalaksanaan kognitif untuk mengatasi stress.

    Beberapa data awal menyatakan bahwa, walaupun teknik penatalaksanaan stress adalah

    efektif lebih cepat dibandingkan teknik pemaparan, hasil dari teknik pemaparan adalah lebih

    lama.

    Disamping teknik terapi individual, terapi kelompok dan terapi keluarga telah

    dilaporkan efektif pada kasus gangguan stress pascatraumatik. Keuntungan terapi kelompok

    adalah berbagi berbagai pengalaman traumatik dan mendapatkan dukungan dari anggota

    kelompok lain. Terapi kelompok telah berhasil pada veteran Vietnam. Terapi keluarga

    seringkali membantu mempertahankan suatu perkawinan melalui periode gejl ayagn

    mengalami eksaserbasi. Perawatan di rumah sakit mungkin diperlukan jika gejala adalah

    cukup parah atau jika terdapat risiko bunuh diri atau kekerasan lainnya.

    Farmakoterapi

    Obat-obat anti anxietas sebaiknya digunakan untuk waktu yang singkat karena ditakutkan

    akan terjadi ketergantungan, meskipun banyak obat yang efektif untuk meredakan anxietas.

    1. Trycyclic and monoamine oxidase inhibitors (MAOIs)Bahwa reversible MAOIs, moclobimide juga dapat berguna dalam perawatan

    gangguan stress pascatrauma.

    2. Selective Serotonin Reuptake Inhibitors (SSRIs)Perubahan terutama terlihat untuk reexperiencing dan gejala hyperarousal daripada

    penolakan. Yang juga menarik adalah penurunan rasa bersalah dari yang selamat.

    Fluvoxamine tampaknya lebih efektif. Digunakan pula paroxetine sampai 60 mg

    untuk 12 minggu. Disamping itu dapat pula dicoba dengan Trazodone, dosis sampai

    400 mg/hari.

    3. BenzodiazepinBenzodiazepin telah merupakan obat terpilih untuk gangguan kecemasan umum. Pada

    gangguan benzodiazepin dapat diresepkan atas dasar jika diperlukan, sehingga pasien

    menggunakan benzodiazepin kerja cepat jika mereka merasakan kecemasan tertentu.

    Pendekatan alternatif adalah dengan meresepkan benzodiazepin untuk suatu periode

    terbatas, selama mana pendekatan terapetik psikososial diterapkan. Beberapa masalah

  • 5/26/2018 BAB I

    19/43

    19

    adalah berhubungan dengan pemakaian benzodiazepin dalam gangguan kecemasan

    umum. Kira-kira 25 sampai 30 persen dari semua pasien tidak berespon, dan dpat

    terjadi toleransi dan ketergantungan. Beberapa pasien juga mengalami gangguan

    kesadaran saat menggunakan obat dan dengan demikian, adalah berada dalam risiko

    untuk mengalami kecelakaan kendaraan bermotor atau mesin.

    4. Obat-obat lainnyaPropanolol dan Clonidin, keduanya secara efektif menekan aktivitas noradrenergik,

    telah digambarkan berguna dalam beberapa serial kasus terbuka. Selain itu juga

    terdapat laporan kasus yang menunjukkan keberhasilan dari alfa-agonis Guanfacine

    pada wanita muda. Serotonergik dibandingkan antidepresan lainnya juga berguna

    untuk kasus gangguan stress pascatrauma, sebagai contoh Buspirone. Dosis 60

    mg/hari atau lebih dapat efketif, trauma untuk gejala hyperarousal. Sebagai tambahan,

    Cyproheptadine (sampai 12 minggu saat tidur) dilaporkan berguna untuk melepaskan

    mimpi buruk pada pasien dengan gangguan stress pascatrauma. Dopamine blocker

    juga dilaporkan berguna untuk beberapa kasus gangguan stress pascatrauma. Ada pula

    yang melaporkan kegunaan Risperidone gangguan stress pascatrauma ditunjukkan

    melalui kilas balik yang jelas dan mimpi-mimpi buruk. Naltrexone (50 mg/hari)

    dilaporkan efektif dalam mengurangi kilas balik pada pasien dengan gangguan stress

    pascatrauma. Tetapi tidak terdapat controlled studies dengan opiat agenda pada

    gangguan stress pascatrauma. Ada beberapa laporan mengenai kegunaan

    Thymoleptics-lithium Carbamazepine dan Valproat dalam gangguan stress

    pascatrauma.

    2.5.4KECEMASAN AKIBAT KONDISI MEDIS UMUM

    Kecemasan dapat berkaitan dengan banyak kelainan medis pasien. Gejala kecemasan

    yang timbul pada pasien dapat berupa serangan panik, kecemasan menyeluruh, obsesif-

    kompulsif, dan kondisi distress lain. Pada semua kasus yang terjadi, gejala-gejala yang timbul

    berkaitan dengan efek langsung fisiologis dari kondisi medis pasien.

    EPIDEMIOLOGI

    Gejala kecemasan akibat kondisi medis umum merupakan kondisi yang umum terjadi

    pada pasien, namun insidensi gangguan kecemasan tersebut bervariasi sesuai dengan kondisi

    medis spesifik pasien.

  • 5/26/2018 BAB I

    20/43

    20

    ETIOLOGI

    Terdapat banyak kondisi medis yang dapat mengakibatkan gejala yang menyerupai

    gangguan kecemasan pada pasien. Kondisi tersering yang berkaitan dengan gangguan

    kecemasan adalah hipertiroid, hipotiroid, dan defisiensi vitamin B12. Selain itu,

    pheochromocytoma juga dapat menimbulkan episode paroksismal dari gejala kecemasan

    karena produksi epinephrine. Beberapa lesi pada otak serta peradangan pada enchefalon juga

    dikaitkan dengan timbulnya gejala yang identik dengan gangguan obsesif-kompulsif. Kondisi

    medis lain seperti aritmia dapat menyebabkan gejala panik. Kondisi hipoglikemi juga dapat

    menyerupai gejala gangguan kecemasan pada pasien. Gejala kecemasan yang ditimbulkan

    berbagai kondisi medis tersebut diduga terjadi melalui mekanisme yang mempengaruhi

    sistem noradrenergik, selain itu diduga pula adanya peran sistem serotonergik meskipun hal

    tersebut masih dalam penelitian.

    DIAGNOSIS

    Diagnosis gangguan kecemasan akibat kondisi medis umum memerlukan adanya

    gejala-gejala gangguan kecemasan. DSM-IV memudahkan klinisi untuk menspesifikasikan

    apakah ganguan kecemasan tersebut ditandai oleh gejala kecemasan menyeluruh, serangan

    panik, atau gejala obsesif-kompulsif.

    Klinisi harus mencurigai diagnosis ini jika menemui adanya kecemasan kronik atau

    paroksismal yang berhubungan dengan penyakit fisik yang diketahui dapat menyebabkan

    gejala-gejala tersebut pada beberapa pasien. Adanya hipertensi paroksismal pada pasien yang

    cemas dapat memberikan indikasi untuk pemeriksaan kondisi pheochromocytoma.

    Pemeriksaan medis umum dapat menunjukkan adanya diabetes, tumor adrenal, penyakit

    tiroid, atau kondisi neurologis.

