bab i

Upload: juteckadinda

Post on 05-Oct-2015

218 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

skrip

TRANSCRIPT

3

BAB IPENDAHULUAN

1.1Latar BelakangTuberkulosis penyakit menular langsung yang disebabkan oleh kuman tuberkulosis (Mycobacterium tuberculosa) yang ditularkan melalui udara (droplet nuclei) saat seseorang pasien tuberkulosis batuk dan percikan ludah yang mengandung bakteri terhirup oleh orang lain saat bernafas (Widoyono, 2008).Penyakit Tuberkulosis (TB) masih merupakan masalah kesehatan di dunia. Diperkirakan sepertiga penduduk dunia telah terkena penyakit ini. Pada tahun 2009, terdapat sekitar 9,4 juta insiden kasus TB secara global. Prevalensi di dunia mencapai 14 juta kasus atau sama dengan 200 kasus per 100.000 penduduk (WHO, 2010). Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) pada tahun 1992 TB paru di Indonesia menduduki urutan kedua penyebab kematian terbanyak (11,4%) (Tulak dkk, 2009).Tingginya angka kejadian tuberkulosis di dunia disebabkan antara lain ketidakpatuhan terhadap program pengobatan maupun pengobatan yang tidak adekuat (Aditama, 2002). Sejak tahun 1995, WHO (World Health Organization) mengembangkan strategi penanggulangan tuberkulosis yang dikenal sebagai strategi DOTS (Directly Observed Treatment Shortcourse) (Tabrani, 2007). Fokus utama DOTS ialah penemuan dan penyembuhan pasien. Strategi ini akan memutuskan penularan tuberkulosis dan dengan demikian menurunkan kejadian tuberkulosis di masyarakat (Depkes RI, 2007). Salah satu dari komponen DOTS ialah pengobatan dengan paduan obat antituberkulosis (OAT) jangka pendek dengan pengawasan langsung Pengawas Menelan Obat (PMO) (Depkes RI, 2005).Berdasarkan Global Tuberculosis Control WHO report 2007, Indonesia berada di peringkat ketiga jumlah kasus tuberkulosis terbesar di dunia (528.000 kasus) setelah India dan Cina. Dalam laporan serupa tahun 2009, Indonesia mengalami kemajuan menjadi peringkat kelima (429.730 kasus) setelah India, Cina, Afrika Selatan dan Nigeria. Namun demikian, tentunya permasalahan dalam pengendalian TB masih sangat besar dan Indonesia masih berkontribusi sekitar sebesar 5,8 % dari kasus TB yang ada di dunia. Dengan masih adanya sekitar 430.000 pasien baru per tahun dan angka insiden 189/100.000 penduduk serta angka kematian akibat TB sebesar 61.000 per tahun atau 27/100.000 penduduk. Selain itu, TB terjadi pada lebih dari 75% usia produktif (15-54 tahun), dalam hal ini kerugian ekonomi yang disebabkan oleh TB cukup besar (Kemenkes RI, 2011). Menurut Departemen Kesehatan, kini penanggulangan TB di Indonesia menjadi lebih baik, data statistik World Health Organization (WHO) menunjukkan Indonesia turun dari peringkat tiga menjadi peringkat ke lima dunia dengan jumlah insiden terbanyak TB pada tahun 2009 setelah India, China, Afrika Selatan, dan Nigeria. Beberapa hasil dan pencapaian program TB, menurut Tjandra Yoga angka keberhasilan pengobatan TB di Indonesia naik sebesar 91% pada tahun 2008. Target pencapaian angka penemuan kasus TB Paru Case Detection Rate (CDR) tahun 2009 sudah mencapai 73,1%. Insiden TB Paru sejak tahun 1998 sampai tahun 2005 trennya menurun dan rata-rata penurunan insiden TB Paru positif tahun 2005-2007 adalah 2,4%.Penyakit TB ini banyak menyerang golongan umur produktif antara 15-49 tahun. World Health Organization (WHO) memperkirakan terdapat 8 juta kasus baru dan 3 juta kematian karena TB setiap tahunnya. Setiap detik ada satu orang yang terinfeksi TB didunia dan dalam dekade mendatang tidak kurang dari 300 juta orang yang terinfeksi oleh TB (Priantini, 2003). Sesuai data prevalensi pada Dinas Kesehatan Provinsi Gorontalo kasus tuberculosis paru pada tahun 2010 berjumlah 1370 penduduk, tahun 2011 berjumlah 1617 penduduk, tahun 2012 berjumlah 1674 penduduk, tahun 2013 berjumlah 1825 penduduk dan pada tahun 2014 (s/d triwulan 3) berjumlah 1254 penduduk.Untuk mencapai keberhasilan pengobatan, bukan semata-mata menjadi tanggung jawab pasien, namun harus dilihat bagaimana faktor-faktor lain yang mempengaruhi perilaku seseorang dalam melengkapi pengobatannya dan mematuhi pengobatan mereka. Banyak faktor yang berhubungan dengan kepatuhan terhadap terapi TB paru, termasuk karakteristik pasien, hubungan antara petugas pelayanan kesehatan dan pasien, regimen terapi dan sistem penyelenggaraan pelayanan kesehatan (WHO,2003).Berdasarkan data dari RSUD. M.M. Dunda Limboto bahwa penyakit Tuberkulosis paru merupakan penyakit terbanyak rawat jalan pada tahun 2014. Berdasarkan uraian diatas, maka dilakukan penelitian tentang tingkat kepatuhan berobat penyakit TB paru pada pasien rawat jalan di RSUD. M.M. Dunda Limboto. 1.1.1 Rumusan MasalahBagaimana evaluasi tingkat kepatuhan berobat pasien rawat jalan TB paru di Rumah Sakit M.M Dunda Limboto?1.1.2 Tujuan PenelitanUntuk mengetahui tingkat kepatuhan berobat pasien rawat jalan TB paru di Rumah Sakit M.M Dunda Limboto.1.1.3 Manfaat PenelitianHasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai masukan bagi dokter, farmasis, dan tenaga kesehatan lain dalam upaya meningkatkan kepatuhan berobat pasien TB paru sehingga angka kesakitan dan kematian yang disebabkan oleh tuberkulosis dapat menurun serta kejadian resistensi obat dapat dicegah. Dengan demikian, diharapkan derajat kesejahteraan masyarakat semakin meningkat.

1