    MANIFESTASI KLINIS

    Gejala-gejala pada gangguan kecemasan akibat kondisi medis umum dapat identik

    dengan gejala-gejala pada gangguan kecemasan primer. Sindrom yang menyerupai gangguan

    panik merupakan gambaran klinis yang terbanyak, selain itu sindrom yang menyerupai fobia

    juga merupakan gambaran klinis yang sering ditemukan pada pasien.

    Serangan Panik. Pasien yang menderita kardiomiopati kemungkinan memiliki insidensi

    tertinggi dari gangguan panik sekunder akibat kondisi medis umum. sebuah studi

  • 5/26/2018 BAB I

    21/43

    21

    menunjukkan bahwa 83% pasien dengan kardiomiopati yang menanti transplantasi jantung

    memiliki gejala-gejala serangan gangguan panik. Hal tersebut diduga terjadi akibat

    meningkatnya tonus noradrenergic pada pasien tersebut. Pada beberapa penelitian, sekita

    25% pasien penyakit Parkinson dan PPOK memiliki gejala gangguan panik. Kondisi medis

    lain yang berkaitan dengan gangguan panic adalah nyeri kronik, sirosis bilier primer, dan

    epilepsi (terutama jika fokus epilepsy terletak di girus parahipokampus kanan).

    Kecemasan Menyeluruh. Pasien-pasien dengan sindrom Sjorgen dilaporkan memiliki

    prevalensi tinggi mengalami gejala-gejala gangguan kecemasan menyeluruh. Hal tersebut

    kemungkinan terjadi akibat efek syndrome Sjorgen pada fungsi kortikal dan subkortikal serta

    fungsi tiroid. Namun, prevalensi tertinggi terdapat pada pasien hipertiroid (Graves disease),

    yaitu sekitar duapertiga dari semua pasien memiliki gejala-gejala gangguan kecemasan

    menyeluruh.

    Gejala Obsesif-kompulsif. Beberapa penelitian melaporkan adanya hubungan antara gejala

    gangguan obsesif-kompulsif dengan Syndenhams chorea dan multiple sclerosis.

    Fobia. Gejala-gejala fobia jarang terjadi meskipun sebuah studi menunjukkan prevalensi

    sebesar 17% gejala fobia social pada pasien penyakit Parkinson.

    DIAGNOSA BANDING

    Kecemasan sebagai suatu gejala dapat terjadi akibat berbagai gangguan psikiatri

    selain akibat gangguan kecemasan itu sendiri. Pemeriksaan status mental diperlukan untuk

    mengetahui adanya gejala gangguan mood atau gejala-gejala psikotik yang dapat

    mengarahkan ke diagnosis lain. Untuk menyimpulkan bahwa pasien mengalami gangguan

    kecemasan akibat kondisi medis umum diperlukan adanya ketelitian dan kecermatan klinisi

    terhadap kondisi pasien. Pada kondisi tersebut, pasien harus memiliki gejala kecemasan yang

    jelas sebagai gejala predominan dan harus memiliki penyebab gangguan medis nonpsikiatri

    yang jelas pula. Untuk lebih memastikan kondisi medis tersebut sebagai penyebab

    kecemasan, klinisi harus mengetahui apakah kondisi medis tersebut memiliki keterkaitan

    yang erat dengan gangguan kecemasan di literature yang ada. Selain itu, onset usia (gangguan

    kecemasan primer biasa terjadi sebelum usia 35 tahun) dan riwayat keluarga pasien dengan

    gangguan kecemasan dan kondisi medis umum yang relevan (contoh: hipertiroid) harus

    diperhatikan. Selain itu, diagnosis gangguan penyesuaian dengan gejala kecemasan juga

    harus dipertimbangkan sebagai diagnosa banding.

  • 5/26/2018 BAB I

    22/43

    22

    TATALAKSANA

    Pengobatan primer untuk gangguan kecemasan akibat kondisi medis umum adalah

    dengan mengobati kondisi medis yang melatarbelakangi kondisi kecemasan tersebut. Jika

    pasien juga memiliki riwayat ketergantungan alkohol atau zat tertentu, maka hal tersebut juga

    harus ditangani untuk mengontrol gejala gangguan kecemasan pada pasien tersebut. Jika

    dengan menghilangkan kondisi medis primer tidak memperbaiki gejala gangguan kecemasan

    pasien, tatalaksana gejala-gejala tersebut harus mengikuti pedoman tatalaksana untuk

    kelainan mental spesifik yang mungkin terjadi pada pasien tersebut. Secara umum modalitas

    tatalaksana yang paling efektif adalah dengan pemberian agen anxiolitik, modifikasi tingkah

    laku, dan antidepresan serotonergik.

    2.5.5 GANGGUAN KECEMASAN YANG DIINDUKSI OLEH ZAT

    Gangguan ini merupakan akibat langsung dari suatu bahan toksik, berupa

    penyalahgunaan obat, pengobatan, keracunan, alcohol, dll.

    EPIDEMIOLOGI

    Gangguan kecemasan yang diinduksi oleh suatu zat merupakan kondisi yang biasa

    terjadi akibat konsumsi obat rekreasional ataupun akibat obat yang diresepkan oleh dokter.

    ETIOLOGI

    Terdapat beberapa zat yang dapat menimbulkan gejala kecemasan yang menyerupai

    beberapa gangguan kecemasan pada DSM-IV-TR. Zat tersering yang dapat menimbulkan

    gejala tersebut adalah zat-zat simpatomimetik seperti amfetamin, kokain, dan kafein. Selain

    itu, berbagai obat serotonergik (contoh: LSD dan MDMA) juga dapat menimbulkan sindrom

    kecemasan akut ataupun kronik pada penggunanya.

    DIAGNOSIS

    Kriteria diagnostik DSM-IV-TR untuk gangguan kecemasan yang diinduksi oleh zat

    memerlukan adanya kecemasan yang menonjol, serangan panik, obsesi, atau kompulsi.

    Pedoman DSM-IV-TR memberikan gambaran bahwa gejala-gejala kecemasan tersebut harus

    terjadi selama pengunaan zat atau dalam sebulan setelah berhenti mengkonsumsi suatu zat.

    Namun, hal tersebut harus ditunjukkan dengan pemeriksaan yang menunjukkan adanya

    hubungan antara pemakaian suatu zat dengan gejala kecemasan yang terjadi. Pemeriksaan

    untuk menunjang diagnosis tersebut harus mencakup spesifikasi zat (misalnya, kokain),

  • 5/26/2018 BAB I

    23/43

    23

    spesifikasi kondisi pasien yang sesuai saat onset terjadi (misalnya: intoksikasi), dan

    menunjukkan pola gejala yang spesifik dari penderita tersebut (misalnya serangan panik).

    GAMBARAN KLINIS

    Gambaran klinis yang terjadi pada pasien kecemasan yang diinduksi oleh zat dapat

    bervariasi sesuai dengan zat yang digunakan oleh penderita. Bahkan penggunaan

    psikostimulan dapat menimbulkan gejala gangguan kecemasan pada beberapa orang.

    Gangguan kognitif dalam memahami, menghitung, dan memori dapat berkaitan erat dengan

    gejala gangguan kecemasan. Namun, deficit kognitif tersebut biasanya bersifat reversible jika

    penggunaan zat tersebut dihentikan.

    Hampir semua orang yang alkoholik mengkonsumsi alkohol untuk mengurangi

    kecemasan yang mereka alami (terutama kecemasan sosial). Namun sebaliknya, berdasarkan

    penelitian yang dilakukan oleh beberapa peneliti menunjukkan bahwa efek alkohol pada

    kecemasan dapat bervariasi dan dapat dipengaruhi secara signifikan oleh jenis kelamin,

    jumlah alkohol yang dikonsumsi, serta budaya. Meskipun demikian, konsumsi alkohol dan

    zat lain berhubungan dengan gangguan kecemasan. Pasien gangguan panik dengan konsumsi

    alkohol berkisar sekitar 4 kali lebih besar dibandingkan populasi umum, 3,5 kali lebih umum

    pada gangguan obsesif-kompulsif, dan sekitar 2,5 kali lebih umum pada gangguan fobia.

    DIAGNOSA BANDING

    Diagnosis banding kondisi ini adalah ganguan kecemasan primer, gangguan

    kecemasan akibat kondisi medis umum, dan gangguan mood yang biasa disertai dengan

    gejala kecemasan. Gangguan kepribadian dan kepura-puraan pasien (malingering) harus

    dipertimbangkan sebagai diagnose banding.

    TATALAKSANA

    Tatalaksana primer untuk gangguan kecemasan ini adalah dengan menghentikan

    penggunaan zat penyebab. Tatalaksana selanjutnya adalah menemukan pengobatan alternatif

    jika zat tersebut adalah obat yang digunakan untuk indikasi medis, membatasi paparan pasien

    terhadap zat jika pasien terpapar melalui lingkungannya, atau mengobati gangguan lain yang

    timbul akibat penggunaan zat tersebut. Jika gangguan kecemasan tetap berlanjut meskipun

    penggunaan zat tersebut telah dihentikan, maka tatalaksana selanjutnya dari gejala gangguan

    kecemasan tersebut adalah dengan psikoterapi atau farmakoterapi yang sesuai.

  • 5/26/2018 BAB I

    24/43

    24

    2.5.6 GANGGUAN CAMPURAN CEMAS DAN DEPRESI (ANXIETY DEPRESSIVE

    DISORDER)

    Gangguan ini mendeskripsikan pasien dengan gejala kecemasan dan depresi yang

    tidak dapat memenuhi kriteria diagnostik untuk gangguan kecemasan ataupun gangguan

    mood. Kombinasi gejala-gejala kecemasan dan depresi ini mengakibatkan timbulnya

    gangguan fungsional pada pasien. Pada umumnya, terdapat kesulitan bagi klinisi di layanan

    kesehatan primer ataupun klinik kesehatan mental untuk menentukan dan memperoleh

    riwayat psikiatrik yang lengkap dari pasien ini. Padahal, hal tersebut sangat penting untuk

    membedakan apakah gejala tersebut merupakan gejala depresi murni atau juga gejala

    kecemasan murni atau bahkan campuran keduanya. Di Eropa dan Cina, kebanyakan pasien

    dengan gangguan campuran cemas dan depresi didiagnosa sebagai neurasthenia.

    Epidemiologi. Kejadian gabungan antara gangguan depresi mayor dan gangguan panik biasa

    terjadi pada seorang pasien. Sekitar duapertiga dari seluruh pasien dengan gejala depresi

    memiliki gejala kecemasan yang menonjol juga, sedangkan sepertiganya memenuhi kriteria

    diagnostik gangguan panik. Peneliti melaporkan bahwa 20-90% dari semua pasien dengan

    gangguan panik memiliki episode gangguan depresi mayor. Data ini menunjukkan bahwa

    kejadian gabungan antara gejala-gejala depresi dan cemas (yang tidak memenuhi kriteria

    diagnostik gangguan depresi ataupun cemas) cukup banyak terjadi pada pasien. Saat ini,

    belum ada data epidemiologis formal untuk kelainan cemas dan depresi. Meskipun demikian,

    beberapa klinisi dan peneliti memperkirakan bahwa prevalensi gangguan tersebut pada

    populasi umum dapat mencapai 1-10% dan pada klinik kesehatan primer sekitar 50%.

    Etiologi. Ada 4 hal prinsip yang mengarahkan adanya keterkaitan penyebab gejala-gejala

    cemas dan depresi pada beberapa pasien.

    1. Beberapa peneliti melaporkan bahwa terdapat kesamaan temuan neuroendokrin padapasien gangguan depresi dan gangguan kecemasan (terutama pasien episode panik).

    Kesamaan tersebut berupa buruknya respon kortisol terhadap ACTH

    (adenocorticotopic hormone), respon hormon pertumbuhan terhadap klonidine

    (catapres), serta respon TSH (thyroid-stimulating hormone) dan prolaktin terhadap

    TRH (tirotropin-releasing hormone).

    2. Beberapa peneliti juga menunjukkan data yang mengindikasikan bahwahiperreaktivitas sistem noradrenergik merupakan penyebab yang dikaitkan

    berhubungan dengan pasien gangguan depresi dan gangguan panik. Secara spesifik,

  • 5/26/2018 BAB I

    25/43

    25

    penelitian tersebut menunjukkan adanya peningkatan konsentrasi metabolit

    norepineprin berupa 3-methoxy-4-hydroxyphenyglycol (MHPG) pada urin, plasma

    ataupun cairan serebrospinal (CSF) pasien-pasien gangguan depresi dan gangguan

    panik. Seperti halnya gangguan kecemasan dan depresi lainnya, serotonin dan GABA

    juga berkaitan erat sebagai penyebab gangguan campuran kecemasan dan depresi.

    3. Penelitian menunjukka bahwa obat-obat serotonergik seperti fluoxetine (Prozac) danclomipramine (Anafranil) dapat memperbaiki keadaan pasien dengan gangguan

    depresi ataupun cemas.

    4. Beberapa penelitian familial melaporkan bahwa data yang diperoleh menunjukkanadanya keterkaitan genetik pada pasien dengan gejala-gejala depresi dan cemas.

    Diagnosis. Kriteria DSM-IV-TR memerlukan adanya gejala-gejala subsindromal dari cemas

    dan depresi, adanya gejala-gejala autonom (tremor, palpitasi, mulut kering, dan sensasi tidak

    menyenangkan di perut). Beberapa penelitian mengindikasikan bahwa sensitivitas dari

    praktisi kesehatan terhadap sindrom gabungan ini masih rendah sehingga hal tersebut dapat

    juga merefleksikan bahwa label diagnostik untuk pasien juga dapat tidak tepat.

    Gambaran Klinis. Gambaran klinis dari gangguan campuran cemas dan depresi merupakan

    gabungan gejala-gejala gangguan kecemasan dan beberapa gejala gangguan depresi. Selain

    itu, gejala-gejala hiperreaktivitas sistem saraf autonom (keluhan gastrointestinal, dll)merupakan temuan umum yang sering pada pasien.

    Diagnosa Banding. Diagnosis banding gangguan kecemasan ini adalah gangguan kecemasan

    dan depresi lainnya serta gangguan kepribadian. Pada gangguan kecemasan, gangguan

    kecemasan menyeluruh merupakan temuan yang sering menyerupai gangguan campuran ini.

    Sedangkan pada gangguan mood, gangguan distimik dan gangguan depresi minor merupakan

    kondisi tersering yang menyerupai gambaran gangguan campuran cemas dan depresi ini.

    Selain itu, berbagai gangguan kepribadian seperti gangguan obsesif-kompulsif, dependent,

    dan avoidan juga memiliki gejala-gejala yang mirip. Gangguan somatoform juga harus

    dipertimbangkan sebagai diagnosa banding. Oleh karena itu, untuk menyingkirkan berbagai

    diagnosa banding pasien tersebut diperlukan adanya riwayat psikiatrik, pemeriksaan status

    mental, dan pemeriksaan terhadap gejala gangguan spesifik pada kriteria diagnostik DSM-

    IV-TR.

    Perjalanan Penyakit dan Prognosis. Berdasarkan data klinis yang ada, pasien dapat

    memperlihatkan gejala-gejala kecemasan yang menonjol atau gejala depresi yang menonjol

  • 5/26/2018 BAB I

    26/43

    26

    atau bahkan gabungan dari keduanya dengan onset yang seimbang. Prognosis untuk

    gangguan ini tidak diketahui secara pasti.

    Tatalaksana. Tatalaksana yang mungkin diberikan oleh klinisi tidak spesifik, sehingga hanya

    berdasarkan gejala-gejala yang timbul, keparahan, dan pengalaman klinisi terhadap berbagai

    modaitas terapi. Hal tersebut akibat tidak adanya penelitian yang pasti tentang tatalaksana

    pasien dengan gangguan kecemasan campuran ini. Pendekatan psikoterapi yang diberikan

    dapat berupa terapi kognitif, modifikasi tingkah laku, dll. Sedangkan farmakoterapi yang

    dapat diberikan adalah obat-obat antianxietas, antidepressan, atau gabungan keduanya. Obat

    antianxietas yang biasa diindikasikan adalah triazolobenzodiazepine (misalnya alprazolam

    [Xanac]). Selain itu, obat-obat yang mempengaruhi reseptor serotonin 5-HT 1A seperti

    buspirone (BuSpar) juga dapat diberikan. Sedangkan obat antidepresan yang biasa diberikan

    adalah antidepresan serotonergik seperti Venlafaxin (Effexor). Obat tersebut, Venlafaxin,

    merupakan antidepresan yang efektif dan telah disetujui badan pengawas obat dan makanan

    (FDA) Amerika Serikat sebagai terapi depresi, gangguan kecemasan menyeluruh serta

    menjadi drug of choice gangguan gabungan.

    2.5.7 FOBIA SPESIFIK DAN FOBIA SOSIAL

    Penelitian mengatakan bahwa fobia merupakan suatu gejala yang sering ditemukan .

    Diperkirakan 5 sampai 10 % populasi menderita gangguan yang menggangu dan

    menimbulkan ketidakerdayaan. Pendeita yang berhubungan dengan fobia bahwa jika

    gangguan itu tidak dikenali maka itu dianggap sebaganggaun mental, dapat menyebabkan

    gangguan psikiatri lain, termasuk, gangguan depresif, gangguan yang berhubbngan dengan

    zat atau gangguan yang berhubungan dengan alcohol.

    Suatu fobia adalah suatu ketakutan yang abnormal sehingga menyebabkan

    penghindaran yang disadari terhadap objek, aktivitas atau situasi yang ditakuti. Sehingga

    menimbulkan suatu ketakutan , ketegangan parah pada pasien yang terkena, yang mengetahui

    adalah ini termasuk reaksi yang berlebihan.

    Disamping agorofobia .Diagnostic and statistical manual pf mental disorder ( DSM-

    IV) sehingga menyebutkan dua yaitu : fobia spesifik dan fobia social. Fobia spesifik

    dikatakan fobia sederhana di dalam DSM edisi tiga ( DSM-III-R). Fobia social juga disebut

    gangguan kecemasan social , ditandai dengan ketakutan yang berlebihan terhadap penghinaan

    dan rasa yang memalukan, di dalam lingkungan. Tipe umum fobia sering kali merupakan

  • 5/26/2018 BAB I

    27/43

    27

    keadaan yang kronis yang menimbulkan keadaan yang ketidakberdayaan terhadap sebagian

    besar situasi soial .

    EPIDEMIOLOGI

    Seperti yang dikatakan di atas, fobia adalah gangguan mental yang sering ditemukan,

    walaupun sebagian besar orang fobik tidak mengunjungi klinisi karena fobianya jika mereka

    dating intuk mendapatkan perhatian psikiatri atau medis.

    FOBIA SPESIFIK

    DEFINISI

    Fobia spesifik merupakan penyakit kecemasan yang paling sering terjadi. Beberapa

    fobia spesifik (misalnya takut binatang, kegelapan atau orang asing) mulai timbul pada masa

    kanak-kanak. banyak fobia yang menghilang setelah penderita beranjak dewasa. fobia lainnya

    (misalnya takut hewan pengerat, serangga, badai, air, ketinggian, terbang atau tempat

    tertutup) baru timbul di kemudian hari. 5% penduduk menderita fobia tingkat tertentu pada

    darah, suntikan atau cedera; dan penderita bisa mengalami pingsan, yang tidak terjadi pada

    fobia maupun penyakit kecemasan lainnya.

    Sebaliknya, banyak pendeita penyakit kecemasan yang mengalami hiperventilasi,

    yang menimbulkan perasaan akan pingsan, tetapi mereka tidak pernah benar-benar pingsan.

    Penderita seringkali dapat mengatasi fobia spesifik dengan cara menghindari benda atau

    keadaan yang ditakutinya.

    ETIOLOGI

    Fobia spesifik dapat disebabkan dari pemasangan (pairing) objek atau situasi tertentu

    dengan emosi ketakutan dan panik. Pada umunya, suatu kecendrungan tidak spesifik untuk

    mengalami kecemasan dan ketakutan membentuk kelompok latar (backgroup); jika suatu

    peristiwa spesifik (sebagai contoh, mengemudi) dipasangkan dengan pengalaman emosional

    (sebagai contoh, kecelakaan), karena rentan terhadap asosiasi emosional permanen antara

    mengemudikan kendaraan dan ketakutan atau kecemasan. Pengalaman emosional sendiri

    dapat renponsif terhadap kejadian eksternal, seperti kecelakaan lalu lintas, atau kejadian

    internal, paling sering adalah serangan panik. Mekanisme asosiasi lain antara objek fobik dan

    emosi fobik adalah modeling, di mana seseorang mengamati reaksi pada orang lain (sebagai,

    contoh, orang tua), dan pengalihan informasi, di mana seseorang diajarkan atau diperingatkan

    tentang bahaya objek tertentu (contoh: ular berbisa).

  • 5/26/2018 BAB I

    28/43

    28

    o Faktor genetika. Fobia spesifik cenderung berada di dalam keluarga. Tipe darah, injeksi,cedera cenderung memiliki kecendrungan keluarga yang tinggi. Penelitian melaporakn bahwa

    duapertiga sampai tigaperempat penderita yang terkena memiliki sekurangnya satu sanak

    saudara derajat pertama dengan fobia spesifik dari tipe yang sama.

    GAMBARAN KLINIS

    Fobia ditandai oleh kesadaran dan kecemasan berat jika pasien terpapar dengan situasi

    atau objek spesifik. DSM-IV menekankan kemungkinan bahwa serangan panik dapat dan

    sering kali terjadi pada pasien dengan fobia spesifik dan sosial, tetapi serangan panik, kecuali

    kemungkinan bagi beberapa serangan pertama. Pemaparan stimulus fobik atau

    memperkirakan hampir selalu meyebabkan serangan panik pada orang yang rentan terhadap

    serangan panik (panic attack-prone person).

    Temuan utama pada pemeriksaan status mental adalah adanya ketakutan yang

    irasional dan egodistonik terhadap situasi, aktivitas, atau objek tertentu; pasien mampu untuk

    menggambarkan bagaimana mereka menghindari kontak dengan situasi fobik. Depresi sering

    kali ditemukan pada pemeriksaan status mental dan mungkin ditemukan pada sebanyak

    sepertiga dari semua pasien fobik

    PENATALAKSANAAN

    Terapi yang paling sering digunakan untuk fobia spesifik adalah terapi pemaparan

    (exposure therapy), suatu tipe terapi perilaku yang asanya didahului oleh Joseph Wolpe. Ahli

    terapi mendesensitasi pasien, dengan menggunakan pemaparan stimulus fobik yang serial,

    bertahap, dan dipacu diri sendiri. Ahli terapi mengajari pasien tentang berbagai teknik untuk

    menghadapi kecemasan, termasuk relaksasi, kontrol pernapasan, dan pendekatan kognitif

    terhadap gangguan. Pendekatan kognitif adalah termasuk mendorong kenyataan bahwa

    situasi tersebut pada dasarnya adalah aman. Aspek kunci dari terapi perilaku yang berhasil

    adalah (1) komitmen pasien terhadap pengobatan, (2) masalah dan tujuan yang diidentifikasi

    dengan jelas, dan (3) strategi alternatif yang tersedia untuk mengatasi perasaan pasien. Pada

    situasi spesifik fobia darah, injeksi, dan cedera, beberapa ahli terapi menganjurkan bahwa

    pasien mengencangkan tubuhnya selama pemaparan untuk membantu menghindari

    kemungkinan pingsan akibat reaksi vasovagal terhadap stimulasi fobik. Antagonis

    adrenergik-beta dapat berguna dalam pengobatan fobia spesifik.

    FOBIA SOSIAL

    Fobia sosial merupakan gangguan jiwa yang ditandai dengan adanya kecemasan

    ketika berhadapan dengan situasi sosial atau melakukan performa di depan umum. Misalnya,

    kecemasan muncul ketika menjadi pusat perhatian orang lain atau ada rasa takut akan dinilai

  • 5/26/2018 BAB I

    29/43

    29

    atau bertingkah laku memalukan. Kecemasan dapat pula menimbulkan gejala-gejala otonom

    atau kognitif yang mirip dengan serangan panik. Individu selalu berusaha menghindari situasi

    sosial yang membangkitkan kecemasan tersebut atau bila ia bertahan pada situasi tersebut

    dapat terjadi ketegangan yang hebat atau serangan panik.

    Fobia sosial cukup sering ditemukan dalam masyarakat. Prevalensi satu tahun

    berkisar antara 1,7%-7,4% sedangkan prevalensi selama hidup sekitar 13,3%. Awitan mulai

    biasanya pada awal remaja dan biasanya kronik. Dalam perjalanan penyakitnya, fobia sosial

    sering berkomorbiditas dengan gangguan anksietas atau mud (mood) lain . Episode pertama

    depresi sering didahului oleh fobia sosial. Selain itu, risiko menderita gangguan jiwa lain tiga

    kali lebih sering pada penderita fobia sosial bila dibandingkan dengan kontrol . Ada dua

    subtipe fobia sosial yaitu spesifik dan umum (generalized social phobia).Fobia sosial umum

    dikaitkan dengan gangguan fungsi (pekerjaan dan sosial) dan kualitas hidup seperti

    rendahnya pendidikan, penghasilan serta kurangnya dukungan sosial dan buruknya hubungan

    perkawinan.

    Meskipun dampak psikososialnya cukup besar, jumlah penderita fobia sosial yang

    mencari pengobatan sangat sedikit bila dibandingkan dengan gangguan mud atau anksietas

    lain (

  • 5/26/2018 BAB I

    30/43

    30

    (paling lama 15 menit). Sedangkan pada penderita fobia sosial, peningkatan denyut jantung

    jauh lebih tinggi dan kembalinya ke keadaan normal juga lebih lama.Peningkatan thyrotropi

    releasing hormone (TRH) juga ditemukan pada pasien dengan fobia sosial. Pemberian

    yohimbin (stimulansia) dapat meningkatkan anksietas dan juga dikaitkan dengan

    peningkatan konsentrasi plasma MHPG - suatu hasil metabolit norepinefrin. Serangan panik

    pada pemberian infus laktat atau inhalasi CO kepada pasien fobia sosial lebih jarang jika

    dibandingkan dengan pasien dengan gangguan panik. Kafein tidak memprovokasi terjadinya

    kecemasan pada pasien dengan fobia sosial. Pentagastrin dapat menginduksi serangan panik

    pada fobia sosial dan kejadiannya hampir sama dengan yang ditemukan pada pasien dengan

    gangguan panik. Dari data penelitian terlihat adanya persamaan dasar neurobiologi antara

    fobia sosial dengan gangguan panik. Tidak ada perbedaan antara fobia sosial dengan kontrol

    normal mengenai kadar kortisol urin dan dexamethasone suppression tes.

    Sistem Dopaminergik

    Kadar dopamin prefrontal diduga sebagai penyebab utama ekspresi anksietas. Enzim

    catechol-o-methyltranferase (COMT) berfungsi mengkatalisir degradasi dopamin.

    Polimorfisme gen COMT menyebabkan substitusi metionin ke valine. Peningkatan aktivitas

    allele valine dapat meningkatkan metabolisme dopamin dan meningkatkan risiko anksietas

    fobik. Oleh karena itu, polimorfisme COMT dikaitkan dengan terjadinya anksietas fobik.

    Perbaikan klinis setelah pemberian obat golongan monoamine oxidase inhibitor

    (MAOI) menunjukkan bahwa terjadi defisiensi dopamin pada fobia sosial. Selain itu,

    pemberian MAOI juga lebih efektif bila dibandingkan dengan trisiklik. Hal ini menimbulkan

    dugaan bahwa dopamin berperan pada fobia sosial. Dengan single photon emission

    computed tomography (SPECT) terlihat penurunan densitas dopamin di striatum.

    Pemeriksaan dengan magnetic resonance spectroscopy menunjukkan adanya penurunan

    aktivitas energi seluler, neuronal, dan fungsi membran di daerah ganglia basalis. Terdapat

    pula pengurangan ukuran putamen pada penderita fobia sosial (dilihat dengan magnetic

    resonance imaging). Kedua regio ini kaya dengan dopamin.

    Sistem Serotoni n

    Pelepasan serotonin dapat berefek anksiogenik atau anksiolitik. Hal ini sangat

    bergantung dari regio dan subtipe reseptor yang diaktivasi. Sebagian besar efek anksiogenik

  • 5/26/2018 BAB I

    31/43

    31

    dimediasi oleh serotonin 2A (5-HT 2A ) sedangkan anksiolitik oleh stimulasi 5HT 1A.

    Tikus percobaan yang dirusak reseptor 5HT 1A nya memperlihatkan perilaku mirip

    anksietas (anxiety- like behaviors). Tidak terlihat adanya perbedaan respons prolaktin

    terhadap fenfluramin antara pasien dengan fobia sosial dengan kontrol

    PENATALAKSANAAN

    Gabungan psikofarmaka dengan psikoterapi lebih baik bila dibandingkan dengan

    obat atau psikoterapi saja. Saat ini ada tiga jenis psikofarmaka yang dapat digunakan pada

    fobia sosial yaitu:Monoamine Oxidase Inhibitors, Antidepresan SSRI dan Benzodiazepine

    Monoamine Oxidase I nhi bitors

    Obat yang paling efektif untuk mengobati fobia sosial adalah MAOI. Beberapa obat

    yang termasuk golongan MAOI antara lain iproniazide. Obat ini ditarik dari peredaran

    karena toksik terhadap hepar. Tranylcypromine dan phenelzine juga ditarik dari peredaran

    karena berinteraksi dengan tyramine (the cheese reaction) dan dapat menyebabkan krisis

    hipertensi. Karena harus membatasi diet dan efek samping yang berbahaya, MAOI tidak lagi

    menjadi pilihan. Enzim MAO memiliki dua bentuk isoenzim (A dan B) yang memetabolisme

    neurotransmiter berbeda. MAO tipe A memetabolisme serotonin dan norepinefrin sedangkan

    dopamin di metabolisme MAO tipe A dan B. Saat ini tersedia RIMA (reversible inhibitor of

    monoamine oxidase A)yaitu obat yang juga memblok MAO tetapi bersifat reversibel.

    Moclobemide (Aurorix) merupakan contoh golongan RIMA atau antidepresan yang

    efektif untuk fobia sosial. Moclobemide merupakan suatu substrat CYP 2 C 19 dan

    menghambat CYP2C19, CYP2D6 dan CYP1A2 dan CYP 2D.Aktivitas enzim MAO kembali

    baik dengan sempurna dalam 24-48 jam setelah dihambat oleh RIMA. Moclobemide

    ditoleransi dengan baik dan pada pemakaiannya tidak perlu diet pembatasan tiramin. Obat ini

    menjadi pilihan pertama (first-line treatment choice)untuk pengobatan fobia sosial.

    Komorbiditas gangguan panik dengan fobia sosial juga dapat efektif diatasi dengan

    moclobemide. Dosis moclobemide 450 mg/hari. Ia efektif dan aman. Efek samping yang

    kadang-kadang (20% pasien) ditemui yaitu nyeri kepala, pusing, mual, insomnia dan mulut

    kering. Moclobemide tidak menimbulkan ketergantungan. Mengganti moclobemide dengan

    obat lain mudah atau dapat langsung tanpa menunggu jeda waktu. Dosis moclobemide mesti

    dikurangi setengahnya jika digunakan dengan obat yang menghambat CYP2D6, misalnya

  • 5/26/2018 BAB I

    32/43

    32

    cimetidine. Untuk mengurangi kemungkinan terjadinya hambatan metabolisme tiramin,

    dianjurkan menggunakan moclobemide setelah makan. Insiden insomnia, disfungsi seksual

    dan penambahan berat badan sangat jarang terjadi pada pemakaian moclobemide.

    Selective Serotonin Reuptake I nh ibi tors (SSRI )

    Golongan SSRI seperti citalopram, fluvoxamine, paroxetine, sertraline, menjadi

    pilihan alternatif untuk fobia sosial; sebagian klinikus menyatakan bahwa SSRI merupakan

    obat pilihan pertama. Karena pasien fobia sosial tidak memperlihatkan supersensitivitas

    terhadap obat, seperti yang terlihat pada gangguan panik, dosis SSRI dapat dimulai seperti

    dosis untuk antidepresan dan dititrasi berdasarkan respons klinik. Berikut beberapa SSRI

    yang dapat digunakan untuk fobia sosial

    Citalopram

    Sekitar 86 % penderita fobia sosial berespons terhadap citalopram. Efeknya terlihat

    setelah 12 minggu pengobatan. Citalopram (Cipram) merupakan salah satu SSRIs; dapat

    diberikan oral dan intravena (iv). Absorbsinya tidak dipengaruhi oleh makanan. Konsentrasi

    plasma puncak dicapai empat jam setelah pemakaian oral. Sekitar 80% citalopram dan dua

    hasil metabolitnya yaitu demethylcitalopram (DCT) dan di demethylcitalopram (DDCT)

    terikat pada protein serum. Ekskresi, sekitar 20%, dikeluarkan melalui ginjal.Citalopram

    dimetabolisme menjadi DCT,DDCT, citalopram-N-oxidase. Selain itu, ada juga asam

    propionat inaktif yang berasal dari deaminasi citalopram. Citalopram ditemukan terutama di

    dalam darah. Dibandingkan metabolitnya, citalopram menghambat ambilan serotonin

    delapan kali lebih kuat. Metabolisme terutama terjadi di hati. Waktu paruhnya 35 jam.

    Klirensnya berkurang pada orang tua. Gangguan fungsi hati dapat mempengaruhi

    metabolisme citalopram sehingga klirens turun menjadi 37% dan waktu paruh meningkat

    dua kali lipat. Dosis 20mg/hari merupakan Dosis maksimum untuk pasien tua dan pasien

    dengan gangguan hati. Citalopram paling selektif dan paling kuat memblok serotonin.

    Afinitasnya terhadap kolinergik muskarinik, histamin tipe 1(H 1 ), 1 2 , -adrenergik,

    dopamin tipe 1(D 1 ) dan D 2 , serotonin subtipe 1a (5-HT 1A ), 5-HT 2A , dan GABA,

    sangat kecil.

    Pengaruh Terhadap Organ Atau Sistem

    Sistem Pernafasan

  • 5/26/2018 BAB I

    33/43

    33

    Tidak ada efek buruk terhadap sistem pernafasan.

    Sistem Kardiovaskul er

    Tidak ada perubahan EKG dan tidak ada perubahan tekanan darah baik dalam keadaan

    berbaring maupun berdiri. Pada uji klinik prapemasaran terdapat penurunan denyut jantung

    1,7 kali per menit. Perubahan hantaran EKG terlihat pada dosis tunggal lebih dari 600 mg.

    Darah

    Tidak menimbulkan perdarahan. Ada dugaan bahwa obat- obat yang menghambat ambilan

    serotonin juga menghambat agregasi trombosit yang dapat menimbulkan perdarahan pada

    orang-orang yang cenderung menderita perdarahan.

    Sistem Pencernaan

    Citolapram cenderung menimbulkan mual. Keluhan mual juga ditemukan saat penghentian

    obat (sekitar 4% penderita). Mual bersifat sementara dan sangat berhubungan dengan dosis;

    dapat dikurangi risikonya jika meminum obat bersama makanan dan memulai pengobatan

    dengan dosis rendah (10 mg). Dari sebuah uji klinik jangka pendek (6-8 minggu) dilaporkan

    adanya penurunan berat badan sekitar 1,1 pon. Mulut kering dan diare juga pernah

    dilaporkan.

    Kulit

    Gatal-gatal dan kemerahan pada kulit pernah dilaporkan pada uji klinik prapemasaran.

    Sistem Saraf Pusat

    Pada uji klinik dilaporkan bahwa sekitar 8 % penderita mengalami tremor dan sekitar 2 %

    merasakan pusing sehingga mereka berhenti dari penelitian. Selain itu, juga pernah

    dilaporkan adanya mengantuk dan berkeringat. Pada uji klinik prapemasaran juga ditemukan

    adanya pengaruh disfungsi seksual yang sama dengan SSRI lainnya.

    Interaksi obat

    Interaksi dengan obat-obat lain sangat kurang. Hal ini karena pengaruhnya yang

    minimal terhadap sistem isoenzim sitokhrom 450. Kemampuan menghambat isoenzim CYP

    1A dan 2C19, 2D6, CYP 3A4 kecil. Walaupun demikian, interaksi dengan cimetidine danmetoprolol dapat terjadi. Cimetidine meningkatkan konsentrasi citalopram. Kombinasi

  • 5/26/2018 BAB I

    34/43

    34

    dengan MAOI berpotensi menimbulkan sindrom serotonin. Bila ingin mengganti citalopram

    dengan MAOI atau sebaliknya, diperlukan waktu bebas obat selama 14 hari.

    Dosis dan pember ian

    Citalopram tersedia dalam bentuk tablet 20 dan 40 mg. Dosis anjuran untuk fobia

    sosial adalah 40 mg per hari. Untuk pasien yang sensitif dengan citalopram atau SSRIs lain

    hendaklah dimulai dengan dosis rendah yaitu 10 mg dan dinaikkan setelah 4 atau 6 hari.

    Fluoxetine

    Pada uji klinik terbuka didapatkan bahwa fluoxetine efektif untuk fobia sosial. Tidak

    ada penelitian dengan kontrol saat ini. Fluoxetine diabsorbsi secara oral. Metabolisme utama

    di hepatosit hati. Konsentrasi plasma maksimum dicapai setelah 6-8 jam pemberian (dosis 40

    mg). Makanan tidak mengganggu penyerapannya. Sekitar 95% fluoxetine terikat dengan

    protein serum (albumin dan 1 -asam glikoprotein). Distribusi fluoxetine sangat luas dan

    terdapat dalam ASI. Fluoxetine didemetilasi dalam hati menjadi norfluoxetine dan beberapa

    metabolit lain yang belum teridentifikasi. Metabolit inaktif melalui metabolisme hati

    dikeluarkan melalui ginjal. Waktu paruh eliminasi fluoxetine, setelah pemberian jangka

    pendek, 1-3 hari dan setelah pemberian jangka panjang adalah 4-6 hari. Sedangkan waktu

    paruh norfluoxetine lebih panjang yaitu 4-6 hari. Waktu paruh yang panjang, baik fluoxetine

    maupun norfluoxetine, dapat menyebabkan interaksi farmakokinetik obat sampai beberapa

    saat setelah obat dihentikan. Gangguan fungsi hati dikaitkan dengan gangguan metabolisme.

    Waktu paruh pada pasien dengan gangguan fungsi hati meningkat menjadi rata-rata

    7,6 hari dan norfluoxetine menjadi rata-rata 12 hari. Oleh karena itu, perlu penurunan dosis

    pada pasien dengan gangguan hati. Metabolisme fluoxetine atau norfluoxetine dosis tunggal

    tidak terganggu pada pasien dengan gangguan ginjal. Untuk pemakaian dosis berulang,

    penelitiannya belum ada. Oleh sebab itu, diperlukan penurunan dosis pada pasien gangguan

    ginjal

    Kemampuan fluoxetine menghambat ambilan serotonin 23 kali lebih kuat bila

    dibandingkan dengan kemampuannya menghambat ambilan norepinefrin (NE). Afinitas

    terhadap muskarinik kolinergik, histamine (H 1 ), adrenergik, 5-HT 1 atau 5-HT 2 kurang.

    Afinitasnya juga kurang terhadap saluran ion sodium jantung sehingga pasien aman dari

    toksisitas jantung. Tidak ada pengaruhnya terhadap aktivitas monoamine oxidase (MAO).

  • 5/26/2018 BAB I

    35/43

    35

    Fluvoxamine

    Suatu uji klinik buta ganda yang membandingkan fluvoxamine dengan plasebo

    melaporkan bahwa setelah 12 minggu terapi dengan fluvoxamine (150 mg), 7 dari 15 pasien

    fobia sosial mendapat perbaikan sedangkan dengan plasebo hanya 1 dari 15 pasien yang

    mengalami perbaikan. Absorbsinya tidak dipengaruhi oleh makanan dan konsentrasi

    maksimal dicapai 3-8 jam setelah pemberian. Terikat dengan protein serum terutama

    albumin. Keberadaannya dalam ASI tidak diketahui. Metabolisme terutama melalui

    demetilasi oksidasi dan deaminasi di hepar. Metabolit utamanya asam fluvoxamine, kurang

    kuat menghambat ambilan serotonin. Waktu paruh pada orang tua lebih panjang yaitu rata-

    rata 17,4 hari (dosis 50 mg) dan rata-rata 25,9 hari untuk dosis 100 mg. Disfungsi hepar

    menurunkan klirens 30%, tetapi gangguan fungsi ginjal tidak menyebabkan penurunan

    klirens.

    Paroxetine

    Uji klinik terbuka dengan dosis rata-rata 36,6 mg per hari, dilakukan terhadap

    penderita fobia sosial, menunjukkan bahwa 15 dari 18 pasien mendapat perbaikan.

    Paroxetine diabsorbsi secara oral dan tidak dipengaruhi oleh makanan. Konsentrasi sistemik

    maksimum dicapai 5,2 jam setelah pemberian; terikat kuat dengan protein serum.Metabolisme paroxetine melalui oksidasi dan metilasi, tidak mengganggu metabolisme

    phenytoin. Beberapa metabolit sudah diketahui. Kekuatannya hanya 1/50 obat aktifnya. Baik

    penderita gangguan ginjal maupun gangguan hati hendaklah menggunakan dosis kecil (10

    mg per hari). Paroxetine dapat menghambat ambilan norepinefrin ke dalam membran

    sinaptosal hipotalamus, tetapi dosis yang dibutuhkan 320 kali lebih tinggi bila dibandingkan

    dosis untuk menghambat ambilan serotonin. Walaupun demikian, paroxetine adalah SSRIs

    yang paling kuat menghambat NE bahkan lebih kuat daripada venlafaxine (suatuserotonin-

    noradrenergic reuptake inhibitor). Afinitas terhadap antikolinergik cukup bermakna dan

    menimbulkan gejala mulut kering, konstipasi, mata kabur, dan gangguan buang air kecil.

    Walaupun demikian, bila dibandingkan dengan amitriptilin, efek samping paroxetine jauh

    lebih kecil. Ia tidak bekerja pada saluran sodium cepat jantung sehingga tidak menimbulkan

    gangguan konduksi jantung. Paroxetine tidak menghambat aktivitas MAO. Pada orang tua,

    dosis 20, 30, dan 40 mg dapat meningkatkan konsentrasi plasma sekitar 70-80 % lebih

    tinggi. Gangguan ginjal dan hati dapat meningkatkan konsentrasi plasma. Oleh karena itu,

    dosis awal mesti lebih kecil yaitu 10 mg per hari. Afinitas paroxetine terhadap 1 , 2 ,

  • 5/26/2018 BAB I

    36/43

    36

    adrenergik, D 2 , H 1 , 5- HT dan 5-HT 2 hampir tidak ada. Paroxetine mempunyai afinitas

    kolinergik yang cukup signifikan, yang menyebabkan keluhan mulut kering, konstipasi, dan

    mata kabur. Walaupun demikian, bila dibandingkan dengan trisiklik, efek samping

    paroxetine jauh lebih rendah. Paroxetine tidak aktif pada saluran ion sodium cepat jantung

    sehingga tidak mengganggu efek konduksi jantung. Aktivitas MAO tidak dihambat oleh

    paroxetine

    Benzodiazepine

    Benzodiazepine, seperti alprazolam dan clonazepam juga efektif untuk fobia sosial. Efek

    samping benzodiazepin lebih ringan, mula kerjanya cepat tetapi responsnya kurang dan jika

    obat dihentikan kekambuhan cepat terjadi. Pada gangguan panik, pada dosis terapeutik

    toleransi jarang terjadi. Dosis awal dan terapeutik benzodiazepin untuk fobia sosial sama

    dengan untuk gangguan panik.

    Benzodiazepin pada Fobia Sosial

    Alprazolam dapat digunakan rata-rata dosis per hari 1 mg. maksimum sekitar 3 mg

    per hari untuk orang dewasa,. Rata-rata waktu paruh 6-20 jam. Obat ini berpotensi

    menimbulkan ketergantungan sehingga penghentiannya dapat membangkitkan kembali

    gejala awal penyakit. Selain itu, obat ini juga menimbulkan rasa kantuk di siang hari.

    Meskipun relatif kurang menimbulkan toksisitas pada keadaan kelebihan dosis, penggunaan

    bersama dengan

    alkohol dapat fatal. Benzodiazepin lebih dianjurkan untuk menghilangkan anksietas berat

    dalam penggunaan jangka pendek.

    Terapi menghilangkan penyebab fobia sosial jauh lebih penting. Menurut penelitian,

    hasil terapi lebih baik bila terapi obat dengan psikoterapi digabung. Terapi gabungan ini

    dapat mempercepat kerja obat dan efek terapi dapat bertahan lama walaupun obat telah

    dihentikan. Dengan kata lain, kekambuhan jarang terjadi bila farmakoterapi disertai dengan

    psikoterapi. Salah satu psikoterapi yang efektif untuk fobia sosial adalah Cognitive-

    Behavioral Therapy (CBT)

    2.5.8 GANGGUAN PANIK

    Karakteristik dari panic disorder ini adalah serangan panik yang tiba-tiba dan diluar

    dugaan.

  • 5/26/2018 BAB I

    37/43

    37

    KRITERIA DIAGNOSIS DSM-IV-TR

    Adanya kekhawatiran yang persisten selama 1 bulan akan :

    1. Akan mengalami serangan lagi2. Konsekuensi dari tiap serangan3. Perubahan perilaku yang signifikan yang berhubungan dengan serangan tersebut

    Gejala dari serangan panik :

    1. Palpitasi, jantung berdebar-debar, heart rate meningkat2. Berkeringat3. Gemetaran4. Pasien merasa napasnya pendek5. Rasa tercekik6. Nyeri dada atau rasa tidak nyaman pada dada7. Mual atau tidak nyaman pada perut8. Rasa pusing, kepala terasa ringan, kehilangan keseimbangan, atau bahkan pingsan9. Derealisasi dan depersonalisasi10.Ketakutan akan kehilangan kendali atau menjadi gila11.

    Takut mati

    12.Rasa kaku pada sekujur tubuh13.Rasa kedinginan atau kepanasan yang tidak wajar

    Biasanya panic disorder disertai dengan agoraphobia, atau juga bisa tanpa adanya

    agoraphobia. Agoraphobia merupakan kelainan dimana seseorang merasa takut ketika berada

    di tempat umum atau tempat terbuka, atau tempat yang asing baginya. Dimana orang

    tersebut memiliki ruang yang sedikit untuk bersembunyi ketika ada ancaman baginya.

    Tempat yang aman baginya adalah dalam rumah, sehingga orang dengan kelainan seperti ini

    takut untuk bepergian keluar rumah dan tetap berada dalam rumahnya.

    Panic disorder lebih banyak diderita oleh wanita daripada laki-laki, mengingat bahwa

    wanita lebih mudah mengkhawatirkan sesuatu daripada laki-laki. Dengan usia puncak pada

    usia 30 tahun.

    Pada pemeriksaan fisik pasien ini tidak didapatkan adanya kelainan, hanya seperti

    yang dijelaskan pada kriteria diagnosis, seperti jantung berdebar-debar dan napas yang lebih

    cepat.

  • 5/26/2018 BAB I

    38/43

    38

    TATALAKSANA

    Farmakoterapi

    Digunakan SSRI sebagai first-line untuk pengobatan, kemudian dilanjutkan dengan

    pemberian trisiklik.

    Fluoxetine (Prozac) dapat digunakan terutama apabila pasien juga mengalami depresi.

    Mulailah dari pemberian dosis yang sangat rendah agar pasien tidak malah mengalami

    anxietas.

    Mirtazapine (Remeron) juga dapat digunakan namun memiliki efek sedatif yang dapat

    dimanfaatkan untuk mengurangi gejala anxietas. Remeron bekerja sebagai antagonis alfa-2,

    dengan demikian meningkatkan kadar norepinefrin dan serotonin sinaptik, juga memblok

    beberapa reseptor serotonergik postsinaptik yang bisa memicu terjadinya anxietas saat

    berikatan dengan serotonin.

    Antidepresan sedatif seperti Paxil dan TCAs bisa diberikan saat malam sebelum tidur

    untuk memperbaiki kualitas tidur pasien.

    Bila simptom akut masih terus terjadi meskipun telah diberikan SSRI dan trisiklik,

    pemberian benzodiazepine harus dipertimbangkan. Juga apabila ada kemungkinan terjadinya

    serangan yang akan datang. Namun benzodiazepin tidak dianjurkan untuk pemberian jangka

    panjang karena kemungkinan terjadinya ketergantungan.

    Alprazolam (Xanax) dahulu banyak digunakan namun sudah ditinggalkan sekarang

    karena efek jangka panjangnya. Alprazolam membutuhkan kenaikan dosis terus menerus bila

    digunakan jangka panjang dan menyebabkan ketergantungan, selain itu waktu paruhnya juga

    sangat singkat. Sekarang lebih banyak digunakan clonazepam karena efeknya yang lebih

    menguntungkan dan efek ketergantungan yang lebih rendah.

    SSRI s:

    Fluoxetine (Prozac)

    Dosis :

    dewasa :

  • 5/26/2018 BAB I

    39/43

    39

    - 20-60 mg PO qd, dimulai dari dosis 10 mg (bila tanpa benzodiazepine) atau 20 mg(bila dengan benzodiazepin).

    Kontraindikasi :

    - Hipersensitivitas- Penggunaan MAOIs

    Paroxetine (Paxil)

    Dosis :

    Dewasa :

    - 10-40 mg PO q